Anda di halaman 1dari 28

Nama : Hanny Nur’Aini

Nim : 1920201060

Kelas : PGMI 02

Mata Kuliah : Metodologi Pembelajaran PAI MI

Dosen Pembimbing : Miftahul Husni, M.Pd.I

A. Teori Belajar konstruktivisme


Konstruktivisme lahir dari gagasan Piaget dan Vigotsky, keduanya
menyatakan bahwa perubahan kognitif hanya terjadi jika konsepsi yang
telah dipahami sebelumnya diolah melalui proses ketidakseimbangan
dalam upaya memperoleh informasi baru. Lebih lanjut menurut Piaget dan
Vigotsky juga menekankan adanya hakikat sosial dalam belajar.
Keduanya menyarankan bahwa dalam belajar dibentuk kelompok kecil
yang anggota dalam kelompok tersebut hiterogen untuk mengupayakan
terjadinya perubahan pengertian atau belajar.

Para ahli konstruktivisme memandang bahwa manusia belajar


dengan cara mengkonstruksi pengertian atau pemahaman baru tentang
fenomena- fenomena dari pengalaman yang telah dimiliki sebelumnya.
Maka dari itu para ahli pendidikan yang menggunakan konstruktivistik
sebagai suatu pendekatan lebih menekankan pentingnya keaktifan siswa
untuk membangun pengetahuan dan pengertian melalui adanya saling
keterkaitan antara apa yang sudah diketahui dengan apa yang sedang
dipelajari (Pudyo, 1999). Lebih lanjut dinyatakan bahwa kunci dari teori
konstruktivistik adalah siswa belajar melalui informasi secara aktif untuk
membangun pengetahuan sendiri, membandingkan informasi yang baru
dengan pemahaman atau pengalaman yang telah dimiliki. Barba, (1995)
menambahkan bahwa pengetahuan ilmiah dibangun secara bertahap dari
waktu ke waktu oleh siswa dalam konteks sosial melalui serangkaian

1
interaksi, jika informasi baru berinteraksi dengan informasi lama
sedemikian sehingga hasilnya merupakan kesadaran tentang apa yang
sedang dipelajari.
Teori konstruktivisme menganjurkan adanya peran siswa aktif baik
aktif fisik maupun mentalnya dalam proses pembelajaran. Pendekatan
konstruktivisme merupakan pendekatan pembelajaran berpusat kepada
siswa/student centered instructions, peran guru membantu siswa dalam
menemukan fakta, konsep atau prinsip bagi diri siswa sendiri (Nur, 2000).
Prinsip konstruktivisme adalah bahwa pengetahuan dibangun oleh siswa
sendiri baik secara personal maupun sosial, pengetahuan tersebut
diperoleh melalui aktivitas siswa untuk bernalar. Siswa berinteraksi
dengan lingkungan menggunakan inderanya. Dengan melakukan
penginderaan diharapkan siswa mampu mengkonstruksi gambaran obyek
atau fenomena alam. Pendekatan konstruktivisme sesuai diterapkan dalam
pembelajaran IPA sebab dalam pembelajaranini, siswa akan berpartisipasi
secara aktif dalam proses pembelajaran, siswa dapat mengembangkan
kemampuan belajar mandiri, siswa mampu mengembangkan
pengetahuannya sendiri, serta guru sebagai fasilitator, mediator dan
manajer dalam proses pembelajaran.
1. Konstruktivistik Dalam Pembelajaran
Konstruktivisme mengajarkan tentang sifat dasar bagaimana siswa
belajar. Menurut konstruktivisme belajar adalah Constructing
understanding atau knowledge dengan cara mencocokkan fenomena, ide
atau aktivitas yang baru dengan pengetahuan yang telah dimiliki atau
dipelajari. Kata kunci konstruktivistik adalah to construct. Dalam
pembelajaran konstruktivistik peran guru membantu siswa agar informasi
yang dipelajari menjadi bermakna bagi siswa yaitu dengan cara memberi
kesempatan kepada siswa untuk menemukan sendiri atau menerapkan
sendiri ide-ide dan dengan mengajak siswa agar sadar menggunakan
strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru memberi tangga untuk
membantu siswa sehingga dapat mencapai tingkat pemahaman yang lebih

2
tinggi, namun demikian diupayakan agar siswa sendiri yang memanjat
tangga tersebut.
Karakteristik pendekatan konstruktivistik menurut Nur ( 2001) :
a) Pembelajaran ditekankan pada pembelajaran sosial, meliputi
pembelajaran kooperatif atau pembelajaran berbasis penemuan
b) Pembelajaran memperhatikan pemagangan kognitif
c) Pembelajaran menekankan scaffolding
d) Pembelajaran menekankan Top-down
e) Pembelajaran memperhatikan generative learning
f) Pembelajaran dengan pengturan diri atau self regulated
g) Pembelajaran terbalik (Resiprokal),

Berikut disajikan tahap kegiatan dan aktivitas yang dilakukan guru


pada proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan
konstruktivistik menurut Martin, dkk, (1997)

Kegiatan Aktivitas Guru


Eksplorasi Memberi kesempatan kepada siswa untuk
terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran
dengan melakukan eksplorasi dengan
seluruh pengetahuannya. Mendorong
terjadinya kerjasama dalam kelompok selama
penyelidikan dilakukan
dan menyodorkan beberapa pertanyaan.
Eksplanasi Berinteraksi dengan siswa untuk menggali ide-
idenya. Memberikan pertanyaan agar siswa
dapat melakukan refleksi terhadap hal yang
telah dipelajari. Membantu siswa
menggunakan idenya yang muncul dari
eksplorasi untuk mengkonstruk
konsep dan pengertian yang dapat dipahaminya
Ekspansi Membantu siswa mengembangkan idenya

3
melalui aktivitas fisik dan mentalnya.
Membantu siswa mengembangkan
keterampilan proses ilmiah. Mendorong
tejadinya komunikasi melalui kerjasama dalam
kelompok dan pengalaman yang
lebih mengenai alam dan teknologi.
Evaluasi Mengevaluasi konsep dengan menguji
perubahan pada pikiran siswa dan penguasaan
keterampilan proses ilmiah. Menggunakan
Hands-on assesment, pictoral problem solving,
dan reflective questioning. Mendorong siswa
agar tertarik pada
ide/pemikiran temannya.

