ANANG TRIYATMOKO
2011
ABSTRAK
ANANG TRIYATMOKO
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan pada
Fakultas Kedokteran Hewan
2011
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI
Bogor,…Agustus 2011
Anang Triyatmoko
B04070186
© Hak Cipta Milik IPB, tahun 2010
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
Judul Skripsi : Gambaran Ultrasonografi dan Karakteristik Estrus
setelah Sinkronisasi Ovulasi pada Induk Kuda
Persilangan
NRP : B04070186
Disetujui,
Ketua
Diketahui,
Anang Triyatmoko
RIWAYAT HIDUP
xi
DAFTAR TABEL
Halaman
xii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
xiii
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kuda (Equus caballus) merupakan mamalia yang masih satu famili dengan
keledai dan zebra, berjalan menggunakan kuku, memiliki sistem pencernaan
monogastrik dan memiliki sistem reproduksi polyestrus (Draper 2003). Kuda yang
mulanya merupakan bahan makanan manusia, sebagai sarana dalam perang dan
sarana transportasi selama ribuan tahun di Eropa Utara. Kuda di Indonesia sendiri
digunakkan sebagai hewan ternak untuk bahan makanan (terutama masyarakat
Indonesia bagian Timur), sarana perang pada (saat kerajaan Hindhu-Budha abad
VII masehi, kerajaan Islam abad XIII-XV dan juga penjajahan Belanda abad
XVIII) dan juga sarana transportasi untuk mengangkut semua hasil bumi
(Soehardjono 1990).
Akan tetapi kuda saat ini kegunaan dan keberadaanya kurang diperhatikan
oleh pemerintah, hal ini ditunjukkan dengan penurunan populasi kuda dari tahun
1989 berjumlah 689 ribu ekor (Direktorat Pembibitan 2004, diacu dalam Yuriadi
et al. 2010) menjadi 399 ribu tahun 2009 (BPS 2009). Hal tersebut disebabkan
pemanfaatan kuda sebagai sarana olahraga dan hewan kesayangan daripada hewan
ternak. Akan tetapi, peternakan kuda di Indonesia sudah mulai berkembang
dengan munculnya kuda persilangan jantan Thoroughbred dengan induk lokal
Indonesia yang sering disebut sebagai kuda G (G1, G2, G3 dan G4). Kuda-kuda
ini di Indonesia digunakan sebagai kuda pacu, jumping, dressage dan polo yang
masa aktif kuda betinanya terbatas pada umur, yang kemudian dijadikan sebagai
indukan.
Masalah reproduksi pada kuda betina yang berkaitan dengan penentuan
waktu kawin, diantaranya adalah: siklus estrus yang tidak teratur, estrus tidak
jelas, tidak pernah estrus, dan sulit bunting dapat diatasi menggunakan terapi
hormon. Terapi hormon yang kaitannya dengan gangguan reproduksi banyak
macamnya, salah satunya menggunakan prostaglandin (PGF2α) untuk
menginduksi terjadinya luteolysis dan human chorionic gonadotropin (hCG)
untuk mempercepat ovulasi (Samper 2008). Metode tersebut dinamakan dengan
sinkronisasi ovulasi yang digunakan untuk meningkatkan angka kebuntingan pada
2
kuda dan di Indonesia terapi hormon tersebut telah diikuti dengan penggunaan
teknologi reproduksi.
Teknologi reproduksi merupakan suatu penerapan ilmu teknologi reproduksi
ternak untuk meningkatkan kualitas keturunannya. Contoh penggunaan teknologi
reproduksi itu sendiri seperti inseminasi buatan, transfer embrio, manipulasi
hormon serta sekarang telah dilengkapi dengan pemantauan menggunakan
ultrasonografi (USG). Ultrasonografi saat ini telah banyak digunakan oleh praktisi
dokter hewan untuk memastikan telah terjadinya kebuntingan pada kuda.
Ultrasonografi digunakan untuk pengamatan terhadap gambaran folikel dan
korpus luteum setelah disinkronisasi ovulasi, pengamatan ini bertujuan untuk
penentuan waktu kawin yang tepat, sehingga diharapkan meningkatkan efisiensi
reproduksi (Shirazi et al. 2004).
Tujuan Penelitian
Penelitian bertujuan untuk mengetahui gambaran ultrasonografi
perkembangan folikel dan regresi korpus luteum setelah dilakukan sinkronisasi
ovulasi pada induk kuda persilangan.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian dapat digunakan untuk penentuan waktu perkawinan yang
tepat berdasarkan gambaran ultrasonografi perkembangan folikel dan regresi
korpus luteum.
TINJAUAN PUSTAKA
belakang panjang dan anggun dengan persendian yang baik sehingga memberikan
daya dorong yang maksimum, kaki bagian depan ramping dan panjang dengan
otot yang besar serta persendian yang rata, mempunyai bahu yang panjang dan
membentuk slope yang tidak terlalu menonjol sehingga menghasilkan langkah
yang panjang dan rendah (Edward 1994).
kurang serasi karena kaki bagian depan lebih berkembang dibandingkan kaki
bagian belakang (Edward 1994).
Pemuliaan kuda dikepulauan Indonesia dimulai sejak tahun 1800 dengan
mendatangkan beberapa ekor kuda yaitu kuda Arab, kuda Australia dan kuda
Eropa. Jenis kuda Eropa didatangkan dari negara Belanda, Jerman dan Belgia.
Kuda-kuda ini selanjutnya disebarluaskan ke beberapa daerah di Indonesia untuk
dikawinkan dengan kuda lokal yang terdapat di daerah tersebut. Kuda Arab
disebarluaskan dan dikembangbiakan di daerah Sumatera Barat, kuda Australia di
daerah Jawa dan kuda Eropa di daerah Sulawesi Utara (Soehardjono 1990).
