Ulasan Lengkap - Haruskah Pinjaman Daerah Dituangkan Dalam Peraturan Daerah - PDF
Ulasan Lengkap - Haruskah Pinjaman Daerah Dituangkan Dalam Peraturan Daerah - PDF
Login Sign Up
Search
Pertanyaan
Saya mau menanyakan apakah kredit/pinjaman yang diberikan oleh bank BUMN/BUMD kepada
pemerintah harus dituangkan dalam bentuk Peraturan Daerah (Perda) sebagai payung
hukumnya? Saya menemui kasus ada BPD yang mensyaratkan pembentukan Perda tentang
Pinjaman Daerah jika Pemerintah Daerah ingin mendapat pinjaman dari BPD tersebut (Pinjaman
Daerah). Saya sudah membaca Peraturan Pemerintah (PP) No. 54 Tahun 2005 tanggal 09
Desember 2005 tentang Pinjaman Daerah namun tidak menemukan ketentuan seperti yang
disyaratkan BPD tersebut. Apa bisa BPD menambahkan syarat tambahan yang tidak diatur
dalam PP? Mohon penjelasannya.
27
Shares
Punya pertanyaan lain ?
Silakan Login, atau Daftar ID anda.
Kirim Pertanyaan
Ulasan Lengkap
Pinjaman Daerah
Memang benar mengenai pinjaman daerah diatur secara khusus dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 54 Tahun 2005 tentang Pinjaman Daerah (“PP 54/2005”) tetapi peraturan tersebut telah
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku oleh Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2011 tentang
Pinjaman Daerah (“PP 30/2011”).
Yang dimaksud dengan pinjaman daerah adalah semua transaksi yang mengakibatkan daerah
menerima sejumlah uang atau menerima manfaat yang bernilai uang dari pihak lain sehingga
daerah tersebut dibebani kewajiban untuk membayar kembali.[1]
Seluruh penerimaan dan pengeluaran dalam rangka pinjaman daerah dicantumkan dalam
Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (“APBD”). Keterangan yang memuat rincian penerimaan
dan pengeluaran dalam rangka pinjaman daerah dituangkan dalam lampiran dokumen APBD.[2]
APBD adalah rencana keuangan tahunan Pemerintahan Daerah yang dibahas dan disetujui
bersama oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan ditetapkan dengan
Peraturan Daerah.[3]
Menurut Pasal 11 PP 30/2011 pinjaman daerah ada tiga jenis yaitu;
1. Pinjaman jangka pendek, merupakan pinjaman daerah dalam jangka waktu paling lama
27
Shares1 (satu) tahun anggaran dan kewajiban pembayaran kembali pinjaman jangka pendek
meliputi pokok pinjaman, bunga, dan/atau kewajiban lainnya seluruhnya harus dilunasi
dalam tahun anggaran yang berkenaan.[4]
Pinjaman jangka pendek bersumber dari:[5]
Pinjaman jangka pendek digunakan hanya untuk menutup kekurangan arus kas.[6]
2. Pinjaman jangka menengah, merupakan pinjaman daerah dalam jangka waktu lebih dari
1 (satu) tahun anggaran dan kewajiban pembayaran kembali pinjaman yang meliputi
pokok pinjaman, bunga, dan biaya lain harus dilunasi dalam kurun waktu yang tidak
melebihi sisa masa jabatan gubernur bupati, atau walikota yang bersangkutan.[7]
Pinjaman jangka menengah bersumber dari:[8]
a. Pemerintah;
Pinjaman jangka menengah digunakan untuk membiayai pelayanan publik yang tidak
menghasilkan penerimaan.[9]
3. Pinjaman jangka panjang, merupakan pinjaman daerah dalam jangka waktu lebih dari
satu tahun anggaran dan kewajiban pembayaran kembali pinjaman yang meliputi pokok
pinjaman, bunga, dan/atau kewajiban lain yang seluruhnya harus dilunasi pada tahun
anggaran berikutnya sesuai dengan persyaratan perjanjian pinjaman yang bersangkutan.
[10]
Mengenai sumber pinjaman jangka panjang, selain dari 4 sumber yang sama seperti
27pinjaman jangka menengah, untuk pinjaman jangka panjang dapat juga bersumber dari
Shares
masyarakat.[11]
Kembali ditekankan bahwa pemerintah daerah dapat melakukan pinjaman daerah yang
bersumber dari pemerintah daerah lain, lembaga keuangan bank, dan lembaga keuangan bukan
bank sepanjang memenuhi persyaratan pinjaman.[12]
Dalam melakukan pinjaman daerah, pemerintah daerah wajib memenuhi persyaratan sebagai
berikut:[13]
a. jumlah sisa pinjaman daerah ditambah jumlah pinjaman yang akan ditarik tidak melebihi
75% (tujuh puluh lima persen) dari jumlah penerimaan umum APBD tahun sebelumnya;
Pinjaman jangka menengah dan pinjaman jangka panjang wajib mendapatkan persetujuan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (“DPRD”).[14]
Persetujuan DPRD termasuk dalam hal pinjaman tersebut diteruspinjamkan, dihibahkan,
dan/atau dijadikan penyertaan modal kepada Badan Usaha Milik Daerah.[15]
PP 30/2011 tidak menjelaskan lebih lanjut apa bentuk dari persetujuan DPRD yang disyaratkan
dalam Pasal 15 ayat (3) di atas. Tapi, persetujuan DPRD dimaksud boleh jadi berbentuk surat
persetujuan DPRD.
Pinjaman Daerah dalam Bentuk Obligasi Daerah
Selain itu, pinjaman daerah juga dapat bersumber dari masyarakat berupa obligasi daerah yang
diterbitkan melalui penawaran umum kepada masyarakat di pasar modal.[16] Rencana
penerbitan obligasi daerah wajib disampaikan pada Menteri dengan terlebih dahulu mendapat
persetujuan DPRD yang diterbitkan pada saat penetapan APBD.[17]
Penerbitan obligasi daerah ditetapkan dengan peraturan daerah.[18] Ketentuan ini dimaksudkan
agar terdapat keterbukaan dan pertanggungjawaban yang jelas kepada masyarakat tentang
segala kewajiban dari obligasi tersebut. Peraturan daerah dimaksud ditetapkan dengan
persetujuan pleno DPRD. Persetujuan pleno DPRD dimaksud digunakan sebagai syarat
penandatanganan perjanjian pinjaman.[19]
27
Shares
Jadi menjawab pertanyaan Anda, mengenai pinjaman daerah, tidak ada ketentuan secara
eksplisit yang mengharuskannya dituangkan dalam bentuk peraturan daerah. Namun harus
dicantumkan dalam APBD yang ditetapkan dengan peraturan daerah. Pinjaman daerah yang
wajib secara langsung ditetapkan dalam bentuk peraturan daerah adalah obligasi daerah yang
diterbitkan melalui penawaran umum kepada masyarakat di pasar modal.
Dalam melakukan pinjaman daerah, pemerintah daerah wajib memenuhi persyaratan yang telah
ditetapkan. Selain itu pihak yang memberikan pinjaman (dalam hal ini bank yang dimaksud
adalah Bank Pembangunan Daerah/BPD) juga dapat menetapkan persyaratan lainnya.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2011 tentang Pinjaman Daerah.
Kembali ke Intisari
27
Shares