Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Maskulinitas atau manhood merupakan peran, sifat, dan perilaku yang


berkaitan denga laki-laki atau pria dewasa. Kata kunci sebagai ciri utama dari
maskulinitas adalah keberanian, kemandirian dan ketegasan, namun ciri ini
juga berbeda-beda dipengaruhi oleh faktor sosial dan juga budaya. Standar
mengenai pria yang dianggap sangat maskulin, maskulin, dan tidak maskulin
sudah ada dari dulu dengan ciri berbeda-beda. Sebagai contoh pada abad ke
19, seseorang yang suka berdandan baik pria maupun wanita dipandang
bersifat maskulin, namun dalam standar modern hal seperti itu disebut
feminim.

Maskulinitas sebagai suatu konsep juga digambarkan pada imajinasi orang


jawa Dalam imajinasi orang jawa, lelaki ideal adalah yang memiliki benggol
(uang) dan bonggol (kejantanan seksual). Lalu dimana posisi perempuan? Ia
adalah milik laki-laki, sejajar dengan bondo (harta), griyo (istana), turonggo
(kendaraan), kukilo (burung, binatang piaraan, bunyi-bunyian), dan pusoko
(senjata, kesaktian). Penguasaan terhadap perempuan (wanito) adalah simbol
kejantanan seorang lelaki (Muhadjir Darwin S.281, June 24, 1999).

Bentuk hegemoni atau dominasi laki-laki yang digambarkan menjadi salah


satu bentuk dari bagaimana maskulinitas itu berjalan di masyarakat.
Pengartian maskulinitas dan juga patriarkinya terkadang membuat stigma
negatif di masyarakat, mengingat saat ini sedang gencar-gencarnya sosialisasi
mengenai kesetaraan gender dan juga feminisme.
Adanya paham maskulinitas serta budaya patriarki di masyarakat saat ini
menjadi hal yang wajar, namun bagaimanakah pandangan dan dampak dari
hal-hal yang sudah ada sejak lama ini, itulah yang perlu diketahui.
B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa Makna Maskulinitas dan Bagaimana Perkembangannya?

2. Bagaimana Maskulinitas dan Patriarkinya Berjalan di Lingkungan


Masyarakat?

3. Apa solusi dari adanya paham Maskulinitas dan sistem Patriarkinya di


Lingkungan Masyarakat?

C. TUJUAN
1. Mengetahui bagaimana maskulinitas dipandang di masyarakat
2. Mengetahui bagaimana hubungan antara maskulinitas dan sistem
patriarkinya dilngkungan masyarakat
3. Menyajikan data yang berkaitan dengan maskulinitas dan patriarkinya
dilngkungan masyarakat
BAB II

PENYAJIAN DATA

A. Maskulinitas
1. Impression of Masculinity

Gambar 1.1

Pada gambar bisa dilihat dibanding usia dibawah 45 tahun, responden


berusia diatas 45 tahun 67% nya menganggap maskulinitas sebagai hal
yang sangat positif dan juga agak positif. Kemudian yang paling
rendah adalah responden berusia 16-29 tahun di angka 58% yang
menganggap bahwa maskulinitas adalah hal yang sangat dan agak
positif.

2. Sifat Pembentuk Maskulinitas


Ketika diminta untuk memilih tiga sifat yang paling dikaitkan oleh
responden dengan masing-masing gender, nampaknya ada persamaan
pendapat antargenerasi. Di antara 21 sifat, tiga sifat yang paling
dikaitkan dengan maskulinitas oleh responden berusia 16-19 tahun
adalah kekuatan (dipilih oleh 55%), ketegasan (27%), dan kecerdasan
(24%); sedangkan kepekaan (42%), emosional (33%) dan kasih sayang
(29%) menjadi tiga sifat yang paling dikaitkan dengan feminitas.
Responden berusia di atas 45 tahun mengidentifikasi kekuatan (56%),
ketegasan (31%), dan cepat dan tepat dalam mengambil keputusan
(25%) sebagai sifat yang paling mereka kaitkan dengan maskulinitas
dan kepekaan (47%), emosional (36%), dan kasih sayang (32%) untuk
feminitas.
3. Pandangan bahwa maskulinitas adalah konstruksi sosial
Gambar 1.2

Meskipun memiliki pandangan yang sama tentang apa yang


membentuk maskulinitas dan feminitas, mayoritas responden (56%)
percaya bahwa keduanya merupakan konstruksi sosial (proses sosial
melalui tindakan dan interaksi dimana individu atau sekelompok individu,
menciptakan secara terus-menerus suatu realitas yang dimiliki dan dialami
bersama secara subjektif). Pandangan ini paling kuat di Filipina (68%),
Thailand (60%), dan Australia (58%), tetapi tidak begitu kuat di Vietnam,
dengan 39% responden yang setuju dengan pandangan ini.

