Anda di halaman 1dari 7

Jurnal Nutrisi Ternak Tropis Maret 2019

Vol 2 No 1 pp 63-69

PEMBERIAN VITAMIN SEBAGAI PENANGANAN GANGGUAN REPRODUKSI


SAPI KELOMPOK TERNAK DESA BABAKAN, KECAMATAN KARANGPLOSO,
KABUPATEN MALANG

Vitamin Injection as Cow Reproduction Disorder Treatment for Babakan


Village Farmer Group in Karangploso Sub-District, Malang Regency
Viski Fitri Hendrawan1), Aulia Firmawati1), Desi Wulansari1), Yudit Oktanella1), Galuh Chandra Agustina1)
1)
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Brawijaya, Jl. Puncak Dieng, Kunci, Kalisongo, Dau, Malang, Jawa
Timur 65151
Email : viski_hendrawan88@yahoo.com

ABSTRAK

Sapi merupakan ternak ruminansia yang sangat potensial di Indonesia. Setiap induk
ternak mempunyai tiga kemungkinan status reproduksi yaitu: berada pada kondisi kesuburan
yang normal, kondisi kemajiran yang ringan atau infertil, kondisi kemajiran yang tetap atau
steril. Infertilitas adalah keadaan dimana derajat kesuburan ternak menurun yang disebabkan
oleh adanya gangguan organ reproduksi. Infertil sifatnya sementara dan masih dapat diobati
dan bila pengobatan berhasil maka masih dapat bereproduksi kembali. Kemajiran dengan
derajat yang berat sifatnya permanen atau steril yaitu berhentinya proses reproduksi secara
penuh dan tidak dapat diobati. Banyak faktor yang dapat menyebabkan kemajiran pada ternak
khususnya sapi, yang mayoritas merupakan gangguan hormonal terutama hormon reproduksi
yang menimbulkan gejala seperti silent heat (birahi tenang) dan subestrus (birahi pendek)
disebabkan oleh rendahnya kadar hormon estrogen. Sedangkan untuk kasus delayed ovulasi
(ovulasi tertunda), anovulasi (kegagalan ovulasi) dan kista folikuler disebabkan oleh
rendahnya kadar hormon gonadotropin (FSH dan LH). Gangguan hormonal tersebut dapat
terjadi pada indukan sapi perah berproduksi susu tinggi serta akibat adanya endometritis yang
berasal dari kelahiran yang tidak normal, seperti: abortus, retensi sekundinarum, kelahiran
premature, kelahiran kembar, distokia, ataupun perlukaan saat melakukan pertolongan
kelahiran. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk menanggulangi gangguan reproduksi sapi
serta dapat memperbaiki performa reproduksi sapi dengan melihat peningkatan angka
kejadian birahi pada kelompok ternak di Desa Babakan Kecamatan Karangploso Kabupaten
Malang.

Kata kunci : Sapi perah, hormon, infertilitas, sapi potong reproduksi

How to Cite : *Corresponding author :

Hendrawan, V. F., Firmawati, A., Wulansari, D., Viski Fitri Hendrawan


Oktanella, Y., & Agustina, G. C. (2019) Pemberian Email : viski_hendrawan88@yahoo.com
Vitamin Sebagai Penanganan Gangguan Reproduksi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Brawijaya
Sapi Kelompok Ternak Desa Babakan, Kecamatan Malang, Jawa Timur 65151
Karangploso, Kabupaten Malang. Jurnal Nutrisi
Ternak Tropis, 2 (1) 63-69

63
Viski Fitri Hendrawan, Dkk. 2019

ABSTRACT

Cattle is potential livestock in Indonesia. In every pregnant cow, there are three different
reproduction status: normal fertility, infertile, and sterile. Infertile is a condition where cows’
reproduction rate become declined caused by disorders in the reproductive organs. Infertile is
temporary and can be treated through medication to restore its reproduction back to normal.
However, sterile is a condition where the reproduction process is stopped and cannot be
treated anymore. There are several factors which affect cows’ infertility, and in most cases
were caused by hormonal disorders, especially on the reproductive hormone. The cows with
reproductive hormonal disorders usually indicated by the occurrence of silent heat and
subestrus, as both were caused by low estrogen hormone levels. However, in delayed ovulation,
anovulation, and follicular cyst, the cases were caused by the low gonadotrophin (FSH and
LH) hormone levels. The hormonal disorders can occur in dairy cows with high milk
production and can be caused by endometritis from abnormal birthing process, such as
abortion, retention secundarium, premature, giving birth to twins, dystocia, or injury during
the birthing process. The aim of this activity is to prevent the occurrence of reproduction
disorders in cow while also improve its reproductive performance by detecting cows’ heat on
Babakan Village Farmer Group in Karangploso Sub-District, Malang Regency.

