Anda di halaman 1dari 8

STIMULUS EKONOMI MEREDAM GEJOLAK COVID-19

Wabah Covid-19 mempengaruhi seluruh dunia karena telah menyebar ke 216 negara. Setiap Negara
yang terjangkit Covid-19 mengambil tindakan yang cepat untuk menangani Covid-19 dan mengurangi
dampak sosial ekonomi.

Dampak Kesehatan
Menurut virologist dan microbiologist Covid-19 merupakan virus yang cepat menyebar, walaupun
fatality rate-nya rendah tidak seperti virus flu burung, atau demam berdarah. Namun, Covid-19
berbahaya bagi penduduk berusia lanjut atau mempunyai penyakit jantung, diabetes, darah tinggi dan
penyakit pernapasan akut.
Menurut data Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, update terakhir tanggal 01 Juli 2020 jam
12.00 WIB jumlah kasus Covid-19 di 216 negara terkonfirmasi 10.357.662. jumlah pasien meninggal
sebanyak 508.055 orang. Sementara itu, negara terbanyak terinfeksi adalah Amerika disusul Brasil,
Rusia, India dan Inggris. Indonesia berada di urutan ke 27 dengan jumlah terjangkit 57.770 orang,
sembuh 25.595 orang dan meninggal 2.934 orang yang tersebar di 34 Provinsi, 448 Kabupaten/ Kota.
jumlah kasus tertinggi ada di Provinsi Jawa Timur kemudian kemudian di susul DKI Jakarta dan Sulawesi
Selatan.

