Anda di halaman 1dari 20

UNIVERSITAS INDONESIA

TUGAS 5 METALURGI LAS

HASAN FUADI

1906322436

PROGRAM PASCASARJANA KHUSUS

DEPARTEMEN TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS INDONESIA

DEPOK
1. From the Al–Mg phase diagram, the equilibrium freezing range of 5052 aluminum
(essentially Al–2.5Mg) is about 40°C. Suppose the welding speed is 4 mm/sand the
diffusion coefficient DL is 3 x 10-5 cm2/s. Calculate the minimum temperature
gradient required for planar solidification at the weld centerline. What is the
corresponding cooling rate? Can this level of cooling rate be achieved in arc
welding?

Diketahui :
 Aluminium 5052 (essentially Al-2.5Mg)
 Equilibrium freezing range (∆T) : 40oC
 Welding speed (v) : 4 mm/s = 0.4 cm/s
 Koefisien difusi (DL) : 3 x 10-5 cm2/s
Ditanya :
 Hitung temperatur gradient minimum agar terjadi planar solidification (G) ?
 Cooling rate (Ɛ) ?
Solusi :
 Agar terjadi planar solidification, maka persamaan yang digunakan adalah
sebagai berikut :
G ∆T
≥ G 40o
R DL  −4
≥ −5 2  G ≥ 400oC/cm
3 x 10 cm/ s 3 x 10 cm /sec
 Untuk mendapatkan cooling rate, didapatkan dengan persamaan sbb :
ε=GxV
= 400oC/cm x 0,4 cm/s
ε = 160oC/s
2. Let CE and CSM be respectively 35%and 15% Mg, and both the solidus and
liquidus lines are essentially straight in the Al–Mg system. The melting point of
pure Al is 660°C, and the eutectic temperature is 451°C. What is the approximate
volume fraction of the aluminum-rich dendrites in the fusion zone of autogenous
5052 aluminum weld?

Diketahui :

Gambar 1. Al-Mg Phase Diagram (diambil dari : www.doitpoms.ac.uk )

Ditanya :
 Fraksi volume dari aluminium-rich dendrites pada zona fusi aluminium 5052 ?
Solusi :
 Untuk mencari fraksi volume dari aluminium-rich dendrites dapat
menggunakan persamaan sbb :
f s=1−f L ... (1)
1/ 1−k
T m−T L
f L =1−f s = ( T m−T ) ... (2)

T m−T L C o
( T m −T
=)CL
... (3)

 Dari persamaan 3, dpat dicari nilai TL, yaitu :


660−T L 0.15
( =
660−451 0.35)
231−0.35T L =31.35
0,35 T L =199,65
T L =570,43
 Nilai TL tersebut lalu dimasukkan ke dlaam persamaan 2, sehingga :
1 /1−k
T m−T L
f L= ( T m−T )
1 /1−k
660−570,43
(
f L= )
660−451
1 /1−k
89,57
f =(
660−451 )
L =0,428

 Nilai k pada persamaan di atas bernilai 0, karena garis solidus dan liquidus
berada pada garis lurus. Setelah itu nilai fL dimasukkan ke dalam persamaan 1,
sehigga nilai fs adalah :
f s=1−0,43=0,57 2

3. It has been observed that aluminum alloys welded with the electron beam welding
process show much finer secondary dendrite arm spacing in the weld metal than
those welded with GMAW. Explain why.

 Jarak lengan dendrit sebagai fungsi dari laju pendinginan atau waktu pembekuan.
Berdasarkan rumus berikut, d=a .t nf =b(ε)−n , dimana d adalah jarak lengan
dendrit sekunder, tf adalah waktu pembekuan lokal, ε adalah laju pendinginan, a
dan b adalah konstanta proporsional. Semakin lambat laju pendinginan selama
pembekuan, semakin lama waktu yang tersedia untuk terjadi pengasaran dan
semakin besar jarak lengan dendrit.
 Proses Electron beam welding (EBW) menunjukkan jarak lengan dendrit
sekunder yang jauh lebih halus dalam logam las daripada dilas menggunakan
GMAW, karena EBW memiliki kerapatan daya yang jauh lebih tinggi daripada di
GMAW. Karena kerapatan daya sumber panas yang lebih tinggi, masukkan panas
ke benda kerja yang diperlukan untuk pengelasan akan lebih rendah.
Perbandingan kebutuhan heat input dari kedua jenis pengelasan ini dapat dilihat
pada Gambar 2. Semakin kecil heat input yang diberikan pada suatu proses
pengelasan, maka akan semakin tinggi laju pendinginannya. Dengan semakin
tinggi nya laju pendinginan maka S-DAS yang terbentuk lebih halus, karena
waktu yang dibutuhkanuntuk berdifusi terjadi lebih singkat.

