Anda di halaman 1dari 67

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Remaja usia 10-24 tahun di Indonesia menurut proyeksi penduduk

tahun 2015 berjumlah lebih dari 66,0 juta atau 25 % dari jumlah penduduk

Indonesia sebesar 255 juta jiwa. Hal tersebut diartikan 1 dari setiap 4 orang

Penduduk Indonesia adalah remaja.15,16 Meningkatnya penduduk remaja juga

berbanding lurus dengan permasalahan yang ada di kalangan remaja.

Survey Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia (SKKRI) 2007 menganalisis

perilaku berisiko yang terjadi pada remaja antara lain merokok, minum

alkohol, penyalahgunaan narkoba, dan seksual pranikah. Salah satu

permasalahan yang cukup meningkat dari tahun ke tahun di kalangan remaja

terkait dengan seks pranikah dan kesehatan reproduksi.

Menurut World Health Organization (WHO), rentang usia remaja

adalah 12-24 tahun dan belum menikah.13,14 Sementara Departemen

Kesehatan Republik Indonesia menyatakan remaja adalah yang berusia 10-


13,14
19 tahun. Remaja memasuki masa peralihan antara masa anak – anak

dan masa dewasa yang mengalami perubahan biologis, kognitif, dan sosial-

emosional.1 Pubertas remaja ditandai dengan kematangan seksual dan

berfungsinya organ – organ reproduksi. Hal ini menyebabkan rasa penasaran

remaja tentang minat seksual dan akhirnya menimbulkan dorongan seksual.

Dorongan seksual tersebut dapat mendorong remaja melakukan premarital

seks agar mereka memperoleh sensasi yang menyenangkan, memuaskan

1
2

hasrat seksual dan rasa ingin tahu, sebagai ekspresi kasih sayang karena

tidak mampu menahan tekanan dari teman sepermainan.7

Hasil SKRRI tahun 2007 menunjukkan remaja yang pernah melakukan

hubungan seksual pranikah sekitar 7% atau sekitar 3 juta.21,45 Jumlah tersebut

meningkat 2,3% pada tahun 2012 berdasarkan SDKI (Survei Demografi

Kesehatan Indonesia) yaitu sekitar 9,3% atau 3,7 juta remaja pernah

melakukan hubungan seksual pranikah.21 Sementara menurut BKKBN tahun

2014, ada 46% remaja berusia 15-19 tahun sudah berhubungan seksual. 16,27

Komisi Nasional Perlindungan Anak pada tahun 2012 mengemukakan

penelitian mengenai perilaku seks di kalangan remaja SMP dan SMA. 3,16

Hasilnya, dari 4.726 responden, sebanyak 97% mengatakan pernah

menonton pornografi, dan 93,7% mengaku sudah tak perawan.3

Kehamilan Tidak Diinginkan (Unwanted Pregnancy) merupakan salah

satu dari risiko yang ditimbulkan akibat premarital seks. Perkumpulan

Keluarga Bencana Indonesia (PKBI) mendefinisikan kehamilan tidak

diinginkan sebagai kondisi dimana pasangan tidak menghendaki proses

kelahiran dari suatu kehamilan.13,14 WHO memperkirakan dari 200 juta

kehamilan per tahun , sekitar 75 juta atau 38 persen adalah kehamilan tidak

diinginkan.6,8 Data Sensus Nasional 2014 bahkan menunjukkan 48-51%

perempuan hamil adalah remaja dan 21,26% diantaranya sudah pernah

melakukan aborsi.3 Sebagian besar masyarakat memandang KTD sebagai

aib yang lebih baik disembunyikan. Akibatnya banyak kasus KTD yang tidak

terlaporkan.

Pusat Informasi dan Layanan Remaja (PILAR) PKBI Jawa Tengah

melaporkan data KTD pada tahun 2010 sebanyak 85 kasus, 79 kasus pada
3

tahun 2011, 61 kasus pada tahun 2012, 64 kasus tahun 2013, dan 67

kasus pada tahun 2014.6,8,9 Sebagian besar berstatus pelajar sehingga

mereka memilih aborsi sebagai solusi agar tetap melanjutkan sekolah.

Menurut Sri Purwatiningsih Peneliti Pusat Studi Kependudukan dan

Kebijakan (PSKK) Universitas Gadjah Mada (UGM) hasil analisis remaja

dengan KTD cukup mengkhawatirkan.45 Sebanyak 6,4% di antara mereka

mencoba melakukan aborsi namun gagal. Sementara yang meneruskan

kehamilannya ada 33%.12

Kabupaten Demak yang dikenal sebagai salah satu wilayah dengan

tingkat religiusitas cukup tinggi, pada tahun 2013 Pengadilan Agama

melayani Dispensasi Nikah sebanyak 70 kasus. Hampir semuanya

dikarenakan hamil di luar nikah.11,20 Sesuai prosedur, calon pengantin

(capeng) biasanya melakukan tes kehamilan ( PP Test ) dan imunisasi TT di

Puskesmas untuk mendapat surat keterangan dari sebagai salah satu syarat

administratif pernikahan. Data studi pendahuluan yang diperoleh dari Dinas

Kesehatan Kabupaten (DKK) Demak menunjukkan kenaikan jumlah kasus

KTD yang signifikan dari kurun waktu 2014 – 2016. Kasus KTD tercatat

sebanyak 88 kasus di tahun 2014 meningkat sebanyak 263% menjadi 320

pada tahun 2016. Data di salah satu wilayah kerja puskesmas Kabupaten

Demak tahun 2016 menunjukkan ada 12 kasus KTD pada usia kurang dari

20 tahun. Kejadian KTD ini hampir terdapat di setiap desa pada masing-

masing kecamatan atau 27 wilayah kerja puskesmas. Adapun kasus KTD

tertinggi tahun 2016 terdapat di Kecamatan Mranggen sebanyak 82 kasus

terlaporkan.
4

Upaya yang sejauh ini telah dilakukan oleh DKK Demak terkait

pemeliharaan kesehatan reproduksi (kespro) remaja adalah melalui program

Pelayananan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) dan Saka Bakti Husada

(SBH). PKPR adalah program pemerintah yang diprakarsai oleh Dinas

Kesehatan di tingkat Kabupaten/Kota, dikoordinasi oleh Dinkes tingkat

Provinsi, dan dijalankan oleh Puskesmas. Program PKPR bekerja sama

dengan organisasi sekolah dan pondok pesantren (ponpes) membentuk

konselor sebaya yang melibatkan para siswa. Selain itu, Puskesmas

bergabung dengan Kantor Kementerian Agama (Kemenag) mengadakan

orientasi Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) dan pelatihan kesehatan

terkait kespro calon pengantin (capeng) yang melibatkan petugas kesehatan

seperti dokter, bidan, perawat, petugas laboratorium, dan farmasi.

Sementara, SBH adalah wadah pengembangan pengetahuan, pembinaan

keterampilan, penambahan pengalaman, dan pemberian kesempatan untuk

membaktikan diri kepada masyarakat dalam bidang kesehatan. SBH

dilaksanakan oleh siswa sekolah bersamaan dengan kegiatan Pramuka di

sekolah. Belum ada program kespro yang melibatkan pihak keluarga ataupun

orang tua sebagai usaha pencegahan seks pranikah.

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti, belum ada data

rinci di Puskesmas Kabupaten Demak mengenai angka remaja KTD yang

menikah, tidak menikah, melakukan aborsi, ataupun pro life

(mempertahankan kehamilan). Hal ini disebabkan masyarakat menganggap

KTD sebagai aib sehingga tidak ada keterbukaan termasuk kepada petugas

kesehatan. Hanya ada beberapa puskesmas yang melakukan pendataan

secara detail mengenai faktor penyebab remaja mengalami KTD. Puskesmas


5

melaksanakan Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan

Komplikasi (P4K) sebagai usaha pengumpulan data ibu hamil, termasuk

remaja KTD, agar dapat dilakukan perencanaan kehamilan yang aman dan

tepat sesuai dengan masing – masing kondisi ibu hamil. Bagi remaja KTD

yang sudah melahirkan dapat memanfaatkan fasilitas pelayanan KIA di

Puskesmas sama seperti ibu yang lain, tidak ada perlakuan khusus. Belum

ada data yang detail mengenai berapa jumlah remaja KTD yang

melaksanakan ASI eksklusif maupun imunisasi.

Sebagian besar masyarakat Indonesia tidak semuanya dapat menerima

kehamilan yang tidak diinginkan akibat seks pranikah. Hal ini sering dikaitkan

dengan nilai moral dan dianggap bertentangan dengan adat budaya timur.

Remaja perempuan yang mengalami KTD sering menghadapi situasi sulit

terutama mengenai stigma negatif lingkungan sekitar. Kecenderungan

masyarakat untuk menyalahkan pihak perempuan memungkinkan remaja

tersebut menghadapi perasaan bersalah dan kebingungan akibat tekanan

dari masyarakat. KTD tidak hanya menimbulkan masalah kesehatan fisik Ibu

dan anak , namun juga kesehatan mental. Konsekuensi yang ditimbulkan dari

KTD adalah konsekuensi pendidikan, psikologis, dan sosial. Remaja putri

yang masih bersekolah dan mengalami KTD juga berisiko dikeluarkan dari

sekolah dan tidak dapat melanjutkan pendidikannya. 9

Penelitian Dini menyatakan bahwa status kehamilan tidak diinginkan

mempengaruhi kesehatan ibu dan bayi yang akan dilahirkan serta

keberlangsungan hidupnya. Kehamilan tidak diinginkan mempengaruhi Ibu


21
dalam melakukan perawatan kehamilan (ANC). Selain itu, tingkat

kematangan kematangan reproduksi dan usia remaja berisiko dengan berat


6

badan bayi lahir rendah (BBLR). Dini juga menyatakan status KTD dan status

ekonomi mempengaruhi ibu dalam pemberian ASI eksklusif dan imunisasi

lengkap. Hal ini tentu berpengaruh pula terhadap status gizi dan tumbuh

kembang anak yang dilahirkan. Menurut Mubasyiroh, kombinasi usia

reproduksi yang belum matang berisiko melahirkan bayi BBLR sebesar 2,43
2
kali dibandingkan usia reproduksi yang matang dan aman saat melahirkan.

Adapun komplikasi medis yang dapat ditemukan pada kehamilan remaja

adalah anemia, toksemia, tekanan darah tinggi, plasenta previa, dan

kelahiran prematur.14,66

KTD remaja juga berkaitan dengan tindakan unsafe abortion.

Komplikasi dari kehamilan dan aborsi yang tidak aman mengakibatkan

kematian pada remaja usia 15-19 tahun.66 Aborsi yang tidak aman terjadi

pada kelompok remaja setiap tahunnya di negara berkembang. 65 Menurut

Yurnalis ada 2,5 juta kasus aborsi di Indonesia setiap tahunnya, 20-60%

diantaranya akibat pengaruh bujukan.66 Resiko dari aborsi antara lain

pendarahan sehingga remaja dapat mengalami shock akibat pendarahan

dan gangguan neurologis serta dapat mengakibatkan kematian ibu maupun

anak atau keduanya.66 Selain itu aborsi berakibat pada reptur uterus atau

robeknya rahim lebih besar dan menipisnya dinding rahim akibat kuretase. 66

Bagi remaja yang memilih untuk mempertahankan kehamilan (pro-life),

mereka melakukan tersebut karena ada perasaan bersalah secara moral jika

mereka melakukan aborsi. Sebagian mencoba menutupi kesalahan akibat

KTD dengan melangsungkan pernikahan.66 Ibu hamil usia remaja memiliki

peluang yang kecil untuk melanjutkan pendidikan. Anak-anak yang

dilahirkan dari ibu usia remaja mempunyai risiko yang lebih besar untuk
7

mengalami kecelakaan di dalam rumah tangga dan masuk rumah sakit

sebelum usia lima tahun.69 Masalah sosial yang ada pada ibu remaja yaitu

mereka terpaksa berhenti sekolah, bahkan yang masih bekerja harus rela

keluar dari tempat kerjanya. 69

Secara emosional, remaja dengan KTD memiliki rasa bersalah

terhadap dirinya sendiri maupun orang tua. 60 Mereka lebih mudah marah dan

lebih mudah tersinggung. Pada kondisi emosional yang sangat tidak stabil

dan tidak tertangani dengan baik dapat memicu timbulnya depresi. Depresi

yang dialami remaja dengan kehamilan tidak diinginkan ini ditunjukkan

dengan adanya rasa putus asa karena merasa sudah tidak memiliki harapan

lagi untuk masa depan, perasaan tidak berguna karena tidak dapat

melakukan hal yang benar dan menarik diri dari lingkungan akibat rasa

malu.62 Coelho mengemukakan bahwa gangguan depresi biasa dialami ibu

hamil berusia remaja dan cenderung terjadi pada mereka yang memiliki

sosial ekonomi yang rendah.61 Penelitian Maisya menunjukan bahwa

sebagian besar remaja secara psikososial belum siap menjalani kehamilan.69

Pekerjaan, pendidikan dan kesulitan ekonomi juga menjadi masalah

utama yang dihadapi ayah remaja. 62 Tidak hanya ibu yang mengalami

kekhawatiran namun juga pasangan (ayah). Penyesalan tersebut akhirnya

berdampak pada aspek perkembangan; ketidaksiapan serta ketidakpuasan

menikmati masa remaja, sehingga berdampak pada keterlibatan mereka

dalam relasi marital dan juga terhadap lingkungan sosial.57, 62

Penelitian ini penting untuk dilakukan karena dari studi pendahuluan

yang ada menunjukkan, ibu remaja yang mengalami KTD dan pro-life masih

mendapat stigma dari masyarakat maupun keluarga yang mengganggap ini


8

sebuah aib sehingga harus ditutupi. Perubahan peran remaja menjadi

seorang Ibu juga dapat berpengaruh dalam membentuk pandangan positif

atas masalah, penerimaan kehamilan, relasi dengan lingkungan sekitar, dan

perencanaan akan masa depan diri dan anak. Berdasarkan hal yang telah

disebutkan, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui bagaimana

dampak kesehatan dan psikososial pada remaja yang mengalami KTD.

