Anda di halaman 1dari 12

Laporan Kasus

Vol 8 No. 1, April 2019 ISSN 2460-8742


http://journal.unair.ac.id/ORTHO@journal-orthopaedi-and-traumatology-surabaya-media-104.html

NEGLECTED COXITIS TUBERCULOSA MANAGEMENT IN CHILDREN

Sulis Bayusentono1, Erwin Ramawan1, Henry Dominica2


1Staff of Orthopaedic and Traumatology Department, Faculty of Medicine, Universitas

Airlangga, Dr Soetomo General Hospital, Surabaya


2Resident of Orthopaedic and Traumatology Department, Faculty of Medicine, Universitas

Airlangga, Dr Soetomo General Hospital, Surabaya


*Corresponding Author: Henry Dominica, Resident of Orthopaedic and Traumatology
Department, Faculty of Medicine, Universitas Airlangga, Jl. Mayjen Prof. Dr. Moestopo 6-8,
Surabaya
E-mail: henrydominica@gmail.com

ABSTRAK
Latar Belakang: Tuberkulosis masih merupakan salah satu masalah kesehatan serius di
seluruh dunia termasuk di Indonesia. Insiden tuberkulosis terus meningkat setiap tahunnya,
terutama kasus tuberkulosis tulang yang merupakan bagian dari tuberkulosis ekstra pulmonal
sebanyak 10-20%.
Kasus: Laporan kasus terhadap pasien perempuan, 2 tahun, dengan neglected posterior hip
dextra et causa coxitis TB dextra di RSUD Dr. Soetomo Surabaya, periode Oktober 2013 -
September 2015. Data diambil secara restropektif dari rekam medis melalui anamnesis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan radiologis, dan laboratorium.
Diskusi: Seorang anak perempuan berumur 2 tahun didiagnosa sebagai Neglected Posterior
Hip Dextra et causa Coxitis TB Dextra, dilakukan open biopsi, debridement, dan open reposisi
melalui pendekatan Anterior Smith Peterson. Dilakukan pemasangan Kirschner wires dan
fiksasi eksternal dengan hemispica. Diberikan obat anti-tuberkulosis selama 12 bulan. Dalam
pemantauan selama 2 tahun pascaoperasi, pasien dilaporkan mengalami perbaikan.
Kesimpulan: tuberkulosis panggul memiliki variasi manifestasi yang mirip dengan penyakit
lainnya. Biopsi dari jaringan lesi tulang merupakan gold standard diagnosis coxitis TB terutama
di daerah endemis. Namun interpretasi awal dari gambaran radiologi panggul dapat menjadi
prediksi outcome pada kasus coxitis TB.
Kata kunci: tuberculosis panggul, biopsi jaringan, pendekatan Anterior Smith Peterson

ABSTRACT
Background: Tuberculosis is one of serious health problems throughout the world, including
in Indonesia. The incidence of tuberculosis continue to increase annually, especially the case
of bone tuberculosis which is part of tuberculosis extra pulmonary as much as 10-20%.
Case: A case report of 2 years old girl, with a neglected posterior hip dextra et causa coxitis
tuberculosa dextra in Dr. Soetomo General Hospital, in period October 2013 until September
2015. Data were taken from the retrospective medical record through the anamnesis, physical
findings, radiological, and laboratory examinations.
Discussion: A 2 years old girl diagnosed as Neglected Posterior Hip dextra et causa Coxitis TB
dextra, carried out of open biopsy, debridement, and open repositioning through the anterior
approach Smith Peterson. Do installation of K-Wires and external fixation with hemispica.
Given anti-tuberculosis drug for 12 months. In the monitoring for 2 years post-operatively, the
patient reported an improvement.
Conclusion: Hip Tuberculosis have a variety of mànifestasi similar to other diseases. Biopsy
of the bone tissue lesions is a gold standard diagnosis for coxitis TB. However interpretation of
the early picture of pelvic radiology can be a predictor outcome in the case of coxitis TB.
Keywords: tuberculosis pelvis, tissue biopsy, anterior approach smith peterson
35
Journal Orthopaedi and Traumatology Surabaya JOINTS
Laporan Kasus
Vol 8 No. 1, April 2019 ISSN 2460-8742
http://journal.unair.ac.id/ORTHO@journal-orthopaedi-and-traumatology-surabaya-media-104.html

