Erik Syehabudin
Kharina Afifah Alfriyani
Resta Baruna
Resti Tri Anzani
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................ii
DAFTAR ISI...............................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..........................................................................1
B. Rumusan Masalah.....................................................................2
C. Tujuan Masalah.........................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian..................................................................................3
B. Tujuan keperawatan paliatuf.....................................................3
C. Ciri / Tanda klien lanjut usia menjelang ajal............................4
D. Tanda – tanda kematian............................................................4
E. Pengaruh kematian terhadap keluargalansia.............................4
F. Pemenuhan kebutuhan klien menjelang ajal.............................5
G. Tahap – tahap kematian............................................................7
H. Hak – hak pasien menjelang ajal...............................................9
I. Asuhan keperawatan dalam menghadapi kematian..................10
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kelompok lanjut usia adalah kelompok penduduk yang
berusia 60 tahun ke atas (Hardywinoto dan Setiabudhi, 1999;8).
Pada lanjut usia akan terjadi proses menghilangnya kemampuan
jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan
mempertahankan fungsi normalnya secara perlahan-lahan sehingga
tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan
yang terjadi (Constantinides, 1994). Karena itu di dalam tubuh akan
menumpuk makin banyak distorsi metabolik dan struktural disebut
penyakit degeneratif yang menyebabkan lansia akan mengakhiri
hidup dengan episode terminal (Darmojo dan Martono, 1999;4).
Penggolongan lansia menurut Depkes dikutip dari Azis (1994)
menjadi tiga kelompok yakni :
1. Kelompok lansia dini (55 – 64 tahun), merupakan kelompok
yang baru memasuki lansia.
2. Kelompok lansia (65 tahun ke atas).
3. Kelompok lansia resiko tinggi, yaitu lansia yang berusia lebih
dari 70 tahun.
Usia lanjut adalah suatu kejadian yang pasti akan dialami oleh
semua orang yang dikaruniai usia panjang, terjadinya tidak bisa
dihindari oleh siapapun. Pada usia lanjut akan terjadi berbagai
kemunduran pada organ tubuh. Namun tidak perlu berkecil hati,
harus selalu optimis, ceria dan berusaha agar selalu tetap sehat di
usia lanjut. Jadi walaupunb usia sudah lanjut, harus tetap menjaga
kesehatan
Proses menua manusia mengalami perubahan menuju
ketergantungan fisik dan mental. Keluhan yang menyertai proses
menua menjadi tanda adanya penyakit, biasanya disertai dengan
perasaan cemas, depresi atau mengingkari penyakitnya.
Apalagi penyakit stadium terminal (tinggal menunggu ajal)
1
dalam prediksi secara medis sering diartikan penderita tidak lama
lagi meninggal dunia. Keadaan ini menyebabkan lansia mengalami
kecemasan menghadapi kematian.
Tujuan perawatan paliatif adalah mencapai kualitas hidup
maksimal bagi si sakit (lanjut usia) dan keluarganya. Perawatan
paliatif tidak hanya diberikan kepada lanjut usia yang menjelang
akhir hayatnya, tetapi juga diberikan segera setelah didiagnosisoleh
dokter bahwa lanjut usia tersebut menderita penyakit yang tidak ada
harapan untuk sembuh (mis., menderita kanker). Sebagian pasien
lanjut usia, pada suatu waktu akan menghadapi keadaan yang
disebut “stadium paliatif”, yaitu kondisi ketika pengobatan sudah
tidak dapat menghasilkan kesembuhan. Biasanya dokter memvonis
pasien lanjut usia yang menderita penyakit yang mematikan (misal,
kanker, stroke, AIDS) juga mengalami penderitaan fisik,
psikologis, sosial, kultural dan spiritual.
B. Rumusan Masalah
1. Pengertian
2. Ciri / Tanda klien lanjut usia menjelang ajal
3. Tahap – tahap kematian
4. Hak – hak pasien menjelang ajal
5. Asuhan keperawatan dalam menghadapi kematian
C. Tujuan Masalah
1. Mahasiswa dapat memahami Pengertian menjelang ajal
2. Mahasiswa dapat memahami Ciri / Tanda klien lanjut usia
menjelang ajal
3. Mahasiswa dapat memahami Tahap – tahap kematian
4. Mahasiswa dapat memahami Hak – hak pasien menjelang ajal
5. Mahasiswa dapat memahami Asuhan keperawatan dalam
menghadapi kematian
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Pengertian paliatif adalah tindakan aktif guna meringankan
beban penderita, terutama yang tidak mungkin disembuhkan. Yang
dimaksud dengan tindakan aktif yaitu mengurangi atau
menghilangkan rasa nyeri dan keluhan lain, serta memperbaiki aspek
psikologis, sosial, dan spiritual
Menjelang ajal adalah bagian dari kehidupan, yang merupakan
proses menuju akhir.