B. Rumusan Masalah

Data studi pendahuluan yang diperoleh dari Dinas Kesehatan

Kabupaten (DKK) Demak menunjukkan kenaikan jumlah kasus KTD yang

signifikan yaitu 263% dari kurun waktu 2014 – 2016. Adapun kasus KTD

tertinggi tahun 2016 terdapat di Kecamatan Mranggen, sebanyak 82 kasus

terlaporkan. Upaya yang sejauh ini telah dilakukan oleh DKK Demak terkait

pemeliharaan kesehatan reproduksi (kespro) remaja adalah melalui program

Pelayananan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) dan Saka Bakti Husada

(SBH). Belum ada data rinci di Puskesmas Kabupaten Demak mengenai

angka remaja KTD yang menikah, tidak menikah, melakukan aborsi, ataupun

pro life (mempertahankan kehamilan). Hal ini disebabkan oleh masyarakat

yang menganggap KTD sebagai aib sehingga tidak ada keterbukaan

termasuk kepada petugas kesehatan. Ibu remaja yang mengalami KTD dan

pro-life masih mendapat stigma dari masyarakat maupun keluarga.

Berdasarkan latar belakang tersebut maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah bagaimana dampak kesehatan dan psikososial pada

remaja yang mengalami kehamilan tidak diinginkan di Kabupaten Demak?


9

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui dampak kesehatan dan psikososial pada remaja yang

mengalami kehamilan tidak diinginkan (KTD) di Kabupaten Demak

2. Tujuan Khusus

a. Mendeskripsikan karakteristik demografi pada remaja, pasangan,

orang tua , dan anak yang dilahirkan .

b. Mendeskripsikan dampak kesehatan, mental, dan psikososial remaja

yang mengalami KTD

c. Mendeskripsikan penerimaan diri remaja yang mengalami KTD

d. Mendeskripsikan hubungan positif remaja dengan orang lain

e. Mendeskripsikan kemampuan remaja mengatur hidupnya sendiri

f. Mendeskripsikan kemampuan remaja dalam mengontrol lingkungan

sesuai dengan kebutuhan.

g. Mendeskripsikan tujuan hidup remaja yang mengalami KTD

h. Mendeskripsikan remaja dalam memandang dirinya sebagai pribadi

yang bertumbuh (personal growth)

i. Mendeskripsikan pola pengasuhan anak yang dilakukan remaja

j. Mendeskripsikan peran orang tua dan pasangan dalam memberikan

dukungan moral terhadap remaja

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Remaja dengan Kehamilan Tidak Diinginkan


10

Sebagai informasi mengenai dampak kesehatan dan psikososial dari

kehamilan tidak diinginkan

2. Bagi Keluarga

a. Sebagai informasi agar keluarga melakukan komunikasi kepada remaja

mengenai pendidikan seksualitas sebagai upaya pencegahan

premarital seks

b. Sebagai informasi kepada keluarga tentang dampak dari kehamilan

tidak diinginkan

c. Sebagai informasi agar keluarga tetap memberikan dukungan moral

pada remaja yang mengalami kehamilan tidak diinginkan

3. Bagi Peneliti

a. Sebagai implementasi dari teori perkuliahan yang diterapkan di

lapangan dalam bentuk penelitian.

b. Sebagai sarana belajar dan motivasi peneliti dalam memberikan solusi

atau saran untuk masalah yang ditemukan di lapangan.

4. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Demak

a. Upaya evaluasi program promotif dan preventif khususnya pada

program kesehatan reproduksi remaja

b. Membantu dalam menyusun perencanaan program preventif dan

promotif khususnya terkait KTD pada remaja


11

E. Keaslian Penelitian

No Judul dan Subyek Penelitian Variabel Jenis Penelitian Hasil Penelitian


Nama Peneliti
1 Dampak Remaja dengan Karakteristik umur dan Kualitatif dengan Remaja pelaku aborsi mengalami
Psikologis, KTD pendidikan, indept interview dan dampak psikologis negatif berupa
Sosial, dan pengalaman seksual, FGD perasaan berdosa dan menyesal,
Kesehatan KTD, pengetahuan, serta stres yang sangat tinggi, juga
Reproduksi sikap, layanan mengalami dampak positif berupa
Akibat Aborsi konsultasi, dukungan, perasaan senang dapat melanjutkan
pada Remaja perilaku, aborsi, pendidikannya. Dampak sosial
dengan dampak sosial, membatasi diri bertemu dengan
Kehamilan Tidak psikologis dan banyak orang dan cuti kuliah.
diinginkan di kesehatan reproduksi Selanjutnya dampak kesehatan
Jawa Tengah akibat aborsi, solusi reproduksi berupa perdarahan , nyeri
tahun 2013. menangani dampak jalan lahir,dan demam akibat infeksi.
(Susilo Rini, aborsi. Dampak aborsi ditangani secara
2014) mandiri. Aborsi merupakan
konsekuensi dampak KTD
khususnya akibat tekanan
psikososial yang dirasa lebih berat
pada remaja dengan KTD sebagai
implementasi dari perasaan bersalah
kepada orangtua karena mengalami
KTD.
2 Gambaran Sampel penelitian Perilaku seksual, Kualitatif dengan Penyebab KTD karena saat
Kejadian adalah mahasiswa penyebab KTD, indept interview berhubungan seksual tidak
Mahasiswa yang yang mengalami penyabab aborsi, menggunakan kontrasepsi
Mengalami KTD dan aborsi di berbeda kultur ( kondom). Mereka percaya dengan
Kehamilan Tidak Kamboja dan Kota berkaitan seksualitas senggama terputus tidak
Diinginkan Semarang baik di Kamboja dan di menyebabkan kehamilan. Alasan
(KTD) dan Semarang melakukan aborsi karena faktor
Aborsi di Phnom internal dan eksternal. Faktor internal
Penh (Kamboja) : takut dan cemas karena belum siap
dan Semarang untuk memiliki anak, masih kuliah,
12

(Indonesia) malu jika ketahuan oleh orang lain,


(Check sulma, serta takut mengecewakan orang
2014) tua. Faktor eksternal yaitu : pacar
yang belum siap menikah, pacar
tidak bersedia bertanggung jawab,
adanya dukungan dari pacar atau
teman, ada dorongan atau paksaan
dari orang tua, serta kemudahan
dalam mendapatkan layanan aborsi.
2. Faktor – faktor Siswa SMA di Karakterisitik Individual Kuantitatif dan Hasil kuantitatif Intercouse 4,1 % ,
yang Kabupaten ( umur, jenis kelamin, Kualitatif Kissing 16,6%. Necking 24,0 %,
mempengaruhi Kampong Tralarch jenis tempat tinggal, Petting 11,4 Untuk hasil kualitatif
perilaku seksual dan Kota Semarang religiusitas) intercouse 70 – 80% Kissing 90%,
pranikah yang Faktor personal : Necking 90%, Petting 80%.
berisiko KTD pengetahuan tentang
pada siswa SMA kesehatan reproduksi,
Kamboja (studi IMS dan HIV/AIDS
antar perilaku Sikap terhadap
seksual pranikah seksualitas
siswa SMA Efikasi diri terhadap
Kompong upaya pencegahan
Tralarch, perilaku seks pranikah
Kamboja dengan Faktor lingkuangan
siswa SMA di sikap teman sebaya,
Kota semarang, kontrol orang tua.
Indonesia). Perilaku seksual
(Keo Vesna, pranikah berisiko KTD
2013) pada siswa di Kompon
Tlarach dan Kota
Semarang
13

3 Proses Klien remaja yang Remaja, pengetahuan, Kualitatif dengan Proses pengambilan keputusan pro
pengambilan konsultasi di pilar – keprcayaan dan studi kasus life pada remaja yang mengalami
keputusan pro PKBI Jawa tengah penilaian tentang KTD menunjukan bahwa subyek
life pada konsekuensi dari KTD, penelitian dalam keadaan rasa malu
remaja yang sikap yang ingin terhadap
mengalami diambil, Norma lingkungan masyarakat, terancam
KTD (studi subyektif, Niat untuk akan dikeluarkan dari sekolah,
kasus klien meneruskan kehamilan menghabat pendidikan sehingga
pilar – akan kehilangan cita-cita, kesulitan
PKBI Jateng ekonomi, tidak diterima oleh
(Abrori, 2011) keluarga dan mengalami perubahan
hidup karena adanya perubahan
identitas yaitu menjadi ibu (meskipun
usia masih remaja)

4 Pemetaan Pola Remaja putri usia a.Karaktersitik Kuantitatif dan Informan yang mengalami kehamilan
Kejadian 10-24 tahun yang Demografi Informan Kualitatif pranikah rata-rata adalah mereka
Kehamilan yang terdata dalam b.Karaktersitik yang berusia < 19 tahun, memiliki
Tidak Diinginkan pelaporan Kejadian Demografi Orang Tua pendidikan terakhir SMP dan SMA,
Remaja Kehamilan Tidak Informan memiliki pengetahuan yang kurang
Berdasarkan Diinginkan, Calon c. Karakteristik Personal tentang kesehatan resproduksi,
Karakteristik Pengantin dengan d.Karakteristik berasal dari keluarga dengan
Personal, tes urine positif, dan Lingkungan ekonomi rendah, pendidikan orang
Lingkungan, dan persalinan remaja di e.Karakteristik tua yang rendah, dan adanya
Perilaku Puskesmas dan Pengalaman Perilaku pengalaman akses pornografi yang
Pacaran di bidan desa Pacaran cukup tinggi.
Kabupaten
Demak
(Aulia Novelira,
2015)
5 Peran Keluarga Remaja dengan Remaja, keluarga, Kualitatif dengan Pengambilan keputusan pada
dalam KTD konsekuensi peran indept interview remaja dengan kasus KTD adalah
Pengambilan keluargadalam keputusan yang dibuat oleh orang
Keputusan pengambilan keputusan tua. Alasan informan mengikuti
14

Prolife pada prolife, motivasi keputusan yang dibuat orang tua


Remaja dengan pengambilan keputusan karena takut mengecewakan orang
Kehamilan Tidak prolife, keyakinan tua.
diinginkan di remaja untuk memilih
Semarang. (Lia melanjutkan kehamilan,
Mulyanti, 2016) Informasi pemilihan
keputusan prolife.
5 Respon orang Remaja perempuan a. Karakteristik Kualitatif dengan a.Informan berusia 13 – 16 tahun,
tua, pasangan, siswa SMP yang demografi indept interview pendidikan mayoritas tamat SMP,
dan remaja yang mengalami KTD di b. Pengalaman agama islam, tipe keluarga
mengalami Kabupaten Pati pacaran keluarga inti.
kejadian KTD c. Respon remaja b.Proses perkenalan menggunakan
(studi kasus setelah mengetahui HP, melakukan hubungan seks
pada remaja d. status kehamilannya pranikah karena paksaan
siswa SMP di e. Private disclosure pasangan hubungan seks pranikah
Kabupaten Pati) remaja tentang KTD selanjutnya terjadi karena takut
(Aprianti, 2016) yang dialaminya akan ditinggal jika menolak.
kepada orang tua c. Terdapat tiga kategori dalam
dan pasangan penelitian ini berdasarkan respon
f. Respon yang yang diterima informan dari orang
diterima dari orang tua dan pasangan
tua dan pasangan d.Respon remaja dibedakan menjadi
g. Dampak respon dari dua yatu respon terhadap dirinya
orang tua dan sendiri, yaitu informan merasa
pasangan ketakutan dan sedih. Respon
h. Perilaku menjaga terhadap kehamilannya dengan
kesehatan dan mnyembunyikan kehamilan, diam –
kehamilan diam melakukan aborsi, dan
pengungkapan status
kehamilannya kepada orang
terdekat
e.Respon orang tua marah, kecewa,
sedih hingga melakukan kekerasan
fisik dan psikis.
f. Respon pasangan dibedakan
15

menjadi dua yaitu kategori A mau


bertanggung jawab dengan
menikahi dan Kategori B kabur
tidak bertanggung jawab.
g.Dampak yang dirasakan informan :
Informan kategori A merasa tenang
karena pada akhirnya keluarga dan
pasangan menerima kondisinya
dan sudah menikah, Informan
kategori B merasa selalu kepikiran,
tidak bisa tidur dengan tenang dan
tidak nafsu makan, karena pernah
mecoba melakukan aborsi ,
Informan kategori C sangat sedih
dan merasa bersalah kepada
keluarga dan sampai sekarang
belum menikah.
h.Praktik informan menjaga
kesehatan dan kehamilannya:
Informan kategori A dan B telah
melakukan praktik menjaga
kesehatan dan kehamilannya
setelah menikah. Informan kategori
C tidak melakukan praktik menjaga
kesehatan dan kehamilannya.
6 Dampak Remaja usia 10 – 19
kesehatan dan tahun yang
psikososial pada mengalami
remaja yang kehamilan tidak
mengalami diinginkan
Kehamilan Tidak
diinginkan di
Kabupaten
Demak. (Alfiena
Nisa
16

Belladiena,2017)
17

F. Ruang Lingkup

1. Ruang Lingkup Keilmuan

Ruang lingkup keilmuan dalam penelitian adalah ilmu kesehatan

masyarakat, khususnya kesehatan reproduksi

2. Ruang Lingkup Sasaran

Lingkup sasaran pada penelitian adalah remaja putri yang bertempat tinggal

di Kabupaten Demak

3. Ruang Lingkup Waktu

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Januari – Maret tahun 2018

4. Ruang Lingkup Tempat

Penelitian ini akan dilakukan Kabupaten Demak

5. Ruang Lingkup Metode

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan wawancara mendalam


18

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Remaja

1. Definisi Remaja

Masa remaja adalah masa terjadinya peralihan terhadap perubahan

secara fisik dan psikologis dari masa anak-anak ke masa dewasa. 4 Remaja

mengalami perubahan baik fisik maupun psikologis. Perubahan psikologis

yang terjadi meliputi intelektual, kehidupan emosi, dan kehidupan sosial.