Keywords: Dairy cow, hormone, infertility, livestock reproduction

PENDAHULUAN menyebabkan gangguan reproduksi pada


ternak sapi, yang mayoritas merupakan
Secara nasional, kebutuha untuk gangguan hormonal serta kurang nya
memenuhi konsumsi susu dan daging sapi di kepedulian peternak tentang kebersihan
Indonesia setiap tahun selalu meningkat, kandang yang kadang–kadang kurang
sejalan dengan bertambahnya jumlah diperhatikan. Gangguan reproduksi
penduduk, peningkatan pendapatan, dan mempengaruhi produksi hormon reproduksi
kesejahteraan masyarakat serta semakin yang menyebabkan estrus pada ternak
tingginya tingkat kesadaran masyarakat menjadi terlambat (Handayani et al. 2014).
akan pentingnya protein hewani. Kebutuhan Masalah yang di timbulkan karena
gizi hewani Indonesia khususnya susu dan faktor hormonal dan kebersihan kandang
daging sapi masih diperoleh dari tiga sumber sangat banyak, antara lain menimbulkan
yaitu peternakan rakyat, peternakan gejala seperti silent heat (birahi tenang) dan
komersial dan impor. subestrus (birahi pendek) disebabkan oleh
Sapi merupakan ternak penghasil susu rendahnya kadar hormon estrogen.
dan daging yang sangat potensial di Sedangkan untuk kasus delayed ovulasi
Indonesia. Namun, ada kendala dalam usaha (ovulasi tertunda), anovulasi (kegagalan
peternakan sapi perah, salah satunya ovulasi) dan kista folikuler disebabkan oleh
merupakan akibat dari manejemen rendahnyanya kadar hormon gonadotropin
peternakan rakyat yang kurang baik. Selain (FSH dan LH). Pakan yang kekurangan
itu, sapi perah yang berproduksi tinggi nutrisi menyebabkan menurunnya fungsi
seringkali mengalami gangguan reproduksi kelenjar, salah satunya penurunan sekresi
yang kurang bagus sehingga populasinya hormon gonadotropin (FSH dan LH) akibat
cenderung menurun. Adanya manajemen dari menurunnya hipofisa anterior.
ternak yang lebih baik meningkatkan daya Gangguan hormonal tersebut dapat terjadi
tahan reproduksi sehingga menghasilkan pada indukan sapi berproduksi susu tinggi
efisiensi reproduksi tinggi diikuti serta akibat adanya endometritis yang
produktivitas tinggi pada ternak tersebut berasal dari kelahiran yang tidak normal,
(Choliq, 2009).Banyak faktor yang dapat seperti: abortus, retensi sekundinarum,