Dampak Sosial
Salah satu cara untuk memutus mata rantai Covid-19 adalah dengan social distancing, bertujuan untuk
mencegah orang sakit melakukan kontak dalam jarak tertentu dengan orang yang sehat untuk
mengurangi resiko penularan. Menurut Center of Disease Control and Prevention (CDC) AS, social
distancing adalah dengan menjauhi perkumpulan, menghindari pertemuan massal, dan menjaga jarak
antar manusia 1-2 meter. Termasuk bekerja dari rumah (Work From Home), menutup sekolah/kampus
dengan cara belajar on line/ home schooling, beribadah di rumah. Social distancing sangat berpengaruh
terhadap kehidupan sosial masyarakat Indonesia yang terkenal guyub, suka bersalaman dan terbiasa
berkumpul (seperti pesta perkawinan, upacara adat dll).
Dampak Ekonomi
Dalam menghadapi Covid-19, ppemerintah Indonesia melakukan pendekatan yang cepat dan prudent
untuk mengurangi dampak pada perekonomian. Beberapa ahli khawatir pertumbuhan ekonomi akan
melambat. Jika terjadi perlambatan ekonomi, maka daya serap tenaga kerja akan berkurang,
pengangguran dan kemiskinan akan semakin meningkat.
Sektor yang sangat terpukul dengan pandemi Covid-19 adalah pariwisata dikarenakan adanya larangan
travelling dan konsekuensi social distancing. Imbasnya merembet ke industri perhotelan, restoran,
retail, transportasi dan lainnya.
Sektor manufaktur juga terimbas karena terhambatnya supply chain bahan baku yang disebabkan
kelangkaan bahan baku terutama dari China dan keterlambatan kedatangan bahan baku. Hal ini akan
berdampak pada kenaikan harga produk dan memicu inflasi.
Pemerintah telah menggulirkan stimulus ekonomi I, II, dan lanjutan guna mendukung upaya percepatan
penanganan Covid-19, baik untuk dunia usaha maupun para pekerja. Stimulus Ekonomi mengacu pada
pemakaian kebijakan moneter atau fiskal (kebijakan stabilisasi) untuk mendorong pertumbuhan
ekonomi. Stimulus juga bisa merujuk pada sejumlah kebijakan moneter berupa penurunan tingkat
bunga dan pelancaran kuantitatif.
Stimulus Ekonomi I di terbitkan pada tanggal 25 Februari 2020, saat sebelum ditemukan kasus Covid-19
di Indonesia. Maka fokusnya adalah sektor ekonomi yang menangani lalu lintas barang dan kebijakannya
lebih banyak diberikan ke sektor wisata serta akomodasi. Dana yang dialokasikan pemerintah dalam
Stimulus Ekonomi I ini adalah sebesar Rp 10,3 triliun. Ada 8 (delapan) kebijakan yang di sasar antara
lain;
1. Program Kartu Pra Kerja mulai Maret 2020 di Provinsi Bali, Sulawesi Utara dan Kepulauan Riau.
Program ini akan berlangsung selama 6 bulan bagi sekitar 2 juta orang.
2. Menambah insentif sebesar Rp 50.000 per bulan per orang mulai Maret-September 2020.
Program Kartu Sembako ini rencananya akan menjangkau 15,2 juta penerima manfaat dan
membutuhkan anggaran tambahan sebesar Rp 4,56 triliun.
3. Menambah dana subsidi bunga perumahan. Perkiraan tambahan anggaran program ini
mencapai RP 1,5 triliun. Perinciannya terdiri dari Rp 800 miliar untuk subsidi bunga, dan Rp 700
miliar subsidi uang muka. Kebijakan stimulus ekonomi bagi sektor perumahan ini juga
menambah jumlah rumah layak huni yang mendapatkan subsidi, dengan total tambahan
175.000 unit rumah baru.
4. Insentif bagi industri pariwisata untuk 10 destinasi wisata prioritas. Perincian kebijakan stimulus
ekonomi antara lain seperti subsidi penerbangan wisatawan domestik, promosi melaui
influencer, dan insentif pada pelaku usaha lokal dan asing dengan anggaran RP 298,5 miliar.
5. Pengurangan tarif Pelayanan Jasa Penumpang Pesawat Udara (PJP2U) di Bandar udara. Alokasi
anggaran untuk program ini mencapai Rp 265,6 miliar. Diskon tarif sebesar 20% ini berlaku
selama tiga bulan untuk 10 destinasi wisata prioritas.
6. Diskon harga avtur pesawat dari Pertamina. Pemerintah akan mengalokasikan anggaran subsidi
harga avtur sebesar Rp 265,5 miliar, dan berlaku selama 3 bulan, yakni Maret, April dan Mei
2020.
7. Merealokasi anggaran Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk pembangunan infrastruktur di 10
destinasi wisata, dana yang bisa digunakan mencapai Rp 146,7 miliar.
8. Pembebasan Pajak Hotel dan Restoran di 10 Destinasi Wisata Prioritas. Karena kewenangan
pemungutan pajak hotel dan restoran ada di pemerintah daerah, maka pemerintah pusat akan
memberikan dana hibah kepada pemerintah daerah senilai Rp 3,3 triliun agar daerah bisa
merealisasikan kebijakan ini.

Seiring dengan perkembangan kasus Covid-19 di Indonesia, pemerintah terus mengkaji stimulus
ekonomi yang bisa diberikan ke pelaku usaha dan pasar. Karena itu, pada tanggal 13 Maret 2020,
Stimulus Ekonomi II di luncurkan, pemerintah mengalokasikan anggaran Rp 22,9 triliun. Ada 8 kebijakan
dalam Stimulus Ekonomi II, 4 kebijakan terkait sektor fiskal perpajakan dan 4 lainnya terkait non fiscal
mengenai percepatan lalu lintas barang, ekspor impor dan logistic barang-barang yang dibutuhkan untuk
penanganan Covid-19. 8 kebijakan yang disasar tersebut antara lain;
1. Kebijakan Stimulus Fiskal
a. Relaksaki Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh Pasal 21)
Pemerintah menanggung PPH pasal 21 karyawan sebesar 100% atas penghasilan dari
pekerja dengan besaran sampai dengan Rp 200 juta per tahun pada sektor industri
pengolahan/manufaktur (termasuk Kemudahan Impor Tujuan Ekspor/KITE dan Kemudahan
Impor Tujuan Ekspor Industri Kecil dan Menengah /KITE IKM). PPh pasal 21 yang digratiskan
tersebut berlaku selama 6 bulan, terhitung mulai bulan April hingga September 2020. Nilai
besaran yang ditanggung pemerintah sebesar Rp 8,60 triliun. Di harapkan para pekerja di
sektor industri manufaktur tersebut mendapatkan tambahan penghasilan untuk
mempertahankan daya beli.
b. Relaksasi Pajak Penghasilan Pasal 22 Impor (PPh Pasal 22 Impor).
Relaksasi diberikan melaui skema pembebasan PPh Pasal 22 kepada 19 sektor tertentu,
Wajib pajak KITE dan Wajib Pajak KITE IKM. Pembebasan PPh Pasal 22 Impor wajib diberikan
selama 6 bulan terhitung mulai bulan April hingga September 2020 dengan total perkiraan
pembebasan sebesar Rp 8,15 triliun. Kebijakan tersebut dilakukan untuk memberikan ruang
cashflow bagi industri sebagai kompensasi switching cost (biaya sehubungan perubahan
negara asal impor).

