Berbekal dengan bahan baku dari kayu jati, kayu kopi, kayu asem dan kayu mahoni.
Dengan keahliannya ia sulap dengan produk-produk kreatif yang memiliki nilai jual lebih tinggi.
Ia memasok harga produksinya dengan harga yang sangat terjangkau, mulai dari puluhan ribu
sampai ratusan ribu. “Sejauh ini sudah ada 200 lebih macam kerajinan tangan yang saya
produksi. Dan itu semua hasil kreatifitas saya sendiri yang mengalami beberapa modifikasi. Saya
berusaha dalam waktu satu bulan sekali harus ada jenis produk baru. Mulai dari kotak tisu,
gantungan kunci, jam tangan, jam dinding, vas bunga, asbak, sampai ukiran kalender yang
semuanya terbuat dari bahan baku kayu,” tutur Agam yang juga pernah berprofesi sebagai
sales di suatu perusahaan hingga terlibat di dunia kontraktor.
Alasan dia memilih usaha bidang kerajinan karena memiliki beberapa tantangan
tersendiri. Khususnya dalam hal kreativitas produknya dengan memanfaatkan ketersediaan
Sumber Daya Alam (SDA). Maka, tak jarang ia juga melakukan lawatan di berbagai darah mulai
Malang sampai Yogyakarta untuk riset. ”Riset sangat penting dilakukan. Dengan berbekal hasil
riset, memudahkan hasil karya lebih aplikatif, up to date dan diminati oleh pasar,”ungkap
pengusaha dan juga mahasiswa di Universitas 17 Agustus 1945 Kabupaten Banyuwangi.
Selain itu, Agam juga memiliki mentor namanya Jaya Setiabudi pengusaha kelahiran
Semarang. Kerapkali Agam mengikuti berbagai pelatihan yang langsung dilakukan oleh Mas J
sapaan Jaya Setiabudi. “Baru-baru ini Mas J melakukan pelatihan tentang kewirausahan di
Jember. Dan Alhamdulillah saya ikut. Mas J orangnya sangat supel dan lihai dalam berbisnis.
Pokoknya sangat menginpirasi. Khususnya bagi para pelaku usaha yang baru,” tutur Agam yang
masih duduk di semester 6.
Usaha yang berumur satu tahun ini tak luput mengalami berbagi kendala. Mulai dari
permodalan sampai dengan pengiriman produk pesanan. “Dengan modal 3 juta. Yang alokasi
dana waktu itu hanya cukup digunakan membeli mesin produksi dan bahan baku. Karenanya
saya sering mendapatkan sokongan biaya produksi dari konsumen langsung. Sebab konsumen
melakukan pembayaran di awal. Nah biaya itulah yang dilakukan untuk tambahan biaya
produksi,” jelas pengusaha yang berusia 22 tahun ini.
Ditambah juga pernah gagal dalam proses pengiriman barang ke Bali, setelah barang
sampai ternyata barang-barangnya rusak. Akibat dari berbagai benturan saat pengiriman.
Konsumen tak mau tahu dan minta barang diganti atau uangnya dikembalikan. “Saya berfikir
kerugian ini tidak menjadi masalah. Biasa sudah, dalam belajar pasti mengalami kegagalan.
Sekarang sudah tidak lagi mengalami seperti itu,” jelas pengusaha kerajinan tangan yang
memiliki brand ‘Ongko Craft’.
“Dan Alhamdulilah omzet perusahaan saya mencapai 7 juta per bulan. Diantara faktor-
faktor yang mendukung dengan bergabung dengan website belanja online daerah banyuwangi-
mall.com, juga terlibat dalam asosiasi ‘Banyuwangi Craft’ yang memberikan kemudahan
mengikuti pelatihan dan pameran yang gencar-gencarnya dilakukan saat kepemimpinan
Abdullah Azwar Anas. Tak jarang, Bupati Banyuwangi terlibat langsung dalam promosi produk-
produk lokal para pelaku usaha mikro melalui akun media sosial pribadinya yang memiliki
ribuan followers,” pungkas pengusaha muda asli Kecamatan Banyuwangi ini.