Anda di halaman 1dari 119

Modul Ajar

Pengintegrasian Pengurangan Risiko

KEBAKARAN
Bahan Pengayaan Bagi Guru SMA/SMK/MA/MAK
Cover dalam

Penulis: Sapto Aji Wirantho


Nara Sumber: Sardio Sardi

PUSAT KURIKULUM
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL
JAKARTA, 2009
Modul Ajar Pengintegrasian
Pengurangan Risiko Kebakaran
Bahan Pengayaan Bagi Guru SMA/SMK/MA/MAK

Penulis: Sapto Aji Wirantho


Nara Sumber: Sardio Sardi
Editor: Ninil R Miftahul Jannah dan Dian Afriyanie
Ilustrator Sampul : Hastifah (SDN 3 Imogiri Yogyakarta)

Ilustrator Isi:
Rizki Goni, Feri Rahman, Antan Juliansyah, Feri Fauzi, Rigan A.T.

Lay Out Isi:


Galang Gumilar, Antan Juliansyah, Feri Fauzi, Rudini Rusmawan, Ardi H, Agusbobos.

ISBN : 978-979-725-230-4

Program Safer Communities through Disaster Risk Reduction (SCDRR)


Jl. Tulung Agung No. 46, Jakarta 10310, INDONESIA

Telp : +62 21 390 5484 (hunting)


Fax : +62 21 391 8604
E-mail : secretariat@sc-drr.org
Website : www.sc-drr.org

Program masyarakat yang lebih aman melalui pengurangan risiko bencana (Safer Communities through
Disaster Risk Reduction disingkat SCDRR), merupakan proyek kerja sama antara United Nations Development
Programme (UNDP), BAPPENAS, BNPB dan Kementerian Dalam Negeri, dengan dukungan dana UNDP,
Departement for International Development (DFID) Pemerintah Inggris dan Australian Agency For International
Development (AusAID)
KEPALA
PUSAT KURIKULUM SAMBUTAN

I
ndonesia yang merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia
berada di kawasan yang disebut cincin api, dimana risiko untuk terjadi
bencana alam seperti tsunami, gempa bumi, letusan gunung api, banjir dan
longsor sangat tinggi. Bencana alam ini telah menimbulkan ribuan korban
jiwa, kerugian materil dan meninggalkan banyak orang untuk berjuang
membangun kembali tempat tinggal dan mata pencahariannya.
Kesiapsiagaan merupakan hal yang penting dan harus dibangun pada setiap tingkat
kelompok di masyarakat. Pengalaman menunjukkan bahwa kehancuran akibat
bencana dapat secara drastis dikurangi jika semua orang lebih siap menghadapi
bencana. Sekolah adalah pusat pendidikan yang tidak hanya memberikan kita
ilmu pengetahuan tetapi juga bekal untuk kelangsungan hidup kita, kesiapsiagaan
terhadap bencana merupakan bagian dari ketrampilan untuk kelangsungan
hidup kita. Sekolah juga seringkali menjadi tempat penghubung dan tempat
belajar bagi seluruh masyarakat. Anak-anak merupakan peserta ajar yang paling
cepat dan mereka tidak hanya mampu memadukan pengetahuan beru ke dalam
kehidupan sehari-hari, tetapi juga menjadi sumber pengetahuan bagi keluarga
dan masyarakatnya dalam hal prilaku yang sehat dan aman, yang mereka dapatkan
di sekolah. Oleh karenanya, menjadikan pencegahan bencana menjadi salah satu
fokus di sekolah dengan memberdayakan anak-anak dan remaja untuk memahami
tanda-tanda peringatan bencana dan langkah-langkah yang dapat diambil untuk
mengurangi risiko dan mencegah bencana, merupakan suatu langkah awal yang
penting dalam membangun ketangguhan bencana seluruh masyarakat. Jadi
kesiapsiagaan haruslah menjadi bagian dari materi yang diberikan dalam dunia
pendidikan khususnya pendidikan dasar dan menengah.
Pusat Kurikulum sebagai lembaga yang bertanggung jawab dalam
pengembangan model-model kurikulum sebagai referensi satuan pendidikan
dalam pengembangan kurikulumnya, telah berhasil dalam menyusun
serangkaian modul ajar dan modul pelatihan untuk pengintegrasian
pengurangan risiko bencana ke dalam tingkat satuan pendidikan. Secara
keseluruhan modul ini terdiri atas 15 modul ajar dan 3 modul pelatihan, yaitu:

 Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Gempa untuk SD.


 Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Gempa untuk SMP.
 Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Gempa untuk SMA.
 Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Tsunami untuk SD.
 Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Tsunami untuk SMP.
 Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Tsunami untuk SMA.
 Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SD.
 Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMP.
 Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMA.
 Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Kebakaran untuk SD.
 Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Kebakaran untuk SMP.
 Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Kebakaran untuk SMA.
 Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Banjir untuk SD.
 Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Banjir untuk SMP.
 Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Banjir untuk SMA.
 Modul Pelatihan Pengintegrasian Pengurangan Risiko Bencana untuk SD,
SMP dan SMA.
Penyusunan modul-modul tersebut merupakan hasil kerjasama antara Pusat
Kurikulum dengan Direktorat Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal BAPPENAS
dalam sebuah Program Safer Community Through Disaster Risk Reduction (SCDRR)
In Development yang didanai oleh United Nations Development Program (UNDP)
yang bertujuan untuk membangun masyarakat yang aman dari ancaman melalui
berbagai upaya pengurangan risiko bencana.
Setiap modul ajar dilengkapi dengan contoh-contoh silabus, rencana pelaksanaan
pembelajaran dan model bahan ajar. Sedangkan modul pelatihan terdiri dari
panduan fasilitasi dan bahan bacaan bagi pelatih mengenai penyelenggaraan
penanggulangan bencana, pengurangan risiko bencana, sekolah siaga bencana,
pendidikan PRB, dan strategi pengintegrasian pendidikan PRB ke dalam kurikulum
satuan pendidikan.
Diharapkan modul-modul tersebut dapat bermanfaat dan dijadikan bahan acuan
bagi para pihak yang berkepentingan dalam kesiapsiagaan di sekolah.

Jakarta, Desember 2009


Kepala Pusat Kurikulum

Dra. Diah Harianti, M.Psi


KEPALA BADAN PENELITIAN
DAN PENGEMBANGAN
KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL SAMBUTAN

I
ndonesia sebagai negara kepulauan dengan letak geografisnya pada posisi
pertemuan 4 lempeng tektonik, merupakan wilayah yang rawan bencana.
Selain itu dengan kompleksitas kondisi demografi, sosial dan ekonomi di
Indonesia yang berkontribusi pada tingginya tingkat kerentanan masyarakat
terhadap ancaman bencana, serta minimnya kapasitas masyarakat dalam
menangani bencana menyebabkan risiko bencana di Indonesia menjadi
tinggi. Pada tahun 2005, Indonesia menempati peringkat ke-7 dari sejumlah
negara yang paling banyak dilanda bencana alam (ISDR 2006-2009, World
Disaster Reduction Campaign, UNESCO).
Berangkat dari hal tersebut dan guna mendukung paradigma pengurangan
risiko bencana di sektor pendidikan, maka Pusat Kurikulum-sebuah unit eselon
II di bawah Badan Penelitian dan Pengembangan pada Kementerian Pendidikan
Nasional bekerjasama dengan Direktorat Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal
BAPPENAS tengah melaksanakan kegiatan Program Safer Community Through
Disaster Risk Reduction (SCDRR) In Development melalui dana hibah UNDP. Kegiatan
ini bertujuan membangun masyarakat yang aman dari ancaman melalui berbagai
upaya pengurangan risiko bencana.
Dalam kerjasama ini, Pusat Kurikulum telah mengembangkan kurikulum khususnya
dalam mengintegrasikan materi-materi dan kompetensi Pengurangan Risiko
Bencana (PRB) ke dalam mata pelajaran IPA, IPS, Bahasa Indonesia dan Pendidikan
Jasmani yang ada di sekolah mulai dari jenjang SD atau yang sederajat sampai
SMA atau yang sederajat. Model pengintegrasian materi dan kompetensi PRB
dengan mata pelajaran-mata pelajaran ini bertujuan agar muatan kurikulum dan
beban belajar tidak menjadi lebih berat. Disamping mengintegrasikan ke mata
pelajaran yang sudah ada PRB juga bisa dijadikan muatan lokal (Mulok) serta ekstra
kurikuler.
Modul Pengintegrasian Pengurangan Risiko Bencana ini disusun dalam rangka
untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya pengetahuan tentang bencana
dan mensosialisasikan langkah-langkah preventif untuk mengurangi risiko bencana
yang dapat menimpa di wilayah Indonesia. Tanpa adanya upaya terus-menerus
untuk mendiseminasikan informasi tentang ancaman dan langkah-langkah yang
dapat diambil untuk mengurangi risiko-risiko yang dapat ditimbulkannya, sulit bagi
kita untuk mewujudkan guru dan peserta didik yang tangguh dalam menghadapi
bencana.
Modul ini dapat menjadi salah satu solusi yang memungkinkan bagi para guru untuk
mengajarkan peserta didik dari hari ke hari di sekolah secara berkesinambungan,
sehingga proses, internalisasi pengetahuan kebencanaan bukan hanya dipahami
dan diketahui dalam ingatan belaka tapi juga mendorong munculnya respon cepat
penyelamatan yang benar dari peserta didik ketika menghadapi bencana.
Diharapkan modul ini dapat dimanfaatkan, antara lain:
 Sebagai alat pemandu dalam membantu para guru dalam melakukan
pengajaran tentang pengurangan risiko bencana kepada peserta didik di
sekolah sebagai upaya membangun kesiapsiagaan dan keselamatan dari
bencana di sekolah.
 Membuka peluang dan membangun kreatifitas guru dalam menerapkan
pengetahuan tentang pengurangan risiko bencana yang disesuaikan
dengan konteks sekolah yang dibinanya
 Memberikan gambaran secara lebih sistematis dan komprehensif cara
pengintegrasian pengetahuan tentang pengurangan risiko bencana
ke dalam mata pelajaran, muatan lokal dan pengembangan diri di
Sekolah.
 Mendorong inisiatif para guru, sekolah dan gugus dalam mengupayakan
pengurangan risiko bencana dan membangun budaya keselamatan di
sekolah, lingkungan rumah dan lingkungan sekitar.
Semoga Modul Pengintegrasian Pengurangan Risiko Bencana ini menjadi
bermanfaat dan membantu bagi semua guru untuk meningkatkan pengetahuan,
meningkatkan ketrampilan dan membentuk sikap anak untuk menjadi lebih
tanggap terhadap ancaman bencana.

Jakarta, Desember 2009


Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan
Kementerian Pendidikan Nasional

Prof. Dr. H. Mansyur Ramly


DIREKTUR KAWASAN KHUSUS
DAN DAERAH TERTINGGAL, BAPPENAS
SELAKU NATIONAL PROJECT
DIRECTOR SCDRR SAMBUTAN

M
enyikapi situasi kejadian bencana dan kenyataan luasnya cakupan wilayah
tanah air yang memiliki berbagai ancaman bencana, pemerintah Indonesia
telah melakukan sejumlah inisiatif guna mengurangi risiko bencana ditanah
air. Pada akhir tahun 2006 Bappenas meluncurkan buku Rencana Aksi Nasional
Pengurangan Risiko Bencana (RAN PRB) 2006 – 2009, sebagai komitmen dalam
mengarusutamakan pengurangan risiko bencana dalam pembangunan nasional, yang
merupakan pelengkap dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)
2005 – 2009 yang telah ada. Berdasarkan RAN PRB 2006 – 2009 tersebut, Pemerintah
telah mengalokasikan anggaran untuk program pencegahan dan pengurangan risiko
bencana, sebagaimana tertuang dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) mulai tahun
2007. Lebih lanjut pada April 2007, Pemerintah menerbitkan Undang – Undang Nomor
24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, yang menjadi tonggak sejarah
dalam upaya penanggulangan bencana di Indonesia, dan diikuti dengan peraturan
turunannya, serta dibentuknya Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNBP)
melalui Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2008.
Untuk mendukung prakarsa – prakarsa yang telah dimulai oleh Pemerintah Indonesia
tersebut, UNDP bekerjasama dengan Bappenas, BNPB dan Kementerian Dalam Negeri
telah menginisiasi sebuah program yang ditujukan untuk mewujudkan masyarakat
yang lebih aman melalui pengurangan risiko bencana dalam pembangunan atau
yang dikenal dengan Program Safer Communities Through Disaster Risk Reduction in
Development (SCDRR in Development). Program SCDRR ini kan berlangsung selama 5
tahun (2007 – 2012) dan dirancang untuk mendorong agar pengurangan risiko bencana
menjadi sesuatu yang lazim dalam proses pembangunan yang terdesentralisasi. Untuk
mewujudkan hal itu maka upaya pengarusutamaan pengurangan risiko bencana
kedalam proses pembangunan mutlak harus dijalankan. Upaya tersebut dilaksanakan
melalui 4 pilar sasaran program SCDRR, yaitu : (1) Diberlakukannya kebijakan, peraturan
dan kerangka kerja regulasi pengurangan risiko bencana; (2) Diperkuatnya kelembagaan
pengurangan risiko bencana dan kemitraan diantara mereka; (3) Dipahaminya risiko
bencana dan tindakan yang dapat diambil untuk mengurangi risiko tersebut oleh
masyarakat dan pengambil kebijakan melalui pendidikan dan penyadaran publik;
(4) Didemonstrasikannya pengurangan risiko bencana sebagai bagian dari program
pembangunan.
Terkait dengan sasaran ketiga mengenai perlunya pendidikan dan penyadaran
publik terhadap pengurangan risiko bencana, selama beberapa tahun ini pemerintah
bersama-sama beberapa lembaga swadaya masyarakat, dan institusi pendidikan di
tingkat nasional maupun daerah telah melakukan berbagai upaya dalam pendidikan
kebencanaan, termasuk memasukkan materi kebencanaan kedalam muatan lokal,
pelatihan untuk guru, kampanye dan advokasi, hingga school road show untuk kegiatan
simulation drill di sekolah-sekolah. Namun demikian, kegiatan-kegiatan tersebut belum
terkoordinasi dengan baik dan belum terintegrasi dalam satu kerangka yang dapat
disepakati bersama. Dilain pihak, pemetaan aktivitas pendidikan diberbagai wilayah rawan
bencana di Indonesia serta intervensi dan dukungan peningkatan kapasitas untuk pendidikan
masih sangat minim dan terpusat, khususnya di wilayah Jawa dan Sumatera. Kajian kesiapsiagaan
masyarakat terhadap bencana yang telah dilakukan di berbagai wilayah menunjukkan rendahnya
tingkat kesiapsiagaan komunitas sekolah dibanding masyarakat serta aparat (LIPI, 2006 – 2007).
Hal ini sangat ironis, karena sekolah adalah basis dari komunitas anak-anak, yang merupakan
kelompok rentan yang perlu dlindungi dan secara bersamaan perlu ditingkatkan pengetahuan
dan keterampilannya.
Di sisi lain, tantangan dalam mengintegrasikan upaya-upaya pengurangan risiko bencana
kedalam sistem pendidikan juga telah banyak dikaji, seperti : (1) Beratnya beban kurikulum siswa;
(2) Kurangnya pemahaman guru mengenai bencana ; (3) Kurangnya kapasitas dan keahlian guru
dalam integrasi PRB kedalam kurikulum; (4) Minimnya panduan, silabus dan materi ajar yang
terdistribusi dan dapat diakses oleh guru; (5) Terbatasnya sumberdaya (tenaga, biaya dan sarana);
dan (6) Kondisi bangunan fisik sekolah, sarana dan prasarana pada ummnya memprihatinkan,
tidak berorientasi pada AMDAL dan konstruksi tahan gempa.
Untuk menjawab tantangan tersebut dan guna melaksanakan integrasi pengurangan risiko
bencana ke dalam sistem pendidikan, dalam rangka mewujudkan budaya aman dan siaga
bencana, maka SCDRR telah mendukung Kementerian Pendidikan Nasional dalam menyusun
Strategi Pengarusutamaan Pengurangan Risiko Bencana kedalam Sistem Pendidikan Nasional.
Strategi ini akan disahkan melalui suatu bentuk kebijakan ditingkat nasional yang diharapkan
dapat menjadi acuan bagi pelaksanaan integrasi PRB ke dalam sistem pendidikan baik intra
maupun ekstrakurikuler secara nasional.
Untuk mendukung implementasi kebijakan tesebut, maka SCDRR mendukung Pusat Kurikulum,
Kementerian Pendidikan Nasional dalam menyusun modul ajar dan modul pelatihan
pengintegrasian pengurangan risiko bencana ke dalam intra dan ekstrakurikuler. Modul-modul
ini berisi model pembelajaran, materi ajar lengkap dengan panduan pengajarannya, dalam hal
integrasi PRB kedalam intra dan ekstrakurikuler.
Diharapkan modul-modul yang disusun oleh Pusat Kurikulum Kementerian Pendidikan Nasional
ini dapat menjadi acuan standar dan/atau memperkaya bahan-bahan yang sudah ada dan sudah
disusun oleh berbagai pihak lainnya, sehingga dapat bermanfaat dan digunakan oleh praktisi
pendidikan dan pemangku kepentingan lainnya dalam rangka peningkatan kesiapsiagaan
sekolah terutama didaerah rawan bencana. Terima Kasih.

Jakarta, Desember 2009


Direktur Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal, Bappenas
Selaku National Project Director SCDRR

Dr.Ir Suprayoga Hadi, MSP


DAFTAR ISI
SAMBUTAN KEPALA PUSAT KURIKULUM iii
SAMBUTAN KEPALA BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN,
KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL v
SAMBUTAN DIREKTUR KAWASAN KHUSUS DAERAH TERTINGGAL SELAKU
NPD SC-DRR vii
DAFTAR ISI ix
DAFTAR TABEL xi
DAFTAR GAMBAR xiii
DAFTAR KOTAK xv
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Landasan & Pedoman 1
1.1.1 Landasan Filosofis 3
1.1.2 Landasan Sosiologis 4
1.1.3 Landasan Yuridis 4
1.1.4 Pedoman Pengembangan Produk 4
1.1.5 Pengintegrasian Pengurangan Risiko Bencana ke dalam
Sistem Pendidikan Nasional 5
1.2 Kerangka Kerja Pendidikan untuk Pengurangan Risiko Bencana 7
1.2.1 Pendidikan untuk Pengurangan Risiko Bencana dan
Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan 7
1.2.2 Konsep Pendidikan untuk Pengurangan Risiko Bencana 8
BAB II FENOMENA DAN PERISTIWA KEBAKARAN 9
2.1 Fenomena Kebakaran 9
2.2 Peristiwa Kebakaran di Indonesia 11
BAB III PENGURANGAN RISIKO KEBAKARAN 12
3.1 Pengurangan Risiko Bencana 12
3.1.1 Pencegahan 12
3.1.2 Mitigasi 12
3.1.3 Kesiapsiagaan 13
Daftar Isi

3.2 Kesiapsiagaan 15
3.2.1 Tindakan Sebelum Terjadi Kebakaran 15
3.2.2 Tindakan Saat Terjadi Kebakaran 27
3.2.3 Tindakan Setelah Terjadi Kebakaran 33
BAB IV MATERI PEMBELAJARAN PENGURANGAN RISIKO KEBAKARAN 37
4.1 Identifikasi Materi Pembelajaran Pengurangan Risiko Kebakaran 37
4.2 Pemetaan Indikator Prilaku Siswa 39
4.3 Pendekatan Kegiatan Belajar Mengajar 40
BAB V PENGINTEGRASIAN PENGURANGAN RISIKO KEBAKARAN
KE DALAM KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN
MENENGAH ATAS (SMA/SMK/MA/MAK) 43
5.1 Pengintegrasian Materi Pembelajaran Pengurangan Risiko
Kebakaran Ke Dalam Mata Pelajaran 43
5.1.1 Analisis Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar 43
5.1.2 Penyusunan Silabus Pengurangan Risiko Kebakaran 50
5.1.3 Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pengajaran 60
5.2 Pengembangan Model Muatan Lokal
Pengurangan Risiko Kebakaran 84
5.2.1 Analisis konteks Muatan Lokal 84
5.2.2 Penyusunan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
Muatan Lokal 86
5.2.3 Penyusunan Silabus dan RPP Muatan Lokal 88
5.3 Pengintegrasian Pengurangan Risiko Kebakaran Pada Kegiatan
Pengembangan Diri 91
5.3.1 Kegiatan Pengembangan Diri Palang Merah Remaja (PMR) 94
5.3.2 Kegiatan Pengembangan Diri Pramuka 95
DAFTAR ISTILAH 99
DAFTAR PUSTAKA 101

x
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Materi Pembelajaran Pengurangan Risiko Kebakaran
untuk setiap Jenjang Kelas 39
Tabel 4.2 Indikator Perilaku Siswa 40
Tabel 5.1 Pemetaan SK-SD kedalam mata pelajaran IPA, IPS,
Bahasa Indonesia dan Pendidikan jasmani 44
Tabel 5.2 Contoh Model Silabus Pengintegrasian Pengurangan Risiko
Kebakaran Kedalam mata pelajaran Geograpi 54
Tabel 5.3 Contoh Model Silabus Pengintegrasian Pengurangan Risiko
Kebakaran Kedalam mata pelajaran Fisika 55
Tabel 5.4 Contoh Model Silabus Pengintegrasian Pengurangan Risiko
Kebakaran Kedalam mata pelajaran Kimia 56
Tabel 5.5 Contoh Model Silabus Pengintegrasian Pengurangan Risiko
Kebakaran Kedalam mata pelajaran Sosiologi 59
Tabel 5.6 Contoh Silabus dan RPP Muatan Lokal 89

Daftar Tabel

xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kebakaran di perumahan padat penduduk 9
Gambar 2.2 Proses terjadinya El Nino 9
Gambar 3.1 Diagram proses terjadinya api. 15
Gambar 3.2 Korek api 20
Gambar 3.3 Latihan cara keluar menyelamatkan diri jika berlaku
kebakaran 22
Gambar 3.4 Menyimpan selimut api dan pemadam api di dalam dapur 22
Gambar 3.5 Racun Api 25
Gambar 3.6 Hidran 25
Gambar 3.7 Detektor Asap 26
Gambar 3.8 Titik Panggil Manual 26
Gambar 3.9 Sprinkler 27
Gambar 3.10 Kebakaran di bangunan tinggi 29
Gambar 3.11 Pertolongan pertama pada luka bakar 32
Gambar 5.1 Skema Pengembangan Silabus 51


Daftar Gambar

Kotak 5.1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran 61

xiv
DAFTAR KOTAK
Kotak 5.1.1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran 61
Kotak 5.2.1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran 64
Kotak 5.3.1 Rencana Pengajaran Dan Penilaian 67
Kotak 5.4.1 Rencana Pengajaran Dan Penilaian 69
Kotak 5.5.1 Contoh Bahan Ajar Sosiologi 72
Kotak 5.6.1 RPP Muatan Lokal 90
Daftar Kotak

xvi
PENDAHULUAN BAB I
1.1 Landasan dan Pedoman

B
erdasarkan hasil Konferensi Sedunia tentang Pengurangan Risiko Bencana
yang diselenggarakan pada tanggal 18-22 Januari 2005 di Kobe, Hyogo,
Jepang; dan dalam rangka mengadopsi Kerangka Kerja Aksi 2005-2015
dengan tema ‘Membangun Ketahanan Bangsa dan Komunitas Terhadap Bencana’
memberikan suatu kesempatan untuk menggalakkan suatu pendekatan yang
strategis dan sistematis dalam meredam kerentanan dan risiko terhadap bahaya.
Konferensi tersebut menekankan perlunya mengidentifikasi cara-cara untuk
membangun ketahanan bangsa dan komunitas terhadap bencana.
Pada bulan Januari 2005, lebih dari 4.000 perwakilan pemerintah, organisasi non-
pemerintah , institusi akademik, dan sektor swasta berkumpul di Kobe, Jepang, pada
World Conference on Disaster Reduction (WCDR) kesebelas. Konferensi tersebut
mengakhiri perundingan-perundingan tentang Kerangka Kerja Aksi Hyogo 2005-
2015 : Membangun Ketahanan Bangsa dan Komunitas terhadap Bencana (HFA).
Kerangka Aksi ini diadopsi oleh 168 negara dan menetapkan tujuan yang jelas
secara substansiil mengurangi kerugian akibat bencana, baik korban jiwa maupun
kerugian terhadap aset-aset sosial, ekonomi, dan lingkungan suatu masyarakat
dan negara dan merinci seperangkat prioritas untuk mencapai tujuan setindaknya
pada tahun 2015.
HFA menekankan bahwa pengurangan risiko bencana adalah isu sentral kebijakan
pembangunan, selain juga menjadi perhatian berbagai bidang ilmu, kemanusiaan,
dan lingkungan. Bencana merusak hasil-hasil pembangunan, memelaratkan rakyat
dan negara. Tanpa usaha yang serius untuk mengatasi kerugian akibat bencana,
bencana akan terus menjadi penghalang besar dalam pencapaian Sasaran
Pembangunan Milenium. Untuk membantu pencapaian hasil yang diinginkan,
HFA mengidentifikasi lima Prioritas Aksi yang spesifik: (1) Membuat Pengurangan
Risiko Bencana sebagai prioritas; (2) Memperbaiki informasi risiko dan peringatan
dini; (3) Membangun budaya keamanan dan ketahanan; (4) Mengurangi risiko pada
sektor-sektor utama; (5) Memperkuat kesiapan untuk bereaksi.
Pendahuluan

HFA memberikan suatu kesempatan untuk menggalakkan suatu pendekatan yang


strategis dan sistematis dalam meredam kerentanan dan risiko terhadap bahaya.
Konferensi tersebut menekankan perlunya mengidentifikasi cara-cara untuk
membangun ketahanan bangsa dan komunitas terhadap bencana. Karena bencana
dapat diredam secara berarti jika masyarakat mempunyai informasi yang cukup dan
didorong pada budaya pencegahan dan ketahanan terhadap bencana, yang pada
akhirnya memerlukan pencarian, pengumpulan, dan penyebaran pengetahuan
dan informasi yang relevan tentang bahaya, kerentanan, dan kapasitas.
Oleh karena itu diperlukan usaha-usaha antara lain: (1) menggalakkan
dimasukkannya pengetahuan tentang pengurangan risiko bencana sebagai bagian
yang relevan dalam kurikulum pendidikan di semua tingkat dan menggunakan
jalur formal dan informal lainnya untuk menjangkau anak-anak muda dan anak-
anak dengan informasi; menggalakkan integrasi pengurangan risiko bencana
sebagai suatu elemen instrinsik dalam dekade 2005–2014 untuk Pendidikan bagi
Pembangunan Berkelanjutan (United Nations Decade of Education for Sustainable
Development); (2) menggalakkan pelaksanaan penjajagan risiko tingkat lokal
dan program kesiapsiagaan terhadap bencana di sekolah-sekolah dan lembaga-
lembaga pendidikan lanjutan; (3) menggalakkan pelaksanaan program dan
aktivitas di sekolah-sekolah untuk pembelajaran tentang bagaimana meminimalisir
efek bahaya; (4) mengembangkan program pelatihan dan pembelajaran tentang
pengurangan risiko bencana dengan sasaran sektor-sektor tertentu, misalnya: para
perancang pembangunan, penyelenggara tanggap darurat, pejabat pemerintah
tingkat lokal, dan sebagainya; (5) menggalakkan inisiatif pelatihan berbasis
masyarakat dengan mempertimbangkan peran tenaga sukarelawan sebagaimana
mestinya untuk meningkatkan kapasitas lokal dalam melakukan mitigasi dan
menghadapi bencana; (6) memastikan kesetaraan akses kesempatan memperoleh
pelatihan dan pendidikan bagi perempuan dan konstituen yang rentan; dan (7)
menggalakkan pelatihan tentang sensitivitas gender dan budaya sebagai bagian tak
terpisahkan dari pendidikan dan pelatihan tentang Pengurangan Risiko Bencana.
‘Kampanye Pendidikan tentang Risiko Bencana dan Keselamatan di Sekolah’
yang dikoordinir oleh UN/ISDR (United Nations/International Strategy for
Disaster Reduction) hingga penghujung tahun 2007 dengan didasari berbagai
pertimbangan. Anak-anak adalah kelompok yang paling rentan selama kejadian
bencana, terutama yang sedang bersekolah pada saat berlangsungnya kejadian.
Pada saat bencana, gedung sekolah hancur, mengurangi usia hidup murid sekolah
dan guru yang sangat berharga dan terganggunya hak memperoleh pendidikan
sebagai dampak bencana. Pembangunan kembali sekolah juga memerlukan waktu
yang tidak sebentar dan pastilah sangat mahal.
Kampanye ditujukan kepada murid sekolah dasar dan menengah, para guru,
pembuat kebijakan pendidikan, orangtua, insinyur dan ahli bangunan. Selain
itu juga ditujukan kepada lembaga pemerintah yang bertanggung-jawab atas
isu manajemen bencana, mendiknas, para pemimpin politik di tingkat nasional,
pembuat keputusan di masyarakat, dan otoritas lokal. Pesan yang bisa disampaikan
antara lain: (1) pendidikan tentang risiko bencana menguatkan anak-anak dan
membantu membangun kesadaran yang lebih besar isu tersebut di dalam

2
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Kebakaran untuk SMA/SMK/MA/MAK
masyarakat; (2) fasilitas bangunan sekolah yang bisa menyelamatkan hidup dan
melindungi anak-anak sebagai generasi penerus bangsa dari suatu kejadian
bencana alam; dan (3) pendidikan tentang risiko bencana dan fasilitas keselamatan
di sekolah akan membantu negara-negara menuju ke arah pencapaian Tujuan
Pembangunan Millenium.
Sekolah dipercaya memiliki pengaruh langsung terhadap generasi muda,
yaitu dalam menanamkan nilai-nilai budaya dan menyampaikan pengetahuan
tradisional dan konvensional kepada generasi muda. Untuk melindungi anak-
anak dari ancaman bencana alam diperlukan dua prioritas berbeda namun tidak
bisa dipisahkan aksinya yaitu pendidikan untuk mengurangi risiko bencana dan
keselamatan dan keamanan sekolah.
Sekolah juga harus mampu melindungi anak-anak dari suatu kejadian bencana
alam. Investasi dalam memperkuat struktur gedung sekolah sebelum suatu
bencana terjadi, akan mengurangi biaya/anggaran jangka panjang, melindungi
generasi muda penerus bangsa, dan memastikan kelangsungan kegiatan belajar-
mengajar setelah kejadian bencana. Pendidikan di sekolah dasar dan menegah
membantu anak-anak memainkan peranan penting dalam penyelamatan hidup dan
perlindungan aset/milik masyarakat pada saat kejadian bencana. Menyelenggarakan
pendidikan tentang risiko bencana ke dalam kurikulum sekolah sangat membantu
dalam membangun kesadaran akan isu tersebut di lingkungan masyarakat.
Mengurangi risiko bencana dimulai dari sekolah. Seluruh komponen, dalam hal
ini anak-anak sekolah, para guru, para pemimpin masyarakat, orangtua, maupun
individu yang tertarik dengan pendidikan tentang risiko bencana dan keselamatan
di sekolah, lembaga swadaya masyarakat, organisasi kemasyarakatan, institusi lokal/
regional/nasional/ internasional, sektor swasta dan publik untuk dapat berpartisipasi
secara aktif. Keterlibatan media juga diperlukan untuk mendorong sebuah budaya
ketahanan terhadap bencana dan keterlibatan komunitas yang kuat dalam rangka
kampanye pendidikan publik secara terus-menerus dan dalam konsultasi publik di
segenap lapisan masyarakat. Bencana?! Jika Siap Kita Selamat.
Padatnya kurikulum pendidikan nasional tidak boleh kita jadikan alasan untuk tidak
melakukan kegiatan Pengurangan Risiko Bencana di sekolah secara berkelanjutan.
Pembelajaran Pengurangan Risiko Bencana di sekolah-sekolah bisa dilaksanakan
dengan mengintegrasikan materi Pembelajaran Pengurangan Risiko Bencana ke
dalam (1) mata pelajaran pokok/paket, (2) muatan lokal, dan (3) ekstrakurikuler dan
pengembangan diri. Atau secara khusus megembangkan dan menyelenggarakan
kurikulum muatan lokal dan ektrakurikuler/pengembangan diri yang didedikasikan
khusus untuk pendidikan pengurangan risiko bencana.
1.1.1 Landasan Filosofis
Bencana merupakan suatu bentuk gangguan terhadap kehidupan dan
penghidupan masyarakat, oleh karena itu, secara filosofis, pengurangan risiko
bencana merupakan bagian dari pemenuhan tujuan bernegara Republik
Indonesia, yaitu melindungi segenap rakyat dan bangsa, serta seluruh
tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

3
Pendahuluan

Upaya melindungi segenap rakyat dan bangsa dikuatkan pula dengan hak
setiap orang atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat,
dan harta benda yang dibawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman
dari ancaman ketakutan untuk untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang
merupakan hak asasi, hak hidup sejahtera lahir batin, bertempat tinggal, dan
mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh
pelayanan kesehatan (Pasal 28G ayat (1) dan Pasal 28 H ayat (1) UUD 1945.
1.1.2 Landasan Sosiologis
Ada tiga pertimbangan sosiologis yang patut diketengahkan, yaitu Pertama
secara geografis, demografis dan geologis, Indonesia merupakan negara
rawan bencana, baik bencana alam dan bencana akibat ulah manusia, seperti
kegagalan atau mala praktik teknologi. Kedua, adalah bahwa perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi, serta kondisi sosial masyarakat, telah
menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan yang berakibat pada
terjadinya bencana. Ketiga, adalah kondisi struktur manajemen bencana
itu sendiri. Kematian, cidera dan kerugian materi, serta masalah lingkungan
dan ekonomi dapat dikurangi apabila penyelenggaraan penanggulangan
bencana telah dilakukan secara komprehensif yang mencakup pendekatan
yang bersifat pencegahan, pengurangaan risiko, tindakan kesiapsiagaan
tindakan tanggap terhadap bencana, serta upaya pemulihan. Disamping itu,
pendekatan yang mengedepankan pentingnya partisipasi dari semua tingkat
pemerintahan, baik pemerintah pusat dan daerah, mengambil peran yang
aktif dalam menciptakan manajemen bencana yang efektif. Serta pentingnya
partisipasi publik dan pemangku kepentinga dalam penanganan bencana.
1.1.3 Landasan Yuridis
Pertimbangan yuridis adalah menyangkut masalah-masalah hukum serta peran
hukum dalam penanganan bencana. Hal ini dikaitkan dengan peran hukum
dalam pembangunan, baik sebagai pengatur perilaku, maupun instrumen
untuk penyelesaian masalah. Hukum sangat diperlukan, karena hukum atau
peraturan perundang-undangan dapat menjamin adanya kepastian dan
keadilan dalam penanganan bencana. Undang-Undang No.24 Tahun 2007
tentang Penanggulangan Bencana ditempatkan guna memberikan jawaban
atau solusi terhadap permasalahan yang berkaitan dengan penangan
bencana, merupakan landasan yuridis paling dekat untuk pelaksanaan usaha-
usaha pengurangan risiko bencana di Indonesia.
1.1.4 Pedoman Pengembangan Produk
Program pendidikan pengurangan risiko bencana (PRB) bertujuan untuk
meminimalisir risiko bencana dan meningkatkan kapasitas sekolah dalam
melaksanakan pengurangan risiko bencana, kesiapsiagaan, mitigasi, dan
peringatan dini. PRB oleh satuan pendidikan dapat dilakukan dengan cara
mengintegrasikan materi pendidikan pengurangan risiko bencana dalam
kurikulum yang berlaku di sekolah, mata pelajaran, muatan lokal, kegiatan
pengembangan diri dan ekstrakurikuler, dan bahan ajar.

