INDONESIA
Pada periode ini terbentuklah Badan Koordinasi Kehumasan (Bakohumas). Tata kerja
badan ini antara lain ikut serta dalam berbagai kegiatan pemerintah dalam
pembangunan, khususnya di bidang penerangan dan kehumasan, serta melakukan
pembinaan dan pengembangan profesi kehumasan.
Tahun 1967, berdiri Koordinasi antar Humas Departemen/ Lembaga Negara yang
disingkat “Bakor” yang secara ex officio dipimpin oleh pimpinan pada setiap
departemen. Tahun 1970- 1971, Bakor diubah menjadi Bako-humas (Badan Koordinasi
Kehumasan Pemerintah ) yang diatur melalui SK Menpen No. 31/Kep/Menpen/tahun
1971. Kerjasama antara Humas departemen/institusi tersebut menitikberatkan pada
pemantapan koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi dalam operasi penerangan dan
kehumasan.
2. Tanggal 10 April 1987 di jakarta, terbentuklan suatu wadah profesi HUMAS lainnya
yang disebut dengan Asosiasi Perusahaan Public Relations ( APPRI ). Tujuannya
adalah sebuah wadah profesi berbentuk organisasi perusahaan – perusahaaan public
relations yang independen (konsultan jasa kehumasan ).
Periode ini Public Relations berkembang di kalangan swasta bidang profesional khusus
( spesialisasi PR/HUMAS bidang industri pelayanan jasa). Dengan indikator sebagai
berikut:
PRSI atau Masyarakat PR Indonesia (MAPRI) pertama kali dipimpin oleh August
Parengkuan, seorang wartawan senior harian Kompas dan mantan ketua Perhumas-
Indonesia. Tujuan organisasi ini adalah meningkatkan kesadaran, kepedulian,
kebersamaan, pemberdayaan serta pastisipasi para anggotanya untuk berkiprah
sebagai PR professional dalam aktivitas secara nasional maupun internasional.
WE Online, Jakarta -
Di era Industri 3.0, terjadi lompatan teknologi yang luar biasa. Kemajuan dunia di
bidang elektronik dan teknologi informasi (TI) membuat produksi secara massal dan
otomatisasi. Sebut saja pabrikan mobil, smartphone, elektronik, di mana produk
terlahir dalam hitungan menit.
Sekarang, kita tengah berada di Industri 4.0. Robot hadir untuk membantu proses
produk dan diprediksi menggantikan manusia. Teknologi artificial intelligent (AI)
digunakan di berbagai industri, sebut saja otomotif, elektronik, kedokteran,
eksplorasi, dan lainnya. Peran manusia semakin berkurang, bahkan terganti dengan
AI.
Humas Berevolusi
Bagaimana industri humas (public relations) menyikapi ini? Sebagai latar belakang,
terjadi empat tahapan di sini. Humas 1.0 adalah era di mana praktisi humas harus
menjalankan tugasnya secara tradisional. Inilah era di mana humas harus
melakukan monitoring secara manual setiap harinya. Bagi Anda yang lahir di era
1960-1970-an, tentu pernah mengalami hal ini. Media cetak, seperti koran, majalah,
hingga televisi masih menjadi andalan.
Sementara, era Humas 2.0 adalah era kelahiran media online. Media seperti New
York Times, The Economist, Kompas, hingga Tempo beralih ke platfrom digital.
Arus informasi lalu-lalang karena awak media bisa membuat berita kapan saja, di
mana saja, dan tentang apa pun. Jika di era Humas 1.0, wartawan terpaku
dengan deadline di sore hari, kini setiap waktu adalah deadline.
Sedangkan era Humas 3.0 adalah era di mana media sosial menjadi media yang
dipercaya masyarakat. Sebuah anomali terjadi di sini. Jika dulu hanya wartawan
yang bisa membuat berita, kini berubah. Siapa pun bisa mengunggah berita.
Medium seperti Facebook, Twitter, Instagram, YouTube, hingga blog menjadi digital
platform. Humas bukan hanya memonitor media –offline dan online, melainkan juga
media sosial. Berita baik dan buruk bisa datang kapan saja, oleh siapa saja.
Adapun era Humas 4.0 adalah era di mana artificial intelligent (AI) dan era big
data hadir. Dampak dari fenomena ini belum terasa saat ini. Namun, kenyataanya
robot sudah mampu menulis artikel di media dan membantu menulis, mencari
bahan, atau apapun. Dulu kita selalu utarakan, tugas humas adalah 24x7 jam,
namun di era Humas 4.0 menjadi 7x1.440 menit. Benar menjadi per menit! Humas
harus selalu aware dengan situasi yang terjadi. Humas bukan berkompetisi dengan
humas lintas negara, sekarang bersaing dengan AI dan robot!
Di sebuah kesempatan, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengeluhkan kualitas humas
saat ini belum memenuhi standar yang ada. Saat ini, banyak humas dari
kementerian/lembaga (K/L) tidak mengerti program dan kebijakan yang ada. Mereka
hanya berkutat pada aktivitas membuat press release dan mengundang wartawan.
Padahal, humas harus mengerti audiens, program, bertanding tanpa henti layaknya
tinju.
"Komunikasi itu seperti boxing full body contact 24/7. Komunikasi itu sangat cair,
terus-menerus dan orang bisa bereaksi atas kebijakan kita dari berbagai lini,"
katanya.
Itulah alasan Menteri Sri Mulyani mengatakan humas harus ikut dalam setiap
pertemuan dan rapat. Tujuannya agar program pemerintah dapat tersebarluaskan
dengan benar sehingga kabar hoax pun tidak terjadi.
Skill apa yang dibutuhkan dalam era Humas 4.0? Skill set baru, dari pemahaman
IT, new media, dan teknologi. Humas harus memahami apa itu literasi digital media
serta aplikasi teknologi dan dampaknya bagi organisasi dan reputasi brand mereka.
Pastinya tidak semua hal bisa digantikan oleh AI dan robot. Dari aspek seni dan
kreativitas, dari tanggung jawab sosial, wisdom, hingga hubungan interpersonal
sesama manusia sulit tergantikan oleh AI dan robot. Namun, kondisi ini tidak berarti
kita cepat puas. Humas harus terus belajar dan haus akan pengetahuan menjadi
hal wajib bagi praktisi humas di era 4.0.
Yes, perubahan ini bisa jadi menakutkan. Pertanyaannya sekarang, apakah divisi
humas Anda sudah siap menghadapi era 4.0? Charles Darwin, 160 tahun lalu,
memberikan solusi ketika ia menuliskan: it is not the strongest of the species that
survives, nor the most intelligent; it is the one most adaptable to change.
Humas harus terus beradaptasi! Selamat datang di era Humas 4.0.
Tag: Agung Laksamana , Perhumas Indonesia
Penulis: Agung Laksamana , Ketua Umum BPP Perhumas Indonesia
Editor: Cahyo Prayogo
Foto: Sufri Yuliardi