Anda di halaman 1dari 2

Musuh yang Tidak Bisa Dikalahkan

Cuaca malam kelam terasa sangat dingin, angin berhembus keras, bulan sabit samar-
samar terlihat tertutup awan yang bergerak tertiup angin. Siapapun akan sangat malas untuk
keluar rumah ketika malam terasa sangat dingin, berkumpul dalam ruangan hangat dan minum
coklat panas akan lebih enak untuk dilakukan.

“Jangan mendekat!” seorang wanita memekik kuat. Dentuman langkah kakinya yang
cepat beradu dengan detak jantungnya yang berdetak cepat. Keringat mulai bercucuran, deru
nafasnya berhembus makin berat. Rambut hitamnya yang sudah diikat rapi terlihat tak beraturan.
Ia terus berlari melewati celah-celah gedung.

“Mau pergi kemana lagi kau?” Langkah kakinya terhenti ketika sampai di depan dinding
kotor yang menjulang tinggi di depannya. Ia berada di antara dua gedung tua. Seorang pria
bertubuh besar nan tinggi muncul dari kegelapan dengan senyum menyeramkan, meskipun hanya
diterangi lampu remang jalanan, wanita itu masih bias melihat empat pria lainnya yang ada di
belakang.

Wanita bernama Ralin itu terdiam dengan napas tersengal-sengal, ia berusaha


menenangkan diri dan menyusun rencana untuk menyelamatkan diri. Angin berhembus semakin
kencang, menerpa keringat dan rambutnya yang teurai kacau. Ralin menatap tajam para pria
yang ada di depannya. Dalam hati, ia merutuki orang yang belakangan ini sering menguntitnya
bahkan hampir menyerangnya ketika ia berjalan sendirian.

“Ikutlah dengan kami atau teman-temanmu akan kami habisi malam ini, cantik,” tukas
pria yang paling depan dengan mengulurkan tangannya.

“Kalau aku tidak mau, kalian mau apa?” Ralin mengendikan bahunya dan menatap para
pria itu tanpa ekspresi.

“Kami dating ke sini untuk membawamu dengan cara yang sopan. Yang Maha Lofty
melarang kami untuk mengeluarkan gelang api,” kata pria itu dengan senyum lebar, “jika kau
menolak, teman-teman kesayanganmu itu yang jadi taruhannya.” Ralin menggertakkan giginya,
dengan entengnya pria itu ingin membunuh teman-temannya.
Perkataan pria itu membuat Ralin tersentak dan mengerutkan alisnya. Gelang api? Gelang
itu hanya bisa digunakan atas izin pemimpin keluarga atau kaum tertentu. ‘Jadi, siapa yang
memerintahkan mereka? Apa jangan-jangan…’ Ralin bertanya-tanya dalam hati. “Aku tidak ada
urusan dengan kalian semua,” kata Ralin acuh, ia berjalan sambil memasukkan tangannya dalam
saku jaketnya.

Satu detik kemudian, dengan gerakan cepat dan kasat mata, pria itu mencekik leher Ralin
hingga punggungnya membentur dinding dengan keras, kakinya tak lagi menapak di tanah.
“Jangan banyak bicara dan ikut saja dengan kami. Kami sudah berusaha dengan cara yang sopan,
merepotkan!” Lelaki itu tersulut emosinya, ia menguatkan cengkeramannya membuat Ralin
meronta-ronta berusaha melepaskan diri. Kuku tangannya mencakar tangan pria itu, tetapi
hasilnya sia-sia karena luka goresannya lenyap seketika. Ralin membisikkan mantra pendek dan
menggunakan kedua kakinya untuk menendang pria bertubuh besar itu. Mantranya belum
sempurna tetapi mampu membuat pria itu terpental jauh dan menubruk empat pria di
belakangnya. Para pria itu sudah berurusan dengan orang yang salah.

Anda mungkin juga menyukai