64
Viski Fitri Hendrawan, Dkk. 2019

kelahiran prematur, kelahiran kembar, hardcopy, 3.) pemeriksaan kesehatan ternak


distokia, ataupun perlukaan saat melakukan secara umum; dan 4.) pemeriksaan
pertolongan kelahiran. Pemerintah gangguan reproduksi. Penyuluhan
Indonesia pada tahun anggaran 2012 telah dilakukan dengan memberikan wawasan
mengalokasikan dana dekonsentrasi di dan berdiskusi tentang manajemen
provinsi dan dana tugas pembantuan di kesehatan ternak sapi, perawatan yang baik
kabupaten/kota untuk kegiatan pada ternak, tanda-tanda estrus serta
pengembangan pembibitan sapi potong mengetahui ciri dari ternak yang mengalami
dalam rangka memperkuat usaha kelompok gangguan reproduksi.
pembibitan untuk meningkatkan populasi Pelaksanaan program kegiatan
sapi potong di Indonesia. dilakukan dalam waktu 3 hari untuk desa
Maka dari itu, diperlukan terkait, serta adanya program evaluasi
pengoptimalan dalam pengembangan kepada masyarakat petani peternak di desa
pembibitan ternak serta keterpaduan antara terkait untuk melihat perkembangan dari
pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan pelaksanaan program ini yang meliputi
kabupaten dalam pelaksanaan bimbingan peningkatan wawasan terhadap kesehatan
dan pengawasan terhadap kelompok reproduski ternak, dan kemajuan sosial
peternak penerima (Departemen Pertanian ekonomi yang dilihat dari sisi kesehatan dan
Indonesia, 2012). Kegiatan pengabdian perbaikan perbibitan hewan dengan cara
masyarakat ini pada kelompok ternak di peninjauan ke lokasi.
Desa Babakan Kecamatan Karangploso
Kabupaten Malang. Setiap induk ternak HASIL DAN PEMBAHASAN
mempunyai tiga kemungkinan status
reproduksi yaitu: berada pada kondisi Kegiatan pengabdian masyarakat ini
kesuburan yang normal, kondisi kemajiran dilaksanakan di kelompok ternak di Desa
yang ringan atau infertil, kondisi kemajiran Babakan Kecamatan Karangploso
yang tetap atau steril. Rendahnya tingkat Kabupaten Malang. Rendahnya tingkat
pendidikan masyarakat berpengaruh pada pendidikan masyarakat berpengaruh pada
kemampuan menejemen pemeliharaan dan kemampuan menejemen pemeliharaan dan
pembibitan hewan dan kesehatan pembibitan hewan dan kesehatan
reproduksi hewan. Oleh karena itu, civitas reproduksi hewan. Oleh karena itu, dengan
akademika Fakultas Kedokteran Hewan diadakan nya kegiatan ini diharapkan dapat
Universitas Brawijaya ingin memberikan menambah wawasan dari para peternak
kontribusi berupa berbagi pengetahuan dalam mengetahui ciri-ciri sapi yang sedang
kepada kelompok ternak di Desa Babakan estrus maupun ciri-ciri ternak yang
Kecamatan Karangploso Kabupaten mengalami gangguan reproduksi,
Malang. Khususnya masyarakat petani diharapkan dengan mengetahui kondisi
peternak untuk memberikan pemeriksaan secara dini ciri-ciri tersebut peternak dapat
kesehatan ternak kepada masyarakat petani mencegah maupun melaporkan kepada
peternak di desa tersebut. petugas atau dokter hewan setempat untuk
segera di tangani sebelum terlambat.
MATERI DAN METODE Cakupan kegiatan yang dilakukan
antara lain sebagai upaya untuk
Sasaran dalam kegiatan ini adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat
seluruh kelompok ternak sapi serta seluruh petani peternak melalui pelayanan
masyarakat di Desa Babakan Kecamatan kesehatan hewan yang meliputi perawatan
Karangploso Kabupaten Malang. Kegiatan ternak sakit, pelayanan dan konsultasi
dimulai dari 1.) Penyuluhan tentang kesehatan hewan, pemberian vitamin B
manajemen kesehatan ternak dan reproduksi kompleks, dan penanggulangan penyakit
sapi, 2.) Pembagian materi dalam bentuk hewan serta pemeriksaan gangguan