PENDAHULUAN
Tuberkulosis merupakan masalah untuk mencegah komplikasi yang dapat
kesehatan di seluruh dunia dengan 8,8 juta timbul.1 Namun, dalam praktek sehari-hari,
penduduk yang mengidap TB. Berdasarkan deteksi dini kasus ini masih sulit dilakukan
laporan terakhir WHO, maka TB masuk secara langsung akibat terbatasnya fasilitas
dalam peringkat kedua sebagai penyebab diagnostik yang digunakan sehingga
kematian pada kasus penyakit infeksi setelah seringkali terjadi keterlambatan dalam
HIV. Pada tahun 2011 dilaporkan angka menegakkan diagnosa dan melakukan
kejadian kasus TB sekitar 59 % di Asia dan tatalaksana. Selain itu misdiagnosis dan tata
26 % di Afrika. Sedangkan India memiliki laksana yang salah masih sering terjadi
angka kejadian kasus baru TB sebesar 2 khususnya di daerah endemis karena TB
sampai dengan 2.5 juta kasus.1 memiliki manifestasi klinis yang mirip
Angka kejadian kasus tuberkulosis dengan penyakit lainnya.3 Keadaan ini juga
terus meningkat, terutama TB osteoartikular diperburuk dengan kurangnya pengetahuan
yang merupakan salah satu TB ekstra masyarakat mengenai kasus ini, sehingga
pulmonal dengan angka kejadian sekitar 10- seringkali kasus coxitis ditemukan pada
20%. Infeksi tuberkulosis yang menyerang stadium lanjut.
organ tulang melalui penyebaran infeksi Laporan kasus ini bertujuan untuk
secara hematogen memiliki prevalensi mengetahui penegakan diagnosis dan
bervariasi tergantung lokasinya. Menurut tatalaksana Coxitis TB pada anak. Dengan
penelitian meta-analisis yg dilakukan demikian, diharapkan dapat membantu
Kulchavenya disebutkan bahwa prevalensi pemahaman dalam manajemen kasus
TB pada tulang dan sendi meliputi 11,3 % Coxitis TB.
di USA, 34,5 % di Rusia, dan 20% di Nepal
dari seluruh kasus TB di masing-masing LAPORAN KASUS
negara.2 Seorang anak perempuan berusia 2
Sulitnya deteksi penyakit TB tahun dengan keluhan utama tidak bisa
osteoartikular dapat menyebabkan destruksi berjalan sejak 7 bulan sebelum masuk rumah
tulang dan kolaps pada sendi panggul sakit. Benjolan di lipat paha sebelah kanan,
sehingga dapat menimbulkan kecacatan. bengkak, tampak kemerahan sekitar
Oleh karena itu perlu dilakukan upaya benjolan, nyeri sendi panggul saat digerakan
deteksi dan tatalaksana sesegera mungkin sejak 6 bulan SMRS. Nyeri bersifat tajam,

36
Journal Orthopaedi and Traumatology Surabaya JOINTS
Laporan Kasus
Vol 8 No. 1, April 2019 ISSN 2460-8742
http://journal.unair.ac.id/ORTHO@journal-orthopaedi-and-traumatology-surabaya-media-104.html

hilang timbul, intensitas nyeri bertambah Pasien kemudian dilakukan


setelah terjatuh, nyeri tidak menjalar. imobilisasi dengan skin traksi, dan
Pemeriksaan fisik status generalis dalam dilakukan tindakan open biopsi,
batas normal. Status lokalis regio hip dextra debridement untuk membuang pus dan
berada dalam posisi rotasi internal dan jaringan caseosa caput femoral dan jaringan
fleksi, tampak shortening deformity, tanda kartilago, open reposisi dan fiksasi dengan
Galeazzi positif (Gambar 1). K-wires (Gambar 3).

a b
Gambar 1. Foto klinis pasien. Dari depan
(a) maupun belakang (b), tampak adanya
rotasi internal dan fleksi disertai shortening
deformity pada hip kanan.

Gambar 1. Foto Rongten Pelvis AP initial


Teraba massa pada regio hip nampak bone destruction pada metafisis os
posterior, konsistensi padat kenyal, bentuk femur kanan, subluksasi caput femur kanan
terhadap fossa acetabulum, trabekulasi
bulat, batas tegas, diameter 3 cm, mobile, tulang diluar lesi normal, celah dan
nyeri tekan positif. Dari pengukuran Leg permukaan sendi masih tampak baik, tak
tampak jelas soft tissue swelling.
Length Discrepancy, didapatkan perbedaan
sebesar 2 cm antara ekstremitas kanan dan Teknik Operasi
kiri. Pengukuran Bryant Triangle antara Incise yang digunakan adalah
sendi panggul kanan dan kiri tidak sesuai. anterior approach (Smith-Petersen).
Range of Motion (RAM) hip dekstra Superficial intermuscular plane melalui otot
terbatas. Sartorius dan Tensor fascia lata. Profundal
Gambaran rontgen terdapat intermuscular plane melalui otot Rectus
gambaran lisis pada caput femur dekstra. femoris dan Gluteus medius. Setelah kapsul
(Gambar 2). Hasil laboratorium didapatkan sendi terlihat, tungkai di-posisikan adduksi
leukositosis dan limfositosis. Pasien dan eksternal rotasi, kemudian dilakukan
terdiagnosis sebagai Neglected Posterior incise pada kapsul sendi. Setelah incise
Hip Dextra et causa Coxitis TB Dextra. kapsul, didapatkan destruksi dari permukaan

