Anda di halaman 1dari 6

BAB 3 Assesment

3.1 Gambaran Umum Masalah Kesehatan Kabupaten dan Kota Bekasi


Data Profil Kesehatan Kabupaten Bekasi
Morbiditas dapat diartikan sebagai angka kesakitan, baik insiden maupun
prevalen dari suatu penyakit. Morbiditas menggambarkan kejadian penyakit
dalam suatu populasi pada kurun waktu tertentu. Morbiditas juga berperan dalam
penilaian terhadap derajat kesehatan masyarakat.Puskesmas tahun 2017 menurut
laporan SP3 menunjukkan bahwa kasus terbanyak merupakan penyakit infeksi
saluran napas bagian atas akut dengan jumlah total kasus 216.133 (32,50%).
Rincian mengenai 10 penyakit terbanyak di Puskesmas dapat dilihat pada tabel
berikut :

Data Profil Kesehatan Kota Bekasi


Upaya untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan diperlukan
pemahaman terhadap karakteristik lokal, perencanaan kebutuhan dan kegiatan yang
efektif, efisien dan terukur. Berikut adalah kondisi dan distribusi 20 besar penyakit,
seperti pada grafik 4.9 berikut ini:
Grafik 4.9 di atas menunjukkan bahwa posisi pertama dan terbanyak
adalah ISPA Acut tak Spesifik (J06) berjumlah 130.584 kasus (22,9%),
terbanyak kedua Peny pulpa & Jar Peripekal (K04) 58.284 kasus (10,2%),
terbanyak ketiga Nasofaringitis akut / CC (J00) 53.105 kasus (9,3%), terbanyak
keempat adalah kasus degenerative Hypertensi (I10) 36.807 kasus (6,4%), dan
seterusnya dari 571.325 jumlah kasus dalam 20 besar kasus penyakit di
Puskesmas Kota Bekasi.

3.2 Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya ISPA


Faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian ISPA dibagi menjadi dua
kelompok besar, yaitu faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik meliputi
usia, jenis kelamin dan berat badan lahir rendah. Faktor ekstrinsik meliputi populasi
udara, asap rokok dan faktor ibu, baik pendidikan ibu, usia ibu, dan pengetahuan ibu.
Namun dalam penelitian ini hanya faktor usia, pengetahuan ibu, sikap dan perilaku
ibu dalam melakukan tindakan pencegahan yang dibatasi. Faktor pengetahuan ibu
menjadi penyebab ISPA. Prevalensi ISPA yang tinggi pada bayi di Indonesia salah
satunya disebabkan oleh kurangnya pengetahuan ibu tentang ISPA. Perilaku ibu
sangat penting karena dalam pengasuhan anak ibu sering berperan dalam pelaksanaan
dan pengambilan keputusan serta pengasuhan anak yaitu dalam pemberian gizi,
pengasuhan, kesehatan dan penyakit. Dengan demikian perilaku ibu yang baik dalam
pengasuhan dapat mencegah dan memberikan pertolongan pertama pada balita yang
menderita ISPA dengan baik (Titi et al) (Intan Silviana, 2014).
Berdasarkan teori Lawrence Green yang dikutip oleh Nursalam (2013) dapat
disimpulkan bahwa perilaku seseorang dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu faktor
predisposisi, faktor pendukung dan faktor pendorong. Ketiga faktor tersebut berperan
besar dalam perilaku ibu dalam menangani ISPA pada balita. Selain ketiga faktor di
atas, perilaku tersebut juga disebabkan oleh faktor lingkungan. Pendidikan kesehatan
akan mengubah perilaku ibu dalam menangani ISPA pada anak usia dini. Salah satu
contoh kegiatan dalam bidang pendidikan kesehatan adalah pendidikan kesehatan
yang dilakukan melalui sosialisasi berita dan penanaman kepercayaan
(Notoadmodjo, 2012). Keberhasilan pendidikan kesehatan bagi masyarakat sangat
bergantung pada komponen pembelajaran. Media pendidikan kesehatan merupakan
salah satu unsur dalam proses pembelajaran yang nantinya akan mendukung unsur
lainnya. Salah satu media yang saat ini berkembang dalam penerapan pembelajaran
adalah media audiovisual (Astuti et al., 2012).

