Disusun oleh :
INGGIT UTAMI EKA PUTRI
NPM : 20742047
D3 BUDIDAYA PERIKANAN
FAKULTAS PETERNAKAN
POLITEKNIK NEGERI LAMPUNG
2020
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Nilai pH merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk menentukan tingkat
kesegaran ikan. Pada proses pembusukan ikan, perubahan pH daging sangat besar
peranannya karena berpengaruh terhadap proses autolysis dan penyerangan bakteri.
Penggunaan suhu rendah mempengaruhi fluktuasi nilai pH pada ikan. Pada suhu rendah
menyebabkan aktivitas enzim yang terdapat pada daging menjadi terhambat sehingga
mutunya berjalan lebih lambat. Semakin rendah suhu yang digunakan maka aktifitas enzim
semakin terhambat. Pada proses glikolisis, enzim sangat berperan sampai terbentuknya asam
laktat. Hal ini menyebabkan akumulasi asam laktat berjalan lebih lambat sehingga penurunan
pH ikan juga berlangsung lebih lambat. Selain itu,proses penguraian protein menjadi
senyawa-senyawa yang bersifat basa oleh bakteri juga terhambat sehingga peningkatan pH
ikan berlangsung lebih lambat (Munandar, 2009).
pH adalah salah satu parameter untuk menentukan kaemunduran mutu ikan dengan
cara mengukur banyaknya ion H+. Cara ini digunakan untuk pHdidalam ikan segar dan hasil
olahannya. Konsentrasi ion H+ dalam contoh interpretasi pH< 7,6 menunjukkan mutu segar,
pH 7,6 – 7,9 menunjukkan dapat dimakan tapi bukan mutu nomor satu, dan pH> 7,9
menunjukkan nilai busuk (Sasmito, 2006).
1.2.Tujuan
Tujuan praktikum ini untuk mengamati adaptasi ikan terhadap perubahan pH lingkungan.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Pisces
Ordo : Percomorphi
Famili : Chiclidae
Genus : Oreochromis
Spesies : Oreochromisniloticus
Secara umum morfologi ikan nila badannya pipih berbentuk lonjong, badan, sirip
ekor, sirip punggung dan sirip perut terdapat garis–garis tegak lurus dengan sirip–siripnya,
matanya menonjol dan bagian tepinya berwarna putih;dagingnya cukup tebal dan tidak ada
duri halus di dalamnya; kepalanya besar;mulutnya lebar; bibirnya tebal; sisik besar–besar dan
kasar;sirip punggung dan sirip dubur memiliki beberapa jari–jari yang tajam seperti duri.
Nilai pH air tempat hidup ikan nila berkisar antara 6–8,5 (Bahar, 2006).
Ikan nila mempunyai ciri yang khas, yaitu adanya garis vertikal yang berwarna gelap
disirip ekor sebanyak enam buah dan garis seperti ini juga terdapat pada sirip punggung dan
sirip duburnya. Bentuk tubuh ikan nila pipih meruncing, posisi mulut superior dan dapat
disembulkan, sisik ktenoid dan memiliki sirip yang lengkap, terdiri atas sirip dorsal, ventral,
pektoral, anal, dan caudal. Posisi sirip ventral terhadap pektoral adalah abdominal. Ikan nila
mempunyai linealiteralis yang lengkap dan terputus. Ada beberapa ciri yang dapat
membedakan ikan nila jantan dan betina. Pada rahang terdapat bercak kehitaman. Sisik ikan
nila adalah tipe scenoid. Ikan nila juga ditandai dengan jari-jari dorsal yang keras, begitupun
bagian awalnya, dengan posisi siap awal dibagian belakang sirip dada (abdormal) (Tariga,
2012).