37
Journal Orthopaedi and Traumatology Surabaya JOINTS
Laporan Kasus
Vol 8 No. 1, April 2019 ISSN 2460-8742
http://journal.unair.ac.id/ORTHO@journal-orthopaedi-and-traumatology-surabaya-media-104.html

kartilago kaput femur dan acetabulum perawatan luka pascaoperasi. Dilakukan


disertai jaringan kaseosa. Tidak didapatkan pelepasan hemispica 16 minggu
adanya pus. Tampak subluksasi dari hip pascaoperasi. Post pelepasan hemispica,
joint. Kemudian dilakukan biopsi dari pasien mulai mobilisasi berjalan. Hasil foto
jaringan pada kaput femur, dilanjutkan rongten menunjukkan adanya perbaikan.
debridement synovectomy, dan irigasi (Gambar 4).
dengan normal saline. Pada jaringan kapsul
yang menebal dilakukan excise. Pasca
debridement, dilakukan reposisi dari kaput
femur dan fiksasi dengan K-wire untuk
mempertahankan stabilitas sendi. Dilakukan
penjahitan luka operasi lapis demi lapis
tanpa drainage. Pasca operasi dilanjutkan
pemasangan hemispica cast dan pemberian
Obat Anti-Tuberculosis (OAT). Gambar 4. Foto Rongtent Pelvis AP post
pelepasan hemispica (13/02/2014). Masih
Hasil pemeriksaan Patologi Anatomi tampak gambaran bone destruction pada
jaringan kaput femur dekstra didapatkan metafisis os femur kanan. Masih tampak
destruksi pada acetabulum kanan (dengan
adanya radang granulomatous tuberkulosa gambaran tepi yang mulai kabur). Tampak
dengan Bacill Tahan Asam (BTA) positif. subluksasi caput femoris kanan dengan fossa
acetabulum yang mulai membaik.
Trabekulasi tulang diluar lesi normal. Celah
dan permukaan sendi masih tampak baik.
Tidak tampak soft tissue swelling.

Pada bulan Oktober 2014 pasien


selesai menjalani pengobatan TB. Telah
dilakukan pemeriksaan pada X-Ray Thorax
pada bulan kontrol sebelumnya dan tidak
didapatkan adanya kelainan (Gambar 5).
Gambar 3. Foto Rongtent Pelvis AP
pascaoperasi. Dilakukan fiksasi dengan K- Hasil kontrol poli 3 bulan pasca lepas
Wires dan dipasang penyangga eksternal
pengobatan TB menunjukkan perbaikan
dengan hemispica.
klinis yang bermakna. Pasien telah dapat
Dari hasil kontrol poli rawat jalan, menggerakkan sendi panggul sisi sebelah
dilakukan pencabutan fiksasi K-wire 6 kanan secara bebas tanpa disertai rasa nyeri.
minggu pascaoperasi. Gips hemispica Dari hasil pemeriksaan X-Ray, tidak
diganti secara berkala saat kontrol disertai didapatkan lagi adanya destruksi maupun
38
Journal Orthopaedi and Traumatology Surabaya JOINTS
Laporan Kasus
Vol 8 No. 1, April 2019 ISSN 2460-8742
http://journal.unair.ac.id/ORTHO@journal-orthopaedi-and-traumatology-surabaya-media-104.html

subluksasi sendi (Gambar 6). Hasil


pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil
neutropenia (2,85/36,7%) dan
hipereosinofilia (0,152/196%), sedangkan
jumlah leukosit masih dalam batas nomal.
Nilai laboratorium lainnya dalam batas
normal.

Gambar 3. Foto Rontgen Pelvis AP (7


Januari 2015). Tampak area destruksi pada
metafisis sudah mulai mengecil, Sudah tidak
didapatkan lagi gambaran subluksasi Caput
femoris kanan dengan fossa acetabulum,
Sudah tidak didapatkan gambaran destruksi
pada acetabulum, Trabekulasi tulang diluar
lesi normal.
Gambar 2. Foto Rongten Thorax AP (25
Agustus 2014). Gambaran cor dan pulmo
dalam batas normal. Tak tampak adanya
proses spesifik.