Keturunan kuda yang dihasilkan di Sumatera Barat dinamakan kuda Sandel Arab
Sumatera Barat (SA), di daerah Jawa dinamakan kuda Priangan dan di daerah
Sulawesi Utara dinamakan kuda Minahasa (Soehardjono 1990). Pemerintah
kolonial Belanda pada tahun 1918 membangun pusat pengembangan dan
pembibitan kuda di Padang Mangatas, Sumatera Barat yang berfungsi sebagai
tempat persilangan kuda Sandel dan Kuda Arab. Hasil persilangannya dinamakan
kuda Sandel Arab yang memiliki tinggi 1.28 – 1.42 m. Pengembangbiakan kuda
kembali dilaksanakan pada tahun 1950 setelah terjadi perang dunia ke-2 oleh
pihak Kavaleri Angkatan Darat untuk membentuk pasukan berkuda.
Pengembangan dilakukan di Parompong, Jawa Barat dengan mendatangkan kuda
pejantan dari luar negeri yang bernama Dark Chevallier dan telah berhasil
membuahkan keturunan kuda pacu yang baik (Soeharjono 1990).
Siklus reproduksi kuda betina dimulai saat pubertas dan berlanjut hingga
berumur tua, dimana setiap siklus akan ditandai dengan adanya estrus atau birahi.
Estrus pertama pada kuda ditandai dengan periode permintaan dan penerimaan
terhadap pejantan terjadi pada jangkauan usia 8 dan 24 bulan, kejadian ini dapat
dijadikan tanda bahwa pubertas telah tercapai (Waring 2003). Tingkah laku
individu selama estrus bervariasi antar individu kuda, tetapi cenderung sama antar
siklus. Tanda-tanda estrus yang dapat dilihat secara fisik, diantaranya adalah;
penerimaan terhadap pejantan, ekor terangkat, sering urinasi, vulva mengedip
(winking) dan cara berdiri cenderung jongkok (squatting) (Coleman & Powell
2004). Sementara itu, Waring (2003) menyatakan pada saat estrus kuda betina
akan menjadi relatif lebih jinak dengan kehadiran pejantan dan akan membiarkan
pejantan untuk mengendus, menyundul, menggigitnya dan terkadang kuda betina
akan meringkik. Hafez (2000) menambahkan bahwa selama dalam periode estrus,
vulva akan membengkak, bagian bibirnya akan mengendur dan akan mudah
dibuka ketika akan diperiksa. Vulva berwarna merah tua, basah, mengkilap dan
diselaputi lendir yang bening.
Tingkah laku yang diamati merupakan sifat yang muncul saat periode
diestrus dicirikan dengan penolakan terhadap pejantan. Ketika pejantan mendekat,
telinganya akan mengarah ke belakang sebagai tanda kemarahan, menunjukkan
kegelisahan dan kadang mengibaskan ekor. Betina akan menghindari pejantan
dengan bergerak pergi, atau akan meringkik, menggigit, bahkan menendang
pejantan (Waring 2003).
Sinkronisasi Ovulasi
Induksi estrus dan ovulasi pada kuda menggunakan PGF2α yang
dikombinasikan dengan hCG (Samper 2008). Prostaglandin termasuk dalam
hormon reproduksi primer yaitu hormon reproduksi yang secara langsung terlibat
di dalam berbagai aspek reproduksi (Toelihere 1981). Prostaglandin F2α dihasilkan
oleh endometrium uterus (Senger 2003). Pemberian prostaglandin menyebabkan
regresi korpus luteum dan pengurangan konsentrasi plasma progesteron (Hafez
2000). Pada kuda estrus dapat diinduksi dengan menghentikan fase luteal dengan
8
Dinamika Ovari
Ovarium adalah organ yang memilki bentuk fisik seperti ginjal dan
didalamnya terdapat sel gamet betina (sel telur). Ovarium sendiri mempunyai dua
fungsi utama, yang pertama adalah siklus produksi ovum (sel telur) yang dapat
dibuahi, yang kedua adalah produksi hormon-hormon steroid dengan rasio yang
seimbang yang menjaga perkembangan saluran reproduksi, memfasilitasi migrasi
embrio dini dan menjaga implantasi agar berhasil dan perkembangannya di dalam
uterus (Hafez 2000). Sel telur itu sendiri terdapat dalam folikel yang nantinya
akan berkembang sampai tercapainya ovulasi.
Folikel adalah kompartemen dari ovarium yang memungkinkan ovarium
untuk memenuhi fungsi gandanya dalam gametogenesis dan steroidogenesis
(Hafez 2000). Persediaan folikel primordial terbentuk pada saat pertumbuhan
fetus atau pada saat segera setelah kelahiran yang jumlahnya sangat variatif pada
masing-masing kuda tergantung dari diameter ovari, beberapa folikel primordial
akan mulai tumbuh secara berkesinambungan selama hidup. Folikel yang terbesar
berperan untuk menghasilkan estrogen yang paling banyak yang dihasilkan oleh
ovarium pada saat estrus. Sekresi estrogen oleh folikel yang terbesar akan
berkurang secara cepat pada saat tercapainya puncak LH. Pertumbuhan dan
pematangan folikel menunjukkan serangkaian urutan perubahan komponen
folikel, yaitu: oosit, sel granulosa dan sel theca. Karena adanya pengaturan oleh
beberapa faktor intraovarium, intrafolikel dan sinyal-sinyal hormonal yang
menyebabkan sekresi androgen dan estrogen (terutama estradiol). Ukuran folikel
menentukan sekresi estradiol yang akan memberikan umpan balik positif terhadap
LH untuk menstimulasi ovulasi dan luteuinisasi. Gangguan pada tingkat respon
sel-sel theca dan sel granulosa terhadap sinyal gonadotropin, menyebabkan
berhentinya pertumbuhan folikel dan menyebabkan atresia folikel (Hafez 2000).
