Anda di halaman 1dari 12

Topic 9

2.3.1 HODGKIN’S LYMPHOMA

limfoma Hodgkin (LH) merupakan penyakit keganasan yang mengenai sel-B limfosit dan
khas ditandai oleh adanya sel Reed Sternberg dengan latar belakang sel radang pleomorf
(limfosit, eosinofil, neutrophil, sel plasma dan histiosit). 4,5 Sel Reed Sternberg adalah sebuah sel
yang sangat besar dengan ukuran diameter sekitar 15 sampai dengan 45 mikrometer, berinti
besar multilobuler dengan banyak anak inti yang menonjol dan sitoplasma yang sedikit
eusinofilik. Karakteristik utama dari sel Reed Sternberg adalah adanya dua buah inti yang saling
bersisian yang di dalamnya masing-masing berisi sebuah anak inti asidofilik yang besar dan
mirip dengan inklusi yang dikelilingi oleh daerah sel yang jernih. Gambaran morfologi tersebut
membuat sel Reed Sternberg tampak seperti mata burung hantu (owl-eye).5

40% limfoma pada orang dewasa dilaporkan sebagai LH.6 Insiden LH tergolong stabil
dengan sekitar 8.490 kasus baru pernah dilaporkan di Amerika Serikat pada tahun 2010.7 LH
lebih sering terjadi pada pria dibandingkan dengan wanita (1,2:1)4 dan lebih sering terjadi pada
orang berkulit putih dibandingkan dengan orang berkulit hitam.7 Distribusi usia pada LH
tergolong bimodal dengan usia puncak pertama yaitu sekitar 15 sampai dengan 34 tahun dan usia
puncak kedua yaitu sekitar lebih dari atau sama dengan 50 tahun.6

Etiologi dan Patogenesis

Penyebab pasti dari limfoma Hodgkin (LH) hingga saat ini masih belum jelas diketahui
namun beberapa faktor, seperti paparan infeksi virus, faktor keluarga dan keadaan imunosupresi
diduga memiliki keterkaitan dengan terjadinya LH.8 Pada 70% atau sepertiga dari kasus LH yang
pernah dilaporkan di seluruh dunia menunjukkan adanya keterlibatan infeksi virus Epstein Barr
(EBV) pada sel Reed-Sternberg.5 Ekspresi gen dari EBV diduga memicu terjadinya transformasi
dan pemrograman ulang dari sel-B limfosit menuju salah satu fenotif LH. Pada saat terjadinya
infeksi primer, EBV akan masuk dalam fase laten di dalam memori sel-B limfosit sehingga EBV
mampu bertahan sepanjang masa hidup sel-B limfosit. EBV kemudian mengkode produk gen
EBNA-1 dan LMP-1 yang diduga berperan dalam proses transformasi memori sel-B lim-fosit.
Produk-produk gen ini bekerja pada jalur sinyal intraseluler di mana EBNA-1 bekerja secara
langsung dengan memberikan umpan negatif pada ek-spresi gen penekan tumor dan
meningkatkan perkembangan tumor melalui umpan positif pada CCL22 yang kemudian
memromosikan aktivasi sel-B limfosit. Pada saat yang bersamaan, produk gen LMP-1 meniru
sinyal yang dihasilkan oleh CD40 yang bekerja untuk mengaktifkan jalur sinyal NF-kB, p38,
PI3K, AP1 dan JAK-STAT dalam memromosikan kelangsungan hidup sel-B limfosit. Infeksi
EBV juga diduga menjadi penyebab dari terjadinya mutasi genetik pada gen Ig yang mengkode
reseptor sel-B limfosit di mana EBV kemudian mengkode gen LMP-2 yang mampu memrogram
ulang sel-B limfosit matur menuju salah satu fenotif LH dan mencegah terjadinya proses
apoptosis melalui aktivasi sinyal penyelamatan pada pusat germinal sel-B limfosit. 9 Akibat dari
adanya serangkaian proses tersebut di atas menyebabkan terjadinya ekspansi klonal yang tidak
terkontrol dari sel-B limfosit yang kemudian akan mensekresikan berbagai sitokin, seperti IL-5
yang akan menarik dan mengakti-vasi eosinofil dan IL-13 yang dapat menstimulasi sel Reed-
Sternberg lebih lanjut untuk mengekspresikan CD30 (Ki-1) dan CD15 (Leu-M1). CD30
merupakan penanda aktivasi limfosit yang diekspresikan oleh sel-sel jaringan limfoid yang
reaktif dan ganas, sedangkan CD15 merupakan penanda dari granulosit, monosit dan sel-T
limfosit yang teraktivasi yang dalam keadaan normal tidak diekspresikan oleh sel-B limfosit.5,9
Orang dengan riwayat keluarga pernah menderita LH, terutama saudara kembar dan orang
dengan gangguan sistem imun, seperti penderita HIV/AIDS juga memiliki resiko yang tinggi
untuk menderita LH.8