Gambar 2. Variasi hubungan antara heat input dengan power density

4. Which alloy has a greater tendency for planar solidification to break down, Al-
0.01Cu or Al-6.3Cu and why?

Paduan yang memiliki kecenderungan lebih besar untuk “memecah” planar


solidification dapat diketahui dengan mengacu pada diagram fasa, dalam hal ini adalah
diagram fasa Al-Cu. Dari diagram terlihat bahwa jika membandingkan Al-0.01Cu
dengan Al-6.3Cu, nilai ΔT (selisih antara temperatur liquidus dengan solidus) lebih
besar pada Al-6.3Cu. Oleh karena itu, Al-6.3Cu memiliki kecenderungan untuk
“memecah” planar solidification yang lebih besar, karena dapat dilihat pada rumus

G ∆T
yang digunakan pada nomor 1, ≥ , semakin besar nilai ΔT maka akan semakin
R Dl
sulit dalam terbentuknya planar solidification.
Gambar 3. Al-Cu Phase Diagram

Selain itu kecenderungan Al-6.3Cu lebih besar untuk “memecah” planar solidification
karena memiliki konsetrasi zat terlarut yang lebih besar. Penambahan zat terlarut
mengurangi kekuatan daya dorong untuk membeku pada undercooling. Penambahan
zat terlarut ke Al paduan tidak hanya memiliki tingkat nukleasi awal yang dihasilkan
lebih tinggi dari daya pendorong proses thermodinamika, tetrapi juga meningkatkan
nukleasi dalam zona yang didinginkan secara konstitusional selama pertumbuhan.

5. How would preheating of the work-piece affect the secondary dendrite arm
spacing in welds of aluminum alloys and why?

Preheating untuk mengelas logam dilakukan tujuannya adalah :


 Memperlambat laju pendinginan benda kerja, karena perbedaan temperatur
antara benda kerja dan weld bead lebih rendah dibandingkan bilda tidak
dilakukan preheating.
 Mengurangi tegangan shrinkage, weld distortion, promote fusion
 Menghilangkan air dan kelembaban
Semakin lambat laju pendinginan selama pembekuan, semakin lama waktu yang
tersedia untuk pengasaran dan semakin besar jarak lengan dendrit. Sebagai contoh, efek
laju pendinginan atau waktu pembekuan pada jarak lengan dendrit untuk Al-4.5Cu
dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Pengaruh laju pendinginan atau waktu pembekuan pada jarak lengan dendrit
untuk Al-4.5Cu (Kou, S, 2002)

Hubungan antara laju pendinginan dengan preheating juga dinyatakan dalam


persamaan berikut :

Terlihat bahwa laju pendinginan yang disimbolkan dengan ( ∂∂tT )akan memiliki nilai

yang lebih rendah jika temperatur work-piece yang disimbolkan dengan T0 memiliki
nilai yang lebih tinggi.

6. In aluminum alloys such as 6061 and 5052, which often contain small amounts of
Ti (say about 0.02wt%), theTi-rich particles in the work-piece can be dissolved
with a gas–tungsten arc by multi-passmelting. If the pre-weld is a multipass weld
intended to dissolve such particles and the grain structure is shown in Figure 1,
what is the grain refining mechanism in the test weld and why?