Hasil pemantauan klinis terakhir (24


bulan pascaoperasi) seperti pada Gambar 7
didapatkan pasien telah mampu berjalan dan
beraktivitas secara normal. Tidak didapatkan
a b
adanya tanda-tanda peradangan pada regio
hip dekstra. Tampak luka bekas operasi pada
regio inguinal dan hip dekstra. Leg Length
Discrepancy dalam batas normal. ROM hip
dekstra bebas.

c d

Gambar 7. Foto klinis pasien (11/06/2015)

39
Journal Orthopaedi and Traumatology Surabaya JOINTS
Laporan Kasus
Vol 8 No. 1, April 2019 ISSN 2460-8742
http://journal.unair.ac.id/ORTHO@journal-orthopaedi-and-traumatology-surabaya-media-104.html

Resume pasien dapat dilihat pada Gambar 8 berikut:

RESUME PASIEN

DATANG PERTAMA KALI Pemeriksaan Fisik


 hip : rotasi internal dan fleksi, Shortening
Keluhan : tidak bisa berjalan deformity, tanda Galeazzi (+), LLD 2 cm
nyeri pada paha sebelah kanan, bertambah  massa pada region hip posterior, ikut bergerak
berat saat malam, bengkak & kemerahan ketika kaki digerakkan. Massa tersebut terasa
di daerah lipat paha kanan nyeri, Bryant Triangle : ketidak-sesuaian sendi
panggul kanan dan kiri, ROM hip dekstra :
keterbatasan gerak

Laboratorium
Dx.  leukositosis (17,0 x10e3/uL )
Neglected Posterior Hip Dextra et causa  limfositosis (9,71 / 57,2%)
Coxitis TB Dextra  SGOT mrningkat < 3x normal (51 U/L)
 LDH meningkat (774).
 Nilai laboratorium lainnya dalam batas normal.

Foto X-ray
Operasi (Oktober 2013) Bone destruction, subluksasi caput femur kanan,
open biopsi, debridement, dan open trabekulasi tulang diluar lesi normal, celah dan
permukaan sendi masih tampak baik, tak tampak
reposisi, fiksasi dengan K-wires
jelas soft tissue swelling.

Pascaoperasi
• Pemasangan hemispica
• Pemeriksaan Patologi Anatomi (bahan kaput
Kontrol 6 minggu pascaoperasi
femur dekstra). Hasil : radang granulomatous
pencabutan fiksasi K-wire tuberkulosa dengan BTA (Bacill Tahan Asam)
positif
• OAT : RHZE (2 bulan) + RH (10 bulan)

Kontrol 16 minggu pascaoperasi


pencabutan fiksasi K-wire

Kontrol 12 bulan pascaoperasi


Pengobatan OAT selesai.
X-Ray Thorax normal.

Kontrol 15 bulan pascaoperasi


Perbaikan klinis (ROM bebas, tanpa
nyeri), X-ray : destruksi / subluksasi
sendi negatif

Kontrol 24 bulan pascaoperasi


Berjalan & aktivitas normal
LLD (-), ROM bebas
Gambar 8. Resume perjalanan penyakit pasien mulai dari awal datang ke Rumah Sakit hingga
penyakit membaik

40
Journal Orthopaedi and Traumatology Surabaya JOINTS
Laporan Kasus
Vol 8 No. 1, April 2019 ISSN 2460-8742
http://journal.unair.ac.id/ORTHO@journal-orthopaedi-and-traumatology-surabaya-media-104.html