Klasifikasi

Klasifikasi limfoma Hodgkin (LH) yang umum digunakan hingga saat ini yaitu klasifikasi
histologik menurut REAL (Revised American European Lymphoma) dan WHO (World Health
Organization) yang menglasifikasikan LH ke dalam 5 tipe, yaitu (1) nodular sclerosing, (2)
mixed cellularty, (3) lymphocyte depleted, (4) lymphocyte rich dan (5) nodular lymphocyte
predominant. LH tipe nodular sclerosing, mixed cellularity, lymphocyte depleted dan
lymphocyte rich seringkali dikelompokkan sebagai LH klasik.10

1. LH tipe nodular sclerosing

LH tipe nodular sclerosing adalah tipe LH yang paling sering dijumpai, baik pada penderita pria
ataupun wanita, terutama pada para remaja dan dewasa muda. LH tipe ini memiliki
kecenderungan predileksi pada kelenjar getah bening yang terletak di supraklavikula, servikal
dan mediastinum. Karakteristik histologik dari LH tipe nodular sclerosing adalah (1) adanya
variasi dari sel Reed Stenberg yaitu sel lakuna yang merupakan sebuah sel besar yang memiliki
sebuah inti multilobus, anak inti yang kecil dan multipel serta sitoplasma yang melimpah dan
pucat dan (2) adanya fibrosis dan sklerosis yang luas dengan pita kolagen yang membagi
jaringan limfoid ke dalam nodul-nodul berbatas dengan infiltrat seluler yang mengandung
limfosit, eosinofil, histiosit dan sel lacuna.5,8

2. LH tipe mixed cellularity


LH tipe mixed cellularity adalah tipe LH yang paling sering terjadi pada anak-anak dan
penderita yang berusia lebih dari atau sama dengan 50 tahun serta mencangkup 25% dari
keseluruhan kasus LH yang dilaporkan. Pria lebih dominan untuk menjadi penderita
dibandingkan dengan wanita dan LH tipe ini memiliki kecenderungan predileksi pada
kelenjar getah bening yang terletak di abdomen dan limpa. Karakteristik histologik dari
LH tipe mixed cellularity adalah sel Reed Sternberg yang berlimpah di dalam infiltrat
inflamasi heterogen yang mengandung limfosit berukuran kecil, eosinofil, sel plasma dan
makrofag. LH tipe ini juga yang paling sering menunjukkan manifestasi sistemik
dibandingkan dengan tipe-tipe lainnya.5,8,10
3. LH tipe lymphocyte depleted
LH tipe lymphocyte depleted merupakan tipe LH yang paling jarang dijumpai dan hanya
mencangkup kurang dari 1% dari keseluruhan kasus LH namun merupakan tipe LH yang
paling agresif dibandingkan dengan tipe LH lainnya. LH tipe ini paling sering terjadi
pada penderita dengan usia yang sudah lanjut dan seringkali dihubungkan dengan infeksi
virus HIV/AIDS. Infiltrat pada LH tipe ini lebih sering tampak difus dan hiposeluler
sedangkan sel Reed Sternberg hadir dalam jumlah yang besar dan bentuk yang bervariasi.
LH tipe lymphocyte depleted dapat dibagi menjadi subtipe retikuler dengan sel Reed
Sternberg yang dominan dan sedikit limfosit serta subtipe fibrosis difus di mana kelenjar
getah bening digantikan oleh jaringan ikat yang tidak teratur dan dijumpai sedikit sel
limfosit dan sel Reed Sternberg.4,10
4. LH tipe lymphocyte rich
LH tipe lymphocyte rich mencangkup kurang dari 5% dari keseluruhan kasus LH.
Karakteristik histologic dari LH tipe ini adalah adanya sel Reed Sternberg dengan latar
belakang infiltrat sel limfosit serta sedikit eosinofil dan sel plasma yang dapat berpola
difus atau noduler.4,10
5. LH tipe nodular lymphocyte predominant
LH tipe nodular lymphocyte predominant mencangkup sekitar 5% dari keseluruhan
kasus LH. Karakteristik histologik dari LH tipe ini yaitu adanya variasi sel Reed
Sternberg limfohistiositik (L & H) yang memiliki inti besar multilobus yang halus dan
menyerupai gambaran berondong jagung (pop-corn). Sel Reed Sternberg L & H biasanya
ditemukan di dalam nodul besar yang sebagian besar dipenuhi oleh sel-B limfosit kecil
yang bercampur dengan makrofag sedangkan sel-sel reaktif lainnya seperti eosinofil,
neutrophil dan sel plasma jarang ditemukan. Varian sel ini juga biasanya tidak
menghasilkan CD30 dan CD15 seperti sel Reed Sternberg pada umumnya melainkan
menghasilkan CD20.5

