TINJAUAN TEORI
2. Etiologi
Penyakit gout terbagi menjadi 2 jenis, yaitu :
- Gout primer
Gout primer adalah penyakit gout dimana mengalami peningkatan asam urat dan
penurunan ekskresi tubular asam urat. Pada penyakit gout primer, 99%
penyebabnya belum diketahui (idiopatik). Diduga berkaitan dengan kombinasi
faktor genetik dan faktor hormonal yang menyebabkan gangguan metabolisme
yang dapat mengakibatkan meningkatnya produksi asam urat atau bisa juga
diakibatkan karena berkurangnya pengeluaran asam urat dari tubuh.
- Gout sekunder
Gout sekunder terjadi karena konsumsi obat atau toksin, makanan dengan kadar
purin yang tinggi, penyakit darah (penyakit sumsum tulang,polisitemia), kadar
trigliserida yang tinggi yang dapat menurunkan ekskresi asam urat dan
mencetusnya serangan akut.
Gejala arthritis gout disebabkan oleh reaksi inflamasi terhadap pembentukan Kristal
monosodium urat monohidrat. Karena itu dilihat dari penyebabnya, penyakit ini
termasuk golongan kelainan metabolic. Kelainan ini berhubungan dengan gangguan
kinetic asam urat yaitu hiperurisemia.. hiperurisemia pada penyakit ini terjadi karena:
a. Pembentukan asam urat yang berlebihan :
- Gout primer metabolik, disebabkan sintesis langsung yang bertambah.
- Gout sekunder metabolik, disebabkan pembentukan asam urat berlebihan
karena penyakit lain seperti leukemia.
b. Kurangnya pengeluran asam urat melalui ginjal :
- Gout primer renal, terjadi karena gangguan ekskresi asam urat di tubuli distal
ginjal yang sehat. Penyebabnya tidak diketahui.
- Gout sekunder renal, disebkan oleh kerusakan ginjal, misalnya pada
glomerulonefritis kronik atau gagal ginjal kronik.
c. Peningkatan asupan makanan yang mengandung purin (kerang-kerangan,
jerohan, udang, cumi, kerang, kepiting, ikan teri)
d. Penyakit kulit (psoriasis)
e. Kadar trigliserida yang tinggi
f. Pada penderita diabetes yang tidak terkontrol dengan baik biasanya terdapat kadar
benda-benda keton (hasil buangan metabolisme lemak) yang meninggi.
Factor predisposisi :
- Usia
- genetik
Factor prespitasi :
- obesitas
- obat-obatan
- alkohol
- Stress emosional
3. Patofisiologi
Banyak faktor yang berperan dalam mekanisme serangan gout. Salah satunya yang
telah diketahui peranannya adalah kosentrasi asam urat dalam darah. Mekanisme
serangan gout akut berlangsung melalui beberapa fase secara berurutan.
a. Presipitasi kristal monosodium urat.
Presipitasi monosodium urat dapat terjadi di jaringan bila kosentrasi dalam
plasma lebih dari 9 mg/dl. Presipitasi ini terjadi di rawan, sonovium, jaringan
para- artikuler misalnya bursa, tendon, dan selaputnya. Kristal urat yang
bermuatan negatif akan dibungkus (coate) oleh berbagai macam protein.
Pembungkusan dengan IgG akan merangsang netrofil untuk berespon terhadap
pembentukan kristal.
b. Respon leukosit polimorfonukuler (PMN)
Pembentukan kristal menghasilkan faktor kemotaksis yang menimbulkan respon
leukosit PMN dan selanjutnya akan terjadi fagositosis kristal oleh leukosit.
c. Fagositosis
Kristal difagositosis olah leukosit membentuk fagolisosom dan akhirnya
membram vakuala disekeliling kristal bersatu dan membram leukositik lisosom.
d. Kerusakan lisosom
Terjadi kerusakan lisosom, sesudah selaput protein dirusak, terjadi ikatan
hidrogen antara permukan kristal membram lisosom, peristiwa ini menyebabkan
robekan membram dan pelepasan enzim-enzim dan oksidase radikal kedalam
sitoplasma.
e. Kerusakan sel
Setelah terjadi kerusakan sel, enzim-enzim lisosom dilepaskan kedalam cairan
sinovial, yang menyebabkan kenaikan intensitas inflamasi dan kerusakan
jaringan.