Sementara, perubahan fisik mencakup alat-alat reproduksi sudah mencapai

kematangan dan mulai berfungsi dengan baik .

WHO mengelompokkan rentang usia remaja yaitu antara usia 12 sampai

usia 24 tahun. Menurut Menteri Kesehatan RI batasan usia remaja adalah

antara usia 10 sampai 19 tahun dan belum kawin. Remaja dibagi menjadi tiga

tahap yaitu masa remaja awal (usia 10-13 tahun), masa remaja tengah yaitu

(usia 14-16 tahun) dan remaja akhir (usia 17-19 tahun) (Rohan & Sayito,

2013). Masa remaja menurut Santrock, yaitu usia 10-13 tahun dan berakhir

saat menginjak usia 18-22 tahun.

2. Pertumbuhan dan Perkembangan Remaja

Masa remaja akan menunjukkan perubahan fisik yang kemudian akan

diikuti dengan perubahan psikis. Perubahan sangat terlihat pada remaja laki-

laki dan perempuan umumnya terjadi saat usia 9-19 tahun. Perubahan yang
19

terjadi tidak hanya bertambah tinggi dan besar, remaja juga mengalami

perubahan organ reproduksi sehingga mereka bisa menghasilkan keturunan

yang dikenal dengan istilah pubertas. Pubertas pada remaja perempuan

ditandai dengan datangnya menstruasi, sedangkan pada remaja laki-laki

ditandai dengan mimpi basah. Remaja laki-laki juga mengalami ejakulasi yaitu

keluarnya sperma melalui penis, dan kejadian ini dapat disengaja maupun

tidak disengaja yaitu melalui mimpi basah.

Proses menstruasi terjadi kerena luruhnya lapisan pada dinding rahim

yang mengandung pembulu darah tempat sel telur yang tidak dibuahi

menempel, biasanya terjadi antara tiga sampai tujuh hari. Siklus haid masing-

masing remaja berbeda, yaitu dua puluh tujuh hari atau tiga puluh lima hari.

Perubahan alat reproduksi pada perempuan juga terjadi pada labia minora

atau bibir luar, clitoris atau kelentit, rambut kemaluan, lubang vagina, uterus,

servik, sel telur, indung telur. Perubahan alat reproduksi laki-laki terjadi pada

zakar, buah zakar, saluran kencing (uretra), saluran sperma, skrotum, kelenjar

prostat, kandung kencing. Perkembangan secara psikis juga melewati

beberapa tahap yang mungkin dipengaruhi oleh kontak dengan lingkungan

sekitarnya. Fase remaja di bagi dalam beberapa tahap perkembangan remaja

diantaranya :

a. Fase remaja awal (usia 10-13 tahun)


20

Pada fase ini remaja merasa dan tampak lebih dekat dengan teman

sebaya, menginginkan kebebasan, mulai tampak berfikir khayal

terhadap bentuk tubuh.

b. Fase remaja tengah (usia 14-16 tahun)

Pada masa ini remaja mulai mencari jati diri, ada ketertarikan terhadap

lawan jenis, ingin berkencan, mulai merasakan cinta yang mendalam

kemampuan berfikir abstraknya semakin berkembang, dan berimajinasi

tentang seksual.

c. Fase remaja akhir (usia 17-19 tahun)

Remaja pada fase ini mulai menampakkan kebebasan dirinya, lebih

selektif dalam mencari teman, mulai memiliki citra diri ( gambaran,

keadaan dan peran ) terhadap dirinya, mampu untuk mengungkapkan

perasaan cintanya, mempunyai kemampuan yang baik untuk berfikir

abstrak atau khayal.

B. Kehamilan Tidak Diinginkan

1. Definisi Kehamilan Tidak diinginkan

Kehamilan tidak diinginkan adalah kehamilan yang dialami oleh seorang

perempuan yang sebenarnya belum menginginkan atau sudah tidak

menginginkan hamil, sesuai dengan pernyataan BKBN. Kehamilan tidak

diinginkan juga didefinisikan sebagai kehamilan yang terjadi pada saat tidak

menginginkan anak sama sekali atau kehamilan yang diinginkan tetapi tidak
21

pada saat itu/mistimed pregnancy, sedangkan kehamilan digambarkan

sebagai kehamilan yang diinginkan jika kehamilan tersebut terjadi pada

waktu yang tepat atau setelah berkeinginan untuk hamil. Menurut Barret,

seseorang mungkin menginginkan kehamilannya tetapi tidak menginginkan

saat ini atau bukan dengan pasangan yang sekarang, dimana hal itu

diartikan sebagai kehamilan tidak diinginkan. Selain itu, tidak diinginkannya

suatu kehamilan biasanya hanya muncul pada saat kehamilan tersebut

terjadi, yang dikaitkan dengan perasaan tidak senang.

Barret membuat tiga definisi besar terhadap arti kehamilan tidak

diinginkan, yaitu: 1) Terkait dengan perasaan atau tindakan terhadap

kehamilan. Artinya, kehamilan tidak diinginkan didefinisikan sebagai

kehamilan yang berakhir 8 dengan tindakan aborsi, tidak menginnginkan

adanya anak atau bayi, tidak bahagia dengan kehamilan, serta adanya

keraguan terhadap perasaan menginginkan atau tidak menginginkan

kehamilan. 2) Terkait dengan respon emosional. Artinya, kehamilan tidak

diinginkan berkaitan dengan istilah paksaan dan anak yatim piatu. 3) Terkait

dengan masalah konsepsi.

Kehamilan tidak diinginkan terjadi akibat pemerkosaan, melakukan

hubungan seksual tanpa mempedulikan konsekuensinya, dan kehamilan

tidak diinginkan sama dengan kehamilan yang tidak direncanakan.

Sedangkan pengertian „diinginkan‟ menurut Barret sama dengan

direncanakan atau merupakan konsekuensi dari perencanaan. Terdapat

empat kriteria jika sebuah kehamilan diinginkan, yaitu: 1) Menyatakan bahwa


22

mereka memiliki tujuan yang jelas untuk hamil. 2) Tidak menggunakan

kontrasepsi agar menjadi hamil. 3) Didiskusikan dan disepakati oleh

pasangan untuk hamil. 4) Melakukan persiapan gaya hidup dan persiapan

waktu yang tepat, seperti untuk menikah dan atau mendapat pekerjaan.

Kehamilan tidak diinginkan (unwanted pregnancy) merupakan terminologi

yang biasa dipakai untuk memberi istilah adanya kehamilan yang tidak

dikehendaki oleh wanita bersangkutan maupun lingkungannya.

2. Faktor Kehamilan Tidak Diinginkan

Banyak hal yang menyebabkan seseorang tidak menginginkan

kehamilannya, menurut Susilo antara lain perkosaan, kehamilan yang

terlanjur datang pada saat yang belum diharapkan, janin dalam kandungan

menderita cacat berat, kehamilan diluar nikah, dan kegagalan alat

kontrasepsi. Selain itu, menurut Kusmiran, faktor lain yang menyebabkan

terjadinya kehamilan tidak diinginkan adalah: 1) Usia menstruasi yang

semakin dini disertai usia kawin yang semakin rendah. 2) Kurangnya

pengetahuan yang lengkap dan benar tentang kesehatan reproduksi dan

proses terjadinya kehamilan. 3) Ketidaktahuan atau minimnya pengetahuan

tentang perilaku seksual yang dapat menyebabkan kehamilan. 4) Tidak

menggunakan alat kontrasepsi. 5) Kegagalan alat kontrasepsi akibat

kurangnya pengetahuan mengenai metode kontrasepsi yang benar. 6)

Kehamilan akibat pemerkosaan.

Habsjah dalam studi kualitatif mengenai unsafe abortion

mengungkapkan hasil temuannya mengenai alasan terjadinya kehamilan


23

tidak diinginkan pada wanita dewasa menikah, yaitu: 1) Anak sudah banyak,

suami jarang kerja dan sering mabuk. 2) Informan masih dalam kontrak kerja.

3) Ketika informan dalam masa subur, suami selalu tidak mau dan tidak

pernah mau pakai kondom. 4) Umur informan sudah tua dan anak sudah

cukup. 5) Tidak boleh hamil anak keempat karena sudah tiga kali operasi

caesar. 6) Suami tidak bersedia menerima kehamilan lagi walaupun anak

baru satu. 7) Jarak antara anak terlalu dekat. 8) Suami baru PHK, dan sering

sakit sedangkan gaji istri kecil. 9) Tidak sanggup menanggung anak

tambahan.14 Salah satu penyebab kehamilan yang tidak diinginkan yang

lainnya adalah jumlah anak yang sudah dimiliki. Jumlahnya anak yang

dimiliki tiap orang berbeda-beda dan tidak selalu sesuai dengan keinginan.

Ketidaksesuaian inilah yang mangakibatkan terjadinya kehamilan yang tidak

diinginkan. Hal ini dipengaruhi adat istiadat dan nilai ekonomis anak.

Penyediaan kontrasepsi melalui program keluarga berencana merupakan

cara terbaik untuk menghindarkan kehamilan yang tidak diinginkan berikut

aborsi yang menyertainya. Selain itu WHO menyatakan dengan mencegah

kehamilan pada usia yang terlalu muda atau terlalu tua, dan menghindarkan

kehamilan yang terlalu rapat, atau yang tidak diinginkan karena alasan

apapun akan dapat membantu mengurangi risiko kematian ibu secara

keseluruhan.

3. Dampak Kehamilan Yang Tidak Diinginkan

Berbagai akibat yang mungkin dapat ditimbulkan oleh kehamilan tidak

diinginkan, antara lain mengutip pernyataan PKBI : 1) Kehamilan tidak


24

diinginkan dapat mengakibatkan lahirnya seorang anak yang tidak diinginkan

(unwanted child), dimana anak ini akan mendapat cap buruk sepanjang

hidupnya. Masa depan „anak yang tidak diinginkan‟ ini sering mengalami

keadaan yang menyedihkan karena anak ini tidak mendapat kasih sayang

dan pengasuhan yang semestinya dari orang tuanya, selain itu

perkembangan psikologisnya juga akan terganggu. Besar kemungkinan

bahwa anak yang tumbuh tanpa kasih sayang dan pengasuhan yang baik

akan menjadi manusia yang tidak mengenal kasih sayang terhadap

sesamanya. 2) Terjadinya kehamilan tidak diinginkan juga dapat memicu

terjadinya pengguguran kandungan (aborsi) karena sebagian besar

perempuan yang 13 mengalami kehamilan tidak diinginkan mengambil

keputusan atau jalan keluar dengan melakukan aborsi, terlebih lagi aborsi

yang tidak aman.8,14

Beberapa penelitian yang pernah dilakukan terhadap kejadian

kehamilan tidak diinginkan sebagai berikut: Adhikari et al di Nepal

mengatakan bahwa lebih dari 41 % kehamilan yang terjadi merupakan

kehamilan yang tidak diinginkan. Kejadian kehamilan tidak diinginkan

meningkat sejalan dengan bertambahnya umur, memiliki pengetahuan yang

kurang mengenai KB, buta huruf, menikah pertama kali pada umur kurang

dari 16 tahun, tidak bekerja dan hidup didaerah pedesaan.

Santelli et al yang melakukan penelitian di Amerika Serikat tahun 1994

menemukan bahwa 49% wanita yang mengalami kehamilan tidak diinginkan

berakhir dengan tindakan aborsi. Kejadian kehamilan tidak diinginkan


25

sebagian besar terjadi pada kelompok wanita dengan umur kurang dari 20

tahun dan lebih dari 40 tahun, tidak menikah, hidup pada garis kemiskinan,

dan pada kulit hitam. Shaheen et al di Mesir, mengatakan kehamilan tidak

diinginkan paling banyak terjadi pada kelompok wanita yang memiliki riwayat

abortus sebelumnya, pernah atau sedang menggunakan alat kontrasepsi,

memiliki pengetahuan yang kurang mengenai siklus ovulasi dan berumur

kurang dari 18 tahun atau lebih dari 25 tahun pada saat pertama kali hamil.

