Anda di halaman 1dari 31

CRITICAL BOOK REVIEW

MK. PENDIDIKAN
PANCASILA
PRODI S1 PTM FT

Skor Nilai:

CRITICAL BOOK REVIEW

PENDIDIKAN PANCASILA

NAMA KELOMPOK : Andrian Ricy Hutapea (5193121004)


Rikki M.P Sormin (5193121027)
Ilham Sidiq (5193121017)

DOSEN PENGAMPU : Putri Sari Margaret Julianty silaban

MATA KULIAH : Pendidikan pancasila

JURUSAN TEKNIK MESIN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNIK MESIN

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

MEDAN-2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
dan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan tugas ini. Penyusunan makalah ini dilakukan
untuk memenuhi tugas critical book review mata kuliah Pendidikan Pancasila
Terima kasih juga kami ucapkan kepada Ibu Dosen Pengampu,Putri Sari Margaret
Julianty silaban yang telah membimbing kami dalam menyelesaikan makalah ini. Kami
menyadari bahwasannya makalah ini tentu memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu,
kami dengan segala kerendahan hati meminta maaf dan mengharapkan kritik serta saran yang
membangun guna perbaikan dan penyempurnaan ke depannya.
Akhir kata, kami ucapkan selamat membaca dan semoga materi yang ada di dalam
makalah ini dapat bermanfaat sebagaimana mestinya bagi para pembaca. Terima kasih.

Medan, November 2020

penulis

DAFTAR ISI

ii
KATA PENGANTAR....................................................................................................ii
DAFTAR ISI..................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................4
A. RASIONALISASI PENTINGNYA CBR.........................................................4
B. TUJUAN PENULISAN CBR............................................................................4
C. MANFAAT CBR................................................................................................4
D. IDENTITAS BUKU...........................................................................................4
BAB II RINGKASAN ISI BUKU..................................................................................6
A. RINGKASAN BUKU UTAMA.........................................................................6
RINGKASAN BUKU PEMBANDING...................................................................18
BAB III PEMBAHASAN.............................................................................................28
Kelebihan Dan Kekurangan Buku..........................................................................28
BAB IV PENUTUP.......................................................................................................30
A. Kesimpulan.......................................................................................................30
B. Saran..................................................................................................................30
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................31

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. RASIONALISASI PENTINGNYA CBR


Melakukan Critical Book Review pada suatu buku dengan membandingkannya dengan
buku lain sangat penting untuk dilakukan, dari kegiatan inilah kita dapat mengetahui
kelebihan dan kekurangan suatu buku. Dari mengkritik inilah kita mendapatkana informasi
yang kompeten dengan cara menggabungkan informasi dari buku yang lain.

B. TUJUAN PENULISAN CBR

Tujuan pembuatan critical book review adalah sebagai berikut:

1. Untuk memngetahui isi dari buku yang dapat dijadikan seebagai bahan kajian untuk
mengamati,menanya,mengumpulkan informasi,menalar dan mengkomunikasikan
2. Sebagai bahan pengumpulan data dalam pembuatan critical book Report untuk di
analisis dan mencari kelebihan dan kekurangan buku yang di kritisi .
3. Mengembangkan potensi peseta didik agar menjadi manusia yang mampu berpikir
dan mengembangkan potensi diri

C. MANFAAT CBR
Manfaat critical book review adalah sebagai berikut:

1.  Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan isi buku.


2. Membantu mahasiswa untuk berpikir kritis dan menalar dan menganalisis isi buku
3. Untuk membantu seorang mahasiswa mengkritik isi dari buku

D. IDENTITAS BUKU
Buku Utama

1. Judul Buku : Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan


2. Pengarang : Asep Sulaiman
3. Penerbit : Arfino Raya
4. Kota Terbit : Jakarta
5. Tahun Terbit : 2015
6. ISBN : 978-602- 0939-41-4

4
7. Ukuran Buku : 17,6 x 25 cm
8. Jumlah Halaman : 164 halaman.

Buku pembanding

1. Judul : Pendidikan Kewarganegaraan


2. Pengarang : Pristiyani dan Nurwardani
3. Penerbit : KEMENRISTEKTIKTI
4. Kota Terbit : Jakarta
5. Tahun Terbit : 2016
6. ISBN : 987-602-6470-02-7
7. Jumlah Halaman : 320 halaman

5
BAB II
RINGKASAN ISI BUKU

A. RINGKASAN BUKU UTAMA


BAB 1. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pancasila adalah dasar filsafat negara Republik Indonesia yang secara resmi disahkan
oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 dan tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, serta
diundangkan dalam Berita Republik Indonesia tahun II Nomor 7 bersama-sama dengan
batang tubuh UUD 1945.
Dalam perjalanan sejarah, eksistensi Pancasila sebagai dasar filsafat negara Republik
Indonesia mengalami berbagai macam interpretasi dan manipulasi politik sesuai dengan
kepentingan penguasa demi kokoh dan tegaknya kekuasaan yang berlindung di balik
legitimasi ideologi negara Pancasila. Dengan kata lain, perkataan dalam kedudukan yang
seperti ini Pancasila tidak lagi diletakkan sebagai dasar filsafat serta pandangan hidup bangsa
dan Negara Indonesia melainkan direduksi, dibatasi dan dimanipulasi demi kepentingan
politik penguasa pada saat itu.
Berdasarkan kenyataan di atas, gerakan reformasi berupaya untuk mengembalikan
kedudukan dan fungsi Pancasila yaitu sebagai dasar negara Republik Indonesia. Hal ini
direalisasikan melalui Ketetapan Sidang lstimewa MPR tahun 1998 Nomor
XVIIUMPR/1998, disertai dengan pencabutan P-4 dan sekaligus juga pencabutan Pancasila
sebagai satu-satunya asas bagi Orsospol di Indonesia. Ketetapan tersebut sekaligus juga
mencabut mandat MPR yang diberikan kepada Presiden atas kewenangannya untuk
membudayakan Pancasila melalui P-4 dan asas tunggal Pancasila.

B. Tujuan Pendidikan Pancasila


Tujuan pendidikan diartikan sebagai seperangkat tindakan intelektual penuh tanggung
jawab, yang berorientasi pada kompetensi mahasiswa pada bidang profesi masing-masing.
Kompetensi lulusan pendidikan Pancasila ialah seperangkat tindakan intelektual penuh
tanggung jawab sebagai seorang warga negara dalam memecahkan berbagai masalah dalam
hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dengan menerapkan pemikiran yang
berlandaskan nilai-nilai Pancasila. Sifat intelektual tersebut tercermin pada kemahiran,
ketepatan dan keberhasilan bertindak, sedangkan sifat penuh tanggung jawab diperlihatkan

6
sebagai kebenaran tindakan ditinjau dari aspek iptek, etika, ataupun kepatutan agama serta
budaya.
C. Pembahasan Pancasila Secara Ilmiah
Pembahasan Pancasila termasuk filsafat Pancasila, sebagai suatu kajian ilmiah, harus
memenuhi syarat-syarat ilmiah. Menurut I.R. Pondjowijatno, dalam bukunya ‘Tahu dan
Pengetahuan’, syarat-syarat ilmiah yaitu:
a. Berobjek
Syarat pertama bagi suatu pengetahuan yang memenuhi syarat ilmiah adalah harus
memiliki objek. Oleh karena itu pembahasan Pancasila secara ilmiah harus memiliki objek,
yang di dalam filsafat ilmu pengetahuan dibedakan atas dua macam: `objek forma’ dan
`objek materia’. ‘Objek forma’ Pancasila adalah suatu sudut pandang tertentu dalam
pembahasan Pancasila, atau dari sudut pandang apa Pancasila itu dibahas.
b. Bermetode
Setiap pengetahuan Setiap pengetahuan ilmiah harus memiliki metode yaitu
seperangkat cara atau sistem pendekatan dalam rangka pembahasan Pancasila untuk
mendapatkan suatu kebenaran yang bersifat objektif. Metode dalam pembahasan Pancasila
sangat tergantung pada karakteristik objek forma dan objek materia Pancasila. Salah satu
metode dalam pembahasan Pancasila adalah metode analitico syntetic, yaitu suatu perpaduan
metode analisis dan sintesis.
c. Bersistem
Suatu pengetahuan ilmiah harus merupakan sesuatu yang bulat dan utuh. Bagian-bagian
dari pengetahuan ilmiah itu harus merupakan suatu kesatuan. Antara bagian-bagian itu saling
berhubungan, baik berupa hubungan interelasi (saling hubungan) maupun interdependensi
(saling ketergantungan). Pembahasan Pancasila secara ilmiah harus merupakan suatu
kesatuan dan keutuhan. Pancasila itu sendiri merupakan suatu kesatuan dan keutuhan
`majemuk tunggal’. Kelima sila itu, baik rumusannya, inti, maupun isinya merupakan suatu
kesatuan dan kebulatan.