2. Kelebihan dan kekurangan teori kontruktivistik


a) Kelebihan Teori Konstruktivistik
1) Teori ini dalam proses berfikir membina pengetahuan baru,
membantu siswa untuk mencari ide, menyelesaikan masalah, dan
membuat keputusan
2) Teori ini dalam proses pemahaman murid terlibat secara langsung
dalam membina pengetahuan baru
3) Teori ini dalam proses pengingatan siswa terlibat secara langsung
dengan aktif, mereka akan ingat lebih lama semua konsep
4) Teori ini dalam kemahiran sosial siswa dapat dengan mudah
berinteraksi dengan teman dan guru dalam mebina pengetahuan
baru.
5) Oleh klarena siswa terlibat secara terus-menerus makan mereka
akan paham, ingat, yakin, dan berinteraksi maka akan timbul
semangat dalam belajar dan membina pengetahuan baru.
b) Kekurangan Teori Konstruktivistik
1) Siswa membuat pengetahuan dengan ide mereka masing-masing,
oleh karena itu pendapat siswa berbeda dengan pendapat para ahli

4
2) Teori ini menanamkan supaya siswa membangun pengetahuannya
sendiri, hal ini pasti membutuhkan waktu yang lama. Apalagi
untuk siswa yang malas
3) Kondisi disetiap sekolah pun mempengaruhi keaktifan siswa dalam
membangun pengetahuan yang baru dan keaktifan siswa.
Jadi teori konstruktivistik ini pendekatan pengajaran dan pembelajaran yang
berasaskan Konstruktivisme akan memberi peluang kepada guru untuk memilih
kaidah pengajaran dan pembelajaran yang sesuai dan murid dapat menentukan
sendiri masa yang diperlukan untuk memperoleh suatu konsep atau pengetahuan.1

B. Teori Belajar Kognitivistik


1. Pengertian Kognitivistik
Teori belajar kognitif lebih menekankan pada belajar merupakan suatu
proses yang terjadi dalam akal pikiran manusia. Pada dasarnya belajar adalah
suatu proses usaha yang melibatkan aktivitas mental yang terjadi dalam diri
manusia sebagai akibat dari proses interaksi aktif dengan lingkungannya untuk
memperoleh suatu perubahan dalam bentuk pengetahuan, pemahaman, tingkah
laku, ketrampilan dan nilai sikap yang bersifat relatif dan berbekas.
Dalam belajar, kognitivistik mengakui pentingnya faktor individu dalam
belajar tanpa meremehkan faktor eksternal atau lingkungan. Bagi
kognitivisme, belajar merupakan interaksi antara individu dan lingkungan, dan
hal itu terjadi terus-menerus sepanjang hayatnya. Kognisi adalah suatu perabot
dalam benak kita yang merupakan “pusat” penggerak berbagai kegiatan kita:
mengenali lingkungan, melihat berbagai masalah, menganalisis berbagai
masalah, mencari informasi baru, menarik simpulan dan sebagainya.
Di samping itu, teori ini pun mengenal konsep bahwa belajar ialah hasil
interaksi yang terus-menerus antara individu dan lingkungan melalui proses
asimilasi dan akomodasi. Teori kognitivistik mengungkapkan bahwa belajar
yang dilakukan individu adalah hasil interaksi mentalnya dengan lingkungan

1
https://docplayer.info/47140128-Pembelajaran-ipa-bermakna-bagi-siswa-melalui-pendekatan-
konstruktivisme-oleh-pratiwi-pujiastuti-pgsd-fip-uny.html

5
sekitar sehingga menghasilkan perubahan pengetahuan atau tingkah laku.
Dalam pembelajaran pada teori ini dianjurkan untuk menggunakan media
yang konkret karena anak-anak belum dapat berfikir secara abstrak.
Dalam teori ini ada dua bidang kajian yang lebih mementingkan proses
belajar daripada hasil belajar, yaitu:
1. Belajar tidak sekedar melibatkan stimulus dan respon tetapi juga
melibatkan proses berfikir yang sangat kompleks (Budiningsih, 2005:34)
2. Ilmu pengetahuan dibangun dalam diri seseorang melalui proses interaksi
yang berkesinambungan dengan lingkungan. Menurut psikologi
kognitivistik, belajar dipandang sebagai suatu usaha untuk mengerti
sesuatu dengan jalan mengaitkan pengetahuan baru kedalam struktur
berfikir yang sudah ada. Usaha itu dilakukan secara aktif oleh siswa.
Keaktifan itu dapat berupa mencari pengalaman, mencari informasi,
memecahkan masalah, mencermati lingkungan, mempraktekkan sesuatu
untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Sehingga, pengetahuan yang
dimiliki sebelumnya sangat menentukkan keberhasilan mempelajari
informasi pengetahuan yang baru.
Teori ini juga menganggap bahwa belajar adalah pengorganisasian aspek-
aspek kognitif dan persepsi untuk memperoleh pemahaman. Dalam model ini,
tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi dan pemahamannya.
Sedangkan situasi yang berhubungan dengan tujuan dan perubahan tingkah
laku sangat ditentukan oleh proses berfikir internal yang terjadi selama proses
belajar. Pada prinsipnya, belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman
yang tidak selalu dapat dilihat sebagai tingkah laku (tidak selalu dapat
diamati). Dalam teori ini menekankan pada gagasan bahwa bagian-bagian
dari situasi yang terjadi dalam proses belajar saling berhubungan secara
keseluruhan. Sehingga jika keseluruhan situasi tersebut dibagi menjadi
komponen-komponen kecil dan mempelajarinya secara terpisah, maka sama
halnya dengan kehilangan sesuatu (reilly dan lewis, 1983).
Sehingga dalam aliran kognitivistik ini terdapat ciri-ciri pokok. Adapun
ciri-ciri dari aliran kognitivistik yang dapat dilihat adalah sebagai berikut:

6
c) Mementingkan apa yang ada dalam diri manusia
d) Mementingkan keseluruhan dari pada bagian-bagian
e) Mementingkan peranan kognitif
f) Mementingkan kondisi waktu sekarang
g) Mementingkan pembentukan struktur kognitif
Belajar kognitif ciri khasnya terletak dalam belajar memperoleh dan
mempergunakan bentuk-bentuk representatif yang mewakili obyek-obyek itu
di representasikan atau dihadirkan dalam diri seseorang melalui tanggapan,
gagasan atau lambang, yang semuanya merupakan sesuatu yang bersifat
mental, misalnya seseorang menceritakan pengalamannya selama mengadakan
perjalanan keluar negeri, setelah kembali kenegerinya sendiri. Tempat-tempat
yang dikunjuginya selama berada di lain negara tidak dapat dibawa pulang,
orangnya sendiri juga tidak hadir di tempat-tempat itu. Pada waktu itu sedang
bercerita, tetapi semua tanggapan-tanggapan, gagasan dan tanggapan itu di
tuangkan dalam kata-kata yang disampaikan kepada orang yang
mendengarkan ceritanya.
2. Tokoh-tokoh kognitivistik
Tokoh dari teori tersebut antara lain Jean Peaget, Bruner, dan Ausebel,
Robert M. Gagne.
a. Teori Perkembangan Kognitif, dikembangkan oleh Jean Piaget.
Pakar kognitivisme yang besar pengaruhnya ialah Jean Piaget, yang
pernah mengemukakan pendapatnya tentang perkembangan kognitif anak
yang terdiri atas beberapa tahap. Dalam hal pemerolehan bahasa ibu (B1)
Piaget mengatakan bahwa (i) anak itu di samping meniru-niru juga aktif
dan kreatif dalam menguasai bahasa ibunya; (ii) kemampuan untuk
menguasai bahasa itu didasari oleh adanya kognisi; (iii) kognisi itu
memiliki struktur dan fungsi. Fungsi itu bersifat genetif, dibawa sejak
lahir, sedangkan struktur kognisi bisa berubah sesuai dengan kemampuan
dan upaya individu.
Teorinya memberikan banyak konsep utama dalam lapangan psikologi
perkembangan dan berpengaruh terhadap perkembangan konsep