4. Klasifikasi
3 klasifikasi berdasarkan manifestasi klinik:
- Stadium artritis gout akut
Pada tahap ini penderita akan mengalami serangan artritis yang khas dan serangan
tersebut akan menghilang tanpa pengobatan dalam waktu 5 – 7 hari. Karena cepat
menghilang, maka sering penderita menduga kakinya keseleo atau kena infeksi
sehingga tidak menduga terkena penyakit gout dan tidak melakukan pemeriksaan
lanjutan. Pada serangan akut yang tidak berat, keluhan-keluhan dapat hilang
dalam beberapa jam atau hari. Pada serangan akut berat dapat sembuh dalam
beberapa hari sampai beberapa minggu.
Faktor pencetus serangan akut antara lain berupa trauma lokal, diet tinggi purin,
kelelahan fisik, stres, tindakan operasi, pemakaian obat diuretik atau penurunan
dan peningkatan asam urat.
- Stadium interkritikal
Pada keadaan ini penderita dalam keadaan sehat selama jangka waktu tertentu.
Jangka waktu antara seseorang dan orang lainnya berbeda. Ada yang hanya satu
tahun, ada pula yang sampai 10 tahun, tetapi rata-rata berkisar 1 – 2 tahun.
Panjangnya jangka waktu tahap ini menyebabkan seseorang lupa bahwa ia pernah
menderita serangan artritis gout atau menyangka serangan pertama kali dahulu tak
ada hubungannya dengan penyakit gout.
Walaupun secara klinik tidak didapatkan tanda-tanda akut, namun pada aspirasi
sendi ditemukan kristal urat. Hal ini menunjukkan bahwa proses peradangan tetap
berlanjut, walaupun tanpa keluhan. Dengan manajemen yang tidak baik , maka
keadaan interkritik akan berlajut menjadi stadium dengan pembentukan tofi.
- Stadium artritis gout menahun (kronik)
Tahap ketiga disebut sebagai tahap artritis gout kronik bertofus. Tahap ini terjadi
bila penderita telah menderita sakit selama 10 tahun atau lebih. Pada tahap ini
akan terjadi benjolan-benjolan di sekitar sendi yang sering meradang yang disebut
sebagai tofus. Tofus ini berupa benjolan keras yang berisi serbuk seperti kapur
yang merupakan deposit dari kristal monosodium urat. Tofus ini akan
mengakibatkan kerusakan pada sendi dan tulang di sekitarnya. Pada stadium ini
kadang-kadang disertai batu saluran kemih. pirai menahun dan berat, yang
menyebabkan terjadinya kelainan bentuk sendi.
Pengendapan kristal urat di dalam sendi dan tendon terus berlanjut dan
menyebabkan kerusakan yang akan membatasi pergerakan sendi. Benjolan keras
dari kristal urat (tofi) diendapkan di bawah kulit di sekitar sendi. Tofi juga bisa
terbentuk di dalam ginjal dan organ lainnya, dibawah kulit telinga atau di sekitar
sikut. Jika tidak diobati, tofi pada tangan dan kaki bisa pecah dan mengeluarkan
massa kristal yang menyerupai kapur.
6. Komplikasi
a. Penyakit ginjal
b. Batu ginjal (endapan kristal)
c. Hipertensi
7. Pemeriksaan Dignostik
a. Pemeriksaan serum asam urat
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan kadar asam urat yang tinggi dalam
darah ( >6 mg% ). Kadar asam urat normal dalam serum pada pria 8 mg% dan
pada wanita 7mg%. pemeriksaan ini mengindikasikan hiperurisemia, akibat
peningkatan produksi asam urat atau gangguan ekskresi.
