Anda di halaman 1dari 13

BAB I

RANCANGAN PENELITIAN CROSS SECTIONAL

Deskripsi
Pada bab ini dibahas mengenai pengertian, tujuan, ciri-ciri penelitian, keuntungan dan
kerugian, langkah-langkah penelitian cross sectional
Tujuan Intruksional Umum
Mahasiswa mampu menjelaskan dan dapat melakukan penelitian cross sectional
Tujuan Intruksional Khusus
1. Mahasiswa dapat memahami pengertian penelitian cross sectional
2. Mahasiswa dapat memahami tujuan penelitian cross sectional
3. Mahasiswa dapat memahami ciri-ciri penelitian cross sectional
4. Mahasiswa dapat memahami keuntungan dan kerugian penelitian cross sectional
5. Mahasiswa dapat memahami langkah-langkah cross sectional

A. Pengertian Cross Sectional


Menurut Budiarto dan Dewi (2003) penelitian cross sectional adalah penelitian
epidemiologis melalui pengamatan subjek studi yang hanya satu kali dalam suatu saat atau suatu
periode tertentu tanpa mengikuti proses perjalanan penyakit.
Studi cross-sectional merupakan salah satu studi observasional untuk menentukan
hubungan antara faktor risiko dan penyakit. Studi cross-sectional untuk mempelajari etiologi
suatu penyakit digunakan terutama, untuk mempelajari faktor risiko penyakit yang mempunyai
onset yang lama (slow onset) dan lama sakit (duration of illness) yang panjang, sehingga
biasanya pasien tidak mencari pertolongan sampai penyakitnya relatif telah lanjut. Jenis penyakit
yang mempunyai masa sakit yang pendek tidak tepat dikaji dengan studi Cross-sectional, karena
hanya sedikit kasus yang diperoleh dalam waktu yang pendek. Sesuai dengan namanya, maka
pada studi crosss-sectional yang dinilai adalah prevalens penyakit (kasus baru dan lama).Insiden
penyakit (hanya pasien baru) tidak dapat diperoleh pada studi cross-sectional.
Gambar 1. Desain Penelitian Cross Sectional (Potong Lintang)
Empat group yang mungkin :

Dimulai dengan : Ada paparan dan terjadi penyakit

Ada paparan dan tidak terjadi


Mengumpulkan data penyakit
Mendefiniskan
tentang paparan dan
populasi
penyakit
Tidak ada paparan dan terjadi
penyakit

Tidak ada paparan dan tidak


terjadi penyakit

Sumber : Webb and Bain, 2011


Disebut sebagai cross sectional study karena baik paparan maupun outcome penyakit
diukur/ditetapkan secara simultan (bersamaan) pada setiap subjek penelitian pada populasi dan
satu waktu tertentu. Cara lain untuk menggambarkan penelitian cross sectional adalah dengan
membayangkan tengah membedah populasi, mengukur kadar kolesterol dan mencari bukti
Coronary Heart Disease (CHD) pada saat yang sama. Perlu dicatat bahwa dalam pendekatan ini,
apakah kasus penyakit yang diidentifikasi adalah kasus penyakit yang umum (prevalent case),
peneliti mengetahui bahwa penyakit itu ada (umum) pada saat penelitian dilaksanakan namun
tidak mengetahui durasinya. Untuk alasan tersebut desain ini juga disebut sebagai prevalent
study. Desain umum dari cross sectional seperti terlihat pada gambar di bawah. Peneliti
mendefinisikan sebuah populasi, kemudian menentukan ada tidaknya paparan dan ada tidaknya
penyakit pada setiap individu. Masing-masing subjek selanjutnya dapat dikategorisasikan ke
dalam satu dari empat subkelompok yang memungkinkan.
Hasil penemuan dapat diperlihatkan dengan tabel 2 x 2 seperti terlihat pada gambar
selanjutnya yang juga memperlihatkan dua pendekatan untuk menginterpretasikan penemuan
penelitian. Hasil pengamatan Cross-sectional untuk mengidentifikasi faktor risiko kemudian
disusun dalam tabel 2x2. Untuk desain seperti ini biasanya yang dihitung adalah rasio prevalens,
yakni perbandingan antara prevalens suatu penyakit atau efek pada subjek kelompok yang
mempunyai faktor risiko, dengan prevalensi penyakit atau efek pada subjek yang tidak
mempunyai faktor risiko. Rasio prevalens menunjukan peran faktor risiko dalam terjadinya efek
pada studi cross-sectional, seperti dalam tabel berikut :
Gambar 2. Tabel 2x2 merupakan hasil cross-sectional
Efek
Ya Tidak Jumlah
Ya A B a+b
Faktor risiko
Tidak C D a+b
Jumlah a+c b+d a+b+c+d