7
kecerdasan. Menurut Piaget, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila
disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta
didik hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan
obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan
dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak
memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi
dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari
lingkungan.
Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran
adalah : Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh
karena itu guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan
cara berfikir anak. Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat
menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus membantu anak agar
dapat berinteraksi dengan lingkungan dengan sebaik-baiknya. Bahan yang
harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing. Berikan
peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya. Di dalam kelas,
anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi
dengan teman-temanya.
Menurut Piaget, perkembangan kognitif merupakan suatu proses
genetic, artinya proses yang didasarkan atas mekenisme biologis dari
perkembangan system syaraf. Semakin bertambah umur seseorang, makin
komplek susunan sel syarafnya dan makin meningkat pula kemampuannya
(Travers, 1976). Sehingga ketika dewasa seseorang akan mengalami
adaptasi biologis dengan lingkungannya yang menyebabkan adanya
perubahan-perubahan kualitatif didalam struktur kognitifnya. Piaget
membagi proses belajar kedalam tiga tahapan yaitu :
a) Asimilasi
Proses pengintgrasian informasi baru ke struktur kognitif yang
sudah ada. Contoh : seorang siswa yang mengetahui prinsip-prinsip
penjumlahan, jika gurunya memperkenalkan prinsip perkalian, maka
terjadilah proses pengintegrasian antara prinsip penjumlahan (yang sudah

8
ada dipahami oleh anak) dengan prinsip perkalian (informasi baru yang
akan dipahami anak).
b) Akomodasi
Proses penyesuaian antara struktur kognitif ke dalam situasi yang
baru. Penerapan proses perkalian dalam situasi yang lebih spesifik.
Contohnya : siswa ditelah mengetahui prinsip perkalian dan gurunya
memberikan sebuah soal perkalian.
c) Equilibrasi
Proses penyesuaian yang berkesinambungan antara asimilasi dan
akomodasi. Hal ini sebagai penyeimbang agar siswa dapat terus
berkembang dan menambah ilmunya. Tetapi sekaligus menjaga stabilitas
mental dalam dirinya, maka diperlukan roses penyeimbang. Tanpa proses
ini perkembangan kognitif seseorang akan tersendat-sendat dan berjalan
tidak teratur, sedangkan dengan kemampuan equilibrasi yang baik akan
mampu menata berbagai informasi yang diterima dengan urutan yang baik,
jernih, dan logis.
Piaget berpendapat bahwa belajar merupakan proses penyesuaian,
pengembangan dan pengintegrasian pengetahuan baru ke dalam struktur
kognitif yang telah dimiliki seseorang sebelumnya. Inilah yang disebut
dengan konsep schema/skema (jamak = schemata/schemata). Sehingga
hasil belajar/ struktur kognitif yang baru tersebut akan menjadi dasar untuk
kegiatan belajar berikutnya. Proses belajar harus disesuaikan dengan
tahap perkembangan kognitif yang dilalui oleh siswa yang terbagi kedalam
empat tahap, yaitu :
1) Tahap sensorimotor (anak usia lahir – 2 tahun)
2) Tahap preoperational (anak usia 2 – 8 tahun)
3) Tahap operational konkret (anak usia 7/8 – 12/14 tahun)
4) Tahap operational formal (anak usia 14 tahun lebih)
Secara umum semakin tinggi tingkat kognitif seseorang maka
semakin teratur dan juga semakin abstrak cara berfikirnya. Karena itu
guru seharusnya memahami tahap-tahap perkembangan kognitif aak

9
didiknya, serta memberikan isi, metode, media pembelajaran yang sesuai
dengan tahap-tahap tersebut.
Piaget juga mengemukakan bahwa proses belajar harus disesuaikan
dengan tahap perkembangan kognitif yang dilalui siswa. Proses belajar
yang dialami seorang anak berbeda pada tahap-tahap lainnya. Oleh karena
itu guru seharusnya memahami tahap-tahap perkembangan kognitif anak
didiknya serta memberikan isi, metode, media pembelajaran yang sesuai
dengan tahapannya.
b. Teori Perkembangan Kognitif, dikembangkan oleh Jarome Bruner.
Berbeda dengan Piaget, Burner melihat perkembangan kognitif
manusia berkaitan dengan kebudayaan. Bagi Bruner, perkembangan
kognitif seseorang sangat dipengaruhi oleh lingkungan kebudayaan,
terutama bahasa yang biasanya digunakan. Sehingga, perkembangan
bahasa memberi pengaruh besar dalam perkembangan kognitif (Hilgard
dan Bower, 1981)
Menurut Bruner untuk mengajarkan sesuatu tidak usah menunggu
sampai anak mancapai tahap perkembangan tertentu. Yang penting bahan
pelajaran harus ditata dengan baik maka dapat diberikan padanya. Dengan
kata lain, perkembangan kognitif seseorang dapat ditingkatkan dengan
jalan mengatur bahan yang akan dipelajari dan menyajikannya sesuai
dengan tingkat perkembangannya.Penerapan teori Bruner yang terkenal
dalam dunia pendidikan adalah kurikulum spiral dimana materi pelajaran
yang sama dapat diberikan mulai dari Sekolah Dasar sampai Perguruan
tinggi, tetapi disesuaikan dengan tingkat perkembangan kognitif mereka,
artinya menuntut adanya pengulangan-pengulangan. Cara belajar yang
terbaik menurut Bruner ini adalah dengan memahami konsep, arti dan
hubungan melalui proses intuitif kemudian dapat dihasilkan suatu
kesimpulan (Free Discovery Learning). Dengan kata lain, belajar dengan
menemukan.
Implikasi Teori Bruner dalam Proses Pembelajaran adalah
menghadapkan anak pada suatu situasi yang membingungkan atau suatu

10
masalah; anak akan berusaha membandingkan realita di luar dirinya
dengan model mental yang telah dimilikinya; dan dengan pengalamannya
anak akan mencoba menyesuaikan atau mengorganisasikan kembali
struktur-struktur idenya dalam rangka untuk mencapai keseimbangan di
dalam benaknya. Dari implikasi ini dapat diketahui bahwa asumsi dasar
dari teori ini adalah bahwa setiap orang telah memiliki pengetahuan dan
pengalaman didalam dirinya yang tertata dalam bentuk struktur kognitif,
yang kemudian mengalami tahap belajar sebagai perubahan persepsi dan
pemahaman dari apa yang aia temukan.
Teori ini menjelaskan bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik
dan kreatif jika guru memberi kesempatan kepada siswa untuk
menemukan suatu aturan ( termasuk konsep, teori, definisi, dsb) melalui
contoh-contoh yang menggambarkan ( mewakili ) aturan yang menjadi
sumber . Dari pendekatan ini “belajar ekspositori” (belajar dengan cara
menjelaskan). Siswa diberikan suatu informasi umum dan diminta untuk
mencari contoh-contoh khusus dan konkrit .
Menurut bruner ada 3 tahap dalam perkembangan kognitif, yaitu:
1. Enaktif : usaha/kegiatan untuk mengenali dan memahami
lingkungan dengan observasi, pengalaman terhadap suatu realita.
2. Ikonik :siswa melihat dunia dengan melalui gambar-gambar dan
visualaisasi verbal.
3. Simbolik : siswa mempunyai gagasan-gagasan abstrak yang banyak
dipengaruhi oleh bahasa dan logika dan penggunaan symbol.
Keuntungan belajar menemukan (Free Discovery Learning):
1. Menimbulkan rasa ingin tahu siswa sehingga dapat memotivasi
siswa untuk menemukan jawabannya.
2. Menimbulkan keterampilan memecahkan masalahnya secara
mandiri dan mengharuskan siswa untuk menganalisis dan
memanipulasi informasi.
a. Teori Perkembangan Kognitif, dikembangkan oleh Ausebel.