Abbaasi-Shavazi, et al. yang melakukan penelitian kehamilan, tidak

diinginkan di Iran menyatakan bahwa terdapat 35% kehamilan tidak

diinginkan.14 Angka kejadian kehamilan tidak diinginkan ini lebih tinggi pada

14 wanita yang umurnya lebih tua, jumlah kelahiran yang tinggi,

berpendidikan rendah, dan bertempat tinggal di desa. Berdasarkan penelitian

sebelumnya didapatkan bahwa pendidikan, pekerjaan, pengetahuan tentang

metode kontrasepsi, penegtahuan tentang fertilitas, dan penggunaan

kontrasepsi ditemukan sebagai variabel yang memiliki hubungan yang

signifikan dengan kehamilan tidak diinginkan. 8,14

Di Indonesia, hasil penelitian berdasar SDKI 2007 mengatakan

kehamilan tidak diinginkan paling banyak terjadi pada kelompok wanita yang

memiliki anak lebih dari 3 orang, berusia lebih dari 35 tahun, berada pada

kelompok sosial ekonomi kuintil 2, memiliki pengetahuan yang baik

mengenai alat kontrasepsi, memiliki akses ke pelayanan kesehatan dan

menikah pertama kali pada usia kurang dari 20 tahun. Sedangkan penelitian

Nuryati di Brebes, Jawa Tengah mengatakan kehamilan tidak diinginkan


26

dipengaruhi oleh jumlah anak hidup dan pendidikan. Penyebab kematian

maternal dari faktor reproduksi diantaranya adalah maternal age/usia ibu.

Dalam kurun reproduksi sehat dikenal bahwa usia aman 15 untuk

kehamilan dan persalinan adalah 20-30 tahun. Kematian maternal pada

wanita hamil dan melahirkan pada usia di bawah 20 tahun ternyata 2 sampai

5 kali lebih tinggi dari pada kematian maternal yang terjadi pada usia 20

sampai 29 tahun. Menurut Sarwono, kematian maternal meningkat kembali

sesudah usia 30 sampai 35 tahun. Depkes RI membagi kelompok ibu dalam

masa reproduksi yang dihubungkan dengan kehamilan menjadi 3 kelompok,

yaitu: pertama, umur < 20 tahun, pada masa ini ibu masih terlalu muda untuk

hamil; kedua, umur 20-35 tahun, pada masa ini ibu harus mengatur

kesuburan (menjarangkan kehamilan); dan ketiga, umur di atas 35 tahun,

pada masa ini ibu sudah harus mengakhiri kesuburan (tidak hamil lagi)

karena ibu sudah terlalu tua untuk hamil.

Umur ibu yang paling aman untuk hamil adalah 20-35 tahun karena

pada wanita mulai umur 20 tahun, rahim dan bagian tubuh lainnya sudah

benar-benar siap untuk menerima kehamilan, juga pada umur tersebut

biasanya wanita sudah merasa siap untuk menjadi ibu. Jadi umur ibu saat

hamil antara 20-35 tahun memiliki resiko kehamilan dan persalinan yang

paling minim. Dengan demikian berarti umur ibu waktu hamil < 20 tahun atau

> 35 tahun memiliki risiko kehamilan dan persalinan sangat tinggi yang

merugikan kesehatan ibu dan anak yang ada dilahirkan. Kematian maternal
27

pada usia < 20 tahun ternyata 2-5 kali lebih tinggi daripada kematian

maternal yang terjadi pada usia 20-29 tahun. 8,14,66

Menurut Depkes RI, penelitian telah membuktikan bahwa kehamilan

yang terjadi pada usia yang terlalu dini (remaja), pada usia terlalu tua 16

(lebih dari 35 tahun), terlalu dekat jarak kelahiran setiap anak, dan terlalu

banyak anak membuat kehamilan menjadi beresiko tinggi. Usia seorang

wanita pada saat hamil sebaiknya tidak terlalu muda dan tidak terlalu tua.

Umur yang kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, berisiko tinggi

untuk melahirkan. Penelitian Rusunawa menyebutkan, kesiapan seorang

perempuan untuk hamil harus siap fisik, emosi, psikologi, sosial dan

ekonomi. Ada dua risiko yang terjadi pada kehamilan usia di atas 40 tahun,

yaitu risiko pada ibu dan risiko pada bayi. Sel telur sudah ada di dalam organ

reproduksi sejak wanita dilahirkan. Setiap bulan sel telur dilepaskan satu per

satu karena sudah matang. Sel telur yang tersimpan selama hampir 40

tahun, usianya juga sudah cukup tua. Hal ini disebabkan karena sel telur

mungkin terkena paparan radiasi. Akibatnya, kehamilan di atas usia 40 itu

berisiko melahirkan bayi yang cacat. Kecacatan yang paling umum adalah

down syndrome (kelemahan motorik, IQ rendah) dan bisa juga cacat fisik.

Risiko kedua adalah pada ibu. Memasuki usia 35 tahun, wanita sudah harus

berhati-hati ketika hamil karena kesehatan reproduksi wanita pada usia ini

menurun.

Kondisi ini akan makin menurun ketika memasuki usia 40 tahun. Risiko

makin bertambah karena pada usia 40 tahun, penyakit-penyakit degeneratif


28

(seperti tekanan darah tinggi, diabetes) mulai muncul. Selain bisa

menyebabkan kematian pada ibu, bayi yang dilahirkan juga bisa cacat. Hal

ini bisa ditatalaksana dengan tetap menjaga kebugaran tubuh, berkonsultasi

kepada dokter mengenai asupan gizi yang perlu bagi kesehatan kehamilan
17
dengan begitu tetap bisa melahirkan secara normal. Menurut Bobak, usia

yang rentan terkena preeklamsia adalah usia < 18 atau > 35 tahun. Seperti

yang telah dijelaskan penelitian oleh Manuaba, pada usia < 18 tahun,

keadaan alat reproduksi belum siap untuk menerima kehamilan. Hal ini akan

meningkatkan terjadinya keracunan kehamilan dalam bentuk preeklamsia

dan eklamsia. Sedangkan pada usia 35 tahun atau lebih, rentan terjadinya

berbagai penyakit dalam bentuk hipertensi, dan eklamsia. Hal ini disebabkan

karena terjadinya perubahan pada jaringan alat-alat kandungan dan jalan

lahir tidak lentur lagi.

Selain itu, hal ini menurut Potter, juga diakibatkan karena tekanan

darah yang meningkat seiring dengan pertambahan usia. Sehingga pada

usia 35 tahun atau lebih dapat cenderung meningkatkan risiko terjadinya

preeklamsia. Usia sangat mempengaruhi kehamilan dan persalinan, usia

yang baik untuk hamil dan melahirkan berkisar antara 20-35 tahun pada usia

tersebut alat reproduksi wanita telah berkembang dan berfungsi secara

maksimal. Wanita yang usianya lebih tua memiliki tingkat resiko komplikasi

melahirkan yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang lebih muda. Bagi

wanita yang berusia > 35 tahun, selain fisik mulai melemah, juga
29

kemungkinan munculnya berbagai resiko gangguan kesehatan seperti darah

tinggi, diabetes, dan berbagai penyakit lainnya termasuk preeklamsi berat.

Seorang wanita pada saat hamil sebaiknya tidak terlalu muda dan tidak

terlalu tua. Umur yang kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun,

beresiko tinggi untuk melahirkan. Kesiapan seorang perempuan untuk hamil

18 harus siap fisik, emosi, psikologi, sosial dan ekonomi ( Sarwono, 2006 ).

Umur ibu yang beresiko untuk hamil di bedakan menjadi 2 yaitu : 1) Umur

kurang dari 20 tahun Remaja adalah individu antara umur 10-19 tahun.

Penyebab utama kematian pada perempuan berumur 15-19 tahun adalah

komplikasi kehamilan, persalinan, dan komplikasi keguguran. Kehamilan dini

mungkin akan menyebabkan para remaja muda yang sudah menikah

merupakan keharusan sosial (karena mereka diharapkan untuk membuktikan

kesuburan mereka), tetapi remaja tetap menghadapi risiko-risiko kesehatan

sehubungan dengan kehamilan dini dengan tidak memandang status

perkawinan mereka. Kehamilan yang terjadi pada sebelum remaja

berkembang secara penuh, juga dapat memberikan risiko bermakna pada

bayi termasuk cedera pada saat persalinan, berat badan lahir rendah, dan

kemungkinan bertahan hidup yang lebih rendah untuk bayi tersebut. Wanita

hamil kurang dari 20 tahun dapat merugikan kesehatan ibu maupun

pertumbuhan dan perkembangan janin karena belum matangnya alat

reproduksi untuk hamil.


30

C. Teori Masyarakat Berisiko (Risk Society)

1. Definisi menurut Ulrich Beck

Ulrich Beck dalam buku berjudul Risk society: Toward a new Modernity

menjelaskan risiko dalam beberapa pengertian: 52,53

1. Risiko bisa tidak terlihat (invisible), tidak bisa diubah dan didasarkan pada

interpretasi kausal. Dalam konteks lingkungan, risiko-risiko tidak bersifat

jangka pendek, akibatnya kita baru menyadari dampak lingkungan sesaat

setelah bencana itu terjadi. Tetapi, hubungan sebab akibat tentang gejala

itu, sangat mudah dijelaskan.

2. Risiko diproduksi manusia lewat sumber-sumber kekayaan dalam

masyarakat industri. Risiko adalah konsekuensi yang tidak terduga secara

besar-besaran, terutama, sebagai akibat industrialisasi dengan pengaruh-

pengaruhnya yang membahayakan. Efek Perang Dunia II, sesungguhnya

tidak lepas dari semakin pesatnya perkembangan teknologi persenjataan

dan militer.

3. Risiko berhubungan dengan masyarakat yang mencoba melepaskan tradisi

dan pengetahuan masa lalu dengan menganggap bernilai dan berharga

perubahan-perubahan dan masa depan. Perubahan dan masa depan,

sebagai akibat watak modernisasi, melahirkan sifat eksploitatif yang

sesungguhnya berlawanan dengan kearifankearifan tradisi.

4. Risiko tidak dibatasi oleh tempat dan waktu. Risiko sebagai kemungkinan

kerusakan fisik (termasuk mental dan siosial yang disebabkan oleh proses

teknologi dan proses lainnya, seperti proses seksual , politik dan


31

komunikasi). Risiko mempunyai hubungan sangat erat dengan sistem,

model, dan proses perubahan dalam sebuah masyarakat yang akan

menentukan tingkat risiko.52,53,54

2. Jenis Risiko

Terdapat tiga macam risiko yang disebutkan oleh Beck, antara lain :52

1) Risiko fisik ekologis

Risiko kerusakan fisik pada manusia dan lingkungannya, contohnya : gempa,

tsunami, letusan gunung) atau risiko yang diproduksi oleh manusia (man made

risks). Aneka risiko biologis yang“diproduksi” melalui aneka makanan, sayuran,

hewan ternak, buahbuahan yang menciptakan aneka penyakit kanker, tumor

ganas, syaraf,kulit disebabkan oleh intervensi proses artifisial-kimiawi terhadap

proses alam yang melampaui batas.

2) Risiko sosial

Risiko yang menggiring pada rusaknya bangunan dan lingkungan sosial

sebagai akibat dari faktor-faktor eksternal kondisi alam,teknologi, industri.

risiko fisik “kecelakaan” (lalu lintas jalan, pesawat terbang, kecelakaan laut),

“bencana” (banjir, longsor, kebakaran hutan, kekeringan), yang sekaligus

menciptakan pula secara bersamaan risiko sosial, berupa tumbuhnya aneka

“penyakit sosial”: ketakpedulian, ketakacuhan, indisipliner, fatalitas, egoisme

dan immoralitas.

3) Risiko mental

Perkembangan aneka bentuk abnormalitas, penyimpangan (deviance) atau

kerusakan psikis lainnya, baik yang disebabkan faktor eksternal maupun


32

internal. Dari pemikiran-pemikiraan Beck mengenai risiko juga berimbas pada

beberapa kelas sosial yang menjadi korban. Hal tersebut terjadi akibat sejarah

distribusi risiko itu sendiri, sebagaimana kekayaan risiko melekat pada pola

kelas, hanya saja yang terjadi adalah kebalikannya. Kekayaan terakumulasi di

puncak sementara risiko akan terakumulasi di dasar atau bawah.Dalam realita,

sering kali rakyat atau korban dari risiko itu sendiri mulai merefleksikan risiko

modernisasi tersebut. Selanjutnya mereka mulai mengamati dan

mengumpulkan data tentang risiko dan akibatnya.

Risiko fisik /
ekologis

Teori Masyarakat
Risiko sosial
Berisiko
Risiko mental

Gambar 2.1 Teori Masyarakat Berisiko 52

3. Karakteristik Risiko Pada Kelompok Remaja

Kelompok merupakan sekumpulan individu yang berinteraksi pada suatu

daerah atau mempunyai karakteristik tertentu yang merupakan bagian dari

masyarakat.56 Risk atau dalam istilah epidemiologi merupakan kemungkinan

sebuah kejadian, hasil, penyakit atau kondisi yang akan berkembang pada

suatu periode tertentu.57 Kelompok risiko merupakan kumpulan beberapa

orang memiliki kemungkinan yang lebih tinggi untuk terkena penyakit dari pada

yang lain mendefinisikan populasi risiko adalah sekumpulan orang yang

memiliki peluang meningkatnya masalah kesehatan karena beberapa faktor


33

yang mempengaruhi.58 Pendapat yang sama juga tentang populasi risiko

adalah populasi dari orang-orang yang mana terdapat beberapa kemungkinan

yang telah jelas atau telah ditentukan (walaupun sedikit atau kecil) akan

peristiwa tersebut .52 Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan

populasi risiko merupakan kemungkinan kelompok atau populasi mengalami

suatu peristiwa yang masalah kesehatan lebih tinggi dibandingkan dengan

kelompok atau populasi lain bila mengalami atau terpapar kejadian tertentu.