Keterangan :
a. Subjek dengan faktor risiko (paparan) yang mengalami efek
b. Subjek dengan faktor risiko (paparan) yang tidak mengalami efek
c. Subjek tanpa faktor risiko(paparan) yang mengalami efek
d. Subjek tanpa faktor risiko (paparan) yang tidak mengalami efek

Untuk menghitung prevalensi faktor risiko (paparan) pada kelompok efek (penyakit, atau
tidak berpenyakit) maka digambarkan sebagai berikut :
Efek
Ya Tidak
Ya a B
Faktor risiko
Tidak c D

a b
dibandingkandengan
a+c b+d

Untuk menghitung prevalensi efek (penyakit, atau tidak berpenyakit) pada kelompok
faktor risiko (paparan) maka digambarkan sebagai berikut :

Efek
Ya Tidak
Ya a B
Faktor risiko
Tidak c D
a c
dibandingkan dengan
a+b c +d

Gambar 12 Hasil Penemuan Dengan Tabel 2 X 2


Untuk menjelaskan apakah ada hubungan antara paparan dan penyakit, terdapat dua
pilihan (1) dilakukan dengan membandingkan prevalensi paparan pada orang yang memiliki
penyakit (a/(a+c)) dengan prevalensi paparan pada orang yang tidak memiliki penyakit (b/(b+d)).
atau (2) dengan menghitung prevalensi dari penyakit pada orang dengan paparan (a/(a+b))
dibandingkan dengan prevalensi penyakit pada orang yang tidak terpapar (c/(c+d)).
Jika penelitian menyatakan dari hasil penelitian ada hubungan antara peningkatan kadar
kolesterol dengan CHD, akan ditemukan beberapa permasalahan baru. Pertama, dalam penelitian
cross sectional, peneliti mengidentifikasi prevalent cases penyakit ketimbang incident (new)
cases. Karena prevalent cases tidak representatif untuk semua kasus penyakit (misal CHD) yang
telah berkembang dalam populasi.
Tabel 1. Tabel Terminologi
Studi kasus kontrol = Retrospective Study
Studi kohor = longitudinal study= Prospective Study
Concurrent cohort Study = prospective cohort study = Concurrent Prospective Study
Retrospective cohort Study = historical cohort study = Non Concurrent Prospective Study
Randomized Trial = Experimental Study
Cross Sectionsl = Revalence Survey