65
Viski Fitri Hendrawan, Dkk. 2019

reproduksi. Pemberian obat cacing perlu yang efektif melawan nematoda


dipertimbangkan diantaranya adalah harga gastrointestinal, cacing pita, dan cacing hati
serta jenis obat cacing apa yang tepat untuk sehingga obat albendazole dipilih untuk
cacing yang menginfeksi ternak tersebut, pengobatan dan pencegahan penyakit
misalnya obat cacing yang efektif untuk parasit pada kegiatan pengabdian
cacing nematode belum tentu efektif untuk masyarakat ini. Obat-obat tersebut tersedia
cacing trematoda, serta dari kondisi sapi secara luas di sebagian besar sistem
yang memiliki ciri-ciri sapi terserang gejala pelayanan kesehatan sebagai pengobatan
cacingan sangat tergantung dari jenis cacing kuratif dari kasus kasus klinis selama
yang menyerang ternak sapi. Tetapi pada bertahun-tahun.
umumnya gejala cacingan dapat terlihat Jumlah sapi yang memperoleh
seperti badan kurus, bulu kusam dan berdiri, pengobatan cacing gratis pada pengmas ini
diare. Gejala yang diakibatkan infeksi sebanyak 97 ekor. Tanpa kelengkapan
cacing S. Bovis yaitu diare, nutrisi yang baik dan dalam jumlah
hepatosplenomegali, konstipasi, memadai maka meskipun ternak tersebut
meningkatnya aktivitas fagositik merupakan bibit unggul akan kurang dapat
mononukleus, menurunnya berat badan dan memperlihatkan keunggulannya. Gangguan
kondisi tubuh ternak menjadi lemah. kesehatan dan reproduksi diakibatkan dari
Diduga bahwa hampir semua sapi pakan yang kurang nutrisinya. Gangguan
yang dipelihara secara tradisional pada kesehatan dan reproduksi diakibatkan dari
kondisi petani terserang penyakit cacingan. pakan yang kurang nutrisinya. Kekurangan
Hal tersebut didukung Ahmad, Deddy, dan nutrisi pada pakan menyebabkan tidak
Dewa (2004) tingginya penyakit cacingan optimalnya aktivitas ovarium, adanya
pada ternak sapi disebabkan kurangnya gangguan hormon, dan Body Condition
pengetahuan dan kesadaran peternak Score (BCS) yang rendah, kawin berulang
maupun petani akan pentingnya kegiatan yang disebabkan karena calving interval
sanitasi dan keadaan kandang yang higienis menjadi panjang (Prihatno, dkk. 2013).
serta sistem pemeliharaan yang dilakukan Kelengkapan zat gizi dalam makanan
masih tradisional. ternak ruminansia akan dapat mempercepat
Berat ringannya akibat yang pubertas pada kambing, estrus pertama
ditimbulkan olehserangan parasit cacing setelah melahirkan, menjaga kebuntingan,
tergantung pada jenis cacing, jumlah cacing berat anak lahir, berat anak setelah kambing
yang menyerang, umur sapi yang terserang serta menjaga kondisi induk saat laktasi.
dan kondisi pakan. Menurut Vercruysse et Mikronutrisi pada hewan yang dibutuhkan
al. (2002), penggunaan antelmintik untuk metabolisme agar tercapai kesehatan
sebaiknya menggunakan obat yang yang optimal yaitu vitamin (Kurnia, Tyas,
mempunyai efikasi 90 persen atau lebih. dan Sri 2015). Vitamin B merupakan jenis
Pemakaian antelmintik yang mempunyai vitamin yang paling banyak dibutuhkan
efikasi yang rendah dapat memicu dalam tubuh kambing. Vitamin B adalah
terjadinya resistensi. Adanya kemungkinan jenis vitamin yang larut dalam air dan
telah terjadi resistensi tersebut sangat memainkan peran penting dalam
merugikan peternak karena berarti obat yang metabolisme sel. Ada 8 jenis vitamin B yaitu
diberikan kurang efektif lagi dalam vitamin B1, B2, B3, B5, B6, B7, B9, dan
mengendalikan penyakit sehingga B12. Vitamin ini sepenuhnya bisa dibentuk
produktivitas ternak tetap rendah dan dalam tubuh hewan yang memamah biak
menurunkan income dari peternak. seperti kambing, sehingga kemungkinan
Albendazole (ABZ), salah satu anggota dari terjadinya kekurangan vitamin B1 sangat
kelas BZD dengan senyawa metil karbamat kecil.

66
Viski Fitri Hendrawan, Dkk. 2019

Tabel 1. Nama peternak dan jumlah sapi yang diberi Vitamin, B12, dan obat cacing.