Diameter folikel dapat digunakan sebagai sarana untuk memperkirakan
ovulasi pada kuda, walaupun jangkauan diameter preovulatori cukup besar dalam
waktu 24 jam sebelum ovulasi, yaitu 34-70 mm (Ginther 1995), 22-65 mm
(Newcombe unpublished yang diacu dalam Cuervo-Arango dan Newcombe
2008), dan juga 41-45 mm (Kahn 2004). Diameter folikel preovulatori pada
kejadian ovulasi ganda akan berukuran lebih kecil daripada ovulasi tunggal antara
10
Ultrasonografi
Peralatan instrumentasi ultrasonografi modern telah tersedia dalam berbagai
varian dan memungkinkan bagi sebagian besar manusia untuk
mengoperasikannya dengan mudah. Namun demikian, harus disertai dengan
pemahaman yang baik terhadap sifat fisika ultrasonografi dan interaksi fungsi
peralatan dengan jaringan untuk memperoleh hasil yang baik. Kualitas gambar
yang dihasilkan juga akan sangat dipengaruhi oleh keterampilan seorang
sonographer. Diagnostik ultrasound menggunakan prinsip pulse-echo yang dapat
menghasilkan gambar pada tayangan scanner yang berhubungan dengan accoustic
impedance atau resistensi jaringan yang dijumpai gelombang ultrasound.
11
Materi Penelitian
Alat
Pertumbuhan folikel dan korpus luteum diamati dengan ultrasound
(ALOKA SSD-500, Aloka Co.Ltd, Japan) yang dilengkapi linear probe 5 MHz
(ALOKA UST-588U-5, Aloka Co. Ltd. Japan). Hasil pengamatan ultrasonografi
dicetak dengan printer (SONY, UP-895 MD, Video Graphic Printer, Japan).
Bahan
Induksi estrus dilakukan dengan pemberian PGF2α 10 mg (Noroprost,
Norbrook Laboratories Limited, Newry) secara intra muskuler. Induksi ovulasi
dilakukan dengan pemberian hCG 1500 IU (Chorulon, Intervet, Cambridge)
secara intra muskuler pada saat folikel mencapai diameter ≥30 mm.
Kuda
Penelitian dilakukan terhadap tiga ekor induk kuda persilangan dengan
kisaran umur 12-20 tahun dengan berat badan 250-300 kg. Kuda tersebut
dipelihara secara intensif dengan pakan hijauan rumput segar dan konsentrat
dengan kadar protein 12%.
13
Metode Penelitian
Prosedur Pelaksanaan Penelitian
Sinkronisasi ovulasi
Induksi estrus dilakukan dengan pemberian PGF2α 10 mg intra muskuler
pada saat fase luteal (Riegal dan Hakola 2002). Untuk terjadi ovulasi dilakukan
dengan penyuntikan hCG 1500 IU intra muskuler ketika folikel terbesar telah
mencapai diameter ≥30 mm (Estrada dan Samper 2003).
ovarium kanan dan kiri yang diamati dari bagian medial ke lateral secara perlahan
agar folikel dan korpus luteum teramati dengan jelas. Pengukuran diameter folikel
dan korpus luteum diukur dengan nilai rata-rata dimensi tersempit dan terlebarnya
yang diukur dengan caliper. Hasil ultrasonografi dicetak dengan printer untuk
menghasilkan sonogram.
Analisa data
Perubahan gambaran ultrasonografi folikel dan korpus luteum dijelaskan
secara deskriptif. Data diameter folikel dan korpus luteum dianalisa dengan
menggunakan software MS. Office Excel 2007 (Steel dan Torrie 1999).
15
Gambar 4 Gambaran ultrasonografi perubahan korpus luteum (garis putus-putus). Pada hari
sebelum pemberian PGF2α (H-1) korpus luteum bersifat hyperechoic dan akan
beregrasi dari hari saat pemberian PGF2α (H0) sampai hari ke-2 setelah
pemberian PGF2α (H2). Pada hari ke-3 setelah pemberian PGF2α (H3) terbentuk
korpus hemoragikum yang bersifat hypoechoic
2000), sedangkan pada hari saat pemberian PGF2α (H0) korpus luteum
berdiameter 2,2 cm dan bersifat hyperechoic dengan kadar plasma progesterone
yang tinggi karena terbentuknya sel luteal (Bergfelt dan Adams 2007).
Gambar 6 Perkembangan folikel dan regresi korpus luteum pada induksi estrus.
Onset estrus kuda A dan B pada hari ke-1, sedang kuda C hari ke-2.
Ovulasi kuda A terjadi pada hari ke-3, sedang kuda B dan C hari ke-4
Pada Onset estrus pada kuda A dan B (Gambar 6) terjadi pada hari
pertama, sedangkan Kuda C (Gambar 6) onset estrus pada hari kedua. Hasil ini
sesuai dengan yang dilaporkan oleh Samper (2008) kisaran antara awal pemberian
PGF2α sampai dengan onset estrus terjadi pada 48 jam pertama. Akan tetapi hasil
ini berbeda dengan yang dilakukan oleh Estrada dan Samper (2003) yang
melaporkan bahwa dengan pengguanaan 7.5 mg PGF2α pada awal hari ke-5
setelah ovulasi akan menyebabkan onset estrus dalam jangka waktu 3-4 hari.
Perbedaan onset estrus tersebut dikarenakan konsentrasi PGF2α yang berbeda dan
pada penelitian Estrada dan Samper (2003) tersebut dimungkinkan diameter
18
korpus luteum masih besar sehingga regresi korpus luteum akan berlangsung lebih
lama.
Pada kuda A dan B onset estrus terjadi saat diameter folikel terbesar dan
korpus luteum kuda A 3,3 cm dan 2,1 cm; kuda B 3,4 cm dan 1,3 cm, sedangkan
kuda C onset estrus terjadi dengan diameter folikel terbesar 3,5 cm dan korpus
luteum 1,4 cm. Berdasarkan data yang diperoleh dari ketiga kuda tersebut didapat
rata-rata nilai diameter folikel terbesar dan korpus luteum saat onset estrus yaitu
3,4 cm dan 1,6 cm.