4. Ekspektasi orang terkait maskulinitas

Menilik statistik WHO, hampir 40% dari beberapa negara memiliki


lebih dari 15 kematian akibat bunuh diri per 100 ribu pria, dan hanya 1,5%
terjadi pada wanita. Bahkan di Amerika Serikat pria memiliki 3,5 kali lipat
kemungkinan untuk bunuh diri dibanding wanita.
Berdasar BBC salah satu faktor risiko kunci dari kasus ini adalah
komunikasi. Karena stigma masyarakat yang mengatakan “laki-laki harus

kuat”, masyarakat mengondisikan anak laki-laki sejak dini untuk tidak


mengekspresikan emosi. Peneliti juga menemukan laki-laki lebih jarang
mencari bantuan untuk menyembuhkan kesehatan mental mereka.

Gambar 1.3

Gamar 1.4

5. Muncul istilah Fragile Masculiinity atau Toxic Masculinity

Kondisi ketika seorang laki-laki memaksakan diri untuk menjadi maskulin


dan malah berdampak negatif bagi dirinya dan sekitarnya. Hal ini juga
dipengaruhi oleh sistem patriarki yang ada di sekitar.

B. Patriarki
1. Kasus kekerasan terhadap perempuan meningkat, salah satu faktor nya
adalah bayang-bayang budaya patriarki yang masih cenderung represif
terhap perempuan, bisa dilihat pada data catatan tahunan dari komnas
perempuan.

Diagram di atas menunjukkan bahwa dalam kurun waktu 12 tahun,


kekerasan terhadap perempuan meningkat sebanyak 792% (hampir 800%)
artinya kekerasan terhadap perempuan di Indonesia selama 12 tahun
meningkat hampir 8 kali lipat. Diagram di atas masih merupakan
fenomena gunung es, yang dapat diartikan bahwa dalam situasi yang
sebenarnya, kondisi perempuan Indonesia jauh mengalami kehidupan yang
tidak aman.

2. Keterlibatan perempuan pada partai politik rendah

Menurunnya angka keterwakilan perempuan dari 18,2 persen pada


tahun 2009 menjadi 17,3 persen di tahun 2014. Padahal, kandidat
perempuan yang mencalonkan diri dan masuk dalam daftar pemilih dari
partai politik mengalami peningkatan dari 33,6 persen tahun 2009 menjadi
37 persen pada tahun 2014 (Dina Manafe: Suara Pembaruan).
BAB III