4
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Kebakaran untuk SMA/SMK/MA/MAK
Dasar hukum yang menjadi pedoman perancangan dan pengembangan serial
modul dan modul pelatihan adalah:
1. Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
2. Undang-undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
3. Undang-undang No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana
4. Undang-undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 - 2025
5. Peraturan Presiden No. 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional Tahun 2004 - 2009
6. Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan
7. Peraturan Presiden No. 8 Tahun 2008 tentang Badan Nasional
Penanggulangan Bencana
8. Peraturan Presiden No. 32 Tahun 2008 tentang Pengesahan ASEAN
Agreement on Disaster Management and Emergency Response (Persetujuan
ASEAN mengenai Penanggulangan Bencana dan Penanganan Darurat)
9. Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan
Penanggulangan Bencana
10. Peraturan Mendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi
11. Peraturan Mendiknas No. 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi
Lulusan
12. Peraturan Mendiknas No. 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Standar Isi
dan Standar Kompetensi Lulusan, yang disempurnakan dengan Peraturan
Mendiknas No. 6 Tahun 2007
13. Peraturan Mendiknas No. 40 Tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Balitbang Depdiknas
14. Peraturan Mendiknas No. 50 Tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan
Pendidikan oleh Pemerintah Provinsi
15. Peraturan Mendiknas No. 24 tTahun 2007 tentang Standar Sarana dan
Prasarana untuk SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/MA
16. Surat Edaran Mendiknas No. 33/MPN/SE/2007 tentang Sosialisasi KTSP

1.1.5 Pengintegrasian Pengurangan Risiko Bencana ke dalam Sistem


Pendidikan Nasional
UU No.20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 38 Ayat (2):
Kurikulum pendidikan dasar dan menengah dikembangkan sesuai dengan
relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan dan komite
sekolah/madrasah dibawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau
kantor departemen agama kabupaten/kota untuk pendidikan dasar dan
provinsi untuk pendidikan menengah

5
Pendahuluan

Kebijakan yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun


2005 tentang Standar Nasional Pendidikan menyatakan bahwa penyusunan
kurikulum merupakan tanggung jawab setiap satuan pendidikan (sekolah
dan madrasah). Oleh karena itu tidak lagi dikenal apa yang disebut dengan
kurikulum nasional, yang pada periode sebelumnya menjadi tanggung jawab
pemerintah pusat.
Dalam PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 17
menyebutkan:
1. Kurikulum tingkat satuan pendidikan SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB, SMA/
MA/SMALB, SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat dikembangkan
sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah/karakteristik daerah,
sosial budaya masyarakat setempat, dan peserta didik
2. Sekolah dan komite sekolah, atau madrasah dan komite madrasah,
mengembangkan kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabusnya
berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi lulusan,
dibawah supervisi dinas kabupaten/kota yang bertanggung jawab di
bidang pendidikan untuk SD, SMP, SMA, dan SMK dan departemen yang
mengurusi urusan pemerintahan di bidang agama untuk MI, MTs, MA, dan
MAK
Penjabaran kurikulum dilakukan dengan penyusunan silabus dan bahan ajar
sesuai dengan kondisi geografis dan demografis untuk daerah, kebutuhan,
potensi dan karkateristik satuan pendidikan dan peserta didik, yang selanjutnya
diimplementasikan dalam kegiatan pembelajaran. Dalam Permendiknas No.
24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Standar Isi dan Standar Kompetensi
Lulusan Pasal 1:
1. Satuan pendidikan dasar dan menengah mengembangkan dan
menetapkan kurikulum tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah
sesuai kebutuhan satuan pendidikan.
2. Satuan pendidikan dasar dan menengah dapat mengembangkan
kurikulum dengan standar yang lebih tinggi dari standar isi dan standar
kompetensi lulusan.
3. Kurikulum satuan pendidikan dasar dan menengah ditetapkan oleh
kepala satuan pendidikan dasar dan menengah setelah memperhatikan
pertimbangan dari Komite Sekolah atau Komite Madrasah.
Dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional Pasal 32 Ayat 1, juga telah mengakomodasi kebutuhan pendidikan
bencana dalam terminologi ‘pendidikan layanan khusus’. Yakni “pendidikan
bagi peserta didik di daerah terpencil atau terbelakang, masyarakat adat
yang terpencil, dan/atau mengalami bencana alam, bencana sosial, dan tidak
mampu dari segi ekonomi”.

6
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Kebakaran untuk SMA/SMK/MA/MAK

1.2 Kerangka Kerja Pendidikan untuk Pengurangan Risiko


Bencana
1.2.1 Pendidikan untuk Pengurangan Risiko Bencana dan Pendidikan untuk
Pembangunan Berkelanjutan
Pada bulan Desember 2002, Majelis Umum PBB mengadopsi resolusi 57/254
untuk menempatkan Dekade Pendidikan Bagi Pembangunan Berkelanjutan,
mulai 2005-2014, dibawah koordinasi UNESCO. Pendidikan untuk pengurangan
bencana (alam) telah diidentifikasi sebagai masalah inti yang akan dibahas
di bawah DESD. Pendidikan dipandang dalam konsep yang lebih luas.
Sebagaimana didefinisikan dalam Bab 36 dalam Agenda 21, “Pendidikan
sangat penting untuk mencapai perlindungan lingkungan dan kesadaran
etika, nilai-nilai dan sikap, keterampilan dan perilaku yang konsisten dengan
pembangunan berkelanjutan. Baik formal dan pendidikan non-formal sangat
diperlukan untuk pembangunan berkelanjutan “. Pendidikan dan pengetahuan
berkontribusi untuk meningkatkan kesadaran tentang bahaya (alam) serta
kerentanan dan ancaman yang ada yang dihadapi oleh masyarakat. Juga
memberikan kontribusi untuk menumbuhkembangkan keterampilan hidup.
Dasawarsa ini didukung oleh Kerangka Aksi Hyogo 2005 – 2015 yang
menyoroti pentingnya pendidikan dan pembelajaran sebagai bagian dari
prioritas aksi, menggunakan pengetahuan, inovasi dan pendidikan untuk
membangun sebuah budaya keselamatan dan ketahanan di semua tingkat.
Inisiatif pengurangan risiko bencana harus berakar di semua lembaga-
lembaga pendidikan, khususnya di sekolah-sekolah dan memasukkan dalam
program pendidikan. Pendidikan pengurangan risiko bencana yang mencakup
semua aspek peningkatan kesadaran publik, pendidikan dan pelatihan yang
bertujuan untuk menciptakan dan atau meningkatkan budaya pencegahan
melalui identifikasi dan pemahaman risiko, serta belajar mengenai langkah-
langkah pengurangan risiko bencana, dan tanggap bencana.
Oleh karena itu Pendidikan untuk Pengurangan Risiko Bencana - sebagai
bagian dari Pengurangan Risiko Bencana (PRB) - harus melekat dengan
Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan (Education for Sustainable
Development - ESD), dan mendukung kerangka ESD yang mencakup 3 aspek,
yaitu:
1. Pendidikan untuk pengurangan risiko bencana adalah interdisipliner.
Oleh karena itu, pertimbangan penting diberikan kepada dampak, dan
hubungan antara, masyarakat, lingkungan, ekonomi dan budaya.
2. Pendidikan untuk pengurangan risiko bencana dan meningkatkan
pemikiran kritis dan pemecahan masalah, dan ketrampilan hidup sosial dan
emosional untuk pemberdayaan kelompok rentan atau terkena bencana.
3. Pendidikan untuk pengurangan risiko bencana mendukung Tujuan
Pembangunan Milenium. Tanpa mempertimbangkan Pengurangan Risiko
Bencana dalam perencanaan pembangunan, semua upaya pembangunan
termasuk inisiatif DESD dihancurkan dalam hitungan detik.

7
Pendahuluan

Kerangka kerja Pendidikan untuk pengurangan risiko bencana atau pendidikan


pengurangan risiko bencana dikembangkan mengikuti arahan UN-ISDR
sebagai berikut: “Pendidikan pengurangan risiko bencana adalah sebuah
proses pembelajaran bersama yang bersifat interaktif di tengah masyarakat
dan lembaga-lembaga yang ada. Cakupan pendidikan pengurangan risiko
bencana lebih luas daripada pendidikan formal di sekolah dan universitas.
Termasuk di dalamnya adalah pengakuan dan penggunaan kearifan tradisional
dan pengetahuan lokal bagi perlindungan terhadap bencana alam.”
HFA pada PRIORITAS AKSI 3, Poin Aktivitas kunci termaktub rekomendasi
bahwa PRB dimasukkan dalam kurikulum sekolah, pendidikan formal dan
informal.
“Menggalakkan dimasukkannya pengetahuan pengurangan risiko bencana
dalam bagian yang relevan dalam kurikulum sekolah di semua tingkat dan
menggunakan jalur formal dan informal lainnya untuk menjangkau pemuda
dan anak-anak; menggalakkan integrasi pengurangan risiko bencana sebagai
suatu elemen intrinsik Dekade Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan
(2005-2015) dari PBB “.
1.2.2 Konsep Pendidikan untuk Pengurangan Risiko Bencana
Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana adalah usaha sadar dan terencana
dalam proses pembelajaran untuk memberdayaan peserta didik dalam upaya
untuk pengurangan risiko bencana dan membangun budaya aman serta
tangguh terhadap bencana. Pendidikan PRB lebih luas dari penddidikan
bencana, bahkan lebih dari pendidikan tentang pengurangan risiko bencana.
Tetapi mengembangkan motivasi, ketrampilan, dan pengetahuan agar
dapat tertindak dan mengambil bagian dari upaya untuk pengurangan risiko
bencana.
Tujuan pendidikan untuk pengurangan risiko bencana adalah:
1. Menumbuhkembangkan nilai dan sikap kemanusiaan
2. Menumbuhkembangkan sikap dan kepedulian terhadap risiko bencana
3. Mengembangkan pemahaman tentang risiko bencana, pemahaman tentang
kerentanan sosial, pemahaman tentang kerentanan fisik, serta kerentanan
prilaku dan motivasi,
4. Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan untuk pencegahan dan
pengurangan risiko bencana, pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan
yang bertanggungjawab, dan adaptasi terhadap risiko bencana
5. Mengembangkan upaya untuk pengurangan risiko bencana diatas, baik secara
individu maupun kolektif
6. Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan siaga bencana
7. Meningkatkan kemampuan tanggap darurat bencana
8. Mengembangkan kesiapan untuk mendukung pembangunan kembali
komunitas saat bencana terjadi dan mengurangi dampak yang disebabkan
karena terjadinya bencana
9. Meningkatkan kemampuan untuk beradaptasi dengan perubahan besar dan
mendadak

8
FENOMENA DAN PERISTIWA
KEBAKARAN
BAB II

2.1 Fenomena Kebakaran


Kebakaran selalu menghantui warga di perkotaan dimana terdapat banyak
kelurahan rawan kebakaran di seluruh wilayah Indonesia. Umumnya kelurahan-
kelurahan itu padat penduduk, rumahnya berdempetan, akses jalan sempit, dan
banyak instalasi listrik yang tidak sesuai aturan.

Gambar 2.1 Kebakaran di perumahan padat penduduk

El Nino merupakan fenomena alam yang terjadi secara natural setiap tahun.
Terjadinya El Nino ini disebabkan temperatur di perairan tropis di bagian timur
Samudra Pasifik bertambah panas secara tidak wajar yang menyebabkan terjadinya
pergerakan uap air. Udara yang lebih panas tersebut pada akhirnya menimbulkan
kekeringan di sejumlah kawasan Asia Pasifik, seperti Indonesia.

Gambar 2.2 Proses terjadinya El Nino


Fenomena dan Peristiwa Kebakaran

Pengaruh El Nino di Jawa Barat telah menyebabkan kelembapan udara di Kota


Bandung dan wilayah lainnya di Jabar sangat rendah. Jika biasanya saat musim
kemarau kelembapan udara Kota Bandung mencapai 75 persen, kini hanya sekitar
40 persen. Akibatnya, musibah kebakaran dan kesulitan air lebih rentan terjadi pada
masa ini.
Kebakaran pemukiman adalah sebuah risiko maka kita akan berupaya sekuat
tenaga untuk menghindari risiko kebakaran, kita semua akan berhati-hati dalam
menggunakan dan memperlakukan kompor, lilin, rokok, lampu tempel dan listrik
untuk menghindari risiko kebakaran, termasuk juga dalam menata ruangan, akses
masuk dan lain sabagainya.
Di Jakarta, listrik dan kompor merupakan penyebab utama kebakaran untuk rumah
tangga. Selama 10 tahun terakhir telah terjadi lebih dari 800 kebakaran setiap tahun
atau sekitar 2 hingga 3 kali kebakaran per hari, dengan korban meninggal mencapai
27 jiwa dan kerugian langsung mencapai nilai Rp 250 miliar setiap tahunnya.
Lebih dari 45 persen kebakaran terjadi di bangunan permukiman, dan lebih dari
25 persen terjadi di bangunan umum, seperti pasar tradisional, usaha kecil dan
menengah, dan industri manufaktur. Kebakaran telah memberikan dampak
kepada lebih dari 22.000 orang setiap tahunnya. Dengan demikian kebakaran
sangat berpotensi meninggalkan trauma pada masyarakat luas, dan menyebabkan
kerugian perekonomian masyarakat luas.
Dari berbagai penelitian yang dilakukan, tampak bahwa kecerobohan atau
ketidakdisiplinan, bersama dengan kegagalan peralatan, dan sistem proteksi
yang tidak memadai sering kali menjadi penyebab utama kecelakaan, termasuk
terjadinya kebakaran. Untuk itu, hal utama yang dapat dilakukan adalah dengan
melakukan upaya pencegahan dengan membangun disiplin teknik keselamatan
kebakaran yang memfokuskan upaya pencegahan dan penanganan kebakaran
sejak suatu bangunan dirancang dan dioperasikan.
Di Inggris disiplin ini dikenal sebagai fire engineering, dan di Amerika Serikat dikenal
sebagai fire protection engineering. Terminologi fire safety engineering relatif baru
digunakan untuk menjelaskan disiplin yang memanfaatkan prinsip-prinsip sains
(matematika, fisika, kimia, statistika) dan teknik (termodinamika, mekanika fluida,
perpindahan kalor dan massa, mekanika benda padat) untuk melindungi manusia,
lingkungan buatan dan lingkungan alamiah.
Fenomena kebakaran merupakan kejadian unik dan khas Indonesia yang
nampaknya sebagai konsekwensi dari meningkatnya perumahan atau permukiman
padal penduduk di perkotaan yang kerap kumuh sehingga kurang memperhatikan
ketentuan dan persyaratan keamanan terhadap bahaya kebakaran. Kebakaran
besar ini jelas berimplikasi luas menyangkut aspek sosial, ekonomi, psikologis
massa, politik dan lingkungan.
Kebakaran jenis ini (kebakaran gedung dan permukiman) pada dasarnya adalah
disebabkan oleh kalalian manusia, yaitu karena pemilihan bahan bangunan yang
mudah terbakar, pemasangan instalisi listrik yang tidak sesuai dengan aturan,
pemakaian alat elektronik yang tidak terpantau dengan baik.

10
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Kebakaran untuk SMA/SMK/MA/MAK
2.2 Peristiwa Kebakaran Di Indonesia
Sementara itu, berkaitan dengan kebakaran pemukiman yang terjadi di Jakarta
berdasarkan data Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana,
korsleting arus pendek listrik masih menjadi faktor tertinggi penyebab terjadinya
kebakaran. Sepanjang tahun 2009, ada sekitar 191 kebakaran yang disebabkan
karena korsleting listrik dari total kebakaran yang jumlahnya mencapai 316 kasus.
Sementara penyebab lain dari kebakaran seperti akibat ledakan kompor ada
sekitar 34 kasus, lampu tempel tiga kali dan rokok delapan kasus. Dari jumlah
kasus kebakaran tersebut, sedikitnya menyebabkan kerugian material sebesar Rp
83,2 miliar. Sedangkan luas areal yang terbakar mencapai 85.779 meter persegi.
Kebakaran juga menyebabkan 6.457 jiwa kehilangan tempat tinggal atau sekitar
1.724 Kepala Keluarga (KK). Adapun waktu terjadinya kebakaran, terjadi siang hari
99 kasus, malam hari 85 kasus, pagi hari 75 kasus, dan dini hari 57 kasus.
Berdasarkan data diatas untuk mengurangi risiko kebakaran maka perlu di sekolah-
sekolah diberikan Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana dalam bentuk PRB
yang di integrasikan ke mata pelajaran, program pengembangan diri dan muatan
lokal. Dengan harapan sekolah (guru,karyawan,siswa) memiliki kompetensi yang
dapat digunakan untuk mengurangi risiko kebakaran baik kebakaran pemukiman
maupun kebarakan hutan.
Api kecil jadi sahabat api besar jadi lawan. Kata-kata ini mungkin dulu sering kita
dengar tetapi belum tentu benar karena api besar kita butuhkan untuk berbagai
keperluan kita yang bermanfaat. Api kecil juga bisa membuat masalah yang tidak
dikehendaki jika tidak sesuai dengan pemanfaatan yang kita inginkan. Api bisa
merusak semuanya dan apapun yang ia sentuh. Cobalah lihat data statistik di
daerah anda, bahkan dinegara kita berapa kali terjadi kebakaran dan berapa yang
terluka hingga kehilangan nyawa serta berapa kerugian yang diakibatkannya.
Upaya pemerintah sendiri dalam melakukan sosialisasi dan penyuluhan pencegahan
kebakaran kepada masyarakat dirasakan masih belum efektif. Media cetak dan
elektronik umumnya juga lebih tertarik meliput kebakaran sebagai kecelakaan
ketimbang mengungkap akar penyebabnya.
Indonesia sampai kini belum mempunyai angka statistik nasional tentang nilai
ekonomi kerugian kebakaran baik korban jiwa, luka-luka, maupun harta benda.
Dengan demikian persepsi kebakaran sebagai risiko belum dipahami dari aspek
nilai ekonomi.
Sedangkan pendidikan proteksi kebakaran yang ada masih sangat bersifat
sementara belum merupakan kebutuhan pokok. Saat ini belum ada sekolah
kebakaran terakreditasi. Yang ada, hanyalah diklat kebakaran milik pemerintah
DKI Jakarta dan Kursus kilat yang lebih diminati karena sertifikat yang diterbitkan
ketimbang kompetensinya. Di lain pihak sampai saat ini, perguruan tinggi yang
membuka program studi kebakaran masih sangat terbatas sekali.
Agar bangunan seperti rumah, kantor, sekolah, gudang dan lain sebagainya tidak
terbakar dan menimbulkan kebakaran, maka diperlukan pencegahan kebakaran
dengan cara memberikan pendidikan pengurangan risiko bencana (kebakaran)
kepada siswa dengan berbagai pengetahuan, tips dan trik untuk mencegah
terjadinya kebakaran.

11
PENGURANGAN RISIKO
BAB III KEBAKARAN

3.1 Pengurangan Risiko Kebakaran


Langkah-langkah pengurangan Risiko bencana dipahami sebagai pengembangan
dan penerapan secara luas dari kebijakan-kebijakan, strategi-strategi dan praktek-
praktek untuk meminimalkan kerentanan dan risiko bencana di masyarakat yang
berbasis masyarakat. Upaya mengurangi risiko bencana dilakukan melalui tiga
langkah yaitu:
3.1.1 Pencegahan
Pencegahan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan sebagai upaya untuk
menghilangkan dan atau mengurangi ancaman bencana. Sebagai contoh,
untuk mencegah terjadinya kebakaran dilakukan tindakan pemasangan
instalasi listrik yang benar, pemilihan bahan bangunan yang tidak mudah
terbakar, jangan menempatkan bahan yang mudah terbakar di dekat sumber
dan sebagainya.
3.1.2 Mitigasi
Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik
melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan
menghadapi ancaman bencana.Tindakan mitigasi disebut sebagai tindakan
struktural dan non struktural. Tindakan mitigasi yang bersifat struktural
contohnya adalah pemasangan instalasi listrik oleh orang yang propesinal,
bahan bangunan yang tidak mudah terbakar seperti kerangka baja ringan
untuk kap rumah. Tindakan mitigasi yang bersifat non struktural misalnya
pelatihan untuk membangun kepedulian masyarakat terhadap bahaya yang
dihadapi, pelatihan dan pengorganisasian sukarelawan bagi kegiatan bencana
kebakaran.
Tujuan pokok dari tindakan mitigasi adalah:
a. Mengurangi ancaman
Sebagian bencana tidak dapat dicegah agar tidak terjadi, tetapi ancamannya
dapat dikurangi. Misalnya: struktur bangunan yang tahan api.
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Kebakaran untuk SMA/SMK/MA/MAK
b. Mengurangi kerentanan
Berbagai faktor seperti factor fisik, social, ekonomi maupun kondisi geografis
dapat menurunkan kemampuan masyarakat untuk mempersiapkan
diri maupun menanggulangi dampak akibat bahaya kebakaran. Hal
terpenting dalam kegiatan pengelolaan risiko bencana kebakaran adalah
menurunkan kerentanan sehingga masyarakat menjadi tahan terhadap
bencana kebakaran.

c. Meningkatkan kapasitas
Kapasitas merupakan kemampuan masyarakat dalam menghadapi bencana
pada semua tahapannya, melalui berbagai sistem yang dikembangkannya.
Contoh peningkatan kapasitas adalah dalam menghadapi kebakaran
yang bersifat musiman, kelompok masyarakat memiliki posko kebakaran
yang akan siap setiap kebakaran terjadi. Peningkatan kapasitas juga
bisa dilakukan dengan meningkatkan penyediaan sarana dan prasarana
penanggulangan kebakaran, pelatihan tanggap darurat, dan sebagainya.

3.1.3 Kesiapsiagaan
Kesiapsiagaan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan untuk meng­
antisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat
guna dan berdaya guna. Sebagai contoh: membangun system peringatan dini,
penyiapan jalur evakuasi bila terjadi bencana, laztihan simulasi bencana.
Kesiapsiagaan diri, keluarga dan sekolah akan sangat membantu dalam
mengurangi dampak bencana, baik kerugian harta maupun korban jiwa,
Kesiapsiagaan dimulai dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Memahami potensi ancaman yang ada di daerah masing-masing
2. Memahami penyebab atau tanda-tanda akan terjadinya bencana
3. Memahami apa yang harus dipersiapkan dan yang harus dilakukan baik
sebelum, saat dan sesudah bencana.
Tingkat kerentanan perkotaan di Indonesia adalah suatu hal yang sangat
penting untuk diketahui sebagai salah satu hal yang berpengaruh terhadap
terjadinya bencana alam.
Tingkat kerentanan kota-kota besar di Indonesia dapat ditinjau dari kerentanan
fisik , sosial kependudukan, dan ekonomi. Kerentanan fisik menggambarkan
tingkat kerusakan terhadap fisik bila ada faktor berbahaya tertentu. Melihat dari
berbagai faktor seperti persentase kawasan terbanguin, kepadatan bangunan,
persentase bangunan konstruksi darurat, jaringan listrik, rasio panjang jalan,
jaringan telekomunikasi, jaringan PDAM, jaringan rel KA, maka perkotaan di
Indonesia dapat dikatakan berada pada kondisi yang sangat rentan karena
persentase di antara unsur-unsur tersebut sangat rendah.
Kerentanan sosial menunjukkan tingkat kerentanan terhadap keselamatan
jiwa/kesehatan penduduk apabila ada bahaya. Dari beberapa indikator antara
lain kepadatan pendusuk, laju pertumbuhan penduudk, persentase penduduk
usia tua-balita dan penduduk wanita, maka kota-kota bsar di Indonesia

13
Pengurangan Risiko Kebakaran

memiliki kerentanan sosial yang sangat tinggi. Belum lagi jika kita melihat
kondisi sosial saat ini yang semakin rentan terhadap bncana non-alam, seperti
rentannya kondisi sosial masyarakat terhadap kerusuhan, tingginya angka
pengangguran, instabilitas politik, dan tekanan ekonomi.
Kerentanan ekonomi menggambarkan besarnya kerugian atau rusaknya
kegiatan ekonomi (proses ekonomi) yang terjadi bila ada ancaman bahaya.
Indikator yang dapat kita lihat menunjukkan tingkat kerentanan ini misalnya
persentase rumah tangga yang bekerja pada sektor rentan (jasa dan distribusi)
dan persentase rumah tangga miskin.
Beberapa kerentana fisik, sosial, dan ekonomi tersebut di atas`menunjukkan
bahwa kota-kota besar di Indonesia memiliki kerentanan yang tinggi , sehingga
hal ini menyebabkan tingginya risiko terjadi bencana.
Tingginya risiko kebakaran gedung dan pemukinan pada berbagai fungsi atau
penggunaan bangunan dapat dinyatakan dengan analisis sebagai berikut:
1. Adanya risiko kebakaran karena hadirnya faktor-faktor penyebab
kebakarana di setiap tempat dalam kehidupan sehari-hari, seperti: listrik
dan peralatan rumah tangga yang menggunakan listrik, kompor (gas atau
listrik), lampu tempel/lilin, rokok, obat nyamuk bakar, membakar sampah,
dan kembang api/petasan. Kondisi ini apabila dipicu oleh tindakan yang
salah atau lalai dapat memunculkan terjadinya kebakaran.
2. Ketiadaan sarana pemadan kebakaran pada suatu lingkungan atau
bangunan. Atau kurang terawatnya sarana peringatan dini (sistem alarm
kebakaran) dan sarana pemadam kebakaran; sehingga dalam banyak
kasus ditemukan berbagai sarana pemadaman kebakaran yang tidak
berfungsi. Kondisi ini secara jelas berperan mengurangi atau melemahkan
kemampuan suatu lingkungan atau bangunan gedung dalam mencegah
dan menanggulangi kebakaran apabila suatu saat terjadi.
3. Perilaku orang-orang pada suatu lingkungan atau yang menghuni
bangunan yang cenderung ceroboh/lalai, rendahnya kesadaran menjaga
lingkungan, kurang pengetahuan tentang bahaya api, pembiaran
terhadap anak-anak yang bermain api, keterpaksaaan karena keterbatasan
ekonomi serta vandalisme. Kesemuanya ini merupakan faktor yang ikut
menyumbangkan tingkat kerawanan terhadap kebakaran pada suatu
bangunan atau lingkungan.

Upaya pengurangan risiko kebakaran di lingkungan sekolah dapat dilakukan


melalui tindakan-tindakan sebagai berikut:
a. Melengkapi bangunan sekolah dengan sarana proteksi kebakaran dan
sarana jalan keluar/penyelamatan jiwa
b. Memberikan penyuluhan atau pelatihan pencegahan dan penanggulangan
kebakaran kepada kepala sekolah, guru, dan tenaga pendidikan
c. Memberikan materi pembelajaran pengurangan risiko, termasuk risiko
kebakaran kepada siswa
d. Menyediakan panduan/prosedur tetap untuk menghadapi bencana

14
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Kebakaran untuk SMA/SMK/MA/MAK

3.2 Kesiapsiagaan
3.2.1 Tindakan Sebelum Terjadi Kebakaran

Karakteristik ancaman
a. Pengertian Api
Api, adalah reaksi kimia yang terjadi secara berantai dan cepat antara
bahan bakar, zat asam, dan panas dalam perbandingan yang sesuai diikuti
dengan evolusi pengeluaran cahaya dan panas.
b. Pengertian Kebakaran
Adalah bentuk nyala api yang sudah tak terkendali
c. Pengertian Titik Nyala
Adalah tingkatan energi bahan untuk terbakar pada suhu bakarnya, yakni
suhu terendah saat bahan bakar mulai terbakar.
d. Terjadinya Api
Berikut ini diagram proses terjadinya api. Api terjadi ketika tiga unsur
penyebabnya tersedia.