Fig. 1

Mekanisme grain refining pada Aluminum paduan 6061 dan 5052 (0,02 wt% Ti)
dengan preweld multipass melting yang bertujuan untuk melarutkan partikel yang kaya
akan Ti, dan dari Fig. 1 di atas terlihat terbentuknya nukleasi heterogen (heterogen
nucleation). Hal ini dapat dilihat lebih jelas pada Gambar 5, dimana butiran equiaxed
akan menghilang setelah masuk daerah overlap lalu mekanisme yang terjadi adalah
nukleasi heterogen pembentukan nukleat (partikel AlTi3).

Gambar 5. Mekanisme grain refining dengan nukleasi heterogen

Pengelasan multipass dari praweld dapat menyebabkan input panas yang tinggi, ini
juga akan menyebabkan butir yang sama yang tumbuh karena hadirnya Ti sebagai
inokulan. Dalam logam cair yang terkandung inokulan, mengandung sejumlah besar
partikel padat dari atom yang dapat dengan mudah diatur dalam bentuk kristal dalam
kondisi super dingin, dan atom dalam logam cair tidak lagi diperlukan untuk
membentuk inti pada kondisi nukleasi heterogen.
Dengan pembekuan yang merata akan mengurangi terjadinya failure dan porositas,
serta menghasilkan ukuran butir yang lebih kecil/halus dan rapat di setiap bagian weld
metal. Dengan mekanisme grain refining ini diharapkan akan menghasilkan hasil lasan
yang lebih baik dibanding tanpa grain refiner.

7. Equiaxed grains can often be found the crater of a weld that exhibits an essentially
purely columnar grain structure, as shown in Figure 2. Explain why.

Figure 2
Hal ini disebabkan karena umumnya area pada akhir pengelasan akan menghasilkan
kumpulan logam cair yang lebih banyak dibanding pada jalur lasan yang disebut kawah
las (weld pool) akibat las busur dan feeding dari kawat. Sesaat setelah pengelasan
selesai dilakukan, gradien temperatur weld metal pada kawah las menurun dan kristal
tumbuh memanjang berlawanan dengan arah perpindahan panas, yaitu panas bergerak
dari cairan logam kearah logam induk disekitar kawah las yang bertemperatur lebih
rendah yang disebut dengan dendrit. Setiap kristal dendrit mengandung banyak lengan-
lengan dendrit (primary dendrite). Jika Fraksi volume padatan (dendrite) meningkat
dengan meningkatnya panjang dendrit dan jika struktur yang terbentuk berfasa tunggal,
maka lengan-lengan dendrit sekunder dan tertier akan timbul dari lengan dendrit
primer. Daerah yang terbentuk antara ujung dendrit dan titik dimana sisa cairan terakhir
akan membeku disebut sebagai mushy zone atau pasty zone.
Fenomena ini dapat terjadi karena weld pool convection, yang pada prinsipnya dapat
menyebabkan fragmentasi ujung dendrit di zona lembek. Fragmen dendrit ini dibawa
ke kolam pengelasan massal dan bertindak sebagai inti untuk butir baru yang terbentuk
jika mereka bertahan hidup pada suhu kolam las. Weld pool convection juga dapat
menyebabkan butiran meleleh sebagian untuk melepaskan diri dari campuran padat-cair
yang mengelilingi kolam-las, seperti yang ditunjukkan Gambar 6. Seperti fragmen
dendrit, butiran yang meleleh sebagian ini, jika mereka bertahan hidup di kolam lasan,
dapat bertindak sebagai inti. untuk pembentukan butiran baru pada logam las.
Gambar 6. Mekanisme fragmentasi dendrit karena weld pool convection.

8. Gutierrez and Lippold (23) made a preweld in aluminum alloy 2195 and then a
test weld perpendicular to it, as shown in Figure 3.
(a) Do you expect to see a non-dendritic equiaxed zone near the fusion boundary
of the test weld in the overlap region and why or why not?
(b) Same as (a) but with the work piece and the preweld solution heat treated
before making the test weld.