Ovulasi pada kuda A terjadi pada hari ke-3, sedangkan kuda B dan C
ovulasi terjadi pada hari ke-4. Hasil penelitian ini dapat diterima berdasarkan hasil
pengamatan Bergfelt (2007) dimana ovulasi terjadi 3,7±0,4 hari dengan metode
yang sama yaitu sinkronisasi ovulasi yaitu dilakukan sinkronisasi estrus yang
kemudian dilanjutkan dengan induksi ovulasi.
Tabel 2 Hasil teasing scoring pengamatan tingkah laku estrus pada 3 ekor kuda
Ovulasi pada kuda A,B dan C terjadi saat score 4 yang ditandai dengan
ketertarikan yang kuat, menyodorkan pantat pada jantan, dan winked vulva dan
urinasi yang berkelanjutan. Kuda B dan C ovulasi terjadi pada hari ke-4 setelah
pemberian PGF2α, sedangkan kuda A pada hari ke-2.
19
Gambar 7 Visualisasi scoring tingkah laku estrus. Skor 0 tidak menunjukkan tanda-
tanda menerima jantan, bahkan agresif – menyerang, menendang dan
meringkik, skor 1 tidak menolak terhadap pejantan, skor 2 sedikit ada
ketertarikan, kadang mendekati pejantan, menunjukkan winked vulva (vulva
mengedip) dan mengangkat ekor, skor 3 lebih menunjukkan ketertarikan,
mengangkat ekor, squatting (berdiri jongkok) dan urinasi dan skor 4
ketertarikan yang kuat, menyodorkan pantat pada jantan dan winked vulva
(vulva mengedip) serta urinasi yang berkelanjutan
20
Gambar 8 Perkembangan folikel dan regresi korpus luteum pada induksi ovulasi.
Ovulasi kuda A 52 jam, kuda B 72 jam dan kuda C 64 jam setelah
pemberian hCG
Hasil induksi ovulasi kuda A,B dan C sesuai dengan yang dilakukan
Estrada dan Samper (2003) dengan pemberian hCG saat diameter folikel terbesar
≥30 mm, maka ovulasi akan terjadi 48-72 jam setelah pemberian. Akan tetapi,
menurut Gastal et al. (2006) dengan dosis 1500 IU hCG yang disuntikkan saat
diameter folikel terbesar mencapai ≥35 mm akan menyebabkan ovulasi pada
44.0±1.0 jam setelah penyuntikan. Hasil penelitian Gastal et al. (2006) ovulasi
terjadi lebih awal dibandingkan penelitian ini, hal ini disebabkan metode
pemberian hCG dilakukan saat folikel berukuran ≥35 mm, sedangkan penelitian
ini hCG diberikan saat folikel berukuran ≥30 mm.
Estrus (hari)
Interval awal perlakuan PGF2α hingga onset estrus 1,3±0,6
Durasi estrus 4,0±1,0
Simpulan
Induksi estrus dengan PGF2α menghasilkan onset estrus 1,3±0,6 hari,
durasi estrus 4,0±1,0 hari, dan ovulasi terjadi 62,7±10,1 jam setelah pemberian
hCG. Penggunaan PGF2α dan hCG efektif untuk sikronisasi ovulasi pada induk
kuda persilangan.
Saran
Upaya untuk peningkatan angka kebuntingan dengan kawin alami maupun
inseminasi buatan (IB) pada induk kuda persilangan sebaiknya dilakukan 36 jam
setelah pemberian hCG.
DAFTAR PUSTAKA
Barr F. 1988. Diagnostic Ultrasound in The Dog and Cat. Oxford. Blackwell
Scientific Publications. Hlm. 340-348.
Bergfelt DR, Adams GP. 2007. The normal female reproductive system:
Ovulation and corpus luteum development. Di dalam: Samper JC et al.,
editor. 2007. Current therapy in equine reproduction. Missouri: Saundres
Elsevier. Hlm. 22-24.
Bergfelt et al. 2007. Ovulation synchronization following commercial application
of ultrasound-guided follicle ablation during the estrous cycle in mares.
Theriogenology 68: 1183-1191.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2009. Populasi Ternak (000 ekor) 2000-2010.
Jakarta: BPS; 2009.
Coleman RJ, Powell D. 2004. Teasing Mares. Cooperative Extention Service.
University of Kentucky-College of Agriculture. www.ca.uky.edu. [25 Mei
2011].
Cuervo-Arango J, Newcombe JR. 2008. Repeatibility of preovulatory follicular
diameter and uterine edema pattern in two consecutive cycles in the mare
and how they are influenced by ovulation inductors. Therigenology 69:
681-687.
Davies Morel MCG, Newcombe JR. 2008. The efficiacy of different hCG dose
rates and the effect of hCG treatment on ovarian activity: ovulation,
multiple ovulation, pregnancy, multiple pregnancy, synchrony of multiple
ovulation; in the mare. J. Anim. Reprod. Sci 109: 189-199.
Donadeu FX, Ginther OJ. 2002. Changes in Concentrations of Follicular Fluid
Factors During Follicle Selection in Mares. J. Biol. Reprod 66: 1111-1118.
Draper, Judith.2003. The Book of Horses and Horse Care.London: Anness
Publishing Limited. Hlm. 10-15.
Edward EH. 1994. The Encyclopedia of Horse. London. Dorling Kindersley
Limited. Hlm. 11-65.
Estrada A, Samper JC. 2003. Using medications to induce ovulation in mares.
www.VetLearn.com. [25 Mei 2011].
Gastal EL, Silva LA, Gastal MO, Evans MJ. 2006. Effect of different doses of
hCG on diameter of the preovulatory follicle and interval to ovulation in
mares. Anim Reprod Sci. 94: 186-190 (Abstract).
Ginther OJ. 1995. Ultrasonic Imaging and Animal Reproduction: Book 2, Horses.