Contoh, mengidentifikasi hanya prevalent cases akan mengabaikan mereka yang


meninggal setelah terkena penyakit tetapi sebelum penelitian dilakukan. Oleh karena itu,
meskipun jika sebuah hubungan paparan dan penyakit tetap diamati, hubungan tersebut mungkin
lebih mengarah kepada kajian kemampuan bertahan hidup (survival) terhadap penyakit (misal
CHD) ketimbang mengarahkan kepada risiko perkembangan penyakit (misal CHD).
Kedua karena ada atau tidaknya paparan maupun penyakit ditetapkan pada waktu yang
sama pada setiap subjek dalam penelitian, sering kali tidak mungkin untuk membangun
hubungan temporal antara paparan dengan masukannya penyakit (onset). Jadi dari sampel yang
diberikan di awal bagian ini, adalah tidak mungkin untuk menyatakan apakah faktor peningkatan
kadar kolesterol menjadi pendahulu berkembangnya CHD. Tanpa informasi hubungan temporal,
bisa dipahami bahwa peningkatan kadar kolesterol bisa menghasilkan penyakit CHD, atau
mungkin keduanya terjadi sebagai akibat faktor lain. Jika paparan bukan merupakan faktor
pendahulu dari perkembangan penyakit, hubungan tidak dapat merefleksikan sebuah hubungan
sebab akibat. Konsekuensinya, meskipun penelitian cross sectional bisa sangat sugesti terhadap
faktor risiko sebuah penyakit (ketika hubungan ditemukan), karena keterbatasan dalam
mengembangkan hubungan temporal antara paparan dan outcome, maka untuk pengembangan
dan membangun hubungan etimologi lebih lanjut digunakan jenis penelitian kohort dan kasus
kontrol.
Rancangan penelitian cross sectional digunakan untuk mengidentifikasi faktor risiko
(FR) penyakit yang memiliki karakteristik onset lambat dan durasi panjang serta penyakit yang
diteliti merupakan penyakit yang tidak memerlukan pertolongan medis segera. Pada umumnya
penyakit baru membutuhkan pertolongan medis setelah mencapai stadium lanjut. Contoh
osteoarthirtes, bronchitis kronis, beberapa jenis gangguan mental. Pada beberapa penyakit kronis
seperti contoh diatas jika menemukan insidence case. Dengan demikian akan sulit melakukan
interpretasi. Jenis penyakit kronis di atas juga sulit untuk dilakukan penelitian kohort (cohort
study) karena memerlukan sampel yang cukup besar (kasus jarang), periode follow up yang
panjang yang membawa konsekuensi biaya dan kemungkinan bias, di samping itu juga sulit
menetapkan insident case, karena sulit menentukan individu yang sakit pada suatu titik waktu
pada penyakit yang durasinya panjang.

B. Tujuan Penelitian Cross Sectional


1. Digunakan untuk mengetahui masalah kesehatan masyarakat di suatu wilayah.
2. Digunakan untuk mengetahui prevalensi penyakit tertentu di suatu daerah, tetapi dalam hal-
hal tertentu prevalensi penyakit yang ditemukan dapat digunakan untuk mengadakan
estimasi insidensi penyakit tersebut.
3. Digunakan untuk memperkirakan adanya hubungan sebab-akibat bila penyakit itu
mengalami perubahan yang jelas dan tetap.
4. Dimaksudkan untuk memperoleh hipotesis spesifik yang akan diuji melalui penelitian
analitis.
5. Untuk memperoleh gambaran pola penyakit dan determinan-determinannya pada populasi
sasaran.
6. Untuk memperoleh faktor risiko dan faktor efek secara bersamaan berdasarkan studi
etiologi.
7. Untuk memperoleh ada atau tidaknya hubungan dua variabel atau lebih berdasarkan masalah
penelitian.

C. Ciri – Ciri Penelitian Cross Sectional


Pada umumnya, penelitian cross sectional memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1. Penelitian bertujuan mendeskripsikan prevalensi penyakit tertentu.
2. Pada penelitian ini tidak terdapat kelompok pembanding.
3. Hubungan sebab-akibat hanya merupakan perkiraan saja.
4. Penelitian ini dapat menghasilkan hipotesis.
5. Merupakan penelitian pendahuluan dari penelitian analitis.