11
Proses belajar terjadi jika siswa mampu mengasimilasikan pengetahuan
yang dimilikinya dengan pengetahuan baru (belajar menjadi bermakna/
meaning full learning). Proses belajar terjadi melalui tahap-tahap:
1) Memperhatikan stimulus yang diberikan.
2) Memahami makna stimulus menyimpan dan menggunakan informasi
yang sudah dipahami.
3) Meaning full learning adalah suatu proses dikaitkannya
Menurut Ausebel siswa akan belajar dengan baik jika isi pelajarannya
didefinisikan dan kemudian dipresentasikan dengan baik dan tepat kepada
siswa (Advanced Organizer), dengan demikian akan mempengaruhi
pengaturan kemampuan belajar siswa. Advanced organizer adalah konsep
atau informasi umum yang mewadahi seluruh isi pelajaran yang akan
dipelajari oleh siswa. Advanced organizer memberikan tiga manfaat yaitu :
1. Menyediakan suatu kerangka konseptual untuk materi yang akan
dipelajari.
2. Berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan antara yang sedang
dipelajari dan yang akan dipelajari.
3. Dapat membantu siswa untuk memahami bahan belajar secara lebih
mudah.
Untuk itu pengetahuan guru terhadap isi pembelajaran harus sangat baik,
dengan demikian ia akan mampu menemukan informasi yang sangat abstrak,
umum dan inklusif yang mewadahi apa yang akan diajarkan. Guru juga harus
memiliki logika berfikir yang baik, agar dapat memilah-milah materi
pembelajaran, merumuskannya dalam rumusan yang singkat, serta
mengurutkan materi tersebut dalam struktur yang logis dan mudah dipahami.
4. Teori Perkembangan Kognitif, dikembangkan oleh Robert M. Gagne
Menurut gagne belajar dipandang sebagai proses pengolahan informasi
dalam otak manusia. Dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan
informasi, untuk kemudian diolah sehingga menghasilkan keluaran dalam
bentuk hasil belajar. Pengolahan otak manusia :
a) Reseptor

12
b) Sensory register
c) Short-term memory
d) Long-term memory
e) Response generator
Salah satu teori yang berasal dari psikolog kognitiv adalah teori
pemrosesan informasi yang dikemukakan oleh Robert M. Gagne. Menurut
teori ini belajar dipandang sebagai proses pengolahan informasi dalam otak
manusia. Sedangkan pengolahan otak manusia sendiri dapat dijelaskan sebagai
berikut:
a. Reseptor (alat indera) : menerima rangsangan dari lingkungan dan
mengubahnya menjadi rangsaangan neural, memberikan symbol
informasi yang diterimanya dan kemudian di teruskan.
b. Sensory register (penempungan kesan-kesan sensoris) : yang terdapat
pada syaraf pusat, fungsinya menampung kesan-kesan sensoris dan
mengadakan seleksi sehingga terbentuk suatu kebulatan perceptual.
Informasi yang masuk sebagian masuk ke dalam memori jangka
pendek dan sebagian hilang dalam system.
c. Short term memory ( memory jangka pendek ) : menampung hasil
pengolahan perceptual dan menyimpannya. Informasi tertentu
disimpan untuk menentukan maknanya. Memori jangka pendek
dikenal juga dengan informasi memori kerja, kapasitasnya sangat
terbatas, waktu penyimpananya juga pendek. Informasi dalam memori
ini dapat di transformasi dalam bentuk kode-kode dan selanjutnya
diteruskan ke memori jangka panjang.
d. Long Term memory (memori jangka panjang) :menampung hasil
pengolahan yang ada di memori jangka pendek. Informasi yang
disimpan dalam jangka panjang, bertahan lama, dan siap untuk
dipakai kapan saja.
e. Response generator (pencipta respon) : menampung informasi yang
tersimpan dalam memori jangka panjang dan mengubahnya menjadi
reaksi jawaban.

13
3. Aplikasi teori Kognitivistik
Aplikasi teori belajar kognitivistik dalam pembelajaran yaitu guru harus
memahami bahwa siswa bukan sebagai orang dewasa yang mudah dalam
proses berpikirnya, anak usia pra sekolah dan awal sekolah dasar belajar
menggunakan benda-benda konkret, keaktifan siswa sangat dipentingkan,
guru menyusun materi dengan menggunakan pola atau logika tertentu dari
sederhana kekompleks, guru menciptakan pembelajaran yang bermakna,
memperhatian perbedaan individual siswa untuk mencapai keberhasilan siswa.
Berdasarkan prinsip teori pemrosesan informasi dirumuskan beberapa
petunjuk aplikasi teori pemrosesan informasi, yaitu (a) guru hendaknya yakin
bahwa setiap siswa memiliki perhatian terhadap apa yang dipelajari. Karena
itu untuk menarik perhatian siswa, guru dapat melakukan tindakan dengan
memberikan tanda tertentu misalnya tepuk tangan atau menghentakkan papan
tulis, berkeliling ruangan atau berbicara dengan irama, memulai pelajaran
dengan mengajukan pertanyaan yang membangkitkan minat siswa terhadap
topik yang dibicarakan, (b) membantu siswa membedakan iinformasi yang
penting dengan informasi yang tidak penting untul memusatkan perhatian
misalnya dengan menuliskan tujuan pembelajaran, waktu menjelaskan
berhenti sejenak dan mengulangi lagi atau meminta siswa mengulangi apa
yang dijelaskan, (c) membantu siswa menghubungkan informasi yang baru
dengan apa yang diketahui misalnya dengan mengulangi hal-hal yang
diketahui siswa untuk mengingat kembali dan menghubungkan dengan
informasi baru, menggunakan diagram atau garis untuk menunnjukkan
hubungan informasi baru dengan informasi yang dimiliki, (d) sediakan waktu
untuk mengulang dan memeriksa kembali informasi dengan memulai
pelajaran meninjau ulang pekerjaan rumah, mengadakan tes-tes pendek yang
sering, membuat permainan atau siswa saling berpasangan bertanya jawab, (e)
sajikan pelajaran secara tersusun dan jelas misalnya menjelaskan tujuan
pembelajaran, membuat ikhtisar atau rangkuman, dan (f) utamakan
pembelajaran bermakna bukan ingatan misalnya dengan mengajarkan