ANALISA DAN PEMBAHASAN

A. Makna dan Perkembangan Maskulinitas serta Patriarki


1. Maskulinitas

a. Makna Maskulinitas
Maskulinitas dapat diartikan sebagai perilaku, peran, sifat, dan ciri
yang dimiliki seorang laki-laki sehingga bisa dikatakan laki-laki tersebut
maskulin. Priyo Soemandoyo (dalam Widyatama, 2006: 6) mengatakan
pria digambarkan memiliki fisik yang besar, agresif, prestatif, dominan-
superior, asertif dan dimitoskan sebagai pelindung.
Pada dasarnya maskulinitas tidak memiliki konsep yang paten, dalam
artian maskulinitas bisa saja berbeda sesuai dengan budaya dan juga
kehidupan sosial dan lingkungan sekitar. Jadi bisa dijelaskan juga bahwa
maskulinitas itu merupakan sebuah ketentuan yang merangkum apa saja
yang disebut maskulin, dan atau juga termasuk nilai dan norma maskulin.
b. Perkembangan Maskulinitas
Pada perkembangannya maskulinitas dibagi atas tiga masa :
- Literatur kuno berusia sekitar 3000 SM, maskulinitas tersirat dalam
mitos para dewa dan pahlawan. Dalam Alkitab ibrani dari 1000
SM, Raja Daud dari Israel mengatakan kepada anaknya, "aku pergi
menjalani seluruh bumi: Jadilah engkau kuat. oleh karena itu
tampakkanlah dirimu laki-laki. Cerita-cerita tentang legenda
pahlawan kuno menunjukkan kualitas kepahlawanan yang
menginspirasi, memberi rasa hormat, mencontohkan kebijaksanaan
dan keberanian serta mengambil risiko yang orang lain tidak akan
berani merupakan sifat-sifat maskulin yang berkembang di masa
lalu.
- Jeffrey Richards menggambarkan "maskulinitas abad pertengahan"
Eropa yang pada dasarnya bersifat dogma agama Kristen dan
ksatria.". Simbol Keberanian, penghargaan terhadap wanita dari
semua kelas, dan kemurahan hati merupakan penggambaran pria.
Contoh : cerita-cerita Hengest, Horsa dan Beowulf adalah contoh
cita-cita maskulin abad pertengahan. Menurut David Rosen,
pandangan tradisional para ilmuwan terhadap Beowulf adalah
kisah kepahlawanan zaman pertengahan yang memandang
persamaan antara Beowulf dan monster Grendel. Maskulinitas
dicontohkan oleh Beowulf dalam cerita tersebut.
- Pada awal abad ke-20, sebuah keluarga tradisional terdiri dari ayah
sebagai pencari nafkah dan ibu sebagai ibu rumah tangga. Ciri khas
maskulinitas masa kini adalah kesediaan pria untuk melawan
stereotip. Terlepas dari usia atau kebangsaan, pria lebih
menginginkan kesehatan yang lebih baik, kehidupan keluarga yang
harmonis dan hubungan baik dengan pasangan sama pentingnya
dengan kualitas hidup mereka. (Dysfunction and Constructs of
Masculinity and Quality of Life in the Multinational Men's
Attitudes to Life Events and Sexuality (MALES) Study. Journal of
Sexual Medicine)

2. Patriarki
a. Makna Patriarki

Menurut Alfian Rokhmansyah(2013) di bukunya yang berjudul


Pengantar Gender dan Feminisme, patriarki berasal dari katapatriarkat,
berarti struktur yang menempatkan peran laki-laki sebagai penguasa
tunggal, sentral, dan segala-galanya.
b. Perkembangan Patriarki

Patriarki sudah ada sejak zaman dimana manusia masih berburu


dan juga mengumpulkan makanan. Kegiatan berburu dan mengumpulkan
makanan ini dilakukan oleh laki-laki, sementara perempuan tinggal di
rumah. Kondisi demikian, menjadikan perempuan memiliki banyak waktu
senggang, sehingga perempuan menggunakan waktu senggangnya tersebut
untuk bertani. Hal ini dikemukakan pula oleh Setiawan (2012: 13).

Seiring berkembangnya zaman, kehidupan berburu dan


mengumpulkan makanan tidak cocok lagi dilakukan karena kondisi alam
yang berubah. Hal tersebut membuat laki-laki mengambil alih lahan
produksi pertanian perempuan. Karena keharusan untuk mempertahankan
hidupnya, manusia membuat perkembangan teknologi berlangsung dengan
pesat di tengah masyarakat pertanian. Hal ini senada yang dikemukakan
oleh Saadawi dalam Kusuma (2012: 18)

Sejak saat itu, proses produksi yang sebelumnya dikerjakan


bersama-sama (komunal), akhinya dapat dikerjakan secara sendirian
(individual), sehingga proses komunal dalam menghasilkan sumber
penghidupan berangsur-angsur tergantikan oleh proses individual dan
menjadikan hasil produksi menjadi milik individu. Dari sinilah, sistem
pertanian memperkenalkan kepemilikan pribadi pada umat manusia. Hal
ini yang menjadi akar dari lahirnya sistem patriarki. Seperti yang
dikatakan Engels dalam Budiman (1981 :23), bahwa sistem patriarki
dimulai ketika manusia mulai mengenal kepemilikan pribadi, di mana
sistem kepemilikan ini juga menandai lahirnya sistem kelas.