DISKUSI sedikit demi sedikit sehingga tidak


Coxitis TB merupakan salah satu TB menimbulkan gejala klinis. Pada kasus ini,
osteoartikular pada articulatio coxae akibat gejala baru diketahui setelah anak
penyebaran oleh kuman Mycobacterium mengalami trauma dan timbul manifestasi
Tuberculosis dari suatu fokus infeksi primer gangguan pada sendi panggul.
di paru. (Gambar 9). Pada umumnya bersifat Melalui penyebaran hematogen,
unilateral atau hanya mengenai satu sendi bakteri akan mencapai synovium dan tulang.
coxae. Pada pasien yang terkena pada kedua Ketika mencapai synovium, akan
sendi, seringkali terjadi pada saat yang menyebabkan membran sinovial menjadi
bersamaan.4 oedem dan kongesti. Jaringan granulasi pada
Paru merupakan port d'entree lebih synovium dapat menyebar ke tulang dan
dari 98% kasus infeksi TB. Meskipun tidak menyebabkan necrosis subkondral,
didapatkan adanya kelainan pada sekuestra, dan mungkin dapat menimbulkan
pemeriksaan fisik paru, tidak menutup kissing lession pada sisi sendi lainnya.6
kemungkinan terjadinya infeksi TB Infeksi pada tulang dapat terjadi baik
mengingat kuman TB memiliki pada intrakapsuler maupun ekstrakapsuler.5
kecenderungan bersarang di organ yang (Gambar 10). Ketika infeksi melibatkan
mempunyai vaskularisasi baik, paling sering intraartikuler, maka progresivitas penyakit
di apeks paru. Pada umumnya, kuman di akan dengan cepat menyebar ke seluruh
sarang tersebut tetap hidup, tetapi tidak aktif sendi. Infeksi pada ekstraartikuler pun dapat
(tenang), dikenal sebagai fokus Simon, yang melibatkan sendi. Cold abcess yang
dikemudian hari dapat mengalami reaktivasi biasanya terbentuk dapat menimbulkan
dan terjadi TB apeks paru saat dewasa.5 perforasi pada kapsul sendi dan meluas ke
(Gambar 9). area di sekitar sendi seperti trigonum
Dari fokus tersebut, kemudian dapat femorale, aspek medial, lateral posterior
menyebar secara limfogen maupun paha, serta fossa ischiorectal.7
hematogen ke seluruh tubuh, yang pada
kasus ini menyebar ke tulang dan sendi
panggul. Penyebaran hematogen yang
paling sering terjadi adalah dalam bentuk
penyebaran hematogenik tersamar (occult
hematogenic spread).5 Melalui cara ini,
kuman TB menyebar secara sporadik dan

41
Journal Orthopaedi and Traumatology Surabaya JOINTS
Laporan Kasus
Vol 8 No. 1, April 2019 ISSN 2460-8742
http://journal.unair.ac.id/ORTHO@journal-orthopaedi-and-traumatology-surabaya-media-104.html

femur, dan lain sebagainya. Pemeriksaan


penunjang seperti biopsi jaringan mampu
membantu menyingkirkan penyebab lain
tersebut.8
Pemeriksaan penunjang yang
dilakukan dalam menegakkan diagnosis
pada kasus ini adalah melalui pemeriksaan
laboratorium, X-Ray dan pemeriksaan
histopatologi. Golden standar pemeriksaan
TB adalah dengan pemeriksaan pengecatan
Gambar 9. Bagan pathogenesis penyebaran BTA (Basil Tahan Asam) / AFB (Acid Fast
infeksi TB 5
Bacilli) dengan pewarnaan Ziehl Neelsen,
pemeriksaan histopatologi dan PCR
Destruksi pada
Intra metafisis dan (Polymerase Chain Reaction).9 Pada kasus
capsuler epifisis (paling
Osseu sering) ini, didapatkan limfositosis dari
s  Lebih jarang
Extra terjadi pemeriksaan laboratorium, akan tetapi hasil
capsuler  Menyebar ke soft
tissue sekitar interpretasi tersebut tidak spesifik. Temuan
 Dapat
menginfeksi laboratoris pada Coxitis TB secara umum
ruang sendi
menunjukkan gambaran penyakit kronis
Gambar 10. Bagan pathogenesis coxitis seperti anemia ringan, sedangkan jumlah
pada region osseus 5
leukosit dapat normal atau meningkat.10
Pasien biasanya datang dengan Pemeriksaan laju endap darah dan CRP
presentasi klinis nyeri, gangguan berjalan, hampir selalu meningkat pada kasus TB,
dan keterbatasan gerak sendi. Beberapa namun pada kasus ini tidak didapatkan data.
gangguan sendi hip yang muncul dengan Hasil ini telah dapat dikonfirmasi dengan
nyeri dan gangguan berjalan seperti transien pengecatan BTA dengan ZN pada hasil
sinovitis hip, penyakit Legg – Calve - biopsi.
Perthes, osteomyelitis proximal femur, injuri Dari pemeriksaan radiologis,
pada hip, arthritis akut pada anak, osteoid didapatkan gambaran bone destruction pada
osteoma pada collum femur dengan metafisis os Femur Dextra, disertai
keterlibatan sinovial, sinovitis villonodular, subluksasi caput femoris dextra dengan
rheumatoid arthritis, avascular necrosis fossa acetabulum, trabekulasi tulang diluar
caput femur, giant cell tumour proximal lesi normal, celah dan permukaan sendi