14
perbendaharaan kata-kata baru dan mengaitkannya dengan kata-kata yang
sudah dimiliki.
4. Kelebihan dan kelemahan teori Kognitivistik
a) Kelebihannya yaitu : menjadikan siswa lebih kreatif dan mandiri;
membantu siswa memahami bahan belajar secara lebih mudah.
b) Kekurangannya yaitu : teori tidak menyeluruh untuk semua tingkat
pendidikan; sulit di praktikkan khususnya di tingkat lanjut; beberapa
prinsip seperti intelegensi sulit dipahami dan pemahamannya masih
belum tuntas.
5. Pandangan Teori Kognitif Tentang Belajar
Menurut teori kognitif, belajar ialah proses internal yanh tidak dapat
diamati langsung. Perubahan terjadi dalam kemampuan seseorang untuk
bertingkah laku dan berbuat dalam situasi tertentu. Perubahan dalam tingkah
laku adalah refleksi dari perubahan internal.
Seperti halnya teori behavioristik, teori kognitif berpendapat bahwa
reinforcement dalam sangat penting. Hanya saja reinforcement dalam teori
behavioristik berfungsi memperkuat respon atau tingkah laku, sementara dalam
teori kognitif berfungsi sebagai sumber umpan balik. Umpan balik ini memberi
tahu tentang apa yang mungkin terjadi kalau tingkah laku diulang-ulang.
Dalam teori ini reinforcement juga berfungsi untuk mengurangi ketidakpastian
yang mengarah ke pemahaman dan penguasaan.2

C. Teori Belajar Humanistik


1. Pengertian Teori Belajar Humanistik
Teori adalah suatu pendapat yang didasarkan pada penelitian dan
penemuan yang didukung
oleh data dan argumentasi.3 Agus Suprijono menguraikan bahwa teori
merupakan perangkat prinsip-prinsip yang terorganisasi mengenai
peristiwa-peristiwa tertentu dalam lingkungan. Teori dikatakan sebagai

3
El Rais El Rais, Kamus Ilmiah Populer, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012), hal. 667

15
hubungan kausalitas dari proposisi-proposisi. Ibarat bangunan, teori
tersusun secara kausalitas atas fakta-fakta, variabel/konsep, dan
proposisi.4
Belajar merupakan suatu proses yang ditempuh manusia untuk
memperoleh pengetahuan, yakni dari tidak tahu hingga menjadi tahu.
Belajar adalah suatu perubahan pada diri individu yang disebabkan oleh
pengalaman. Belajar terjadi dengan banyak cara, terkadang dengan di
sengaja, seperti ketika siswa memperoleh informasi yang disampaikan
oleh guru di kelas, atau ketika sedang berperilaku sehari-hari.5
Humanistik adalah aliran dalam psikologi yang muncul tahun
1950an. Adapun Humanistik memandang manusia sebagai manusia,
artinya manusia adalah makhluk hidup ciptaan Tuhan dengan fitrah-fitrah
tertentu. Ciri khas teori humanistik adalah berusaha untuk mengamati
perilaku seseorang dari sudut si pelaku dan bukan si pengamat. Sebagai
makhluk hidup, ia harus melangsungkan, mempertahankan, dan
mengembangkan, hidupnya dengan potensi potensi yang dimilikinya.6
Secara garis besar teori humanistik ini adalah sebuah teori belajar
yang mengutamakan pada proses belajar bukan pada hasil belajar. Teori
ini mengemban konsep untuk memanusiakan manusia sehingga manusia
(siswa) mampu memahami diri dan lingkungannya.

Aplikasi teori humanistik dalam pembelajaran adalah guru lebih


mengarahkan siswa untuk berpikir induktif, mementingkan pengalaman,
serta membutuhkan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar
(dalam hal ini guru berperan sebagai fasilitator). Hal ini diterapkan melalui
kegiatan diskusi, membahas materi secara berkelompok. Pembelajaran
berdasarkan teori humanistik ini cocok untuk diterapkan pada materi-
materi pembelajaran yang bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani,
4
Agus Suprijono, Cooperative Learning Teori dan Aplikasi Paikem, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2011), hal. 15
5
Sri Esti Wuryani Djiwandono, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Grasindo, 2006), hal.
120
6
Baharuddin dan Moh. Makin, Pendidikan Humanistik: Konsep, Teori, dan Aplikasi
Praksis dalam Dunia Pendidikan, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2007), hal. 22

16
perubahan sikap, dan analisis terhadap fenomena sosial. Indikator dari
keberhasilan aplikasi ini adalah siswa merasa senang bergairah, berinisiatif
dalam belajar dan terjadi perubahan pola pikir, perilaku dan sikap atas
kemauan sendiri. Siswa diharapkan menjadi manusia yang bebas, berani,
tidak terikat oleh pendapat orang lain dan mengatur pribadinya sendiri
secara bertanggungjawab tanpa mengurangi hak-hak orang lain atau
melanggar aturan, norma, disiplin atau etika yang berlaku.7

2. Tokoh-tokoh Teori Belajar Humanistik


Pemahaman demikiun ini sejalan dengan pandangan tokoh-tokoh
penting dalam teori belajar humanistik, antara lain adalah Arthur W.
Combs, Abraham Maslaw, Carl Rogers, dan Paulo Freire.
a. Arthur W. Combs
Konsep dasar yang sering digunakannya adalah meaning
(makna atau arti). Menurutnya belajar terjadi jika mempunyai arti
bagi individu. Guru tidak bisa memaksukan materi yang tidak
disukai atau tidak relevan dengan kehidupan mereka. Peserta didik
yang tidak bisa matematika atau sejarah hukan karena mereka
bodoh. Tetapi karena mereka enggan dan terpaksa. Mereka tidak
punya alasan tepat mengapa mereka harus mempelajarinya. Oleh
karena itu, hal penting yang perlu dilakukan sebagai pendidik adalah
bagaimana pesertu didik memperoleh arti bagi pribadinya dari materi
pelajaran yang dipelajari dan menghubungkannya dengan
kehidupannya.

b. Abraham Maslow
Abraham Maslow dikenal sebagai pelopor aliran psikologi
humanistik. Maslow percaya bahwa manusia tergerak untuk
memahami dan menerima dirinya sebisa mungkin. Teorinya yang
sangat terkenal sampai dengan hari ini adalah teori tentang
hierarchy of needs (hirarki kebutuhan). Menurut Maslow, manusia
7
Husamah. Dkk, Belajar dan Pembelajaran, (Malang: Universitas Muhammadiyah
Malang, 2018), hal. 118-119