Kondisi kelompok risiko dapat terjadi pada suatu kelompok karena

kurang bahkan tidak adanya kontrol masyarakat tersebut terhadap dampak

negatif yang akan terjadi. Tidak adanya kontrol pada kelompok tersebut dapat

disebabkan oleh berbagai faktor, seperti : tidak adanya aturan, rendahnya

pendidikan masyarakat atau tidak adanya informasi memadai terhadap

bahaya.52,55 Mc Muray menambahkan faktor lain yang menyebabkan tidak

adanya kontrol pada kelompok risiko adalah terpapar lingkungan dan adanya

perilaku manusia.55 Dampaknya ketika populasi risiko tidak ditangani, maka

akan terjadi masalah kesehatan, bahaya atau bencana pada kelompok

tersebut .

Remaja adalah penyesuaian perkembangannya akan menghadapi

pergaulan bebas dan perilaku berisiko khusunya perilaku seksual berisiko

yang mengakibatkan penyakit menular seksual seperti HIV/AIDS, gonorhoe,

kehamilan tidak diinginkan, dan aborsi yang menyebabkan kematian. 55

Masalah kesehatan yang muncul pada kelompok berisiko dapat diidentifikasi

melalui beberapa faktor risiko. Faktor-faktor yang berisiko menimbulkan


34

masalah kesehatan terdiri dari risiko biologi, sosial ekonomi, gaya hidup, dan

kejadian hidup.55 Kelompok remaja dikategorikan dalam kelompok risiko

disebabkan antara lain :

1) Risiko Biologi dan Usia ( Biological and Age Risk)

Risiko biologi merupakan faktor genetik atau fisik yang

berkontribusi terjadinya risiko. Perubahan biologis remaja ditandai

dengan perkembangan ciri seksual primer dan sekunder. Remaja

yang kurang mampu beradaptasi terhadap perubahan biologis

tersebut akan memperlihatkan perilaku berisiko yang mengancam.

Perilaku berisiko tersebut antara lain penyalahgunaan alkohol dan

obat-obatan, aktifitas seksual yang terlalu dini dan tidak aman,

berkendara yang tidak aman, partisipasi sosial yang kurang, dan

aktivitas pelanggaran lainnya.

Masa remaja mengalami perubahan biologis yang

berlangsung sangat pesat. Perubahan biologis seperti perubahan

hormonal, fisik, tinggi badan dan berat badan. Pertumbuhan fisik

remaja perempuan diawali pada usia 10-14 tahun dan berakhir pada

usia 17-19 tahun. Remaja laki-laki mengalami permulaan

pertumbuhan fisik dimulai pada usia 12-14 tahun dan berakhir pada

umur 20 tahun. Perubahan biologis juga merupakan indikator yang

umum digunakan untuk menilai dimulainya masa pubertas remaja.

Masa pubertas remaja dihubungkan dengan perkembangan dan

pematangan fungsi seksualitas remaja. Perkembangan dan


35

pematangan seksualitas remaja ditandai dengan dua ciri seks primer

dan ciri seks sekunder.

Walaupun perkembangan seksual merupakan proses

kehidupan, namun pada masa remaja perkembangan seksual

mencapai kematangan fungsi organ seksualitas. Pada kondisi ini

remaja memiliki dorongan dan keingintahuan yang lebih tinggi tentang

seksualitas. Remaja akan mencari informasi baim dari teman sebaya,

media dan keluarga. Di sisi lain, perkembangan seksual juga

mendorong remaja mulai menyukai lawan jenis. Welin et al.

menyatakan sebanyak 73% remaja di Swedia berusia 15 tahun telah

mempunyai pasangan atau teman kencan dan kesemuanya telah

terpapar oleh pornografi dari berbagai sumber seperti media, teman

sebaya, orangtua, sekolah dan pasangan kencannya.

Kematangan organ reproduksi yang ditunjang dengan

perkembangan psikologis remaja serta arus media informasi baik

cetak maupun elektronik akan sangat berpengaruh terhadap perilaku

seksual individu remaja. Di Belanda, sebagian besar orang

melakukan hubungan seksual selama masa remaja. Rosenthal et al.,

melakukan penelitian pada 241 remaja di Australia menyatakan

44,4% remaja telah melakukan hubungan seksual untuk pertama

kalinya dan 55,6% remaja termasuk kelompok berisiko terkait dengan

perubahan biologis terutama perkembangan seksualitas remaja.

Kematangan organ reproduksi yang dicapai saat usia remaja


36

memungkinkan remaja memiliki keingintahuan dan dorongan

melakukan perilaku seksual yang tidak semestinya. Kondisi ini dapat

menyebabkan remaja melakukan perilaku seksual berisiko yang

dapat mengakibatkan berbagai masalah kesehatan seperti kehamilan

yang tidak diinginkan, aborsi, infeksi menular seksual dan HIV AIDS.

2) Risiko Sosial Ekonomi

Stanhope et al., mengemukakan remaja sebagai kelompok

risiko sosial. Risiko sosial pada kelompok remaja terkait perubahan

psikososial, yang didefinisikan sebagai aspek yang ada hubungannya

dengan kejiwaan dan sosial. Kejiwaan berasal dari dalam, sedangkan

aspek sosial berasal dari luar. Perubahan emosional dan kejiwaan

remaja adalah kemampuan belajar untuk merespon terhadap stress

dan perubahan emosi berkaitan dengan status emosionalnya.

Perubahan emosional remaja berkaitan dengan perubahan fisik dan

kelenjar yang menghasilkan hormon. Perubahan emosional remaja

terjadi secara unik, tergantung pola perubahan yang dialami oleh

remaja.

Remaja seringkali mudah marah terhadap orang lain,

melawan, mengungkapkan amarah dengan cara meledak-ledak atau

menggerutu dan suka mengkritik orang lain yang menyebabkan

amarah. Kondisi tersebut menjadikan remaja mengalami perbedaan

dan tantangan dalam kehidupannya. Adanya perbedaan nilai dengan

orangtua menjadikan remaja lebih mempercayai teman sebayanya.


37

Remaja pada umumnya tidak mau mengakui aktivitas seksual,

terutama saat berhubungan badan pertama kali kepada orangtua dan

guru sekolah kecuali teman. Perkembangan sosial berhubungan

dengan penyesuaian remaja dengan kelompok, keluarga, sekolah,

pekerjaan, dan komunitas.

Masa penyesuaian sosial ini merupakan masa tersulit bagi

remaja. Remaja harus menyesuaikan diri dengan lawan jenis yang

sebelumnya belum pernah ada dan menyesuaikan diri dengan orang

dewasa diluar lingkungan keluarga dan sekolah. Remaja harus

banyak menyesuaikan diri dengan pengaruh pengaruh teman sebaya,

perubahan dalam perilaku sosial dan nilai-nilai baru dalam

masyarakat. Remaja mulai menjaga jarak dengan keluarga namun

lebih menganggap penting teman sebayanya. O’Sullivan menyatakan

perilaku seksual remaja dipengaruhi oleh lingkungan diantaranya

teman sebaya dan keluarga. Hasil penelitian O’Sullivan sebanyak

69% remaja di Amerika menghabiskan waktunya bersama

teman/kelompok sebayanya. Hasil penelitian Chia di Singapura

menyatakan kelompok remaja seringkali memberikan tekanan kepada

anggota kelompoknya (peer pressure) yang terkadang berlawanan

dengan hokum atau tatanan sosial yang ada. Tekanan itu bisa saja

berupa paksaan untuk menggunakan narkoba, mencium pacar

bahkan melakukan hubungan seks. Sebaliknya, jika remaja berada

dalam lingkungan pergaulan yang selalu menyebarkan pengaruh


38

positif, yaitu kelompok yang selalu memberikan motivasi (peer

motivation), dukungan dan peluang untuk mengaktualisasikan diri

secara positif kepada semua anggotanya.

Faktor risiko sosial juga dipengaruhi oleh aspek pertumbuhan

dan perkembangan remaja dari fungsi kognitif. Perubahan pada

remaja dari aspek kognitif meliputi cara berfikir, alasan, dan

pengertian serta pemahaman terhadap suatu masalah. Remaja mulai

berfikir secara konkrit dan mengembangkan kemampuan

menyelesaikan masalah melalui tindakan logis. Remaja juga dapat

memecahkan masalah yang memerlukan manipulasi beberapa

konsep abstrak. Perkembangan kemampuan ini sangat penting dalam

pencarian identitas. Misalnya informasi tentang perilaku seksual

remaja dapat dipertimbangkan untuk dilakukan dan berpengaruh

terhadap hubungan teman sebaya, keluarga dan masyarakat.

3) Risiko Gaya Hidup (Life Style Risk)

Kebiasaan kesehatan seseorang dan perilaku yang beresiko

disebut gaya hidup. Risiko gaya hidup merupakan gaya hidup yang

berhubungan dengan pola kebiasaan individu yang dapat berdampak

terjadinya risiko kesehatan. Maurier dan Smith menyatakan perilaku

dan gaya hidup memepengaruhi seseorang sehingga termasuk dalam

kategori individu yang berisiko.55 Kebiasaan yang dilakukan secara

terus menerus memberi kontribusi terhadap terjadinya masalah

kesehatan termasuk perilaku beresiko.


39

Remaja selama periode transisi berusaha mencoba sesuatu

hal yang baru dan aktifitas yang menantang remaja. Risiko kesehatan

pada remaja dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling

berhubungan, misalnya perilaku seksual dan pengaruh media masa

maupun gaya hidup yang popular. Hitchock et al., menambahkan

beberapa faktor perilaku yang menimbulkan risiko kesehatan adalah

pengetahuan dan akses kesehatan. Telah banyak penelitian yang

dilakukan pada remaja untuk mengetahui faktor gaya hidup dan

perilaku yang menimbulkan risiko kesehatan khusunya perilaku

seksual berisiko. Penelitian yang telah dilakukan Zhang di China pada

682 remaja berusia 15-24 tahun yang belum menikah

mengungkapkan 34 % remaja mendapatkan informasi kesehatan

seksual dari akses internet, 31 % akses televisi, 27 % teman sebaya

dan hanya 85 orangtua. Informasi dan rangsangan seksual melalui

media masa yang bersifat pornografi meningkatkan kejadian perilaku

seksual remaja .

4) Risiko Kejadian Hidup (Life-event Risk)

Risiko kejadian hidup adalah kejadian dalam kehidupan yang

dapat berisiko terjadinya masalah kesehatan, atau yang disebut

transisi .56 Transisi merupakan pergerakan dari satu tahap ke tahap

lainnya. Masa transisi ini merupakan situasi yang akan

mempengaruhi dan menyebabkan beberapa perubahan perilaku,

jadwal, pola komunikasi, pembuatan keputusan dan perubahan dalam


40

menggunakan sumber-sumber baru. Misalnya, adanya anggota

keluarga baru, adanya anggota keluarga yang meninggalkan rumah,

dan berpindah tempat tinggal. Remaja mempunyai risiko kesehatan

dari kejadian hidup yang dialami. Perpindahan dari suatu tempat

tinggal menuju ke tempat tinggal lain membutuhkan adaptasi

terhadap lingkungan sekitarnya. Begitu juga bila remaja mengalami

perpindahan dari suatu sekolah ke sekolah lain. Hal ini dapat

menimbulkan risiko kesehatan karena remaja memerlukan kesiapan

psikologis untuk memulai aktifitas dalam lingkungan barunya.

Risiko biologi dan usia

Remaja Berisiko Risiko sosial ekonomi


akibat KTD
Risiko gaya hidup

Risiko kejadian hidup (life


event)

Gambar 2.2 Kelompok Remaja Berisiko 54,55

D. Psychological Well-Being Theory

1. Definisi Psychological Well-Being

Teori ini dipilih karena sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu

mendeskripsikan dampak psikososial yang dialami oleh remaja dengan KTD

dan mencakup hubungan dinamis antara faktor psikis dan sosial. Teori

psychological well-being dikembangkan oleh Ryff pada tahun 1989.

Psychological well-being merujuk pada perasaan seseorang mengenai


41

aktivitas hidup sehari-hari. Segala aktifitas yang dilakukan oleh individu yang

berlangsung setiap hari dimana dalam proses tersebut kemungkinan

mengalami fluktuasi pikiran dan perasaan yang dimulai dari kondisi mental

negatif sampai pada kondisi mental positif, misalnya dari trauma sampai

penerimaan hidup dinamakan psychological well-being .24,25

Psychological well-being didefinisikan sebagai suatu dorongan untuk

menggali potensi diri individu secara keseluruhan. Dorongan tersebut dapat

menyebabkan seseorang menjadi pasrah terhadap keadaan yang membuat

psychological well-being individu menjadi rendah atau berusaha untuk

memperbaiki keadaan hidup yang akan membuat psychological well-being

individu tersebut menjadi tinggi .25 Individu yang memiliki psychological well-

being yang tinggi adalah individu yang merasa puas dengan hidupnya,

kondisi emosional yang positif, mampu melalui pengalaman-pengalaman

buruk yang dapat menghasilkan kondisi emosional negatif, memiliki

hubungan yang positif dengan orang lain, mampu menentukan nasibnya

sendiri tanpa bergantung dengan orang lain, mengontrol kondisi lingkungan

sekitar, memiliki tujuan hidup yang jelas, dan mampu mengembangkan

dirinya sendiri .24

Enam dimensi yang membentuk psychological well-being yakni

penerimaan diri (self-acceptance), hubungan positif dengan orang lain

(positif relation with others), otonomi (autonomy), penguasaan lingkungan

(environmental mastery), tujuan hidup (purpose in life), dan pertumbuhan

pribadi (personal growth). Berikut penjelasan setiap dimensi : 24,25.