4. Bakta IM. Hematologi Klinik Ringkas. Edisi 1. Jakarta. EGC. 2006. 192-202- p.
5. Kumar V, Abbas AK, Aster JC. Robbins Basic Pathology. Edisi 9. Philadelphia. W. B.
Saunders Company. 2013. 440-442p.
6. Goljan EF. Rapid Review Pathology. Edisi 4. Philadelphia. W. B. Saunders Company.
2014. 341-343p.
8. Ansell SM. Hodgkin Lymphoma: Diagnosis and Treatment. Mayo Clin Proc.
2015;90(11):1574-1583p.
9. McDade L. Classical Hodgkin’s Lymphoma: Pathogenesis and Future Treatment
Directions. Res Medica. 2015;23(1):47-57p.
10. Hodgkin Lymphoma: Practice Essentials, Background, Pathophysiology [Internet].
Emedicine.medscape.com. 2016 [Tanggal akses: 9 Maret 2017]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/201886-overview#showall.

2.3.2 NON-HODGKIN’S LYMPHOMA


Batasan limfoma primer ektranodal masih menjadi perdebatan para ahli, khususnya pada
saat penyakit nodal dan ekstra nodal ditemukan secara bersamaan. Kriteria pertama kali
disampaikan oleh Dawson tahun 1961 dengan batasan limfoma primer gaster yang
muncul dengan manifestasi utama pada abdomen, dengan atau tanpa keterlibatan nodus
limfoid regional. Kriteria tersebut kemudian berkembang dengan keterlibatan organ lain
yang berdekatan (hepar, lien) dan untuk penyakit nodal jauh yang muncul dengan lesi
ekstranodal; dimana ditemukan pembesaran primer pada saat penetapan stadium.11

Limfoma Non Hodkin (LNH) esktranodal adalah keganasan limfatik yang terjadi diluar
rantai limfonodus, dapat berupa ekstranodal limfatik dan ekstranodal ekstralimfatik. 12
Area ekstranodal merupakan tempat berkembangnya limfoma yang secara normal kaya
akan jaringan limfoid seperti cincin waldeyer, dimana tonsil palatina sebagai tempat
tersering (penyakit ekstranodal limfatik). Yang termasuk ekstranodal ekstra limfatik
antara lain orbita, cavum nasi, sinus paranasalis, dan kelenjar tiroid.4,5,11,12

Klasifikasi
Young dan Bailey mengelompokkan LNH kepala dan leher dalam 4 bentuk, antara lain:
13

1. Limfoma nodal
- unilateral
- bilateral
2. Limfoma ekstranodal termasuk diantaranya lingkaran waldeyer diluar lingkaran
waldeyer (ekstralimfatik)
3. Kombinasi limfoma nodal atau ekstranodal
4. Multifokal, keterlibatan ekstranodal