d. Bersifat universal

Kebenaran suatu pengetahuan ilmiah harus bersifat universal, artinya kebenarannya


tidak terbatas oleh waktu, ruang, keadaan, situasi, kondisi, dan jumlah tertentu. Dalam
kaitannya dengan kajian Pancasila, hakikat ontologis nilainilai Pancasila adalah bersifat
universal.

7
D. Tingkatan Pengetahuan Ilmiah
Untuk mengetahui lingkup kajian Pancasila serta kompetensi pengetahuan dalam
membahas Pancasila secara ilmiah maka perlu diketahui tingkatan pengetahuan ilmiah
sebagaimana halnya pada pengkajian pengetahuanpengetahuan lainnya. Tingkatan
pengetahuan ilmiah dalam masalah ini bukan berarti tingkatan dalam hal kebenarannya,
namun lebih menekankan pada karakteristik pengetahuan masing-masing.

E. Lingkup Pembahasan Pancasila Yuridis Kenegaraan


Pancasila sebagai objek pembahasan ilmiah memiliki ruang lingkup yang sangat luas,
tergantung pada objek forma atau sudut pandang pembahasannya masingrnasing. Pancasila
dibahas dari sudut pandang moral atau etika maka lingkup pembahasannya meliputi ‘etika
Pancasila’ dibahas dari sudut ekonomi maka kita dapatkan bidang ‘ekononti Pancasila’, dari
sudut pandang pers ‘pers Pancasila’, dari sudut pandang epistemologi maka kita dapatkan
‘epistetnologi Pancasila’ dari sudut pandang filsafat maka kita dapatkan ‘filsafat Pancasila’,
adapun bilamana Pancasila dibahas dari sudut pandang yuridis kenegaraan maka kita
dapatkan bidang ‘Pancasila yuridis kenegaraan’. Pancasila yuridis kenegaraan meliputi
pembahasan Pancasila dalam kedudukannya sebagai dasar negara Republik Indonesia,
sehingga meliputi pembahasan bidang yuridis dan ketatanegaraan, realisasi Pancasila dalam
segala aspek penyelenggaraan negara secara resmi, baik yang menyangkut norma hukum
maupun norma moral.

F. Latar Belakang Pendidikan Kewarganegaraan Dan Kompetensi Yang Di Harapkan


Semangat perjuangan bangsa merupakan kekuatan mental spiritual yang dapat
melahirkan sikap dan perilaku heroik dan patriotik serta menumbuhkan kekuatan,
kesanggupan, dan kemauan yang luar biasa. Semangat perjuangan bangsa inilah yang harus
dimiliki oleh setiap warga negara Negara Kesatuan Republik Indonesia. Di samping itu, nilai-
nilai perjuangan bangsa masih relevan dalam memecahkan setiap permasalahan dalam
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara serta sudah terbukti keandalannya. Nilai-nilai
perjuangan bangsa Indonesia dalam perjuangan fisik merebut, mempertahankan, dan mengisi
kemerdekaan, telah mengalami pasang surut sesuai dengan dinamika kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

8
BAB 2. PANCASILA SEBAGAI DASAR FILSAFAT NEGARA INDONESIA
A. Defenisi Pancasila
1. Pengertian Pancasila
Secara etimologis, Pancasila berasal dari bahasa Sanskerta. Panca artinya lima,
sedangkan sila artinya dasar, sendi, atau unsur. Jadi, Pancasila mengandung arti lima dasar,
lima sendi, atau lima unsur.
Istilah Pancasila awalnya terdapat dalam teks kepustakaan Buddha di India. Ajaran
Buddha bersumber pada kitab suci Tri Pitaka, yang terdiri atas tiga macam buku besar yaitu
Suttha Pitaka, Abhidama Pitaka, dan Vinaya Pitaka. Di dalam ajaran Buddha terdapat ajaran
moral untuk mencapai nirvana melalui Samadhi, dan setiap golongan berbeda kewajiban
moralnya. Ajaran-ajaran moral tersebut antara lain Dasasila, Saptasila, dan Pancasila.

a. Pengertian Pancasila secara historis


Secara historis, proses perumusan Pancasila diawali ketika dalam sidang BPUPKI
pertama, dr. Radjiman Wedyodiningrat, mengajukan suatu masalah pembahasan tentang
rumusan dasar negara Indonesia yang akan dibentuk. Sidang tersebut dihadiri oleh tiga orang
pembicara, yaitu Mohammad Yamin, Soepomo, dan Soekarno. Pada tanggal 1 Juni 1945, Ir.
Soekarno berpidato secara lisan (tanpa teks) mengenai gagasan calon rumusan dasar negara
Indonesia. Kemudian di dalam pidatonya itu, diusulkan istilah dasar negara oleh Soekarno
dengan nama “Pancasila”, yang artinya lima dasar. Menurut Soekarno, hal ini atas saran salah
seorang temannya, seorang ahli bahasa yang tidak disebutkan namanya.

BAB 3. PANCASILA DALAM PERJUANGAN BANGSA


A. Zaman Kutai
Indonesia memasuki zaman sejarah pada tahun 400 M, dengan ditemukannya prasasti
berupa 7 yupa (tiang batu). Berdasarkan prasasti tersebut, dapat diketahui bahwa Raja
Mulawarman merupakan keturunan dari Raja Aswawarman dan Raja Arwawarman
merupakan keturunan dari Kudungga. Raja Mulawarman.Masyarakat Kutai yang membuka
zaman sejarah Indonesia pertama kalinya ini menampilkan nilai-nilai sosial politik dan
ketuhanan dalam bentuk kerajaan, kenduri, serta sedekah kepada para Brahmana.
B. Zaman Sriwijaya
Menurut Mr. Muhammad Yamin, bahwa berdirinya negara kebangsaan Indonesia tidak
dapat dipisahkan dengan kerajaan-kerajaan lama yang merupakan warisan nenek moyang

9
bangsa Indonesia. Negara kebangsaan Indonesia terbentuk melalui tiga tahap. Pertama,
zaman Sriwijaya di bawah wangsa Syailendra (600– 1400), yang bercirikan kedatuan. Kedua,
negara kebangsaan zaman Majapahit (1293– 1525) yang bercirikan keprabuan.
C. Zaman Kerajaan Kerajaan Sebelum Majapahit
Sebelum Majapahit muncul sebagai kerajaan yang memancangkan nilai-nilai
nasionalisme, telah muncul kerajaan-kerajaan di Jawa Tengah dan Jawa Timur secara silih
berganti. Misalnya, Kerajaan Kalingga pada abad VII, Sanjaya pada abad VIII yang ikut
membantu membangun Candi Kalasan untuk Dewa Tara dan sebuah Wihara untuk pendeta
Buddha yang didirikan di Jawa Tengah bersama dinasti Syailendra (abad VII dan IX).
D. Kerajaan Majapahit
Pada tahun 1293 berdirilah Kerajaan Majapahit yang mencapai zaman keemasannya
pada pemerintahan Raja Hayam Wuruk dengan Mahapatih gajah Mada yang dibantu oleh
laksamana Nala dalam memimpin armadanya menguasai Nusantara. Wilayah kekuasaan
Majapahit semasa jayanya membentang dari Semenanjung Melayu (Malaysia sekarang)
sampai Irian Barat melalui Kalimantan Utara.