42

1. Penerimaan diri (self acceptance)

Penerimaan diri yang dimaksud adalah kemampuan seseorang

menerima dirinya secara keseluruhan baik pada masa kini dan masa

lalunya. Seseorang yang menilai positif diri sendiri adalah individu yang

memahami dan menerima berbagai aspek diri termasuk di dalamnya

kualitas baik maupun buruk, dapat mengaktualisasikan diri, berfungsi

optimal dan bersikap positif terhadap kehidupan yang dijalaninya.

Sebaliknya, individu yang menilai negatif diri sendiri menunjukkan

adanya ketidakpuasan terhadap kondisi dirinya, merasa kecewa dengan

apa yang telah terjadi pada kehidupan masa lalu, bermasalah dengan

kualitas personalnya dan ingin menjadi orang yang berbeda dari diri

sendiri atau tidak menerima diri apa adanya .

2. Hubungan positif dengan orang lain (positive relations with others)

Hubungan positif yang dimaksud adalah kemampuan individu

menjalin hubungan yang baik dengan orang lain di sekitarnya. Individu

yang tinggi dalam dimensi ini ditandai dengan mampu membina hubungan

yang hangat dan penuh kepercayaan dari orang lain. Selain itu, individu

tersebut juga memiliki kepedulian terhadap kesejahteraan orang lain,

dapat menunjukkan empati, afeksi, serta memahami prinsip memberi dan

menerima dalam hubungan antarpribadi.

Sebaliknya, individu yang rendah dalam dimensi hubungan positif

dengan orang lain, terisolasi dan merasa frustasi dalam membina


43

hubungan interpersonal, tidak berkeinginan untuk berkompromi dalam

mempertahankan hubungan dengan orang lain.

3. Otonomi (autonomy)

Otonomi digambarkan sebagai kemampuan individu untuk bebas

namun tetap mampu mengatur hidup dan tingkah lakunya. Individu yang

memiliki otonomi yang tinggi ditandai dengan bebas, mampu untuk

menentukan nasib sendiri (self-determination) dan mengatur perilaku diri

sendiri, kemampuan mandiri, tahan terhadap tekanan sosial, mampu

mengevaluasi diri sendiri, dan mampu mengambil keputusan tanpa

adanya campur tangan orang lain.

Sebaliknya, individu yang rendah dalam dimensi otonomi akan sangat

memperhatikan dan mempertimbangkan harapan dan evaluasi dari orang

lain, berpegangan pada penilaian orang lain untuk mmembuat keputusan

penting, serta mudah terpengaruh oleh tekanan sosial untuk berpikir dan

bertingkah laku dengan cara-cara tertentu .

4. Penguasaan lingkungan (environmental mastery)

Penguasaan lingkungan digambarkan dengan kemampuan individu

untuk mengatur lingkungannya, memanfaatkan kesempatan yang ada di

lingkungan, menciptakan, dan mengontrol lingkungan sesuai dengan

kebutuhan. Individu yang tinggi dalam dimensi penguasaan lingkungan

memiliki keyakinan dan kompetensi dalam mengatur lingkungan. Ia dapat

mengendalikan aktivitas eksternal yang berada di lingkungannya termasuk

mengatur dan mengendalikan situasi kehidupan sehari-hari,


44

memanfaatkan kesempatan yang ada di lingkungan, serta mampu memilih

dan menciptakan lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan pribadi.

Sebaliknya individu yang memiliki penguasaan lingkungan yang rendah

akan mengalami kesulitan dalam mengatur situasi sehari-hari, merasa

tidak mampu untuk mengubah atau meningkatkan kualitas lingkungan

sekitarnya serta tidak mampu memanfaatkan peluang dan kesempatan diri

lingkungan sekitarnya .

5. Tujuan hidup (purpose of life)

Tujuan hidup memiliki pengertian individu memiliki pemahaman yang

jelas akan tujuan dan arah hidupnya, memegang keyakinan bahwa

individu mampu mencapai tujuan dalam hidupnya, dan merasa bahwa

pengalaman hidup di masa lampau dan masa sekarang memiliki makna.

Individu yang tinggi dalam dimensi ini adalah individu yang memiliki tujuan

dan arah dalam hidup, merasakan arti dalam hidup masa kini maupun

yang telah dijalaninya, memiliki keyakinan yang memberikan tujuan hidup

serta memiliki tujuan dan sasaran hidup.

Sebaliknya individu yang rendah dalam dimensi tujuan hidup akan

kehilangan makna hidup, arah dan cita-cita yang tidak jelas, tidak melihat

makna yang terkandung untuk hidupnya dari kejadian di masa lalu, serta

tidak mempunyai harapan atau kepercayaan yang memberi arti pada

kehidupan .
45

6. Pertumbuhan pribadi (personal growth)

Individu yang tinggi dalam dimensi pertumbuhan pribadi ditandai

dengan adanya perasaan mengenai pertumbuhan yang

berkesinambungan dalam dirinya, memandang diri sebagai individu yang

selalu tumbuh dan berkembang, terbuka terhadap pengalaman-

pengalaman baru, memiliki kemampuan dalam menyadari potensi diri

yang dimiliki, dapat merasakan peningkatan yang terjadi pada diri dan

tingkah lakunya setiap waktu serta dapat berubah menjadi pribadi yang

lebih efektif dan memiliki pengetahuan yang bertambah. Sebaliknya,

individu yang memiliki pertumbuhan pribadi rendah akan merasakan

dirinya mengalami stagnasi, tidak melihat peningkatan dan

pengembangan diri, merasa bosan dan kehilangan minat terhadap

kehidupannya, serta merasa tidak mampu dalam mengembangkan sikap

dan tingkah laku yang baik.


Penerimaan diri (self-
acceptance)

Hubungan positif dengan orang


lain (positif relation with others)

Psychological Well- Otonomi (autonomy)


being Theory
Penguasaan lingkungan
(environmental mastery)

Tujuan hidup (purpose in life)

Pertumbuhan pribadi (personal


growth).

Gambar 2.3 Teori Psychological Well- Being25,26


46

E. Konsep Teori

Dampak
Remaja dengan Kesehatan
perilaku seksual fisik
berisiko

Dampak Respon terhadap stigma


Kehamilan ekonomi Masalah Sosial
tidak Penyangkalan (denial)
diinginkan Proses penerimaan diri (self-
acceptance)
Dampak Hubungan positif dengan orang
psikologis dan lain (positif relation with others)
Dampak / sosial yaitu dengan pasangan, orang
Risiko (psikososial) tua dan masyarakat
Kehamilan Otonomi (autonomy)
tidak Penguasaan lingkungan
diinginkan (environmental mastery)
Tujuan hidup (purpose in life
Pertumbuhan pribadi (personal
growth).

Gambar 2.4 Teori konsep 26, 25,52,53,56


47

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Kerangka Konsep

Kerangka konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Karakteristik Remaja : Dampak atau risiko kesehatan


Umur, agama, tipe dan psikososial KTD
keluarga, pendidikan
terakhir, status
pernikahan, status anak
di keluarga, status pro
life (mempertahankan
kehamilan)
Dampak Dampak Dampak
Kesehatan ekonomi psikologis dan
Karakteristik
fisik sosial
Pasangan :
(psikososial)
Umur, agama,
pendidikan terakhir,
pekerjaan, status
pernikahan
a. Respon terhadap stigma
Karakteristik orangtua
b. Masalah Sosial
remaja :
c. Penyangkalan (denial)
Umur, agama, tingkat
d. Proses penerimaan diri (self-
pendidikan, pekerjaan,
acceptance)
penghasilan, status
e. Hubungan positif dengan orang
pernikahan, status anak
lain (positif relation with others)
yaitu dengan pasangan, orang tua
Karakteristik anak dari
dan masyarakat
remaja dengan KTD :
f. Otonomi (autonomy)
Umur saat ini,berat
g. Penguasaan lingkungan
badan dan tinggi badan
(environmental mastery)
saat lahir, keadaan
h. Tujuan hidup (purpose in life
umum saat lahir
i. Pertumbuhan pribadi (personal
growth).

Gambar 3.1 Kerangka Konsep


48

B. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan desain studi

fenomenologis. Desain ini menggambarkan dan menjelaskan secara rinci dan

detail yang berhubungan dengan KTD yang dialami oleh remaja. Penelitian ini

berusaha menggali pengalaman yang merupakan hal yang abstrak, subyektif

dan unik. Penelitian ini juga mendeskripsikan dampak kesehatan dan

psikososial remaja yang mengalami KTD dan anak yang dilahirkan.

C. Populasi dan Subjek Penelitian

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah remaja yang mengalami kejadian

KTD di Kabupaten Demak. Adapun jumlah populasi dalam penelitian ini

sebanyak 320 remaja putri.

2. Sampel dan Subjek Penelitian

Penentuan sampel menggunakan Non probabilistik Purposeful Sampling.

Ini bertujuan memilih informasi dari kasus terbanyak untuk studi mendalam

yang ukurannya spesifik tergantung pada tujuan penelitian. 23 Subjek penelitian

diambil dengan purposive dan lebih mendasarkan pada kualitas daripada

kuantitas. Peneliti mendapat informasi responden melalui Bidan Puskesmas.

Setelah mendapatkan informasi berupa alamat responden, peneliti

menghubungi Ketua RT setempat untuk mengajukan kesediaan (informed

consent) agar salah satu warga yang merupakan responden bersedia menjadi

informan penelitian. Peneliti menentukan informan utama dan informan

triangulasi, melalui koordinasi dengan bidan koordinator (bikor) dari


49

puskesmas setempat yang menjadi sumber informasi mengenai subyek yang

akan diteliti. Dalam hal ini subyek penelitian adalah remaja dengan KTD.

Kemudian subyek penelitian akan diklasifikasi melalui kriteria inklusi dan

eksklusi. Adapun kriteria inklusi dan eksklusi yaitu sebagai berikut:

a. Informan Utama

1) Kriteria Inklusi

(a) Remaja perempuan berusia 10 – 19 tahun yang mengalami KTD

pada tahun pada kurun waktu 2014 – 2016. Peneliti mendapat

data dari buku kunjungan kehamilan yang ada di Puskesmas.

Sebanyak 100 remaja KTD yang tercatat pada tahun 2014 –

2016.

(b) Mampu berkomunikasi dengan baik

(c) Memiliki orang tua yang bisa berkomunikasi dengan baik

2) Kriteria Eksklusi

(a) Tidak bersedia menjadi informan penelitian

(b) Informan pindah alamat dan tidak bisa ditemui

b. Informan Triangulasi

Informan triangulasi dalam penelitian ini adalah orang tua informan,

pasangan, bidan desa, dan teman sebaya dimana tempat tinggal

remaja yang mengalami KTD dengan kriteria inklusi dan eksklusi,

sebagai berikut :
50

1) Orang tua remaja yang mengalami KTD

a) Kriteria Inklusi

(1) Bersedia menjadi informan penelitian

(2) Mampu berkomunikasi dengan baik atau tidak ada kecacatan

khusus dalam memberikan informasi

b) Kriteria Eksklusi

(1) Informan pindah alamat

2) Bidan desa

a) Kriteria Inklusi

(1) Bersedia menjadi informan penelitian

(2) Mampu berkomunikasi dengan baik atau tidak ada kecacatan

khusus dalam memberikan informasi

b) Kriteria eksklusi

(1) Informan tidak bersedia menjadi responden

3) Pasangan

a) Kriteria Inklusi

(1) Bersedia menjadi informan penelitian

(2) Mampu berkomunikasi dengan baik atau tidak ada kecacatan

khusus dalam memberikan informasi

b) Kriteria eksklusi

(1) Informan tidak bersedia menjadi responden


51

4) Teman sebaya

a) Kriteria Inklusi

(1) Bersedia menjadi informan penelitian

(2) Mampu berkomunikasi dengan baik atau tidak ada kecacatan

khusus dalam memberikan informasi

D. Definisi Operasional

No Variabel Definisi Operasional


1 Remaja Penduduk yang berusia 10 – 19 tahun
2 Dampak kesehatan Akibat dari suatu kondisi yang terjadi pada
individu yang mencakup aspek fisik dan
psikologis.
3 Dampak psikososial Akibat dari suatu kondisi yang terjadi pada
individu yang mencakup aspek psikis dan sosial.
Psikososial menunjuk pada hubungan yang
dinamis antara faktor psikis dan sosial, yang
saling berinteraksi dan memengaruhi satu sama
lain, termasuk menyinggung relasi sosial.
4 Dampak ekonomi Akibat dari suatu kondisi yang terjadi pada
individu yang mencakup aspek keuangan atau
finansial
5 Kehamilan tidak diinginkan Kehamilan yang dialami oleh seorang perempuan
yang sebenarnya belum menginginkan atau sudah
tidak menginginkan hamil
6 Penerimaan diri (self- Kemampuan seseorang menerima dirinya secara
acceptance) keseluruhan baik pada masa kini dan masa
lalunya.
7 Hubungan positif dengan Kemampuan individu menjalin hubungan yang
orang lain (positif relation with baik dengan orang lain di sekitarnya.
others) yaitu dengan
pasangan, orang tua dan
masyarakat
8 Otonomi (autonomy) Kemampuan individu untuk bebas namun tetap
mampu mengatur hidup dan tingkah lakunya.
9 Penguasaan lingkungan Kemampuan individu untuk mengatur
(environmental mastery) lingkungannya, memanfaatkan kesempatan yang
ada di lingkungan, menciptakan, dan mengontrol
lingkungan sesuai dengan kebutuhan.
10 Tujuan hidup (purpose in life Pemahaman yang jelas akan tujuan dan arah
hidupnya, memegang keyakinan bahwa individu
mampu mencapai tujuan dalam hidupnya.
52

11 Pertumbuhan pribadi Kemampuan memandang diri sebagai individu


(personal growth). yang selalu tumbuh dan berkembang dan
menyadari potensi diri.
Tabel 3.1 Definisi Operasional

E. Sumber Data Penelitian

1. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari lokasi

penelitian. Data primer pada penelitian ini yaitu jawaban dari in depth

interview. In depth interview dilakukan terhadap seluruh informan yaitu remaja

yang mengalami KTD, orang tua, pasangan, dan informan sekunder bidan

desa dimana tempat tinggal remaja yang mengalami KTD.

2. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data primer yang diperoleh oleh pihak lain

atau data primer yang diolah lebih lanjut dan disajikan oleh pengumpul data

primer atau oleh pihak lain, yang pada umumnya data sekunder digunakan

untuk memberikan gambaran tambahan, gambaran pelengkap, ataupun untuk

diproses lebih lanjut. Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan mencari

dan mengumpulkan infromasi dari jurnal penelitian terkait, data pendukung

dari Dinas Kesehatan, Puskesmas wilayah sasaran penelitian, serta data-data

pendukung lain.

F. Instrumen Penelitian

Dalam penelitian kualitatif, peneliti mempunyai peran sebagai alat atau

instrumen penelitian. Alat bantu yang digunakan dalam penelitian ini adalah

pedoman wawancara mendalam dan voice recorder untuk merekam saat proses

wawancara berlangsung .
53

G. Proses Pengumpulan Data

Dalam penelitian kualitatif data yang didapat berupa kata-kata dan bukan

angka-angka. Sesuai dengan sifat penelitian kualitatif yang terbuka, mendalam

dan fleksibel maka peneliti menggunakan metode wawancara mendalam (indepth

interview ).

H. Keabsahan Data Penelitian

Keabsahan peneltian kualitatif adalah menggunakan triangulasi. Triangulasi

adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang

lain diluar data dari informan utama untuk keperluan pengecekan atau

pembanding terhadap data utama. Triangulasi sumber dilakukan yakni dengan

cara cross check data dengan fakta dari sumber lain yaitu bidan desa, orang tua,

dan pasangan informan. Triangulasi teori dilakukan dengan membandingkan

hasil penelitian dengan teori yang digunakan.

I. Pengolahan Dan Analisis Data

Teknik pengolahan dan analisis data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah analisis data secara kualitatif dengan menggunakan model analisis

interaktif, mengikuti konsep yang diberikan Miles and Huberman. Miles and

Huberman (1984) mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif

dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus pada setiap

tahapan penelitian sampai tuntas dan datanya sampai jenuh. Aktivitas dalam

analisis data yaitu data reduction, data display dan conclusion

drawing/verification.
54

Model ini terdiri atas tiga komponen yaitu reduksi data, sajian data dan

penarikan kesimpulan. Dalam analisis pertama, yang dilakukan peneliti adalah

pengumpulan data. Data yang telah dikumpulkan kemudian direduksi, reduksi

disini adalah seleksi, pemfokusan dan penyederhanaan data-data yang telah

diperoleh yang masih berupa data kasar, sehingga peneliti berusaha memilih dan

memfokuskan data yang relevan dengan permasalahan dan tujuan penelitian.

Setelah data direduksi, kemudian data disajikan dalam suatu tulisan atau biasa

disebut sajian data yaitu kaitan organisasi informasi yang memungkinkan

kesimpulan riset dapat dilakukan. Apabila dalam menyajikan data atau tulisan

masih merasa ada data yang kurang, maka peneliti dapat melihat kembali dalam

data reduksi. Jika sudah didapatkan, maka peneliti segera menyajikannya lagi

dalam tulisan dan dapat diambil kesimpulan, tetapi bila dalam pembuatan

kesimpulan ternyata masih ada data yang kurang, peneliti akan kembali ke

lapangan untuk mencari data.

Pengumpulan Data

Penyajian Data
Reduksi Data

Kesimpulan-Kesimpulan :

Penarikan / Verifikasi

Gambar 3.2 Proses Analisis Data Kualitatif


55

Validitas data dengan teknik triangulasi, yaitu teknik pemeriksaan keabsahan

data dengan cara melakukan pengambilan data, dengan memanfaatkan sumber

di luar data yang telah dijadikan sebagai sumber pada pengumpulan data

sebelumnya (Moeleong, 1990). Triangulasi ini dilakukan kepada informan

pendukung Triangulasi ini adalah bukan untuk menilai atau membandingkan

jawaban atau informasi dari para informan, akan tetapi sebagai informasi

tambahan atau merupakan data baru untuk memperkuat data yang diperoleh dari

informan utama. Triangulasi data dapat dilakukan antara lain dengan:

a. Mencocokkan data hasil pengamatan dengan hasil wawancara.

b. Mencocokkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa

yang dikatakan secara pribadi.

c. Mencocokkan data hasil pengamatan tentang situasi penelitian dengan

apa yang dikatakan informan.

d. Mencocokkan keadaan dan perspektif informan yang satu dengan yang

lain.

e. Mencocokkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan.

f. Mencocokkan informasi yang diberikan oleh orang terdekatnya dengan

para ahli.
56

DAFTAR PUSTAKA

1. Santrock W. Perkembangan Remaja. Jakarta : Erlangga; 2003.

2. Surbakti E. Kenakalan Orang Tua Penyebab Kenakalan Remaja. Jakarta : Elex


Media Komputindo; 2006.

3. Anonim. Remaja Pelaku Seks Bebas Meningkat [Internet]. 2014. Available from:
http://www.bkkbn.go.id/ViewBerita.aspx?BeritaID=1761 . [Accessed on July,
2017]

4. Hurlock EB. Psikologi Perkembangan. Jakarta : Erlangga; 2003.

5. Mohamad K. Kontradiksi dalam Kesehatan Reproduksi. Jakarta : Pustaka Sinar


Harapan, PT Citra Putra Bangsa,& The Ford Foundation; 1998.

6. Veasna K. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Seksual Pranikah yang


Berisiko Kehamilan Tidak diinginkan (KTD) pada siswa SMA di Kamboja (Studi
antara Perilaku Seksual Pranikah Siswa SMA Kompong Tralarch, Kamboja dan
Siswa SMA di Kota Semarang). Semarang: (Tesis) Magister Promosi Kesehatan
Masyarakat Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro; 2014.

7. Surjadi C. Kesehatan Reproduksi. Jakarta : Universitas Indonesia; 2002.

8. Mulyanti L. Peran Keluarga dalam Pengambilan Keputusan Pro Life pada


Remaja dengan Kehamilan Tidak diingingkan (KTD) di Semarang. Semarang :
(Tesis) Magister Promosi Kesehatan Masyarakat Program Pasca Sarjana
Universitas Diponegoro; 2016.

9. Kusparlina E, Hubungan Tingkat Pengetahuan Remaja tentang Kesehatan


Reproduksi Dengan Perilaku Seks Bebas. 2016; Available from : forikes-
ejournal.com/index.php/SF/article/view/14 . [Accessed on Dec, 2017]

10. Ajidharma T. Ketika Para Orang Tua Harus Urus Dispensasi Kawin [internet].
2014; Available from : http://jateng.bkkbn.go.id/ViewBerita.aspx?BeritaID=2832 .
[Accessed on November, 2017]

11. Purnama BE. 58% Remaja Hamil di Luar Nikah Berusaha Aborsi. 2016;
Available from :
http://www.mediaindonesia.com/index.php/news/read/71732/58-remaja-hamil-di-
luar-nikah-berusaha-aborsi/2016-10-12#sthash.bu2tQdjZ.dpuf. [Accessed on
April, 2017]
57

12. Rini S. Dampak Psikologis, Sosial, dan Kesehatan Reproduksi Akibat Aborsi
pada remaja dengan KTD di Jawa Tengah Tahun 2013. Studi Kasus Klien PKBI
Jateng. Semarang: (Tesis) Magister Promosi Kesehatan Masyarakat Program
Pasca Sarjana Universitas Diponegoro; 2014.

13. Nurhudhariani R. Persepsi Kebutuhan Layanan Kesehatan Reproduksi Remaja


Pada Kasus Prolife/Aborsi di Kota Semarang (Studi Kasus Pada Mahasiswa
Kesehatan di Kota Semarang). Semarang: (Tesis) Magister Promosi Kesehatan
Masyarakat Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro; 2012.

14. Sulma C. Gambaran Kejadian Mahasiswa KTD dan Aborsi di Phnom Penh
(Kamboja) dan Semarang. Semarang: (Tesis) Magister Promosi Kesehatan
Masyarakat Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro; 2014.

15. BPS. Hasil Sensus Penduduk Tahun 2013. Jakarta : Badan Pusat Statistik;
2013.

16. BKKBN. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2013. Jakarta : Badan
Pusat Statistik ; 2013.

17. Apriyanti. Respon Orang Tua, Pasangan, dan Remaja yang mengalami kejadian
KTD (studi kasus pada remaja siswa SMP di Kabupaten Pati. Semarang: (Tesis)
Magister Promosi Kesehatan Masyarakat Program Pasca Sarjana Universitas
Diponegoro; 2016.

18. Novelira A. Pemetaan Pola Kejadian Kehamilan yang Tidak Diinginkan Remaja
Berdasarkan Karakteristik Personal, Lingkungan, dan Perilaku Pacaran di
Kabupaten Demak. Semarang: (Tesis) Magister Promosi Kesehatan Masyarakat
Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro; 2015.

19. Abrori. Proses pengambilan keputusan pro life pada remaja yang mengalami
KTD (studi Klien remaja yang konsultasi di pilar – PKBI Jawa Tengah.
Semarang: (Tesis) Magister Promosi Kesehatan Masyarakat Program Pasca
Sarjana Universitas Diponegoro; 2011.

20. Fatmawati N. Dispensasi Perkawinan di bawah Umur Akibat Hamil diluar Nikah.
2016; Available from : http://id.portalgaruda.org/article.php?
article=442733&val=4724 [Accessed 15th June 2017]

21. Dini et.all. Pengaruh Status Kehamilan Tidak diinginkan Terhadap Perilaku Ibu
selama dan setelah kelahiran di Indonesia (Analisis Data SDKI 2012). Jurnal
Kesehatan Reproduksi. 2016; 119 – 133.

22. Mubasyiroh et.all. Hubungan Kematangan Reproduksi dan Usia Saat Melahirkan
dengan Kejadian Bayi Berat Badan Lahir Rendah di Indonesia Tahun 2010.
Jurnal Kesehatan Reproduksi. 2016; 109-118.

23. Shaluhiyah Z. Modul Pelatihan Kualitatif. Semarang : Fakultas Kesehatan


Masyarakat Universitas Diponegoro; 2016.
58

24. Farida et. all.  Buku Psikologi Humanistik Bahasa Indonesia. Surabaya :


Fakultas Psikologi Universitas Airlangga ; 2013.

25. Ryff, C. D. & Keyes, C. L. M. The Structure of Psychological Well-Being


Revisited. Journal of Personality and Social Psychology. 1995; Vol. 69, No.
4,719-727.

26. Schneider, K. J., Burgental, J.F.T. & Pierson, J.F. The Handbook of Humanistic
Psychology. California: Sage Publication, inc; 2001.

27. BKKBN. Survei Indikator Kinerja Rencana Pembangunan Jangka Menengah


Nasional (RPJMN) Program Kependudukan dan KB Nasional Tahun 2010.
Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Keluarga Berencana BKKBN;
2011.

28. Maurer, Smith. Community Public Health Nursing Practice : Health for Families
and Population, 3th Edition. Toronto: Elsevier; 2010.

29. L WD. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Vol 1 & 2. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2008.

30. Krebs D, Blackman R. Psychology: A First Encounter. Florida: Harcourt Brace


Jovanovich; 1988.

31. Ardianto E, Erdijaya LK. Komunikasi Massa : Suatu Pengantar. Bandung:


Simbiosa Rekatama Media; 2007.

32. Pilliteri. Maternal & Child Health Nursing : Care of childbearing and childearig
family. Philadelphia: Lippincot William & Wilkins; 1999.

33. Sharon Smith Murray, McKinney ES. Foundations of Maternal-Newborn and


Women’s Health Nursing, 6th Edition. Singapore: Elsevier; 2014.

34. Puspita E. GAMBARAN HIV/AIDS DAN INFEKSI MENULAR SEKSUAL PADA


REMAJA [Internet]. Vol. 2014, Jurnal Ilmu Berbagi (ISSN: 2355-7508). 2014. p.
59– 64. [Accessed on May, 2017]

35. Stanhope M, Lancaster J. Community and Public Health Nurseing. St.Louis:


Mosby; 2004.