Figure 3.

a) Diharapkan bahwa sepanjang batas fusi dari lasan tes di wilayah yang tumpang
tindih tidak menunjukkan non-dendritic equiaxed zone (EQZ). Di wilayah ini,
pemadatan awal lasan uji terjadi secara epitaxial pada butiran parsial leleh dari
preweld. Sebagaimana terlihat pada Gambar 7, mikrostruktur zona fusi dekat
batas fusi terdiri dari butiran dendrit seluler dan seluler yang baik. Pembekuan
subgrain dapat dibedakan secara jelas oleh jaringan konstituen eutektik
interdendritic. PMZ (terkandung dalam preweld) menunjukkan ukuran butiran
kasar dengan beberapa pencairan sepanjang batas butir pemadatan.
Gambar 7. Kehadiran EQZ di antara PMZ dan fusion zone
(Gutierrez and Lippold, 1998)

b) Ya, karena proses solution heat treatment (SHT) yang dilakukan pada benda kerja
akan menyebabkan beberapa perubahan metalurgi dalam struktur mikro preweld
seperti :
1) Peleburan solid state dari konstituen interdendritic eutectic,
2) Pertumbuhan butiran dan atau pergerakan batas butir,
3) Terjadi presipitasi/proses pengendapan pada temperatur tinggi, seperti
partikel yang kaya akan Zr
Akibat perubahan dari proses SHT, proses presipitasi dari partikel yang kaya akan
Zr akan paling mungkin mempengaruhi pembentukan equiaxed zone. Daerah
nondendritic equiaxed zone terbentuk karena mekanisme nukleasi heterogen
karena sebagian besar matriks preweld mengandung sejumlah besar fraksi
volume partikel-partikel endapan seperti Al3Zr dan Al3(Zr,Li). Selama proses
solidifikasi/pengendapan lasan di dalam daerah overlap, partikel-partikel tersebut
berperan sebagai lokasi/tempat terjadinya nukleasi heterogen dan pertumbuhan
butiran equiaxed. Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 8. pita kecil dari butir-
butir equiaxed dapat diamati sepanjang setengah bagian bawah dari profil lasan
tes. Diameter nominal dan lebar dari butir-butir equiaxed ini lebih kecil
dibandingkan dengan batas fusi EQZ dari pengelasan.
Gambar 8. Kemunculan EQZ (Gutierrez and Lippold, 1998)

9. Part of a pure Ni ingot with large columnar grains is welded perpendicular to the
grains, as shown in Figure 4. Sketch the grain structure in the weld.

Figure 4.

a) Pengelasan dengan kecepatan las lambat, kolam las akan berbentuk elliptical.
b) Pengelasan dengan kecepatan las tinggi, kolam las akan berbentuk teardrop..
Sketsa struktur butir dari Ni ingot murni sebagai berikut :

Gambar 9. Sketsa struktur dari Ni ingot murni

10. A pulsed arc weld is shown in Figure 5. Sketch the grain structure in the area
produced by the last pulse.
Figure 5.

Metode lasan dengan pulse arc mengakibatkan penghalusan butir, yang membentuk
nukleasi permukaan yang heterogen. Butir yang terbentuk dari pulse arc weld yaitu
equiaxed. Sketsa struktur butir di area yang dihasilkan pulse terakhir sbb :

Gambar 10. Struktur butir pada area yang dihasilak oleh pulse terakhir dalam PAW

11. It has been suggested that the secondary dendrite arm spacing d along the weld
centerline can be related quantitatively to the heat input per unit length of weld,
Q/V. Based on the data of the dendrite arm spacing d as a function of cooling rate
-1/b
e, similar to those shown in Figure 6.17a, it can be shown that d = aε , where a
and b are constant with b being in the range of 2–3.
(a) Express the dendrite arm spacing in terms of Q/Vfor bead-on-plate welds in
thick-section aluminum alloys.
(b) How do the preheat temperature and thermal conductivity affect the dendrite
arm spacing?
(c) Do you expect the relationship obtained to be very accurate?

a) Dapat dinyatakan dengan persamaan : d = atnf = b(ε)-n


dimana d adalah secunder dendrite arm spacing (DAS), tf adalah waktu
solidifikasi setempat, ε adalah laju pendinginan, dan a dan b adalah konstanta
proporsional.
b) Preheat untuk mengelas logam dilakukan bertujuan untuk memperlambat laju
pendinginan pada benda kerja. DAS meningkat karena laju pendinginan menurun
karena ada lebih sedikit waktu yang tersedia untuk difusi zat terlarut. Menurut
konduktivitas termal, DAS juga meningkat saat konduktivitas termal menurun
seperti yang ditunjukkan pada gambar di bawah.