Etiologi dan Patogenesis

Hingga saat ini, proses terjadinya neoplasma seperti halnya pada limfoma belum
diketahui pasti; hanya merupakan suatu hipotesis dan adanya faktor penyokong atau
resiko terjadinya kanker.2,3,4,18

2. Chandrasoma P, Taylor CR. Sistim Limfoid: Limfoma maligna. Alih bahasa. Dalam:
Chandrasoma P, Taylor CR. Patologi Anatomi. Edisi ke-2. Jakarta: EGC,1995:406-21.
3. Emmanouilides C, Casciato DA. Hodgkin and Non Hodgkin Lymphoma. In: Casciato
DA,ed. Manual of Clinical Oncology. 5thed. Philadelphia: Lippincot William &
Wilkins,2004:417-50.
4. Advani B, Jacobs CD. Lymphomas of the head and neck. In: Bailey BJ, Johnson
JT,eds. Head and Neck Surgery Otolaryngology.4thed. Philadelphia: Lippincot William
& Wilkins, 2006:1622-7. 5. Chan ACL, ChanJKC, Cheung MMC, Kapadia SB.
Haematolymphoid tumours. In: Barnes L, Eveson JW, Reichart P, Sidransky D, eds.
WHO Pathology & Genetics of Head and Neck Tumours. Lyon: International Agency for
Research on Cancer Press,2005:58,104,155,199,277,357.
11. Zucca E. Extranodal lymphoma. Annonc 2008; 19:77-80. Adapted
from:http://www.annonc.oxfordjournals .org/cgi/reprint/19/suppl_4/iv77. Acces Sept 28,
2008 12. Pameijer FA, Haas RL. Neck lymphoma. In: Hermans R,ed. Head and Neck
Cancer Imaging. Berlin:Springer,2006:311-27.
13. Young G, Bailey BJ. Lymphomas of the Head and Neck. 1995. Adapted from:
http://www.utmb.edu/otoref/Grnds/lym phoma.htm. Acces Sept 28, 2008.

2.3.3

2.3.4 MYCOSIS FUNGOIDES


Mikosis fungoides adalah salah satu limfoma kulit primer yang paling umum
ditemukan.7,8 MF tipe hipopigmentasi adalah varian MF yang atipikal, unik, dan jarang,
ditandai oleh bercak hipopigmentasi yang seringkali disertai bercak hingga plak
eritematosa pada ras Asia dan individu berkulit gelap. 5,7 MF tipe hipopigmentasi lebih
sering ditemukan pada anak dan remaja dibandingkan dengan dewasa. 2-4,7 Secara khusus
lesi hipopigmentasi terjadi pada 45-64% MF pada anak.6
Ekspresi kulit pada MF terdiri atas 4 pola dasar: stadium bercak dengan gambaran
eksematosa, stadium plak, stadium tumor, dan stadium eritroderma. Progresivitas
menjadi lesi tumor biasanya terjadi dalam beberapa tahun setelah awitan penyakit. MF
sering disebut sebagai the great imitator. Diagnosis MF seringkali sulit ditegakkan karena
manifestasi klinisnya yang sangat bervariasi, dengan warna bercak dari mulai merah,
ungu, coklat, hingga hipopigmentasi.7,8 Secara klinis MF tipe hipopigmentasi menyerupai
penyakit kulit lainnya, misalnya vitiligo, pitiriasis versikolor, pitiriasis alba, atau
hipopigmentasi pasca inflamasi.7 MF tipe hipopigmentasi seringkali muncul sebagai
makula kecil hingga bercak besar pada batang tubuh atau ekstremitas yang tersebar luas.2
Mekanisme hipopigmentasi pada varian MF masih belum jelas. Salah satu
hipotesis yang berkembang adalah adanya sel limfosit atipikal yang menginfiltrasi
epidermis dan menyebabkan degenerasi melanosit serta melanogenesis abnormal sebagai
akibat dari kerusakan sel. Teori lain mengemukakan kemungkinan hilangnya pigmen
akibat defek pada transfer melanosom dari melanosit ke keratinosit.5
Gambaran histopatologik merupakan salah satu pemeriksaan terpenting untuk
menunjang diagnosis MF, namun biasanya lebih jelas pada stadium plak atau tumor.
Gambaran histopatologik pada MF stadium awal, yang sering kali ditemukan pada anak,
sangat mirip dengan penyakit inflamasi kulit lainnya. Gambaran histopatologik dapat
menunjukkan gambaran yang biasa ditemukan pada penyakit peradangan kulit dengan
infiltrasi sel radang superfisial perivaskular merupakan gambaran tersering, yang tidak
spesifik untuk penyakit tersebut. Mikroabses Pautrier, epidermotropisme limfosit disertai
dengan spongiosis yang sangat ringan atau bahkan tidak ada, limfosit yang tersusun
linear pada lapisan basal, serta limfosit dengan ukuran yang lebih besar dan dengan inti
sel melekuk merupakan temuan spesifik pada MF.1