D. Keuntungan dan Kerugian Penelitian Cross Sectional


1. Keuntungan :
a. Merupakan cara yang cepat dan murah untuk mendeteksi adanya kejadian luar biasa.
b. Dalam hal tertentu, dapat digunakan untuk memperkirakan adanya hubungan sebab akibat.
c. Dapat menghasilakn hipotesis spesifk untuk penelitian analitis.
d. Jarang terancam loss to follow-up (drop out).
e. Untuk mengetahui prevalensi penyakit tertentu dan masalah kesehatan yang terdapat di
masyarakat dan dapat digunakan juga untuk menyusun perencanaan pelayanan kesehatan.
f. Sampel yang diambil dari general population, sehingga dapat dengan mudah untuk
dilakukan generalisasi.
g. Dapat dimasukkan ke dalam tahapan pertama suatu penelitian kohort atau eksperimen, tanpa
atau dengan sedikit sekali menambah biaya.
2. Kerugian :
a. Tidak dapat digunakan untuk memantau perubahan yang terjadi dengan berjalannya waktu.
b. Informasi yang diperoleh tidak mendalam sehingga sering kali masalah kesehatan yang
dicari tidak diperoleh.
c. Ketidakmampuan untuk membedakan antara penyebab dan pengaruh (efek).
d. Studi prevalensi lebih banyak menjaring subjek yang mempunyai masa sakit yang panjang
dari pada yang mempunyai masa sakit yang pendek, karena individu yang cepat sembuh atau
cepat meninggal mempunyai kecepatan yang lebih kecil untuk terjaring dalam studi ini.
e. Dibutuhkan jumlah subjek yang cukup banyak, terutama bila variabel yang dipelajari
banyak.
f. Tidak menggambarkan perjalanan penyakit, insiden, maupun prognosis.
g. Tidak praktis untuk meneliti kasus yang sangat jarang.
h. Potensial terjadi bias prevalensi atau bias insiden karena efek suatu faktor risiko selama
selang waktu tertentu dapat disalahtafsirkan sebagai efek penyakit.