Cross Plains, WI: Equiservices Publishing. Hlm. 49-55.
Ginther OJ et al. 2004. Comparative study of the dynamics of follicular waves in
mares and women. Biol. Reprod. 71: 1195-1201.
25
Latar Belakang
Kuda (Equus caballus) merupakan mamalia yang masih satu famili dengan
keledai dan zebra, berjalan menggunakan kuku, memiliki sistem pencernaan
monogastrik dan memiliki sistem reproduksi polyestrus (Draper 2003). Kuda yang
mulanya merupakan bahan makanan manusia, sebagai sarana dalam perang dan
sarana transportasi selama ribuan tahun di Eropa Utara. Kuda di Indonesia sendiri
digunakkan sebagai hewan ternak untuk bahan makanan (terutama masyarakat
Indonesia bagian Timur), sarana perang pada (saat kerajaan Hindhu-Budha abad
VII masehi, kerajaan Islam abad XIII-XV dan juga penjajahan Belanda abad
XVIII) dan juga sarana transportasi untuk mengangkut semua hasil bumi
(Soehardjono 1990).
Akan tetapi kuda saat ini kegunaan dan keberadaanya kurang diperhatikan
oleh pemerintah, hal ini ditunjukkan dengan penurunan populasi kuda dari tahun
1989 berjumlah 689 ribu ekor (Direktorat Pembibitan 2004, diacu dalam Yuriadi
et al. 2010) menjadi 399 ribu tahun 2009 (BPS 2009). Hal tersebut disebabkan
pemanfaatan kuda sebagai sarana olahraga dan hewan kesayangan daripada hewan
ternak. Akan tetapi, peternakan kuda di Indonesia sudah mulai berkembang
dengan munculnya kuda persilangan jantan Thoroughbred dengan induk lokal
Indonesia yang sering disebut sebagai kuda G (G1, G2, G3 dan G4). Kuda-kuda
ini di Indonesia digunakan sebagai kuda pacu, jumping, dressage dan polo yang
masa aktif kuda betinanya terbatas pada umur, yang kemudian dijadikan sebagai
indukan.
Masalah reproduksi pada kuda betina yang berkaitan dengan penentuan
waktu kawin, diantaranya adalah: siklus estrus yang tidak teratur, estrus tidak
jelas, tidak pernah estrus, dan sulit bunting dapat diatasi menggunakan terapi
hormon. Terapi hormon yang kaitannya dengan gangguan reproduksi banyak
macamnya, salah satunya menggunakan prostaglandin (PGF2α) untuk
menginduksi terjadinya luteolysis dan human chorionic gonadotropin (hCG)
untuk mempercepat ovulasi (Samper 2008). Metode tersebut dinamakan dengan
sinkronisasi ovulasi yang digunakan untuk meningkatkan angka kebuntingan pada
2
kuda dan di Indonesia terapi hormon tersebut telah diikuti dengan penggunaan
teknologi reproduksi.
Teknologi reproduksi merupakan suatu penerapan ilmu teknologi reproduksi
ternak untuk meningkatkan kualitas keturunannya. Contoh penggunaan teknologi
reproduksi itu sendiri seperti inseminasi buatan, transfer embrio, manipulasi
hormon serta sekarang telah dilengkapi dengan pemantauan menggunakan
ultrasonografi (USG). Ultrasonografi saat ini telah banyak digunakan oleh praktisi
dokter hewan untuk memastikan telah terjadinya kebuntingan pada kuda.
Ultrasonografi digunakan untuk pengamatan terhadap gambaran folikel dan
korpus luteum setelah disinkronisasi ovulasi, pengamatan ini bertujuan untuk
penentuan waktu kawin yang tepat, sehingga diharapkan meningkatkan efisiensi
reproduksi (Shirazi et al. 2004).
Tujuan Penelitian
Penelitian bertujuan untuk mengetahui gambaran ultrasonografi
perkembangan folikel dan regresi korpus luteum setelah dilakukan sinkronisasi
ovulasi pada induk kuda persilangan.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian dapat digunakan untuk penentuan waktu perkawinan yang
tepat berdasarkan gambaran ultrasonografi perkembangan folikel dan regresi
korpus luteum.
TINJAUAN PUSTAKA
belakang panjang dan anggun dengan persendian yang baik sehingga memberikan
daya dorong yang maksimum, kaki bagian depan ramping dan panjang dengan
otot yang besar serta persendian yang rata, mempunyai bahu yang panjang dan
membentuk slope yang tidak terlalu menonjol sehingga menghasilkan langkah
yang panjang dan rendah (Edward 1994).
kurang serasi karena kaki bagian depan lebih berkembang dibandingkan kaki
bagian belakang (Edward 1994).
Pemuliaan kuda dikepulauan Indonesia dimulai sejak tahun 1800 dengan
mendatangkan beberapa ekor kuda yaitu kuda Arab, kuda Australia dan kuda
Eropa. Jenis kuda Eropa didatangkan dari negara Belanda, Jerman dan Belgia.
Kuda-kuda ini selanjutnya disebarluaskan ke beberapa daerah di Indonesia untuk
dikawinkan dengan kuda lokal yang terdapat di daerah tersebut. Kuda Arab
disebarluaskan dan dikembangbiakan di daerah Sumatera Barat, kuda Australia di
daerah Jawa dan kuda Eropa di daerah Sulawesi Utara (Soehardjono 1990).
Keturunan kuda yang dihasilkan di Sumatera Barat dinamakan kuda Sandel Arab
Sumatera Barat (SA), di daerah Jawa dinamakan kuda Priangan dan di daerah
Sulawesi Utara dinamakan kuda Minahasa (Soehardjono 1990). Pemerintah
kolonial Belanda pada tahun 1918 membangun pusat pengembangan dan
pembibitan kuda di Padang Mangatas, Sumatera Barat yang berfungsi sebagai
tempat persilangan kuda Sandel dan Kuda Arab. Hasil persilangannya dinamakan
kuda Sandel Arab yang memiliki tinggi 1.28 – 1.42 m. Pengembangbiakan kuda
kembali dilaksanakan pada tahun 1950 setelah terjadi perang dunia ke-2 oleh
pihak Kavaleri Angkatan Darat untuk membentuk pasukan berkuda.