No. Nama Jumlah Jenis Hasil Pelayanan


Pemilik ternak ternak pemeriksaan
(spesies)
1 Winarno 12 ekor Sapi - Tidak bunting- Suntik Vitamin
Limousin - Tidak estrus - Pemberian mineral +
obat cacing
2 Yoyon 9 ekor Sapi - Tidak bunting - Suntik Vitamin
Simmental - Estrus - Pemberian mineral +
obat cacing
3 Supungat 7 ekor Sapi - Tidak bunting - Suntik Vitamin
Simmental - Pemberian mineral +
obat cacing
4 Asnan 6 ekor Sapi FH - Tidak bunting - Suntik Vitamin
Sapi - 2 ekor bunting - Pemberian mineral +
Simmental obat cacing
- Pemberian calsidex
5 Zainal 14 ekor Sapi - 5 ekor Bunting - Suntik Vitamin
Limousin - Tidak bunting - Pemberian mineral
dan Sapi FH - Pemberian biodin
6 Satir 6 ekor Sapi - Tidak bunting - IB straw limousin
Limousin - Estrus - Suntik Vitamin
dan FH - Pemberian mineral +
obat cacing
7 Gianto 6 ekor Sapi - Tidak bunting - Suntik Vitamin
Limousin - Pemberian mineral +
obat cacing
8 Nardi 5 ekor Sapi - Tidak bunting
Limousin - Mendekati - Suntik Vitamin
estrus - Pemberian mineral +
obat cacing
- IB
9 Supriadi 3 ekor Sapi - Tidak bunting - Suntik Vitamin
Simmental - Mendekati - Pemberian mineral +
estrus obat cacing
- Pemberian Biodin
- IB
10 Janari 1 ekor Sapi Angus - Tidak bunting - Suntik Vitamin
- Tidak estrus - Pemberian mineral +
obat cacing
11 Edi 2 ekor Sapi - Tidak bunting - Suntik Vitamin
Simmental - Tidak estrus - Pemberian mineral +
obat cacing
12 Samsul 2 ekor Sapi PO - Keduanya - Suntik Vitamin
Sapi tidak bunting - Pemberian mineral +
Limousin obat cacing
13 Roni 3 ekor Sapi FH - Tidak bunting - Suntik Vitamin
- Tidak estrus - Pemberian mineral +
obat cacing

67
Viski Fitri Hendrawan, Dkk. 2019

14 Arifin 7 ekor Sapi FH - Tidak bunting


Sapi - Mendekati - Suntik Vitamin
limousin estrus - Pemberian mineral +
obat cacing
- IB
15 Budi 10 ekor Sapi - tidak bunting - Suntik Vitamin
Limousin - 3 bunting - Pemberian mineral +
dan Sapi FH obat cacing

16 Sholeh 2 ekor Sapi - Tidak bunting - Suntik Vitamin


Limousin - Tidak estrus - Pemberian mineral +
obat cacing
17 Nur salim 2 ekor Sapi - Tidak bunting - Suntik Vitamin
Limousin - Pemberian mineral +
obat cacing
TOTAL 97 ekor

Pemberian vitamin B kompleks peternak dan operator IB. Hal ini didukung
diharapkan dapat meningkatkan nafsu oleh Hastuti, Sudi, dan Rini (2008)
makan sehingga akan memperbaiki sistem keberhasilan IB ditentukan faktor manusia,
ketahanan tubuh. Sandjaja dan Atmarita karena manusia memiliki peranan yang
(2009) bahwa vitamin B kompleks krusial dalam keberhasilan IB, selain itu
merupakan kelompok vitamin B yang keberhasilan IB dipengaruhi oleh faktor
berfungsi sebagai energi bagi tubuh ternak yang sangat dominan diantaranya sarana dan
dan memperbaiki stamina tubuh. Selain kondisi lapangan.
pemberian obat cacing dan vitamin ada juga Hewan yang mendapatkan pelayanan
penyuluhan dan pemeriksaan gangguan pada kegiatan pengabdian masyarakat ini
reproduksi seperti data Tabel 1.1 di atas. mayoritas adalah sapi. Jenis-jenis sapi yang
Kegiatan ini tidak hanya melakukan mendapatkan pelayanan IB pada kegiatan
pengobatan dan penyuluhan tetapi juga pengabdian masyarakat antara lain: Sapi
dilakukan pemeriksaan kebuntingan dan Limousin, Sapi Simmental, Sapi Friesian
pemberian IB gratis yang di mana para Holstein, dan Sapi Peranakan Ongole;
peternak juga di beri penjelasan bagaimana dengan mayoritas Sapi Limousin. Sebelum
sapi dianggap estrus. Pada kegiatan mendapatkan pelayanan IB lebih lanjut,
pengabdian masyarakat yang dilakukan di dilakukan pemeriksaan terlebih dahulu yang
Desa Babakan ini kami melihat para meliputi tanda-tanda birahi, palpasi rektal
peternak belum mengetahui secara jelas untuk melihat apakah hewan tersebut sehat
tanda-tanda sapi birahi. pada organ reproduksi. Dari kegiatan
Kegiatan penyuluhan yang pengabdian yang dilakukan sangat
disampaikan pada peternak selain masalah dirasakan sekali manfaatnya bagi peternak
pengobatan kami juga menitikberatkan pada dimana pengetahuan mereka dapat
tanda-tanda birahi pada sapi, agar nantinya bertambah dalam hal pemeliharaan dan
para peternak tidak salah dalam melakukan manajemen perkawinan sapi potong yang
IB. Banyak kasus yang ditemui di lapangan lebih baik lagi. Sehingga diharapkan akan
yang berhubungan dengan reproduksi, salah berdampak pada peningkatan kelahiran anak
satunya dilakukan IB beberapa kali tetapi sapi dan sekaligus dapat meningkatkan
tidak jadi. Hal ini dapat di pengaruhi populasi ternak sapi potong di masa
beberapa faktor yaitu hewan betina, pakan, mendatang.