E. Zaman Penjajahan
Setelah Majapahit runtuh pada permulaan abad XVI maka agama Islam berkembang
dengan pesat. Bersamaan dengan itu, berkembang pula kerajaankerajaan Islam, seperti
Kerajaan Demak, dan mulailah berdatangan orang-orang eropa di Nusantara. Mereka itu
antara lain orang Portugis yang kemudian diikuti oleh orang-orang Spanyol yang ingin
mencari pusat tanaman rempah. Bangsa eropa yang pertama datang ke Indonesia untuk
berdagang adalah orang-orang Portugis. Namun lama-kelamaan bangsa Portugis mulai
menunjukkan peranannya dalam bidang perdagangan yang meningkat menjadi praktik
penjajahan, misalnya Malaka sejak tahun 1511 telah dikuasai oleh Portugis.

F. Kebangkitan Nasional
Pada abad XX di panggung politik internasional terjadi pergolakan kebangkitan Dunia
Timur, dengan suatu kesadaran akan kekuatannya sendiri. Beberapa di antaranya yaitu
Republik Filipina (1898), yang dipelopori Joze Rizal; kemenangan Jepang atas Rusia (1905);
gerakan Sun Yat Sen dengan Republik Cina (1911); dan Partai Kongres di India dengan
tokoh Tilak dan gandhi. Begitu pun di Indonesia, bergolaklah kebangkitan akan kesadaran
berbangsa yaitu Kebangkitan Nasional (1908) dipelopori dr. Wahidin Sudirohusodo dengan
Budi Utomonya.

10
G. Sidang BPUPKI Pertama
1. Mr. Muh. Yamin (29 Mei 1945)
Dalam pidatonya tanggal 29 Mei 1945, Muh. Yamin mengusulkan calon rumusan dasar
negara Indonesia sebagai berikut: 1) Peri Kebangsaan, 2) Peri Kemanusiaan, 3) Peri
Ketuhanan, 4) Peri Kerakyatan (a. Permusyawaratan, b. Perwakilan, c. Kebijaksanaan), dan
5) Kesejahteraan Rakyat (Keadilan Sosial).
2. Prof. Dr. Soepomo (31 Mei 1945)
Berbeda dengan usulan Mr. Muhammad Yamin, Prof. Dr. Soepomo mengemukakan
teori-teori negara sebagai berikut.
a. Teori negara perseorangan (Individualis), sebagaimana diajarkan oleh Thomas
Hobbes (abad ke-17), Jean Jacques Rousseau (abad ke-18), Herbert Spencer
(abad ke-19), H.J. Laski (abad ke-20).
b. Paham negara kelas (Class theory) atau teori golongan. Teori ini sebagaimana
diajarkan oleh Marx, engels, dan Lenin. Negara adalah alat dari suatu golongan
(suatu kelas) untuk menindas kelas lain.
c. Paham negara integralistik, yang diajarkan Spinoza, Adam Muller, dan Hegel
(abad ke-18 dan 19).

3. Ir.Soekarno ( 1 Juni 1945)

Usulan dasar negara dalam sidang BPUPKI pertama berikutnya adalah pidato dari Ir.
Soekarno, yang disampaikan secara lisan tanpa teks. Beliau mengusulkan dasar negara yang
terdiri atas lima prinsip, yaitu: 1) Nasionalisme (kebangsaan Indonesia), 2) Internasionalisme
(peri kemanusiaan), 3) Mufakat (demokrasi), 4) Kesejahteraan sosial, 5) Ketuhanan Yang
Maha esa.

Lima prinsip dasar negara tersebut kemudian oleh Soekarno dinamai “Pancasila” atas
saran teman beliau seorang ahli bahasa. Berikutnya, menurut Soekarno kelima sila tersebut
dapat diperas menjadi “Tri Sila” yang meliputi: (1) Sosio nasionalisme yang merupakan
sintesis dari Kebangsaan (nasionalisme) dengan Peri kemanusiaan (internasionalisme), (2)
Sosio demokrasi yang merupakan sintesis dari Mufakat (demokrasi), dengan Kesejahteraan
sosial, serta (3) Ketuhanan.

BAB 4.PANCASILA MERUPAKAN SISTEM FILSAFAT

11
A. Pengertian Filsafat

Secara etimologis filsafat berasal dari bahasa Yunani, yaitu philein yang artinya cinta
dan sophos yang artinya hikmah, kebijaksanaan, atau wisdom. Jadi, secara harfiah istilah
“filsafat” mengandung makna cinta kebijaksanaan. Namun demikian, jika kita membahas
pengertian filsafat dalam hubungannya dengan lingkup bahasannya maka mencakup banyak
bidang bahasan antara lain tentang manusia, alam, pengetahuan, etika, dan logika. Seiring
dengan perkembangan ilmu pengetahuan maka muncul pula filsafat yang berkaitan dengan
bidang-bidang ilmu tertentu antara lain filsafat politik, sosial, hukum, bahasa, ilmu
pengetahuan, agama, dan bidang ilmu lainnya.

B. Rumusan Kesatuan Sila Sila Pancasila Sebagai Sistem

Pancasila yang terdiri atas lima sila pada hakikatnya merupakan suatu sistem filsafat.
Sistem adalah suatu kesatuan bagian-bagian yang saling berhubungan, saling bekerja sama
untuk tujuan tertentu, dan secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang utuh. Sistem
lazimnya memiliki ciri-ciri sebagai berikut.1. Suatu kesatuan bagian-bagian 2. Bagian-bagian
tersebut mempunyai fungsi sendiri-sendiri 3. Saling berhubungan dan saling ketergantungan
4. Keseluruhannya dimaksudkan untuk mencapai suatu tujuan tertentu (tujuan sistem 5.
Terjadi dalam suatu lingkungan yang kompleks.

C. Kesatuan Sila Sila Pancasila Sebagai Sitem Filsafat


Kesatuan sila-sila Pancasila pada hakikatnya bukanlah hanya merupakan kesatuan yang
bersifat formal logis, namun juga meliputi kesatuan dasar ontologis, dasar epistemologis,
serta dasar aksiologis dari sila-sila Pancasila. Sebagaimana dijelaskan bahwa kesatuan sila-
sila Pancasila adalah bersifat hierarkis dan mempunyai bentuk piramidal digunakan untuk
menggambarkan hubungan hirarki sila-sila Pancasila dalam urutan-urutan luas (kuantitas)
dan dalam pengertian inilah hubungan kesatuan sila-sila Pancasila itu dalam arti formal logis.
Selain kesatuan sila-sila Pancasila itu hierarkis dalam hal kuantitas juga dalam hal isi sifatnya
yaitu manyangkut makna serta hakikat sila-sila Pancasila. Kesatuan yang demikian ini
meliputi kesatuan dalam hal dasar ontologis, dasar epistemologis serta dasar aksiologis dari
sila-sila Pancasila.
Bab 5. Pancasila Sebagai Paradigma Kehidupan Bermasyarakat, Berbangsa, Dan
Bernegara
A. Defenisi Paradigma

12
Istilah paradigma pada awalnya berkembang dalam dunia ilmu pengetahuan, terutama
dalam kaitannya dengan filsafat ilmu pengetahuan. Secara terminologis tokoh yang
mengembangkan istilah tersebut dalam dunia ilmu pengetahuan adalah Thomas S. Kuhn
dalam bukunya yang berjudul The Structure of Scientific Revolution.22 Intisari pengertian
paradigma adalah suatu asumsi- asumsi dasar dan asumsi-asumsi teoretis yang umum
(sumber nilai) sehingga merupakan suatu sumber hukum, metode, serta penerapan dalam
ilmu pengetahuan yang sangat menentukan sifat, ciri, serta karakter ilmu pengetahuan itu
sendiri. Secara filosofis, hakikat kedudukan Pancasila sebagai paradigma pembangunan
nasional mengandung suatu konsekuensi bahwa dalam segala aspek pembangunan nasional
kita harus mendasarkan pada hakikat nilai sila-sila Pancasila.

1. Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan Iptek


Pancasila yang sila-silanya merupakan suatu kesatuan yang sistematis, haruslah
menjadi sistem etika dalam pengembangan Iptek. Sila Ketuhanan Yang Maha esa
melengkapi ilmu pengetahuan, menciptakan perimbangan antara rasional dan irasional,
antara akal, rasa, dan kehendak. Berdasarkan sila ini, Iptek tidak hanya memikirkan apa
yang ditemukan, dibuktikan, dan diciptakan, tetapi juga dipertimbangkan maksudnya dan
akibatnya apakah merugikan manusia dengan sekitarnya.
Pengolahan diimbangi dengan melestarikan. Sila ini menempatkan manusia di alam
semesta bukan sebagai pusatnya, melainkan sebagai bagian yang sistemik dari alam yang
diolahnya.
2. Pancasila Paradigma Pembangunan Poleksosbud hankam
Pembangunan pada hakikatnya merupakan suatu realisasi praktis untuk mencapai
tujuan bangsa. Adapun pembangunan dirinci dalam berbagai macam bidang antara lain
Poleksosbud Hankam. Dalam bidang kenegaraan penjabaran pembangunan dituangkan
dalam gBHN yang dirinci dalam bidang- bidang operasional serta target pencapaiannya.
3. Pancasila Paradigma Pengembangan Bidang Politik
Pembangunan dan pengembangan bidang politik harus mendasarkan pada dasar
ontologis manusia. Hal ini didasarkan pada kenyataan objektif bahwa manusia merupakan
subjek negara dan karena itu kehidupan politik dalam negara harus benar-benar untuk
merealisasikan tujuan demi harkat dan martabat manusia. Dalam sistem politik negara
harus mendasarkan pada tuntutan hak dasar kemanusiaan yang di dalam istilah ilmu
hukum dan kenegaraan disebut hak asasi manusia. Hal ini sebagai perwujudan hak atas

13
martabat kemanusiaan sehingga sistem politik negara harus mampu menciptakan sistem
yang menjamin asas hak hak tersebut.

4. Pancasila Paradigma Pengembangan Ekonomi

Dalam dunia ilmu ekonomi, boleh dikatakan jarang ditemukan pakar ekonomi yang
mendasarkan pemikiran pengembangan ekonomi atas dasar moralitas kemanusiaan dan
ketuhanan. Lazimnya, pengembangan ekonomi mengarah pada persaingan bebas, dan
akhirnya yang kuatlah yang menang. Hal ini sebagai implikasi dari perkembangan ilmu
ekonomi pada akhir abad ke-18 yang menumbuhkan ekonomi kapitalis. Atas dasar
kenyataan objektif inilah maka di eropa pada awal abad ke-19 muncul pemikiran sebagai
reaksi atas perkembangan ekonomi tersebut, yaitu sosialisme komunisme yang
memperjuangkan nasib kaum proletar yang ditindas oleh kaum kapitalis.

B. pancasila sebagai paradigma reformasi

Ketika gelombang gerakan reformsi melanda Indonesia maka seluruh aturan main
dalam wacana politik mengalami keruntuhan, terutama praktik-praktik elit, politik yang
dihinggapi penyakit KKN. Bangsa Indonesia ingin mengadakan suatu perubahan, yaitu
menata kembali kehidupan berbangsa dan bernegara demi terwujudnya masyarakat madani
yang sejahtera, masyarakat yang bermartabat kemanusiaan yang menghargai hak-hak asasi
manusia, masyarakat yang demokratis yang bermoral religius, serta masyarakat yang
bermoral kemanusiaan dan beradab.

1. Gerakan Reformasi

Awal keberhasilan gerakan reformasi ditandai dengan mundurnya Presiden Soeharto


pada tanggal 21 Mei 1998, yang kemudian disusul dengan dilantiknya Wakil Presiden Prof.
Dr. B.J. Habibie menggantikan kedudukan Soeharto sebagai presiden. Hal itu diikuti dengan
pembentukan Kabinet Reformasi Pembangunan. Pemerintahan Habibie inilah yang
merupakan pemerintahan transisi, yang akan mengantarkan rakyat Indonesia untuk
melakukan reformasi secara menyeluruh, terutama pengubahan 5 paket Undang-Undang
Politik tahun 1985 kemudian diikuti dengan reformasi ekonomi yang menyangkut
perlindungan hukum sehingga perlu diwujudkan Undang-Undang Anti Monopoli,

14
2. Pancasila sebagai Dasar CitaCita Reformasi

Pancasila sebagai dasar filsafat negara Indonesia, sebagai pandangan hidup bangsa
Indonesia dalam perjalanan sejarah. Namun demikian, tampaknya Pancasila tidak diletakkan
dalam kedudukan dan fungsi yang sebenarnya. Pada masa Orde Lama, pelaksanaan Pancasila
dalam negara secara jelas menyimpang bahkan bertentangan, misalnya Manipol Usdek dan
Nasakom yang bertentangan dengan Pancasila. Presiden seumur hidup serta praktik-praktik
kekuasaan diktator Masa Orde Baru Pancasila digunakan sebagai alat legitimasi politik oleh
penguasa sehingga kedudukan Pancasila sebagai sumber nilai dikaburkan dengan praktik
kebijaksanaan pelaksana penguasa negara.

3. Pancasila sebagai Paradigma Reformasi hukum

Pada era reformasi, seruan dan tuntutan rakyat terhadap pembaharuan hukum menjadi
suatu keharusan karena proses reformasi yang melakukan penataan kembali tidak mungkin
dilakukan tanpa melakukan perubahan-perubahan terhadap peraturan perundang-undangan.
Agenda yang lebih konkret yang diperjuangkan para reformis yang paling mendesak adalah
reformasi bidang hukum.

BAB 6. KEWARGANEGARAAN

A. Konsep Dasar Tentang Warga Negara


1. Pengertian Warga Negara

Warga negara merupakan orang-orang yang menjadi unsur negara. Pada masa dulu,
warga negara disebut dengan istilah hamba atau kawula negara. Akan tetapi, istilah warga
negara lebih sesuai dengan kedudukannya sebagai orang merdeka dibandingkan hamba atau
kawula negara. Warga negara mengandung arti peserta, anggota, atau warga dari sebuah
negara, yakni peserta dari suatu persekutuan yang didirikan dengan kekuatan bersama, atas
dasar tanggung jawab bersama dan untuk kepentingan bersama. Untuk itu, setiap warga
negara mempunyai persamaan hak di hadapan hukum. Semua warga negara memiliki
kepastian hak, privasi, dan tanggung jawab.

a. Asas Kewarganegaraan

Seseorang yang diakui sebagai warga negara dalam suatu negara haruslah ditentukan
berdasarkan ketentuan yang telah disepakati dalam negara tersebut. Ketentuan itu menjadi

15
asas atau pedoman untuk menentukan status kewarganegaraan seseorang. Setiap negara
mempunyai kebebasan dan kewenangan untuk menentukan asas kewarganegaraan seseorang.

BAB 7. IDENTITAS NASIONAL

A. Pengertian Identitas Nasional


Menurut terminologi, identitas adalah sifat khas yang menerangkan dan sesuai dengan
kesadaran diri pribadi, golongan sendiri, kelompok sendiri, atau negara sendiri. Jadi,
pengertian identitas sendiri adalah ciri-ciri, tanda-tanda, jati diri yang melekat pada seseorang
atau sesuatu yang bisa membedakannya. Nasional merupakan identitas yang melekat pada
kelompok-kelompok yang lebih besar yang diikat oleh kesamaan-kesamaan, baik fisik seperti
budaya, agama, dan bahasa, maupun nonfisik, seperti keinginan, cita-cita, dan tujuan.

