Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

PRINSIP DASAR ASURANSI DAN POLIS ASURANSI


Makalah ini kami buat untuk memenuhi tugas salah satu mata kuliah Manajemen
Risiko.
Pengampu : Roni Arpinto Ady, S.E., M.Pd

Oleh:

Sinta Yuli Nur Astuti (E1702010011)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN S.1


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURAKARTA
TAHUN 2020

i
DAFTAR ISI

HalamanJudul.......................................................................................................i
Daftar Isi..............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah..........................................................................1
B. Rumusan Masalah...................................................................................2
C. Tujuan Pembahasan.................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................3
A. Prinsip-prinsip Dasar dalam Asuransi.....................................................3
B. Polis Asuransi..........................................................................................8
C. Penyerahan Polis.....................................................................................9
D. Fungsi Polis.............................................................................................9
E. Isi Polis..................................................................................................10
BAB III PENUTUP...........................................................................................12
A. KESIMPULAN.....................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................13

                 

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap langkah atau apapun yang dilakukan manusia pada dasarnya
pasti diliputi oleh risiko, misalnya saja kecelakaan, kematian, atau
gangguan kesehatan. Risiko dalam pengertian singkatnya identik dengan
ketidakpastian atau uncertainly. Untuk mengurangi risiko yang mungkin
saja akan menimpa manusia, salah satu upaya yang bisa ditempuh adalah
dengan melimpahkan risiko tersebut kepada pihak atau lembaga lain yang
bersedia. Lembaga yang dimaksud adalah asuransi atau pertanggungan,
yaitu lembaga yang berbentuk badan hukum yang didirikan untuk
menerima limpahan risiko dari pihak lain.
Usaha asuransi adalah suatu mekanisme yang memberikan
perlindungan pada tertanggung apabila terjadi risiko pada masa
mendatang. Apabila risiko tersebut benar-benar terjadi, pihak tertanggung
akan mendapatkan ganti rugi sebesar nilai yang diperjanjikan antara pihak
tertanggung dan pihak penanggung. Mekanisme perlindungan ini sangat
dibutuhkan dalam dunia bisnis yang penuh dengan risiko yang dihadapi.
Pada tingkat kehidupan keluarga atau rumah tangga, asuransi juga
dibutuhkan untuk mengurangi permasalahn ekonomi yang akan dihadapi
apabila ada salah satu anggota keluarga menghadapi risiko cacat atau
meninggal.
Setelah mengetahui berbagai resiko dalam kehidupan manusia bisa
dilimpahkan kepada pihak lain atau lembaga lain dan disini yang
dimaksud adalah asuransi, menumbuhkan kesadaran manusia untuk turut
serta berasuransi. Tetapi sebelum benar-benar mengikuti asuransi alangkah
lebih baik mengetahui prinsip-prinsip dasar dalam asuransi dan
mengetahui istilah-istilah yang biasa digunakan dalam asuransi yaitu polis
dan premi supaya langkah kita dalam berasuransi itu tidak salah dan kita
tidak bingung dikemudian hari.

1
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan
identifikasi permasalahannya adalah:
1. Bagaimana prinsip-prinsip dasar dalam asuransi?
2. Bagaimana polis asuransi?
3. Bagaimana Penyerahan polis?
4. Bagaimana Fungsi polis?
5. Bagaimana Isi polis?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui prinsip-prinsip dasar dalam asuransi.
2. Untuk mengetahui polis asuransi.
3. Untuk mengetahui Penyerahan polis.
4. Untuk mengetahui Fungsi polis.
5. Untuk mengetahui isi polis.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Prinsip-prinsip Dasar dalam Asuransi


Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau
lebih, yaitu pihak penanggung, dengan menerima premi asuransi untuk
memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan
atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggungjawab hukum
kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul
dari suatu peristiwa tidak pasti, atau untuk memberikan pembayaran yang
didasarkan atas meningga atau hidupnya seseorang yang
dipertanggungkan.
Dalam dunia asuransi, baik asuransi kerugian maupun asuransi jiwa
memiliki prinsip-prinsip dasar yang menjadi pedoman bagi seluruh
penyelenggaraan kegiatan perasuransian. Ada beberapa prinsip yang
mendasari perjanjian kontrak asuransi.berikut ini pembicaraan mengenai
prinsip-prinsip tersebut. Secara umum prinsip-prinsip tersebut mendasari
kontrak asuransi yang dibuat, meskipun dalam beberapa kasus tertentu,
ada pengecualian-pengecualian dalam pelaksanaan prinsip tersebut. Dalam
kasus tertentu tersebut prinsip bisa jadi tidak dilaksanakan.
Prinsip-prinsip dasar dalam asuransi, yaitu sebagai berikut:
1. Insurable Interest (Kepentingan yang Dipertanggungkan)
Insurable Interest adalah hak untuk mengasuransikan, yang timbul dari
sutau hubungan keuangan antara tertanggung dengan yang
diasuransikan dan siakui secara hukum. Darmawi mendefinisikan
insurable interest sebagai hak atau adanya hubungan dengan persoalan
pokok dari kontrak, seperti menderita kerugian finansial sebagai akibat
terjadinya kerusakan atau kehancuran suatu harta. Beberapa syarat yang
harus dipenuhi agar memenuhi kriteria insurable interest adalah sebagai
berikut:
a. Kerugian tidak dapat diperkirakan

3
Risiko yang diasuransikan berkaitan dengan kemungkinan
terjadinya kerugian. Kerugian tersebut harus dapat diukur,
selanjutnya kemungkinan tersebut tidak dapat diperkirakan terjadi.
b. Kewajaran
Risiko yang dipertanggungkan dalam asuransi adalah benda atau
harta yang memiliki nilai material, baik bagi penanggung maupun
tertanggung.
c. Catastrophic
Agar suatu barang atau harta dapat diasuransikan,risiko yang
mungkin terjadi haruslah tidak akan menimbulkan suatu
kemungkinan rugi yang sangat besar, yaitu jika sebagian besar
pertanggungan kemungkinan akan mengalami kerugian pada waktu
yang bersamaan.
d. Homogen
Untuk memenuhi syarat dapat diasuransikan, barang atau harta yang
akan dipertanggungkan harus homogen, yang berarti banyak barang
yang serupa atau sejenis. Banyaknya barang yang sejenis ini
berkaitan dengan prinsip bahwa asuransi menutup sejumlah besar
risiko agar dapat membayar beberapa kerugian dari yang
dipertanggungkan.
2. Utmost Good Faith (Iktikad Baik)
Utmost Good Faith (Iktikad Baik) adalah tindakan untuk
mengungkapkan secara akurat dan lengkap, semua fakta yang material
mengenai sesuatu yang akan diasuransikan, baik diminta maupun tidak.
Artinya penanggung harus dengan jujur menerangkan dengan jelas
segala sesuatu tentang luasnya syarat dan kondisi dari asuransi. Adapun
pihak tertanggung harus memberikan keterangan yang jelas dan benar
atas objek atau kepentingan yang dipertanggungkan. Kewajiban dari
kedua belah pihak untuk mengungkapkan fakta disebut duty of
disclosure. Faktor-faktor yang melanggar prinsip duty of disclosure
adalah sebagai berikut.

4
a. Nondisclosure, tidak mengungkapkan data-data penting
sehinggamenyalahi Utmost Good Faith.
b. Concealmen, secara sengaja melakukan kebohongan.
c. Fraudulent misrespresentation, sengaja memberikan gambaran yang
tida cocok dengan kondisi real.
d. Innocent misrepresentation, secara tidak sengaja memberikan
gambaran yang salah yang memiliki pengaruh besar dalam proses
asuransi.
3. Indemnity (Indemnitas/Penggantian Kerugian)
Indemnity adalah suatu mekanisme dimana penanggung menyediakan
kompensasi finansial dalam upayanya menempatkan tertanggung dalam
posisi keuangan yang ia miliki sesaat sebelum terjadinya (KUHD Pasal
252,253 dan dipertegas dalam pasal 278).
Pada umumnya kontrak asuransi kerugian dan kontrak asuransi
kesehatan merupakan kontrak indemnity atau kontrak”penggantian
kerugian”. Penanggung menyediakan penggantian kerugian untuk
kerugian yang nyata diderita tertanggungdan tidak lebih besar daripada
kerugian ini. Batas tertinggi kewajiban penanggung bedasarkan prinsip
ini adalah memulihkan tertanggung pada ekonomi yang sama dengan
posisinyasebelum terjadi kerugian. Dengan demikian tertanggung tidak
berhak memperoleh ganti rugi lebih besar daripadakerugian yang
diderita.
Konsep indemnity adalah mekanisme penanggung untuk
mengompensasi resiko yang menimpa tertanggung dengan ganti rugi
finansial. Prinsip indemnity tidak dapat dilaksanakan dalam asuransi
kecelakaan dan kematian. Hal ini karena pada kedua jenis asuransi
tersebut pihak penanggung tidak dapat mengganti nyawa yang hilang
atau anggota tubuh yang cacat atau hilang karena indemnity berkaitan
dengan ganti rugi finansial. Indemnity ini dapat dilakukan dengan
beberapa cara yaitu pembayaran tunai, penggantian, perbaikan, dan
pembangunan kembali.