Gambar 11. Konduktivitas thermal vs DAS pada Al cast A319


(Vazquez-Lopez, C. 1999)
c) Ya, hubungan dari adanya preheating terhadap DAS cukup akurat, karena
penurunan cooling rate yang telah dibuktikan perhitungannya oleh banyak
percobaan.
12. The size of the mushy zone is often an interesting piece of information for studying
weld metal solidification. Let d = aε -1/b , where d is the dendrite arm spacing and e
the cooling rate. Consider how measurements of the dendrite arm spacing across
the weld metal can help determine the size of the mushy zone. Express the width of
the mushy zone in the welding direction ∆x, as shown in Figure 6, in terms of the
dendrite arm spacing d, the welding speed V, and the freezing temperature range
∆T (= TL - TE).

Figure 6
Dendrit arm spacing (DAS) sebagai fungsi dari laju pendinginan atau waktu
pembekuan : d=a .t nf =b(ε)−n =b(GR )−n
dimana d adalah DAS, tf adalah waktu pembekuan lokal, G adalah temperatur gradient,
R adalah kecepatan las, ε adalah kecepatan pendinginan, a dan b adalah konstanta
proporsional.
Dengan asumsi G konstan pada mushy zone dan x = 0 pada temperatur liquidus dari
paduan TL, yang dapat digunakan untuk mencari temperatur T pada jarak x.
T L −T
x=
G

13. It has been observed that the greater the heat input per unit length of weld (Q/V),
the longer it takes to homogenize the micro-segregation in the weld metal of
aluminum alloys for improving its mechanical properties. Let d = aε -1/b, where d is
the dendrite arm spacing and e the cooling rate. Express the time required for
homogenization (t) in terms of Q/V.

n

−n
Persamaan 6.20 dari buku Sindo Kou d=a .t f =b(ε) , dimana a dan b adalah
konstan dan n=1/b, sehingga :
a .(e)−1 /b=c .(t )1 / b
1 1
log ( a )− log ( e )=log ( c ) + log (t )
b b
b
1
(
log ( t )= log ( a )−log ( c ) − log ( e )
b )
b
a
( ( ))
log ( t )= log
c .( e ) b
1

b
a
( ( ))
log ( t )= log
c .( e )
1
0
a b 1
t=() c e
.

b
a 1
e=( ) .
c t
 Subtitusikan pada persamaan 2.17 Sindo Kou :

−2 πk V (T −T 0)2
e=
Q
2
Q −2 πk (T −T 0)
=
V e
2
Q −2 πk (T −T 0)
=
V a b 1
()
c t
.

2
Q −2 πkt(T −T 0 ) b
= .c
V ab

14. An Al–1%Cu alloy is welded autogenously by GTAW, and an Al–5% Cu alloy is


welded under identical condition. Which alloy is expected to develop more
constitutional super-cooling and why? Which alloy is likely to have more equiaxed
dendrites in the weld metal and why?

Al-5% Cu diharapkan untuk mengembangkan lebih banyak constitutional super-


cooling karena memiliki konsentrasi zat terlarut yang lebih besar. Penambahan zat
terlarut mengurangi kekuatan pendorong untuk pembekuan undercooling. Penambahan
zat terlarut ke Al paduan tidak hanya memiliki tingkat nukleasi awal yang dihasilkan
lebih tinggi dari kekuatan pendorong termodinamika yang lebih besar untuk
pembekuan, tetapi juga meningkatkan nukleasi dalam zona yang didinginkan secara
konstitusional selama pertumbuhan. Karena nukleasi berikutnya dapat terjadi pada
constitutional super-cooling yang lebih kecil, dengan demikian ukuran butir yang
dihasilkan lebih kecil.
Dengan pendingin yang lebih konstitusional, Al-5% Cu cenderung memiliki dendrit
yang lebih sama di logam las. Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 12 di bawah ini,
bahwa meningkatkan constitutional super-cooling akan menghasilkan dendrit yang
lebih equiaxed untuk diproduksi.