Gambar 3.1 Diagram proses terjadinya api.

e. Bahan Bakar
Bahan bakar adalah materi atau zat yang dapat seluruhnya atau sebagian
mengalami perubahan secra kimia dan fisika bila terbakar. Bahan bakar
dapat berbentuk padat, cair maupun gas.
Gas: Gas alam, Acetylene, Propane, Hidrogen, Butan dll
Cairan: Bensin, Minyak tanah, Turpentine, cat, varnish, alkohol dll
Padat: Batubara, Kayu, kertas, kain, plastik dll

15
Pengurangan Risiko Kebakaran

f. Oksigen
Oksigen adalah unsur kimia pembakar, yang terdapat dalam jumlah yang
cukup di udara (sekitar 21 %). Oksigen merupakan unsur pembentuk api
karena reaksi pembakaran yang ditimbulkan.
Sebagian besar bahan bakar memerlukan paling sedikit 15% oksigen untuk
dapat menimbulkan api untuk serangkaian reaksi kimia. sementara udara
normal kita mengandung kurang lebih 21 % oksigen, suatu kadar yang
cukup untuk menimbulkan api/kebakaran. Oksigen yang ditambahkan
dengan bahan bakar dalam suatu reaksi kimia disebut oksidasi
g. Sumber Panas
Beberapa jenis sumber panas diantaranya:
 Sinar matahari
Matahari merupakan sumber utama panas. Sinar matahari dapat
memanaskan permukaan atau uap/gas dan kalau uap itu mencapai
titik nyala sendiri dan terdapat oksigen maka nyala api / kebakaran bisa
terjadi.
 Kobaran Api Terbuka
Penggunaan api pada tempat-tempat dimana terdapat bahan mudah
terbakar.
 Gesekan)
 Reaksi kimia penyebab kebakaran
Adanya dua zat kimia atau lebih, bila bercampur, dapat menimbulkan
reaksi. Beberapa reaksi kimia mengeluarkan panas (eksoterm). Panas
yang dikeluarakan oleh reaksi kimia tersebut dapat menyebabkan
timbulnya uap (gas) atau membakar uap yang sudah ada di dekatnya.
Penggabungan panas, uap dan Oksigen (dari reaksi atau yang
terdapat dalam atmosfir) dapat menyebabkan kebakarn. Kebakaran ini
disebabkan oleh reaksi kimia atau tidak adnya sumber panas dari luar,
disebut kebakaran spontan.
 Listrik
Kebakaran paling banyak disebabkan panas sehingga dapat menyulut
bahan mudah terbakar.
 Percikan listrik
Percikan listrik adalah suatu sentakan keluarnya arus yang secara tiba-
tiba mempunyai energi cukup tinggi untuk menyulut bahan mudah
terbakar yang terdapat disekitarnya.
 Loncatan listrik
Loncatan listrik Adalah energi listrik yang meloncat diantara 2 titik.
Contoh : Busi
 Tahanan listrik
Semua konduktor memiliki tahan tersendiri terhadap arus listrik. Energi
listrik yang hilang dalamtahanan diubah menjadi panas dan atau cahaya

16
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Kebakaran untuk SMA/SMK/MA/MAK
(lampu, alat pemanas listrik dan kompor listrik). Semua memanfaatkan
tahanan listrik agar berfungsi).
 Percikan listrik statis
Terjadi ketika dua zat berbeda muatan listrik mengalami kontak.
Kalaun kedua zat tersebut tidak dihubungkan ke tanah (bounded atau
grounded) untu mecegah timbulnya percikan listrik statis, penyalaan
uap mudah terbakar dapat terjadi.
 Pemampatan / pemadatan
Bila udara atau gas yang dipadatkan/ditekan dengan suatu tekanan
yang melebihi tekanan normal, hal ini bisa menyebabkan panas atau
ledakan.
h. Jenis Pemindahan Panas
 Konduksi
Perpindahan panas melalui zat perantara. Panas merambat melalui
dinding pemisah ruangan, bagian dinding pada ruangan berikutnya
menerima kalor atau panas yang dapat membakar permukaan benda-
benda yang terletak pada dinding-dinding tersebut.
 Konveksi
Perpindahan panas dari tekanan tinggi ke tekanan rendah. Panas
merambat melalui bagian bangunan yang terbuka seperti tangga dan
koridor gang dengan media pengantar udara..
 Radiasi
Perpindahan panas dalam bentuk pancaran. Panas merambat antara
ruang dan bangunan yang berdekatan. hal ini akan lebih cepat terjadi
jika sebaran api dibantu oleh tekanan udara atau angin kearah bangunan
lainnya.
i. Klasifikasi jenis kebakaran
Jenis kebakaran berdasarkan materi atau benda yang terbakar dapat dibagi
menjadi 4 (empat) kelas, sebagai berikut:
 Kebakaran Klas A
Kebakaran dari bahan biasa yang mudah terbakar seperti: kayu, kertas,
pakaian dan sejenisnya. Jenis alat pemadam: yang menggunakan air
harus digunakan sebagai alat pemadam pokok.
 Kebakaran Klas B
Kebakaran bahan cairan yang mudah terbakar seperti minyak bumi,
gas, lemak dan sejenisnya. Jenis alat pemadam yang digunakan adalah
jenis busa sebagai alat pemadam pokok.
 Kebakaran Klas C
Kebakaran listrik (seperti kebocoran listrik, korsleting) termasuk
kebakaran pada alat-alat listrik. Jenis alat pemadam: yang digunakan
adalah jenis kimia dan gas sebagai alat pemadam pokok.

17
Pengurangan Risiko Kebakaran

 Kebakaran Klas D
Kebakaran logam seperti Zeng, Magnesium, serbuk Aluminium, Sodium,
Titanium dan lain-lain. Jenis alat pemadam: yang harus digunakan
adalah jenis khusus yang berupa bubuk kimia kering.
j. Gas Beracun Hasil Pembakaran
Mengapa asap menjadi penyebab utama selain api itu sendiri?
Hal ini dikarenakan asap mengandung bermacam-macam gas beracun
yang dihasilkan oleh peristiwa pembakaran.
Beberapa gas beracun yang paling banyak dan selalu ada pada peristiwa
kebakaran dapat dilihat dibawah ini.
 Karbon monoksida
Karbon monoksida (CO) adalah pembunuh terbesar dalam peristiwa
kebakaran karena tingkat kehadirannya yang sangat tinggi dan
juga cepatnya ia mencapai konsentrasi mematikan pada peristiwa
kebakaran. Karbon monoksida adalah hasil produksi dari pembakaran
tidak sempurna yang dihasilkan dari pembakaran senyawa-senyawa
organic dan berbagai bentuk karbon. Sering juga kematian akibat
karbon monoksida terjadi akibat masuknya asap knalpot ke kabin
mobil.
Karbon monoksida berbahaya karena ia adalah gas yang tidak berbau,
tidak berwarna, dan tidak terlihat. Gas ini mematikan pada konsentrasi
1,28 persen volume dalam udara dalam 1 sampai 3 menit; 0,64 persen
mematikan dalam 10 sampai 15 menit; 0,32 persen mematikan dalam
30 sampai 60 menit, dan 0,16 persen mematikan dalam waktu 2 jam.
Pada konsentrasi 0,05 persen gas ini tetap menyimpan bahaya.
 Karbon dioksida
Karbon dioksida adalah hasil dari pembakaran sempurna senyawa
organic atau senyawa karbon. Bertambahnya konsentrasi karbon
dioksida akan mengakibatkan meningkatnya kecepatan pernafasan;
sampai di mana tubuh tidak mampu lagi. Kegagalan pernafasan
akhirnya akan terjadi.
Karbon dioksida dalam jumlah yang sangat banyak dapat mengakibatkan
sesak nafas karena kekurangan oksigen dalam darah, selain itu juga
dapat berfungsi sebagai bahan pemadam api. Konsentrasi lebih dari
5 persen di lingkungan dapat merupakan tanda bahaya, bukan karena
keberadaannya akan tetapi karena kondisi tersebut adalah kondisi yang
jauh dari kondisi normal.
 Hidrogen sianida
Walau Hidrogen sianida (HCN) jauh lebih beracun dari Karbon
monoksida tetapi dalam kebakaran,biasanya, jumlahnya sangat kecil.
Pada konsentrasi 100 ppm dapat menyebabkan kematian dalam waktu
30 sampai 60 menit. Hidrogen sianida dihasikan dari pembakaran
senyawan hirokarbon terklorinasi di udara, plastik, kulit karet, sutra,

18
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Kebakaran untuk SMA/SMK/MA/MAK
wool, atau juga kayu. Seperti halnya karbon monoksida hydrogen
sianida lebih ringan dari udara sehingga tingkat bahayanya lebih tinggi
pada kebakaran dalam ruangan, dibanding kebakaran luar ruangan.
 Phosgene
Phosgene juga dihasilkan pada dekomposisi atau pembakaran senyawa
hidrokarbon terklorinasi, seperti karbon tetraklorida, Freon, atau etilene
diklorida. Phosgene beracun dan berbahaya pada konsentrasi yang
sangat kecil sekalipun. Konsntrasi 25 ppm dapat mematikan dalam
waktu 30 sampai 60 menit.
 Hidrogen klorida
Hidrogen klorida (HCl) dihasilkan oleh pembakaran bahan-bahan yang
mengandung klorin. Walau tidak beracun seperti hydrogen sianida
ataupun phosgene, HCl berbahaya apabila kita berada dalam waktu
yang cukup lama di lingkungan yang terdapat gas ini.

Kebanyakan kebakaran di rumah bermula di dapur


1. Dapur masak adalah menjadi pencetus utama kebakaran.
2. Jangan ditinggalkan makanan yang sedang dimasak.
3. Jangan dibiarkan dapur dan pemanggang berlumuran dengan minyak
dan lemak saat digunakan
4. Pakai baju berlengan tangan ketat apabila memasak.
5. Jangan dibiarkan api menyala semasa anda tidur atau keluar rumah.
6. Pastikan abu benar-benar sejuk sebelum dibuang.
7. Jangan dibiarkan anak-anak dekat api atau pemanas tanpa kehadiran
seorang dewasa.
8. Jauhkan lilin dari langsir dan lain-lain bahan yang mudah terbakar.
9. Tempatkan lilin di atas tempat yang tidak mudah terbakar.

Kerusakan instalisi/kabel listrik mendatangkan bahaya


1. Pastikan semua kabel-kabel listrik berada dalam keadaan baik, jangan
dibiarkan penutup kabel listrik terkelupas.
2. Gunakan juru elektrik yang telah bersartifikat atau dari PLN untuk
memperbaiki kerusakan, jangan dikerjakan sendiri.
3. Sambungan listrik jangan terlalu banyak, penggandanya tidak boleh lebih
dari Saturda. Penyesuai berganda yang lebih dari satu dan papan kuasa
boleh membebankan poin kuasa.
4. Jangan diletakkan sambungan kabel di bawah permadani/karpet atau
perabot.

19
Pengurangan Risiko Kebakaran

Penggunaan alat-alat elektrik


1. Pastikan semua alat elektrik digunakan mengikuti buku panduan pabrik
pembuat.
2. Pastikan alat-alat elektrik berada dalam keadaan baik. Jika anda merasa
ragu pada kondisi alat, panggil seorang juru elektrik supaya memeriksa
alat-alat tersebut.
3. Untuk memperbaiki alat-alat di rumah harus dengan orang yang ahlinya.
4. Jika terjadi kebakaran dirumah, lakukan pemutusan arus listrik dari skring
utama.

Peringatan Bagi Perokok


1. Jangan sekali-kali merokok di atas kasur.
2. Jangan buang abu rokok sembarangan.
3. Pastikan puntung rokok dipadamkan sebelum dibuang.

Kebakaran dapat disebabkan oleh anak-anak, maka;


1. Simpan semua korek api, pemetik api dan lilin di tempat tidak mudah
diambil anak-anak.
2. Gunakan pemetik api yang tidak mudah dinyalakan oleh kanak-kanak.
3. Ajar anak-anak kecil supaya menyerahkan semua mancis api dan pemetik
api kepada seorang dewasa.
4. Pastikan korek api boleh digunakan oleh anak-anak hanya jika seorang
dewasa ada bersama mereka.
5. Ajar anak-anak supaya memanggil 113 dalam keadaan darurat kebakaran.
6. Didik anak-anak supaya mereka tahu bagaimana keluar dari rumah jika
terjadi kebakaran.
7. Jalankan latihan kebakaran selalu bersama anak-anak supaya mereka tahu
dimana keluarga harus berkumpul sesudah keluar dari rumah.
8. Ajar anak-anak supaya merangkak dan cepat bergerak jika ada asap di
dalam rumah.
9. Ajar anak-anak supaya berhenti, merebahkan badan dan bergolek-golek
jika pakaian mereka terbakar.

Gambar 3.2 Korek api

20
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Kebakaran untuk SMA/SMK/MA/MAK
k. Alarm Kebakaran
Pada saat kita tidur, kita tidak bisa mencium/memabui asap, untuk maka
di setiap rumah diperluakan system alarm asap. Dengan alat ini asap akan
terdeteksi dengan mengeluarkan bunyi yang dapat membangunkan anda
saat tidur apabila ada bahaya api/asap. Untuk mengurangi risiko bencana
kebakaran, maka dianjurkan setiap rumah penduduk memasang alarm
pendeteksi asap. Dan alarm pendeteksi asap yang mudah didapat adalah
alarm yang menggunakan batrai.
Untuk memastikan alarm kebakaran berfungsi dengan baik, maka anda
diharapkan:
 Uji alat setiap minggu. Gunakan ujung tangkai sapu/kayu dan tekan
butang ujian untuk memastikan ada bunyi bip.
 Bersihkan permjukaan alarem dengan kain kering/sapu.
 Ganti bateri sekurang-kurangnya sekali setahun.

Ada dua jenis alarm asap – alarm terion yang mendeteksi asap yang sangat
kecil, dan alarm foto-elektrik yang lebih baru yang mendeteksi asap yang
dapat dilihat.
Alarm asap tidak boleh digunakan selama-lamanya dan biasanya masa
pakainya lebih-kurang 10 tahun sahaja. Jika alarm asap anda lebih tua dari
10 tahun, disarankan untuk diganti.

Cara pemasangan alarm pendeteksi asap


 pasang alarm asap diluar setiap kamar atau ruang tidur di rumah anda.
Jika anda tinggal di rumah yang bertingkat, pasang alarm asap di setiap
tingkat.
 Adalah lebih baik jika semua alarm asap berhubungan antara satu
dengan lain, supaya jika satu alarm berbunyi yang lain juga akan
berbunyi.
 Rumah-rumah yang memiliki kamar tidur anak-anak mesti menyediakan
alarm asap yang bersampung dengan alarm asap yang berdekatan
dengan kamar orang tuanya.
 Hasil penyelidikan menunjukkan bahwa 85% anak-anak yang tidur
tidak terjaga walaupun alarm asap berbunyi. Oleh karena itu perlu
diadakan latihan cara menyelamatkan diri jika kebakaran terjadi.

21
Pengurangan Risiko Kebakaran

Gambar 3.3 Latihan cara keluar menyelamatkan diri jika berlaku kebakaran

 Terdapat juga alarm asap untuk orang-orang yang cacat pendengaran.


Alarm asap khusus ini boleh dibeli untuk orang-orang yang cacat
pendengaran. Alarm ini dicirikan oleh lampu strob yang memancar
dan/atau pad bergetar yang diletakkan di bawah bantal yang akan aktif
apabila alarm asap berbunyi.

Gambar 3.4 Menyimpan selimut api dan pemadam api di dalam dapur

 Api yang kecil di rumah cepat merebak, maka setiap rumah perlu
memiliki alat-alat penjinak api yang diletakkan di di tempat yang mudah
diraih.
 Pastikan rumah anda memiliki pemadam api dan selimut api yang
dijaga baik dan belajar bagaimana menggunakannya. Belilah alat-alat
yang memenuhi standar.
 Sebaiknya alat penjinak api disimpan di dapur kerena pada umumnya
api bermula dari dapur

22
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Kebakaran untuk SMA/SMK/MA/MAK
 Jika kebakaran itu kecil dan dapat dikendalikan sendiri maka sebaiknya
dipadamkan langsung menggunakan selimut api atau pemadam api.
Alat-alat ini dapat dibeli toko bangunan atau toko alat rumah tangga

Pencegahan Kebakaran
Prinsip-prinsip pencegahan kebakaran pada bangunan gedung meliputi hal-
hal sebagai berikut:
1. Identifikasi bahaya yang dapat mengakibatkan kebakaran pada
gedung
Identifikasi ini meliputi :
a. Bahan Mudah Terbakar, seperti karpet, kertas, karet, dan lain-lain;
b. Sumber Panas, seperti Listrik, Listrik statis, nyala api rokok, ruang dapur,
ruang laundry dan lain-lain.
2. Penilaian Risiko
Melakukan analisis risiko terjadinya kebakaran dan kemungkinan kerugian
yang ditimbulkan sebagai akibat kebakaran (harta-benda, citra/image
perusahaan, terhentinya kegiatan operasional perusahaan selama masa
rekonstruksi bangunan dan korban jiwa).
3. Pemeliharaan / Perawatan
Inspeksi utilitas bangunan seperti: instalasi kelistrikan, dan Instalasi
Peralatan proteksi/pemadam Kebakaran.
4. Latihan dan gladi pemadaman kebakaran dan evakuasi
Karyawan gedung, khususnya yang ditugaskan pada unit tanggap darurat
kebakaran harus mendapat latihan tentang prinsip-prinsip pencegahan
dan keselamatan kebakaran. Selain mereka, para penghuni gedung,
terutama pada gedung-gedung yang menampung banyak orang harus
juga mendapat latihan tentang cara-cara penyelamatan jiwa pada saat
terjadi kebakaran (gladi evakuasi). Pelaksanaan gladi evakuasi penghuni
ini dianjurkan minimal dua kali dalam setahun.
5. Rencana Tindakan Keadaan Darurat (RTDK)
Rencana Tindakan Tanggap Darurat adalah suatu rencana yang berisi
tentang hal-hal yang harus dilakukan oleh pengelola gedung apabila
terjadi suatu keadaan darurat, termasuk dalam keadaan kebakaran. Isi
RTDK meliputi diantaranya : susunan nama-mana Tim Tanggap Darurat,
struktur organisasi, uraian masing-masing regu (misalnya: Regu Pemadam,
Regu P3K, Regu Pengamanan, Regu Dokumen, Regu Evakuasi), Prosedur-
Prosedur, dan lain-lain.
Mencegah Kebakaran akibat Konsleting Listrik
Perlu diketahui bahwa hubungan arus pendek atau korsleting adalah kontak
langsung antara kabel positif dan negatif yang biasanya dibarengi dengan
percikan bunga api, dan bunga api inilah yang memicu kebakaran. PLN telah
memasang MCB yang terpadu dengan kWh dan OA Kast yang berfungsi
sebagai pembatas bila pemakaian beban melebihi kapasitas daya sekaligus
sebagai pengaman bila terjadi hubungan arus pendek.

23
Pengurangan Risiko Kebakaran

Hindari pemakaian listrik secara illegal karena disamping membahayakan


keselamatan jiwa, tindakan itu juga tergolong tindak kejahatan yang
dipidanakan. Jadi sebelum hal-hal yang tak diinginkan terjadi seperti musibah
kebakaran menimpa Anda, sebaiknya kita melakukan tindakan/upaya
pencegahan. Bukankah mencegah itu lebih baik daripada mengobati!
Ada beberapa cara untuk mencegah bahaya kebakaran akibat korsleting
listrik:
1. Percayakan pemasangan instalasi rumah/bangunan anda pada instalatir
yang terdaftar sebagai anggota AKLI (Assosiasi Kontraktor Listrik Indonesia)
dan terdaftar di PLN. Secara legal instalatir mempunyai tanggung jawab
terhadap keamanan instalasi.
2. Jangan menumpuk steker atau colokan listrik terlalu banyak pada satu
tempat karena sambungan seperti itu akan terus menerus menumpuk
panas yang akhirnya dapat mengakibatkan korsleting listrik.
3. Jangan menggunakan material listrik sembarangan yang tidak standar
walaupun harganya murah. Tetapi memiliki sertifikat Sistim Pengawasan
Mutu (SPM) yang berlabel tulisan Standar Nasional Indonesia (SNI) .
4. Jika sering putus jangan menyambungnya dengan serabut kawat yang
bukan fungsinya karena setiap sekring telah diukur kemampuan menerima
beban tertentu.
5. Lakukan pemeriksaan secara rutin terhadap kondisi isolasi pembungkus
kabel. bila ada isolasi yang terkupas atau telah menipis agar segera dilakukan
penggantian. Gantilah instalasi rumah/bangunan anda secara menyeluruh
minimal lima tahun sekali. pekerjaan pemeriksaan dan penggantian
sebaiknya dilakukan oleh instalatir anggota AKLI dan terdaftar di PLN.
6. Gunakan jenis dan ukuran kabel sesuai peruntukan dan kapasitas hantar
arusnya.
7. Bila terjadi kebakaran akibat korsleting listrik akibat pengaman Main Circuit
Breaker (MCB) tidak berfungsi dengan baik, matikan segera listrik dari kWh
meter. Jangan menyiram sumber kebakaran dengan air bila masih ada arus
listrik.

Peralatan Pencegahan Kebakaran


1. Racun Api
Peralatan ini merupakan peralatan reaksi cepat yang multi guna karena
dapat dipakai untuk jenis kebakaran A,B dan C. Peralatan ini mempunyai
berbagai ukuran beratnya, sehingga dapat ditempatkan sesuai dengan
besar-kecilnya risiko kebakaran yang mungkin timbul dari daerah tersebut,
misalnya tempat penimbunan bahan bakar terasa tidak rasional bila
di situ kita tempatkan racun api dengan ukuran 1,2 Kg dengan jumlah
satu tabung. Bahan yang ada dalam tabung pemadam api tersebut ada
yang dari bahan kinia kering, foam / busa dan CO2, untuk Halon tidak
diperkenankan dipakai di Indonesia. halon. Khusus alat pemadam jenis

24
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Kebakaran untuk SMA/SMK/MA/MAK
Halon saat ini tidak diperkenankan lagi dipakai karena media pemadam ini
termasuk mengandung bahan yang dapat merusak ozon yang berpengaruh
terhadap terjadinya pemanasan global.

Gambar 3.5 Racun Api

2. Hidran
Ada 3 jenis hidran, yaitu hidran gedung, hidran halaman dan hidran kota.
Sesuai namanya, hidran gedung ditempatkan dalam gedung, hidran
halaman ditempatkan di halaman, sedangkan hidran kota biasanya
ditempatkan pada beberapa titik yang memungkinkan Unit Pemadam
Kebakaran suatu kota mengambil cadangan air.

Gambar 3.6 Hidran

25
Pengurangan Risiko Kebakaran

3 Detektor Asap
Salah satu jenis peralatan proteksi kebakaran pada bangunan gedung
adalah sistem instalasi alarm kebakaran. Di dalam sistem tersebut terdapat
suatu komponen, yakni pengindera (detector). Pada kebanyakan gedung
terpasang 3 (tiga) jenis pengindera, yakni pengindera asap, pengindera
panas dan pengindera nyala api.
Pengindera atau detektor dalam suatu sistem alarm kebakaran tersebut
mampu mengindera (mendeteksi) gejala kebakaran yang berbentuk asap,
panas dan nyala api. Cara bekerjanya, apabila terdapat sekumpulan asap
atau panas pada temperatur tertentu atau nyala api pada daerah di sekitar
detektor tersebut terpasang, maka detektor tersebut secara otomatis
merespons dan kemudian mengirim signal/tanda ke Panel Kontrol, dan
kemudian dari Panel Kontrol akan memproses signal tersebut untuk
kemudian membunyikan alarm dan atau lampu indikasi kebakaran di
lantai-lantai tertentu.

Gambar 3.7 Detektor Asap

4. Titik Panggil Manual


Adalah suatu komponen dalam sistem instalasi alarm kebakaran gedung,
yang terpasang pada setiap lantai pada suatu bangunan gedung yang
berfungsi untuk memberitahukan terjadinya keadaan darurat (kebakaran).
Cara mengaktifkannya adalah, apabila terjadi kebakaran maka alat ini
dipecahkan kemudian ditekan/ditarik tombolnya. Dengan menekan/
menarik tombol ini maka sistem alarm kebakaran gedung akan aktif, bel
alarm pada lantai-lantai akan berbunyi serentak – sebagai tanda terjadinya
suatu keadaan darurat.

Gambar 3.8 Titik Panggil Manual

26
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Kebakaran untuk SMA/SMK/MA/MAK
5. Sprinkler
Peralatan yang dipergunakan khusus dalam gedung, yang akan
memancarkan air secara otomatis apabila terjadi pemanasan pada suatu
suhu tertentu pada daerah di mana ada sprinkler tersebut terpasang.

Gambar 3.9 Sprinkler

Prinsip Penangan Bahan Rawan Api


1. Kendalikan panas agar tidak melebihi suhu nyala bahan.
2. Kendalikan bahan-bahan agar tidak bereaksi yang memicu kenaikan
temperatur.
3. Kendalikan perjalaran panas, gas agar tidak masuk pada tempratur sumber
api.
Jenis Media Pemadam
1. Jenis Padat, misalnya pasir, tanah, selimut api, tepung kimia
2. Jenis Cair, misalnya air ,busa, cairan mudah menguap
3. Jenis Gas, misalnya Gas CO2, gas lemas (N2), argon dan sebagainya

3.2.2 Tindakan Saat Terjadi Kebakaran

Prinsip Pemadaman Kebakaran


Kebakaran adalah suatu nyala api, baik kecil atau besar pada tempat yang
tidak kita kehendaki, merugikan dan pada umumnya sukar dikendalikan. Api
terjadi karena persenyawaan dari:
1. Sumber panas, seperti energi elektron (listrik statis atau dinamis), sinar
matahari, reaksi kimia dan perubahan kimia.
2. Benda mudah terbakar, seperti bahan-bahan kimia, bahan bakar, kayu,
plastik dan sebagainya.
3. Oksigen (tersedia di udara)
Apabila ketiganya bersenyawa maka akan terjadi api.
Dalam pencegahan terjadinya kebakaran kita harus bisa mengontrol sumber
panas dan benda mudah terbakar, misalnya dilarang merokok ketika sedang
melakukan pengisian bahan bakar, pemasangan tanda-tanda peringatan, dan
sebagainya.

27
Pengurangan Risiko Kebakaran

Apabila sudah terjadi kebakaran maka langkah kita adalah menghilangkan


adanya oksigen dalam kebakaran tersebut, misalnya: seperti ketika kita
menghidupkan lilin, lalu coba kita tutup dengan gelas maka api pada lilin
tersebut akan mati karena oksigen yang berada di luar gelas tidak dapat masuk
dan oksigen yang berada dalam gelas berubah menjadi Karbon Dioksida (CO2)
yang mematikan api.
Ketika kita memadamkan kebakaran dengan mengunakan racun api, karung
goni yang basah atau pasir, maka yang terjadi adalah kita mengisolasi
adanya oksigen dalam api tersebut. Namun syaratnya, semua permukaan api
tersebut harus tertutupi oleh media pemadaman yang digunakan (air, karung
goni basah, atau pasir) tersebut. Bila kita menggunakan air sebagai media
pemadaman maka terjadi reaksi pendinginan panas dan isolasi oksigen dari
kebakaran tersebut.
Tindakan Penyelamatan Diri
Saat terjadi kebakaran, waktu sangatlah menentukan. Setiap detik sangat
berharga untuk menyelamatkan diri.
Berikut adalah hal-hal yang harus dilakukan saat terjadi kebakaran :
a. Jangan panik dan menangis. Usahakan untuk tetap tenang
b. Segeralah menyelamatkan diri dan jangan menunda-nunda. Jangan
membuang waktu untuk menyelamatkan barang-barang berharga
ataupun mencari hewan peliharaan.
c. Jika terdapat asap, jangan berdiam diri di dalam ruangan yang terbakar,
merangkaklah serendah mungkin dibawah asap dan usahakan untuk
menutup mulut.
d. Saat menyelamatkan diri, bukalah pintu yang diperlukan sebagai jalan
keluar dan tutup juga pintu-pintu yang telah anda lewati sepanjang jalan
menuju keluar. Sebelum membuka pintu keluar, rasakan pegangan atau
badan pintu terlebih dahulu. Jika pintu terasa panas, ada kemungkinan
terdapat api dibalik pintu. Carilah jalan keluar yang lain, missal melalui
jendela atau mengibarkan kertas atau kain berwarna mencolok untuk
mengundang perhatian orang.
e. Jangan bersembunyi di kamar mandi, karena jika api membesar dan air di
bak mandi akan mendidih dan mengering.
f. Apabila pakaian kita terkena api, yang harus dilakukan adalah :
 Berhenti, jangan berlari dengan pakaian yang terbakar karena akan
mengakibatkan api membesar.
 Berbaring, berbaringlah di lantai dan tutupi muka dengan tangan.
 Berguling, bergulinglah di lantai untuk memadamkan api.
g. Jangan kembali kedalam bangunan yang terbakar untuk alasan
apapun. Hal ini dapat mengancam keselamatan jiwa.
h. Setelah berhasil keluar rumah, segera hubungi pemadam
kebakaran.

28
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Kebakaran untuk SMA/SMK/MA/MAK
Menyelamatkan Diri dari kebakaran di Bangunan Tinggi

Bangunan tinggi adalah


bangunan yang mempunyai
ketinggian dari permukaan
tanah atau lantai dasar lebih
dari 40 meter atau lebih dari
8 (delapan) lantai

Gambar 3.10 Kebakaran di bangunan tinggi

Karakteristik bangunan tinggi


 Jalan keluar terbatas
 Proses evakuasi kritis
 Bahaya jebakan asap

a. Pemadaman kebakaran hanya efektif dilakukan dari dalam gedung


Pemadaman kebakaran dalam bangunan tinggi efektif dilakukan dengan
sarana proteksi kebakaran yang tersedia di dalam bangunan seperti racun
api, Hidran dan Sprinker otomatis

b. Bangunan dikondisikan siap & mandiri dalam menanggulangi


kebakaran
Kemampuan suatu bangunan memadamkan kebakaran yang terjadi di
dalamnya secara mandiri menurut kesiapan dari peralatan proteksi yang
dipasang. Oleh sebab itu kesiapan sarana proteksi kebakaran yang tersedia
pada bangunan harus selalu di jaga dan dipaksa kesiapannya termasuk
kesediaan dari kapasitas air sebagai bahan pemadam utama

c. Penyelamatan jiwa efektif dilakukan melalui sarana jalan keluar dari


dalam gedung atau tangga darurat kebakaran.
Kendala yang sering dilakukan dalam penggunaan sarana jalan keluar
adalah sarana jalan keluar sering digunakan sebagai gudang penyimpan
barang bekas atau akses menuju jalan keluar terhalang oleh barang-
barang serta panah menuju arah lokasi pintu sarana jalan keluar tidak jelas.
Untuk efektifnya penggunaan sarana jalan keluar yang telah tersedia perlu
dilakukan pengawasan dan pemeriksaan secara harian

d. Evakuasi penghuni bangunan terbakar diarahkan ke bawah


Hal ini dimaksudkan agar tidak terperangkap oleh asap panas dan api yang
cenderung menjalar ke lantai atas.

29
Pengurangan Risiko Kebakaran

e. Menuju tenpat berhimpun sementara di luar bangunan


Pada saat kebakaran tidak dapat dikendalikan, seluruh penghuni gedung
diperintahkan untuk evakuasi (keluar gedung), tapi tidak boleh langsung
pergi ke sembarang tempat, melainkan harus langsung menuju tempat
berhimpun sementara (assembly area).
Mengapa harus berkumpul dulu di tempat ini, karena pengelola
(manajemen) gedung perlu memastikan apakah ada di antara penghuni
gedung yang mungkin terperangkap di dalam dan perlu pertolongan
segera. Kepastian tersebut dapat diperoleh setelah dilakukan pengecekan
terhadap seluruh penghuni yang selamat dan berada di tempat berhimpun
tersebut.

Menyelamatkan Diri dari kebakaran di Rumah


Berikut ini adalah tindakan yang perlu dilakukan sebagai upaya membangun
kesiapsiagaan menghadapi bahaya kebakaran di rumah:
a. Buatlah rencana penyelamatan rumah. Rencana penyelamatan diri berisi
denah rumah, rencana jalan keluar untuk menyelamatkan diri, serta tempat
berkumpul di luar rumah jika terjadi kebakaran.
b. Upayakan agar sedapat-dapatnya terdapat 2 (dua) jalan keluar pada
setiap rumah untuk menyelamatkan diri. Pastikan setiap anggota keluarga
mengetahui hal tersebut.
c. Pastikan seluruh anggota keluarga mengikuti latihan dan mengetahui
langkah-langkah yang harus dilakukan saat terjadi kebakaran serta rencana
penyelamatan diri yang telah dibuat.
d. Berlatih keluar dari rumah dengan cara merangkak dan upayakan untuk
menutup mulut.
e. Berlatih menajamkan intuisi untuk mencari jalan keluar dengan mata
tertutup. Saat terjadi kebakaran dan asap kebakaran semakin tebal,
kemungkinan kita tidak dapat melihat apapun.
f. Berlatih untuk berhenti, menjauhkan diri ke lantai, serta menggulingkan
badan di lantai jika pakaian kita terbakar.
g. Jika memugkinkan, pasanglah alarm kebakaran di setiap rumah.
Cara Memadamkan Api
Sebagaian besar api yang besar berasal dari api yang kecil. Api yang kecil dapat
dipadamkan dengan cara:
a. Menutup api dengan karung atau kain yang basah
b. Menimbun api dengan pasir dan tanah
c. Menggunakan racun api
d. Penggunaan selang pemadam kebakaran
Sebelum memutuskan untuk memadamkan api kecil sendiri dengan
menggunakan alat pemadam api yang tersedia, kita harus yakin mengenai:
1. Mengetahui apa yang terbakar sehingga dapat mengetahui jenis jenis
media pemadam kebakaran yang dinutuhkan.