5
4. Proximate Cause (Kausa Proksimal)
Proximate Cause adalah penyebab aktif, efisien, yang mengakibatkan
terjadinya suatu peristiwa secara berantai atau berurutan tanpa
intervensi suatu ketentuan lain, diawali dan bekerja dengan aktif dari
suatu sumber baru dan independen.
Apabila kepentingan yang diasuransikan mengalami musibah atas
kecelakaan, pertama-tama dicari sebab-sebab yang aktif dan efisien
yang menggerakkan suatu rangkaian peristiwa tanpa terputus sehingga
terjadilah musibah atau kecelakaan tersebut. Prinsip yang digunakan
untuk mencari penyebab kerugian yang aktif dan efisien adalah
Unbroken Chain of Event, yaitu rangkaian mata rantai peristiwa yang
tidak terputus. Sebagai contoh, kasus klaim kecelakaan diri sebagai
berikut:
a. Seseorang mengendarai kendaraannya dijalan tol dengan kecepatan
tinggi sehingga mobil tidak terkendali dengan baik.
b. Korban luka parah dan dibawa ke rumah sakit.
c. Tidak lama kemudian korban meninggal dunia.

Dari peristiwa tersebut diketahui bahwa kausa proksimalnya adalah


korban mengendarai kendaraan dengan kecepatan tinggi sehingga mobil
tidak terkendali dan terbalik. Melalui kausa proksimal dapat diketahui
apakah penyebab terjadinya musibah atau kecelakaan tersebut dijamin
dalam kondisi polis asuransi atau tidak.

5. Subrogation (Subrogasi)
Prinsip subrogasi diatur dalam pasal 284 kitab Undang-undang Hukum
dagang yang menyebutkan “Apabila seorang penanggung telah
membayar ganti rugi sepenuhnya kepada tertanggung, maka
penanggung akan menggantikan kedudukan tertanggung dalam segala
hal untuk menuntut pihak ketiga yang telah menimbulkan kerugian
pada tertanggung”. Subrogation pada prinsipnya merupakan hak
penanggung yang telah memberikan ganti rugi kepada tertanggung

6
untuk menuntut pihak lain yang mengakibatkan kepentingan
asuransinya mengalami suatu peristiwa kerugian.
Pada umumnya seseorang yang menyebabkan kerugian
bertanggungjawab atas kerusakan atau kerugian itu. Dalam
hubungannya dengan asuransi, pihak penanggung mengambil alih hak
menagih ganti kerugian pada pihak yang menyebabkan kerugian setelah
penanggung melunasi kewajibannya pada tertanggung. Dengan kata
lain, apabila tertanggung mengalami kerugian akibat kelalaian atau
kesalahan pihak ketiga, penanggung setelah memberikan ganti rugi
kepada tertanggung akan menggantikan kedudukan tertanggung dalam
mengajukan tuntutan kepada pihak ketiga tersebut.
Hak subrogasi dibatasi sampai jumlah kerugian yang dibayarkan
oleh penanggung kepada pihak tertanggung. Itu berarti, jika jumlah
yang harus dibayar pihak ketiga semisal Rp 1.000.000, sedangkan
pembayaran asuransi hanya Rp 600.000, jumlah kerugian yang
dibayarkan kepada pihak tertanggung adalah Rp 600.000. Sebagai
ilustrasi akan kita pakai asuransi mobil. Pada peristiwa tabrakan mobil,
penanggung mengambil alih hak subrogasi, lalu menuntut pembayaran
daripengendara lain yang terlibat dalam kasus itu.
6. Contribution (Kontribusi)
Contribution adalah hak penanggung untuk mengajak penanggung
lainnya yang sama-sama menanggung, tetapi tidak harus sama
kewajibannya terhadap tertanggung untuk ikut memberikan indemnity.
Tertanggung dapat saja mengasuransikan harta benda yang sama pada
bebrapa perusahaan asuransi. Akan tetapi, apabila terjadi kerugian atas
objek yang diasuransikan, secara otomatis berlaku prinsip kontribusi.
Prinsip kontribusi berari bahwa apabila penanggung telah membayar
penuh ganti rugi yang menjadi hak tertanggung, penanggung berhak
menuntut perusahaan-perusahaan lain yang terlibat suatu penanggungan
untuk membayar bagian kerugian masing-masing yang besarnya
sebanding dengan jumlah pertanggungan yang ditutupnya.

