Anda di halaman 1dari 2

Implikasi Demokrasi dan HAM

Hubungan demokrasi dan HAM sudah dinyatakan dalam banyak kesepakatan seperti
Declaration of Human Rights, International Covenant on Civil and Political Rights,
International Covenanton Social, Economic and Cultural Rights, Solidarity Rights, dan
berbagai macam konvensi tentang hak asasi manusia.

HAM pada dasarnya bersifat universal, namun penerapannya mengalami proses


kontekstualisasi. Jangankan HAM, agama yang bersifat universal itu, ketika diterapkan pada
suatu ruang dan waktu, dia mengalami proses pribumisasi atau sesuai dengan konteksnya.1

Hubungan resiprokal yang dimaksud adalah, bahwa HAM hanya akan terealisir dalam
pemerintahan yang demokratis. Sementara itu pemerintahan yang demokratis akan menjadi
wahana bagi tegaknya HAM dalam kehidupan semua warga negara. Dengan kata lain
diterimanya demokrasi secara luas jelas memperkuat upaya penghormatan terhadap HAM. Jadi
secara subtansinya, Demokrasi diukur dari tercapai atau tidaknya HAM.

Esensi dari demokrasi sebagaimana yang diperjuangkan sejak revolusi Perancis 1789 adalah
kebebasan dan persamaan. Kebebasan dan persamaan ini merupakan entry-point dalam setiap
wacana atau diskursus tentang upaya penegakan HAM baik di tingkat domestik maupun global.
Puncak hubungan resiprokal antara demokrasi dengan upaya penegakan HAM terjadi dalam
Konferensi Hak Asasi Manusia yang berlangsung di Wina tahun 1993. Dalam Deklarasi Wina
inilah untuk pertamakalinya demokrasi dan HAM dinyatakan secara eskplisit sebagai
“entitasentitas” yang saling bergantung dan memperkuat.

Dalam tataran empiris hubungan antara demokrasi dengan HAM dapat dicermati melalui
bagaimana praktek penyelenggaraan negara oleh suatu serangkaian peraturan. Beberapa
indikator penjelas adanya penegakan HAM dalam suatu serangkaian peraturan adalah sebagai
berikut : (1) adanya jaminan terhadap kebebasan menyatakan pendapat, berserikat serta
berkumpul ; (2) bebas menentukan pilihan dalam pemilu tanpa ada paksaan siapapun ; (3)

1
A Ramlan Surbakti, Masyarakat Kebudayaan dan Politik: Demokrasi dan Hak-Hak Asasi Manusia A Ramlan
Surbakti, (Surabaya: Universitas Airlangga), Th XII, No 2, April 1999, hal. 4
adanya kebebasan pers ; (4) kebebasan beragama ; (5) kebebasan untuk hidup ; serta (6) adanya
partisipasi politik.2

2
Estika Sari, Demokrasi dan Hak Asasi Manusia, (Sumatera Barat: Universitas Negeri Padang, 2003),
DEMOKRASI Vol.II No.1, hlm. 24-25

Anda mungkin juga menyukai