Penyakit Dx Intervensi
3. Diabetes Melitus 1. Risiko defisit Dx 1 :
nutrisi 1. Manajemen nutrisi :
2. Gg. Presepsi Observasi : identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien,
sensori monitor asupan makanan
pendengaran Terapeutik : fasilitasi penentuan pedoman diet, berikan
dan suplemen makanan kika perlu
pengeliahatan Edukasi ; ajarkan diet yang di programkan
3. Resiko jatuh
Kolaborasi : kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori
dan jenis nutrisi yang dibutuhkan
Dx 2 :
1. Minimalisasi rangsangan
Observasi : periksa status mental, status sensori, dan tingkat
kenyamanan (mis, nyeri atau kelelahan)
Terapeutik : jawalkan aktivitas harian dan waktu istirahat,
kombinasikan prosedur/tindakan dalam satu waktu sesuai
kebutuhan
Edukasi : ajarkan cara meminimalisasi stimulus
Kolaborasi: kolaborasi pemberian obat yang mempengaruhi
persepsi sensori, kolaborasi dalam meminimalkan
prosedur/tindakan
Dx 3 :
1. Pencegahan jatuh
Observasi : identifikasi faktor risiko jatuh (mis, usia >65 tahun,
pe↓ tingkat kesadaran, defisit kognitif, hipotensi ortostatistik,
gangguan keseimbangan, gangguan pengelihatan, neuropati),
indentifikasi risiko jatuh setidaknya sekali setiap shift/sesuai
dengan kebijakan institusi, identifikasi faktor lingkungan yang
meningkatkan risiko jatuh (mis, latai licin, penerangan kurang),
hitung risiko jatuh dengan menggunakan skala (mis, dall morse
scale, humpty dumpty scale) jika perlu, monitor kemampuan
berpindah dari tempat tidur ke kursi roda dan sebaliknya
Terapeutik: orientasikan ruangan pada pasien dan keluarga,
pasang handrail tempat tidur, atur tempat tidur mekanis pada
posisi rendah, dekatkan bel pemanggil dalam jangkauan pasien,
gunakan alat bantu berjalan
Edukasi : anjurkan memanggil perawat jika dibutuhkan bantua
untuk berpindah, menggunakan alas kaki yang tidak licin,
berkonsentrasi untuk menjaga keseimbangan tubuh, melebarkan
jarak kedua kaki untuk meningkatkan keseimbangan saat
berdiri, ajarkan cara menggunakan bel untuk memanggil
perawat
Komplemneter Farmakologi
1. Terapi komplementer REIKI Menurut jurnal tatalaksana farmakologi diabetes melitus tipe 2
https://www.google.com/url?
pada wanita lansia dengan kadar gula tidak terkontrol
sa=t&source=web&rct=j&url=http://jki.ui.ac.id/index.php/jki/
article/download/318/477&ved=2ahUKEwjhz7fD- Pasien dengan dm tipe 2 diberikan terapi farmakologi :
rXsAhWl7XMBHeB1DfIQFjABegQIJRAK&usg=AOvVaw0 1. Metformin tablet 2x 500 mg
onVQWJuviDDgJ8rjswfZL
2. Glibenclamide tablet 1 x 5mg
2. Terapi Akupunktur 3. Vitamin B kompleks tablet 2 kali sehari
https://media.neliti.com/media/publications/282066-
Pemberian terapi tersebut telah dirasa cukup tepat. Metmorfin
pengaruh-akupresur-terhadap-kadar-glukos-6f28e8e1.pdf
merupakan obat anti hiperglikemik golonga biguanid. Mekanisme
3. Senam kaki diabetik
utama metmorfin dalam mengontrol kadar gula darah adalah
https://www.google.com/url?
sa=t&source=web&rct=j&url=http://ejurnalmalahayati.ac.id/i dengan cara menghambat produksi glukosa (gluconeogenesis) di
ndex.php/kreativitas/article/view/1165&ved=2ahUKEwjhz7f
hati.
D-
rXsAhWl7XMBHeB1DfIQFjAJegQIBBAB&usg=AOvVaw0 Posisi metformin sebagai terapi lini pertama juga diperkuat oleh
cnxXU7lr1u0oRl6Dfu95_
United Kingdom Prospective Diabetes Study (UKPDS) yang pada
4. Terapi Relaksasi Autogenik studinya mendapatkan pada kelompok yang diberi metformin
https://www.neliti.com/publications/130289/pengaruh-
terjadi penurunan risiko mortalitas dan morbiditas. Menurut Ito dkk
relaksasi-autogenik-terhadap-kadar-glukosa-darah-
padapasien-diabetes-me (2010), dalam studinya menyimpulkan bahwa metformin juga
efektif pada pasien yang memiliki berat badan normal14, selain itu
5. Terapi Akupresur
http://journal.ummgl.ac.id/index.php/nursing/article/view/872 terdapat glibenclamide yang merupakan obat dari golongan
sulfonylurea. Mekanisme kerja utama dari glibenclamide untuk
6. Terapi Relaksasi Progresif
http://ejournal.stikespku.ac.id/index.php/mpp/article/view/275 menurunkan kadar gula darah adalah dengan cara meningkatkan
sekresi insulin oleh sel beta pankreas.1 Berdasarkan konsesus
PERKENI 2015 dan guideline AACE 2013, pengobatan terapi
kombinasi untuk pasien diabetes mellitus sangat dianjurkan
terutama pada pasien dengan kadar HbA1c 8‐9% dimana angka
menunjukan bahwa kadar gula darah pasien tidak terkontrol. Pada
pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan kadar HbA1c dikarenakan
keterbatasan fasilitas. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
laboraturium dapat disimpulkan bahwa pasien memiliki kadar gula
darah yang tidak terkontrol. Kombinasi obat golongan biguanid dan
sulfonylurea juga dianjurkan karena memiliki efek yang sinergis.1
Berdasarkan penelitian Henfield (2004), melalui jurnal Diabetes
Care yang terbitkan oleh American Diabetes Association juga
menunjukan bahwa kombinasi obat metformin dengan golongan
sulfonylurea dapat menurunkan kadar HbA1c yang lebih tinggi
dibandingkan kombinasi sulfonylurea dengan golongan
pioglitazone meskipun secara stastik tidak terdapat perbedaan
bermakna.15 UKPDS juga mendapatkan efikasi metformin setara
dengan sulfonilurea dalam mengendalikan kadar glukosa darah.
Pada studi UKPDS, tampak tidak ada perbedaan dalam hal
efektivitas dan keamanan penggunaan sulfonilurea (klorpropramid,
glibenklamid, dan glipizid), tetapi sulfoniliurea generasi kedua
dengan masa kerja singkat lebih dipilih untuk lansia dengan DM,
sedangkan klorpropramid dipilih untuk tidak digunakan pada lansia
karena masa kerja yang panjang, efek antidiuretik, dan
berhubungan dengan hipoglikemia berkepanjangan. Diantara
sulfonilurea generasi kedua, glipizid mempunyai risiko
hipoglikemia yang paling rendah sehingga merupakan obat terpilih
untuk lansia.
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR PUSTAKA
Inayah , dkk. (2017). Pola Penggunaan Insulin Pada Pasien
Diabetes Melitus Tipe 2 Rawat Inap Di Rumah Sakit X Pekanbaru
Tahun 2014 . Jurnal Ilmu Kedokteran Vol. 10 No.1. [Online]
tersedia http://jik.fk.unri.ac.id/index.php/jik/article/viewFile/79/76