Perbedaan ikan nila jantan dengan betina terdapat pada sisiknya. Sisik ikan nila jantan
lebih besar daripada ikan nila betina, sisik bawah dagu dan perut ikan nila jantan berwarna
gelap, dan alat kelamin jantan berupa tonjolan yang disebut papilla sedangkan kelamin betina
berupa tonjolan dibelakang anus. Terdapat linealiteralis pada bagian truncus fungsinya adalah
untuk alat keseimbangan ikan pada saat berenang. Jumlah sisik linealateralis sebanyak 34
buah. Ekor bergaris-garis tegak 7-12 garis (Suyanto, 2005).
Ikan nila merupakan ikan lapisan tengah perairan, yakni ikan yang mencari makanan
yang mengapung di tengah perairan. Ikan jenis ini hanya sewaktu-waktu muncul ke
permukaan air atau berenang di dasar perairan. Ikan mas dan bawal termasuk kedalam jenis
ini. Ikan permukaan perairan, yakni ikan yang mencari makanan di permukaan air.
Umumnya, ikan jenis ini menghabiskan waktunya lebih lama berada di lapisan atas perairan.
Ikan menempel, yakni ikan pemakan bahan organik yang menempel pada subtrat (benda yang
terdapat di dalam air), baik yang berada di dalam kolam air (lapisan tengah) maupun yang
berada di dasar perairan (Bahar, 2006).
Ikan nila terkenal sebagai ikan yang sangat tahan terhadap perubahan lingkungan
hidup. Nila dapat hidup di lingkungan air tawar, air payau, dan air asin. Kadar garam air yang
disukai antara 0-35 permil. Ikan nila air tawar dapat dipindahkan ke air asin dengan proses
adaptasi yang bertahap. Kadar garam dinaikkan sdikit demi sedikit. Pemindahan ikan nila
secara mendadak ke dalam air yang berkadar garamnya sangat berbeda dapat mengakibatkan
stress dan kematian ikan (Leugeu, 2009).
Ikan nila dapat hidup di perairan yang dalam dan luas maupun di kolam yang sempit
dan dangkal. Ikan nila juga dapat hidup di sungai yang tidak terlalu deras alirannya, di
waduk, danau, rawa, tambak air payau, atau di dalam jaring terapung di laut. Hidup di sungai-
sungai dengan air tergenang dan lambat mengalir dan menggerakkan tubuhnya ke dalam air
di kedalaman sampai dengan 20 m (Leugeu, 2009).
Ikan nila sangat respon terhadap makanan yang berasal dari hewan atau tanaman jika
dibudidayakan di perairan umum, atau di tambak yang berair payau, karena ikan nila bersifat
omnivore (pemakan segala). Makanan utama benih nila adalah zat-zat renik di dalam air dan
udang-udang kecil. Nila dewasa baik jantan maupun betina cenderung lebih menyukai
makanan berupa tumbuh-tumbuhan air, misalnya ganggang (Ahmad, 2014).Ikan nila
tergolong ikan pemakan segala (omnivora) sehingga bisa mengonsumsi pakan berupa hewan
atau tumbuhan. Oleh karena itu, ikan ini sangat mudah dibudidayakan (Tariga, 2012)..
Ketika masih benih, pakan yang disukainya adalah zooplankton (plankton hewani),
seperti Rotifera sp, Moinasp, atau Daphniasp. Benih ikan nila juga memakan alga atau lumut
yang menempel di bebatuan yang ada di habitat hidupnya. Ketika dibudidayakan, nila juga
memakan tanaman air yang tumbuh di kolam budidaya. Jika telah mencapai ukuran dewasa,
ikan ini bisa diberi berbagai pakan tambahan seperti pellet(Tariga, 2012).
Kualitas air merupakan faktor yang sangat penting dalam pemeliharaan ikan, karena
akan menentukan hasil yang diperoleh. Kondisi kualitas air juga berperan dalam menekan
terjadinya peningkatan perkembangan bakteri pathogen dan parasit di dalam media
pemeliharaan. Sebagai tempat hidup ikan, kualitas air sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor
fisika dan kimia air seperti suhu, oksigen terlarut, pH, dan ammonia (Ahmad, 2014). Ikan nila
akan mampu bertahan hidup pada air dengan salinitas 50 g/l dan tumbuh baik pada air dengan
salinitas 18 ppt. Sedangkan ikan nila dengan jenis Tilapiaaurea dan Tilapianilotica akan
berkembang biak dan tumbuh baik pada salinitas perairan berkisar 10-20 g/l (Leugeu, 2009).