17
termotivasi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya.
Kebutuhan-kebutuhan tersebut memiliki tingkatan atau hirarki,
mulai dari yang paling rendah (bersifat dasar:fisiologis) sampai
yang paling tinggi (aktualisasi diri). Hierarchy of needs (hirarki
kebutuhan) dari Maslow menyatakan bahwa manusia memiliki 5
macam kebutuhan yaitu physiological needs (kebutuhan fisiologis),
safety and security needs (kebutuhan akan rasa aman), love and
belonging needs (kebutuhan akan rasa kasih sayang dan rasa
memiliki), esteem needs (kebutuhan akan harga diri), dan self-
actualization (kebutuhan akun aktualisasi diri).
Hirarki kebutuhan manusia menurut Maslow ini mempunyai
implikasi penting yang harus diperhatikan oleh guru pada waktu
mengajar. In mengatakan, bahwa perhatian dan motivasi belajar
peserta didik tidak mugkin berkembang kalau kebutuhan dasar
peserta didik belum terpenuhi. Berangkat dari teori Abraham
Maslow ini, pendidikan humanistik haruslah pendidikan yang
mampu memenuhi lima kebutuhan tersebut. Hermula dari yang
mendasar sampai yang tertinggi yaitu aktuulisasi diri (self-
uctualization).
c. Carl Rogers
Carl Rogers adalah seorang psikolog humanistik yang
menekankan perlunya sikap Naling menghargai dan tanpa
prasangka (antara klien dan terapis) dalam membantu individu
mengatasi masalah-masalah kehidupannya. Rogers menegaskan,
dalam pengembangan diri seorang pribadi akan berusaha keras
demiaktualisasi diri (self actualisation). pemeliharaan diri (self
maintenance), dan peningkatan diri (self inhancement).

Menurut Carl Rogers, sebagaimana dikutip Sri Esti Wuryani


Djiwandono bahwa prinsip-prinsip yang mendasari pendidikan humanis
dapat diidentifikasikan sebagai berikut:

18
1) Keinginan untuk belajar (the desire to learn), manusia secara
wajar mempunyai keinginan untuk helajar. Maka dari itu, peserta
didik hurus diberi kebebasan untuk memuaskan rasa
keingintahuan mereka, untuk mengikuti minat mereka yang tidak
bisa dihalangi, dan untuk menemukan apa yang penting dan
berarti tentang dunia yang mengelilingi mereka.
2) Belajar secara signifikan (significant learning), belajar yang
dirasakan relevan terhadap kehutuhan dan tujuan peserta didik.
3) Belajar tanpa ancaman (learning without threat). belajar yang
paling baik adalah memperoleh dan menguasai suatu lingkungan
yang bebas duri ancurman.
4) Belajar atas inisiatif sendiri (self-initiated learning), belajar yang
akan membuat perasaan memiliki dalam diri peserta didik.
Peserta didik akan merasadirinya lebih terlibat dalam belajar,
lebih menyukui prestasi, dan lebih termotivasi untuk terus belajar.
5) Belajar dan Berubah (learning and change), belajar yang
bermanfaat adalah belajar tentang proses belajar, dimana peserta
didik mampu belajar dalam lingkungan yang berubah.
d. Paulo Freire
Adapun Freire dengan menggunakan pendekatan humanis
membangun konsep pendidikannya melalui manusia sebagai
subyek aktif. Manusia diajak untuk terus menerus memanusiakan
diri mereka lewat menamakan (naming) dunia dalam aksi-refleksi
dengan manusia yang lain. Bagi Freire manusia adalah makhluk
praksis yang hidup secara otentik hunya ketika terlibut dulam
transformasi dunia. Teori pendidikannya didasarkan pada
keyakinan yang tinggi terhadap manusia. Freire menolak bahwa
manusia itu bagaikan bejana kosong. Baginya setiap individu
mempunyai pengetahuan dan pendapat yang bernilai.8

8
R. Kholisol Muhlis, The Development Of Islamic Thoughts On Multiple Perspectives,
(Pamekesan:IAI Al-Khairat, 2020), hal. 173-175

19
Pendapat tokoh-tokoh di atas memunculkan beberapa prinsip
pelaksanaaun pendidikan humanis. Antara lain, menurut Ronald G.
sebagaimana dikutip oleh Asfiati menyebutkan ada lima prinsip
pendidikan yang menggunakan pendekatan humanis yaitu;
1) Peserta didik seharusnya dapat memilih mata pelajuran yang
akan mereka pelajari. Pendidik yang humanis memiliki
kayakinan bahwa peserta didik akan semangat mempelajari
pelajaran yang dibutuhkan dan ingin diketahuinya.
2) Tujuan pendidikan seharusnya mendorong peserta didik untuk
belajar, termotivasi dun belajar dengan kesuduran mereka
sendiri.
3) Para pendidik yang berpaham humanis meyakini bahwa
peringkat (rangking) tidak berguna dan hanya evaluasi dirilah
yang lebih haik. Peringkat hanya akan membuat peserta didik
belajar untuk mengejar peringkat bukan belajar untuk kebutuhan
dirinya. Pendidik humanis tidak setuju dengan sistem obyektive
test karena sistem tersebut hanya menilai kemampuan daya ingat
(kognitif) peserta didik saja.
4) Perasaan dan ilmu merupakan dun faktor penting yang harus ada
dalum proses helajur. Puru pendidik humanis tidak memisahkun
antara ranah kognitif dan afektif.
5) Sekolah harus menjadi tempat yang nyaman bagi peserta didik
untuk belajar. Jika mereka merasa nyaman, maka belajar
menjadi lebih mudah dan bermakna.9
3. Tujuan Teori Pembelajaran Humanistik
Tujuan dasar pendidikan Humanistik adalah mendorong siswa menjadi
menjadi kreatif dan teetarik dengan seni, dan menjadi ingin tahu tentang
dunia di sekitar mereka. Sejalan dengan itu, prinsip-prinsip pendidikan
humanistik disajikan sebagai berikut.

9
Ibid, hal.175-176

20
a. Siswa harus dapat memilih apa yang mereka ingin pelajari. Guru
humanistik percaya bahwa siswa akan termotivasi untuk mengkaji
materi bahan ajar jika terkait dengan kebutuhan dan keinginannya.
b. Tujuan pendidikan harus mendorong keinginan siswa untuk belajar dan
mengajar mereka tentang cara belajar. Siswa harus memotivasi dan
merangsang diri pribadi untuk belajar sendiri.
c. Pendidik Humanistik percaya bahwa nilai tidak relevan dan hanya
evaluasi diri (self evaluation) yang bermakna. Pemeringkatan
mendorong siswa belajar untuk mencapai tingkat tertentu, bukan untuk
kepuasan pribadi. Selain itu, pendidik humanistik menentang tes
objektif, karena mereka menguji kemampuan siswa untuk menghafal
dan tidak memberi umpan balik pendidikan yang cukup kepada guru
dan siswa.
d. Pendidik Humanistik percaya bahwa, baik perasaan maupun
pengetahuan, sangat penting dalam proses belajar dan tidak
memisahkan domain kognitif dan afektif.
e. Pendidik Humanistik menekankan perlunya siswa terhindar dari
tekanan lingkungan, sehingga mereka akan merasa aman untuk belajar.
Setelah siswa merasa aman, belajar mereka menjadi lebih mudah dan
lebih bermakna.10
Menurut Teori Humanistik, tujuan belajar adalah untuk memanusiakan
manusia. Proses belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami
lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa dalam proses belajarnya harus
berusaha agar lambatlaun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-
baiknya. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut
pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya. Aplikasi dari
teori Humanistik belajar adalah menekankan pentingnya isi dari proses
belajar bersifat eklektik, tujuannya adalah memanusiakan manusia atau
mencapai aktualisasi diri. Aplikasi teori Humanistik dalam pembelajaran guru
lebih mengarahkan siswa untuk berpikir induktif, mementingkan pengalaman,