30
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Kebakaran untuk SMA/SMK/MA/MAK
2. Walaupun kita sudah memiliki alat pemadam kebakaran, kemungkinan
terjadinya ledakan dan gas beracunyang keluar dari kebakaran tetap dapat
terjadi. Jika kita tidak mengetahui apa yang terbakar, jangan memadamkan
api sendiri, serahkan pada petugas pemadam kebakaran.
3. Jika api telah membesar dan menyebar dengan cepat, segera selamatkan
diri dan jangan mencoba untuk memadamkan api sendiri.
Jangan memadamkan api sendiri jika:
1. Tidak memiliki alat untuk memadamkan api yang memadai:
2. Tercium bau menyengat yang diduga gas beracun. Material sintetik seperti
benang nilon yang berasal dari karpet atau busa kursi sofa yang terbakar
akan membentuk gas hydrogen sianida, amonia, dan karbon monoksida
yang berasap dan beracun. Kondisi seperti ini apabila terhirup akan sangat
berbahaya bagi saluran pernafasan dan paru-paru kita.
3. Tidak memiliki kemampuan dan pengetahuan yang cukup untuk
memadamkan api sndiri.
Jika terjadi kebakaran di dapur
1. Usahakan memadamkan api sebisa mungkin. Jika tersedia alat pemadam
apai. Jika tidak tersedia alat pemadam api ringan, soda kue dapat
digunakan untuk memadamkan api. Alat lain yang dapat digunakan untuk
memadamkan api adalah menggunakan karung goni atau kain yang telah
dibasahi air. Kain atau karung basah menutup pori-pori, sehingga memecah
udara masuk.
2. Jangan menyiram air pada kebakaran yang disebabkan oleh minyak.
Menyiram air keatas kompor yang terbakar justru akan memperluas daerah
yang terbakar.
3. Jika kebakaran disebabkan oleh listrik, segera putuskan aliran listrik lebih
dulu, baru kemudian padamkan percikan apinya.
4. Apabila panci terbakar, segera tutup panci tersebut. Jangan pindahkan
panci yang terbakar karena api akan menyambar.
5. Jika api tidak kunjung padam, segeralah menyelamatkan diri, hubungi Dinas
Pemadam Kebakaran setempat, dengan menekan nomor 113. Usahakan
memberi informasi yang benar dan jelas, seperti jati diri penelpon, apa
yang terbakar dan dimana lokasinya agar petugas pemadam kebakaran
dapat mengirim unit pemadam kebakaran yang sesuai kebutuhan.
6. Cara menggunakan alat pemedaman api ringan (racun api)
Tahapan yang harus dilakukan adalah :Tarik, Arahkan, Remas, Sapukan.
 Tarik
Tarik pen pengaman (pin) yang ada di sisi alat pemadam api ringan
kemudian tarik slangnya.
 Arahkan
Arahkan ke dasar/bagian bawah api, yakni mengenai bahan
bakarnya.

31
Pengurangan Risiko Kebakaran

 Tekan
Tekan handle pada bagian kepala tabung pemadam api, maka
bahan pemadam akan tersembur keluar dari dalam tabung.
 Sapukan.
Mulai dari jarak yang agak jauh, sapukan hose (slang) pemadam
kebakaran ke kiri dan kekanan, bergerak ke depan perlahan-lahan
sampai api padam.
Yang harus anda lakukan jika terjadi kebakaran di rumah anda
Semua keluarga harus tenang dan berlatih menyelamatkan diri.
1. Untuk dapat bersikap tenang, maka semua anggota keluarga harus tahu
jalan untuk menyelamat diri ke luar rumah dan mengetahui tempat
berkumpul yang aman
2. Sediakan nomor-nomor panggilan darurat untuk kejadian kebakaran yaitu
nomor 113
3. Letakkan nomor-nomor panggilan kebakaran, polisi, dan ambulan di dekat
telepon rumah
4. Jika ada asap di dalam rumah, cepat merangkakdan terus bergerak keluar
5. Sentuh handel/pegangan pintu dengan punggung tangan untuk
mengetahui apakah pegangan pintu panas, kemudian merangkak keluar.
6. Jika pintu panas, gunakan jalan keluar lain.
7. Keluarkan setiap anggota keluarga dari rumah secepat mungkin.
8. Beritahu petugas pemadam kebakaran apabila ada anggota keluarga
yang masih di dalam rumah saat rumah kebakaran.
9. Jangan masuk ke dalam rumah untuk mengambil benda apapun apabila
kobaran api telah besar
Sejukkan bahagian tubuh yang terbakar dengan air yang mengalir.

Gambar 3.11 Pertolongan pertama pada luka bakar

32
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Kebakaran untuk SMA/SMK/MA/MAK
3.2.3 Tindakan Setelah Terjadi Kebakaran

Jika seorang terbakar


1. Berhentikan proses kebakaran atau padam api
2. Tanggalkan pakaian, kecuali jika pakaian melekat ke kulit
3. Sejukkan bahagain yang terbakar
4. Rendam atau siram bagian yang terbakar dengan air yang mengalir selama
15 hingga 20 menit. Jangan gunakan minyak, mentega atau salap.
5. Tutup bahagian yang terbakar dengan kain bersih atau ‘cling wrap’ dan
jangan dibiarkan korban kebakaran kedinginan.
Pengobatan Luka Bakar
Luka Bakar adalah cedera pada jaringan tubuh akibat panas, bahan kimia
maupun arus listrik.
1. Jenis Luka Bakar
 Luka bakar akibat panas
Yaitu luka bakar yang disebabkan oleh paparan panas yang merusak
kulit. Penyebabnya antara lain api, cairan panas,uap panas , atau benda-
benda panas lainnya.
 Luka bakar akibat bahan kimia
Yaitu luka bakar yang disebabkan oleh paparan bahan-bahan kimia
pada kulit, seperti cairan pembersih lantai, ammonia , pemutih, dan
pembersih kuku. Luka bakar jenis ini disebabkan oleh perubahan energi
kimia menjadi energi panas. Reaksi kimia dapat bersifat setempat
maupun sistemik (seluruh tubuh). Jika luka bersifat setempat, luka
ditandai dengan kulit yang kemerahan atau timbul ruam-ruam. Proses
terbakarnya kulit akan terus berlanjut sepanjang bahan kimia mengenai
kulit.
 Luka bakar akibat arus listik
Yaitu luka pada kulit atau organ internal akibat terpapar arus listrik.
Luka yang diakibatkan dapat terlihat kecil, tetapi kerusakan yang
diakibatkannya dapat cukup luas karena panas akan mengikuti aliran
arus listrik keseluruh tubuh melalui pembuluh darah dan syaraf.
 Luka bakar akibat radiasi
Yaitu luka yang disebabkan oleh paparan radiasi tinggi. Contohnya
adanya luka akibat terpapar sinar matahari.
 Luka bakar karena gesekan
Yaitu luka yang diakibatkan gesekan kulit dengan benda-benda, seperti
karpet, pakaian atau akibat aktivitas oleh raga, gesekan menghasilkan
panas yang menyebabkan kulit kemerahan, mengelupas, dan
melepuh.

33
Pengurangan Risiko Kebakaran

2. Tingkatan luka bakar


Beratnya luka bakar tergantung kepada jumlah jaringan yang terkena dan
kedalaman luka:
 Luka bakar tingkat I
Merupakan luka bakar yang paling ringan. Kulit yang terbakar menjadi
merah, nyeri, sangat sensitif terhadap sentuhan dan lembab atau
membengkak. Jika ditekan, daerah yang terbakar akan memutih; belum
terbentuk lepuhan.
 Luka bakar tingkat II
Menyebabkan kerusakan yang lebih dalam, kulit melepuh, dasarnya
tampak merah atau keputihan dan terisi oleh cairan kental yang jernih.
Jika disentuh warnanya berubah menjadi putih dan terasa nyeri.
 Luka bakar tingkat III
Menyebabkan kerusakan yang paling dalam, permukaannya bisa
berwarna putih dan lembut atau berwarna hitam, hangus dan kasar.
Kerusakan sel darah merah pada daerah yang terbakar bisa
menyebabkan luka bakar berwarna merah terang. Kadang daerah yang
terbakar melepuh dan rambut/bulu di tempat tersebut mudah dicabut
dari akarnya. Jika disentuh, tidak timbul rasa nyeri karena ujung saraf
pada kulit telah mengalami kerusakan.

3. Pengobatan luka bakar


Untuk membantu menghentikan luka bakar dan mencegah luka lebih
lanjut,
 Sebaiknya lepaskan semua pakaian penderita.
 Kulit segera dibersihkan dari bahan kimia (termasuk asam, basa dan
senyawa organik) dengan mengguyurnya dengan air.

Penderita perlu dirawat di rumah sakit jika:


1. Luka bakar mengenai wajah, tangan, alat kelamin atau kaki
2. Penderita akan mengalami kesulitan dalam merawat lukanya secara
baik dan benar di rumah
3. Penderita berumur kurang dari 2 tahun atau lebih dari 70 tahun
4. Terjadi luka bakar pada organ dalam.
Luka bakar ringan
1. Jika memungkinkan, luka bakar ringan harus segera dicelupkan ke
dalam air dingin.
2. Luka bakar kimia sebaiknya dicuci dengan air sebanyak dan selama
mungkin

34
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Kebakaran untuk SMA/SMK/MA/MAK
3. Luka bakar dibersihkan secara hati-hati dengan sabun dan air untuk
membuang semua kotoran yang melekat.
4. Jika kotoran sukar dibersihkan, daerah yang terluka diberi obat bius
dan digosok dengan sikat.
5. Lepuhan yang telah pecah biasanya dibuang.
6. Jika daerah yang terluka telah benar-benar bersih, maka dioleskan
krim antibiotik (misalnya perak sulfadiazin).
7. Untuk melindungi luka dari kotoran dan luka lebih lanjut, biasanya
dipasang verban. Sangat penting untuk menjaga kebersihan di
daerah yang terluka, karena jika lapisan kulit paling atas (epidermis)
mengalami kerusakan maka bisa terjadi infeksi yang dengan mudah
akan menyebar. Jika diperlukan, untuk mencegah infeksi bisa
diberikan antibiotik,
8. Untuk mengurangi pembengkakan, lengan atau tungkai yang
mengalami luka bakar biasanya diletakkan/digantung
dalam posisi yang lebih tinggi dari jantung.Pembidaian harus
dilakukan pada persendian yang mengalami luka bakar derajat II
atau III, karena pergerakan bisa memperburuk keadaan persendian.
9. Mungkin perlu diberikan obat pereda nyeri selama beberapa
hari. Pemberian booster tetanus disesuaikan dengan status
imunisasi penderita.
Luka bakar berat
1. Luka bakar yang lebih berat dan membahayakan nyawa
penderitanya harus segera ditangani, sebaiknya dirawat di rumah
sakit.
2. Kepada korban kebakaran biasanya diberikan oksigen melalui
sungkup muka (masker) untuk membantu menghadapi
efek dari karbon monoksida (gas beracun yang sering terbentuk di
lokasi kebakaran).
3. Di ruang emergensi, dilakukan pemeriksaan terhadap fungsi
pernafasan, luka lainnya di tubuh serta dilakukan pengobatan
untuk menggantikan cairan yang hilang dan untuk mencegah
infeksi.
4. Untuk mengobati luka bakar yang berat kadang digunakan terapi
oksigen hiperbarik, dimana penderita ditempatkan dalam ruangan
khusus yang mengandung oksigen bertekanan tinggi.
5. Jika terjadi cedera pada saluran udara dan paru-paru akibat
kebakaran, untuk membantu fungsi pernafasan bisa dipasang
sebuah selang yang dimasukkan ke dalam tenggorokan.
6. Selang tersebut perlu dipasang jika cedera menimpa wajah atau
jika pembengkakan pada tenggorokan menyebabkan
terganggunya fungsi pernafasan.

35
Pengurangan Risiko Kebakaran

7. Jika tidak terjadi gangguan pada sistem pernafasan maka yang


perlu dilakukan hanya memberikan oksigen tambahan melalui
sungkup muka.

Membantu Korban Kebakaran


Kebakaran mendatangkan kerugian dan penderitaan bagi korbannya. Untuk
membantu korban bencana kebakaran, usaha-usaha yang bisa kita lakukan
adalah:
1. Mendirikan tenda-tenda pengungsian.
Tenda pengungsian ini dapat digunakan sebagai penampungan sementara
untuk para korban. Tenda-tenda ini didirikan di tempat-tempat yang
aman.
2. Mendirikan dapur-dapur umum
Dapur umum berfungsi untuk menyediakan makanan dan minuman bagi
para korban kebakaran. Keberadaan dapur umum ini memberikan
banyak manfaat bagi para korban.
3. Pos kesehatan
Pos kesehatan perlu didirikan di tempat-tempat pengungsian karena
sesudah terjadi kebakaran biasanya ada saja korban mengalami cedera atau
luka-luka, dari cedera ringan sampai berat. Pos kesehatan ini menyediakan
obat-obatan yang diperlukan.
4. Mengumpulkan bantuan dan membagikannya kepada korban. Sumbangan
dapat berupa: pakaian pantas pakai, makanan siap saji (mie instan, susu,
biskuit, minuman, dsb), obat-obatan, selimut, dan sebagainya.
5. Menyediakan air bersih
Para korban kebakaran sangat membutuhkan air bersih terutama untuk
minum, memasak dan mandi sementara air yang tersedia sudah tercemar
berbagai macam bakteri sehingga tidak layak untuk di konsumsi. Bantuan
dan penyediaan air bersih sangat dibutuhkan bagi para korban bencana.

36
MATERI PEMBELAJARAN
PENGURANGAN RISIKO KEBAKARAN
BAB IV

4.1. Identifikasi Materi Pembelajaran


Materi pembelajaran adalah bahan yang diperlukan untuk pembentukan
pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus dikuasai siswa dalam rangka
memenuhi Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang tertuang di dalam
standari isi pendidikan.
Materi pembelajaran dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Prinsip relevansi
Materi pembelajaran hendaknya relevan dengan pencapaian Standar
Kompetensi dan Kompetensi Dasar. Jika kemampuan yang diharapkan
dikuasai siswa berupa menghafal fakta, maka materi pembelajaran yang
diajarkan harus berupa fakta, bukan konsep atau prinsip ataupun jenis materi
yang lain.
2. Prinsip konsistensi
Jika kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa ada empat macam, maka
materi yang harus diajarkan juga harus meliputi empat macam.
3 .Prinsip kecukupan
Materi yang diajarkan hendaknya cukup memadai dalam membantu siswa
menguasai kompetensi dasar yang diajarkan. Materi tidak boleh terlalu sedikit,
dan tidak boleh terlalu banyak.
Materi pembelajaran tentang Pengurangan Risiko Bencana dapat mencakup
tiga ranah sekaligus yaitu: ranah kognitif, afektif dan psikomotorik.
1. Ranah Kognitif jika kompetensi yang ditetapkan meliputi pengetahuan,
pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan penilaian.
2. Ranah Psikomotorik jika kompetensi yang ditetapkan meliputi gerak
awal, semi rutin, dan rutin.
3. Ranah Afektif (Sikap) jika kompetensi yang ditetapkan meliputi pemberian
respons, apresiasi, penilaian, dan internalisasi.
Materi Pembelajaran Pengurangan Risiko Kebakaran

Identifikasi materi pembelajaran tentang PRB mempertimbangkan hal-hal


berikut:
1. Potensi peserta didik;
2. Relevansi dengan karakteristik daerah;
Daerah dengan karakteristik rawan bencana dapat menyesuaikan
materi pembelajaran sesuai dengan kebutuhan daerah dengan tetap
memperhatikan tuntutan kompetensi dasar. Pada saat mengidentifikasi
materi pembelajaran ini sudah harus ditetapkan dan dirumuskan materi
pembelajaran yang sesuai dengan jenis bencana yang ada di daerah
tersebut.
3. Tingkat perkembangan fisik, intelektual, emosional, sosial, dan spritual
peserta didik;
4. Kebermanfaatan bagi peserta didik
5. Struktur keilmuan;
6. Aktualitas, kedalaman, dan keluasan materi pembelajaran;
7. Relevansi dengan kebutuhan peserta didik dan tuntutan
lingkungan; Materi pembelajaran yang relevan dan dibutuhkan serta
sesuai dengan tuntutan lingkungan di daerah rawan bencana dapat
dimasukkan ke dalam silabus yang disusun.
Contoh:
a. Tanda-tanda bencana kebakaran akan terjadi
b. Tindakan penyelamatan disaat bencana kebakaran
c. Tindakan yang harus dilakukan setelah bencana kebakaran
8. Alokasi waktu.

38
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Kebakaran untuk SMA/SMK/MA/MAK
Tabel berikut ini adalah identifikasi materi pembelajaran pengurangan risiko
kebakaran yang dikelompokkan menurut kelas.

Tabel 4.1 Materi Pembelajaran Pengurangan Risiko Kebakaran untuk setiap Jenjang Kelas

KELAS X KELAS XI KELAS XII

1. Api 1. Tahap kebakaran dalam 6. Faktor Penyebab


a. Pengertian: api, ruangan, yaitu: tahap Keparahan kebakaran.
kebakaran, dan titik awal setelah terjadi 7. Data Penyebab
nyala. penyulutan (titik nyala), Kebakaran.
b. Terjadinya api, terjadi tahap penyalaan bebas, 8. Prinsip Penanganan
ketika tiga unsur tahap api mengecil. Bahan Rawan Api.
penyebabnya tersedia, 9. Jenis Media Pemadam.
yaitu:
Bahan Bakar (Fuel),
Oksigen, dan Sumber
Panas.
c. Penyebab terjadinya
panas diantaranya
yaitu: konduksi,
konveksi, dan radiasi.

2. Klasifikasi jenis 2. Mencegah Kebakaran


kebakaran: Klas A, B, C, akibat Konsleting Listrik
dan D. di Rumah, Kantor,
Sekolah, Gedung, dsb.

3. Gas beracun hasil 3. Peralatan Pencegahan


pembakaran adalah Kebakaran, yaitu: APAR /
karbon monoksida, Fire Extinguishers/Racun
karbon dioksida, Api, Hydran, Detektor
hidrogen sianida, Asap/Smoke Detector,
phosgene (COCl2), Fire Alarm, dan Sprinkler.
hidrogen klorida.

4.2. Indikator Prilaku Siswa


Sebelum pendidikan pengurangan risiko bencana kebakaran diberikan kepada
siswa di sekolah, perlu dilakukan identifikasi terlebih dahulu sikap-sikap dan perilaku
yang bagaimana, yang diperlukan dan harus dimiliki siswa untuk mengurangi risiko
terjadinya bencana kebakaran.
Indikator sikap dan perilaku siswa yang diperlukan untuk mengurangi risiko atau
dampak bencana kebakaran dapat diidentifikasi sebagai berikut :

39
Materi Pembelajaran Pengurangan Risiko Kebakaran

Tabel 4.2 Indikator Perilaku Siswa

KELAS

X XI XII

t.FOHFUBIVJUFPSJ t.FNBIBNJUFPSJEBO t.FOHFUBIVJUBIBQ


UFSKBEJOZBBQJ LMBTJöLBTJLFCBLBSBO QFOHFNCBOHBOBQJ
t.FNBIBNJUFPSJ t.FOHFUBIVJQFOZFCBC t.FOHFUBIVJNPEFMSVNBI
QFODFHBIBO LFCBLBSBO BNBOEBSJBODBNBO
t.FOHFUBIVJDBSB t.FOHFUBIVJLFSFOUBOBO LFCBLBSBO
QFOZFMBNBUBOEPLVNFO LFCBLBSBO t.FOHFUBIVJQSPTFT
t.FOHFUBIVJKFOJT LFCBLBSBO
BODBNBOLFCBLBSBO t'BTFTFCFMVNLFCBLBSBO

t6QBZBQFOZFMBNBUBOEJSJ t.FOZFMBNBULBOEJSJ t.FODBSJMPLBTJ


LFUJLBUFSKBEJLFCBLBSBO  VUBNBBEBMBI QFOZFMBNBUBOEJSJZBOH
t#FSMBSJNFOKBVIJTVNCFS NFOZFMBNBULBOKJXB
 UFSEFLBUEBOBNBO
BQJ t-BOHLBIMBOHLBI t6QBZBZBOHEJMBLVLBO
t.FNBOHHJMUFUBOHHB QFOZFMBNBUBOEJSJQBEB TBBULFCBLBSBO
t.FOHIVCVOHJQFNBEBN TBBULFCBLBSBO t.FOHFUBIVJUVKVBO
LFCBLBSBO t.FOFSBQLBOQFSUPMPOHBO QFSUPMPOHBOQFSUBNB
t.FOFSBQLBOQFSUPMPOHBO DFEFSBKBSJOHBOMVOBL t.FOZFMBNBULBOKJXB
MVLBCBLBS t.FOHJEFOUJöLBTJ t.FODFHBIDBDBU
t.FOHJEFOUJöLBTJ QFOHFSUJBODFEFSB t.FNCFSJLBOSBTBOZBNBO
QFOHFSUJBOMVLBCBLBSEBO KBSJOHBOMVOBLEBO t.FOVOKBOHQSPTFT
QFNCBHJBOOZB QFNCBHJBOOZB QFOZFNCVIBO
t.FOHJEFOUJöLBTJMBOHLBI t.FOHJEFOUJöLBTJBMBUEBO t.FOHFUBIVJTFCBCMVLB
MBOHLBIQFSUPMPOHBOMVLB CBIBOQFSUPMPOHBODFEFSB CBLBS
CBLBS KBSJOHBOMVOBL t,MBTJöLBTJMVLBCBLBS
t.FNQSBLUJLLBOMBOHLBI t.FOHJEFOUJöLBTJMBOHLBI
MBOHLBIQFSUPMPOHBO MBOHLBIQFSUPMPOHBO
MVLBCBLBS DFEFSBKBSJOHBOMVOBL
t.FNQSBLUFLLBOMBOHLBI
MBOHLBIQFSUPMPOHBO
DFEFSBKBSJOHBOMVOBL

4.3. Pendekatan Kegiatan Belajar Mengajar


Memberikan pengetahuan kepada siswa mengenai pendidikan Pengurangan
Risiko Bencana mempunyai arti penting, karena siswa adalah sasaran yang
paling utama dalam pendidikan ini. Mendidik siswa dalam Pengurangan Risiko
Bencana memerlukan pendekatan kegiatan belajar mengajar yang mampu
merangsang siswa untuk memahami dan memandang penting pengurangan
risiko bencana kebakaran ini. Di bawah ini beberapa metode yang disarankan
dalam pembelajaran pendidikan Pengurangan Risiko Bencana kebakaran,
yaitu:
1. Gunakan metode yang menyenangkan dan sebisa mungkin menggunakan
media visual (bergambar).
Anak lebih tertarik jika melihat gambar secara langsung dan dapat lebih
fokus memperhatikan penjelasannya, serta lebih lama diingat.

40
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Kebakaran untuk SMA/SMK/MA/MAK

2. Praktekkan!
Pengalaman praktek dapat membekas di ingatan dan bisa langsung
dipahami oleh anak-anak. Kalau hanya sekedar tahu dan tidak
mempraktekkan, mereka bisa lupa.
3. Lakukan pemeriksaan pemahaman!
Untuk mengetahi sejauh mana anak dapat memahami materi yang sudah
disampaikan, maka lakukan cek pemahaman. Caranya dengan menanyakan
langsung materi tersebut atau dengan menggunakan kartu permainan.
kartu permainan ini bisa dibuat sepasang, dengan menunjukkan mana
yang benar atau yang salah.
4. Berikan tugas yang harus dikerjakan di rumah, yang memungkinkan anak
bisa berdiskusi dengan anggota keluarga di rumah. Misal: anak diberi tugas
untuk membuat jalur evakuasi di rumah.
5. Lakukan praktek simulasi berulang-ulang sehingga anak benar-benar
paham dan dapat melakukan penyelamatan diri secara mandiri.
Pembelajaran Pengurangan Risiko Bencana Kebakaran menggunakan
beberapa prinsip yaitu:
• Didasarkan pada potensi, perkembangan dan potensi peserta didik
untuk menguasai kompetensi yang berguna bagi dirinya. Dalam hal
ini peserta didik mendapatkan pelayanan pendidikan yang bermutu
serta memperoleh kesempatan untuk mengekspresikan dirinya secara
bebas, dinamis dan menyenangkan.
• Menerapkan lima pilar belajar yaitu a) belajar untuk beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; b) belajar untuk memahami
dan menghayati; c) belajar untuk mampu melaksanakan dan berbuat
secara efektif; d) belajar untuk hidup bersama dan berguna bagi orang
lain; e) belajar untuk membangun dan menemukan jati diri melalui
proses pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan.
• Memungkin peserta didik mendapat pelayanan yang bersifat perbaikan,
pengayaan, dan/atau percepatan sesuai dengan potensi, tahap
perkembangan, dan kondisi peserta didik dengan tetap memperhatikan
keterpaduan pengembangan pribadi peserta didik yang berdimensi
keTuhanan, keindividuan, dan moral.
• Dilaksanakan dalam suasana hubungan peserta didik dan pendidik
yang saling menerima dan menghargai, akrab, terbuka, dan hangat
dengan prinsip Tut wuri handayani, ing madia mangun karsa, ing ngarsa
sung tulada (di belakang memberikan daya dan kekuatan, di tengah
membangun semangat dan prakarsa, di depan memberikan contoh
dan teladan).
• Dilaksanakan dengan mendayagunakan kondisi alam, sosial dan
budaya serta kekayaan daerah untuk keberhasilan pendidikan dengan
muatan seluruh bahan kajian secara optimal.

41
Materi Pembelajaran Pengurangan Risiko Kebakaran

Di sekolah, guru dapat memberikan latihan kesiapsiagaan bencana


kebakaran kepada siswa sebagai berikut:
1. Persiapan menghadapi kebakaran:
• Pahami gejala-gejala alam seperti: musim kemarau.
• Menempatkan dokumen-dokumen agar aman dari kebakaran
• Tidak bermain dengan benda-benda yang dapat menyebabkan
kebakaran, seperti; korek api/macis, petasan, dan lilin .
• Menyiapkan obat-obatan untuk luka bakar ringan.
• Memadamkan kompor dan aliran listrik di rumah
• Memahami jalur dan tempat evakuasi
• Melakukan koordinasi dengan sesame anggota masyarakat
• Menghubungi pihak-pihak yang berwenang untuk menanggulangi
kebakaran.
2. Simulasi situasi dan kondisi terburuk pada saat kebakaran. Persiapkan
rencana tindak penyelamatan diri berdasarkan kebutuhan untuk situasi
dan kondisi kebakaran.
Selain memberikan latihan kesiapsiagaan bencana, guru juga harus mampu
untuk memberikan latihan untuk meningkatkan kapasitas siswa dalam
Pengurangan Risiko Bencana. Kapasitas merupakan kemampuan dalam
menghadapi bencana pada semua tahapannya termasuk kemampuan untuk
menanggulangi dan bertahan hidup akibat bencana yang terjadi. Penguatan
atau peningkatan kapasitas siswa sangat penting dalam upaya Pengurangan
Risiko Bencana. Peningkatan kapasitas dapat dilakukan dengan memberikan
pelatihan penyelamatan di air, pelatihan P3K, simulasi evakuasi ancaman
kebakaran, dan sebagainya.

42
PENGINTEGRASIAN MATERI PENGURANGAN
RISIKO KEBAKARAN
KE DALAM KURIKULUM TINGKAT
SATUAN PENDIDIKAN MENENGAH ATAS
(SMA/SMK/MA/MAK) BAB V
5.1 Pengintegrasian Materi Pembelajaran Pengurangan Risiko
Kebakaran Ke Dalam Mata Pelajaran
Prinsip pengembangan integrasi materi pembelajaran pengurangan risiko
kebakaran adalah:
1. Tidak menambah mata pelajaran baru.
2. Dikembangkan terintegrasi melalui mata pelajaran.
3. Tidak menambah alokasi waktu yang tersedia.
4. Materi yang dikembangkan kontekstual dan faktual.
5. Tidak merubah struktur kurikulum yang berlaku.
6. Kompetensi Pengarusutamaan Pengurangan Risiko Bencana kebakaran
dapat diintegrasikan atau dirumuskan kedalam indikator atau kegiatan
pembelajaran.
Langkah awal dalam pengintegrasian materi Pengurangan Risiko Kebakaran
adalah melakukan pemetaan materi pembelajaran tentang Pengurangan Risiko
Kebakaran, yang telah dilakukan pada bab sebelumnya. Selanjut dipetakan
mata pelajaran tertentu yang dapat digunakan dalam mengintegrasikan
materi pembelajaran tersebut. Adapun beberapa mata pelajaran yang telah
teridentifikasi adalah Fisika, Biologi, Kimia, Bahasa Indonesia, Sosiologi dan
Pendidikan Jasmani dan Kesehatan.

5.1.1 Analisis Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar


Berikut adalah beberapa Kompetensi Dasar untuk beberapa mata pelajaran di
tingkat satuan pendidikan menengah atas (SMA/MA) yang dapat diintegrasikan
dengan materi Pengurangan Risiko Kebakaran.
Berikut ini adalah Tabel Pemetaan SK KD ke dalam mata pelajaran IPA, IPS,
Bahasa Indonesia dan Pendidikan Jasmani.
Tabel 5.1 Pemetaan SK-SD kedalam mata pelajaran IPA, IPS, Bahasa Indonesia dan Pendidikan jasmani

KELAS MATERI INDIKATOR PERILAKU MATA STANDAR


KOMPETENSI DASAR
PEMBELAJARAN SISWA PELAJARAN KOMPETENSI

X 1. Api t.FOHFUBIVJUFPSJUFSKBEJOZBBQJ Fisika .FOFSBQLBOLPOTFQCFTBSBO .FOHVLVSCFTBSBOöTJLB NBTTB 


a. Pengertian: api, t.FNBIBNJUFPSJQFODFHBIBO fisika dan pengukurannya. QBOKBOH EBOXBLUV
 9

kebakaran, dan titik nyala. t.FOHFUBIVJDBSBQFOZFMBNBUBO .FOFSBQLBOLPOTFQLBMPSEBO .FOHBOBMJTJTQFOHBSVILBMPSUFS
b. Terjadinya Api, terjadi dokumen. prinsip konservasi energi pada IBEBQTVBUV[BU 9

ketika tiga unsur penye- t6QBZBQFOZFMBNBUBOEJSJLFUJLB berbagai perubahan energi. .FOHBOBMJTJTDBSBQFSQJOEBIBO
babnya tersedia, yaitu: terjadi kebakaran. LBMPS 9

Bahan Bakar (Fuel), t#FSMBSJNFOKBVIJTVNCFSBQJ .FOFSBQLBOBTBT#MBDLEBMBN
Oksigen, dan Sumber t.FNBOHHJMUFUBOHHB QFNFDBIBONBTBMBI 9

Panas. t.FOHIVCVOHJQFNBEBN
c. Penyebab terjadinya kebakaran.
panas diantaranya yaitu: t.FOFSBQLBOQFSUPMPOHBOMVLB
konduksi, konveksi, dan bakar.
radiasi. t.FOHJEFOUJöLBTJQFOHFSUJBO
d. Klasifikasi jenis kebakaran: luka bakar dan pembagiannya.
Klas A, B, C, dan D. t.FOHJEFOUJöLBTJMBOHLBI
2. Gas beracun hasil pembaka- langkah pertolongan luka bakar.
ran adalah karbon monoksida, t.FNQSBLUJLLBOMBOHLBIMBOHLBI
karbon dioksida, hidrogen pertolongan luka bakar.
sianida, phosgene (COCl2),
hidrogen klorida.

Kimia .FNBIBNJTJGBUTJGBUTFOZBXB .FOEFTLSJQTJLBOLFLIBTBOBUPN


PSHBOJLBUBTEBTBSHVHVTGVOHTJ karbon dalam membentuk
EBOTFOZBXBNBLSPNPMFLVM TFOZBXBIJESPLBSCPO 9

.FOHHPMPOHLBOTFOZBXB
hidrokarbon berdasarkan
strukturnya dan hubungannya
EFOHBOTJGBUTFOZBXB 9

.FOKFMBTLBOQSPTFTQFNCFOUVLBO
EBOUFLOJLQFNJTBIBOGSBLTJGSBLTJ
minyak bumi serta kegunaannya
 9

.FOKFMBTLBOLFHVOBBOEBO
LPNQPTJTJTFOZBXBIJESPLBSCPO
dalam kehidupan sehari-hari
dalam bidang pangan, sandang,
papan, perdagangan, seni, dan
FTUFUJLB 9

KELAS MATERI INDIKATOR PERILAKU MATA STANDAR
KOMPETENSI DASAR
PEMBELAJARAN SISWA PELAJARAN KOMPETENSI

X 1. Api t.FOHFUBIVJUFPSJUFSKBEJOZBBQJ Bahasa .FNBIBNJTJBSBOBUBVDFSJUB .FOBOHHBQJTJBSBOBUBVJOGPSNBTJ


a. Pengertian: api, t.FNBIBNJUFPSJQFODFHBIBO Indonesia yang disampaikan secara dari media elektronik (berita dan
kebakaran, dan titik nyala. t.FOHFUBIVJDBSBQFOZFMBNBUBO langsung /tidak langsung. nonberita) (X/1).
b. Terjadinya Api, terjadi dokumen.
ketika tiga unsur penye- t6QBZBQFOZFMBNBUBOEJSJLFUJLB .FOHVOHLBQLBOQJLJSBO  .FOEJTLVTJLBONBTBMBI ZBOHEJ
babnya tersedia, yaitu: terjadi kebakaran. perasaan, dan informasi melalui temukan dari berbagai berita,
Bahan Bakar (Fuel), t#FSMBSJNFOKBVIJTVNCFSBQJ kegiatan berkenalan, berdiskusi, artikel, atau buku) (X/1).
Oksigen, dan Sumber t.FNBOHHJMUFUBOHHB dan bercerita. .FODFSJUBLBOCFSCBHBJQFOHBMB
Panas. t.FOHIVCVOHJQFNBEBN man dengan pilihan kata dan
c. Penyebab terjadinya kebakaran. ekspresi yang tepat (X/1).
panas diantaranya yaitu: t.FOFSBQLBOQFSUPMPOHBOMVLB
konduksi, konveksi, dan bakar. .FOHVOHLBQLBOJOGPSNBTJ .FOVMJTHBHBTBOEFOHBONFOH
radiasi. t.FOHJEFOUJöLBTJQFOHFSUJBO dalam berbagai bentuk gunakan pola urutan waktu dan
d. Klasifikasi jenis kebakaran: luka bakar dan pembagiannya. paragraf (naratif, deskriptif, tempat dalam bentuk paragraf
Klas A, B, C, dan D. t.FOHJEFOUJöLBTJMBOHLBI ekspositif ). naratif (X/1).
2. Gas beracun hasil pembaka- langkah pertolongan luka bakar. .FOVMJTIBTJMPCTFSWBTJEBMBN
ran adalah karbon monoksida, t.FNQSBLUJLLBOMBOHLBIMBOHLBI bentuk paragraf deskriptif (X/1).
karbon dioksida, hidrogen pertolongan luka bakar. .FOVMJTHBHBTBOTFDBSBMPHJTEBO
sianida, phosgene (COCl2), sistematis dalam bentuk ragam
hidrogen klorida. paragraf ekspositif (X/1).