E. Langkah-langkah Penelitian Cross Sectional


1. Membuat Rumusan Masalah Penelitian
Pertanyan penelitian harus dikemukakan dengan jelas, dan dirumuskan hipotesis yang
sesuai. Dalam studi crossectional analitik dikemukakan hubungan antar variabel yang diteliti.
Rumusan masalah penelitian bisa dalam bentuk pertanyaan atau penyataan. Contohnya : “apakah
ada hubungan pemberian zink dengan kejadian diare berulang pada balita di wilayah kerja
Puskesmas X Kabupaten X tahun 2014?”
2. Mengidentifikasi Variabel Penelitian
Semua variabel diidentifikasi dengan cermat, maka perlu ditetapkan definisi operasional
dengan jelas, mana yang termasuk faktor risiko yang diteliti (variabel independen/faktor risiko),
faktor risiko yang tidak diteliti, serta efek yang dipelajari (variabel dependen/efek). Identifikasi
variabel penelitian juga digunakan untuk membuat operasional variabel penelitian. Contoh:
- Variabel independen (faktor risiko) yang diteliti adalah pemberian zink.
- Variabel dependen (faktor efek) yang diteliti adalah kejadian diare berulang pada balita.
3. Menetapkan Hipotesis Penelitian
Hipotesis digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian. Contoh :
Ho : Tidak ada hubungan antara pemberian zink dengan kejadian diare berulang pada balita.
Ha : Ada hubungan antara pemberian zink dengan kejadian diare berulang pada balita.
4. Menetapkan Subjek Penelitian
Menetapkan populasi penelitian : bergantung pada tujuan penelitian, maka ditentukan
dari populasi terjangkau, mana subjek yang dipilih, apakah dari rumah sakit/fasilitas kesehatan
atau dari Desa, Kecamatan, Puskesmas, masyarakat umum. Yang perlu diperhatikan adalah
besarnya kemungkinan untuk memperoleh faktor risiko yang diteliti.
Menentukan sampel dan memperkirakan besar sampel : besar sampel diperkirakan
dengan formula yang sesuai. Berdasarkan perkiraan besar sampel serta perkiraan prevalens
kelainan, dapat ditentukan apakah seluruh subjek dalam populasi-terjangkau akan diteliti atau
dipilih sampel yang mewakili populasi terjangkau tersebut. Penetapan besar sampel untuk
penelitian crossectional sama dengan penetapan besar sampel untuk studi kohort yang mencari
risiko relatif.
Contoh :
- Populasi terjangkau penelitian tersebut adalah semua ibu yang mempunyai balita yang
tercatat mengalami diare di wilayah kerja Puskesmas X.
- Sampel penelitian, tinggal dihitung dengan pendekatan besar sampel yang sesuai dengan
desain penelitian.
5. Melakukan Pengukuran
Pengukuran faktor risiko: Penetapan faktor risiko dapat dilakuakn dengan berbagai cara,
bergantung pada sifat faktor risiko. Pengkuran dapat dilakukan dengan kuesioner, rekam medis,
pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan fisik atau prosedur khusus. Jenis studi ini lebih tepat
untuk mengukur faktor risiko yang tidak berubah (variabel atribut), misalnya golongan darah,
jenis kelamin dll.
Pengukuran efek (penyakit): Terdapatnya efek atau penyakit tertentu dapat ditentukan
dengan kuesioner, pemeriksaan fisik atau pemeriksaan khusus, bergantung pada karakteristik
penyakit yang dipelajari, yang terpenitng harus ditetapkan kriteria diagnosanya dengana batasan
operasional yang jelas.
Melakukan pengkuran faktor risiko dan faktor efek sesuai dengan kaidah dan prinsip
pengukuran ilmiah. Contoh :
- Faktor risiko yaitu pemberian zink diukur dengan pernyataan dalam wawancara mendalam
apakah diberikan atau tidak diberikan sesuai dengan ketentuan.
- Faktor efek yaitu kepatuhan ibu dalam pemberian zink sesuai dengan ketentuan.
6. Melakukan Analisis Data
Analisis dalam studi cross-sectional dapat berupa suatu uji hipotesis ataupun analisis
untuk memperoleh risiko relatif, risiko relatif yang bertujuan untuk mengidentifikasi faktor
risiko. Yang dimaksud risiko relatif dalam cross-sectional adalah perbandingan anatara prevalens
penyakit (efek) pada kelompok dengan risiko, dengan prevalens efek pada kelompok tanpa
faktor risiko. Risiko relatif yang diperoleh bukan risiko relatif murni. Sedangkan risiko relatif
murni hanya dapat diperoleh dengan penelitian kohort, dengan membandingkan insiden penyakit
pada kelompok dengan risiko dengan insiden penyakit pada kelompok tanpa risiko.
Pada studi cross-sectional, estimasi risiko relatif dinyatakan dengan rasio prevelens (RP),
yakni perbandingan anatara jumlah subjek dengan penyakit (lama dan baru) pada suatau saat
dengan seluruh subyek yang ada. RP dihitng dengan melihat tabel 2x2, dari tabel tersebut RP
dapat dihitung dengan formula sebagai berikut :
RP=a / ( a+c ) :c / ( c+ d )
a/(a+c) = proporsi (prevalens) subjek yang mempunyai risiko yang mengalami efek
c/(c+d) = proporsi (prevalens) subyek tanpa faktor risiko yang mengalami efek
Rasio prevalens harus selalu disertai dengan interval kepercayaan (IK) yang dikehendaki,
misalnya 95%. IK menunjukan rentang rasio prevalensi yang diperpleh pada populasi terjangkau
bila sampling dilakukan berulang-ulang dengan cara yang sama.
Interpretasi hasil :
a. Bila nilai RP=1, berarti variabel yang diduga sebagai faktor risiko tidak ada pengaruhnya
dalam terjadinya efek, dengan kata lain bersifat netral
b. Bila nilai RP > 1 dan rentang IK tidak mencakup angka 1, berarti variabel tersebut
merupakan faktor risiko untuk timbulnya penykit.
c. Bila niai RP <1 dan rentang IK tidak mencakup angka 1, berarti faktor yang diteliti
merupakan faktor protektif, bukan faktor risiko.
d. Bila nilai interval kepercayaan rasio prevalens mencakup angka 1, maka pada populasi yang
diwakili oleh sampel tersebut masih mungkin nilai RP=1. Artinya dari data yang ada belum
dapat disimpulkan apakah benar-benar merupakan faktor risiko atau faktor protektif.