7
Contoh: Anda mengasuransikan satu unit bangunan rumah tinggal
seharga 100 juta rupiah kepada tiga perusahaan asuransi:
a. PT Asuransi A = Rp 100.000.000
b. PT Asuransi B = Rp 50.000.000
c. PT Asuransi C = Rp 50.000.000
Total = Rp 200.000.000

Jika bangunan tersebut terbakar habis (mengalami kerugian total),


maksimum ganti rugi yang Anda peroleh dari:

a. PT Asuransi A = (Rp 100.000.000.-/Rp 200.000.000,-) x Rp


100.000.000,- = Rp 50.000.000.-
b. PT Asuransi B = (Rp 50.000.000,-/Rp 200.000.000,-) x Rp
100.000.000,- = Rp 25.000.000,-
c. PT Asuransi C = (Rp 50.000.000,-/Rp200.000.000,-) x Rp
100.000.000,- = Rp 25.000.000.-
Total = Rp 100.000.000,-
Berarti jumlah ganti rugi yang anda terima dari ketiga perusahaan
asuransi tersebut bukanlah Rp 200.000.000,- melainkan Rp
100.000.000,- sesuai dengan harga rumah sebenarnya.
B. Polis Asuransi
Untuk setiap perjanjian perlu dibuat bukti tertulis atau surat perjanjian
antara pihak-pihak yang mengadakan perjanjian. Bukti tertulis atau surat
perjanjian asuransi disebut polis. Syarat-syarat pembuatan polis, yaitu:
1. Dibuat dengan iktikad baik dari kedua belah pihak yang mengadakan
perjanjian.
2. Ditulis atau disebutkan dengan tegas dan jelas mengenai hal-hal yang
diperjanjikan oleh kedua belah pihak, hak masing-masing pihak, sanksi
atas pelanggaran perjanjian, dan sebagainya.
3. Redaksinya harus disusun sedemikian rupa sehingga dengan mudah
dapat ditangkap maksud dari perjanjian itu, juga tidak memberikan
peluang untuk menyalah tafsirkannya.

8
C. Penyerahan Polis
1. Bila perjanjian dibuat seketika dan langsung antara penanggung dan
tertanggung atau yang dikuasakan tertanggung, maka polis yang telah
ditandatangani oleh penanggung harus diserahkannya kepada
tertanggung dalam tempo 24 jam.
2. Jika pertanggungan dilakukan melalui makelar asuransi (broker), maka
polis yang telah ditandatangani oleh penanggung harus diserahkan
kepada tertanggung paling lama dalam tempo 8 hari.
3. Sekalipun secara otentik telah ditetapkan batas waktu penyerahan polis
oleh penanggung kepada tertanggung, namun di dalam praktek
asuransi, penanggung baru mau menyerahkan polis kepada tertanggung
setalah dia memperoleh pembayaran premi dari tertanggung.
D. Fungsi Polis
Menurut ketentuan Pasal 225 KUHD, perjanjian asuransi harus dibuat
secara tertulis dalam bentuk akta ya ng disebut polis yang memuat
kesepakatan, syarat-syarat khusus dan janji-janji khusus yang menjadi
dasar pemenuhan hak dan kewajiban para pihak (penanggung dan
tertanggung) dalam mencapai tujuan asuransi. Dengan demikian, polis
merupakan alat bukti tertulis tentang telah terjadinya perjanjian asuransi
antara tertanggung dan penanggung.
1. Fungsi polis bagi tertanggung
1. Sebagai bukti tertulis atas jaminan penangung untuk mengganti
kerugian yang mungkin akan dideritanya yang ditanggung oleh polis.
2. Sebagai bukti (kuitansi) pembayaran premi kepada penanggung.
3. Sebagai bukti otentik untuk menuntut penanggung apabila lalai atau
tidak memenuhi jaminannya.
2. Fungsi polis bagi penanggung
1. Sebagai bukti (tanda terima) premi asuransi dari tertanggung.
2. Sebagai bukti tertulis atas jaminan yang diberikannya kepada
tertanggung untuk membayar ganti rugi yang mungkin diderita oleh
tertanggung.