.FOHVOHLBQLBOQJLJSBO EBO .FOZJNQVMLBOJTJJOGPSNBTJZBOH


perasaan melalui kegiatan disampaikan melalui tuturan
menulis puisi. langsung (X/2).
.FOZJNQVMLBOJTJJOGPSNBTJZBOH
didengar melalui tuturan tidak
langsung (rekaman atau teks yang
dibacakan) (X/2).
.FNBIBNJJOGPSNBTJNFMBMVJ .FNCFSJLBOLSJUJLUFSIBEBQJOGPS
tuturan. masi dari media cetak dan atau
elektronik (X/2).
.FNCFSJLBOQFSTFUVKVBOEVLVOH
an terhadap artikel yang terdapat
dalam media cetak dan atau
elektronik (X/2).
KELAS MATERI INDIKATOR PERILAKU MATA STANDAR
KOMPETENSI DASAR
PEMBELAJARAN SISWA PELAJARAN KOMPETENSI

X 1. Api t.FOHFUBIVJUFPSJUFSKBEJOZBBQJ Pendidikan .FNQSBLUJLLBOMBUJIBO .FNQSBLUJLLBOMBUJIBO


a. Pengertian: api, t.FNBIBNJUFPSJQFODFHBIBO Jasmani, Olah kebugaran jasmani dan cara kekuatan, kecepatan, daya
kebakaran, dan titik nyala. t.FOHFUBIVJDBSBQFOZFMBNBUBO Raga, dan mengukurnya sesuai dengan tahan dan kelentukan untuk
b. Terjadinya Api, terjadi dokumen. Kesehatan. kebutuhan dan nilai nilai kebugaran jasmani dalam
ketika tiga unsur penye- t6QBZBQFOZFMBNBUBOEJSJLFUJLB yang terkandung di dalamnya. bentuk sederhana serta nilai
babnya tersedia, yaitu: terjadi kebakaran.
tanggungjawab, disiplin,
Bahan Bakar (Fuel), t#FSMBSJNFOKBVIJTVNCFSBQJ
Oksigen, dan Sumber t.FNBOHHJMUFUBOHHB
dan percaya diri (X/1.)
Panas. t.FOHIVCVOHJQFNBEBN .FNQSBLUJLLBOUFTLFCVHBSBO
c. Penyebab terjadinya kebakaran. jasmani serta nilai tanggung
panas diantaranya yaitu: t.FOFSBQLBOQFSUPMPOHBOMVLB jawab, disiplin, dan percaya
konduksi, konveksi, dan bakar. diri (X/1).
radiasi. t.FOHJEFOUJöLBTJQFOHFSUJBO .FNQSBLUJLLBOQFSBXBUBO
d. Klasifikasi jenis kebakaran: luka bakar dan pembagiannya. tubuh agar tetap segar (X/1).
Klas A, B, C, dan D. t.FOHJEFOUJöLBTJMBOHLBI
2. Gas beracun hasil pembaka- langkah pertolongan luka bakar.
ran adalah karbon monoksida, t.FNQSBLUJLLBOMBOHLBIMBOHLBI
karbon dioksida, hidrogen pertolongan luka bakar.
sianida, phosgene (COCl2),
hidrogen klorida.
KELAS MATERI INDIKATOR PERILAKU MATA STANDAR
KOMPETENSI DASAR
PEMBELAJARAN SISWA PELAJARAN KOMPETENSI

XI 3. Tahap kebakaran dalam t.FNBIBNJUFPSJEBOLMBTJöLBTJ Biologi 1. Memahami struktur dan 1.1 Mendeskripsikan komponen
ruangan, yaitu: tahap awal kebakaran. fungsi sel sebagai unit terkecil kimiawi sel, struktur dan fungsi
setelah terjadi penyulutan t.FOHFUBIVJQFOZFCBC kehidupan. sel sebagai unit terkecil
(titik nyala), tahap kebakaran. kehidupan (XI/1).
penyalaan bebas, tahap t.FOHFUBIVJLFSFOUBOBO 3. Menjelaskan struktur dan
api mengecil. kebakaran. fungsi organ manusia dan 3.1 Menjelaskan keterkaitan antara
t.FOHFUBIVJKFOJTBODBNBO hewan tertentu, kelainan / struktur, fungsi, dan proses
4. Mencegah kebakaran kebakaran. penyakit yang mungkin serta kelainan / penyakit yang
akibat Konsleting Listrik di t.FOZFMBNBULBOEJSJ VUBNB terjadi serta implikasinya dapat terjadi pada sistem gerak
Rumah, Kantor, Sekolah, adalah menyelamatkan jiwa). pada Salingtemas. pada manusia (XI/1).
Gedung, dsb. t-BOHLBIMBOHLBI 3.2 Menjelaskan keterkaitan antara
penyelamatan diri pada saat struktur, fungsi, dan proses
5. Peralatan Pencegahan kebakaran. serta kelainan/penyakit yang
Kebakaran, yaitu: APAR / t.FOFSBQLBOQFSUPMPOHBO dapat terjadi pada sistem
Fire Extinguishers / Racun cedera jaringan lunak. peredaran darah (XI/1).
Api, Hydran, Detektor t.FOHJEFOUJöLBTJQFOHFSUJBO 3.4 Menjelaskan keterkaitan
Asap / Smoke Detector, cedera jaringan lunak dan antara struktur, fungsi, dan
Fire Alarm, dan Sprinkler. pembagiannya. proses serta kelainan / penyakit
t.FOHJEFOUJöLBTJBMBUEBO yang dapat terjadi pada sistem
bahan pertolongan cedera pernapasan pada manusia dan
jaringan lunak. hewan (misalnya burung)
t.FOHJEFOUJöLBTJMBOHLBI (XI/2).
langkah pertolongan cedera
jaringan lunak.
t.FNQSBLUJLLBOMBOHLBI
langkah pertolongan cedera
jaringan lunak.
KELAS MATERI INDIKATOR PERILAKU MATA STANDAR
KOMPETENSI DASAR
PEMBELAJARAN SISWA PELAJARAN KOMPETENSI

XII 6. Faktor penyebab keparahan t.FOHFUBIVJUBIBQ 4PTJPMPHJ .FNBIBNJMFNCBHBTPTJBM .FOKFMBTLBOIBLJLBUMFNCBHB


kebakaran. pengembangan api. TPTJBM 9**

7. Data penyebab kebakaran. t.FOHFUBIVJNPEFMSVNBI .FOHLMBTJöLBTJLBOUJQFUJQF
8. Prinsip penanganan bahan aman dari ancaman MFNCBHBTPTJBM 9**

rawan api. kebakaran. .FOEFTLSJQTJLBOQFSBOEBO
9. Jenis media pemadam. t.FOHFUBIVJQSPTFTLFCBLBSBO GVOHTJMFNCBHBTPTJBM 9**

t'BTFTFCFMVNLFCBLBSBO
t.FODBSJMPLBTJQFOZFMBNBUBO
diri yang terdekat dan aman.
t6QBZBZBOHEJMBLVLBOTBBU
kebakaran.
t.FOHFUBIVJUVKVBO
QFSUPMPOHBOQFSUBNB
t.FOZFMBNBULBOKJXB
t.FODFHBIDBDBU
t.FNCFSJLBOSBTBOZBNBO
t.FOVOKBOHQSPTFT
QFOZFNCVIBO
t.FOHFUBIVJTFCBCMVLBCBLBS
t,MBTJöLBTJMVLBCBLBS
KELAS MATERI INDIKATOR PERILAKU MATA STANDAR
KOMPETENSI DASAR
PEMBELAJARAN SISWA PELAJARAN KOMPETENSI

XII Bahasa 1. Memahami informasi dari 1.1 Membedakan antara fakta dan
Indonesia berbagai laporan. opini dari berbagai laporan
lisan(XII/1).
1.2 Mengomentari berbagai
laporan lisan dengan
memberikan kritik dan saran
(XII/1).

Kimia 3. Memahami karakteristik 3.2 Mendeskripsikan


unsur-unsur penting, kecenderungan sifat fisik dan
kegunaan dan bahayanya, kimia unsur utama dan unsur
serta terdapatnya di alam. transisi (titik didih, titik leleh,
kekerasan, warna, kelarutan,
kereaktifan, dan sifat khusus
lainnya) (XII/2).
3.3 Menjelaskan manfaat, dampak
dan proses pembuatan unsur-
unsur dan senyawanya dalam
kehidupan sehari-hari (XII/2).
3.4 Mendeskripsikan unsur-unsur
radioaktif dari segi sifat-sifat
fisik dan sifat-sifat kimia,
kegunaan, dan bahayanya
(XII/2).
Pengintegrasian Pengurangan Risiko Kebakaran
ke dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Menengah Atas (SMA/SMK/MA/MAK)

5.1.2 Penyusunan Silabus Pengurangan Risiko Kebakaran


Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu dan/atau kelompok mata
pelajaran/tema tertentu yang mencakup Standar Kompetensi, Kompetensi
Dasar, materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator
pencapaian kompetensi untuk penilaian, penilaian, alokasi waktu, dan sumber
belajar.
Penyusunan silabus Integrasi SK/KD pada Standar Isi dengan PRB harus
memperhatikan beberapa prinsip sebagai berikut:
1. Ilmiah: keseluruhan materi dan kegiatan yang menjadi muatan dalam
silabus harus benar dan dapat dipertanggungjawabkan secara keilmuan
2. Relevan: Cakupan, kedalaman, tingkat kesukaran dan urutan penyajian
materi dalam silabus sesuai dengan tingkat perkembangan fisik, intelektual,
sosial, emosional, dan spritual peserta didik.
3. Sistematis: Komponen-komponen silabus saling berhubungan secara
fungsional dalam mencapai kompetensi.
4. Konsisten: Adanya hubungan yang konsisten (ajeg, taat asas) antara
Kompetensi Dasar, indikator, materi pokok/ pembelajaran, kegiatan
pembelajaran, sumber belajar, dan sistem penilaian.
5. Memadai: Cakupan indikator, materi pokok/ pembelajaran, kegiatan
pembelajaran, sumber belajar, dan sistem penilaian cukup untuk
menunjang pencapaian Kompetensi Dasar.
6. Aktual dan Kontekstual: Cakupan indikator, materi pokok/ pembelajaran,
kegiatan pembelajaran, sumber belajar, dan sistem penilaian
memperhatikan perkembangan ilmu, teknologi, dan seni mutakhir dalam
kehidupan nyata, dan peristiwa yang terjadi.
7. Fleksibel: Keseluruhan komponen silabus dapat mengakomodasi
keragaman peserta didik, pendidik, serta dinamika perubahan yang terjadi
di sekolah dan tuntutan masyarakat.
8. Menyeluruh: Komponen silabus mencakup keseluruhan ranah kompetensi
(kognitif, afektif, psikomotor).

Silabus mata pelajaran disusun berdasarkan seluruh alokasi waktu yang


disediakan untuk mata pelajaran selama penyelenggaraan pendidikan di
tingkat satuan pendidikan. Penyusunan silabus memperhatikan alokasi waktu
yang disediakan per semester, per tahun, dan alokasi waktu mata pelajaran
lain yang sekelompok.

Implementasi pembelajaran per semester menggunakan penggalan silabus


sesuai dengan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar untuk mata
pelajaran dengan alokasi waktu yang tersedia pada struktur kurikulum.

Silabus terdiri dari beberapa komponen sebagai berikut: Standar Kompetensi,


Kompetensi Dasar, Materi Pokok/Pembelajaran, Kegiatan Pembelajaran,
Indikator, Penilaian, Alokasi Waktu, dan Sumber Belajar. Silabus dikembangkan
melalui mekanisme yang digambarkan pada skema berikut ini,

50
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Kebakaran untuk SMA/SMK/MA/MAK

Materi Pokok /
Kegiatan
Pembelajaran
Pembelajaran

Analisis
SI / SKL / KD - Indikator Alokasi Waktu
SK - KD

Sumber Belajar
Penilaian

Gambar. 5.11 Skema Pengembangan Silabus

Pengembangan Silabus dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:


1. Mengkaji dan Menentukan Standar Kompetensi
Mengkaji standar kompetensi mata pelajaran dengan memperhatikan
hal-hal berikut:
 Urutan berdasarkan hierarki konsep disiplin ilmu dan/atau tingkat
kesulitan materi, tidak harus selalu sesuai dengan urutan yang ada di
SI;
 Keterkaitan antar Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar dalam
mata pelajaran;
 Keterkaitan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar antarmata
pelajaran.
2. Mengkaji dan Menentukan Kompetensi Dasar
Kompetensi Dasar mata pelajaran dikaji dengan memperhatikan hal-hal
berikut:
 Urutan berdasarkan hierarki konsep disiplin ilmu dan/atau tingkat
kesulitan materi, tidak harus selalu sesuai dengan urutan yang ada
dalam SI;
 Keterkaitan antar Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar dalam
mata pelajaran;
 Keterkaitan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar antar mata
pelajaran.
3. Mengidentifikasi Materi Pokok/Pembelajaran
Cara mengidentifikasi materi pokok telah diuraikan pada bagian
sebelumnya.

51
Pengintegrasian Pengurangan Risiko Kebakaran
ke dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Menengah Atas (SMA/SMK/MA/MAK)

4. Mengembangkan Kegiatan Pembelajaran


Untuk mengembangkan kegiatan pembelajaran perlu diperhatikan hal-
hal sebagai berikut:
 Kegiatan pembelajaran harus memuat rangkaian kegiatan yang
harus dilakukan peserta didik secara berurutan untuk mencapai
Kompetensi Dasar.
 Penentuan urutan kegiatan pembelajaran harus sesuai dengan hierarki
konsep materi pembelajaran.
 Rumusan pernyataan dalam kegiatan pembelajaran minimal
mengandung dua unsur penciri yang mencerminkan pengelolaan
pengalaman belajar peserta didik yaitu kegiatan siswa dan materi
pembelajaran.
5. Merumuskan Indikator Pencapaian Kompetensi
Indikator merupakan penanda pencapaian kompetensi dasar yang
ditandai oleh perubahan perilaku yang dapat diukur yang mencakup
sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Indikator digunakan sebagai dasar
untuk menyusun alat penilaian. Indikator dikembangkan sesuai dengan
karakteristik peserta didik, satuan pendidikan, dan potensi daerah.
Pada rumusan indikator dapat diintegrasikan perubahan-perubaan perilaku
yang berhubungan kebencanaan sesuai dengan tuntutan Kompetensi
Dasar. Rumusan Indikator dengan menggunakan kata kerja operasional
yang dapat diukur atau diobservasi. Tingkatan kata kerja dalam indikator
lebih rendah atau setara dengan kata kerja dalam Kompetensi Dasar atau
Standar Kompetensi.

6. Menentukan Jenis Penilaian


Penilaian merupakan serangkaian kegiatan untuk memperoleh,
menganalisis, dan menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar peserta
didik yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan, sehingga
menjadi informasi yang bermakna dalam pengambilan keputusan.
Penilaian dilakukan dengan menggunakan tes dan non tes dalam bentuk
tertulis maupun lisan, pengamatan kinerja, sikap, penilaian hasil karya
berupa proyek atau produk, penggunaan portofolio, dan penilaian diri.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan penilaian:
 Untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik, yang
dilakukan berdasarkan indikator.
 Menggunakan acuan kriteria.
 Menggunakan sistem penilaian berkelanjutan.
 Hasil penilaian dianalisis untuk menentukan tindak lanjut.
 Sesuai dengan pengalaman belajar yang ditempuh dalam kegiatan
pembelajaran.

52
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Kebakaran untuk SMA/SMK/MA/MAK
7. Menentukan Alokasi Waktu
Penentuan alokasi waktu pada setiap Kompetensi Dasar didasarkan pada
jumlah minggu efektif dan alokasi waktu mata pelajaran per minggu dengan
mempertimbangkan jumlah Kompetensi Dasar, keluasan, kedalaman,
tingkat kesulitan, dan tingkat kepentingan Kompetensi Dasar.
Alokasi waktu yang dicantumkan dalam silabus merupakan perkiraan
waktu rerata untuk menguasai Kompetensi Dasar yang dibutuhkan oleh
peserta didik yang beragam.

8. Menentukan Sumber Belajar


Sumber belajar adalah rujukan, objek dan/atau bahan yang digunakan
untuk kegiatan pembelajaran. Sumber belajar dapat berupa media cetak
dan elektronik, nara sumber, serta lingkungan fisik, alam, sosial, dan
budaya.
Penentuan sumber belajar didasarkan pada Standar Kompetensi
dan Kompetensi Dasar serta materi pokok/pembelajaran, kegiatan
pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi.

53
MODEL SILABUS, RPP DAN BAHAN AJAR PRB
Tabel 5.2 Contoh Model Silabus Pengintegrasian Pengurangan Risiko Kebakaran ke dalam mata pelajaran geograpi
SILABUS
Mata Pelajaran : Geografi
/BNB4FLPMBI  4."
Kelas/Jurusan : XII / IPS
Semester : 2 (dua)
Alokasi waktu : 54 x 45 menit
Standar Kompetensi : 1. Menganalisis wilayah dan pewilayahan
Kompetensi Dasar : Menganalisis pola persebaran, spasial, hubungan serta interaksi spasial desa dan kota

ALOKASI
MATERI KEGIATAN SUMBER/
INDIKATOR PENILAIAN WAKTU
PEMBELAJARAN PEMBELAJARAN BAHAN/ALAT
(MENIT)
Potensi Desa Mengidentifikasi potensi desa Secara kelompok, diskusi tentang Jenis tagihan: 12 x 45 tSumber:
Struktur ruang desa kaitannya dengan perkembangan potensi desa kaitannya dengan Tugas individu Bintarto: Geografi
dan kota. desa kota. perkembangan desa kota. Ulangan. Kota(1977),
Yogyakarta,
Mengidentifikasi ciri-ciri struktur Secara kelompok, diskusi tentang Bentuk Tagihan: Fakultas Geografi
ruang desa. ciri-ciri struktur desa. Laporan Universitas Gajah
Uraian berstruktur. Mada.
Mengidentifikasi ciri-ciri struktur Secara kelompok, diskusi tentang t%BMEKPFOJ /
ruang kota. ciri-ciri struktur kota. (1999), Geografi
Kota dan Desa.
Menganalisis model-model teori Secara kelompok, menganalisa Alumni Bandung.
struktur spasial kota. model-model teori struktur spasial
kota. t Sumber/alat:
t(BNCBS DIBSU


Interaksi desa dan kota. Mengidentifikasi faktor-faktor yang Mengidentifikasi faktor-faktor yang Jenis tagihan:
mempengaruhi terjadinya interaksi mempengaruhi terjadinya interaksi Tugas individu
spasial desa - kota. spasial desa - kota. Ulangan.

Menghitung kekuatan interaksi Menghitung kekuatan interaksi Bentuk Tagihan:


antara dua wilayah. antara dua wilayah. Laporan
Uraian berstruktur.
Tabel 5.3 Contoh Model Silabus Pengintegrasian
SILABUS Pengurangan Risiko Kebakaran Kedalam mata pelajaran Fisika
Nama Sekolah : SMA
Mata Pelajaran : Fisika
Kelas/Jurusan : X/-
Semester : 2 (dua)
Standar Kompetensi : 5. Menerapkan konsep kelistrikan dalam berbagai penyelesaian masalah dan berbagai produk teknologi

KOMPETENSI ALOKASI
MATERI POKOK KEGIATAN PEMBELAJARAN INDIKATOR PENILAIAN SUMBER
DASAR WAKTU

Mengidentifikasi Listrik AC dan DC Membuat daftar penggunaan listrik Mengidentifikasi Penugasan, 4 jam. Sumber:
penerapan listrik dalam kehidupan. searah dan bolak-balik serta sumber- penerapan arus tes tertulis. Buku paket Fisika.
AC dan DC dalam nya (batere, generator, dan lain-lain) listrik searah dalam
kehidupan sehari- Penggunaan arus dalam kehidupan sehari-hari di kehidupan sehari- Bahan:
hari. searah dan arus rumah masing-masing (misalnya: hari. Lembar kerja,
bolak balik. lampu, TV, telpon, dan lain-lain) bahan presentasi.
secara individu. Mengidentifikasi
Energi dan daya penerapan arus Alat:
listrik. Mengidentifikasi karakteristik listrik bolak-balik Multimeter,
hambatan seri-paralel pada rangkaian dalam kehidupan Osiloskop,
listrik di rumah tangga. sehari-hari. Media presentasi.

Menghitung energi listrik yang


digunakan di rumah masing-masing
per bulan.
Tabel 5.4 Contoh Model Silabus Pengintegrasian Pengurangan
SILABUS Risiko Kebakaran Kedalam mata pelajaran Kimia
Nama Sekolah : SMA
Mata Pelajaran : KIMIA
Kelas/Semester : X/2
Standar Kompetensi : 4. Memahami sifat-sifat senyawa organik atas dasar gugus fungsi dan senyawa makromolekul.
Alokasi Waktu : 20 jam (untuk UH 3 jam

KOMPETENSI ALOKASI
MATERI POKOK KEGIATAN PEMBELAJARAN INDIKATOR PENILAIAN SUMBER
DASAR WAKTU

4.2 Menggolongkan Alkana, alkena dan Dengan menggunakan molymood Mengelompokkan Jenis tagihan : 7 jam. Sumber :
senyawa alkuna. (dapat diganti dengan molymood senyawa hidrokarbon - Tugas Buku kimia.
hidrokarbon buatan) mendiskusikan jenis ikatan berdasarkan kelompok.
berdasarkan Sifat fisik alkana, pada atom karbon pada senyawa kejenuhan ikatan. - Kuis. Bahan :
strukturnya dan alkena dan alkuna. alkana, alkena dan alkuna. - Ulangan. Lembar kerja,
hubungannya Memberi nama - Bentuk molymood.
dengan sifat Isomer. Latihan tatanama. senyawa alkana, instrumen.
senyawa. alkena dan alkuna. - Tes tertulis.
Reaksi senyawa Menganalisa data titik didih dan titik
karbon. leleh senyawa karbon dalam diskusi Menyimpulkan
kelompok. hubungan titik didih
senyawa hidrokarbon
Dengan menggunakan molymood dengan massa
menentukan isomer senyawa molekul relatifnya
hidrokarbon melalui diskusi kelompok. dan strukturnya.

Merumuskan reaksi sederhana Menentukan isomer 2 jam.


senyawa alkana, alkena dan alkuna struktur (kerangka,
dalam diskusi kelas. posisi, fungsi) atau
isomer geometri
(cis, trans).

Menuliskan reaksi
sederhana pada
senyawa alkana,
alkena, dan alkuna
(reaksi oksidasi, reaksi
adisi, reaksi substitusi,
dan reaksi eliminasi.
KOMPETENSI ALOKASI
MATERI POKOK KEGIATAN PEMBELAJARAN INDIKATOR PENILAIAN SUMBER
DASAR WAKTU

4.3 Menjelaskan Minyak bumi. Dalam kerja kelompok membahas Mendeskripsikan Jenis tagihan : 4 jam. Sumber :
proses tentang eksplorasi minyak bumi, proses pembentukan - Tugas Buku kimia.
pembentukan fraksi minyak bumi, mutu bensin, minyak bumi dan gas kelompok. Internet.
dan teknik petrokimia dan dampak hasil alam. - Kuis.
pemisahan pembakaran bahan bakar. - Ulangan. Bahan :
fraksi-fraksi Menjelaskan Lembar kerja,
minyak bumi Fraksi minyak bumi. Presentasi hasil kerja kelompok. komponen-komponen Bentuk LCD, komputer.
serta utama penyusun instrumen :
kegunaannya. minyak bumi. - Tes tertulis.
- Laporan
Mutu bensin. Menafsirkan bagan tertulis
penyulingan bertingkat (makalah).
untuk menjelaskan
Dampak dasar dan teknik
pembakaran pemisahan fraksi-fraksi
bahan bakar. minyak bumi.

Membedakan kualitas
bensin berdasarkan
bilangan oktannya.

Menganalisis dampak
pembakaran bahan
bakar terhadap
lingkungan.
KOMPETENSI ALOKASI
MATERI POKOK KEGIATAN PEMBELAJARAN INDIKATOR PENILAIAN SUMBER
DASAR WAKTU

4.4 Menjelaskan Senyawa hidro- Diskusi dalam kerja kelompok untuk Mendeskripsikan Jenis tagihan : 2 jam. Sumber :
kegunaan dan karbon dalam mengidentifikasi kegunaan senyawa kegunaan dan - Tugas - Buku kimia.
komposisi kehidupan hidrokarbon dalam bidang pangan, komposisi senyawa kelompok. - Internet.
senyawa sehari-hari. sandang , papan dan dalam bidang hidrokarbon dalam - Kuis.
hidrokarbon seni dan estetika (untuk daerah- bidang pangan. - Ulangan. Bahan:
dalam daerah penghasil minyak bumi atau - Lembar kerja.
kehidupan yang memiliki industri petrokimia Mendeskripsikan Bentuk - LCD.
sehari-hari bisa diangkat sebagai bahan diskusi. kegunaan dan instrumen : - Komputer.
dalam bidang komposisi senyawa - Tes tertulis.
pangan, hidrokarbon dalam - Laporan
sandang, papan, bidang sandang dan tertulis.
perdagangan, papan.
seni, dan
estetika. Mendeskripsikan
kegunaan dan
komposisi senyawa
hidrokarbon dalam
bidang seni dan
estetika.
Tabel 5.5 Contoh Model Silabus Pengintegrasian Pengurangan
SILABUS Risiko Kebakaran Kedalam mata pelajaran Sosiologi
Mata Pelajaran : Sosiologi
Kelas / Program : XII / Ilmu Sosial
Semester : 1(Satu)
Standar Kompetensi : Memahami lembaga sosial

PENILAIAN SUMBER/
KOMPETENSI MATERI KEGIATAN ALOKASI
NO INDIKATOR METODE BAHAN/
DASAR POKOK PEMBELAJARAN WAKTU
Metode Bentuk ALAT

1.1 Menjelaskan  Menjelaskan t-FNCBHBTPTJBM  Menggali informasi melalui Informasi. Non tes. Resume. 2 jam. Sumber :
hakekat pengertian data kepustakaan atau t4PTJPMPHJ 
lembaga lembaga sosial. media massa tentang Horton dan
sosial. lembaga sosial. Hull, Erlangga,
1999
t4PTJPMPHJ
1.2 Mengklasifikasi  Mengidentifi- t5JQFUJQF  Melakukan pengamatan Observasi. Non tes. -BQPSBO 2 jam. ,FMBT9 5JN
tipe-tipe kasi tipe-tipe lembaga sosial. pada lembaga sosial sosiologi,
lembaga sosial. lembaga sosial. (sekolah, koperasi sekolah). Yudhistira
t,PNQBTDPN
t-JQVUBODPN

1.3 Mendeskripsikan  Menjelaskan t-FNCBHB  Menemukan peran dan Diskusi. 5FT 5FTUFSUVMJT 6 jam.
peran dan fungsi peran dan keluarga. fungsi lembaga keluarga dan
lembaga sosial. fungsi lembaga melalui hasil pengamatan Non tes. -BQPSBO 2 jam.
keluarga. dan diskusi.
Pengintegrasian Pengurangan Risiko Kebakaran
ke dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Menengah Atas (SMA/SMK/MA/MAK)

5.1.3 Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pengajaran


RPP (Rencana pelaksanaan Pembelajaran) adalah rencana yang
menggambarkan prosedur dan pengorganisasian pembelajaran untuk
mencapai satu Kompetensi Dasar yang ditetapkan dalam Standar Isi dan
telah dijabarkan dalam silabus. Lingkup Rencana Pembelajaran paling luas
mencakup 1 (satu) Kompetensi Dasar yang terdiri atas 1 (satu) atau beberapa
indikator untuk 1 (satu) kali pertemuan atau lebih.
Setiap RPP minimal harus mencakup komponen berikut ini;
1. Tujuan Pembelajaran
2. Materi Pembelajaran
3. Metode Pembelajaran
4. Sumber Belajar
5. Penilaian Hasil Belajar

Rumusan Materi Pembelajaran, Kegiatan Pembelajaran, dan Indikator


pada silabus yang sudah mengintegrasikan materi tentang bencana dan
kesiapsiagaan bencana selanjutnya diikuti oleh rumusan Indikator, Tujuan
Pembelajaran, Materi Ajar, dan Langkah Pembelajaran di Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran yang juga memperlihatkan pengintegrasian materi tentang
bencana dan kesiapsiagaan bencana.

Langkah-langkah menyusun RPP sebagai berikut:


1. Mengisi kolom identitas.
2. Menentukan alokasi waktu yang dibutuhkan untuk pertemuan yang telah
ditetapkan.
3. Menentukan SK, KD, dan Indikator yang akan digunakan ( terdapat pada
silabus yang telah disusun).
4. Merumuskan tujuan pembelajaran berdasarkan SK, KD, dan Indikator yang
telah ditentukan. (Lebih rinci dari KD dan Indikator, pada saat-saat tertentu
rumusan indikator sama dengan tujuan pembelajaran, karena indikator
sudah sangat rinci sehingga tidak dapat dijabarkan lagi.)
5. Mengidentifikasi materi ajar berdasarkan materi pokok/ pembelajaran
yang terdapat dalam silabus. Materi ajar merupakan uraian dari materi
pokok/pembelajaran.
6. Menentukan metode pembelajaran yang akan digunakan.
7. Merumuskan langkah-langkah pembelajaran yang terdiri dari kegiatan
awal, inti, dan akhir.
8. Menentukan alat/bahan/ sumber belajar yang digunakan.
9. Menyusun kriteria penilaian, lembar pengamatan, contoh soal, teknik
penskoran, dll.

60
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Kebakaran untuk SMA/SMK/MA/MAK
Kotak 5.1.1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

Nama Sekolah : SMA


Mata Pelajaran : Geografi
Kelas/Jurusan : XII /IPS
Semester : 2 (dua)
Alokasi Waktu : 3 x 45 menit
Standar Kompetensi : Menganalisis wilayah dan pewilayahan
Kompetensi Dasar : Menganalisis pola persebaran, spasial, hubungan
serta interaksi spasial desa dan kota
Indikator : Struktur ruang kota

TUJUAN PEMBELAJARAN (INDIKATOR)


1. Menjelaskan struktur wilayah kota
2. Menjelaskan sebaran pemukiman di kota
3. Mejelaskan ciri-ciri kota
4. Mempraktikkan penanggulangan kebakaran di kota

MATERI POKOK
1. Struktur wilayah kota
2. Sebaran pemukiman di kota
 daerah pusat
 daerah penyangga
 daerah luar
3. Ciri-ciri kota
 Kepadatan penduduk tinggi
 Pusat keramaian
 Fasilitas umum lengkap
4. Bahaya kebakaran di kota

METODE DAN PENDEKATAN


1. Metode : informasi, diskusi, demonstrasi (simulasi)
2. Pendekatan : pendekatan proses melalui CTL ( Contectstual Learning )

61
Pengintegrasian Pengurangan Risiko Kebakaran
ke dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Menengah Atas (SMA/SMK/MA/MAK)

KEGIATAN BELAJAR

PERTEMUAN 1
1. Pendahuluan ( persiapan)
 Melakukan doa bersama untuk memperkuat mental spiritual dalam
pendekatan kepada Yang Maha Kuasa agar dimudahkan dalam belajar.
 Mengabsen dan mengingatkan agar senantiasa selalu belajar untuk
kepentingan diri dan masyarakat sekitar.
 Bertanya jawab secara sederhana tentang keberadaan rumah masing-
masing pesera didik dan memberikan tanggapan terhadap penjelasan
tersebut.
2. Kegiatan Inti ( kegiatan pokok )
 Menjelaskan secara singkat disertai tanya jawab tentang struktur dan
sebaran pemukiman wilayah kota.
 Membentuk kelompok peserta didik yang terdiri dari 4 siswa setiap
kelompok.
 Membagikan tema diskusi kepada masing-masing kelompok tentang ciri-
ciri kota dan dampak negatif kepadatan penduduk serta risiko kebakaran.
 Setelah diskusi kelompok masing-masing kelompok mempresentasikan
hasil diskusi kelompoknya dan kelompok lain menanggapi.
 Guru bersama siswa menyimpulkan dari materi yang dibahas.