Ikan nila yang masih kecil lebih tahan terhadap perubahan lingkungan dibandingkan
ikan yang sudah besar. Nilai pH air tempat hidup ikan nila berkisar antara 6-8,5. Namun,
pertumbuhan optimal terjadi pada pH 7-8. Suhu optimal untuk ikan nila antara 25-300 C.
Oleh karena itu, ikan nila cocok dipelihara di dataran rendah sampai agak tinggi 500 m.dpl
(Leugeu, 2009).
2.4.1. Suhu
Salah satu parameter yang penting adalah suhu air kolam. Suhu air kolam ini sangat
berpengaruh karena memiliki dampak terhadap organisme yang ada dalam kolam seperti :
2. Mempengaruhitingkatviskositas air
Pada kolam pendederan dan pemeliharaan benih ikan nila, nilai toleransi suhu untuk
pemeliharaan yang baik adalah berkisar antara 30o C -32o C. Suhu yang terlalu tinggi dapat
meningkatkan stress pada benih dan ikan. Sementara suhu yang terlalu rendah dapat
mempengaruhi kemampuan organisme dalam mengikat oksigen sehingga terhambat
pertumbuhannya (Ahmad, 2014).
2.4.2. pH
PH merupakan indikasi yang menyatakan keadaan asam, basa, atau netral pada suatu
larutan. Keadaan pH air antara 5-11 dapat ditoleransi oleh ikan nila, tetapi pH optimal untuk
pertumbuhan dan perkembangbiakan ikan ini adalah 7-8 ikan nila juga mampu tumbuh dalam
keaadan air asin pada salinitas 0-35 ppt. Oleh karena itu, ikan nila dapat dibudidayak pada air
payau, tambak dan perairan laut, terutama untuk tujuan usaha pembesaran (Ahmad, 2014).
2.4.3. Salinitas
Konsumsi pakan ikan nila merah ini relatif sama pada berbagai media bersalinitas, hal
ini menunjukkan bahwa perubahan salinitas secara bertahap tidak menyebabkan ikan stres
serta tidak berpengaruh terhadap napsu makan ikan dan banyaknya pakan yang dikonsumsi
sesuai dengan kapasitas tampung lambungnya. Namun demikian nilai laju pertumbuhan
harian rata-rata ikan nila merah semakin meningkat dengan meningginya kadar salinitas
mulai dari 10‰. Laju pertumbuhan harian tertinggi yaitu pada salinitas 20‰, tetapi tidak
berbeda dengan ikan yang dipelihara pada media bersalinitas 10‰ dan 15‰. Adanya
perbedaan laju pertumbuhan (p<0,05) menunjukkan bahwa ikan nila merah yang dipelihara
pada media bersalinitas lebih baik dalam memanfaat-kan sumber energi pakannya. Sehingga
diduga pada media 10-20‰ kondisi tekanan osmotik media mendekati tekanan osmotik
tubuh ikan nila merah, atau disebut isoosmotik (Setiawati, 2003).
Suhu merupakan salah satu faktor fisika yang sangat penting di dalam air karena
bersama-sama dengan zat/unsur yang terkandung didalamnya akan menentukan massa jenis
air, densitas air, kejenuhan air, mempercepat reaksi kimia air, dan memengaruhi jumlah
oksigen terlarut di dalam air. Suhu tinggi yang masih dapat ditoleransi oleh ikan tidak selalu
berakibat mematikan pada ikan tetapi dapat menyebabkan gangguan status kesehatan untuk
jangka panjang, misalnya stress yang menyebabkan tubuh lemah, kurus, dan tingkah laku
abnormal. (Aliza, 2013).
Menurut Kordi (2000) dalam Aliza (2013), perubahan suhu sebesar 5°C di atas
normal dapat menyebabkan stres pada ikan bahkan kerusakan jaringan dan kematian.