Identitas nasional pada hakikatnya merupakan manifestasi nilai-nilai budaya yang


tumbuh dan berkembang dalam berbagai aspek kehidupan suatu bangsa dengan ciri-ciri khas.
Dengan ciri-ciri khas tersebut, suatu bangsa berbeda dengan bangsa lain dalam hidup dan
kehidupannya.

1. Pengertian Umum Nasionalisme


Menurut Dean A. Minix dan Sandra M. Hawley, negara bangsa merupakan sebuah
bangsa yang memiliki bangunan politik (political building) seperti ketentuanketentuan
perbatasan teritorial, pemerintahan yang sah, pengakuan luar negeri, dan sebagainya.
Menurut Koerniatmanto Soetoprawiro, secara hukum peraturan tentang
kewarganegaraan merupakan suatu konsekuensi langsung dari perkembangan paham
nasionalisme. Lahirnya negara bangsa (nation state) merupakan akibat langsung dari gerakan
nasionalisme.

Bangsa memiliki penanda, jati diri, atau identitas yang dapat membedakan dengan
bangsa lain. Faktor-faktor yang diperkirakan menjadi identitas bersama suatu bangsa meliputi
primordial, sakral, tokoh, bhineka tunggal ika, sejarah, perkembangan ekonomi dan
kelembagaan.33 Cultural unity ditandai oleh adanya kesamaan dalam hal ras, suku, agama,
adat dan budaya, keturunan (darah), dan daerah asal (homeland).
Identitas cultural unity dapat disebut pula identitas kesukubangsaan. Identitas yang
dimiliki oleh sebuah cultural unity kurang lebih bersifat askriptif (sudah ada sejak lahir),
bersifat alamiah (bawaan), primer, dan etnik. Setiap anggota cultural unity memiliki kesetiaan

16
atau loyalitas pada identitasnya. Misal setia pada sukunya, agamanya, budayanya,
kerabatnya, daerah asal, dan bahasanya. Loyalitas pada identitas kelompok (etnik) pada
umumnya kuat dan langgeng (bertahan lama).

2. Unsur Unsur Terbentuknya Identitas Nasional


a. Suku Bangsa
Suku bangsa ialah golongan sosial yang khusus, yang bersifat askriptif (ada
sejak lahir), yang sama coraknya dengan golongan umur dan jenis kelamin
b. Agama
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang agamawi. Agama yang tumbuh dan
berkembang di Nusantara di antaranya Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan
Konghucu. Dari agama-agama di atas, Islam merupakan agama yang dianut oleh
sebagian besar masyarakat Indonesia. Indonesia merupakan negara multi agama
sehingga dapat dikatakan sebagai negara yang rawan terhadap disintegrasi bangsa.
c. Kebudayaan
Kebudayaan adalah pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang isinya
adalah perangkat atau model pengetahuan yang secara kolektif digunakan oleh
pendukung-pendukungnya untuk menafsirkan dan memahami lingkungan yang
dihadapi dan digunakan sebagai rujukan atau pedoman untuk bertindak (dalam
bentuk kelakuan dan benda-benda kebudayaan) sesuai dengan lingkungan yang
dihadapi.
d. Bahasa
Bahasa dipandang sebagai sistem perlambang yang secara arbiter dibentuk
atas unsur-unsur bunyi dan ucapan manusia serta digunakan sebagai sarana
berinteraksi antarmanusia. Di Indonesia terdapat beragam bahasa daerah yang
mewakili banyaknya suku bangsa.

3. Nasionalisme Indonesia dan KonsepKonsep turunannya


Konsep nasionalisme yang dirumuskan oleh founding father berkelindan dengan
konsep lanjutan lainnya, seperti konsep negara bangsa yang lebih dikonkretkan menjadi
bentuk dan struktur Negara Indonesia yang berbentuk republik. Nasionalisme Indonesia pada
dasarnya berwatak inklusif dan berwawasan kemanusiaan. Pada perkembangan selanjutnya,
watak nasionalisme Indonesia yang dirumuskan para tokoh nasionalis memengaruhi konsep-

17
konsep pokok tentang negara bangsa warga negara dan dasar negara yang disebut ideologi
Pancasila yang dirumuskan dalam ketetapan UUD 1945.

 Negara Bangsa
Menurut UUD 1945 pasal 1 dijelaskan bahwa Indonesia adalah negara kesatuan
berbentuk republik yang bentuk pemerintahannya bersifat antitesis monarki dengan
kepala pemerintahan bukan seorang raja, dengan sistem pemilihan umum untuk
menentukan presiden.
 Warga Negara
Menurut bab X UUD 1945 pasal 26 bahwa yang menjadi warga Indonesia ialah orang-
orang berbangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lainnya yang disahkan oleh
undang-undang sebagai warga negara.
 Perlunya Integrasi Nasional
Masalah integrasi nasional di Indonesia sangat kompleks dan multidimensional. Untuk
mewujudkannya diperlukan keadilan kebijaksanaan yang diterapkan oleh pemerintah
dengan tidak membedakan ras, suku, agama, bahasa, dan sebagainya. Upaya
membangun keadilan, kesatuan, dan persatuan bangsa merupakan bagian dari upaya
membangun dan membina stabilitas politik, di samping upaya lain seperti keterlibatan
pemerintah dalam menentukan komposisi dan mekanisme parlemen. Dengan demikian,
upaya integrasi nasional dengan strategi yang mantap perlu terus dilakukan agar
terwujud integrasi bangsa Indonesia.

RINGKASAN BUKU PEMBANDING


Bab I Bagaimana Hakikat Pendidikan Kewarganegaraan Dalam Mengembangkan
Kemampuan Utuh Sarjana Atau Profesional?

Secara etimologis, pendidikan kewarganegaraan berasal dari kata “pendidikan” dan


kata “kewarganegaraan”. Pendidikan berarti usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya, sedangkan kewarganegaraan adalah segala hal ihwal yang berhubungan
dengan warga negara.

Secara yuridis, pendidikan kewarganegaraan dimaksudkan untuk membentuk peserta


didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air. Secara
terminologis, pendidikan kewarganegaraan adalah program pendidikan yang berintikan

18
demokrasi politik, diperluas dengan sumber-sumber pengetahuan lainnya: pengaruh-pengaruh
positif dari pendidikan sekolah, masyarakat, dan orang tua. Kesemuanya itu diproses guna
melatih para siswa untuk berpikir kritis, analitis, bersikap dan bertindak demokratis dalam
mempersiapkan hidup demokratis berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Negara perlu menyelenggarakan pendidikan kewarganegaraan karena setiap generasi


adalah orang baru yang harus mendapat pengetahuan, sikap/nilai dan keterampilan agar
mampu mengembangkan warga negara yang memiliki watak atau karakter yang baik dan
cerdas (smart and good citizen) untuk hidup dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara sesuai dengan demokrasi konstitusional.

Secara historis, PKn di Indonesia awalnya diselenggarakan oleh organisasi pergerakan


yang bertujuan untuk membangun rasa kebangsaaan dan cita-cita Indonesia merdeka. Secara
sosiologis, PKn Indonesia dilakukan pada tataran sosial kultural oleh para pemimpin di
masyarakat yang mengajak untuk mencintai tanah air dan bangsa Indonesia. Secara politis,
PKn Indonesia lahir karena tuntutan konstitusi atau UUD 1945 dan sejumlah kebijakan
Pemerintah yang berkuasa sesuai dengan masanya.

Pendidikan Kewarganegaraan senantiasa menghadapi dinamika perubahan dalam


sistem ketatanegaraan dan pemerintahan serta tantangan kehidupan berbangsa dan bernegara.
PKn Indonesia untuk masa depan sangat ditentukan oleh pandangan bangsa Indonesia,
eksistensi konstitusi negara, dan tuntutan dinamika perkembangan bangsa.

Bab II Bagaimana Esensi Dan Urgensi Identitas Nasional Sebagai Salah Satu
Determinan Pembangunan Bangsa Dan Karakter?