Sejak masa lampau, budaya masyarakat di dunia telah menempatkan


laki laki pada hierarki teratas, sedangkan perempuan menjadi kelas nomor
dua. Ini terlihat pada praktek masyarakat di zaman Vedic 1500 SM,
perempuan tidak mendapat harta warisan dari suami atau keluarga yang
meninggal. Dalam tradisi masyarakat Buddha pada tahun 1500 SM,
perempuan dinikahkan sebelum mencapai usia puberitas.
(ConventionWatch, 2007).
Meskipun sistem ini sudah sedikit longgar, tetapi hingga saat ini
bayang-bayang patriarki masih terasa di sekitar, bisa dilihat dari jumlah
laki-laki dan perempuan pada partai politik, staf dan menteri kepresidenan,
bahkan hingga ke organisasi sekitar yang mana biasanya posisi laki-laki
lebih dominan.
B. Bagaimana Maskulinitas dan Patriarkinya Berjalan di Lingkungan
Masyarakat
Maskulinitas dan patriarkinya menjadi dua hal yang saling berurutan dan
berkaitan. Penggambaran sosok lelaki maskulin sesuai dengan
perkembangannya identik dengan bagaimana seorang laki-laki dikatakan
maskulin, dan tanggung serta bertanggung jawab. Apalagi jika dikaitkan
dengan sistem patriarki yang meposisikan laki-laki berada pada posisi atau
strata atas. Sistem patriarki akan sangat menunjang
Ketika mendengar mengenai maskulinitas dan juga patriarkinya maka
akan muncul stigma negatif mengenai hegemoni laki-laki pada lingkungan
sosial. Masyarakat memandang maskulinitas sebagai bentuk kewajiban dan
standar yang dimiliki oleh setiap laki-laki. Padahal pada kenyataannya tidak
semua laki-laki termasuk kedalam standar maskulin.
- Maskulinitas dan Kesehatan Mental
Maskulinitas dan karakteristik sempurna yang menjadi acuan pada konsep
nya, tidak semuanya bisa diterima oleh setiap laki-laki. Ketika ekspektasi
terhadap maskulinitas itu semakin tinggi, maka nantinya akan berdampak
negatif yang membuat munculnya ‘toxic masculinity atau fragile
masculinity’. Ketika seseorang sudah dianggap demikian munculah rasa
ketidakpercayaan diri yang bisa menyebabkan depresi atau gangguan mental
lainnya. Toxic masculinity menggambarkan dampak negatif dari sikap
berpegang teguh pada karakteristik maskulin ditambah dengan penekanan
pada kejantanan yang didefinisikan dengan kekerasan, seks, status, dominasi,
ketabahan, dan agresi.

Penelitian menunjukkan bahawa pandangan ini biasanya diperkuat selama


masa kanak-kanak dan sepanjang hidup. Beberapa frasa yang menunjukkan
tekanan yang diberikan pada pria agar memenuhi sifat-sifat ini seperti,
‘Jadilah pria, kamu bisa mengatasinya!’, ‘Pria tidak menangis’, ‘Pantang
mundur!’.

Karena pandangan itulah setiap anak laki-laki dari kecil sudah dibiasakan
untuk tidak mengekspreksikan emosinya. Hal tersebut pada akhirnya terbawa
hingga ketika seseorang tumbuh dan menghadapi suatu masalah ia akan
merasa bahwa pria cenderung tidak mencari bantuan ketika mereka
membutuhkannya, apalagi ketika sudah mengalami gangguang seperti stress
atau kecemasan.

Toxic masculinity juga membahayakan keluarga orang sekitar. Toxic


masculinity dapat dikaitkan dengan kekerasan dalam rumah tangga—laki-laki
dalam sebuah hubungan mungkin berusaha untuk mendominasi dan
mengendalikan pasangan mereka, mengancam, atau bahkan bertindak dengan
kekerasan jika pasangannya tidak mau bekerja sama. Karena merasa dirinya
lebih superior, atau yang menjadikan dirinya sebagai seseorang control freak.

- Pro dan Kontra Budaya Patriarki


Perlu diketahui bahwa konsep maskulinitas dan patriarki berbeda-beda
karena setiap orang memiliki latar belakang budaya dan sejarah yang
berbeda-beda juga. Patriarki tidak hanya sekedar laki-laki yang memiliki
posisi lebih tinggi dibanding perempuan, tapi ada sejarah dan mekanisme
yang terjadi.