3. Penutup ( kegiatan akhir )


 Guru meminta salah satu siswa untuk menggapi proses belajar yang sudah
dilakukan.
 Guru menekankan pentingnya perlindungan anggota keluarga terutama
dari bahaya kebakaran yang dapat meminta korban harta benda bahkan
jiwa.
 Guru mengajak doa bersama agar senantiasa selalu siap sedia mencegah
musibah kebakaran sebaga imana sering terjadi.
 Guru menutup pelajaran dan mengingatkan penyiapan tugas untuk
pertemuan berikutnya dalam bentuk demontrasi (simulai) mengatasi
kebakaran.

PERTEMUAN 2
1. Pendahuluan ( persiapan)
 Melakukan doa bersama untuk memperkuat mental spiritual dalam
pendekatan kepada Yang Maha Kuasa agar dimudahkan dalam belajar.
 Mengabsen dan mengingatkan agar senantiasa selalu belajar untuk
kepentingan diri dan masyarakat sekitar.
 Bertanya jawab secara sederhana tentang bentuk perlindungan yang ada di
rumah masing-masing pesera didik dan memberikan tanggapan terhadap
penjelasan tersebut.

2. Kegiatan Inti ( kegiatan pokok )


 Menjelaskan secara singkat tentang tugas umum yang harus dilakukan
oleh peserta didik dalam materi upaya pencegahan, mengatasi saat terjadi
dan pasca kebakaran.

62
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Kebakaran untuk SMA/SMK/MA/MAK

 Membentuk kelompok peserta didik yang terdiri dari 4 siswa setiap


kelompok.
 Membagikan tugas khusus kepada masing-masing kelompok yang akan
melakukan demonstrasi (simulasi) penanganan kebakaran rumah.
 Mendiskusikan hal-hal yang belum dimengerti oleh siswa tentang
pelaksanaan demonstrasi penanganan kebakaran rumah.
 Menyiapkan alat-alat yang akan digunakan untuk mengatsi saat terjadi
kebakaran secara sedrhana dan modern.
 Siswa membuat kesimpulan dari hasil pengamatan dan demonstrasi
tentang kebakaran.

3. Penutup ( kegiatan akhir )


 Guru meminta salah satu siswa untuk menggapi proses belajar yang sudah
dilakukan.
 Guru menekankan pentingnya perlindungan anggota keluarga terutama
dari bahaya kebakaran yang dapat meminta korban harta benda bahkan
jiwa.
 Guru mengajak doa bersama agar senantiasa selalu siap sedia mencegah
musibah kebakaran sebagaimana sering terjadi.
 Guru menutup pelajaran dan mengingatkan penyiapan tugas untuk
pertemuan berikutnya dalam bentuk laporan tentang proses penanganan
kebakaran rumah dan manfaat melakukan pencegahan kebakaran.

SUMBER BELAJAR

1.. Bintarto: Geografi Kota(1977), Yogyakarta, Fakultas Geografi Universitas Gajah
Mada
2 . . Daldjoeni, N.(1999), Geografi Kota dan Desa. Alumni. Bandung
3
. Modul kebakaran
4
. Media massa
PENILAIAN
1 . . Proses : Penilaian proses dilakukan pada saat proses pembelajaran dengan car
mengamati sikap dan perilaku siswa. Penilaian proses dapat pula dilakukan dalam
bentuk ceklis atau kuesioner serta wawancara
2
. Hasil
Jenis : Tes dan non tes
Bentuk : Tes uraian
Laporan tentang ulasan hasil pengamatan mengenai cara mengatasi saat
kebakaran dan pasca kebakaran secara individual. Laporan dikumpulkan seminggu
setelah pemberian tugas (pertemuan berikutnya).

Jakarta,

Kepala Sekolah Guru Mata Pelajaran,

63
Pengintegrasian Pengurangan Risiko Kebakaran
ke dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Menengah Atas (SMA/SMK/MA/MAK)

Kotak 5.2.1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

Nama Sekolah : SMA


Mata Pelajaran : Fisika
Kelas/Jurusan : X/-
Semester : 2 (dua)
Alokasi Waktu : 3 x 45 menit
Standar Kompetensi : Menerapkan konsep kelistrikan dalam berbagai
penyelesaian masalah dan berbagai produk teknologi.
Kompetensi Dasar : Mengidentifikasi penerapan listrik AC dan DC dalam
kehidupan sehari-hari.
Indikator : Mengidentifikasi penerapan arus listrik bolak-balik
dalam kehidupan sehari-hari.

TUJUAN PEMBELAJARAN
Mengidentifikasi alat-alat rumah tangga yang berarus AC.

Menjelaskan bahaya hubungan pendek pada listrik arus AC.

Mempraktikkan penanggulangan kebakaran akibat hubungan pendek.

MATERI POKOK
Alat-alat rumah tangga yang menggunakan arus listrik AC.

Proses dan cara mencegah hubungan pendek pada arus listrik AC.

Pencegahan dan penganggulangan kebakaran.

METODE DAN PENDEKATAN

Metode : informasi, diskusi, demonstrasi (simulasi)


Pendekatan : pendekatan proses melalui CTL ( Contectstual Learning )

KEGIATAN BELAJAR

PERTEMUAN 1
1. Pendahuluan ( persiapan)
 Melakukan doa bersama untuk memperkuat mental spiritual dalam
pendekatan kepada Yang Maha Kuasa agar dimudahkan dalam belajar
 Mengabsen dan mengingatkan agar senantiasa selalu belajar untuk
kepentingan diri dan masyarakat sekitar.
 Bertanya jawab secara sederhana tentang keberadaan rumah masing-
masing pesera didik dan memberikan tanggapan terhadap penjelasan
tersebut.

64
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Kebakaran untuk SMA/SMK/MA/MAK

2. Kegiatan Inti ( kegiatan pokok )


 Menjelaskan secara singkat disertai tanya jawab tentang arus Ac dan alat-
alat yang menggunakan arus AC.
 Membentuk kelompok peserta didik yang terdiri dari 4 siswa setiap
kelompok.
 Membagikan tema diskusi kepada masing-masing kelompok tentang
terjadinya hubungan pendek (korsleting) pada arus Ac dan risiko
kebakaran.
 Setelah diskusi kelompok masing-masing kelompok mempresentasikan
hasil diskusi kelompoknya dan kelompok lain menanggapi.
 Guru bersama siswa menyimpulkan dari materi yang dibahas.

3. Penutup ( kegiatan akhir )


 Guru meminta salah satu siswa untuk menggapi proses belajar yang sudah
dilakukan.
 Guru menekankan pentingnya perlindungan anggota keluarga terutama
dari bahaya kebakaran yang dapat meminta korban harta benda bahkan
jiwa.
 Guru mengajak doa bersama agar senantiasa selalu siap sedia mencegah
musibah kebakaran sebagaimana sering terjadi.
 Guru menutup pelajaran dan mengingatkan penyiapan tugas untuk
pertemuan berikutnya dalam bentuk demontrasi (simulai) mengatasi
kebakaran.
PERTEMUAN 2
1. Pendahuluan ( persiapan)
 Melakukan doa bersama untuk memperkuat mental spiritual dalam
pendekatan kepada Yang Maha Kuasa agar dimudahkan dalam belajar.
 Mengabsen dan mengingatkan agar senantiasa selalu belajar untuk
kepentingan diri dan masyarakat sekitar.
 Bertanya jawab secara sederhana tentang bentuk perlindungan yang ada di
rumah masing-masing pesera didik dan memberikan tanggapan terhadap
penjelasan tersebut.

2. Kegiatan Inti ( kegiatan pokok )


 Menjelaskan secara singkat tentang tugas umum yang harus dilakukan oleh
peserta didik dalam materi upaya pencegahan, mengatasi saat terjadi dan
pasca kebakaran.
 Membentuk kelompok peserta didik yang terdiri dari 4 siswa setiap
kelompok.
 Membagikan tugas khusus kepada masing-masing kelompok yang akan
melakukan demonstrasi (simulasi) penanganan kebakaran rumah.
 Mendiskusikan hal-hal yang belum dimengerti oleh siswa tentang
pelaksanaan demonstrasi penanganan kebakaran rumah.
 Menyiapkan alat-alat yang akan digunakan untuk mengatasi saat terjadi
kebakaran secara sederhana dan modern.
 Siswa membuat kesimpulan dari hasil pengamatan dan demonstrasi tentang
kebakaran.

65
Pengintegrasian Pengurangan Risiko Kebakaran
ke dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Menengah Atas (SMA/SMK/MA/MAK)

3. Penutup ( kegiatan akhir )


 Guru meminta salah satu siswa untuk menggapi proses belajar yang sudah
dilakukan.
 Guru menekankan pentingnya perlindungan anggota keluarga terutama
dari bahaya kebakaran yang dapat meminta korban harta benda bahkan
jiwa.
 Guru mengajak doa bersama agar senantiasa selalu siap sedia mencegah
musibah kebakaran sebagaimana sering terjadi.
 Guru menutup pelajaran dan mengingatkan penyiapan tugas untuk
pertemuan berikutnya dalam bentuk laporan tentang proses penanganan
kebakaran rumah dan manfaat melakukan pencegahan kebakaran.

SUMBER BELAJAR
1. Buku Fisika kelas X
2. Modul kebakaran
3. Media massa
PENILAIAN
1
. Proses : Penilaian proses dilakukan pada saat proses pembelajaran dengan car
mengamati sikap dan perilaku siswa. Penilaian proses dapat pula dilakukan dalam
bentuk ceklis atau kuesioner serta wawancara
2
. Hasil
Jenis : Tes dan non tes
Bentuk : Tes uraian
Laporan tentang ulasan hasil pengamatan mengenai cara mengatasi saat kebakaran
dan pasca kebakaran secara individual. Laporan dikumpulkan seminggu setelah
pemberian tugas (pertemuan berikutnya).

Jakarta,

Kepala Sekolah Guru Mata Pelajaran,

66
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Kebakaran untuk SMA/SMK/MA/MAK

Kotak 5.3.1 Rencana Pengajaran Dan Penilaian

Nama Sekolah : SMA


Mata Pelajaran : KIMIA
Kelas/Semester : X/2
Standar Kompetensi : Memahami sifat-sifat senyawa organik atas dasar
gugus fungsi dan senyawa makromolekul.
Kompetensi Dasar : Menjelaskan proses pembentukan dan teknik pemisahan
fraksi-fraksi minyak bumi serta kegunaannya.
Indikator : Menganalisis dampak pembakaran bahan bakar
terhadap lingkungan.
Alokasi Waktu : 2 jp

TUJUAN PEMBELAJARAN (INDIKATOR)


1. Menjelaskan dampak pembakaran terhadap lingkungan.
2. Menjelaskan upaya menanggulangi kebakaran.

MATERI POKOK
1. Dampak pembakaran pada lingkungan.
2. Efek rumah kaca.
3. Merusak pernafasan.
4. Penanggulangan kebakaran.
METODE DAN PENDEKATAN

Metode : informasi, diskusi, demonstrasi (simulasi).


Pendekatan : pendekatan proses melalui CTL ( Contectstual Learning ).

KEGIATAN BELAJAR
PERTEMUAN 4
1. Pendahuluan ( persiapan)
 Melakukan doa bersama untuk memperkuat mental spiritual dalam
pendekatan kepada Yang Maha Kuasa agar dimudahkan dalam belajar.
 Mengabsen dan mengingatkan agar senantiasa selalu belajar untuk
kepentingan diri dan masyarakat sekitar.
 Bertanya jawab secara sederhana tentang bentuk perlindungan yang ada di
rumah masing-masing pesera didik dan memberikan tanggapan terhadap
penjelasan tersebut.

67
Pengintegrasian Pengurangan Risiko Kebakaran
ke dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Menengah Atas (SMA/SMK/MA/MAK)

2. Kegiatan Inti ( kegiatan pokok )


 Menjelaskan secara singkat disertai tanya jawab tentang dampak pembakaran
terhadap lingkungan.

3. Kegiatan Inti ( kegiatan pokok )


 Menjelaskan secara singkat tentang tugas umum yang harus dilakukan oleh
peserta didik dalam materi upaya pencegahan, mengatasi saat terjadi dan
pasca kebakaran.
 Membentuk kelompok peserta didik yang terdiri dari 4 siswa setiap kelompok.
 Membagikan tugas khusus kepada masing-masing kelompok yang akan
melakukan demonstrasi (simulasi) penanganan kebakaran rumah.
 Mendiskusikan hal-hal yang belum dimengerti oleh siswa tentang pelaksanaan
demonstrasi penanganan kebakaran rumah.
 Menyiapkan alat-alat yang akan digunakan untuk mengatsi saat terjadi
kebakaran secara sederhana dan modern.
 Siswa membuat kesimpulan dari hasil pengamatan dan demonstrasi tentang
kebakaran.

4. Penutup ( kegiatan akhir )


 Guru meminta salah satu siswa untuk menanggapi proses belajar yang sudah
dilakukan.
 Guru menekankan pentingnya perlindungan anggota keluarga terutama dari
bahaya kebakaran yang dapat meminta korban harta benda bahkan jiwa.
 Guru mengajak doa bersama agar senantiasa selalu siap sedia mencegah
musibah kebakaran sebagaimana sering terjadi.
 Guru menutup pelajaran dan mengingatkan penyiapan tugas untuk pertemuan
berikutnya dalam bentuk laporan tentang proses penanganan kebakaran
rumah dan manfaat melakukan pencegahan kebakaran.
SUMBER BELAJAR
1. Buku kimia.
2. Modul kebakaran.
PENILAIAN
1. Proses : Penilaian proses dilakukan pada saat proses pembelajaran dengan car
mengamati sikap dan perilaku siswa. Penilaian proses dapat pula dilakukan dalam
bentuk ceklis atau kuesioner serta wawancara

68
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Kebakaran untuk SMA/SMK/MA/MAK

2. Hasil
Jenis : Tes dan non tes
Bentuk : Tes uraian
Laporan tentang ulasan hasil pengamatan mengenai cara mengatasi saat kebakaran
dan pasca kebakaran secara individual. Laporan dikumpulkan seminggu setelah
pemberian tugas (pertemuan berikutnya).

Jakarta,

Kepala Sekolah Guru Mata Pelajaran,

Kotak 5.4.1 Rencana Pengajaran Dan Penilaian

SATUAN PENDIDIKAN : SMA


MATA PELAJARAN : SOSIOLOGI
KELAS / SEMESTER : XII / IPS
STANDAR KOMPETENSI : Memahami lembaga sosial
KOMPETENSI DASAR : Mendeskripsikan peran dan fungsi lembaga sosial
INDIKATOR : Menjelaskan peran dan fungsi proteksi dalam keluarga
ALOKASI WAKTU : 4 jp

A. TUJUAN PEMBELAJARAN (INDIKATOR)


1. Menjelaskan peran keluarga dalam melakukan proteksi.
2. Menjelaskan fungsi proteksi dalam keluarga.
3. Memberi contoh bentuk proteksi dalam keluarga.

B. MATERI POKOK
1. Peran anggota keluarga dalam proteksi.
 Menjalankan kewajiban sebagai anggota keluarga.
Peran anggota keluarga terdiri atas :
- Peran ayah sebagai kepala keluarga.
- Peran ibi sebagai anggota keluarga.
- Peran anak sebagai anggota keluarga.
 Memberikan perlindungan anggota keluarga .
- Perlindungan dari dalam keluarga.
- Perlindungan dari luar keluarga.

69
Pengintegrasian Pengurangan Risiko Kebakaran
ke dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Menengah Atas (SMA/SMK/MA/MAK)

2. Proteksi merupakan fungsi keluarga dalam melindungi anggotanya. Perlindungan


tersebut dalam bentuk:
 Perlindungan secara fisik.
- Pemberian tempat perlindungan (rumah) yang aman.
- Pencegahan terjadinya bencana (kebakaran).
 Perlindungan secara mental spiritual.
- Perlindungan perkembangan mental spiritual anggota keluarga.
- Pencegahan pengaruh buruk pada perkembangan mental spiritual.

C. METODE DAN PENDEKATAN


1. Metode : informasi, diskusi, demonstrasi (simulasi)
2. Pendekatan : pendekatan proses melalui CTL ( Contectstual Learning )

D. KEGIATAN BELAJAR
PERTEMUAN 1
1. Pendahuluan ( persiapan)
 Melakukan doa bersama untuk memperkuat mental spiritual dalam
pendekatan kepada Yang Maha Kuasa agar dimudahkan dalam belajar.
 Mengabsen dan mengingatkan agar senantiasa selalu belajar untuk
kepentingan diri dan masyarakat sekitar.
 Bertanya jawab secara sederhana tentang bentuk perlindungan yang
ada di rumah masing-masing pesera didik dan memberikan tanggapan
terhadap penjelasan tersebut.

2. Kegiatan Inti ( kegiatan pokok )


 Menjelaskan secara singkat disertai tanya jawab tentang peran keluarga
dalam melindungi anggotanya.
 Membentuk kelompok peserta didik yang terdiri dari 4 siswa setiap
kelompok.
 Membagikan tema diskusi kepada masing-masing kelompok tentang
upaya sebelum, saat terjadi, dan pasca kebakaran.
 Setelah diskusi kelompok masing-masing kelompok mempresentasikan
hasil diskusi kelompoknya dan kelompok lain menanggapi.
 Guru bersama siswa menyimpulkan dari materi yang dibahas.
3. Penutup ( kegiatan akhir )
 Guru meminta salah satu siswa untuk menanggapi proses belajar yang
sudah dilakukan.
 Guru menekankan pentingnya perlindungan anggota keluarga terutama
dari bahaya kebakaran yang dapat meminta korban harta benda bahkan
jiwa.
 Guru mengajak doa bersama agar senantiasa selalu siap sedia mencegah
musibah kebakaran sebagaimana sering terjadi.

70
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Kebakaran untuk SMA/SMK/MA/MAK

 Guru menutup pelajaran dan mengingatkan penyiapan tugas untuk


pertemuan berikutnya dalam bentuk demontrasi (simulasi)
mengatasi kebakaran.

PERTEMUAN 2
1. Pendahuluan ( persiapan)
 Melakukan doa bersama untuk memperkuat mental spiritual dalam
pendekatan kepada Yang Maha Kuasa agar dimudahkan dalam belajar.
 Mengabsen dan mengingatkan agar senantiasa selalu belajar untuk
kepentingan diri dan masyarakat sekitar.
 Bertanya jawab secara sederhana tentang bentuk perlindungan yang ada di
rumah masing-masing pesera didik dan memberikan
tanggapan terhadap penjelasan tersebut.

2. Kegiatan Inti ( kegiatan pokok )


 Menjelaskan secara singkat tentang tugas umum yang harus dilakukan oleh
peserta didik dalam materi upaya pencegahan, mengatasi saat terjadi dan
pasca kebakaran.
 Membentuk kelompok peserta didik yang terdiri dari 4 siswa setiap
kelompok.
 Membagikan tugas khusus kepada masing-masing kelompok yang akan
melakukan demonstrasi (simulasi) penanganan kebakaran rumah.
 Mendiskusikan hal-hal yang belum dimengerti oleh siswa tentang
pelaksanaan demonstrasi penanganan kebakaran rumah.
 Menyiapkan alat-alat yang akan digunakan untuk mengatasi saat terjadi
kebakaran secara sederhana dan modern.
 Siswa membuat kesimpulan dari hasil pengamatan dan demonstrasi tentang
kebakaran.

3. Penutup ( kegiatan akhir )


 Guru meminta salah satu siswa untuk menggapi proses belajar yang sudah
dilakukan.
 Guru menekankan pentingnya perlindungan anggota keluarga terutama
dari bahaya kebakaran yang dapat meminta korban harta benda bahkan
jiwa.
 Guru mengajak doa bersama agar senantiasa selalu siap sedia mencegah
musibah kebakaran sebagaimana sering terjadi.
 Guru menutup pelajaran dan mengingatkan penyiapan tugas untuk
pertemuan berikutnya dalam bentuk laporan tentang proses penanganan
kebakaran rumah dan manfaat melakukan pencegahan kebakaran.

71
Pengintegrasian Pengurangan Risiko Kebakaran
ke dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Menengah Atas (SMA/SMK/MA/MAK)

E. SUMBER BELAJAR
1. Sosiologi 1, Horton dan Hull, Erlangga, 1999
2. Sosiologi suatu pengantar, Kamanto S, FEUI, 2000
3. Modul kebakaran
4. www.kompas-cybermedia.com
5. www.liputan6.com

F. PENILAIAN
1. Proses: Penilaian proses dilakukan pada saat proses pembelajaran dengan car
mengamati sikap dan perilaku siswa. Penilaian proses dapat pula dilakukan dalam
bentuk ceklis atau kuesioner serta wawancara
2. Hasil
Jenis : Non tes
Bentuk : Laporan tentang ulasan hasil pengamatan mengenai cara mengatasi
saat kebakaran dan pasca kebakaran secara individual. Laporan dikumpulkan
seminggu setelah pemberian tugas (pertemuan berikutnya).

Jakarta,

Kepala Sekolah Guru Mata Pelajaran,

Kotak 5.5.1 Contoh Bahan Ajar Sosiologi

Setelah mempelajari bab ini diharapkan peserta didik mampu:


1. Menjelaskan peran keluarga dalam melakukan proteksi.
2. Menjelaskan fungsi proteksi dalam keluarga.
3. Memberi contoh bentuk proteksi dalam keluarga.

PENTINGNYA PROTEKSI TERHADAP KEBAKARAN

Proteksi kebakaran adalah ilmu mengurangi korban jiwa dan harta dengan mencegah
atau menanggulangi kebakaran. Era Proteksi kebakaran modern di Indonesia ditandai
dengan terbitnya Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 3 Tahun 1975 tentang Ketentuan
Penanggulangan Bahaya Kebakaran dalam Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
Gubernur Ali Sadikin ketika itu menyadari pentingnya peraturan kebakaran bagi Jakarta
yang pada tahun 1970-an mulai membangun gedung-gedung tinggi, sementara
institusi kota belum mampu memproteksi gedung tinggi dari bahaya kebakaran.
Para ahli teknik dan birokrat juga belum memahami tentang aplikasi yang benar
dari persyaratan proteksi kebakaran, baik dalam perencanaan, pelaksanaan, maupun
penanganannya. Regulasi yang siap dalam menghadapi pembangunan gedung tinggi

72
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Kebakaran untuk SMA/SMK/MA/MAK

yang pesat di Jakarta belum ada. Hal itu menyebabkan banyaknya gedung tinggi yang
tidak aman dari segi proteksi kebakaran.
Baru setelah sejumlah gedung tinggi di Jakarta terbakar berat pada tahun 1983/1984,
pemerintah pusat sadar akan fungsinya dalam pembinaan teknis kepada daerah. Untuk
itu telah diterbitkan berbagai regulasi bidang proteksi kebakaran baik berupa keputusan
menteri, standar nasional, maupun undang undang seperti UU No.1 th. 1970 tentang
Kesehatan dan Keselamatan Kerja dan UU No. 28 th. 2002 tentang Bangunan Gedung.
Namun meskipun regulasi di bidang proteksi kebakaran telah tersedia, untuk
melaksanakan peraturan proteksi kebakaran tersebut di daerah ternyata tidak mudah.
Padahal untuk menyelenggarakan proteksi kebakaran yang baik dibutuhkan banyak
peraturan yang mengatur berbagai bidang terkait. Banyaknya peraturan proteksi
kebakaran yang harus dipersiapkan tentu menuntut penguasaan atau pemahaman
aspek teknis yang lebih tinggi.
Masih terbatasnya tenaga profesional di bidang proteksi kebakaran dan kekurang-
pedulian masyarakat dalam pengelolaan risiko kebakaran adalah salah satu kendala
kurang tersosialisasinya peraturan proteksi kebakaran hingga saat ini. Hal ini akan sangat
berpengaruh pada keamanan bangunan. Oleh karenanya pemerintah daerah harus
memberlakukan peraturan proteksi kebakaran secara konsisten. Sampai kini sayangnya
belum jelas sanksi bagi pemerintah daerah yang tidak memberlakukan regulasi proteksi
kebakaran di daerahnya.
Padahal peraturan proteksi kebakaran, baik yang termuat dalam Peraturan Bangunan
(Building Code) maupun dalam Peraturan Kebakaran (Fire Code); selain penting bagi
perencana, kontraktor, pemilik dan pengguna bangunan gedung; juga mempunyai fungsi
pengawasan. Fungsi pengawasan merupakan fungsi utama pencegahan kebakaran
dari instansi pemadam kebakaran di daerah. Di samping itu pemerintah daerah juga
mempunyai kewajiban dalam penyediaan prasarana dan sarana proteksi kebakaran,
penyediaan SDM, dan bantuan pasca kebakaran. Tetapi masalah yang dihadapi oleh
pemerintah daerah umumnya sama yaitu masih adanya kesenjangan antara prasarana
dan sarana proteksi kebakaran dengan semakin tingginya risiko kebakaran yang
ada. Sejalan dengan itu standar kompetensi personil proteksi kebakaran baik pada
pemerintah maupun swasta juga masih belum mantap.
Gambaran di atas menyimpulkan bahwa risiko kebakaran pada perkotaan di Indonesia
masih cukup besar. Lingkungan pemukiman padat dan kumuh juga selalu menjadi
masalah perkotaan sebagai akibat ketimpangan sosial yang ada. Lingkungan seperti ini
memiliki risiko kebakaran yang tinggi dan tentu menuntut keadilan dalam mendapatkan
pelayanan proteksi kebakaran. Sedangkan bangunan yang memiliki fungsi publik,
seperti bangunan vital, bangunan bersejarah, bangunan pendidikan, bangunan rumah
sakit, panti-panti, bangunan industri, bangunan peribadatan, dan bangunan rekreasi
perlu mendapat proteksi kebakaran yang maksimal. Semua proteksi terhadap bangunan
tersebut harus diarahkan agar dapat mengatasi kebakaran yang terjadi secara mandiri
mengingat minimnya prasarana dan sarana proteksi kebakaran.

73
Pengintegrasian Pengurangan Risiko Kebakaran
ke dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Menengah Atas (SMA/SMK/MA/MAK)

TINDAKAN AGAR TIDAK TIMBUL KEBAKARAN

Tentu Anda pernah melihat peristiwa kebakaran bukan?


Tapi mungkin juga Anda tidak pernah melihat peristiwa kebakaran rumah di daerah
sekitar tempat tingla Anda. Hal itu berarti masyarakat di sekitar tempat tinggal Anda
sudah menyadari akan pentingnya menghindari kebakaran rumah. Tapi Anda jangan
berbangga berlebihan, ingatkanlah selalu keluarga, teman, dan masyarakat lainya agar
senantiasa berupaya untuk mencegah terjadinya kebakaran.
Sekarang coba Anda diskusikan dengan teman, bagaimana upaya mencegah kebakaran
rumah! Kemudian tuliskan upaya-upaya tersebut!
……………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………
………………………..……………………………………………………………………
………………..................................
Memang benar bahwa upaya pencegahan selalu lebih baik dari pada mengatasi
peristiwa yang telah terjadi. Sering kali kita pada saat tidak terjadi apa-apa lupa untuk
melakukan upaya pencegahan.
Kita telah terbiasa baru bertindak ketika peristiwa telah terjadi. Bahkan hampir dalam
segala hal, misalnya belajar dengan mati-matian saat akan ulangan atau ujian tetapi tidak
menyiapkan belajar secara rutin setiap hari, ketika terjadi banjir saling menyalahkan
tetapi ketika musim kering tidak memperhatikan saluran air dan sebagainya.
Demikian pula dengan rumah, tidak memikirkan dan menyediakan alat-alat untuk
pencegahan kebakaran, tetapi jira sudah terjadi kebakaran baru bertindak dengan
panik. Nah, mulai Sekarang cobalah untuk selalu berusaha melakukan pencegahan
sebelum benar-benar terjadi peristiwa kebakaran.
Untuk mencegah bahaya kebakaran dapat dilakukan upaya yaitu:
1. Upayakan jangan mengisi minyak ke dalam kompor terlalu luber atau jangan
biarkan minyak di dalam kompor menjadi kosong. Mengisi minyak hingga luber
(sampai tumpah) dapat menyebabkan tumpahan minyak tersambar api. Jika
tumpahan api yang menyambar kemudian dekat dengan bahan lain yang mudah
terbakar maka dapat membahayakan (kebakaran). Begitu pula kompor yang
menyala dengan minyak yang hampir kosong akan mmberikan panas dalam
tabung. Karena pemanasan dalam tabung kompor menyebabkan minyak yang
berbentuk cair berubah menjadi gas. Sifat gas sangat mudah untuk disambar oleh
api. Karena itu, jika di rumah Anda masíh menggunakan kompor minyak usahakan
senantiasa memeriksa keadaan minyak yang ada dalam kompor.
2. Usahakan sumbu kompor tidak ada yang panjang sebelah atau ompong, karena
bisa menyulut kebakaran. Seringkali pengguna kompor minya tidak memeriksa
keadaan sumbu kompor. Padahal sumbu sangat penting dalam penyalaan api
kompor.

74
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Kebakaran untuk SMA/SMK/MA/MAK

3. Jangan menaruh kompor terlalu dekat ke dinding. Jarak yang terlalu dekat dengan
dinding menyebabkan ruang sela yang mudah panas sehingga dapat menimbulkan
ledakan pada kompor. Sebaiknya kompor diletakkan agak jauh dengan benda
lainnya.
4. Jangan menyimpan barang yang mudah terbakar, seperti bensin atau minyak tanah
di kolong meja kompor, atau dekat dengan sumber api. Kelalaian yang sangat
berbahaya jika menempatkan atau menyimpan bahan bakar di dekat sumber api.
5. Bila menggunakan kompor gas, taruhlah kompor dan tabung gas di tempat yang
ventilasinya bagus atau mencukupi agar udara mudah keluar masuk. Sehingga
bila terjadi kebocoran, gas akan langsung terbawa angin. Hindari menempatkan
kompor gas di dekat barang yang mudah terbakar. Juga, jangan menaruh kompor
gas di sebelah kompor minyak. Apabila terpaksa, taruhlah kompor gas sekitar 1-2
meter dari kompor minyak.
6. Periksalah saluran gas dari tabung ke kompor. Pemerikasaan kondisi pipa gas sangat
penting untuk mencegah bahaya kebakaran
7. Untuk listrik, jangan memasang lampu berlebihan dan jangan menempelkan stop
kontak bertumpuk-tumpuk. Pasalnya, kabel akan panas dan meleleh, dan dapat
menyebabkan percikan api yang lama-lama bisa menyulut kebakaran.
8. Jangan merokok di tempat tidur. Kebiasaan yang harus dihindari agar tidak merokok
sembarangan. Merokoklah pada tempat terbuka.
9. Jangan menaruh obat nyamuk bakar terlalu dekat dengan barang-barang yang
mudah terbakar. Penggunaan obat nyamuk bakar sering menjadi penyebab
terjadinya kebakaran rumah. Tanpa disadari obat nyamuk menyulut benda-benda
di sekitarnya
10. Jangan biarkan anak kecil bermain korek api. Sangat berbahaya apabila membiarkan
anak kecil bermain api di dalam atau sekitar rumah. Mereka belum dapat mengerti
bahaya yang ditimbulkan karena bermain api tersebut.
11. Jangan membakar sampah di tengah terik matahari atau deraan angin kencang.
Jika Anda membakar sampah hendaknya ditunggu hingga api menjadi kecil atau
mati. Mengapa? Jika Anda tinggal sedang api masih besar maka angin dapat
menyebarkan api ke sekitarnya. Hal ini jika tidak dikendalikan dapat menyebabkan
kebakaran. Bakarlah sampah pada tempat terbuka dan jauh dari rumah. Jarak
tempat pembakaran dengan rumah akan sangat membahayakan.

BAGAIMANA JIKA KEBAKARAN TAK BISA DICEGAH?


1. Usahakan memadamkan api sebisa mungkin. Bila kompor yang terbakar, Anda bisa
memadamkannya dengan menggunakan karung atau kain yang telah dibasahi air.
Api terdiri atas tiga unsur, yaitu unsur benda, udara, dan panas. Dengan kain atau
karung basah, konsepnya adalah menghilangkan unsur udara. Kain atau karung
basah menutup pori-pori, sehingga mencegah udara masuk.
2. Jangan sekali-kali menyiramkan air ke atas kompor yang terbakar. Cara ini tidak
akan memadamkan, namun sebaliknya, justru akan memperluas daerah yang
terbakar.
3. Jika kebakaran disebabkan listrik, putuskan aliran listrik secepatnya dan padamkan
percikan apinya.