Gambar 12. Pengaruh constitutional super-cooling pada mode pembekuan


(Sindo Kou, 2002)

15. An Al–5%Cu alloy is welded autogenously by GTAW and by EBW under the
same welding speed but different heat inputs (much less in the case of EBW).
Which weld is expected to experience more constitutional supercooling and why?
Which weld is likely to have more equiaxed dendrites and why?

Paduan Al–5%Cu yang dilas menggunakan proses pengelasan EBW diharapkan


mengalami pendinginan super konstitusi yang lebih banyak, karena EBW memiliki
kepadatan daya yang jauh lebih tinggi daripada GTAW. Karena kerapatan daya sumber
panas lebih tinggi, masukan panas ke benda kerja yang diperlukan untuk pengelasan
akan lebih rendah.
Menurut persamaan di bawah ini, laju pendinginan meningkat dengan penurunan rasio
kecepatan pengelasan masukan-panas Q/V. Rasio ini juga mewakili jumlah panas per
satuan panjang las (J/cm atau kal/cm). Oleh karena itu, jarak lengan dendrit atau jarak
sel dapat diharapkan meningkat dengan meningkatnya Q/V atau jumlah panas per
satuan panjang lasan.
Selanjutnya, masukan panas yang lebih rendah akan menghasilkan laju pendinginan
yang lebih cepat selama pembekuan dan ada waktu terbatas yang tersedia untuk
pengasaran, kemudian jarak lengan dendrit yang jauh lebih halus akan diamati sebagai
akibat supercooling konstitusional.

Gambar 13. Pengelasan autogenous dari aluminium 6061 (a) struktur solidifikasi kasar
pada GTAW (b) struktur solidifikasi yang lebih halus pada EBW
(Sindo Kou, 2002)

16. In autogenous GTAW of aluminum alloys, how do you expect the amount of
equiaxed grains in the weld metal to be affected by preheating and why?

Jelas bahwa laju pendinginan berkurang secara signifikan dengan preheating. Semakin
lambat laju pendinginan selama pembekuan, semakin lama waktu yang tersedia untuk
menggores dan akan membentuk butir-butir yang lebih sama.
Hal ini disebabkan karena dengan adanya preheating akan menurunkan gradient
temperatur (G) sekaligus rasio G/R sehingga memperbesar constitutional supercoolin
gdan menyebabkan inti (nukleasi) equiaxed grain lebih mudah terbentuk secara
heterogen.

17. In autogenous GTAW of aluminum alloys, how do you expect the dendrite arm
spacing of the weld metal to be affected by preheating and why?

Dalam las autogeneous GTAW dari paduan aluminium, pemanasan awal untuk
mengelas logam dilakukan untuk memperlambat laju pendinginan pada benda kerja,
karena dengan adanya preheating akan meningkatkan heat input per length. Semakin
lambat laju pendinginan selama pembekuan, semakin lama waktu yang tersedia untuk
pengasaran dan semakin besar jarak lengan dendrit.

Gambar 14. Hubungan heat input/weld speed terhadap DAS

18. Figure 7 is a micrograph near the fusion line of an autogenous gas–tungsten arc
weld in a Fe–49% Ni alloy sheet (19). Explain the solidification microstructure,
which is to the right of the fusion line (dark vertical line).

Figure 7

Pada batas fusi gradien temperatur (G) masih sangat tinggi dan tidak terjadi pertumbuhan
butir (R=0) sehingga yang terbentuk adalah struktur planar. Semakin menjauh dari batas
fusi, yaitu di daerah logam las yang setengah meleleh, gradien temperatur semakin
menurun dan constitutional supercooling meningkat sehingga menyebabkan partikel inti
berdifusi membentuk inti sel baru dan tumbuh secara cellular yang arahnya mengikuti
arah butir kristal logam induk akibat pertumbuhan epitaksi dari autogeneous welding dan
ada juga yang tumbuh membentuksudut tertentu dengan butiran logam induk akibat
competitive growth dimana butir-butir cenderung tumbuh ke arah tegak lurus dengan
pool boundary.

Anda mungkin juga menyukai