c. Relaksasi Pajak Penghasilan Pasal 25 (PPh Pasal 25)


Relaksasi diberikan melaui skema diskon PPh Pasal 25 sebesar 30% kepada 19 sektor
tertentu, Wajib Pajak KITE, dan Wajib pajak KITE-IKM selama 6 bulan terhitung mulai bulan
April hingga September 2020 dengan total perkiraan pengurangan sebesar RP 4,2 triliun.
Sebagaimana relaksasi PPh Pasal 22 Impor, melalui kebijakan ini diharapkan industri
memperoleh ruang cashflow sebagai kompensasi switching cost (biaya sehubungan
perubahan negara asal impor dan negara tujuan ekspor). Selain itu, dengan upaya
mengubah negara tujuan ekspor diharapkan akan terjadi peningkatan ekspor.

d. Relaksasi restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPn)


Relaksasi diberikan melalui restitusi PPn dipercepat (pengembalian pendahuluan) bagi 19
sektor tertentu, WP KITE dan WP KITE IKM. Restitusi PPN dipercepat diberikan selama 6
bulan, terhitung mulai bulan April hingga September 2020 dengan total perkiraan besaran
restitusi sebesar Rp 1,97 triliun. Tidak ada batasan nilai restitusi PPn khusus bagi para
eksportir, sementara bagi para non-eksportir besaran nilai restitusi PPn ditetapkan paling
banyak Rp 5 miliar. Dengan adanya percepatan restitusi, Wajib Pajak dapat lebih optimal
menjaga likuiditasnya.