42
Journal Orthopaedi and Traumatology Surabaya JOINTS
Laporan Kasus
Vol 8 No. 1, April 2019 ISSN 2460-8742
http://journal.unair.ac.id/ORTHO@journal-orthopaedi-and-traumatology-surabaya-media-104.html

masih tampak baik, tak tampak jelas soft Tabel 1. Klasifikasi coxitis TB berdasarkan
gambaran klinis dan gambaran radiologis
tissue swelling. Babhulkar dan Pande
(Babhulkar dan Pande) 11
memperkenalkan klasifikasi berdasarkan Gambaran Gambaran
Stadium
Klinis Radiologi
gambaran klinis dan radiologis coxitis TB
Stadium Fleksi, abduksi, Haziness,
dan membaginya menjadi 4 stadium (Tabel 1 rotasi eksternal, rarefaction
Sinovitis apparent
1).7,11 Menurut klasifikasi tersebut, kasus ini lengthening
termasuk dalam stadium 3/Arthritis, dengan Stadium Fleksi, aduksi, Rarefaction,
2 rotasi internal, osteopenia, lesi
pertimbangan didapatkan adanya fleksi, Artritis pemendekan. tulang pada caput
awal femur, asetabulum
adduksi, rotasi internal, pemendekan dari atau keduanya.
Tidak ada
gejala klinis dan terdapat lesi pada caput pengurangan ruang
femoris disertai destruksi pada permukaan sendi.
Stadium Fleksi, aduksi, Sesuai dengan
artikular. Tuli menyarankan modifikasi 3 rotasi internal, kriteria pada
Artritis pemendekan. stadium 2,
klasifikasi tersebut. Sedangkan menurut Tuli terdapat destruksi
pada permukaan
(Tabel 2), kasus ini masuk dalam Arthritis articular, ada
pengurangan ruang
Stadium Lanjut. Menurut
sendi.
Shanmugasundaram,12,13 (Gambar 11) tipe Stadium Fleksi, aduksi, Destruksi komplit,
4 rotasi internal tidak ada ruang
kelainan sendi panggul pada pasien ini Artritis dengan sendi,
Lanjut pemendekan penyimpangan
adalah tipe 3 (dislocating). Pada tipe ini yang masif. acetabulum.
panggul mengalami dislokasi atau
subluksasi karena kelenturan kapsul sendi
Tabel 2. Klasifikasi Tuli tentang perjalanan
dan hipertrofi sinovial. alamiah TB Arthritis 7
Gambaran
Menurut penelitian yang dilakukan Gambara
Stadium Radiologi Terapi
n Klinis
oleh Mohideen et al, menyebutkan bahwa Sinovitis Pembengk Pembeng- Kemote-rapi
gambaran radiologis dari presentasi awal akan kakan Istirahat.
jaringan jaringan ROM.
dapat memprediksi outcome dari lunak. lunak. Gips
75% masih Ostopenia.
penyakitnya.14 Jika terjadi penyempitan bisa
melakukan
ruang sendi kurang dari atau sama dengan 3 pergerakan
sendi.
mm, maka prognosisnya kurang baik.8 Pada Artritis Pembengk Pembengk Kemote-rapi
kasus ini celah dan permukaan sendi masih Awal akan akak Istirahat.
jaringan jaringan ROM.
tampak baik, sehingga prognosisnya masih lunak. lunak. Gips
Kehilanga Erosi sendi Synovec-
baik. n marginal tomy
pergerakan Pengurang
sendi an ruang
sekitar 25- sendi.
50%.

43
Journal Orthopaedi and Traumatology Surabaya JOINTS
Laporan Kasus
Vol 8 No. 1, April 2019 ISSN 2460-8742
http://journal.unair.ac.id/ORTHO@journal-orthopaedi-and-traumatology-surabaya-media-104.html