Respons ikan terhadap stres dapat dibagi atas tiga fase yaitu primer, sekunder, dan terstier.
Perubahan perilaku ikan dapat berupa cepatnya gerakan operkulum, ikan mengambil
udara dipermukaan air, dan ikan menjadi tidak aktif (Reebs, 2009). Beberapa respons stres
dapat dideteksi melalui pemeriksaan patologi anatomi dan histopatologi dari beberapa organ
atau jaringan seperti insang, hati, kulit, dan traktus urogenital (Aliza 2013).
Insang terdiri dari lembar-lembar insang. Setiap lembar insang terdiri dari sepasang
filamen dan tiap filamen tersusun atas lamella-lamella sebagai tempat pertukaran gas. Faktor
yang menyebabkan respon patologi ikan adalah jumlah oksigen di dalam air yang rendah dan
merangsang terjadinya iritan. Akibatnya akan berdampak pada kerusakan sel-sel insang
diantaranyaudema, hiperplasia, dan fusi sel (Aliza 2013).
Studi yang dilakukan oleh Harper dan Jeffrey (2008) dalam Aliza (2013), terhadap
histopatologi insang ikan Salmon Atlantik (Salmo salar L)akibat stress menunjukkan adanya
kerusakan patologis pada insang diantaranya hiperplasia dan lepasnya sel-sel epitelium pada
lamella. Perubahan gerak operkulum ini diikuti dengan perilaku ikan yang kerap sering
mengambil udara di permukaan air. Perubahan pergerakan ikan nila yang semula aktif
bergerak menjadi lebih pasif (pendiam) berkorelasi dengan semakin tingginya suhu air,
semakin tinggi suhu air semakin cepat terjadi perubahan gerak ikan menjadi pasif.
Reebs (2009) dalam Aliza (2013) yaitu ikan yang mengalami kekurangan oksigen
akan mempercepat pergerakan operkulumnya disertai dengan pergerakan mengambil udara di
permukaan air dan pergerakan ikan menjadi pasif.
Perubahan warna insang terjadi dikarenakan tingginya aktivitas sel darah merah yang
membawa oksigen dari kapiler darah ke pembuluh darah di dalam insang. Warna insang yang
terlihat lebih gelap akibat sel-sel darah yang rusak (nekrosa, haemolisis), dan tingginya
aktivitas sel-sel mukus (Aliza, 2013).
BAB 3
METODOLOGI
Praktikum Fisiologi Hewan Air dilaksanakan pada hari Rabu 21 Oktober 2020 pukul
11.30 sampai dengan selesai di desa manisak,Kec.Rantobaek, Kab.Mandailing Natal
3.2.1. Alat
Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 3.1. Alat yang digunakan untuk praktikum adalah sebagai berikut:
Untuk mengukur pH
6 Kertas lakmus 1 buah
3.2.2. Bahan
Tabel 3.2. Bahan yang digunakan untuk praktikum ini adalah sebagai berikut :
NO Nama Bahan Spesifikasi Fungsi
Untuk mengamati respon ikan
1 HCL Secukupnya
Sebagai bahan praktikum
2 Ikan Nila 2 Ekor
Untuk mengamati respon ikan
3 NaOH Secukupnya
3.3. Metode
4. Ikan sebanyak 2 ekor ditimbang dan diketahui bobotnya dimasukkan ke dalam akuarium.
P2 : Air dengan pH 4
P3 : Air dengan pH 6
P4 : Air dengan pH 8
P5 : Air dengan pH 10
Nilai pH asam dibuat g menambahkan HCl, sedangkan pH basa dibuat dengan menambahkan
NaOH.