9
3. Sebagai bukti menolak tuntutan ganti rugi (klaim) apabila yang
menyebabkan kerugian tida memenuhi syarat-syarat polis.
E. Isi Polis
Menurut ketentuan Pasal 256 KUHD, setiap polis kecuali mengenai
asuransi jiwa harus memenuhi syarat-syarat khusus berikut ini:
1. Hari dan tanggal pembuatan perjanjian asuransi.
2. Nama tertanggung, untuk diri sendiri atau pihal ketiga.
3. Uraian yang jelas mengnai benda yang diasuransikan.
4. Jumlah yang diasuransikan (nilai pertanggungan).
5. Bahaya-bahaya atau evenemen yang ditanggung oleh penanggung.
6. Saat bahaya mulai berjalan dan berakhir yang menjadi tanggungan
penanggung.
7. Premi asuransi.
8. Umumnya semua keadaan yang perlu diketahui oleh penanggung dan
segala janji-janji khusus yang diadakan antara parapihak, antara lain
mencantumkan Banker’s Clause, jika terjadi peristiwa yang
menimbulkan kerugian penanggung dapat berhadapan dengan siapa
pemilik atau pemegang hak.

Untuk jenis asuransi kebakaran Pasal 287 KUHD menentukan bahwa di


dalam polisnya harus pula menyebutkan:

1. Letak barang tetap serta batas-batasnya.


2. Pemakaiannya.
3. Sifat dan pemakaian gedung-gedung yang berbatasan, sepanjang
berpengaruh terhadap obyekpertanggungan.
4. Harga barang-barang yang dipertanggungkan.
5. Letak dan pembatsan gedung-gedung dan tempat-tempat dimana
barang-barang bergerak yang dipertanggungkan itu berada.

Untuk mengetahui perlindungan yang diberikan oleh suatu polis asuransi,


perlu diperhatikan tujuh aspek penutupannya, yaitu:

10
1. Bencana yang ditutup.
2. Yang ditutup.
3. Kerugian yang ditutup.
4. Orang-orang yang ditutup.
5. Lokasi-lokasi yang ditutup.
6. Jangka waktu yang ditutup.
7. Bahaya-bahaya yang dikecualikan.

11
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau
lebih, yaitu pihak penanggung, dengan menerima premi asuransi untuk
memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan
atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggungjawab hukum
kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul
dari suatu peristiwa tidak pasti, atau untuk memberikan pembayaran yang
didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang
dipertanggungkan.
Untuk setiap perjanjian perlu dibuat bukti tertulis atau surat perjanjian
antara pihak-pihak yang mengadakan perjanjian. Bukti tertulis atau surat
perjanjian asuransi disebut polis.

12
DAFTAR PUSTAKA

Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Depok : Perusahaan Asuransi,


2002.

Mamduh M. Hanafi, Manajemen Risiko Edisi Ketiga, Yogyakarta : UPP STIM


YKPN, 2016.

Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (Life and General), Jakarta : Gema
Insani, 2004.

Pipin Syarifin dan Dedah Jubaedah, Hukum Dagang di Indonesia, Bandung : CV


Pustaka Setia, 2012.

Setia Mulyawan, Manajemen Risiko, Bandung : CV Pustaka Setia, 2015.

Soeisno Djojosoedarso, Prinsip-prinsip Manajemen Risiko dan Asuransi, Jakarta :


Penerbit Salemba Empat, 2003.

13

Anda mungkin juga menyukai