68
Viski Fitri Hendrawan, Dkk. 2019

KESIMPULAN Hastuti, D., Nurtini, S., & Widiati, R.


(2008). Kajian sosial ekonomi
Pelaksanaan pengmas pada Kelompok pelaksanaan inseminasi buatan sapi
Ternak Desa Babakan, Karangploso, Malang potong di Kabupaten Kebumen.
yang meliputi pemeriksaan status reproduksi MEDIAGRO, 4(2), 1–12
ternak, pemberian obat cacing dan vitamin,
serta pemberian penyuluhan secara langsung Hayati, & Choliq. (2009). Ilmu Reproduksi
kepada para peternak. Pemeriksaan status Hewan. Jakarta: PT. Mutiara Sumber
reproduksi dilakukan pada 10 ekor sapi Widya.
dengan status reproduksi yang bervariasi
diantaranya: bunting 7 ekor, tidak birahi 87 Kurnia, S. D., Saraswati, T. R., &
ekor, dan birahi 3 ekor. Pemberian obat Isdadiyanto, S. (2015). Pengaruh
cacing dan penyuntikan vitamin dilakukan pemberian mikromineral (Fe, Co, Cu,
pada seluruh sapi (97 ekor), namun pada sapi Zn), vitamin (a, B1, B12, C) dan jus
dengan status reproduksi bunting tidak mengkudu (morinda citrifolia l.)
diberikan pemberian obat cacing. terhadap konsumsi pakan, bobot lemak
abdominal dan jumlah folikel ovarium
DAFTAR PUSTAKA yang berkembang pada puyuh
(coturnix coturnix japonica l.). Buletin
Ahmad, S. N., Siswansyah, D. D., & Anatomi Dan Fisiologi, 23(2), 43–47
Swastika, D. K. (2014). Kajian sistem
usaha ternak sapi potong di kalimantan Prihatno, Agus, S., Kusumawati, A., Karja,
tengah. Jurnal Pengkajian Dan N. W. K., & Sumiarto, B. (2013).
Pengembangan Teknologi Pertanian, Prevalensi dan faktor risiko kawin
7(2), 155–170. berulang pada sapi perah pada tingkat
https://doi.org/10.21082/JPPTP.V7N2.2004.P%P peternak. Jurnal Veteriner, 14(452–461).

Handayani, U. F., Hartono, M., & . S. Sandjaja, & Atmarita. (2009). Kamus Gizi.
(2014). Respon kecepatan timbulnya Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara.
estrus dan lama estrus pada berbagai
paritas sapi bali setelah dua kali Vercruysse, J., Holdsworth, P., Letonja, T.,
pemberian prostaglandin F2α (PGF2α). Conder, G., Hamamoto, K., Okano, K.,
Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu, 2(1), & Rehbein, S. (2002). International
33–39. https://doi.org/10.23960/JIPT.V2I1.P%P
harmonisation of anthelmintic efficacy
guidelines (Part 2). Veterinary
Handayani, U. F., Hartono, M., & Siswanto.
Parasitology, 103(4), 277–297
(2014). Respon Kecepetan Timbbulnya
Estrus Dan Lama Estrus.

69

Anda mungkin juga menyukai