3.3 Hasil assesment data primer


a. Audience Segmentation
1) Demographic Characteristics
Hasil pengumpulan kuesioner yang telah disebar sebagai berikut:
a) Karakteristik balita responden berdasarkan jenis kelamin.
Berdasarkan hasil pengumpulan kuesioner yang telah diolah, dapat
dilihat karakteristik balita responden berdasarkan jenis kelamin pada Tabel
3.1:
Tabel 3.1
Karakteristik Balita Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
No Jenis Kelamin Jumlah Responden Persentase
1 Laki-Laki 19 69,2%
2 Perempuan 6 30,8%
Total 25 100%
Sumber data primer yang telah diolah.
Berdasar Tabel 3.1 di atas diketahui bahwa responden berjenis
kelamin laki-laki memiliki persentase sebesar 69,2% dan responden
berjenis kelamin perempuan memilki persentase sebesar 30,8%. Dapat
disimpulkan bahwa balita masyarakat yang menjadi responden dalam
penelitian ini mayoritas berjenis kelamin laki-laki.
b) Karakteristik responden berdasarkan usia
Berdasar hasil pengumpulan kuesioner yang telah diolah, dapat
dilihat karakteristik responden berdasarkan usia pada Tabel 3.2:
Tabel 3.2
Karakteristik Responden Berdasarkan Usia
No Usia Jumlah Responden Persentase
1 18 – 25 tahun 4 17%
2 26 – 34 tahun 15 63%
3 35 – 43 tahun 5 20%
Total 25 100%
Sumber data primer yang telah diolah.
Dari Tabel 3.2 di atas diketahui bahwa seluruh responden berusia
diatas 17 tahun, yang artinya seluruh responden telah memenuhi syarat
sebagai responden penelitian. Responden yang berusia 18 – 25 tahun
sebesar 17%, responden yang berusia 26 – 34 tahun sebesar 63% dan
responden yang berusia 35 – 43 tahun sebesar 20%. Dapat disimpulkan
bahwa masyarakat yang mengetahui pencegahan penyakit ISPA pada
Balita yang menjadi responden dalam penelitian ini mayoritas berusia 26 –
34 tahun.
c) Karakteristik responden berdasarkan Domisili Wilayah.
Berdasar hasil pengumpulan kuesioner yang telah diolah, dapat
dilihat karakteristik responden pada Tabel 3.3 :
Tabel 3.3
Karakteristik Balita Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
No Domisili Wilayah Jumlah Responden Persentase
1 Kabupaten Bekasi 9 37,5%
2 Kota Bekasi 6 25%
3 Luar Kota Bekasi 9 37,5%
Total 25 100%
Sumber data primer yang telah diolah.
Berdasar Tabel 3.3 di atas diketahui bahwa responden domisili wilayah
kabupaten bekasi memiliki persentase sebesar 37,5% dan responden domisili
wilayah kota bekasi memiliki persentase sebesar 25% serta responden domisil
wilayah luar kota bekasi sebanyak 37,5% responden. Dapat disimpulkan
bahwa masyarakat yang menjadi responden dalam penelitian ini mayoritas
berdomisili wilayah kabupaten bekasi dan luar kota bekasi.

2) Attitudes, Behavior Releated Health Issue


Sebagian besar masyarakat sudah memiliki pemahaman yang baik
terkait dengan pengetahuan penyakit ISPA, penanggulangan penyakit ISPA
yang diantaranya setuju dapat menanggulangi penyakit ISPA dirumah, setuju
apabila balita penderita ISPA dapat sembuh dengan menggunakan kompres
ketika mengalami gejala panas, setuju apabila balita harus banyak istirahat
dan konsumsi air putih serta tidak setuju apabila balita penderita ISPA
mengaami batuk disembukan dengan cara diberi ramuan tradisional. Namun
tidak dapat dipungkiri bahwa masih banyak masyarakat yang belum
mengetahui hal tersebut karena sikap merupakan suatu kecenderungan untuk
bertindak, sehingga masih terdapat faktor lainnya untuk memicu keberhasilan
dari perubahan tersebut. Seperti yang telah dijelaskan oleh teori Lawrence
Green bahwa kesehatan seseorang dipengaruhi oleh dipengaruhi oleh faktor
predisposisi, pendukung serta pendorong. Maka perlu adanya faktor lain
dalam mempengaruhi kesehatan pada seseorang seperti faktor pendukung dan
pendorong.

3) Socioeconomic Factor
Berdasarkan hasil pengumpulan kuesioner dapat disimpulkan bahwa
masih minimnya upaya preventif terhadap penyakit ISPA pada balita dimana
hal ini dapat kita ketahui bahwa responden mayoritas tidak pernah
mendapatkan penyuluhan tentang penyakit ISPA sebesar 62,5% . Responden
mayoritas berpendapat bahwa iklan/tv merupakan bentuk penyuluhan
penyakit ISPA yang sering ditemui sebanya 58,3% dan penyampaian
penyuluhan yang paling mudah dipahami menurut responden berupa iklan/tv
sebanyak 58,3%.

4) Lifestyle and cultural characteristics


Hasil pengumpulan data kuesioner dapat kita ketahui bahwa 75%
responden ibu tidak setuju menangani bauk balita dengan cara memberi
ramuan tradisional saja serta sebesar 41,7% responden tidak setuju mampu
menangani balita ketika sesak nafas dirumah. Namun responden setuju
bahwa responden mampu mempraktekan cuci tangan yang baik dan benar
kepada balita, mampu menangani balita yang memiliki gejala panas dengan
cara mengkompresnya, serta responden dapat lebih menjad stamina tubuh
balita agar tidak mudah terkena penyakit ISPA

Referensi :
Fitriana, Novia. 2016. Faktor – Faktor Yang Memengaruhi Kejadian Ispa Pada Balita
Di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Pulau Rakyat Kabupaten Asahan Tahun
2016. Medan : Universitas Sumatera Utara. Diunduh pada
lamanhttp://repository.usu.ac.id/handle/123456789/62553

Anda mungkin juga menyukai