1. Kim ST, Sim HJ, Jeon YS, Lee JW, Roh HJ. Clinicopathological features and T-cell
receptor gene rearrangement findings of mycosis fungoides in patients younger than age
20 years. J Dermatol. 2009;36:392–402
2. Yazganoglu KD, Topkarci Z, Buyukbabani N, Baykal C. Childhood mycosis fungoides:
A report of 20 cases from Turkey. JEADV. 2013;27:295-300
3. Laws PM, Shear NH, Pope E. Childhood mycosis fungoides: experience of 28 patients
and responsse to phototherapy. Pediatr Dermatol. 2014;31(4):459-64.
4. Alsuwaidan SM. Childhood mycosis fungoides: New observations from the Middle East.
J Saudi Society Dermatol Surg. 2012;16:5-8.
5. Nazareth F, Quaresma MV, Bernades F, Castro CGC, Nahn EP, Nery JA, Rochael MC,
dkk. Hypopigmented mycosis fungoides in a 7-year-old boy. J Cosm Dermatol Sci App.
2012;2:64-7
6. Poppe H, Kerstan A, Bockers M, Goebeler M, Geissinger E, Rosenwald A, dkk.
Childhood mycosis fungoides with a CD8+ CD56+ cytotoxic immunophenotype. J Cutan
Pathol. 2015;42:258-64.
7. Gameiro A, Gouveia M, Tellechea O, Moreno A. Childhood hypopigmented mycosis
fungoides: A commonly delayed diagnosis. BMJ Case Rep. 2014:1-4.
8. Boulos S, Vaid R, Aladily TN, Ivan DS, Talpur S, Duvic M. Clinical presentation,
immunopathology, and treatment of juvenileonset mycosis fungoides: A case series of 34
patients. J Am Acad Dermatol. 2014;71(6):1117-26.

2.3.5 BURKITT LYMPHOMA

Burkitt lymphoma (BL) merupakan keganasan limfosit B yang dapat disembuhkan dan
pertama kali dikenal berhubungan dengan HI.5,6 BL juga adalah salah satu tumor limfoid yang
ditandai dengan translokasi kromosom, terutama translokasi pada MYC yang merupakan
karakteristik BL.7,8 BL berperan penting dalam mekanisme karsinogenesis dan
limfomagenesis9 . Beberapa studi menemukan bahwa BL kemungkinan besar berasal dari
limfosit B pada germinal senter (GC).10,11

Berdasarkan perbedaan pada gambaran klinis, morfologi dan sifat biologi, BL


mempunyai 3 varian.12 Di Papua New Guinea dan area yang disebut The Lymphoma Belt di
Afrika, varian endemik (eBL) paling banyak ditemukan terutama pada anak-anak. 1,3,13 Tipe
sporadik (sBL) tersebar di seluruh dunia dan paling banyak dijumpai pada anak-anak dan
dewasa.5,14 Immunodeficiency-associated BL merupakan suatu sub-tipe yang berhubungan
dengan infeksi human immunodeficiency virus (HIV), juga keadaan imunosupresi lainnya
seperti inherited immunodeficiency dan post transplant recipients. 15 Namun BL lebih sering
terjadi pada penderita AIDS dibandingkan pada immunosuppressed transplant recipients,
mengindikasikan bahwa immunosupresi sendiri tidak cukup untuk menyebabkan keganasan dan
17
menjadi BL. Epstein Barr Virus (EBV) and malaria merupakan cofactors BL. 3,13 Di Afrika
kebanyakan kasus BL berhubungan dengan EBV, namun, di USA, EBV ditemukan hanya pada
hapir 20% kasus sBL dan sekitar 50% BL yang berhubungan dengan AIDS. 16 BL menjadi titik
awal pengembangan pengetahuan limfomagenesis dan menginspirasi penelitian tumorigenesis di
seluruh dunia.9