2. Kebijakan Stimulus Non-Fiskal


a. Penyederhanaan dan Pengurangan Jumlah larangan dan pembatasan (Lartas) untuk aktivitas
ekspor yang tujuannya meningkatkan kelancaran ekspor dan daya saing. Dalam hal ini
dokumen Health Certificate serta V-Legal tidak lagi menjadi dokumen persyaratan ekspor
kecuali oleh eksportir. Implikasinya, terdapat pengurangan Lartas ekspor sebanyak 749 kode
HS yang terdiri dari 443 kode HS pada komoditi ikan dan produk ikan dan 306 kode HS untuk
produk inudustri kehutanan.
b. Penyederhanaan dan pengurangan jumlah Lartas impor bahan baku yang tujuannya untuk
meningkatkan kelancaran dan ketersediaan bahan baku. Stimulus ini diberikan kepada
perusahaan yang berstatus sebagai produsen. Pada tahap awal akan diterapkan pada
produk besi baja, besi paduan dan produk turunannya yang selanjutnya akan diterapkan
pula pada produk pangan strategis seperti garam industri, gula, tepung sebagai bahan baku
industri manufaktur. Terkait dengan duplikasi peraturan impor, Pemerintah juga akan
melakukan penyederhanaan terutama pada komoditi: Hortikultura, Hewan dan Produk
Hewan, Obat, Bahan Obat dan Makanan.
c. Percepatan proses ekspor dan impor untuk Reputable Traders, yakni perushaan-perusahaan
terkait dengan kegiatan ekspor-impor yang memiliki tingkat kepatuhan yang tinggi. Pada
prinsipnya, perusahaan dengan reputasi baik akan diberikan insentif tambahan dalam
bentuk percepatan proses ekspor dan impor yaitu penerapan auto response dan auto
approval untuk proses Lartas baik ekspor maupun impor serta penghapusan Laporan
Surveyor terhadap komoditas yang diwajibkan. Hingga saat ini sudah ada 735 reputable
traders yang terdiri dari 109 perusahaan AER/ Authorized Economic Operator dan 626
perusahaan yang tergolong MITA/ Mitra Utama Kepabeanan.
d. Peningkatan dan percepatan layanan proses ekspor-impor dan pengawasan lewat NLE
(National Logistics Ecosystem). NLE merupakan platform yang memfasilitasi kolaborasi
sistem informasi antar instansi pemerintah dan swasta untuk simplikasi dan sinkronisasi arus
informasi dan dokumen dalam kegiatan ekspor/impor di pelabuhan dan kegiatan
perdagangan/distribusi barang dalam negeri melalui sharing data, simplikasi proses bisnis,
dan pengahapusan repetisi, serta duplikasi. Roadmap NLE mencakup antara lain integrasi
antara INSW, Inaport, Inatrade, CEISA, sistem trucking, sistem gudang, sistem transportasi,
sistem terminal operator dan lainnya. Diharapkan dengan kehadiran NLE tersebut dapat
meningkatkan efisiensi logistik nasional dengan cara mengintegrasikan layanan pemerintah
(G2G2B) dengan platform-platform logistik yang telah beroperasi (B2B).
3. Kebijakan Stimulus Sektor Keuangan
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga mengeluarkan beberapa kebijakan countercyclical melalui
Peraturan OJK (POJK) No.11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional sebagai
Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Covid-19, yang berisi:
a. Bank dapat menerapkan kebijakan yang mendukung stimulus pertumbuhan ekonomi
debitur yang terkena dampak penyebaran Covid-19, termasuk dalam hal ini adalah debitur
UMKM.
b. Kebijakan stimulus tersebut terdiri dari:
- Penilaian kualitas kredit/pembiayaan/penyediaan dana lain hanya berdasarkan
ketepatan pembayaran pokok dan/atau bunga untuk kredit s.d Rp 10 miliar
- Bank dapat melakukan restrukturisasi untuk seluruh kredit/pembiayaan tanpa melihat
batasan plafon kredit atau jenis debitur, termasuk debitur UMKM. Kualitas
kredit/pembiayaan yang dilakukan restrukturisasi ditetapkan lancer setelah
restrukturisasi.
c. Untuk debitur UMKM, Bank juga dapat menerapkan 2 kebijakan stimulus tersebut, yaitu:
- Penilaian kualitas kredit/pembiayaan/penyediaan dana lain hanya berdasarkan
ketepatan pembayaran pokok dan/atau bunga.
- Melakukan restrukturisasi kredit/pembiayaan UMKM tersebut, dengan kualitas yang
dapat langsung menjadi lancer setelah dilakukan restrukturisasi kredit.