75
Pengintegrasian Pengurangan Risiko Kebakaran
ke dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Menengah Atas (SMA/SMK/MA/MAK)

4. Bila api tak kunjung padam, utamakan keselamatan diri Anda. Segera menghubungi
dinas pemadam kebakaran dengan menekan nomor 113.
5. Usahakan memberikan informasi yang jelas, seperti apa yang terbakar dan dimana
lokasinya. Ini dimaksudkan agar petugas PMK dapat mengirimkan unit pemadam
yang sesuai dengan kejadian. Pasalnya, penanganan musibah kebakaran berbeda
satu sama lain. Misalnya jika yang terbakar pom bensin, petugas akan mengirimkan
mobil pemadam yang mempunyai peralatan khusus, seperti mobil foam, sementara
jika yang terbakar gedung bertingkat, petugas akan mengirimkan mobil tangga.
6. Bila memasuki sebuah gedung bertingkat, biasakan untuk mencari tahu letak tangga
darurat. Karena jika terjadi kebakaran, secara otomatis lift tidak bisa digunakan.
7. Ingat pula dimana posisi alarm dan alat pemadam kebakaran, agar dapat digunakan
saat terjadi kebakaran.
8. Bila menghadapi gejala akan terjadi kebakaran, berbuatlah sesuatu. Paling tidak,
berteriak atau nyalakan alarm, sebelum api menyentuh alat otomatis yang telah
terpasang. Ingat, alarm yang paling peka adalah tubuh kita.
9. Bila terkurung asap, usahakan berjalan di bawah asap dengan merangkak. Pasalnya
berat jenis asap lebih ringan dari udara, sehingga asap akan memenuhi bagian atas
ruangan. Jangan lupa, tutup mulut dan hidung dengan kain. Penyebab jatuhnya
korban yang terbanyak adalah karena menghisap banyak asap, bukan akibat
terbakar api.
10. Jangan bersembunyi di kamar mandi. Pasalnya, jika api membesar dan kamar
mandi kering, air akan mendidih. Banyak kejadian membuktikan, korban tewas
banyak ditemukan di dalam kamar mandi atau dalam posisi berendam di dalam
bak air.
11. Di rumah, buatlah jalan alternatif yang dapat digunakan untuk menyelamatkan diri
jika terjadi musibah kebakaran.
12. Bila terpaksa harus menggunakan teralis, usahakan teralis dapat dibuka dari dalam.
Pasalnya, seperti yang sudah-sudah, teralis menjadi penghalang bagi Anda untuk
penyelamatkan diri, sekaligus bagi petugas pemadam.
13. Jika Anda mengalami luka akibat terbakar, secepatnya dinginkan dengan es atau
disiram air mengalir atau air yang ditambah garam, sambil menunggu penanganan
dari tenaga medis.

SIKAP DALAM PENCEGAHAN KEBAKARAN


1. Jangan panik (tenang dan tabah).
2. Berani bertindak dengan penuh perhitungan.
3. Pemadaman tidak berlawanan dengan arah angin.
4. Perhatikan benda yang terbakar/asap.
5. Perhitungan lokasi kebakaran dan bahaya-bahaya lainnya yang mungkin terjadi
(bahaya listrik, reruntuhan bangunan, dsb).
6. Pahami benar bahaya kebakaran dan dan penyebab kebakaran sehingga penghuni
secara sadar dapat mencegah terjadinya kebakaran.

76
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Kebakaran untuk SMA/SMK/MA/MAK

7. Hindari penggunaan bahan mudah terbakar.


8. Pelajari dengan benar rute atau jalan keluar darurat.
9. Pelajari dengan cermat tempat penyimpanan alat pemadam kebakaran.
10. Perhatikan tempat dan cara mematikan tombol listrik dan gas.
11. Catat nomor penting yang harus dihubungi misalnya Dinas pemadam Kebakaran.

ANTISIPASI RISIKO KEBAKARAN

Antisipasi Jauh Hari Berikut ini adalah hal-hal yang jauh hari dapat Anda lakukan untuk
mencegah risiko terburuk jika terjadi kebakaran.
1. Pada saat membangun rumah, pertimbangkanlah desain yang memberikan
tingkat keamanan tertinggi jika sewaktu-waktu terjadi kebakaran, misalnya desain
ventilasi, jendela, pintu dan sebagainya. Mintalah pihak pengembang/kontraktor/
arsitek untuk memberikan masukan sesuai yang Anda inginkan.
2. Pasanglah alarm kebakaran di setiap ruangan rumah Anda (minimal 1 ruangan
dipasang 1 alarm, termasuk pendeteksi asap – smoke detector).
3. Gantilah secara teratur baterai alarm tersebut dan sebulan sekali lakukan perawatan
serta pengetesan apakah alarm masih berfungsi baik atau tidak.
4. Tuliskan nomor telpon darurat seperti nomor telpon pemadam kebakaran
dan ambulan di tempat yang mudah untuk ditemukan sehingga Anda dapat
menghubungi nomor tersebut bahkan dalam keadaan panik.
5. Hal lain yang tidak kalah penting adalah dengan melatih seluruh anggota keluarga
Anda untuk menghadapi kebakaran, misalnya: menghubungi nomor darurat
jika terjadi kebakaran, merencanakan jalur evakuasi jika terjadi kebakaran, titik
berkumpul jika terjadi kebakaran dan hal-hal penting lainnya.
6. Sebelum risiko kebakaran terjadi, simpanlah barang-barang berharga Anda
dengan baik. Sertifikat, ijazah, uang, perhiasan dan surat berharga lainnya sangat
dianjurkan untuk disimpan di tempat yang tidak dapat terbakar, misalnya lemari
besi. Saat ini telah banyak jasa penyimpanan barang berharga yang dapat Anda
pilih. Bank-bank ternama menyediakan alternatif penyimpanan barang berharga
yang kita kenal dengan “safe deposit box”. Kenapa Anda tidak mencobanya?
7. Ikutlah asuransi yang menjamin kerugian dari kebakaran. Hal ini akan membantu
memperkecil kerugian yang akan Anda alami jika sewaktu-waktu terjadi
kebakaran.

SAAT TERJADI KEBAKARAN

A. KEBAKARAN RUMAH
Kasus kebakaran tempat tinggal atau perumahan sangat banyak terjadi baik
di kota maupun desa. Perumahan yang padat jika terjadi kebakaran biasanya
merembet ke rumah-rumah lainnya. Keadaan rumah yang padat biasanya tidak
memiliki akses jalan yang cukup untuk upaya pemadaman api. Jalan yang sempit,
jarak rumah yang rapat, bahan rumah yang berasal dari kayu/tripleks, dan sulitnya
sumber air menjadi faktor yang menghambat saat terjadi kebakaran. Apakah

77
Pengintegrasian Pengurangan Risiko Kebakaran
ke dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Menengah Atas (SMA/SMK/MA/MAK)

yang harus dilakukan jika terjadi kebakaran di rumah? Bagaimana upaya untuk
memadamkan api? Untuk menjawabnya, silahkan Anda membaca dengan seksama
uraian berikut ini.
Pada umumnya kebakaran rumah disebabkan oleh kegiatan sehari-hari yang
berhubungan dengan panas. Sebelum api menjadi besar segeralah bertindak untuk
memadamkannya. Api yang baru menyala atau kebakaran awal akan menjadi lebih
mudah mengatasinya dari pada jika api kebakaran sudah mulai membesar. Oleh
karena itu kita harus mengenal sumber kebakaran yang biasa terjadi di rumah dan
cara mengatasinya. Sumber kebakaran tersebut yaitu:
1. Kompor minyak tanah
Penggunaan kompor minyak tanah sangat banyak khususnya pada masyarakat
kelas bawah. Meskipun pemerintah telah menghimbau untuk beralih ke bahan
bakar lain (konversi ke gas) namun masih banyak anggota masyarakat yang
sulit berubah. Penggunaan kompor minyak tanah yang sudah akrab sejak dulu
sulit untuk berubah ke bahan bakar lainnya. Jika sumber kebakaran berasal dari
kompor minyak tanah, maka lakukan hal sebagai berikut!
 Jangan disiram dengan air karena penyiraman air ke minyak justru akan
memperbesar kobaran api.
 Jangan diangkat/tindakan lain yang dapat tergulingnya kompor. Kompor
yang sedang terbakar jangan diangkat karena kompor akan menjadi panas.
Panas yang dirasakan akan, akan secara tidak sadar (refleks) membuang
kompor yang sedang terbakar sehingga mudah menyulut benda-benda di
sekitar.
 Gunakan karung basah/sejenisnya untuk menutupi kebakaran tersebut.
Penggunaan karung basah sangat membantu untuk mematikan nyala api
pada kompor.
 Gunakan alat pemadam kebakaran. Jika di rumah ada alat pemadam
kebakaran maka harap tenang dan menyemprotkan tabung pemadam
kebakaran pada kompor yang terbakar.

2. Kompor Gas LPG (Elpiji)


Pengguanaan kompor gas LPG sekarang sedang pesat. Hal ini berkaitan dengan
kebijakan pemerintah melakukan konversi ke bahan bakar gas. Gas LPG yang
mudah didapat, hemat biaya, ramah lingkungan dan cepat panas menjadi
pilihan yang tepat terutama di perkotaan. Untuk menyukseskan konversi
tersebut pemerintah memberikan kompor dan tabung secara gratis kepada
masyarakat. Nah, jika kompor gas LPG yang menjadi sumber kebakaran, maka
lakukan hal berikut!
 Cabut regulatornya. Setiap tabung gas dilengkapi dengan regulator (alat
pengatur keluarnya gas dari dalam tabung). Jika terjadi kebakaran pada
kompor gas, segera cabut regulatornya. Tindakan ini akan memutuskan
aliran gas ke kompor.
 Tutup kran/valvenya. Tindakan berikutnya adalah dengan menutup
kran yang menghubungkan selang dengan tabung gas LPG. Penutupan
kran dimaksudkan agar gas tidak mengalir ke kompor sehingga tidak
memperbesar api kebakaran.
 Dinginkan/balut tabung LPG dengan karung basah/sejenis. Upaya ini
dimaksudkan agar tabung gas LPG tidak menjadi panas yang dapat
menyebabkan tabung meledak.

78
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Kebakaran untuk SMA/SMK/MA/MAK

3. Hubungan singkat/korsleting listrik. Penyebab kebakaran terbanyak pada


kasus kebakaran rumah adalah akibat hubungan singkat arus listrik (korslet).
Penggunaan daya listrik yang melebihi beban seharusnya menyebabkan kabel
menjadi panas dan mengelupas. Pengelupasan ini lah yang menyebabkan
terjadi hubungan pendek. Upaya yang harus dilakukan jika terjadi hubungan
pendek/korsleting listrik adalah:
 Turunkan handel/NCB/cabut skringnya. Tindakan ini akan menyebabkan
terputusnya arus listrik sehingga listrik menjadi padam.
 Jangan gunakan air, busa/(foam) bila aliran listrik belum diputuskan.
Penggunaan air pada kebakaran listrik yang korslet sangat membahayakan.
Mengapa? Karena air merupakan benda pengubung (konduktor) arus
listrik meskipun lemah.
 Segera padamkan kebakaran yang terjadi, sesuai dengan klasnya. Setelah
listrik terputus segera padamkan api yang telah menyambar benda-benda
di sekitarnya.

B. TINDAKAN SAAT KEBAKARAN DI RUMAH


Siapa yang ingin rumahnya terkenah musibah kebakaran? Pasti semua orang
tidak menginginkannya. Namun demikian kita harus tetap berjaga-jaga agar
rumah tidak sampai terjadi kebakaran. Siapa yang bisa menolak dan menduga
jika musibah tersebut terjadi pada rumah kita? Mari kita berdoa agar musibah
kebakaran tidak mengenai rumah kita. Untuk berjaga-jaga agar jika suatu saat
terjadi musibah kebakaran di rumah kita, mari kita pelajari langkah apa yang
seharusnya dilakukan.
1. Berusaha untuk tetap tenang dan tidak panik
Ketika rumah terbakar usahakan untuk tidak panik dan tetap tenang.
Kepanikan akan menyebabkan akal sehat kita tidak bisa berfungsi dengan
normal. Kepanikan seringkali menyebabkan orang melakukan tindakan di luar
kesadarannya (lose control) bahkan cenderung tidak rasional.
2. Beritahu penghuni lain dengan segera tentang terjadinya kebakaran
Begitu Anda melihat rumah terbakar jangan lupa segera memberitahukan
kepada para tetangga. Tentu saja harus dengan tindakan yang cepat misalnya
dengan meneriakkan kebakaran. Manfaat dari respon tetangga yang
mendengar teriakan kita adalah mereka akan beramai-ramai membantu
memadamkan api.
3. Hubungi segera instansi yang berwenang.
Selama para tetangga membantu memadamkan api yang sedang berkobar,
silahkan Anda untuk menghubungi instansi yang berwenang. Segera telepon
kantor pemadam kebakaran dan kepolisian. Semakin cepat Anda melakukan
pemanggilan maka akan semakin besar kemungkinan api dapat dipadamkan.
Oleh karena itu, jangan lupa menuliskan nomor telepon penting dan tempelkan
di tempat yang mudah dilihat.
4. Bila tersedia alat pemadam dan yakin maka gunakan dengan segera.
Apabila di rumah Anda tersedia alat pemadam kebakaran dan Anda dapat
menggunakannya, maka segera ambil dan semprotkan ke arah api. Selama api
belum terlalu besar maka penggunakan pemadam api akan sangat efektif.

79
Pengintegrasian Pengurangan Risiko Kebakaran
ke dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Menengah Atas (SMA/SMK/MA/MAK)

5. Jika tidak ada alat pemadam maka siram dengan air atau gunakan karung
basah tetapi dengan tetap memperhatikan keselamatan diri.
Penggunaan air untuk menyiram api atau dengan karung basah akan
mempercepat api padam dan mencegah menjalarnya api. Karena itu jangan
lupa menyiapkan ember untuk mengambil air jika sewaktu-waktu diperlukan
untuk mengatasi kebakaran.
6. Pahami kondisi bahan penyebab kebakaran.
Tidak kalah pentingnya apabila Anda mengenal bahan penyebab timbulnya
kebakaran. Pada uraian terdahulu Anda telah mempelajari bahan penyebab
kebakaran. Dengan mengetahui sumber api dan karakteristik bahan penyebab
kebakaran maka akan membantu pemadaman api. Ingat jangan panik dan terus
tetap tenang. Jika sumber kebakarannya adalah kompor minyak, apakah yang
harus Anda lakukan? Jangan sekali-kali menyiram dengan air. Kepanikan justru
akan membuat kita melakukan tindakan yang salah.
7. Jika kebakaran tidak terkendali, evakuasikan anggota keluarga dengan
mendahulukan anak kecil dan orang tua.
Begitu mengetahui api kebakaran sulit dipadamkan maka lakukan tindakan
segera untuk membawa keluar (evakuasi) anggota keluarga. Dahulukan pada
orang yang telah lanjut usia dan anak-anak. Mengapa? Karena mereka tidak
dapat bergerak cepat dan belum tahu cara mengatasi kebakaran.
8. Saat kebakaran menyebarkan gas beracun yang dapat membuat pingsan,
oleh karena itu biarkan pintu tetap tertutup.
Gas beracun ditimbulkan oleh kebakaran merupakan benda yang sangat ringan
sehingga akan mudah bercampur dengan angin. Gas mampu menerobos
rongga-rongga yang berukuran kecil. Agar gas beracun tidak memasuki ruangan
lain, maka lakukan penutupan pada pintu tetap tertutup. Penutupan pintu juga
menghambat menjalarnya api ke ruangan sekitarnya.
9. Tinggalkan ruangan dengan segera dengan mencari jalan keluar.
Jika melihat api mulai membesar maka segeralah untuk meninggalkan ruangan
dengan mencari pintu keluar. Tindakan untuk segera meninggalkan ruangan
yang terbakar mencegah Anda menjadi korban akibat kebakaran.
10. Asap tebal yang timbul saat kebakaran sangat berbahaya sehingga usahakan
tetap menunduk serendah mungkin.
Asap tebal yang ditimbulkan kebakaran sangat mengganggu pernafasan
sehingga menyebabkan terbatuk-batuk bahkan menjadi pingsan. Sebenarnya
dengan menjadi pingsan dapat menghilangkan asap tidak terhirup masuk ke
paru-paru. Tetapi bahayanya adalah jika terjadi kebakaran maka tentu akan
menjadi korban.
11. Dalam keadaan memaksa dapat dilakukan dengan memecahkan kaca jendela
tetapi harus dilakukan dengan hati-hati.
Jika pintu terlalu jauh atau tidak dapat dibuka maka pecahkan kaca jendela
untuk menjadi pintu keluar darurat. Tapi harus diingat, gunakan alat untuk
memecahkan kaca tersebut dan jangan hanya menggunakan tangan kosong.
Mengapa harus dengan alat? Karena memukul kaca jendela dalam keadaan
panik dapat melukai diri Anda.

80
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Kebakaran untuk SMA/SMK/MA/MAK

12. Jika anda sudah keluar, jangan mencoba untuk kembali masuk lagi ke dalam
ruangan yang masih terbakar.
13. Jika terjebak dalam ruangan, usahakan untuk menutup semua lubang agar
asap tidak masuk ke ruangan anda.
14. Bila pakaian anda terbakar maka usahakan untuk menjatuhkan diri
berguling-guling di lantai, atau ke halaman yang berpasir.
C. KEBAKARAN DI BANGUNAN TINGGI
1. Beritahukan dimana anda berada dengan cara menghubungi operator telepon,
memukul-mukul panci, dengan mengibarkan-ngibarkan sesuatu pada jendela
untuk menerangkan orang-orang yang berada di bawah.
2. Agar api tidak masuk kedalam ruangan tutuplah celah-celah pintu dengan
kain atau handuk basah.
3. Jika disekeliling anda penuh asap, bernapaslah pendek-pendek dan berjalanlah
dengan merangkak dilantai.
4. Jangan melompat dari atas gedung.
5. Pahami lokasi semua jalan keluar saat anda memasuki ruangan.
6. Perhatikan dan ingat peralatan tombol alarm kebakaran pada lantai tempat
anda tinggal.
7. Anda harus tahu dimana letaknya, sebaiknya harus tahu pula
menggunakannya.
8. Jika menjumpai kebakaran gunakan tombol alarm terdekat untuk memberikan
tanda bahaya atau hubungi operator telepon.
9. Gunakan alat pemadam api/hidran gedung terdekat untuk memadamkan
kebakaran, hindari risiko keselamatan jiwa.
10. Jika kebakaran tidak dapat dikendalikan, tutup semua pintu yang telah dilewati,
tinggalkan gedung melalui tangga kebakaran.
11. Jika anda mendengar tanda bahaya kebakaran :
 Siap-siap untuk evakuasi. Tetap ditempat sambil
memperhatikan instruksi selanjutnya dari operator, bersiapsiaplah untuk
melakukan evakuasi.
 Waktu sangat berharga, utamakan keselamatan jiwa anda, jangan habiskan
waktu, hanya untuk membenahi barang-barang milik pribadi.
 Jangan sekali-kali menggunakan lift. Gunakan tangga kebakaran.

PENANGANAN PASCA KEBAKARAN

A. LANGKAH KETIKA SELESAI (PASCA) KEBAKARAN


1. Tenang dan sabar. Tetap tenang dan berpikir rasional akan membantu
menyelamatkan kita dan terhindar dari tindakan yang tidak masuk akal.
Biasanya banyak orang yang akan mencari pemenuhan kebutuhan untuk
keselamatan keluarganya sendiri. Kesabaran akan membantu semua orang
terbebas dari situasi sulit dengan mudah.
2. Mendengarkan radio dan televisi lokal yang memberitakan informasi dan
instruksi. Otoritas lokal akan menyediakan jalan keluar yang sesuai dengan
situasi terakhir.
3. Memeriksa luka-luka. Memberi bantuan P3K untuk diri sendiri dan kemudian
membantu orang lain sampai mendapat bantuan.

81
Pengintegrasian Pengurangan Risiko Kebakaran
ke dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Menengah Atas (SMA/SMK/MA/MAK)

4. Membantu tetangga yang memerlukan bantuan khusus bayi, orang jompo,


orang dengan kecacatan - dan orang lain yang membutuhkan bantuan.
5. Melihat kemungkinan kerusakan di rumah. Bencana dapat menyebabkan
kerusakan yang besar karenanya kita harus berhati-hati.
6. Menggunakan lampu senter atau lentera yang menggunakan baterei.
7. Menghindari penggunaan lilin. Lilin dapat menyebabkan kebakaran.
8. Memeriksa saluran listrik dan gas yang dapat mengakibatkan kebakaran.
9. Memeriksa bagian bangunan yang dianggap rawan untuk segera dirobohkan.
10. Mengambil gambar dari kerusakan untuk kebutuhan klaim asuransi.
11. Hubungi anggota keluarga lain untuk pemberitahuan.
12. Yakin kita mempunyai persediaan air yang cukup jika aliran air terputus, karena
air mudah tercemar pada saat terjadi bencana.

B. PERTOLONGAN KORBAN BENCANA KEBAKARAN


1. Berikan bantuan makanan, selimut, dan obat-obatan
Korban musibah kebakaran akan mengalami depresi (tekanan jiwa). Mereka hanya
memikirkan keselamatan jiwa sendiri. Semua harta benda musnah terbakar yang
tidak bersisa. Karena itu, bantulah mereka dengan memberikan bahan makanan
dan obat-obatan. Tentu saja mereka akan menjadi lapar dan tidak mungkin akan
membeli karena tidak memiliki uang. Obat-obatan sangat dibutuhkan karena
mereka harus tidur di bawah tenda di tempat-tempat terbuka. Udara dingin,
gangguan binatang dan juga angin serta faktor kelelahan fisik dan mental akan
menjadikan mereka sangat mudah (rentan) terhadap penyakit. Pertolongan
terutama untuk anak-anak dan orang lanjut usia. Mengapa?Karena secara fisik
mereka tidak tahan dengan perubahan udara yang mengenai tubuhnya.
2. Dirikan tenda-tenda atau tempat darurat
Tenda sangat dibutuhkan korban bencana kebakaran karena mereka sudah tidak
memiliki tempat tinggal lagi.
3. Hubungi kelurga korban
Setelah korban dapat diberikan pertolongan pertama maka Anda dapat
menghubungi keluarga korban.
4. Berikan motivasi
Korban bencana kebakaran pada umumnya mengalami depresi ringan hingga
berat. Karena itu mereka sangat membutuhkan motivasi dan hiburan agar dapat
mengurangi stress yang mereka alami.
5. Bantulah perbaikan rumah
Bantuan untuk memperbaiki rumah tinggal yang terbakar sangat diperlukan.
Jika Anda tidak memiliki biaya untuk ikut membangun rumah korban maka
Anda bisa membantu dengan tenaga dan fikiran Anda.

Tuliskan bantuan yang berupa tenaga dan pikiran yang dapat Anda berikan!
...............................................................................................................................................................
...............................................................................................................................................................
...............................................................................................................................................................
...............................................................................................................................................................

82
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Kebakaran untuk SMA/SMK/MA/MAK

C. PERTOLONGAN UNTUK ORANG CACAT


Orang dengan kecacatan, atau mereka yang mungkin mempunyai kesulitan
bermobilisasi (orang jompo, perlu disiapkan seseorang yang dapat membantu).
Sebagai tambahan, perlu mempertimbangkan langkah berikut:
1. Menciptakan hubungan yang baik dengan keluarga, teman, pekerja sosial
dalam suatu keadaan darurat. Jika anda pikir memerlukan bantuan dalam
situasi darurat, diskusikan dengan keluarga, teman, atau relawan dan
minta bantuan mereka. Jika anda membutuhkan, buatkan rencana dengan
tetangga. Yakinkan bahwa mereka mengetahui di mana tempat penyimpan
kebutuhan khusus selama bencana.
2. Simpan dengan baik daftar kebutuhan penting dan berikan kebutuhan
kepada anggota keluarga lain. Daftar tersebut antara lain:
a. Persediaan dan peralatan khusus, misalnya baterei untuk alat bantu
pendengaran bagi penderita tuna rungu.
b. Resep dokter yang mungkin si korban kehilangan obat yang harus
diminumnya sehingga dengan adanya resep dapat membantu membelikan
obat yang dibutuhkan
c. Nama, alamat, telepon dokter dan paramedis. Penderita cacat mungkin
perlu bantuan dari dokter atau paramedis yang selama ini memnanganinya.
d. Informasi yang rinci tentang pengobatan khusus. Mungkin di antara para
korban ada yang memerlukan bantuan untuk pengobatan khusus.
e. Menghubungi kantor pemerintah untuk menggabungkan orang dengan
kecacatan. Bantulah mencari instansi yang menangani penderita cacat.
Mereka tidak bisa ditangani dengan tindakan yang sama dengan orang
normal
f. Memakai gelang tanda, agar mudah diidentifikasi oleh petugas
penyelamat. Pemberian tanda memudahkan penanganan tim medis
sehingga tidak terjadi kesalahan dalam memberikan obat atau pertolongan
g. Menyimpan kertas dan alat tulis untuk menulis pesan. Mungkin di antara
korban terdapat tuna netra dan tuna daksa sehingga perlu bantuan untuk
menuliskan apa yang dibutuhkannya.

D. TUGAS POSKO SATUAN TUGAS


Posko satuan tugas penanggulangan bencana bertugas antara lain :
1. Menerima keluhan dari pihak korban bencana kebakaran
Posko ini sangat penting sebagai tempat penampungan dan pusat informasi
korban bencana kebakaran. Semua operasi untuk pemulihan korban bencana
dikendalikan dari posko bencana kebakaran. Korban bencana akan dengan
mudah untuk meminta bantuan melalui posko bencana kebakaran. Begitu
pula bagi para donatur yang akan menyalurkan bantuan dapat ditampung
melalui posko bencana.
2. Memberikan penjelasan-penjelasan/informasi tentang kejadian, penanganan
dan relokasi pemukiman yang terbakar.
3. Menjaga keamanan pasca kebakaran melalui para relawan yang bekerja
sosial untuk membantu korban bencana kebakaran.
4. Menjaga/Mengantisipasi timbulnya penjarahan harta milik korban. Sering
kali dalam peristiwa kebakaran ada oknum yang mengambil keuntungan
dalam musibah. Mereka berkedok menolong tetapi sebenarnya justru
menjarah harta benda korban yang masih tersisa.

83
Pengintegrasian Pengurangan Risiko Kebakaran
ke dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Menengah Atas (SMA/SMK/MA/MAK)

5. Mengawasi pembuatan bangunan pemukiman darurat.


6. Melaksanakan patroli siang malam secara bergiliran di wilayah bencana
kebakaran.
7. Melaksanakan koordinasi dengan instansi terkait tentang penanganan
pasca bencana.
8. Melaporkan kepada instansi terkait setiap perkembangan penanggulangan
bencana kebakaran.

5.2 Pengembangan Model Muatan Lokal Pengurangan Risiko


Kebakaran
5.2.1 Analisis konteks Muatan Lokal
Muatan Lokal merupakan kegiatan kulikuler untuk mengembangkan
kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas potensi daerah, termasuk
keunggulan daerah yang materinya tidak menjadi bagian dari mata
pelajaran yang ada. Substansi muatan lokal ditentukan oleh satuan
pendidikan, tidak terbatas pada ketrampilan. Setiap satuan pendidikan
harus menyusun Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar, Silabus, dan
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) untuk setiap jenis muatan lokal
yang diselenggarakan.
Acuan pengembangan:
1. Potensi dan kebutuhan lingkungan;
2. Kebutuhan, minat dan bakat peserta didik;
3. Ketersediaan daya dukung/potensi satuan pendidikan internal dan
eksternal.
Potensi Lingkungan:
1. Sumber Daya Alam (SDA)
2. Sumber Daya Manusia
3. Geografis
4. Budaya
5. Historis
Ruang lingkup:
1. Lingkup Kondisi dan Kebutuhan Daerah.
Kondisi daerah berkaitan dengan lingkungan alam lingkungan sosial
ekonomi, dan lingkungan sosial budaya yang selalu berkembang.
Kebutuhan daerah yaitu segala sesuatu yang diperlukan oleh masyarakat,
khususnya untuk kelangsungan hidup dan peningkatan taraf kehidupan
masyarakat yang disesuaikan dengan arah perkembangan dan potensi
yang ada di daerah.

84
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Kebakaran untuk SMA/SMK/MA/MAK

2. Lingkup Isi/Jenis Muatan Lokal


Dapat berupa bahasa asing, kesenian, keterampilan dan kerajinan, adat
istiadat, dan pengetahuan tentang berbagai ciri khas daerah.
Melalui implementasi Muatan Lokal yang dikembangkan di satuan
pendidikan, peserta didik diharapkan dapat:
 Mengenal dan menjadi lebih akrab dengan lingkungan;
 Alam, sosial, dan budaya daerah;
 Mememiliki bekal kemampuan dan keterampilan serta pengetahuan
mengenai lingkungan yang berguna bagi dirinya dan masyarakat pada
umumnya;
 Memiliki sikap dan perilaku yang selaras dengan nilai-nilai/aturan-
aturan yang berlaku, serta melestarikan dan mengembangkan nilai-
nilai luhur budaya daerah;
 Berpartisipasi dalam pembangunan masyarakat dan pemerintah
daerah;

Langkah-langkah penyusunan Muatan Lokal:


1 . Identifikasi keadaan dan kebutuhan lingkungan/daerah.
2 . Identifikasi potensi satuan pendidikan.
3 . Menentukan muatan lokal.
4 . Menyiapkan perangkat dan sarana pendukung muatan lokal.
5 . Kerjasama dengan pihak lain.

Rambu-rambu yang perlu diperhatikan dalam penyusunan muatan lokal


1. Dalam menyusun Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar serta
silabusnya dapat melaksanakan muatan lokal sendiri sesuai dengan yang
diprogramkan.
2. Bagi yang belum mampu menyusun Standar Kompetensi dan Kompetensi
Dasar serta silabus muatan lokal sendiri, dapat bekerjasama dengan satuan
pendidikan terdekat yang masih dalam satu kecamatan/kotamadya. Bila
beberapa sekolah dalam satu kecamatan/ kotamadya belum mampu
mengembangkan muatan lokal, dapat meminta bantuan Tim Pengembang
Kurikulum (TPK) dari Dinas atau LPMP.
3. Materi pembelajaran muatan lokal hendaknya sesuai dengan tingkat
perkembangan peserta didik yang mencakup perkembangan pengetahuan
dan cara berpikir, emosi, dan sosial. Pelaksanaan kegiatan pembelajaran
diatur agar tidak memberatkan peserta didik dan tidak mengganggu
penguasaan mata pelajaran lain. Oleh karena itu, pelaksanaan muatan
lokal menghindari adanya pekerjaan rumah (PR).

85
Pengintegrasian Pengurangan Risiko Kebakaran
ke dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Menengah Atas (SMA/SMK/MA/MAK)

4. Program pembelajaran muatan lokal hendaknya dikembangkan secara


kontekstual dengan melihat kedekatan dengan peserta didik yang meliputi
kedekatan secara fisik dan psikis. Dekat secara fisik maksudnya materi
pembelajaran muatan lokal terdapat dalam lingkungan tempat tinggal dan
sekolah peserta didik, sedangkan dekat secara psikis maksudnya bahwa
materi pembelajaran dan informasinya mudah dipahami oleh peserta didik
sesuai dengan perkembangan usianya. Untuk itu, bahan pembelajaran
muatan lokal hendaknya disusun berdasarkan prinsip belajar yaitu bertitik
tolak dari : (a) hal-hal konkret ke abstrak; (b) yang diketahui ke yang belum
diketahui; (c) pengalaman lama ke pengalaman baru; (d) yang mudah/
sederhana ke yang lebih sukar/ rumit. Selain itu materi pembelajaran/
pelajaran hendaknya bermakna/ bermanfaat bagi peserta didik sebagai
bekal mereka dalam menghadapi kehidupan sehari-hari.
5. Materi pembelajaran hendaknya memberikan keluwesan bagi guru dalam
memilih metode pembelajaran dan sumber belajar seperti buku, sarana lain
dan nara sumber. Dalam kaitan dengan sumber belajar, guru diharapkan
dapat mengembangkan sumber belajar yang sesuai dengan memanfaatkan
potensi di lingkungan sekolah, misalnya dengan memanfaatkan sarana dan
prasarana sekolah, meminta bantuan dari instansi terkait atau dunia usaha/
industri (lapangan kerja) atau tokoh-tokoh masyarakat. Selain itu guru
hendaknya dapat memilih dan menggunakan strategi yang melibatkan
peserta didik aktif dalam proses pembelajaran, baik secara mental, fisik,
maupun sosial.
6. Materi pembelajaran muatan lokal yang diajarkan harus bersifat utuh dalam
arti mengacu kepada suatu tujuan pembelajaran yang jelas dan memberi
makna kepada peserta didik. Namun demikian, materi pembelajaran
muatan lokal tertentu tidak harus secara terus-menerus diberikan mulai
dari kelas X s.d. XII. Setiap jenis muatan lokal diberikan minimal satu
semester.
7. Pengalokasian waktu untuk materi pembelajaran muatan lokal perlu
memperhatikan jumlah minggu efektif untuk muatan lokal pada setiap
semester.