7. Membuat Laporan Hasil Penelitian


Penyajian hasil penelitian pada penelitian cross sectional pembuatan persentasenya
berdasarkan nilai variabel independen (faktor risiko) juga dengan nilai nilai p. Contoh :

Tabel 2. Contoh Laporan Hasil Penelitian


Unmet Need Nilai
N Totall RP (95% CI)
Variabel Ya Tidak p
o
N % n %
1. Umur
3 4 48,
Perempuan usia tua 40,2 77 0,447 (0,387-1,288) 0.256
7 0 7
5 4 51,
Perempuan usia muda 59,8 97
5 2 2
9 8
Total 100 100 174
2 2
2 Pendidikan
4 6 73,
Rendah 53,2 109 0,007
9 0 1
0,679 (0,263-0,887)
4 2 26,
Menengah 46,7 65
3 2 9
9 8
Total 100 100 174
2 2
3 Pekerjaan
6 3 46,
Tidak Bekerja 65,2 76 0,012
0 8 3
2,417 ( 1,179-3,997)
3 4 53,
Bekerja 34,8 98
2 4 7
9 8
Total 100 100 174
2 2
4 Paritas
5 6
>2 43,5 22 116 0,003
2 4
0,762 (0,188-0,712)
4 1
≤2 56,5 78 68
0 8
9 8
Total 100 100 174
2 2
5 Pendapatan
4 4 47,
Rendah 48,8 83 0,775
0 3 7
1,044(0,601-1,979)
4 4 52,
Tinggi 51,2 91
2 9 3
9 8
Total 100 100 174
2 2
6 Riwayat Penggunaan Alat Kontrsepsi
5 3 46,
Ya 63 96 0,027
8 8 3
1,386 (0,276-0,928)
3 4 53,
Tidak 37 78
4 4 7
9 8
Total 100 100 174
2 2
7 Keyakinan Menggunakan Alat Kontrasepsi
3 4 56,
Tidak yakin 39,1 92 0,025
6 6 1
0,572(0,275-0,921)
5 3 43,
Yakin 60,9 82
6 6 9
9 8
Total 100 100 174
2 2
8 Pengetahuan
6 1 15,
Kurang 72,8 80 0,00
7 3 9
3,149(6,721-30,107)
2 6 84,
Baik 27,2 94
5 9 1
9 8
Total 100 100 174
2 2
9 Konseling KB
3 4 57,
Tidak 39,1 83 0,017
6 7 3
0,704(0,261-0,877)
5 3 42,
Ya 60,9 91
6 5 7
9 8
Total 100 100 174
2 2
10 Akses terhadap pelayanan Keseahatan
3 4 54,
>1km 42,4 84 0,100
9 5 9
0,788(0,146-0,559)
5 3 45,
≤1km 57,6 90
3 7 1
9 8
Total 100 100 174
2 2
11 Persetujuan Suami
6
Tidak Setuju 66,3 8 9,8 69 0,000
1
2,994(7,796-42,497)
3 7 90,
Setuju 33.7 105
1 4 2
8 9
Total 100 100 174
2 2
12 Dukungan Keluarga
4 4 52,
Tidak Ada 50 89 0,748
6 3 4
0,955 (0,262-0,881)
4 3 47,
Ada 50 85
6 9 6
9 8
Total 100 100 174
2 2
Sumber : Nurjannah, Herman, 2016
Interpretasinya adalah:
Berdasarkan data diatas, umur responden tidak berhubungan dengan kejadian unmet need
dengan nilai p=0,256, nilai RP=0,447 artinya umur bukan faktor risiko untuk kejadian unmet
need. Tingkat pendidikan berhubungan dengan kejadian unmet need dengan nilai p=0,007,
RP=0,679 yang artinya variabel pendidikan bukan faktor risiko. Pekerjaan berhubungan dengan
kejadian unmet need dengan nilai p=0,012 dan RP=2,417 artinya responden yang tidak bekerja
mempunyai risiko 2,4 kali lipat untuk menjadi unmet need dibandingakan dengan responden
yang bekerja.
Paritas berhubungan dengan kejadian unmet need dengan nilai p=0,003, RP=0,762
artinya variabel paritas bukan merupakan faktor risiko. Pendapatan tidak ada hubungannya
dengan kejadian unmet need dengan nilai p=0,775 dan RP=1,044 artinya pendapatan bukan
merupakan faktor risiko. Riwayat penggunaan alat kontrasepsi berhubungan dengan kejadian
unmet needdengan nilai p=0,027, RP=1,386 responden yang mempunyai riwayat penggunaan
alat kontrasepsi berisiko 1,4 kali untuk menjadi unmetneed dibandingkan dengan yang tidak
mempunyai riwayat. Keyakinan menggunakan alat kontrasepsi berhubungan dengan kejadian
unmet need dengan nilai p=0,025 RP=0,572 artinya variabel keyakinan menggunakan alat
kontrasepsibukan faktor risiko.
Pengetahuan berhubungan dengan kejadian unmet need dengan nilai p=0,00 dan
RP=3,149 artinya responden dengan pengetahuan kurang mempunyai risiko 3,1 kali lipat untuk
menjadi unmet need dibandingkan dengan responden dengan pengetahuan baik. Konseling KB
berhubungan dengan kejadian unmet need dengan nilai p=0,017 dan RP=0,704 artinya variabel
konseling KB bukan faktor risiko. Akses terhadap pelayanan kesehatan tidak ada hubungan
dengan kejadian unmet need dengan nilai p=0,100, RP=0,788 artinya variabel akses terhadap
pelayanan kesehatan tidak mempunyai pengaruh terhadap kejadian unmet need.
Persetujuan suami berhubungan dengan kejadian unmet need dengan nilai p=0,000,
RP=2,994 artinya responden yang tidak dapat persetujuan suami mempunyai risiko 3 kali lipat
untuk menjadi unmet need dibandingakan dengan responden yang mendapat persetujuan suami,
sedangkan dukungan keluarga tidak ada hubungan dengan unmeet need dengan nilai p =0,748,
RP=0,955 artinya variabel dukungan keluarga tidak mempunyai pengaruh terhadap kejadian
unmet need.
F. Latihan
1. Jelaskan pengertian cross sectional?
2. Gambarkan alur penelitian cross sectional?
3. Jelaskan tujuan penelitian cross sectional?
4. Jelaskan ciri-ciri penelitian cross sectional?
5. Jelaskan keuntungan dan kelemahan penelitian cross sectional?
6. Jelaskan langkah-langkah penelitian cross sectional?