4. Relaksasi pada Program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BP Jamsostek).
BP Jamsostek mendukung upaya pemerintah dalam melaksanakan relaksasi keuangan bagi
dunia usaha dengan memberikan keringanan iuran peserta terkait penanggulangan Covid-19.
Relakasasi iuran diberikan untuk program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian
(JKM), dan Jaminan Pensiun (JP). Dengan begitu pemberi kerja dapat menghemat biaya. Untuk
perinciannya iuran JKK dan JKM hanya dibayarkan sebesar 10 % setiap bulan selama 3 bulan.
Untuk iuran JP hanya dibayarkan sebesar 30% per bulan selama 3 bulan. Sedangkan, sisa 70%
dapat ditunda pembayarannya sampai 6 bulan berikutnya.
Khusus untuk iuran JHT tidak mendapat relaksasi dan tetap dibayrkan pemeberi kerja dan
pekerja sesuai regulasi yang berlaku.
Implementasi kebijakan relaksasi tersebut masih menunggu Peraturan Pemerintah yang sedang
difinalisasi.
Paket Stimulus Tambahan (April 2020) yang menggunakan APBN sebesar Rp 405,1 triliun, dibagi
menjadi:
a. Jaring Pengaman Kesehatan (Rp 75 triliun) untuk pengeluaran layanan kesehatan dan insentif
tenaga medis.
b. Jaring Pengaman Sosial (Rp 110 triliun) untuk Program Keluarga Harapan (PKH), Program Sembako,
Pembebasan biaya listrik untuk pelanggan 450 VA selama 3 bulan, insentif perumahan, dan
Program Padat Karya.
c. Jaring Pengaman Ekonomi (Rp 70,1 triliun) untuk ekspansi stimulus fiskal kedua dan subsidi bunga
kepada debitur KUR, PNM dan Pegadaian.
d. Program Pemulihan Ekonomi Nasional (RP 150 triliun) untuk paket stimulus bidang keuangan.

Upaya-upaya tersebut merupakan bagian dari realisasi Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 4 tahun 2020
tentang Refocussing Kegiatan, Realokasi Anggaran serta Pengadaan Barang dan Jasa dalam rangka
Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) yang ditetapkan pada tanngal 20 Maret
2020.
Untuk memberikan landasan hukum yang kuat bagi pemerintah dalam upaya penanganan Covid-19,
maka pada tanggal 31 Maret 2020 telah di terbitkan 3 bentuk peraturan perundang-undangan. Tiga
bentuk peraturan perundang-undangan tersebut antara lain:
a. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPPU) Nomor 1 Tahun 2020 tentang
Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Corona
Virus Disease 2019 (Covid-19) dan atau Dalam Rangka Menghadapai Ancaman yang
Membahayakan Perekonomian Nasional dan atau Stabilitas Sistem Keuangan.
PERPPU tersebut secara umum mengatur 2 hal yaitu;
1. Kebijakan Keuangan Negara
- Penganggaran dan Pembiayaan : a)Pelebaran Batasan deficit anggaran; b) Penyesuaian
besaran mandatory spending; c) Pergeseran dan Pengeluaran Anggaran; d) Penggunaan
SAL (Sisa Anggaran Lebih); e) Kebijakan Keuangan Daerah; f) Penerbitan SUN atau SBSN
dengan tujuan tertentu khususnya dalam rangka pandemi Covid-19.
- Kebijakan Keuangan Daerah : Kewenangan Pemda untuk refocusing kegiatan dan
realokasi anggaran.
- Kebijakan Perpajakan : a) Penurunan Tarif PPH Badan; b) Penurunan Tarif PPh Badan Go
Publik; c) Pemajakan atas Transaksi Elektronik; d) Perpanjangan waktu administrasi
perpajakan; e) Fasilitas Kepabeanan.
- Pelaksanaan program pemulihan ekonomi nasional : a) Pemerintah menjalankan
Program Pemulihan Ekonomi Nasional; b) Dilaksanakan melalui Penyertaan Modal
Negara, Penempatan Investasi Pemerintah, atau Penjaminan; c) Biaya yang dikeluarkan
untuk program ini, bukan merupakan kerugian negara.

2. Kebijakan Sektor Keuangan


- Kebijakan stabilitas system keuangan;
- Kewenangan dan pelaksanaan kebijakan oleh BI;
- Kewenangan dan pelaksanaan kebijakan oleh LPS;
- Kewenangan dan pelaksanaan kebijakan oleh OJK;
- Kewenangan dan pelaksanaan kebijakan oleh Pemerintah.

b. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar
Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).
c. Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan
Masyarakat Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).

Untuk stimulus ekonomi berupa insentif fiskal yang diberikan pemerintah kepada sektor industri
manufaktur, yaitu berapa insentif perpajakan diatur dalam Permenkeu Nomor 44/PMK.03/2020
yang berlaku 27 April 2020 sebagai pembaharuan dari Permenkeu Nomor 23/PMK.03/2020 tentang
Insentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019.

Anda mungkin juga menyukai