Pengembangan dilakukan di Parompong, Jawa Barat dengan mendatangkan kuda
pejantan dari luar negeri yang bernama Dark Chevallier dan telah berhasil
membuahkan keturunan kuda pacu yang baik (Soeharjono 1990).
Siklus reproduksi kuda betina dimulai saat pubertas dan berlanjut hingga
berumur tua, dimana setiap siklus akan ditandai dengan adanya estrus atau birahi.
Estrus pertama pada kuda ditandai dengan periode permintaan dan penerimaan
terhadap pejantan terjadi pada jangkauan usia 8 dan 24 bulan, kejadian ini dapat
dijadikan tanda bahwa pubertas telah tercapai (Waring 2003). Tingkah laku
individu selama estrus bervariasi antar individu kuda, tetapi cenderung sama antar
siklus. Tanda-tanda estrus yang dapat dilihat secara fisik, diantaranya adalah;
penerimaan terhadap pejantan, ekor terangkat, sering urinasi, vulva mengedip
(winking) dan cara berdiri cenderung jongkok (squatting) (Coleman & Powell
2004). Sementara itu, Waring (2003) menyatakan pada saat estrus kuda betina
akan menjadi relatif lebih jinak dengan kehadiran pejantan dan akan membiarkan
pejantan untuk mengendus, menyundul, menggigitnya dan terkadang kuda betina
akan meringkik. Hafez (2000) menambahkan bahwa selama dalam periode estrus,
vulva akan membengkak, bagian bibirnya akan mengendur dan akan mudah
dibuka ketika akan diperiksa. Vulva berwarna merah tua, basah, mengkilap dan
diselaputi lendir yang bening.
Tingkah laku yang diamati merupakan sifat yang muncul saat periode
diestrus dicirikan dengan penolakan terhadap pejantan. Ketika pejantan mendekat,
telinganya akan mengarah ke belakang sebagai tanda kemarahan, menunjukkan
kegelisahan dan kadang mengibaskan ekor. Betina akan menghindari pejantan
dengan bergerak pergi, atau akan meringkik, menggigit, bahkan menendang
pejantan (Waring 2003).
Sinkronisasi Ovulasi
Induksi estrus dan ovulasi pada kuda menggunakan PGF2α yang
dikombinasikan dengan hCG (Samper 2008). Prostaglandin termasuk dalam
hormon reproduksi primer yaitu hormon reproduksi yang secara langsung terlibat
di dalam berbagai aspek reproduksi (Toelihere 1981). Prostaglandin F2α dihasilkan
oleh endometrium uterus (Senger 2003). Pemberian prostaglandin menyebabkan
regresi korpus luteum dan pengurangan konsentrasi plasma progesteron (Hafez
2000). Pada kuda estrus dapat diinduksi dengan menghentikan fase luteal dengan
8
Dinamika Ovari
Ovarium adalah organ yang memilki bentuk fisik seperti ginjal dan
didalamnya terdapat sel gamet betina (sel telur). Ovarium sendiri mempunyai dua
fungsi utama, yang pertama adalah siklus produksi ovum (sel telur) yang dapat
dibuahi, yang kedua adalah produksi hormon-hormon steroid dengan rasio yang
seimbang yang menjaga perkembangan saluran reproduksi, memfasilitasi migrasi
embrio dini dan menjaga implantasi agar berhasil dan perkembangannya di dalam
uterus (Hafez 2000). Sel telur itu sendiri terdapat dalam folikel yang nantinya
akan berkembang sampai tercapainya ovulasi.
Folikel adalah kompartemen dari ovarium yang memungkinkan ovarium
untuk memenuhi fungsi gandanya dalam gametogenesis dan steroidogenesis
(Hafez 2000). Persediaan folikel primordial terbentuk pada saat pertumbuhan
fetus atau pada saat segera setelah kelahiran yang jumlahnya sangat variatif pada
masing-masing kuda tergantung dari diameter ovari, beberapa folikel primordial
akan mulai tumbuh secara berkesinambungan selama hidup. Folikel yang terbesar
berperan untuk menghasilkan estrogen yang paling banyak yang dihasilkan oleh
ovarium pada saat estrus. Sekresi estrogen oleh folikel yang terbesar akan
berkurang secara cepat pada saat tercapainya puncak LH. Pertumbuhan dan
pematangan folikel menunjukkan serangkaian urutan perubahan komponen
folikel, yaitu: oosit, sel granulosa dan sel theca. Karena adanya pengaturan oleh
beberapa faktor intraovarium, intrafolikel dan sinyal-sinyal hormonal yang
menyebabkan sekresi androgen dan estrogen (terutama estradiol). Ukuran folikel
menentukan sekresi estradiol yang akan memberikan umpan balik positif terhadap
LH untuk menstimulasi ovulasi dan luteuinisasi. Gangguan pada tingkat respon
sel-sel theca dan sel granulosa terhadap sinyal gonadotropin, menyebabkan
berhentinya pertumbuhan folikel dan menyebabkan atresia folikel (Hafez 2000).