10
Baharuddin dan Moh. Makin, Pendidikan...., hal. 24

21
serta membutuhkan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar. Hal
ini dapat diterapkan melalui kegiatan diskusi, membahas materi secara
berkelompok sehingga siswa dapat mengemukakan pendapatnya masing-
masing di depan kelas.
Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya apabila kurang
mengerti terhadap materi yang diajarkan. Pembelajaran berdasarkan teori
humanistik ini cocok untuk diterapkan pada materi materi pembelajaran yang
bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan analisis
terhadap fenomena sosial. Indikator dari keberhasilan aplikasi ini adalah
siswa merasa senang bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjadi
perubahan pola pikir, perilaku dan sikap atas kemauan sendiri.11
Berdasarkan paparan di atas, dapat disimpulkan teori belajar humanistik
belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami lingkungannya dan
dirinya sendiri. Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambat
laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Teori belajar
ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan
dari sudut pandang pengamatnya.
4. Tahap Teori Belajar Humanistik
Aliran Humanistik memandang bahwa belajar bukan sekedar
pengembangan kualitas kognitif saja, melainkan juga sebuah proses yang
terjadi dalam individu yang melibatkan seluruh bagian atau domain yang ada.
Domain-domain tersebut meliputi domain kognitif, afektif, dan
psikomotorik.12

Para ahli pendidikan menyatakan bahwa pada dasarnya Humanistik


bukanlah sebuah strategi belajar, melainkan sebagai sebuah filosofi belajar
yang sangat memperhatikan keunikan-keunikan yang dimiliki oleh siswa,
dimana setiap siswa memiliki cara sendiri dalam mengkonstruk pengetahuan

11
Zainal Arifin Tandjung, Sejarah Singkat Filsafat Modern: dari Descartes sampai
ttgenstein, (Jakarta: Pantja Simpati, 1984), hal. 321
12
5 Baharuddin dan Esa Nur Wahyuni, Teori Belajar dan Pembelajaran, (Yogyakarta:
Ar-Ruzz Media, 2012), hal. 142

22
yang dipelajarinya.13 Langkah-langkah pembelajaran yang dikemukakan oleh
Suciati dan Prasetyo Irawan, dapat digunakan sebagai acuan dalam penerapan
teori ini, yaitu:14

a. Menentukan tujuan pembelajaran secara jelas dan kemana arah


nantinya.
b. Mengindentifikasi kemampuan awal yang dimiliki oleh setiap siswa.
c. Mengidentifikasi topik-topik mata pelajaran.
d. Merancang dan menyediakan media dan fasilitas pembelajaran.
e. Membimbing para siswa agar mereka belajar secara aktif.
f. Membimbing siswa agar memahami makna dari pengalaman
belajarnya.
g. Membimbing siswa agar membuat konseptualisasi dari hasil
pengalamannya belajar.
h. Membimbing siswa agar menerapkan konsepnya tadi pada dunia nyata.
i. Membimbing siswa agar mengevaluasi proses dan hasil belajarnya
sendiri.
Berdasarkan pemaparan langkah-langkah di atas guru dapat dengan
mudah menerapkannya di dalam proses pembelajaran di dalam kelas. Dan
juga guru juga hendaknya memahami cara berfikir siswa satu persatu agar
siswa dapat dengan mudah menerima dan memahami pembelajaran yang
di berikan oleh guru pada pelajaran itu. Jika ada siswa yang memiliki
keterlambatan untuk memahami pembelajaran yang di sampaikan oleh
guru, sebaiknya guru mendekati dan memberi motivasi pada siswa
tersebut.

5. Proses Pelaksanaan Teori Belajar Humanistik


Ciri-ciri guru yang bersifat fasilitator adalah :
1) Merespon perasaan peserta didik
2) Menggunakan ide-ide peserta didik untuk melaksanakan interaksi
yang sudah dirancang
13
Ibid, hal.148
14
Ibid, hal.77-78

23
3) Berdialog dan berdiskusi dengan peserta didik
4) Menghargai peserta didik
5) Kesesuaian antara perilaku dan perbuatan
6) Menyesuaikan isi kerangka berpikir peserta didik (penjelasan untuk
memantapkan kebutuhan segera dari peserta didik)
7) Tersenyum pada peserta didik.15
Berdasarkan pemaparan terkait proses pelaksanaan teori belajar
humanistik maka mempermudah guru dalam proses pembelajaran di kelas
agar suasana lebih hidup dan aktif.

D. Teori Belajar Sibernetik


Istilah sibernetika berasal dari bahasa Yunani (Cybernetics berarti pilot).
Istilah Cybernetics yang diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia menjadi
sibernetika, pertama kali digunakan tahun 1945 oleh Nobert Wiener dalam
bukunya yang berjudul Cybernetics. Nobert mendefinisikan Cybernetics
sebagai berikut, "The study of control and communication in the animal and
the machine "
Istilah sibernetika digunakan juga oleh Alan Scrivener (2002) dalam
bukunya 'A Curriculum for Cybernetics and Systems Theory.' Sebagai berikut
"Study of systems which can be mapped using loops (or more complicated
looping structures) in the network defining the flow of information. Systems
of automatic control will of necessity use at least one loop of information flow
providing feedback." Artinya studi mengenai sistem yang bisa dipetakan
menggunakan loops (berbagai putaran) atau susunan sistem putaran yang
rumit dalam jaringan yang menjelaskan arus informasi. Sistem pengontrol
secara otomatis akan bermanfaat, satu putaran informasi minimal akan
menghasilkan feedback.
Sementara Ludwig Bertalanffy memandang fungsi sibernetik dalam
berkomunikasi. "Cybernetics is a theory of control systems based on
communication (transfer of information) between systems and environment

Nana Syaodih dkk, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, (Bandung: Cet. IV, Remaja
15