Masyarakat yang pro patriarki menganggap bahwa terdapat sisi positif


dengan membuat pria sadar bahwa dirinya harus bertanggung jawab penuh
untuk mengayomi keluarganya sehingga dia pastinya tidak ingin ada
keluarganya yang menderita. Ini juga menunjukan bahwa seorang pria itu
harus mapan dan juga mampu menjadi tulang punggung keluarganya ketika
membutuhkan sesuatu. Hal ini lah yang membuat sistem patriarki masih
diakui oleh banyak orang dan dilakukan sampai sekarang. Pihak istri yang
mengaku setuju dengan sistem patrirki juga mengaku setuju dengan hal ini
asalkan suaminya memang benar-benar mapan dan bisa diandalkan dalam
melakukan sehari-hari dengan baik dan benar. Selain itu juga sang istri bisa
lebih fokus untuk mendidik anak di rumah. Efek positif lain dari budaya ini
adalah pihak perempuan bisa meluangkan waktunya lebih banyak untuk
anaknya yang mungkin membutuhkan kasih sayang lebih dari orang tuanya.

Namun, terdapat pula pihak-pihak yang menolak adanya patriarki dan


memperjuangkan adanya kesetaraan gender. Kekerasan Dalam Rumah
Tangga (KDRT), pelecehan seksual, angka pernikahan dini, dan stigma
mengenai perceraian, sebagai akibat negatif dari praktik patriarki. Tindakan
ini sebenarnya sudah ada dari sejak lama, namun pada kenyataannya hingga
saat in praktek-praktek pratiarki masih saja bertahan di masyarakat.

C. Hal Yang Bisa Dilakukan Ditengah Adanya Maskulinitas dan


Patriarki

Maskulinitas adalah suatu stereotype tentang laki-laki yang dapat


dipertentangkan dengan feminimitas sebagai stereotype perempuan.
Stereotype maskulinitas dan feminimitas mencakup berbagai aspek
karakteristik individu, seperti karakter atau kepribadian, perilaku, peranan,
penampakan fisik, atau ketahanan fisik. Dalam hal pekerjaan yang
mengandalkan kekuatan dan keberanian seperti tentara, sopir, petinju, dsb,
disebut sebagai pekerjaan maskulin, sementara pekerjaan yang memerlukan
kehalusan, ketelitian, dan perasaan seperti salon kecantikan, juru masak,
menjahit, dsb, dinamakan pekerjaan feminim. Stereotype inilah yang pada
gilirannya menciptakan hubungan yang kontras antara laki-laki dan
perempuan, dimana dominasi laki-laki atas perempuan dianggap sesuatu yang
kodrat.
Maka dari itu perlu dilakukannya rekonstruksi konsep maskulinitas dengan
memperhatikan konsep variasi antar masyarakat, kelas sosial, maupun tingkat
peradaban. Dengan kata lain Maskulinitas dan Feminimitas adalah suatu
konstruksi sosial yang dapat diberi makna yang berbeda oleh setiap
masyarakat.
Ketika berbicara mengenai patriarki negatif yang mengakibatkan adanya
kasus seperti kekerasan pada perempuan diperlukan juga Undang-Undang
yang lebih tepat dan langkah-langkah represive untuk melindungi setiap hak
dan kedudukan serta untuk perempuan, dengan mendukung adanya keadilan
bagi setiap gender.

Menghilangkan sistem patriarki bukan merupakan hal yang mudah.


Patriarki sebagai konsep, acuan, dan juga indikator yang sudah ada sejak
zaman dahulu tidak bisa begitu saja dihilangkan. Namun, jika dampak negatif
nya masih terus berlanjut justru akan semakin merugikan dan membahayakan
masyarakat banyak. Maka dari itu selain penegakan hukum yang diperketat,
perlu juga ada perubahan konsep dari diri kita, pada sistem patriarki ada
keuntungan yang didapat oleh baik pihak laki-laki atau perempuan, setiap
orang harus bisa mengurangi rasa ego dan merubah konsep patriarki menjadi
hal yang positif tanpa mengakibatkan penindasan, maupun diskriminasi.
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Dengan paparan diatas bisa dilihat juga bagaimana maskulinitas dan juga
patriarkinya berjalan seiringan dan saling berhubungan satu sama lain.

Konsep maskulinitas dan juga patriarkinya memiliki paradigma yang


berbeda-beda disetia tempat atau lingkungan yang dipengaruhi oleh berbagai
faktor baik faktor budaya atau lingkungan itu sendiri. Penerapan paham
maskulinitas juga pada dasarnya memiliki pengertian masing-masing bagi
setiap orang, munculnya perubahan sosial yang diikuti perkembangan di
hampir segala lini masyarakat juga mempengaruhi pola pikir setiap orang.
Masyarakat yang mulai terbuka pada setiap pandangan-pandangan baru juga
bisa menjadi solusi dari dampak negatif adanya maskulinitas dan
patriarkinya.