7. Pengamatan ikan dilakukan selama perlakuan dan setiap 10 menit selama 1 jam.
Selanjutnya dilakukan pengamatan ikan selama 24 jam dengan waktu pengamatan pada pukul
08.00, 12.00 dan 15.00. Ikan yang diamati dicatat dan ditimbang bobotnya
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
Hasil yang diperoleh dalam praktikum ini adalah sebagai berikut :
Tabel 4.1. Perubahan Bobot Ikan
Bo (g) Bt (g) B (g)
Perlakuan
Perlakuan 1 46,5 47 0,5
Perlakuan 2 43,5 44 0,5
Perlakuan 3 46,5 47 0,5
Perlakuan 4 45,5 46 0,5
Perlakuan 5 47 47,3 0,3
4.2. Pembahasan
Pada praktikum respon ikan terhadap perubahan pH yaitu kita dapat mengamati
respon ikan terhadap perubahan pH pada air dimana keadaan air itu dalam keadaan asam,
basa, dan netral.
Ikan nila dapat tumbuh dan berkembang dengan baik pada lingkungan perairan
dengan alkalinitas rendah atau netral. Pada lingkungan dengan pH rendah pertumbuhannya
mengalami penurunan namun demikian ikan nila masih dapat tumbuh dengan baik pada
kisaran pH 5–10.
Aktifitas ikan nila yang memproduksi asam dari hasil proses metabolisme dapat
mengakibatkan penurunan pH air, kolam yang lama tidak pernah mengalami penggantian air
akan menyebabkan penurunan pH, hal ini disebabkan karena peningkatan produksi asam oleh
ikan nila yang terakumulasi terus-menerus di dalam kolam dan ini dapat menyebabkan daya
racun dari amoniak dan nitrit dalam budidaya ikan nila akan meningkat lebih tajam. Stress
asam yang dihasilkan dari proses metabolisme tersebut dapat menyebabkan ikan mengalami
kehilangan keseimbangan (Lesmana, 2004).
Berdasarkan hasil pengamatan kami maka untuk ikan nila terjadi pertambahan berat
pada bobot ikan sebelum ditambah pH dengan setelah ditambah pH. Berat bobot ikan yang
pada awalnya 43,5 gram lalu ditambahkan pH 4 maka berat ikan tersebut menjadi 44 gram.
Selama diamati ikan nila dalam keadaan diam, operkulumnya bergerak. Lalu, ketika diawal
ikannya hidup semua tetapi ketika pukul 15.00 WIB ada sebagian ikan nila mati. Nilai SR
setiap perlakuan pun berbeda – beda misalnya pada perlakuan satu nilai SR nya 50 % karena
ketika diakhir ikannya ada yang mati, lalu perlakuan ke-2 nilai SR nya 100 %, perlakuan ke-
3 nilai SR nya 50 % karena kaetikadiakhir ada ikan yang mati juga, kemudian perlakuan ke-4
dan ke-5 nilai SR nya 100 % berarti tidak ada ikan yang mati.
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum ini yaitu pH singkatan dari “puisance
negatif de H” yaitu logaritma negatif dari kepekatan ion-ion H yang terlepas dalam suatu
perairan dan mempunyai pengaruh besar terhadap kehidupan organisme perairan, sehingga
pH perairan dipakai sebagai salah satu untuk menyatakan baik buruknya sesuatu perairan.
Ikan akan bergerak seperti biasa jika pH air sesuai dengan daya tahan tubuh ikan terhadap
lingkungan Ikan nila dapat tumbuh dan berkembang dengan baik pada lingkungan perairan
dengan alkalinitas rendah atau netral. pH air yang netral untuk ikan adalah ketika pH air 7.
Insang merupakan organ penting yang mampu dilewati air mapun mineral, pemeabilitas
insang yang tinggi terhadap ion-ion dapat menyebabkan ikan selalau bergerak diam di bawah
permukaan ataupun di atas permukaan air mungkin juga bisa menyebabkan suatu ikan
tersebut pingsan ataupun mati.
5.2. Saran
Saran untuk praktikum ini adalah sebaiknya pada saat mengukur pH menggunakan
alat indikator ketras lakmus karena alat ini mudah untuk melihat keadaan suatu air dalam
toples dan menggunakan ikan yang masih segar dalam praktikum unuk mencapai hasil yang
optimal.