5.2.2 Penyusunan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasasr


Muatan Lokal

1. Satuan Pendidikan yang mampu mengembangkan SK dan KD beserta


silabusnya dapat melaksanakan Mulok sendiri. Penetapannya oleh Satuan
Pendidikan dan hasilnya dilaporkan kepada Dinas Pendidikan setempat;
2. Satuan Pendidikan yang belum mampu menyusun SK dan KD serta silabus
Muatan Lokal sendiri, dapat bekerjasama dengan Satuan Pendidikan
terdekat yang masih dalam satu Kecamatan/ Kab/Kota. Apabila beberapa
Satuan Pendidikan dalam satu Kecamatan/Kab/Kota belum mampu
mengembangkan muatan lokal, mereka dapat meminta bantuan TPK
setempat, Dinas Pendidikan atau LPMP;

86
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Kebakaran untuk SMA/SMK/MA/MAK
3. Materi pembelajaran disesuaikan dengan tingkat perkembangan peserta
didik (pengetahuan dan cara berpikir, emosional, dan sosial);
4. Pelaksanaan Mulok tidak mengganggu pelaksanaan komponen mata
pelajaran (komponen A dalam struktur kurikulum);
5. Kegiatan pembelajaran diatur sedemikian rupa agar tidak memberatkan
peserta didik, oleh karena itu dalam pelaksanaan Mulok diharapkan tidak
ada pekerjaan rumah (PR);
6. Program pembelajaran dikembangkan dengan melihat kedekatan secara
fisik dan secara psikis;
7. Bahan pembelajaran disusun berdasarkan prinsip (1) bertitik tolak dari
hal-hal konkret ke abstrak; (2) dikembangkan dari yang diketahui ke yang
belum diketahui; (3) dari pengalaman lama ke pengalaman baru; (4) dari
yang mudah/sederhana ke yang lebih sukar/rumit;
8. Bahan pembelajaran bermakna bagi peserta didik dan dapat membantu
peserta didik dalam kehidupan sehari-hari;

Rambu-rambu penyusunan SK dan KD Muatan lokal:


1. Pengembangan SK dan KD Muatan Lokal ditentukan sekolah berdasarkan
hasil analisis kondisi dan kebutuhan daerah, potensi peserta didik,
dukungan internal dan eksternal
2. Sistematika pengembangannya:
 Latar Belakang.
 Tujuan.
 Ruang Lingkup.
 Penentuan SK dan KD.
 Arah Pengembangan.
3. SK dapat menunjukkan kemampuan umum yang diharapkan dapat
dimililiki peserta didik setelah melakukan proses pembelajaran.
4. KD dijabarkan dari SK yang merupakan kemampuan minimal yang harus
dimiliki setiap peserta didik setelah melakukan proses pembelajaran.
5. Indikator dijabarkan dari KD sebagai penanda bahwa kompetensi dalam
KD telah tercapai.
6. SK, KD dan Indikator pada mulok penganggulangan kebakaran hendaknya
ditujukan untuk mencapai kompetensi kognitif, afektif dan psikomotorik.

87
Pengintegrasian Pengurangan Risiko Kebakaran
ke dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Menengah Atas (SMA/SMK/MA/MAK)

Contoh Pengembangan SK dan KD Muatan Lokal


Pendidikan Pengurangan Risiko Kebakaran

STANDAR KOMPETENSI KOMPETENSI STANDAR


1. Mengurangi risiko bencana kebakaran t.FOHFOBMJTVNCFSTVNCFSBUBV
penyebab kebakaran
t.FOHIJOEBSJBUBVNFODFHBIUFSKBEJOZB
kebakaran
t.FNBIBNJBLJCBUBLJCBULFCBLBSBO

5.2.3 Penyusunan Silabus dan RPP Muatan Lokal


Silabus Muatan Lokal harus memenuhi prinsip-prinsip pengembangan silabus
yaitu: ilmiah, relevan, sistematis, konsisten, memadai, aktual dan kontekstual,
fleksibel, dan menyeluruh.
Pengembangan silabus meliputi:
1. Pengkajian SK dan KD,
2. Identifikasi Materi Pembelajaran,
3. Pengembangan Kegiatan Pembelajaran,
4. Perumusan indikator pencapaian kompetensi,
5. Penentuan jenis penilaian,
6. Penentuan alokasi waktu,
7. Penentuan sumber belajar.

RPP mulok penanggulangan kebakaran disusun dan dikembangkan


berdasarkan silabus yang telah dibuat dengan mengikuti kaidah yang benar.
Dalam mulok penanggulangan kebakaran hendakanya dalam metode
pembelajaran lebih menekankan pada demonstrasi dan simulasi .

Penilaian pencapaian Standar Kompetensi maupun Kompetensi Dasar


dilakukan berdasarkan indikator, menggunakan tes dan non tes dalam bentuk
tertulis maupun lisan, pengamatan kinerja, pengukuran sikap, portofolio, dan
penilaian diri, sesuai dengan jenis mulok penanggulangan kebakaran.

88
Tabel 5.6 Contoh Silabus dan RPP Muatan Lokal
Sekolah :SMA/SMK
Kelas/Semester : XI/1
Mata Pelajaran : Pengurangan Risiko Bencana

4UBOEBS,PNQFUFOTJ.FOHVSBOHJ3JTJLP#FODBOB,FCBLBSBO

PENILAIAN
KOMPETENSI MATERI KEGIATAN SUMBER
INDIKATOR WAKTU
DASAR POKOK PEMBELAJARAN CONTOH BELAJAR
TEKNIK BENTUK
INSTRUMEN
.FOHIJOEBSJBUBV t.FOKFMBTLBODBSBDBSB Kebakaran t.FOEJTLVTJLBO Tes Tes 1. Apa saja 2 x 45’ 1BOEVBO
NFODFHBIUFSKBEJOZB NFOHIJOEBSJUFSKBEJOZB DBSBNFOHIJOEBSJ tulis uraian cara untuk penang-
kebakaran kebakaran UFSKBEJOZB menghin- gulangan
t.FOKFMBTLBODBSBDBSB kebakaran EBSJ kebakaran
NFODFHBIUFSKBEJOZB t.FOEJTLVTJLBO kebakaran? EBO
kebakaran cara mencegah 2. Bagaimana bencana
t.FNQSBLUJLLBO UFKBEJOZB cara untuk EJMJOHLV
NFOHIJOEBSJEBO kebakaran mencegah OHBOQBEBU
NFODFHBICJMBUFSKBEJ UFSKBEJOZB hunian
kebakaran kebakaran?
Pengintegrasian Pengurangan Risiko Kebakaran
ke dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Menengah Atas (SMA/SMK/MA/MAK)
Kotak 5.6.1 RPP Muatan Lokal

Nama Sekolah : SMA/SMK


Mata Pelajaran : Pengurangan Risiko Bencana Kebakaran
Kelas/Semester : XI/satu
Standar Kompetensi : Mengurangi Risiko Bencana Kebakaran
Kompetensi Dasar : Menghindari atau mencegah terjadinya kebakaran.
I n d i k a t o r : Menjelaskan cara-cara menghindari terjadinya
kebakaran.
Menjelaskan cara-cara mencegah terjadinya kebakaran.
Mempraktikkan menghindari dan mencegah bila terjadi
kebakaran.
Alokasi Waktu : 2 x 45 menit (1 x pertemuan).

A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah selesai proses pembelajaran, siswa diharapkan dapat :
1. Menjelaskan cara-cara menghindari terjadinya kebakaran.
2. Menjelaskan cara-cara mencegah terjadinya kebakaran.
3. Mempraktikkan menghindari dan mencegah bila terjadi kebakaran

B. MATERI PEMBELAJARAN
Kebakaran

C. METODE
Ceramah dengan variasi tanya jawab penugasan, dan diskusi kelas.

D. KEGIATAN PEMBELAJARAN
1. Pendahuluan ( persiapan)
 Melakukan doa bersama untuk memperkuat mental spiritual dalam
pendekatan kepada Yang Maha Kuasa agar dimudahkan dalam belajar.
 Bertanya jawab secara sederhana tentang cara mencegah dan menghindari
timbulnya kebakaran dan memberikan tanggapan terhadap penjelasan
tersebut.

2. Kegiatan Inti ( kegiatan pokok )


 Menjelaskan secara singkat disertai tanya jawab tentang pencegahan dan
menghindari terjadinya kebakaran.
 Membentuk kelompok peserta didik yang terdiri dari 4 siswa setiap
kelompok.

90
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Kebakaran untuk SMA/SMK/MA/MAK

 Membagikan tema diskusi kepada masing-masing kelompok tentang


upaya mencegah dan menghindari pada sebelum, saat terjadi, dan pasca
kebakaran.
 Setelah diskusi kelompok masing-masing kelompok mempresentasikan
hasil diskusi kelompoknya dan kelompok lain menanggapi.
 Guru bersama siswa menyimpulkan dari materi yang dibahas.

3. Penutup ( kegiatan akhir )


 Guru meminta salah satu siswa untuk menggapi proses belajar yang sudah
dilakukan.
 Guru menekankan pentingnya mencegah dan menghindari bahaya
kebakaran yang dapat meminta korban harta benda bahkan jiwa.
 Guru mengajak doa bersama agar senantiasa selalu siap sedia mencegah
musibah kebakaran sebagaimana sering terjadi.
 Guru menutup pelajaran dan mengingatkan penyiapan tugas untuk
pertemuan berikutnya dalam bentuk demontrasi (simulai) mengatasi
kebakaran.

E. ALAT/SUMBER PEMBELAJARAN
1. Buku Panduan Pendidikan Siaga Bencana
2. Panduan penanggulangan kebakaran dan bencana di lingkungan padat
hunian.

F. PENILAIAN
Penilaian dilakukan sebelum, selama, dan sesudah proses pembelajaran. penilaian
lebih ditekankan melalui kegiatan tanya jawab di kelas, aktivitas siswa saat diskusi,
dan pengerjaan tugas-tugas. Teknik penilaian yang digunakan adalah tes tertulis
dengan bentuk pilihan ganda, tes uraian, dan proyek kerja.

5.3 Pengintegrasian Pengurangan Risiko Kebakaran Pada


Kegiatan Pengembangan Diri
Pengembangan Diri
Pengembangan diri merupakan kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran
sebagai bagian integral dari kurikulum sekolah/madrasah. Kegiatan
pengembangan diri merupakan upaya pembentukan watak dan kepribadian
peserta didik yang dilakukan melalui kegiatan pelayanan konseling
berkenaan dengan masalah pribadi dan kehidupan sosial, kegiatan belajar,
dan pengembangan karir, serta kegiatan pengembangan diri. Untuk
satuan pendidikan khusus, pelayanan konseling menekankan peningkatan
kecakapan hidup sesuai dengan kebutuhan khusus peserta didik.
Pengembangan diri bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta
didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan
kebutuhan, potensi, bakat, minat, kondisi dan perkembangan peserta didik,
dengan memperhatikan kondisi sekolah/madrasah.

91
Pengintegrasian Pengurangan Risiko Kebakaran
ke dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Menengah Atas (SMA/SMK/MA/MAK)

Tujuan Khusus:
1. Bakat.
2. Minat.
3. Kreativitas.
4. Kompetensi dan kebiasaan dalam kehidupan.
5. Kemampuan kehidupan keagamaan.
6. Kemampuan sosial.
6. Kemampuan belajar.
7. Wawasan dan perencanaan karir.
8. Kemampuan pemecahan masalah.
9. Kemandirian.

Pengembangan Diri
1. Pengertian Kegiatan Pengembangan Diri
Kegiatan Pengembangan Diri adalah kegiatan pendidikan di luar mata
pelajaran dan pelayanan konseling untuk membantu pengembangan
peserta didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan minat mereka
melalui kegiatan yang secara khusus diselenggarakan oleh pendidik dan
atau tenaga kependidikan yang berkemampuan dan berkewenangan di
sekolah/madrasah.
2. Fungsi Kegiatan Pengembangan Diri
 Pengembangan, yaitu fungsi kegiatan pengembangan diri untuk
mengembangkan kemampuan dan kreativitas peserta didik sesuai
dengan potensi, bakat dan minat mereka.
 Sosial, yaitu fungsi kegiatan pengembangan diri untuk mengembangkan
kemampuan dan rasa tanggung jawab sosial peserta didik.
 Rekreatif, yaitu fungsi pengembangan diri untuk mengembangkan
suasana rileks, mengembirakan dan menyenangkan bagi peserta didik
yang menunjang proses perkembangan.
 Persiapan karir, yaitu fungsi kegiatan pengembangan diri untuk
mengembangkan kesiapan karir peserta didik.

3. Prinsip Kegiatan Pengembangan Diri


 Individual, yaitu prinsip kegiatan pengembangan diri yang sesuai
dengan potensi, bakat dan minat peserta didik masing-masing.
 Pilihan, yaitu prinsip kegiatan pengembangan diri yang sesuai dengan
keinginan dan diikuti secara sukarela peserta didik.
 Keterlibatan aktif, yaitu prinsip kegiatan pengembangan diri yang
menuntut keikutsertaan peserta didik secara penuh.
 Menyenangkan, yaitu prinsip kegiatan pengembangan diri dalam
suasana yang disukai dan mengembirakan peserta didik.

92
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Kebakaran untuk SMA/SMK/MA/MAK
 Etos kerja, yaitu prinsip kegiatan pengembangan diri yang membangun
semangat peserta didik untuk bekerja dengan baik dan berhasil.
 Kemanfaatan sosial, yaitu prinsip kegiatan pengembangan diri yang
dilaksanakan untuk kepentingan masyarakat.

4. Jenis kegiatan Pengembangan Diri


 Krida, meliputi Kepramukaan, Latihan Dasar Kepemimpinan Siswa
(LDKS), Palang Merah Remaja (PMR), Pasukan Pengibar Bendera Pusaka
(PASKIBRAKA).
 Karya Ilmiah, meliputi Kegiatan Ilmiah Remaja (KIR), kegiatan
penguasaan keilmuan dan kemampuan akademik, penelitian.
 Latihan/lomba keberbakatan/prestasi, meliputi pengembangan bakat
olah raga, seni dan budaya, cinta alam, jurnaistik, teater,
keagamaan.
 Seminar, lokakarya, dan pameran/bazar, dengan substansi antara
lain karir, pendidikan, kesehatan, perlindungan HAM, keagamaan,
seni budaya.

5. Format Kegiatan
 Individual, yaitu format kegiatan pengembangan diri yang diikuti
peserta didik secara perorangan.
 Kelompok, yaitu format kegiatan pengembangan diri yang diikuti oleh
kelompok-kelompok peserta didik.
 Klasikal, yaitu format kegiatan pengembangan diri yang diikuti peserta
didik dalam satu kelas.
 Gabungan, yaitu format kegiatan pengembangan diri yang diikuti
peserta didik antarkelas/antarsekolah/madraasah.
 Lapangan, yaitu format kegiatan pengembangan diri yang diikuti
seorang atau sejumlah peserta didik melalui kegiatan di luar kelas atau
kegiatan lapangan.

6. Perencanaan Kegiatan
Perencanaan kegiatan pengembangan diri mengacu pada jenis-jenis
kegiatan yang memuat unsur-unsur:
 Sasaran kegiatan.
 Substansi kegiatan.
 Pelaksana kegiatan dan pihak-pihak yang terkait, serta
keorganisasiannya.
 Waktu dan tempat.
 Sarana.

93
Pengintegrasian Pengurangan Risiko Kebakaran
ke dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Menengah Atas (SMA/SMK/MA/MAK)

7. Pelaksanaan Kegiatan
 Kegiatan pengembangan diri yang bersifat rutin, spontan dan
keteladanan dilaksanakan secara langsung oleh guru, konselor dan
tenaga kependidikan di sekolah/madrasah.
 Kegiatan pengembangan diri yang terprogram dilaksanakan sesuai
dengan sasaran, substansi, jenis kegiatan, waktu, tempat, dan pelaksana
sebagaimana telah direncanakan.

8. Penilaian Kegiatan
Hasil dan proses kegiatan pengembangan diri dinilai secara kualitatif
dan dilaporkan kepada pimpinan sekolah/madrasah dan pemangku
kepentingan lainnya oleh penanggung jawab kegiatan.

9. Pelaksanaan Kegiatan
Pelaksana kegiatan pengembangan diri adalah pendidik dan atau tenaga
kependidikan sesuai dengan kemampuan dan kewenangan pada substansi
kegiatan pengembangan diri yang dimaksud.

10. Pengawasan Kegiatan


 Kegiatan pengembangan diri di sekolah/madrasah dipantau, dievaluasi,
dan dibina melalui kegiatan pengawasan.
 Pengawasan kegiatan pengembangan diri dilakukan secara:
- internal, oleh kepala sekolah/madrasah.
- eksternal, oleh pihak yang secara struktural/fungsional memiliki
kewenangan membina kegiatan pengembangan diri yang dimaksud.
 Hasil pengawasan didokumentasikan, dianalisis, dan ditindaklanjuti
untuk peningkatan mutu perencanaan dan pelaksanaan kegiatan
pengembangan diri di sekolah/madrasah.

5.3.1 Kegiatan Pengembangan Diri Palang Merah Remaja (PMR)


Kegiatan pengembangan diri PMR dapat menggunakan materi tentang
pengenalan, pencegahan dan penanggulangan saat terjadi kebakaran. Program
kegiatan dapat mengacu kepada krida yang menunjukkan kompetensi dalam
menagani korban saat terjadi dan pasca kebakaran.
KRIDA PENANGGULANGAN SAAT DAN PASCA BENCANA KEBAKARAN DALAM
PALANG MERAH REMAJA (PMR)

94
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Kebakaran untuk SMA/SMK/MA/MAK
A. Rehabilitasi Korban Kebakaran
1. Mampu membantu di dapur umum.
2. Dapat membantu mendirikan barak darurat.
3. Dapat melaksanakan P3K korban luka bakar.
4. Mampu menyiapkan tandu dalam waktu singkat untuk evakuasi.
5. Mampu memobilisasi masyarakat dalam bantuan darurat di lokasi
kebakaran.
6. Dapat membantu Paramedis memberikan pertolongan pertama
7. Dapat membantu Pemda untuk memberikan pengarahan-pengarahan.

B. Penyelamatan Korban
1. Mengetahui cara membuat tandu.
2. Mengetahui tata cara pembalutan terhadap korban.
3. Memiliki pengetahuan tentang penentuan Posko.
4. Mengetahui jenis transportasi yang digunakan untuk mengangkut
korban.
5. Dapat melakukan evakuasi korban.
6. Mahir menentukan Posko yang aman dari gangguan cuaca dan hewan.
7. Mahir mengevakuasi korban ke Posko/Rumah Sakit.

5.3.2 Kegiatan Pengembangan Diri Pramuka


Kegiatan pengembangan diri pramuka dapat menggunakan materi tentang
pengenalan, pencegahan dan penanggulangan saat terjadi kebakaran. Program
kegiatan dapat mengacu kepada krida yang menunjukkan kompetensi dalam
mencegah dan menagani saat terjadi kebakaran.
KRIDA PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN BENCANA KEBAKARAN DALAM
PRAMUKA
A. Pencegahan Kebakaran
1. Dapat memanfaatkan api/panas seperti menyalakan,
memadamkan, menggunakan, dan mengetahui bahaya api.
2. Dapat meletakkan dengan baik peralatan rumah tangga yang
rawan/dapat menyebabkan kebakaran.
3. Memiliki pengetahuan dasar tentang terjadinya api (fire triangle/segitiga
api) secara sederhana.
4. Mengetahui jenis peralatan pemadam api ringan (tradisional) yang ada di
sekitarnya dan jenis bahan untuk memadamkan api serta jenis peralatan
pemadam api ringan modern (dengan teknologi).
5. Mengerti pengetahuan tentang terjadinya api dan penyebab kebakaran.
6. Mengetahui alamat, nomor telepon dinas pemadam kebakaran.

95
Pengintegrasian Pengurangan Risiko Kebakaran
ke dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Menengah Atas (SMA/SMK/MA/MAK)

7. Mengetahui klasifikasi jenis kebakaran dan jenis media pemadam yang


paling efektif.
8. Mampu memberikan penyuluhan masalah kebakaran (pencegahan,
pemadam, rehabilitasi) dan bahaya yang ditimbulkan dilingkungannya.

B. Pemadaman Kebakaran (saat terjadi)


1. Dapat menghubungi dengan cepat kepada yang berwajib bahwa telah
terjadi kebakaran (DPK, Polri, Pemda).
2. Dapat menggunakan alat dan bahan yang ada di sekitarnya (tradisional)
untuk memadamkan api kebakaran dan menggunakan alat pemadam api
ringan modern (dengan teknologi) untuk memadamkan kebakaran.
3. Dapat mematikan aliran listrik di sekitar lokasi terjadi kebakaran dan
menghubungi PLN.
4. Mampu menyampaikan kejadian kebakaran dan menyebarluaskan dengan
tepat, cepat dan benar
5. Mampu menyelamatkan manusia dari lokasi kebakaran (perempuan,
anak-anak dan orang lanjut usia) dengan tidak mengabaikan keselamatan
pribadi/diri sendiri.
6. Dapat melaksanakan petunjuk petugas pemadam kebakaran untuk
menyelamatkan manusia dan harta benda dari bahaya kebakaran.
7. Mampu memadamkan kebakaran dengan tidak melawan arah angin.
8. Mampu melokalisir tempat kebakaran.
9. Mampu mengarahkan massa dan mengevakuasi.

C. SKK Rehabilitasi Korban Kebakaran


1. Untuk golongan Siaga, tidak diperlukan
2. Untuk golongan Penggalang mampu membantu di dapur umum
3. Untuk golongan Penegak
Selain mempunyai SKK golongan Penggalang :
a. Dapat membantu mendirikan barak darurat
b. Dapat melaksanakan P3K korban luka bakar.
Untuk golongan Panegak
Selain mempunyai SKK golongan Penegak :
a. Mampu mengatur lalu lintas di lokasi kebakaran.
b. Dapat membantu Polisi mengamankan TKP.
c. Dapat membantu Pemda untuk memberikan pengarahan-
pengarahan.

96
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Kebakaran untuk SMA/SMK/MA/MAK
D. SKK Pengenalan Kerawanan Bencana
1. Untuk golongan Siaga dan Penggalang, ditiadakan
2. Untuk golongan Penegak :
 Dapat mengerti dan membedakan bencana alam dan bencana teknik,
serta dampak yang ditimbulkan.
 Mengetahui organisasi Basarnas.
3. Untuk golongan Panegak
Selain mempunyai SKK golongan Penegak :
 Mengetahui ciri-ciri daerah yang memiliki bencana.
 Menguasai sistem komunikasi Basarnas.
 Mengetahui dan dapat menganalisa sebab-sebab terjadinya bencana.
 Mampu berkomunikasi secara luas dengan unsur-unsur terkait.

E. SKK Pencarian
1. Untuk golongan Siaga dan Penggalang, ditiadakan
2. Untuk golongan Penegak :
 Dapat membaca peta dan kompas.
 Mahir menggunakan tali temali, simpul dan mahir. memperagakan
teknik pendakian.
3. Untuk golongan Panegak
Selain mempunyai SKK golongan Penegak :
 Dapat menyebutkan sedikitnya 3 jenis pencarian kelompok.
 Mengerti dan dapat melaksanakan survival.
 Mahir tali temali sedikitnya 10 simpul.
 Dapat menentukan metode pencarian yang dilakukan.
 Dapat menggunakan peralatan SAR darat dan SAR air.
 Mahir menggunakan survival kids.
 Mahir mountaineering dan repelling.
 Mahir menentukan jenis metode pencarian.

97
Pengintegrasian Pengurangan Risiko Kebakaran
ke dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Menengah Atas (SMA/SMK/MA/MAK)

F. SKK Penyelamatan
1. Untuk golongan Siaga dan Penggalang :
 Mengetahui cara membuat tandu.
 Mengetahui tata cara pembalutan terhadap korban.
2. Untuk golongan Penegak, ditambah pengetahuan tentang
penentuan Posko.
3. Untuk golongan Pandega
Selain mempunyai SKK golongan Penegak :
 Mengetahui jenis transportasi yang digunakan untuk mengangkut
korban.
 Dapat melakukan evakuasi korban.
 Mahir menentukan Posko yang aman dari gangguan cuaca dan
hewan.
 Mahir mengevakuasi korban ke Posko/Rumah Sakit.

98
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Kebakaran untuk SMA/SMK/MA/MAK

DAFTAR ISTILAH
Alarm Kebakaran, adalah suatu sistem instalasi alarm kebakaran yang bekerja
secara otomatis, yang dipasang di dalam bangunan gedung yang dimaksudkan
sebagai peralatan peringatan dini / awal kepada para penghuni bangunan tentang
terjadinya kebakaran.
Alarm Bell, adalah suatu komponen dalam system alarm kebakaran gedung
yang akan berbunyi / berdering apabila sistem alarm aktif. Alarm bell biasanya
terpasang pada setiap lantai pada bangunan gedung yang telah dipersyaratkan
untuk dipasang sistem alarm kebakaran.
APAR, singkatan dari Alat Pemadam Api Ringan, ialah alat pemadam yang pada
umumnya dalam kemasan tabung logam dalam berbagai ukuran mulai 1,2 s.d 6 Kg.
Bahan pemadam ini bervariasi, misalnya: serbuk kimia kering, gas CO2, dan busa/
foam. APAR digunakan untuk memadamkan berbagai klasifikasi kebakaran sesuai
dengan isi/bahan pemadamnya.
Api, adalah reaksi kimia yang terjadi secara berantai dan cepat antara bahan bakar
(fuel), Oksigen (O2), dan panas dalam perbandingan yang sesuai diikuti dengan
evolusi pengeluaran cahaya, panas dan gas hasil pembakaran.
Dinas Pemadam Kebakaran, adalah suatu lembaga, pada umumnya lembaga
pemerintah yang ada pada suatu kota atau kabupaten yang dipersiapkann untuk
menanggulangi kebakaran.
Evakuasi, adalah tindakan keluar secara bersama-sama dari dalam bangunan
gedung, dengan panduan petugas pengelola gedung, menuju ke tempat yang
aman di bagian luar bangunan.
Hidran kebakaran, adalah alat pemadam api dalam bentuk sistem instalasi dengan
bahan dasar air. Terdapat 3 jenis hidran kebakaran, yakni instalasi hidran gedung,
instalasi hidran halaman, dan instalasi hidran kota.
Kebakaran, Adalah bentuk nyala api yang sudah tak terkendali. Kebakaran dapat
menimbulkan dampak kerugian yang tak diharapkan. Kerugian itu bisa berupa
harta benda maupun korban jiwa manusia.
Kebakaran Klas A, Kebakaran dari bahan biasa yang mudah terbakar seperti kayu,
kertas, pakaian dan sejenisnya. Jenis alat pemadam : yang menggunakan air harus
digunakan sebagai alat pemadam pokok.
Kebakaran Klas B, Kebakaran bahan cairan yang mudah terbakar seperti minyak
bumi, gas, lemak dan sejenisnya. Jenis alat pemadam : yang digunakan adalah jenis
busa sebagai alat pemadam pokok.
Kebakaran Klas C, Kebakaran listrik (seperti kebocoran listrik, korsleting) termasuk
kebakaran pada alat-alat listrik. Jenis alat pemadam : yang digunakan adalah jenis
kimia dan gas sebagai alat pemadam pokok.
Kebakaran Klas D, Kebakaran logam seperti Zeng, Magnesium, serbuk Aluminium,

99
Daftar Istilah

Sodium, Titanium dan lain-lain. Jenis alat pemadam : yang harus digunakan adalah
jenis khusus yang berupa bubuk kimia kering.
Konduksi, Perpindahan panas melalui zat perantara. Panas merambat melalui
dinding pemisah ruangan, bagian dinding pada pada ruangan berikutnya menerima
kalor atau panas yang dapat membakar permukaan benda-benda yang terletak
pada dinding-dinding tersebut.
Konveksi, Perpindahan panas dari tekanan tinggi ke tekanan rendah. Panas
merambat melalui bagian bangunan yang terbuka seperti tangga dan koridor
gang dengan media pengantar udara.
Panel Kontrol Alarm, adalah suatu komponen dalam sistem alarm kebakaran
gedung yang berfungsi sebagai pusat/sentral dari seluruh sistem alarm. Pada Panel
Kontrol ini terdapat berbagai tanda/indikasi yang berfungsi memberi informasi
tentang lokasi lantai, zona, status pompa kebakaran, status stand-by, status trouble,
status general alarm dan lain-lain.
Pencegahan Kebakaran, adalah suatu upaya yang dilakukan untuk menghindari
atau mencegah terjadinya suatu kebakaran. Upaya-upaya tersebut diantaranya
meliputi: penyebaran pengetahuan dan pemahaman tentang benda dan sumber
panas, kondisi-kondisi serta perilaku yang dapat menyebabkan terjadinya kebakaran,
dan juga mengenai dampak yang merugikan sebagai akibat kebakaran. Kegiatan
Pencegahan kebakaran, diantaranya penyuluhan, pelatihan serta pembelajaran
tentang bahaya kebakaran.
Pemadaman kebakaran, adalah upaya yang dilakukan untuk memadamkan
kebakaran. Upaya memadamkan kebakaran dapat dilakukan dengan air, pasir,
karung goni atau handuk yang dicelupkan ke dalam air lebih dulu, dan dengan Alat
Pemadam Api, hidran dan sprinkler.
Pengindera/Detector, adalah suatu komponen dalam sistem alarm kebakaran yang
berfungsi mengindera/mendetaksi secara otomatis terhadap gejala kebakaran.
Terdapat 3 jenis detector, yakni detector panas, detector asap dan detector asap.
Radiasi, Perpindahan panas dalam bentuk pancaran. Panas merambat antara
ruang dan bangunan yang berdekatan. hal ini akan lebih cepat terjadi jika sebaran
api dibantu oleh tekanan udara atau angin kearah bangunan lainnya.
Sprinkler, adalah salah satu komponen pada sistem instalasi pemadam kebakaran
di dalam bangunan gedung yang bekerja secara otomatis apabila mendapat
rangsangan panas pada suhu tertentu.
Sumber-sumber Panas, adalah salah satu unsur yang dapat menyebabkan
timbulnya api dan kebakaran. Beberapa sumber panas itu adalah matahari, kimia,
listrik, mekanik dan nuklir.
Tempat Berhimpun Sementara, adalah suatu tempat di luar bangunan, yang akan
difungsikan sebagai tempat berkumpulnya para penghuni gedung, yang dinilai
aman dari paparan kebakaran.

100
Modul Pengintegrasian Pengurangan Risiko Kebakaran untuk SMA/SMK/MA/MAK

DAFTAR PUSTAKA
Apotik online dan media informasi obat - penyakit ::
medicastore.com
Biro Instalatir, Informasi Kelistrikan dan Panduan Pelayanan Pelanggan, PT
PLN, PLN Dis Jaya & Tangerang, 1996/1997, Jakarta.
Bush, Loren. S. & MeLaughlin, James H., Introduction to Fire Science,
Macmillan Publishing Co, Inc, New York, 1979, USA.
Hoover, Stephen R., Fire Protection for Industry, Van Nostrand Reinhold, 1991, New
York, USA.
Cote, Arthur, & Bugbee, Percy, Principles of Fire Protection, NFPA, Quincy
Park, 1988.
Buku Pegangan Guru Panduan Siaga Bencana Pusat Mitigasi Bencana Institut
Teknologi Bandung
Buku Panduan Guru Pendidikan Siaga Bencana. Muhammadiyah Disaster
Management Center
Deni Almanda, Penghantar Energi Listrik, Majalah Elektro Indonesia, No. 15, Tahun
III, April/Mei 1997, Jakarta.
Ir. Karel Pijpaert, Anggota Dewan Redaksi E.I. bekerja di PT Schneider
Indonesia
Listrik potensial penyebab kebakaran, waspadalah, Majalah Konstruksi, April 1998,
Jakarta.
Penaggulangan Kebakaran dan Bencana Di Lingkungan Padat Hunian Dinas
Pemadam Kebakaran Provinsi DKI Jakarta 2007.
Penaggulangan Bahaya Kebakaran Pada Bangunan Tinggi Dinas Pemadam
Kebakaran Provinsi DKI Jakarta 2007.
http://sains.kompas.com/read/xml/2009/09/08/15440098/Walhi..3.626 Ha.Hutan.
dan.
Medy Santoso, Liam Fogarty dan Bert Boorger Early Warning System And
Fire Danger Rating In Pt. Inhutani 1
http://www.cartenzadventure.com/pengendalian-bahaya-kebakaran.html
Concept Of Fire Control In Dense Settlement Case Study: Banyu Urip Distric, Surabaya
www.buildingcommission.com.au
Victorian Deaf Society www.vicdeaf.com.au Disability Information Online
www.disability.vic.gov.au
www.cfa.vic.gov.au/residents/home/equip.htm

101

Anda mungkin juga menyukai