Identitas nasional dibentuk oleh dua kata dasar, ialah “identitas” dan “nasional”.
identitas berasal dari bahasa Inggris identity yang secara harfiah berarti jati diri, ciri-ciri, atau
tanda-tanda yang melekat pada seseorang atau sesuatu sehingga mampu membedakannya
dengan yang lain. Istilah “nasional” menunjuk pada kelompok-kelompok persekutuan hidup
manusia yang lebih besar dari sekedar pengelompokan berdasar ras, agama, budaya, bahasa,
dan sebagainya.

Dalam konteks pendidikan kewarganegaraan, identitas nasional lebih dekat dengan arti
jati diri yakni ciri-ciri atau karakteristik, perasaan atau keyakinan tentang kebangsaan yang
membedakan bangsa Indonesia dengan bangsa lain.

19
Identitas nasional sebagai identitas bersama suatu bangsa dapat dibentuk oleh beberapa
faktor yang meliputi: primordial, sakral, tokoh, bhinneka tunggal ika, sejarah, perkembangan
ekonomi dan kelembagaan.

Identitas nasional Indonesia menunjuk pada identitas-identitas yang sifatnya nasional,


bersifat buatan karena dibentuk dan disepakati dan sekunder karena sebelumnya sudah
terdapat identitas kesukubangsaan dalam diri bangsa Indonesia.

Bendera Negara Indonesia, Bahasa Negara, dan Lambang Negara, serta Lagu
Kebangsaan merupakan identitas nasional bagi negarabangsa Indonesia yang telah diatur
lebih lanjut dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 24 Tahun 2009 Tentang Bendera,
Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan.

Secara historis, identitas nasional Indonesia ditandai ketika munculnya kesadaran


rakyat Indonesia sebagai bangsa yang sedang dijajah oleh bangsa asing pada tahun 1908 yang
dikenal dengan masa Kebangkitan Nasional (Bangsa)

Pembentukan identitas nasional melalui pengembangan kebudayaan Indonesia telah


dilakukan jauh sebelum kemerdekaan, yakni melalui kongres kebudayaan 1918 dan Kongres
bahasa Indonesia I tahun 1938 di Solo. Peristiwa-peristiwa yang terkait dengan kebudayaan
dan kebahasaan melalui kongres telah memberikan pengaruh positif terhadap pembangunan
jati diri dan atau identitas nasional.

Secara sosiologis, identitas nasional telah terbentuk dalam proses interaksi,


komunikasi, dan persinggungan budaya secara alamiah baik melalui perjalanan panjang
menuju Indonesia merdeka maupun melalui pembentukan intensif pasca kemerdekaan. 9

Secara politis, bentuk identitas nasional Indonesia menjadi penciri atau pembangun
jati diri bangsa Indonesia yang meliputi bendera negara Sang Merah Putih, bahasa Indonesia
sebagai bahasa nasional atau bahasa negara, lambang negara Garuda Pancasila, dan lagu
kebangsaan Indonesia Raya.

Warisan jenius yang tidak ternilai harganya dari para the founding fathers adalah
Pancasila. Pancasila sebagai identitas nasional tidak hanya bersifat fisik seperti simbol atau
lambang tetapi merupakan cerminan identitas bangsa dalam wujud psikis (nonfisik), yakni
yang mencerminkan watak dan perilaku manusia Indonesia sehingga dapat dibedakan dengan
bangsa lain.

20
Identitas nasional sangat penting bagi bangsa Indonesia karena (1) bangsa Indonesia
dapat dibedakan dan sekaligus dikenal oleh bangsa lain; (2) identitas nasional bagi sebuah
negara-bangsa sangat penting bagi kelangsungan hidup negara-bangsa tersebut karena dapat
mempersatukan negara-bangsa; dan (3) identitas nasional penting bagi kewibawaan negara
dan bangsa Indonesia sebagai ciri khas bangsa

Bab III Bagaimana Urgensi Integrasi Nasional Sebagai Salah Satu Parameter
Persatuan Dan Kesatuan Bangsa?

Integrasi nasional berasal dari kata integrasi dan nasional. Integrasi berarti memberi
tempat dalam suatu keseluruhan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, integrasi berarti
pembauran hingga menjadi kesatuan yang bulat dan utuh. Kata nasional berasal dari kata
nation (Inggris) yang berarti bangsa sebagai persekutuan hidup manusia.

Integrasi nasional merupakan proses mempersatukan bagian-bagian, unsur atau elemen


yang terpisah dari masyarakat menjadi kesatuan yang lebih bulat, sehingga menjadi satu
nation (bangsa). Jenis jenis integrasi mencakup 1) integrasi bangsa, 2) integrasi wilayah, 3)
integrasi nilai, 4) integrasi elit-massa, dan 5) integrasi tingkah laku (perilaku integratif). 4.
Dimensi integrasi mencakup integrasi vertikal dan horizontal, sedang aspek integrasi meliputi
aspek politik, ekonomi, dan sosial budaya.

Integrasi berkebalikan dengan disintegrasi. Jika integrasi menyiratkan adanya


keterpaduan, kesatuan dan kesepakatan atau konsensus, disintegrasi menyiratkan adanya
keterpecahan, pertentangan, dan konflik.

Model integrasi yang berlangsung di Indonesia adalah model integrasi imperium


Majapahit, model integrasi kolonial, dan model integrasi nasional Indonesia. 7

Pengembangan integrasi dapat dilakukan melalui lima strategi atau pendekatan yakni 1)
Adanya ancaman dari luar, 2) Gaya politik kepemimpinan, 3) Kekuatan lembaga–lembaga
politik, 4) Ideologi Nasional, dan 5) Kesempatan pembangunan ekonomi.

21
Integrasi bangsa diperlukan guna membangkitkan kesadaran akan identitas bersama,
menguatkan identitas nasional, dan membangun persatuan bangsa. G. Praktik
Kewarganegaraan

Bab IV Bagaimana Nilai Dan Norma Konstitusional UUD Nri 1945 Dan
Konstitusionalitas Ketentuan Perundang-Undangan Di Bawah UUD?

Dalam arti sempit konstitusi merupakan suatu dokumen atau seperangkat dokumen
yang berisi aturan-aturan dasar untuk menyelenggarakan negara, sedangkan dalam arti luas
konstitusi 113 merupakan peraturan, baik tertulis maupun tidak tertulis, yang menentukan
bagaimana lembaga negara dibentuk dan dijalankan.

Konstitusi diperlukan untuk membatasi kekuasaan pemerintah atau penguasa negara,


membagi kekuasaan negara, dan memberi jaminan HAM bagi warga negara. Konstitusi
mempunyai materi muatan tentang organisasi negara, HAM, prosedur mengubah UUD,
kadang-kadang berisi larangan untuk mengubah sifat tertentu dari UUD, cita-cita rakyat dan
asas-asas ideologi negara. Pada awal era reformasi, adanya tuntutan perubahan UUD NRI
1945 didasarkan pada pandangan bahwa UUD NRI 1945 belum cukup memuat landasan bagi
kehidupan yang demokratis, pemberdayaan rakyat, dan penghormatan terhadap HAM. Di
samping itu, dalam tubuh UUD NRI 1945 terdapat pasal-pasal yang menimbulkan penafsiran
beragam (multitafsir) dan membuka peluang bagi penyelenggaraan negara yang otoriter,
sentralistik, tertutup, dan praktik KKN.

Dalam perkembangannya, tuntutan perubahan UUD NRI 1945 menjadi kebutuhan


bersama bangsa Indonesia. Oleh karena itu, MPR melakukan perubahan secara bertahap dan
sistematis dalam empat kali perubahan. Keempat kali perubahan tersebut harus dipahami
sebagai satu rangkaian dan satu kesatuan. Dasar pemikiran perubahan UUD NRI 1945 adalah
kekuasaan tertinggi di tangan MPR, kekuasaan yang sangat besar pada presiden, pasalpasal
yang terlalu “luwes” sehingga dapat menimbulkan multitafsir, kewenangan pada presiden
untuk mengatur hal-hal penting dengan undang-undang, dan rumusan UUD NRI 1945
tentang semangat penyelenggara negara belum cukup didukung ketentuan konstitusi yang
sesuai dengan tuntutan reformasi.