Morfologi

Secara histologi, BL terdiri dari sel-sel monomorfik yang uniform, tersebar difus,
mempunyai ukuran medium dengan inti bulat, banyak anak inti, sitoplasma sedikit dan basofilik.
Sel-sel tumor memperbanyak diri secara cepat, yang dapat dilihat dengan proliferation index
Ki67 mendekati 100%. Memperbanyak diri secara cepat, yang dapat dilihat dengan proliferation
index Ki67 mendekati 100%.19,20

Karena tingginya laju apoptosis maka ditemukan sebaran makrofag yang memakan sel-
sel tumor yang telah apoptosis dengan latar belakang banyak sel tumor dengan inti hiperkromatik
sehingga menghasilkan gambaran khas disebut starry sky, sedangkan sel-sel tumor
mengekspresikan IgM, CD19, CD20, CD22, CD79a, CD10 dan BCL6, sel-sel BL tidak
mengekspresikan BCL2, CD5, CD23, CD34 dan TdT. 5,19 Analisa sitogenetik, misalnya
fluorescence in situ hybridization (FISH) telah digunakan secara luas dalam analisa limfoma
jenis agresif termasuk pada diagnose BL. 8,9,21

Patogenesis

B cell lymphoma (BCL), termasuk BL, berasal dari berbagai stadium diferensiasi sel B,
karena itu pada umumnya, kebanyakan gambaran BCL mewakili stadium diferensiasi sel-sel B. 22,
23
Sel-sel B pada GC mengalami ekspansi klonal melalui modifikasi DNA yang meliputi somatic
hypermutation (SHM), class switch recombination (CSR), dan receptor editing. Jika dalam
proses tersebut terjadi masalah misalnya terjadi translokasi kromosom maka akan berlanjut
dengan limfomagenesis.24

Pada BCL, translokasi kromosom merupakan mekanisme yang terbanyak mempengaruhi


aktivasi dan deregulasi protooncogenes.22 Translokasi kromosom pada BCL paling banyak
melibatkan MYC dan lokus Ig.25,26 Pada GC, activation-induced cytidine deaminase (AID)
memfasilitasi proses chromosomal breaks pada lokus MYC selama proses SHM dan CSR. 27
Karena ko-ekspresi AID dan c-Myc pada subset dari c-Myc+ sel-sel B pada GC, maka aktivasi
abnormal dari AID selama transkripsi MYC dapat menyebabkan translokasi sel-sel B pada
GC.26,28 Baik MYC dan BCL6 (transcriptional repressor) berperan penting pada pembentukan
dan pemeliharaan selsel pada GC.27 Translokasi menyandingkan transcriptional control elements
pada lokus Ig ke MYCpromoter. Hal ini dapat menghilangkan binding sitesBCL6 ke region
MYC 5′ pada beberapa situasi dan kondisi.28 Karena kuatnya aktifitas enhancer gen Ig melebihi
kemampuan represi BCL6, akan menghalangi penekanan transkripsi MYC oleh BCL6 pada zona
gelap dari GC.28