Kepustakaan ;
Budiarto, E dan Dewi A. Pengantar Epidemiologi Edisi 2. Jakarta : EGC.
Budiman. 2010. Penelitian Kesehatan Jilid Ke-1. Bandung : Penerbit Salemba.
Gordis, L. 1996. Epidemiologi. W.B., Saunders Co., Philadelphia.
Kleinbaumn, D.G., Kupper, L.L., dan Horgenstern, H. 1982. Epidemiologic Research;
Principles and Quantitative Methods. New York : Van-nostrand Reinhold.
Lilienfeld, A.M., Lilienfeld, D.E. 1980. Epidemiology; An Introductory Test. W.B., Saunders
Co., Philadelphia.
Murti, B. 1997. Prinsip dan Metode Riset Epidemiologi. Yogyakarta : Gajah Mada University
Press.
Nurjannah, S.N, Herman, R, 2016. Kejadian Unmet Need Pada Perempuan Pasangan Usia Subur
(PUS) Di Kuningan Jawa Barat. Jurnal IBI Jabar. Bandung
Streiner, D.K., Norman, G.R., dan Blum, H.M. 1989. PDQ, Epidemiology. Decker. Ink. Toronto.
Webb, P, Bain, C. 2011. Essential Epidemiology : An Introduction for Student and Health
Profesionals. UK : Cambride University Press

Sumber belajar dari internet ;


1. Saluran youtube : Biostatistika: Cohort, Case-control, Cross-sectional | Medulab dengan link
berikut https://www.youtube.com/watch?v=f0C_D_atEO0
2. Saluran youtube : EduNers Institute : Rancangan Penelitian Observasional-Analitik dengan
pemateri A. Aziz Alimul Hidayat
dengan link berikut https://www.youtube.com/watch?v=3-pUHsW-Ztc

Anda mungkin juga menyukai