Awal proses perubahan UUD NRI 1945 adalah pencabutan Ketetapan MPR RI Nomor
IV/MPR/1983 tentang Referendum, pembatasan masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden
RI, dan Ketetapan MPR mengenai Hak Asasi Manusia mengawali perubahan UUD NRI 1945

22
Dari proses perubahan UUD NRI 1945, dapat diketahui hal-hal sebagai berikut: (a)
Perubahan UUD NRI 1945 dilakukan oleh MPR dalam satu kesatuan perubahan yang
dilaksanakan dalam empat tahapan, yakni pada Sidang Umum MPR 1999, Sidang Tahunan
MPR 2000, 2001, dan 2002; (b) Hal itu terjadi karena materi perubahan UUD NRI 1945 yang
telah disusun secara sistematis dan lengkap pada masa sidang MPR tahun 1999-2000 tidak
seluruhnya dapat dibahas dan diambil putusan. (c) Hal itu berarti bahwa perubahan UUD NRI
1945 dilaksanakan secara sistematis berkelanjutan karena senantiasa mengacu dan
berpedoman pada materi rancangan yang telah disepakati sebelumnya

UUD NRI 1945 menempati urutan tertinggi dalam jenjang norma hukum di Indonesia.
Berdasar ketentuan ini, secara normatif, undang-undang isinya tidak boleh bertentangan
dengan UUD. Jika suatu undangundang isinya dianggap bertentangan dengan UUD maka
dapat melahirkan masalah konstitusionalitas undang-undang tersebut. Warga negara dapat
mengajukan pengujian konstitusionalitas suatu undangundang kepada Mahkamah Konstitusi

Bab V Bagaimana Harmoni Kewajiban Dan Hak Negara Dan Warga Negara Dalam
Demokrasi Yang Bersumbu Pada Kedaulatan Rakyat Dan Musyawarah Untuk
Mufakat?

Hak adalah kuasa untuk menerima atau melakukan suatu yang semestinya diterima
atau dilakukan melulu oleh pihak tertentu dan tidak dapat oleh pihak lain mana pun juga yang
pada prinsipnya dapat dituntut secara paksa olehnya. Wajib adalah beban untuk memberikan
sesuatu yang semestinya dibiarkan atau diberikan melulu oleh pihak tertentu tidak dapat oleh
pihak lain mana pun yang pada prinsipnya dapat dituntut secara paksa oleh yang
berkepentingan.

Hak dan kewajiban warga negara merupakan wujud dari hubungan warga negara
dengan negara. Hak dan kewajiban bersifat timbal balik, bahwa warga negara memiliki hak
dan kewajiban terhadap negara, sebaliknya pula negara memiliki hak dan kewajiban terhadap
warga negara.

Hak dan kewajiban warga negara dan negara Indonesia diatur dalam UUD NRI 1945
mulai pasal 27 sampai 34, termasuk di dalamnya ada hak asasi manusia dan kewajiban dasar
manusia. Pengaturan akan hak dan kewajiban tersebut bersifat garis besar yang
penjabarannya dituangkan dalam suatu undang-undang.

23
Sekalipun aspek kewajiban asasi manusia jumlahnya lebih sedikit jika dibandingkan
dengan aspek hak asasi manusia sebagaimana tertuang dalam UUD NRI 1945, namun secara
filosofis tetap mengindikasikan adanya pandangan bangsa Indonesia bahwa hak asasi tidak
dapat berjalan tanpa dibarengi kewajiban asasi. Dalam konteks ini Indonesia menganut
paham harmoni antara kewajiban dan hak ataupun sebaliknya harmoni antara hak dan
kewajiban.

Hak dan kewajiban warga negara dan negara mengalami dinamika terbukti dari
adanya perubahan-perubahan dalam rumusan pasal-pasal UUD NRI 1945 melalui proses
amandemen dan juga perubahan undangundang yang menyertainya. Jaminan akan hak dan
kewajiban warga negara dan negara dengan segala dinamikanya diupayakan berdampak pada
terpenuhinya 144 keseimbangan yang harmonis antara hak dan kewajiban negara dan warga
negara

Bab Vi Bagaimana Hakikat, Instrumentasi, Dan Praksis Demokrasi Indonesia


Berlandaskan Pancasila Dan UUD NERI 1945?

Secara etimologis, demokrasi berasal dari bahasa Yunani yaitu demos yang berarti
rakyat dan cratos atau cratein yang berarti pemerintahan atau kekuasaan. Jadi, demos-cratein
atau demos-cratos berarti pemerintahan rakyat atau kekuasaan rakyat Secara terminologi,
banyak pandangan tentang demokrasi. Tidak ada pandangan tunggal tentang apa itu
demokrasi. Demokrasi dapat dipandang sebagai salah satu bentuk pemerintahan, sebagai
sistem politik, dan sebagai pola kehidupan bernegara dengan prinsip-prinsip yang
menyertainya

Berdasar ideologinya, demokrasi Indonesia adalah demokrasi yang berdasar


Pancasila. Demokrasi Pancasila dalam arti luas adalah kedaulatan atau kekuasaan tertinggi
ada pada rakyat yang dalam penyelenggaraannya dijiwai oleh nilai-nilai Pancasila.
Demokrasi Pancasila dalam arti sempit adalah kedaulatan rakyat yang dilaksanakan menurut
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.

Demokrasi Indonesia adalah demokrasi konstitusional, selain karena dirumuskan nilai


dan normanya dalam UUD 1945, konstitusi Indonesia juga bersifat membatasi kekuasaan
pemerintahan dan menjamin hakhak dasar warga negara . Praktik demokrasi Pancasila
berjalan sesuai dengan dinamika perkembangan kehidupan kenegaraan Indonesia. Prinsip-
prinsip demokrasi Pancasila secara ideal telah terrumuskan, sedang dalam tataran empirik

24
mengalami pasang surut. Sebagai pilihan akan pola kehidupan bernegara, sistem demokrasi
dianggap penting dan bisa diterima banyak negara sebagai jalan mencapai tujuan hidup
bernegara yakni kesejahteraaan dan keadilan

Bab Viii Bagaimana Dinamika Historis Konstitusional, Sosial-Politik, Kultural, Serta


Konteks Kontemporer Penegakan Hukum Yang Berkeadilan?

Negara merupakan organisasi kelompok masyarakat tertinggi karena mempunyai


wewenang untuk mengatur dan mengendalikan masyarakat bahkan memaksa secara sah
untuk kepentingan umum yang lebih tinggi demi tegaknya hukum. Negara pun dipandang
sebagai subyek hukum yang mempunyai kedaulatan (sovereignity) yang tidak dapat
dilampaui oleh negara mana pun.

Ada empat fungsi negara yang dianut oleh negara-negara di dunia ialah:
melaksanakan penertiban dan keamanan; mengusahakan kesejahteraan dan kemakmuran
rakyatnya; pertahanan; dan menegakkan keadilan.

Untuk menyelesaikan perkara-perkara yang terjadi di masyarakat secara adil, maka


para aparatur hukum harus menegakkan hukum dengan sebaik-baiknya. Penegakan hukum
bertujuan untuk meningkatkan ketertiban dan kepastian hukum dalam masyarakat sehingga
masyarakat merasa memperoleh pengayoman dan hakhaknya terlindungi. Dalam
menegakkan hukum terdapat tiga unsur yang harus selalu diperhatikan yaitu: kepastian
hukum, kemanfaatan, dan keadilan.