36. Sriyasak A, Akerlind I, Akhavan S. Childrearing among thai first-time teenage


mothers. J Perinat Educ [Internet]. 2013;22(4):201–11. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/24868133. [Accessed on July, 2017]

37. Arida INS, Widiana IGPG, Wulanyani NMS. Seks dan Kehamilan Pranikah :
Remaja Bali di Dua Dunia. Yogyakarta: Ford Foundation; 2005. 228
59

38. Faturochman. Beberapa Pendekatan Psikologi Kesehatan Reproduksi.


Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada; 1998.

39. Sastroasmoro S. Dasar - Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta: Binarupa


Aksara; 1995.

40. Ghony D. Dasar - Dasar Penelitian Kualitatif. Surabaya: PT. Bina Ilmu; 1997.

41. Andire H. Aborsi (Studi Deskriptif Tentang Proses Pengambilan Keputusan


Aborsi Ilegal yang Dilakukan oleh Remaja Putri di Kota Surabaya). J Sos dan
Polit UNAIR [Internet]. 2012; Available from: journal.unair.ac.id/download-
fullpapers-JURNAL ANDRIE 070914051.pdf . [Accessed on October, 2017]

42. Kartikawati R. Dampak Perkawinan Anak di Indonesia. 2014;3(1):1–16.

43. Blum, Hendrik L. Expanding Health Care Horizon, From General Sistem
Concept of Health to A National Policy, Third Party Publishing Company.
California . 1981

44. Fadlyana, E., Larasaty S. Pernikahan usia dini dan permasalahannya. Sari
Pediatr. 2009;11(2):136–40.

45. PSKK UGM dan Plan Indonesia. Laporan Akhir Pernikahan Anak di Indonesia
Tahun 2011. Yogyakarta; 2011.

46. Guttmacher Institute. Aborsi di Indonesia. [Internet]. 2008;(2):1–6. Available


from:
https://www.guttmacher.org/sites/default/files/report_pdf/aborsi_di_indonesia.pdf
. [Accessed on September, 2017]

47. Ali M, Asrori M. Psikologi Remaja : Perkembangan Peserta Didik. Bandung:


Bumi Aksara; 2010. 9-18 p.

48. Putra IMP, Ratep N, Wayan Westa. HUBUNGAN ANTARA PERAN KELUARGA
DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA SMA /
SEDERAJAT DI WILAYAH. :1–8. 229

49. Ayalew M, Mengistie B, Semahegn A. Adolescent-parent communication on


sexual and reproductive health issues among high school students in Dire
Dawa, Eastern Ethiopia: a cross sectional study. Reprod Health [Internet].
2014;11(1):77. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/25380684%5Cnhttp://www.pubmedcentral.
nih.gov/articlerender.fcgi?artid=PMC4233096 . [Accessed on Apr, 2017]

50. Sarwono. Psikologi Remaja. Jakarta: Rajawali Press; 2011.


60

51. Sprecher S, McKinney K. Sexuality. USA: Sage; 1993. 23-28 p.

52. Piliang, Yasraf A.  Humanity : Risiko Tinggi. Harian Kompas 23 Juni 2009

53. Ritzer, George dan  Douglas J. Goodman.  Teori Sosiologi Modern .Jakarta :
Kencana; 2005.

54. Kuper, Adam dan Jessica Kuper. Ensiklopedi Ilmu-Ilmu Sosial : Edisi Kedua.
Jakarta : Raja Grafindo Persada ; 2000.

55. Endah Ayu Sinta Dewi. Risiko dan Reflektivitas Perilaku Seks Panikah Pada
Remaja (Studi Deskriptif Kualitatif Pada Remaja SMA Kesatrian 1 Kota
Semarang). (Tesis). Surakarta. : Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat
Universitas Negeri Surakarta; 2015.

56. Sutrisno Mudji, Putranto Hendar. Teori-teori Kebudayaan. Yogyakarta : Kanisius;


2005.

57. Herlina Ella. Fenomena Emosional Remaja dengan Kehamilan Tidak diinginkan
di Kecamatan Ambarawa Kabupaten Semarang. 2016; Available from :
www.perpusnwu.web.id/karyailmiah/documents/5078.pdf. [Accessed on
January, 2018]

58. Zaichkin, Dana L. Pregnancy decision-making among women with a recent


Medicaid-funded birth. (Dissertation). US. School of Nursing Oregon Health &
Science niversity; 2013.

59. Beach, L.R., & Connoly, T. The psychology of decision making. Thousand Oaks:
Sage Publications; 2005.

60. Benson, M. After the adolescent pregnancy: Parents, teens and families.
2004.Child and Adolescent Social Work Journal, 21, 435-455.

61. Coelho. Major depressive disorder during teenage pregnancy:socio-


demographic, obstetric and psychosocial correlates. Psychiatric. 2013;35:51–56.
Available from : https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/23567600. [Accessed
November 2017].

62. YM, Voni. Malelak. Makna Peran Ayah Pada Ayah Remaja. 2015. Available
from : ojs.psikologi-jogja.ac.id/index.php/Psikologi/article/view/18/17. [Accessed
November 2017].
61

63. Fitrina M. K. Peran Dukungan Sosial Pada Remaja dengan Masalah Kehamilan
yang Tidak Diinginkan di Surabaya. (Tesis). Yogyakarta : Magister Ilmu
Kesehatan Masyarakat. Universitas Gajah Mada; 2015.

64. Stephanie, OC. Perilaku Seksual Pra Nikah Remaja Buruh Kapal di Pelabuhan
Paotere Makassar. 2015. Available from :
http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/13200/JURNAL
%20OLIVIA%20CARLA%20S.pdf?sequence=1/ {Accessed Juli 2017].

65. Mumah, J, Kabiru, CW, Mukiira, C, Brinton, J, Mutua, M, Izugbara, C, Birungi, H. and Askew, I.
2014. “Unintended Pregnancies in Kenya: A Country Profile,” STEP UP Research Report.
Nairobi: African Population and Health Research Center.

66. Utomo, Utomo. Adolescent Pregnancy in Indonesia:A Literature Review.


Executive Summary. 2013. Available from :
https://indonesia.unfpa.org/.../Executive_Summary_WPD_2... [Accessed
January 2018].

67. KG Santhya and Shireen J Jejeebhoy. THEME: ADOLESCENTS’ HEALTH


AND HUMAN RIGHTS Sexual and reproductive health and rights of adolescent
girls: Evidence from low- and middle-income countries. Global Public Health.
2015.; Vol. 10, No. 2, 189–221. Available from :
http://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/17441692.2014.986169 [Accessed
Juli 2017]

68. Putri, VS. Pengalaman Mempertahankan Kehamilan pada Remaja yang


Mengalami Kehamilan Pra Nikah di Kabupaten Pringsewu tahun 2014. 2014.
Available from : http://lib.ui.ac.id/naskahringkas/2016-06/S54975-Virgin
%20Septika%20Putri .[Accessed on September 2017].

69. Maisya IB, Susilowati Andi. Peran Keluarga dan Lingkungan Terhadap
Psikososial Ibu Usia Remaja. Jurnal Kesehatan Reproduksi, 8(2), [internet].
2017. Available from :
ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/kespro/article/download/8013/pdf.
[Accessed on March 2018].
62

KISI – KISI PERTANYAAN WAWANCARA MENDALAM

NO. Aspek Pertanyaan Pertanyaan


1 Respon terhadap KTD 1. Bagaimana respon anda mengetahui anda hamil? Apa
yang anda lakukan?
2. Bagaimana respon orang tua mengetahui Anda hamil?
3. Bagaimana respon pasangan mengetahui anda hamil?
4. Bagaimana hubungan anda dengan orang tua saat
mengalami KTD?
5. Bagaimana hubungan anda dengan pasangan saat
mengalami KTD?
2 Otonomi (autonomy) 1. Bagaimana keputusan terkait pendidikan atau pekerjaan
yang anda ambil saat mengetahui anda hamil?
3 Penguasaan 1. Bagaimana hubungan anda dengan teman (sekolah,
lingkungan kerja, sepermainan) dan tetangga anda saat anda
(environmental hamil ?
mastery) 2. Bagaimana cara anda menghadapi kondisi lingkungan
atau tetangga saat anda mengalami KTD?
4 Dampak Kesehatan 1. Apakah anda rutin melakukan pemeriksaan kehamilan
(secara medis) saat itu ?
2. Apa yang anda alami setelah melahirkan? Adakah
gangguan atau keluhan pada fisik?
5 Penerimaan diri (self- 1. Bagaimana perasaan anda setelah melahirkan?
acceptance) 2. Bagaimana cara anda menerima kondisi diri anda yang
pernah mengalami KTD?
6 Hubungan positif 1. Bagaimana hubungan anda dengan orang tua dan
dengan orang lain pasangan setelah mengalami KTD?
(positif relation with 2. Bagaimana hubungan anda dengan teman sekolah atau
others) teman kerja setelah mengalami KTD?

7 Pertumbuhan pribadi 1. Apakah ada perubahan yang terjadi pada diri anda
(personal growth) setelah mengalami KTD?
2. Bagaimana perasaan anda menyikapi terjadinya
perubahan tersebut?
3. Bagaimana anda mengasuh anak anda?
4. Apa yang anda harapkan untuk anak anda?
8 Tujuan hidup (purpose 1. Bagaimana rencana anda ke depannya?
in life) 2. Apa harapan anda terhadap petugas kesehatan yang ada
di daerah terkait kehamilan tidak diinginkan?
3. Apa yang anda butuhkan untuk menyelesaikan semua
permasalahan yang ada saat ini setelah mengalami KTD?
63

PANDUAN WAWANCARA MENDALAM

Dampak Kesehatan Dan Psikososial Pada Remaja Yang Mengalami Kehamilan

Tidak Diinginkan (KTD) Di Kabupaten Demak

Hari/Tanggal : ................................................

Identitas Informan

Nama :

Alamat :

Umur :

Pendidikan Terakhir :

Pertanyaan

Respon terhadap KTD

3. Bagaimana respon anda mengetahui anda hamil? Apa yang anda lakukan?

4. Bagaimana respon orang tua mengetahui Anda hamil?

5. Bagaimana respon pasangan mengetahui anda hamil?

6. Bagaimana hubungan anda dengan orang tua saat mengalami KTD?

7. Bagaimana hubungan anda dengan pasangan saat mengalami KTD?

Otonomi (autonomy)

8. Bagaimana keputusan terkait pendidikan atau pekerjaan yang anda ambil saat

mengetahui anda hamil?

Penguasaan lingkungan (environmental mastery)


64

9. Bagaimana hubungan anda dengan teman (sekolah, kerja, sepermainan) dan

tetangga anda saat anda hamil ?

10. Bagaimana cara anda menghadapi kondisi lingkungan atau tetangga saat anda

mengalami KTD?

Dampak Kesehatan (secara medis)

11. Apakah anda rutin melakukan pemeriksaan kehamilan saat itu ?

12. Apa yang anda alami setelah melahirkan? Adakah gangguan atau keluhan

pada fisik?

Penerimaan diri (self-acceptance)

13. Bagaimana perasaan anda setelah melahirkan?

14. Bagaimana cara anda menerima kondisi diri anda yang pernah mengalami

KTD?

Hubungan positif dengan orang lain (positif relation with others)

15. Bagaimana hubungan anda dengan orang tua dan pasangan setelah

mengalami KTD?

16. Bagaimana hubungan anda dengan teman sekolah atau teman kerja setelah

mengalami KTD?

Pertumbuhan pribadi (personal growth)

17. Apakah ada perubahan yang terjadi pada diri anda setelah mengalami KTD?

18. Bagaimana perasaan anda menyikapi terjadinya perubahan tersebut?

Pertumbuhan pribadi (personal growth)

19. Bagaimana anda mengasuh anak anda?

20. Apa yang anda harapkan untuk anak anda?


65

Tujuan hidup (purpose in life)

21. Bagaimana rencana anda ke depannya?

22. Apa harapan anda terhadap petugas kesehatan yang ada di daerah terkait

kehamilan tidak diinginkan?

23. Apa yang anda butuhkan untuk menyelesaikan semua permasalahan yang ada

saat ini setelah mengalami KTD?


66

INFORMED CONSENT

PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

Assalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatuh

Perkenalkan nama Saya Alfiena Nisa Belladiena mahasiswi Magister

Promosi Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Diponegoro,

Semarang. Saya bermaksud melakukan penelitian mengenai “Dampak kesehatan

dan psikososial pada remaja yang mengalami kehamilan tidak diinginkan (KTD) di

Kabupaten Demak”. Penelitian ini dilakukan sebagai tugas akhir dalam penyelesaian

studi di Magister Promosi Kesehatan Universitas Diponegoro.

Saya berharap Ibu bersedia untuk menjadi responden dalam penelitian ini

dimana akan dilakukan pengisian kusioner yang terkait dengan penelitian. Semua

informasi yang ibu berikan terjamin kerahasiaannya.

Jika bersedia, silahkan menandatangani lembar persetujuan ini sebagai bukti

kesukarelaan Ibu.

Terima kasih atas kesediaan Ibu untuk ikut serta di dalam penelitian ini.

Peneliti Nama Responden

Alfiena Nisa Belladiena

(Tanda Tangan)
67

Jadwal Penelitian

Kegiatan

Studi
Pendahuluan

Pembuatan
Proposal

Seminar
Proposal

Penelitian

Seminar
Hasil

UjianThesis

Anda mungkin juga menyukai