Diameter folikel dapat digunakan sebagai sarana untuk memperkirakan
ovulasi pada kuda, walaupun jangkauan diameter preovulatori cukup besar dalam
waktu 24 jam sebelum ovulasi, yaitu 34-70 mm (Ginther 1995), 22-65 mm
(Newcombe unpublished yang diacu dalam Cuervo-Arango dan Newcombe
2008), dan juga 41-45 mm (Kahn 2004). Diameter folikel preovulatori pada
kejadian ovulasi ganda akan berukuran lebih kecil daripada ovulasi tunggal antara
10
Ultrasonografi
Peralatan instrumentasi ultrasonografi modern telah tersedia dalam berbagai
varian dan memungkinkan bagi sebagian besar manusia untuk
mengoperasikannya dengan mudah. Namun demikian, harus disertai dengan
pemahaman yang baik terhadap sifat fisika ultrasonografi dan interaksi fungsi
peralatan dengan jaringan untuk memperoleh hasil yang baik. Kualitas gambar
yang dihasilkan juga akan sangat dipengaruhi oleh keterampilan seorang
sonographer. Diagnostik ultrasound menggunakan prinsip pulse-echo yang dapat
menghasilkan gambar pada tayangan scanner yang berhubungan dengan accoustic
impedance atau resistensi jaringan yang dijumpai gelombang ultrasound.
11
Materi Penelitian
Alat
Pertumbuhan folikel dan korpus luteum diamati dengan ultrasound
(ALOKA SSD-500, Aloka Co.Ltd, Japan) yang dilengkapi linear probe 5 MHz
(ALOKA UST-588U-5, Aloka Co. Ltd. Japan). Hasil pengamatan ultrasonografi
dicetak dengan printer (SONY, UP-895 MD, Video Graphic Printer, Japan).
Bahan
Induksi estrus dilakukan dengan pemberian PGF2α 10 mg (Noroprost,
Norbrook Laboratories Limited, Newry) secara intra muskuler. Induksi ovulasi
dilakukan dengan pemberian hCG 1500 IU (Chorulon, Intervet, Cambridge)
secara intra muskuler pada saat folikel mencapai diameter ≥30 mm.
Kuda
Penelitian dilakukan terhadap tiga ekor induk kuda persilangan dengan
kisaran umur 12-20 tahun dengan berat badan 250-300 kg. Kuda tersebut
dipelihara secara intensif dengan pakan hijauan rumput segar dan konsentrat
dengan kadar protein 12%.
13
Metode Penelitian
Prosedur Pelaksanaan Penelitian
Sinkronisasi ovulasi
Induksi estrus dilakukan dengan pemberian PGF2α 10 mg intra muskuler
pada saat fase luteal (Riegal dan Hakola 2002). Untuk terjadi ovulasi dilakukan
dengan penyuntikan hCG 1500 IU intra muskuler ketika folikel terbesar telah
mencapai diameter ≥30 mm (Estrada dan Samper 2003).
ovarium kanan dan kiri yang diamati dari bagian medial ke lateral secara perlahan
agar folikel dan korpus luteum teramati dengan jelas. Pengukuran diameter folikel
dan korpus luteum diukur dengan nilai rata-rata dimensi tersempit dan terlebarnya
yang diukur dengan caliper. Hasil ultrasonografi dicetak dengan printer untuk
menghasilkan sonogram.
Analisa data
Perubahan gambaran ultrasonografi folikel dan korpus luteum dijelaskan
secara deskriptif. Data diameter folikel dan korpus luteum dianalisa dengan
menggunakan software MS. Office Excel 2007 (Steel dan Torrie 1999).
15
Gambar 4 Gambaran ultrasonografi perubahan korpus luteum (garis putus-putus). Pada hari
sebelum pemberian PGF2α (H-1) korpus luteum bersifat hyperechoic dan akan
beregrasi dari hari saat pemberian PGF2α (H0) sampai hari ke-2 setelah
pemberian PGF2α (H2). Pada hari ke-3 setelah pemberian PGF2α (H3) terbentuk
korpus hemoragikum yang bersifat hypoechoic
2000), sedangkan pada hari saat pemberian PGF2α (H0) korpus luteum
berdiameter 2,2 cm dan bersifat hyperechoic dengan kadar plasma progesterone
yang tinggi karena terbentuknya sel luteal (Bergfelt dan Adams 2007).
Gambar 6 Perkembangan folikel dan regresi korpus luteum pada induksi estrus.
Onset estrus kuda A dan B pada hari ke-1, sedang kuda C hari ke-2.
Ovulasi kuda A terjadi pada hari ke-3, sedang kuda B dan C hari ke-4
Pada Onset estrus pada kuda A dan B (Gambar 6) terjadi pada hari
pertama, sedangkan Kuda C (Gambar 6) onset estrus pada hari kedua. Hasil ini
sesuai dengan yang dilaporkan oleh Samper (2008) kisaran antara awal pemberian
PGF2α sampai dengan onset estrus terjadi pada 48 jam pertama. Akan tetapi hasil
ini berbeda dengan yang dilakukan oleh Estrada dan Samper (2003) yang
melaporkan bahwa dengan pengguanaan 7.5 mg PGF2α pada awal hari ke-5
setelah ovulasi akan menyebabkan onset estrus dalam jangka waktu 3-4 hari.
Perbedaan onset estrus tersebut dikarenakan konsentrasi PGF2α yang berbeda dan
pada penelitian Estrada dan Samper (2003) tersebut dimungkinkan diameter
18
korpus luteum masih besar sehingga regresi korpus luteum akan berlangsung lebih
lama.
Pada kuda A dan B onset estrus terjadi saat diameter folikel terbesar dan
korpus luteum kuda A 3,3 cm dan 2,1 cm; kuda B 3,4 cm dan 1,3 cm, sedangkan
kuda C onset estrus terjadi dengan diameter folikel terbesar 3,5 cm dan korpus
luteum 1,4 cm. Berdasarkan data yang diperoleh dari ketiga kuda tersebut didapat
rata-rata nilai diameter folikel terbesar dan korpus luteum saat onset estrus yaitu
3,4 cm dan 1,6 cm.
Ovulasi pada kuda A terjadi pada hari ke-3, sedangkan kuda B dan C
ovulasi terjadi pada hari ke-4. Hasil penelitian ini dapat diterima berdasarkan hasil
pengamatan Bergfelt (2007) dimana ovulasi terjadi 3,7±0,4 hari dengan metode
yang sama yaitu sinkronisasi ovulasi yaitu dilakukan sinkronisasi estrus yang
kemudian dilanjutkan dengan induksi ovulasi.