Artritis 75% Erosi Kemoterapi femoral dan jaringan kartilago. Lalu


stadium mengalami marginal Osteotomi
lanjut kehilangan Kista. Artrodesis dilakukan fiksasi dengan K-wires dan
pergerakan Hilangnya Artroplasti
sendi ruang dipasang penyangga eksternal dengan
sendi
secara
hemispica. Tindakan debridement
signifikan. synovektomi diperlukan pada 30 % kasus
Artritis 75% Destruksi Kemoterapi
stadium mengalami sendi. Osteotomi yang tidak berespon pada terapi konservatif.
lanjut kehilangan Artrodesis
dengan pergerakan Artroplasti Kelebihan dari approach ini yaitu:17
subluksa sendi.
si/disloka Subluksasi  Diseksi secara superficial maupun
si atau profundal dilakukan melalui
dislokasi. internervous planes.
 Memudahkan dalam visualisasi dari
kolumna anterior dan dinding medial
dari acetabulum sehingga dapat
memudahkan operator terutama dalam
kasus-kasus dislokasi panggul
kongenital dan Dysplasia Acetabulum.
 Menghindari terjadinya kerusakan
mekanisme abduktor sehingga
menghindari komplikasi gangguan
berjalan pascaoperasi.
Kekurangan dari approach ini yaitu :17
 Operator dapat mengalami kesulitan jika
ingin mengidentifikasi kolumna
acetabulum dan anal femoral medullary.
Gambar 11. Diagram kelainan sendi  Insisi kulitnya tidak sejenis dengan plane
panggul menurut Shanmugasundara.13 dari intramuscular interval.
Pemberian kemoterapi yang efektif
Terapi pada TB extra-pulmonal
dan diagnosis dini berperan penting dalam
memiliki prinsip dasar yang sama dengan
menyelamatkan fungsi sendi.6 Wang et al
15
terapi pada TB pulmonal. Obat anti-TB
menyarankan kombinasi dari terapi OAT
adalah pilar dari manajemen TB extra-
selama minimal 2 bulan sebelum operasi dan
pulmonal.15,16 Menurut Tuli et al (Tabel 2),
dilanjutkan dengan minimal 12 bulan setelah
tatalaksana yang disarankan pada Arthritis
operasi.18 Prinsip dasar terapi TB pada anak
Stadium Lanjut meliputi kemoterapi,
yang disarankan Depkes - IDAI adalah
osteotomi, arthrodesis, arthroplasti. Pada
minimal 3 jenis obat (Rifampizin,
pasien ini dilakukan reposisi terbuka
Pirazinamid, Isoniazid) dalam jangka waktu
(Anterior Smith-Petersen Approach).
relatif lama (6-12 bulan), meliputi fase
Kemudian dilakukan debridemant untuk
intensif (2 bulan pertama) dan sisanya
membuang jaringan kaseosa pada caput
44
Journal Orthopaedi and Traumatology Surabaya JOINTS
Laporan Kasus
Vol 8 No. 1, April 2019 ISSN 2460-8742
http://journal.unair.ac.id/ORTHO@journal-orthopaedi-and-traumatology-surabaya-media-104.html

sebagai fase lanjutan.19 Pada kasus TB Hasil pengobatan dengan tingkat


ekstrapulmonal, fase intensif diberikan keberhasilan baik untuk tipe normal dan tipe
Rifampisin, Isoniazid, Pirazinamid, dan Perthes, sedangkan traveling acetabulum,
Ethambutol atau Streptomycine, sedangkan dislocation, mortar and pestle type
fase lanjutan hanya diberikan Rifampisin menunjukkan prognosis buruk. Pada kasus
dan Isoniazid saja. Pada kasus ini pasien ini, pasien tetap memiliki residual deformity
mendapat terapi fase intensif selama 2 bulan sesudah dilakukan penanganan
dan fase lanjutan selama 10 bulan. Dosis
yang diberikan sesuai dengan Tabel 3.
KESIMPULAN DAN SARAN
Pemberian OAT telah dimulai 2 minggu
TB coxitis memiliki gejala yang
sebelum operasi dilakukan untuk mencegah
menyerupai infeksi panggul lainnya yang
penyebaran sistemik.
berakibat sulit untuk terdeteksi secara dini
Tabel 3. Dosis Obat Anti Tuberkulosis sehingga dapat terjadi keterlambatan
(OAT).19
Nama Obat Dosis harian Dosis
diagnosa serta melakukan tatalaksana.
(mg/kgBB maksimal Diagnosis coxitis TB ditegakkan melalui
/hari (mg/kgBB/hari
Rifampicin 10 - 20 600 anamnesis, pemeriksaan fisik dan
(R)
Isoniazid (H) 5 - 15 300 pemeriksaan penunjang. Golden standard
Pirazinamid 15 - 30 2000
(Z) dalam penegakan diagnosis adalah melalui
Etambutol 15 - 20 1250 pemeriksaan kultur kuman M.tuberculosis,
(E)
Streptomisin 15 - 40 1000 pengecatan BTA dengan ZH dan PCR. Di
(S)
negara berkembang seperti negara
Indonesia, yang aplikatif digunakan oleh
Sebagai tambahan dari terapi
ahli orthopaedi adalah dengan melihat
farmakologis, Moon et al
riwayat penyakit, pemeriksaan fisik dan
merekomendasikan pemasangan traksi,
pemeriksaan radiologi. Pemeriksaan
terutama skeletal traksi pre operatif.6 Weight
laboratorium tidak dapat menunjukkan
bearing sedini mungkin disarankan segera
penyakit secara spesifik dibandingkan
setelah pasien mampu mentolerir nyeri.8
radiologis. Lalu, dikonfirmasi dengan
Keberhasilan pengobatan tergantung pemeriksaan biopsi jaringan atau pengecatan
dari stadium coxitis pada saat terdiagnosa. BTA. Tatalaksana coxitis TB meliputi
Campbell dan Hoffman mengobservasi tatalaksana umum, pemberian OAT, dan
terdapat hubungan antara tipe gambaran lesi operatif. OAT diberikan sesuai dosis baik
radiologi dan keberhasilan tata laksana.20 sebelum maupun setelah menjalani operasi.