Pemeriksaan kadar asam urat dalam darah diperlukan untuk mengetahui apakah
kadar asam urat dalam darah berlebih (hiperusemia) dan juga untuk memantau
hasil pengobatan.pemeriksaan kadar asam urat dalam darah biasanya juga diminta
pada pasien-pasien yang mendapatkan kemoterapi tertentu. Penurunan berat
badan yang cepat yang mungkin terjadi pada kemoterapi tersebut dapat
meningkatkan jumlah asam urat dalam darah. Nilai normal pemeriksaan kadar
asam urat dalam darah antara 3,0 sampai 7,0 mg/dL. Tapi nilai normal tiap rumah
sakit berbeda. Angka leukosit, menunjukkan peningkatan yang signifikan
mencapai 20.000/mm3 selama serangan akut. Selama periode asimtomatik angka
leukosit masih dalam batas normal yaitu 5000-10.000/mm3.
b. Eusinofil Sedimen Rate (ESR)
Meningkat selama serangan akut. Peningkatan kecepatan sedimen rate
mengindikasikan proses inflamasi akut, sebagai akibat deposit asam urat di
persendian.
c. Urine specimen 24 jam
Urin dikumpulkan dan diperiksa untuk menentukan produksi dan ekskresi dan
asam urat. Jumlah normal seseorang mengekskresikan 250-750 mg/24 jam asam
urat di dalam urin. Ketika produksi asam urat meningkat maka level asam urat
urin meningkat. Kadar kurang dari 800 mg/24 jam mengindikasikan gangguan
ekskresi pada pasien dengan peningkatan serum asam urat.
Instruksikan pasien untuk menampung semua urin dengan feses atau tissue toilet
selama waktu pengumpulan biasanya diet purin normal direkomendasikan selama
pengumpulan urin meskipun diet bebas purin pada waktu itu diindikasikan.
d. Analisis cairan aspirasi dari sendi yang mengalami inflamasi akut atau maternal
aspirasi dari sebuah tofi menggunakan jarum Kristal urat yang tajam, memberikan
diagnosis definitive gout..
e. USG
Pemeriksaan ini penting untuk menilai ginjal pasien-pasien dengan hiperusemia
dan penyakit ginjal. Pemeriksaan ini untuk mengetahui ada tidak batu asam urat.
8. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Non Medik
o Diet, dianjurkan menurunkan berat badan pada pasien yang gemuk.
Hindari makanan tinggi purin (hati, ikan sarden, daging kambing, dan
sebagainya), termasuk roti manis. Meningkatkan asupan cairan (banyak
minum).
o Hindari obat-obatan yang mengakibatkan hiperurisemia seperti tiazid,
diuretic, aspirin, dan asam nikotinat yang menghambat ekskresi asam urat
dari ginjal.
o Mengurangi konsumsi alcohol (bagi peminum alkohol).
o Tirah baring, Merupakan suatu keharusan dan diteruskan selama 24 jam
setelah serangan menghilang. Arthritis gout dapat kambuh bila terlalu
cepat bergerak.
b. Penatalaksanaan medic
Obat-obat yang diberikan pada serangan akut antara lain:
- Kolkisin
Efek samping yang ditemui diantaranya sakit perut, diare, mual atau muntah
muntah. Kolkisin bekerja pada peradangan terhadap kristal urat dengan
menghambat kemotaksis sel radang. Dosis oral 0,5-0,6 mg per jam sampai
nyeri, mual, atau diare hilang. Kemudian obat dihentikan biasanya pada dosis
4-6 mg, maksimal 8 mg.
- OAINS
OAINS yang paling sering digunakan adalah indometasin. Dosis awal 25-
50mg setiap 8 jam, diteruskan sampai gejala menghilang (5-10 hari).
Kontraindikasinya jika terdapat ulkus peptikum aktif, gangguan fungsi ginjal
dan riwayat alergi terhadap OAINS (obat anti inflamasi non steroid).
- Kortikosteroid
Jika sendi yang terserang monoartikular, pemberian intraartikular sangat
efektif, contohnya triamsinolon 10-40 mg intraartikular. Untk gout
poliartikuar, dapat diberikan secara intravena (metilprednisolon 40 mg/hair)
atau oral (prednisone 40-60 mg/hari).
- Analgesik
Diberikan bila rasa nyeri sangat hebat. Jangan diberikan aspirin karena dalam
dosis rendah akan menghambat ekskresi asam urat dari ginjal dan
memperberat hiperurisemia.
DAFTAR PUSTAKA
- Fakultas Kedokteran UI. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3 Jilid 1. Jakarta:
Media Aesculapius, 2001.
- Brunner & suddath. Buku Ajar Bedah Medikal Bedah. Vol 3. Penerbit Buku
Kedokteran. EGC.Jakarta. 2001
- Corwin, Elizabeth J. Buku Saku Patofisiologi. Edisi 3. Jakarta: EGC, 2009.