Tabel 2 Hasil teasing scoring pengamatan tingkah laku estrus pada 3 ekor kuda
Ovulasi pada kuda A,B dan C terjadi saat score 4 yang ditandai dengan
ketertarikan yang kuat, menyodorkan pantat pada jantan, dan winked vulva dan
urinasi yang berkelanjutan. Kuda B dan C ovulasi terjadi pada hari ke-4 setelah
pemberian PGF2α, sedangkan kuda A pada hari ke-2.
19
Gambar 7 Visualisasi scoring tingkah laku estrus. Skor 0 tidak menunjukkan tanda-
tanda menerima jantan, bahkan agresif – menyerang, menendang dan
meringkik, skor 1 tidak menolak terhadap pejantan, skor 2 sedikit ada
ketertarikan, kadang mendekati pejantan, menunjukkan winked vulva (vulva
mengedip) dan mengangkat ekor, skor 3 lebih menunjukkan ketertarikan,
mengangkat ekor, squatting (berdiri jongkok) dan urinasi dan skor 4
ketertarikan yang kuat, menyodorkan pantat pada jantan dan winked vulva
(vulva mengedip) serta urinasi yang berkelanjutan
20
Gambar 8 Perkembangan folikel dan regresi korpus luteum pada induksi ovulasi.
Ovulasi kuda A 52 jam, kuda B 72 jam dan kuda C 64 jam setelah
pemberian hCG
Hasil induksi ovulasi kuda A,B dan C sesuai dengan yang dilakukan
Estrada dan Samper (2003) dengan pemberian hCG saat diameter folikel terbesar
≥30 mm, maka ovulasi akan terjadi 48-72 jam setelah pemberian. Akan tetapi,
menurut Gastal et al. (2006) dengan dosis 1500 IU hCG yang disuntikkan saat
diameter folikel terbesar mencapai ≥35 mm akan menyebabkan ovulasi pada
44.0±1.0 jam setelah penyuntikan. Hasil penelitian Gastal et al. (2006) ovulasi
terjadi lebih awal dibandingkan penelitian ini, hal ini disebabkan metode
pemberian hCG dilakukan saat folikel berukuran ≥35 mm, sedangkan penelitian
ini hCG diberikan saat folikel berukuran ≥30 mm.
Estrus (hari)
Interval awal perlakuan PGF2α hingga onset estrus 1,3±0,6
Durasi estrus 4,0±1,0
Simpulan
Induksi estrus dengan PGF2α menghasilkan onset estrus 1,3±0,6 hari,
durasi estrus 4,0±1,0 hari, dan ovulasi terjadi 62,7±10,1 jam setelah pemberian
hCG. Penggunaan PGF2α dan hCG efektif untuk sikronisasi ovulasi pada induk
kuda persilangan.
Saran
Upaya untuk peningkatan angka kebuntingan dengan kawin alami maupun
inseminasi buatan (IB) pada induk kuda persilangan sebaiknya dilakukan 36 jam
setelah pemberian hCG.
GAMBARAN ULTRASONOGRAFI DAN KARAKTERISTIK
ESTRUS SETELAH SINKRONISASI OVULASI PADA INDUK
KUDA PERSILANGAN
ANANG TRIYATMOKO
2011
DAFTAR PUSTAKA
Barr F. 1988. Diagnostic Ultrasound in The Dog and Cat. Oxford. Blackwell
Scientific Publications. Hlm. 340-348.
Bergfelt DR, Adams GP. 2007. The normal female reproductive system:
Ovulation and corpus luteum development. Di dalam: Samper JC et al.,
editor. 2007. Current therapy in equine reproduction. Missouri: Saundres
Elsevier. Hlm. 22-24.
Bergfelt et al. 2007. Ovulation synchronization following commercial application
of ultrasound-guided follicle ablation during the estrous cycle in mares.
Theriogenology 68: 1183-1191.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2009. Populasi Ternak (000 ekor) 2000-2010.
Jakarta: BPS; 2009.
Coleman RJ, Powell D. 2004. Teasing Mares. Cooperative Extention Service.
University of Kentucky-College of Agriculture. www.ca.uky.edu. [25 Mei
2011].
Cuervo-Arango J, Newcombe JR. 2008. Repeatibility of preovulatory follicular
diameter and uterine edema pattern in two consecutive cycles in the mare
and how they are influenced by ovulation inductors. Therigenology 69:
681-687.
Davies Morel MCG, Newcombe JR. 2008. The efficiacy of different hCG dose
rates and the effect of hCG treatment on ovarian activity: ovulation,
multiple ovulation, pregnancy, multiple pregnancy, synchrony of multiple
ovulation; in the mare. J. Anim. Reprod. Sci 109: 189-199.
Donadeu FX, Ginther OJ. 2002. Changes in Concentrations of Follicular Fluid
Factors During Follicle Selection in Mares. J. Biol. Reprod 66: 1111-1118.
Draper, Judith.2003. The Book of Horses and Horse Care.London: Anness
Publishing Limited. Hlm. 10-15.
Edward EH. 1994. The Encyclopedia of Horse. London. Dorling Kindersley
Limited. Hlm. 11-65.
Estrada A, Samper JC. 2003. Using medications to induce ovulation in mares.
www.VetLearn.com. [25 Mei 2011].
Gastal EL, Silva LA, Gastal MO, Evans MJ. 2006. Effect of different doses of
hCG on diameter of the preovulatory follicle and interval to ovulation in
mares. Anim Reprod Sci. 94: 186-190 (Abstract).
Ginther OJ. 1995. Ultrasonic Imaging and Animal Reproduction: Book 2, Horses.
Cross Plains, WI: Equiservices Publishing. Hlm. 49-55.
Ginther OJ et al. 2004. Comparative study of the dynamics of follicular waves in
mares and women. Biol. Reprod. 71: 1195-1201.
25