B. SARAN

Penulis berharap bahwa makalah yang telah dibuat dapat berguna bagi
masyarakat khususnya yang ingin mengetahui lebih lanjut berkenaan dengan
maskulinitas dan patriarkinya. Selain itu dengan adanya mata kuliah sosiologi
budaya ini mahasiswa/i juga bisa lebih peka terhadap isu dan permasalahan
sosial sebagai bekal jika ingin menjadi seorang jurnalis nanti.

DAFTAR PUSTAKA

- “Sebagian Besar Warga Negara APAC Percaya Maskulinitas dan


Femimitas di Bentuk Secara Sosial”. Yougov.com. 15 Agustus 2017. 21
Agustus 2020.< https://id.yougov.com/id/news/2017/08/15/sebagian-
besar-warga-apac-56-percaya-bahwa-maskuli/ >
- “Kekerasan Terhadap Perempuan Meningkat Karena Kultur
Patriarki”.Media Indonesia.com. 10 Maret 2020. 21 Oktober 2020 <
https://mediaindonesia.com/read/detail/295445-kekerasan-terhadap-
perempuan-meningkat-karena-kultur-patriarki >
- “Perempuan Dan Budaya Patriarki Dalam Politik”. 8 Mei 2016. 21
Oktober 2020 <journal.unhas.ac.id>
- “Posisi Laki-Laki Dalam Masyarakat Patriarkis”. cpps.ugm.ac.id . 24 Juni
1999.21 Oktober 2020 <cpps.um.ac.id>
- “Menyoroti Budaya Patriarki di Indonesia” researchgate.net.5 Juni 2020.
21 Oktober 2020. <>
- “Bunuh Diri, Maskulinitas dan Agama Sebagai Ruang Intim Manusia”.
Islami.co. 28 September 2020. 21 Oktober 2020. <
https://islami.co/bunuh-diri-maskulinitas-dan-agama-sebagai-ruang-intim-
manusia/ >
- “Toxic Masculinity dan Dampaknya Bagi Kesehatan Mental Laki-Laki”.
Kompas.com. 19 Oktober 2020. 21 Oktober 2020. <
https://lifestyle.kompas.com/read/2020/10/19/174108720/toxic-
masculinity-dan-dampaknya-bagi-kesehatan-mental-laki-laki?
page=all#page2 >
- “Maskulinitas, makna dan dampaknya pada konstruksi jender di dalam
masyarakat dan lingkup akademis”. Suarakita.org. 18 Desember 2013. 21
Oktober 2020< http://www.suarakita.org/2013/12/maskulinitas-makna-
dan-dampaknya-pada-konstruksi-jender-di-dalam-masyarakat-dan-
lingkup-akademis/ >
- “Maskulinitas”.wikipedia.org.21 Oktober 2020 <
https://id.wikipedia.org/wiki/Maskulinitas>
- “Men defy stereotypes in defining masculinity.”iu.edu. 26 Agustus
2008. 21 Oktober 2020. <
https://newsinfo.iu.edu/tips/page/normal/8690.html >
- “Maskulinitas, makna dan dampaknya pada konstruksi jender di dalam
masyarakat dan lingkup akademis”. Suarakita.org. 18 Desember 2013. 21
Oktober 2020< http://www.suarakita.org/2013/12/maskulinitas-makna-
dan-dampaknya-pada-konstruksi-jender-di-dalam-masyarakat-dan-
lingkup-akademis/ >
- “Why more men than women die by suicide”18 Maret 2019 .22 Oktober
2020.<https://www.bbc.com/future/article/20190313-why-more-men-kill-
themselves-than-women >
- “Sejarah, Pengertian dan Struktur, Kadar dan Bentuk Ideologi Patriarki”13
Maret 2016.22 Oktober 2020< https://medium.com/@suriadibara/sejarah-
pengertian-bentuk-dan-struktur-ideologi-patriarki-efd0124e2128 >
- “Kita dan Budaya Patriarki”oleh : Edison F.S Butarbutar. 23 Oktober
2020.<https://www.academia.edu/4274514/KITA_DAN_BUDAYA_PAT
RIARKI >

Anda mungkin juga menyukai