5. Ferry JA. Burkitt’s lymphoma: clinicopathologic features and differential diagnosis.


Oncologist 2006; 11: 375–383.
6. Dave SS, Fu K, Wright GW, Lam LT, Kluin P, Boerma EJ, et al. Molecular diagnosis of
Burkitt’s lymphoma. N Engl J Med 2006; 354: 2431-2442.
7. Zech L, Haglund U, Nilsson K, Klein G. Characteristic chromosomal abnormalities in
biopsies and lymphoid-cell lines frompatients with Burkitt and non-Burkitt lymphomas.
Int J Cancer 1976; 17: 47-56.
8. Jaffe ES, Pittaluga S. Aggressive B-cell lymphomas: a review of new and old entities in
the WHO Classification. Hematology. Am Soc Hematol Educ Program 2011; 506–514.
9. Molyneux EM, Rochford R, Griffin B, Newton R, Jackson G, Menon G, et al. Burkitt’s
lymphoma. Lancet 2012; 379: 1234–1244.
10. Tamaru J, Hummel M, Marafioti T, Kalvelage B, Leoncini L, Minacci C et al. Burkitt's
lymphomas express VH genes with a moderate number of antigenselected somatic
mutations. Am J Pathol 1995; 147: 1398-1407.
11. Klein U, Klein G, Ehlin-Henriksson B, Rajewsky K, Kuppers R. Burkitt's lymphoma is a
malignancy of mature B cells expressing somatically mutated V region genes. Mol Med
1995; 1: 495-505.
12. Leoncini L, Raphael M, Stein H, Harris NL, Jaffe ES, Kluin PM. Burkitt lymphoma. In
Swerdlow SH, Campo E, Harris NL, Jaffe ES, Pileri SA, Stein H, et al., editors. WHO
Classification of Tumours of Hematopoietic and Lymphoid Tissue. 4th ed. Lyon:
International Agency for Research on Cancer, 2008: 262-264.
13. van den Bosch CA. Is endemic Burkitt’s lymphoma an alliance between three infections
and a tumour promoter? Lancet Oncol 2004; 5: 738–746.
14. Shapira J, Peylan-Ramu N. Burkitt's lymphoma. Oral Oncol 1998; 34: 15-23.
15. Gong JZ, Stenzel TT, Bennett ER, Lagoo AS, Dunphy CH, Moore JO, et al. Burkitt
lymphoma arising in organ transplant recipients: a clinicopathologic study of five cases.
Am J Surg Pathol 2003; 27: 818–827.
16. Beral V, Peterman T, Berkelman R, Jaffe H. AIDS-associated non-Hodgkin lymphoma.
Lancet 1991; 337: 805–809.
17. Schulz TF, Boshoff CH, Weiss RA. HIV infection and neoplasia. Lancet 1996; 348: 587–
591.

19. Blum KA, Lozanski G, Byrd JC. Adult Burkitt leukemia and lymphoma. Blood 2004;
104: 3009-3020.

20. Bellan C, Lazzi S, De Falco G, Nyongo A, Giordano A, Leoncini L, et al. Burkitt’s


lymphoma: new insights into molecular pathogenesis. J Clin Pathol 2003; 56: 188–193.

21. Ott G, Rosenwald A, Campo E. Understanding-driven aggressive B-cell lymphomas:


pathogenesis and classification. Blood 2013; 122: 575-583.

22. Evans LS, Hancock BW. Non-Hodgkin lymphoma. Lancet 2003; 362: 139–146.

23. Jaffe ES, Harris NL, Stein H, Campo E, Pileri SA, Swerdlow SH. Introduction and
overwiew of the classification of the neoplasms. In Swerdlow SH, Campo E, Harris NL, Jaffe
ES, Pileri SA, Stein H, et al., editors. WHO Classification of Tumours of Hematopoietic and
Lymphoid Tissue. 4th ed. Lyon: International Agency for Research on Cancer, 2008: 158-
166.

24. Küppers R, Klein U, Leohansmann M, Rajewsky K. Cellular origin of human Bcell


lymphomas. N Engl J Med 1999; 341: 1520-1529.

25. Küppers R. Mechanisms of B-cell lymphoma pathogenesis. Nat Rev Cancer 2005; 5:
251–262.
26. Nussenzweig AN, Nussenzweig MC. Origin of chromosomal translocations in lymphoid
cancer. Cell 2010; 141: 27–38.

27. Calado DP, Sasaki Y, Godinho SA. Pellerin A., Köchert K., Sleckman BP, et al. The
cell-cycle regulator c-Myc is essential for the formation and maintenance of germinal
centers. Nat Immunol 2012; 13: 1092-1101.

28. Dominguez-Sola D, Victora GD, Ying CY, Phan RT, Saito M, Nussenzweig MC, et al.
The proto-oncogene MYC is

Anda mungkin juga menyukai