45
Journal Orthopaedi and Traumatology Surabaya JOINTS
Laporan Kasus
Vol 8 No. 1, April 2019 ISSN 2460-8742
http://journal.unair.ac.id/ORTHO@journal-orthopaedi-and-traumatology-surabaya-media-104.html

Tatalaksana operasi ditujukan sebagai upaya 2015;49(1):1-9.


9. Deshmukh A, Deo S, Salgia AK,
debridemant, biopsi jaringan dan reposisi
Agarwal T. A Rare unusual case
deformitas yang mungkin ditimbulkan. presentation of the Tuberculosis of the
Shoulder Joint. J Orthop Case Reports.
Tingkat keberhasilan terapi dikaitkan
2013;3(4):25-29.
dengan stadium tipe gambaran radiologi 10. Copley LAB, Herring JA. Infections of
the Musculoskeletal System. In: Herring
coxitis TB.
JA, ed. Tachdjian’s Pediatric
Orthopaedics. 5th ed. Philadelphia:
Elsevier; 2014:1057-1061.
REFERENSI
11. Babhulkar S, Pande S. Tuberculosis of
1. Sharma D, Dhiman P, Rajendiran S, the hip. Clin Orthop Relat Res.
Ravikumar N, Krishna MH. 2002;(398):93-99.
Osteoarticular tuberculosis: in search of 12. Shanmugasundaram TK. Tuberculosis
new biomarkers. Eur Orthop of spine. Indian J Tuberc. 1982.
Traumatol. 2015;6(3):195-200. 13. Agarwal A, Gupta N, Suri T, et al.
2. Kulchavenya E. Extrapulmonary Tuberculosis of the hip in children a
tuberculosis: Are statistical reports retrospective analysis of 27 patients.
accurate? Ther Adv Infect Dis. Indian J Orthop. 2014;48(5):463.
2014;2(2):61-70. 14. Mohideen M, Rasool M. Tuberculosis
3. Vijay PG, Joseph M V. Retrospective of the hip joint region in children. South
Analysis of Varied Clinical Africa Orthop J. 2013;12(1):38-43.
Presentations and Delayed Diagnosis in 15. Sia IG, Wieland ML. Current concepts
Tuberculosis affection of Extremities. J in the management of tuberculosis.
Orthop case reports. 2012;2(3):12-16. Mayo Clin Proc. 2011;86(4):348-361.
4. Thijn CJP, Steensma JT. Tuberculosis 16. Lee JY. Diagnosis and Treatment of
of the Skeleton: Focus on Radiology. Extrapulmonary Tuberculosis. Tuberc
Springer Science & Business Media; Respir Dis. 2015;3536:47-55.
2012. 17. Schwend R. Anterior Drainage of the
https://books.google.com/books?hl=en Septic Hip in Children. In: Wiesel SW,
&lr=&id=YA3HBAAAQBAJ&pgis=1. ed. Operative Technique in Orthopaedic
Accessed October 24, 2015. Surgery. 4th ed. Philadelphia:
5. Kementrian Kesehatan RI. Petunjuk Lippincott Williams & Wilkins;
Teknis Manajemen TB Anak. Direktorat 2012:1511-1516.
Jenderal Pengendalian Penyakit dan 18. Wang Y, Wang J, Xu Z, Li Y, Wang H.
Penyehatan Lingkungan Kementerian Total hip arthroplasty for active
Kesehatan Republik Indonesia; 2013. tuberculosis of the hip. Int Orthop.
6. Moon Y-W, Kim S-S, Moon M-S, Lee 2010;34(8):1111-1114.
S-R, Moon S-I, Moon J-L. Tuberculosis 19. Kelompok Kerja DEPKES RI - IDAI.
of hip in children: A retrospective Diagnosis Dan Tatalaksana
analysis. Indian J Orthop. Tuberkulosis Anak. Jakarta: DEPKES -
2012;46(2):191. IDAI; 2008.
7. Tuli SM. Tuberculosis of the Skeletal 20. Campbell JAB, Hoffman EB.
System (Bones, Joints, Spine and Bursal Tuberculosis of the hip in children. J
Sheaths). 4th ed. New Delhi: Jaypee Bone Jt Surg - Ser B. 1995;77(2):319-
Brothers Medical Publishers Pvt. Ltd; 326.
2010.
8. Saraf SK, Tuli SM. Tuberculosis of hip:
A current concept review. J Orthop.
46
Journal Orthopaedi and Traumatology Surabaya JOINTS

Anda mungkin juga menyukai