Rosdakarya, 2007), hal. 152

24
and within the system, and control (feedback) of the system's function in
regard to environment”.
Sibernetika adalah teori sistem pengontrol yang didasarkan pada
komunikasi (penyampaian informasi) antara sistem dan lingkungan dan antar
sistem, pengontrol (feedback) dari sistem berfungsi dengan memperhatikan
lingkungan.
Seiring perkembangan teknologi informasi yang diluncurkan oleh para
ilmuwan dari Amerika sejak tahun 1966, penggunaan komputer sebagai media
untuk menyampaikan informasi berkembang pesat. Teknologi ini juga
dimanfaatkan dunia pendidikan terutama guru untuk berkomunikasi sesama
relasi, mencari handout (buku materi ajar), menerangkan materi pelajaran atau
pelatihan, bahkan untuk mengevaluasi hasil belajar siswa. Prinsip dasar teori
sibernetik yaitu menghargai adanya 'perbedaan', bahwa suatu hal akan
memiliki perbedaan dengan yang lainnya, atau bahwa sesuatu akan berubah
seiring perkembangan waktu. Pembelajaran digambarkan sebagai : INPUT =>
PROSES => OUTPUT
Teori sibernetik diimplementasikan dalam beberapa pendekatan
pengajaran (teaching approach) dan metode pembelajaran, yang sudah banyak
diterapkan di Indonesia. Misalnya virtual learning, e-learning, dll
Menurut teori sibernetik, belajar adalah pengolahan informasi. Teori ini
mempunyai kesamaan dengan teori kognitif yaitu mementingkan proses
belajar dari pada hasil belajar. Proses belajar memang penting dalam teori
sibernetik, namun yang lebih utama lagi adalah sistem informasi yang akan
dipelajari siswa.
Asumsi lain dari teori sibernetik adalah bahwa tidak ada satu proses
belajarpun yang ideal untuk situasi, dan yang cocok untuk semua siswa. Sebab
cara belajar sangat ditentukan oleh sistem informasi, sebuah informasi
mungkin akan dipelajari oleh seorang siswa dengan satu macam proses
belajar, dan informasi yang sama mungkin akan dipelajari siswa lain melalui
proses belajar yang berbeda.
1. Aliran-Aliran Teori Sibernetik

25
Dalam bentuknya yang lebih praktis, teori sibernetik telah
dikembangkan oleh Landa (dalam pendekatan yang disebut algoritmik dan
heuristik), Pask dan Scott (dengan pembagian siswa tipe menyeluruh atau
wholist dan tipe serial serialist), atau pendekatan-pendekatan lain yang
berorientasi pada pengelolaan informasi.
a) Teori Belajar Menurut Landa
Menurut Landa, ada dua macam proses berfikir, di antaranya :
1) Proses berpikir algoritmik, yaitu proses berpikir sistematis,
tahap demi tahap, linear, konvergen, lurus menuju kesatu
target tujuan tertentu. Contoh: kegiatan menelepon,
menjalankan mesin mobil, dan lain-lain.
2) Cara berpikir heuristik, yaitu cara berpikir devergen, menuju
beberapa target tujuan sekaligus. Memahami suatu konsep
yang mengandung arti ganda dan penafsiran biasanya
menuntut seseorang untuk menggunakan cara berpikir
heuristik. Contoh : Operasi pemilihan atribut geonetri,
penemuan cara-cara pemecahan masalah, dan lan-lain.
Proses belajar akan berjalan dengan baik jika apa yang hendak
dipelajari atau masalah yang hendak dipecahkan diketahui ciri-cirinya.
Suatu materi lebih tepat disajikan dalam urutan teratur, linier,
sekuensial. Materi lainnya lebih tepat disajikan dalam bentuk terbuka
dan memberi keleluasan kepada siswa untuk berimajinasi dan berfikir.
b) Teori Belajar Menurut Pask dan Scott
Menurut Pask dan Scott, ada dua macam cara berpikir yaitu cara
berpikir serialis dan cara berpikir wholist atau menyeleruh.
Pendekatan serialis yang dikemukakannya memiliki kesamaan dengan
pendekatan algoritmik. Sedangkan cara berpikir menyeluruh (wholist)
adalah berpikir yang cenderung melompat ke depan, langsung ke
gambaran lengkap sebuah sistem informasi.
Siswa tipe wholist atau menyeluruh cenderung mempelajari
sesuatu dari tahap yang paling umum kemudian bergerak ke yang

26
lebih khusus. Sedangkan siswa tipe serialist cenderung berpikir secara
algoritmik.
Teori sibernetik sebagai teori belajar dikritik karena lebih
menekankan pada sistem informasi yang akan dipelajari, sedangkan
bagaimana proses belajar berlangsung dalam diri individu sangat
ditentukan oleh sistem informasi yang dipelajari teori ini memandang
manusia sebagai pengolahan informasi, pemikir, dan pencipta.
Sehingga diasumsikan manusia mampu mengolah, menyimpan, dan
mengorganisasikan informasi.
Aplikasi Teori Belajar Sibernetik dalam Kegiatan
PembelajaranSebagaimana yang dikemukakan oleh Suciati dan
Prasetya Irwan (2001) baik diterapkan dengan langkah-langkah
sebagai berikut :
a) Menentukan tujuan-tujuan pembelajaran
b) Menentukan materi pembelajaran
c) Mengkaji sistem informasi yang terkandung dalam materi
pelajaran
d) Menentukan pendekatan belajar yang sesuai dengan sistem
informasi tersebut (apakah algoritmik atau heuristik)
e) Menyusun materi pelajaran dalam urutan yang sesuai dengan
sistem informasinya.
f) Menyajikan materi dan membimbing siswa belajar dengan
pola yang sesuai dengan urutan materi pelajaran.
2. Kelebihan dan Kelemahan Teori Sibernetik dalamKegiatan
Pembelajaran

a) Keunggulan
1) Setiap orang bisa memilih model pembelajaran yang paling
sesuai dengan untuk dirinya, dengan mengakses melalui
internet pembelajaran serta modulnya dari berbagai penjuru
dunia.

27
2) Pembelajaran bisa disajikan dengan menarik, interaktif dan
komunikatif. Dengan animasi-animasi multimedia dan
interferensi audio, siswa tidak akan bosan duduk berjam-jam
mempelajari modul yang disajikan.
3) Menganggap dunia sebagai sebuah 'global village', dimana
masyarakatnya bisa saling mengenal satu sama lain, bisa saling
berkomunikai dengan mudah, dan pembelajaran bisa dilakukan
dimana saja tanpa dibatasi ruang dan waktu, sepanjang sarana
pembelajaran mendukung.
4) Buku-buku materi ajar atau sumber pembelajaran lainnya bisa
diperoleh secara autentik (sesuai aslinya), cepat dan murah.
5) Ketika bertanya atau merespon pertanyaan guru atau
instruktur, secara psikologis siswa akan lebih berani
mengungkapkanya, karena siswa tidak akan merasa takut salah
dan menanggung akibat dari kesalahannya secara langsung.
b) Kelemahan
Teori aliran ini dikritik karena tidak secara langsung membahas
tentang proses belajar sehingga menyulitkan dalam penerapan. Ulasan
teori ini cenderung ke dunia psikologi dan informasi dengan mencoba
melihat mekanisme kerja otak. Pada akhirnya, masing-masing aliran
teori belajar ini mengandung keunggulan- keunggulan dan kelemahan-
kelemahannya sendiri yang harus kita ketahui untuk dapat
mengkombinasikan dalam penerapannya dengan pendekatan belajar
yang lain sehingga dicapai hasil proses belajar yang lebih baik.16

16
Aprizal dkk, “Teori Belajar Sibernetik dan Penerapannya dalam Pembelajaran”(universitas
jambi, jambi,2013-2014), hal 2-9.

28

Anda mungkin juga menyukai