Dalam rangka mewujudkan sistem hukum nasional yang berlandaskan Pancasila dan
UUD NRI 1945, pembangunan bidang hukum mencakup sektor materi hukum, sektor sarana
dan prasarana hukum, serta sektor aparatur penegak hukum. Aparatur hukum yang
mempunyai tugas untuk menegakkan dan melaksanakan hukum antara lain lembaga
kepolisian, kejaksaan, dan kehakiman. Fungsi utama Lembaga kepolisian adalah sebagai
lembaga penyidik; sedangkan kejaksaan berfungsi utama sebagai lembaga penuntut; serta
lembaga kehakiman sebagai lembaga pengadilan/pemutus perkara.

. Pasal 10 ayat 1 Undang-Undang No. 14 tahun 1970 yang telah diperbaharui menjadi
UU No. 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menyatakan bahwa “Kekuasaan
kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna
menegakkan hukum dan keadilan”. Kekuasaan kehakiman dilaksanakan oleh badan

25
pengadilan dalam empat lingkungan yaitu: 1) Peradilan Umum, 2) peradilan Agama, 3)
peradilan Militer; dan 4) peradilan Tata Usaha Negara.

Peradilan umum merupakan peradilan bagi rakyat pada umumnya; sedangkan


peradilan militer, peradilan Agama, dan peradilan Tata Usaha Negara merupakan peradilan
khusus karena mengadili perkaraperkara tertentu dan mengadili golongan rakyat tertentu.
Keempat lingkungan peradilan tersebut masing-masing mempunyai lingkungan wewenang
mengadili perkara tertentu serta meliputi badan peradilan secara bertingkat, yaitu pengadilan
tingkat pertama, tingkat banding, dan tingkat kasasi.

Penegakan hukum di Indonesia masih menghadapi masalah dan tantangan untuk


memenuhi rasa keadilan masyarakat. Penegakan hukum sangat penting diupayakan secara
terus menerus untuk meningkatkan ketertiban dan kepastian hukum dalam masyarakat
sehingga masyarakat merasa memperoleh perlindungan akan hak-hak dan kewajibannya.

Bab VIII Bagaimana Dinamika Historis, Dan Urgensi Wawasan Nusantara Sebagai
Konsepsi Dan Pandangan Kolektif Kebangsaan Indonesia Dalam Konteks Pergaulan
Dunia?

Wawasan nusantara bermula dari wawasan kewilayahan dengan dicetuskannya


Deklarasi Djuanda tanggal 13 Desember 1957. Inti dari deklarasi itu adalah segala perairan di
sekitar, di antara dan yang menghubungkan pulau-pulau yang termasuk Negara Indonesia
dengan tidak memandang luas atau lebarnya adalah bagian-bagian yang wajar daripada
wilayah daratan Negara Indonesia. Dengan demikian, bagian dari perairan pedalaman atau
nasional yang berada di bawah kedaulatan mutlak milik Negara Indonesia.

Keluarnya Deklarasi Djuanda 1957 membuat wilayah Indonesia sebagai satu


kesatuan wilayah. Laut bukan lagi pemisah pulau, tetapi laut sebagai penghubung pulau-
pulau Indonesia. Melalui perjuangan di forum internasional, Indonesia akhirnya diterima
sebagai negara kepulauan (Archipelago state) berdasarkan hasil keputusan Konvensi
Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (UNCLOS) tahun 1982.

Pertambahan luas wilayah Indonesia sebagai satu kesatuan memberikan potensi


keunggulan (positif) yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan. Namun
demikian juga mengundang potensi negatif yang bisa mengancam keutuhan bangsa dan
wilayah. Wawasan nusantara sebagai konsepsi kewilayahan selanjutnya dikembangkan

26
sebagai konsepsi politik kenegaraan sebagai cara pandang bangsa Indonesia terhadap diri dan
lingkungan tempat tinggalnya sebagai satu kesatuan wilayah dan persatuan bangsa.

Esensi dari wawasan nusantara adalah kesatuan atau keutuhan wilayah dan persatuan
bangsa, mencakup di dalamnya pandangan akan satu kesatuan politik, ekonomi, sosial
budaya, dan pertahanan keamanan. Wawasan nusantara merupakan perwujudan dari sila III
Pancasila yakni Persatuan Indonesia Rumusan wawasan nusantara termuat pada naskah
GBHN 1973 sampai 1998 dan dalam Pasal 25 A UUD NRI 1945. Menurut pasal 25 A UUD
NRI 1945, Indonesia dijelaskan dari apek kewilayahannya, merupakan sebuah negara
kepulauan (Archipelago State) yang berciri nusantara.

Berdasar Pasal 25 A UUD NRI 1945 ini pula, bangsa Indonesia menunjukkan
komitmennya untuk mengakui pentingnya wilayah sebagai salah satu unsur negara sekaligus
ruang hidup (lebensraum) bagi bangsa Indonesia yang telah menegara. Ketentuan ini juga
mengukuhkan kedaulatan wilayah NKRI di tengah potensi perubahan batas geografis sebuah
negara akibat gerakan separatisme, sengketa perbatasan antar negara, dan pendudukan oleh
negara asing.

27
BAB III
PEMBAHASAN

Kelebihan Dan Kekurangan Buku


A. Buku Utama

Kelebihan

 Tata bahasa dalam penulisan buku ini cukup mudah di pahami sehingga memudahkan
pembaca untuk mengerti tentang pendididkan kewargaraan yang diperlukan oleh
seorang guru.
 Buku menjelaskan secara terperinci mengenai pendidikan kewarga negaraan .
 Banyak defenisi menurut para ahli tentang materi pendidikan kewarganegaraan yang
sangat mendukung kebenaran atau keakuratan sumber buku.
 Diakhir setiap BAB di sertai dengan rangkuman materi yang memudahkan si
pembaca dalam menyimpulkan isi materi.
 Memiliki ISBN

Kelemahan

 Adanya pengulangan informasi atau kalimat yang terkadang membingungkan si


pembaca
 Tata bahasa yang digunakan masih belum sempurna karena masih terdapat
penggunaan bahasa yang tidak sesuai dengan EYD

B. Buku Pembanding

Kelebihan

 Dalam buku ini memaparkan materi yang lebih lengkap karena menerapkan berbagai
poin poin dari setiap juduk besar dan sangat membantu mahasiswa ataupun perguruan
tingggi dalam memepelajari Pendidikan Kewarganegaraan
 Dalam penulisannya buku tersebut menggunakan sistematika penulisan yang bagus
dengan materi yang adadidalam buku dijelaskan secara runtut danjelas.
 Buku ini telah memiliki ISBN sehingga untuk mudah dicari
 Di akhir bab selalu di sertakan dengan rangkuman.

28
 Di dalam buku juga diberikan beberapa tugas yang harus di kerjakan, sehingga dapat
mengukur pemaham si pembaca buku tersebut.

Kekurangan

 Isi pemaparan dalam buku sangat pancang , sehingga akan menimbulkan rasa bosan
kepada pembaca;
 Tidak menampilkan biografi penulis buku tersebut;
 Pada pembahasan masih terdapat kata-kata yang sukar sehingga pembaca akan
kesulitan untuk mengartikan isi buku.

29
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan

Pendidikan pancasila berasal dari kata “pendidikan” dan kata “pancasila”. Pendidikan
berarti usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya, sedangkan
pancasila adalah segala hal ihwal yang berhubungan dengan asas asas negara

B. Saran

Meskipun penulis menginginkan kesempurnaan dalam penyusunan Critical Book ini


akan tetapi pada kenyataanya masih banyak kekurangan yang perlu penulis perbaiki.Hal ini
di karenakan masih minimnya pengetahuan penulis.Oleh karena itu kritik dan saran yang
membangun dari para pembaca sangat penulis harapkan sebagai bahan evaluasi
kedepannya.Dan penulis menyarankan Akan lebih bagus lagi jika isinya diperlengkap lagi
dan juga penampilannya dipercantik agar menarik minat pembaca untuk membacanya.

30
DAFTAR PUSTAKA

Sulaiman, Asep(2015) Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Bandung : Cv Arfino


Raya

Nurwardani, Paristiyanti, dkk (2016) Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan


Tinggi, Jakarta : KEMENRISTEKTIKTI

31

Anda mungkin juga menyukai