Pengertian sakit gawat adalah suatu keadaan sakit, yang klien
lanjut usia tidak dapat lagi atau tidak ada harapan lagi untuk sembuh.
Pengertian kematian/ mati adalah apa bila seseorang tidak lagi
teraba denyut nadinya, tudak bernafas selama beberapa menit, dan
tidak menunjukkan beberapa reflek, serta tidak ada kegiatan otak.
Penyebab kematian:
1. Penyakit
a. Keganasan (karsinoma hati, paru, mammae).
b. Penyakit kronis, misalnya:
1) CVD (cerebrovascular diseases)
2) CRF (chronic renal failure (gagal ginjal))
3) Diabetes militus (ganggua)
4) MCI (myocard infarct (gangguan kardiovaskuler) )
5) COPD (chronic obstruction pulmonary diseases)
2. Kecelakaan (hematoma epidural)
B. Tujuan perawatan paliatif
1. Mencapai kualitas hidup maksimal bagi si sakit (lansia) dan keluarganya.
2. Perawatan paliatif tidak hanya diberikan kepada lansia yang
menjelang akhir hayatnya, tetapi juga diberikan segera setelah di
diagnosa oleh dokter bahwa lansia tersebut menderita penyakit
yang tidak ada harapan untuk sembuh (co/kanker)
3
C. Ciri / Tanda klien lanjut usia menjelang kematian
1. Gerakan dan pengindraan menghilang secara berangsur-angsur.
Biasanya dimulai pada anggota badan, khususnya kaki dan
ujung kaki.
2. Gerak peristaltic usus menurun.
3. Tubuh klien lanjut usia tampak menggembung.
4. Badan dingin dan lembap, terutama pada kaki, tangan, dan
ujung hidungnya.
5. Kulit tampak pucat, berwarna kebiruan / kelabu.
6. Denyut nadi mulai tidak teratur.
7. Nafas mendengkur berbunyi keras (stidor) yang disebabkan oleh
adanya lender pada saluran pernafasan yang tidak dapat
dikeluarkan oleh klien lanjut usia.
8. Tekanan darah menurun.
9. Terjadi gangguan kesadaran (ingatan menjadi kabur).
(Keperawatan. Gerontik & geriatrik, H. wahjudi Nugroho, B.
Sc.,SKM 2008).
4
F. Pemenuhan kebutuhan klien menjelang kematian :
1. Kebutuhan jasmani.
Kemampuan toleransi terhadap rasa sakit berbeda pada setiap
orang. Tindakan yang memungkinkan rasa nyaman bagi klien
lanjut usia ( mis., sering mengubah posisi tidur, perawatan fisik,
dan sebagainya ).
2. Kebutuhan fisisologis.
a. Kebersihan Diri
Kebersihan dilibatkan untuk mampu melakukan
kerbersihan diri sebatas kemampuannya dalam hal
kebersihan kulit, rambut, mulut, badan dan sebagainya.
b. Mengontrol Rasa Sakit
Beberapa obat untuk mengurangi rasa sakit digunakan
pada klien dengan sakit terminal, seperti morphin, heroin,
dsbg. Pemberian obat ini diberikan sesuai dengan tingkat
toleransi nyeri yang dirasakan klien. Obat-obatan lebih
baik diberikan Intra Vena dibandingkan melalui Intra
Muskular atau Subcutan, karena kondisi system sirkulasi
sudah menurun.
c. Membebaskan Jalan Nafas
Untuk klien dengan kesadaran penuh, posisi fowler akan
lebih baik dan pengeluaran sekresi lendir perlu dilakukan
untuk membebaskan jalan nafas, sedangkan bagi klien
yang tida sadar, posisi yang baik adalah posisi sim dengan
dipasang drainase dari mulut dan pemberian oksigen.
d. Bergerak
Apabila kondisinya memungkinkan, klien dapat dibantu
untuk bergerak, seperti: turun dari tempat tidur, ganti
posisi tidur untuk mencegah decubitus dan dilakukan
secara periodik, jika diperlukan dapat digunakan alat
untuk menyokong tubuh klien, karena tonus otot sudah
menurun.
e. Eliminasi
Karena adanya penurunan atau kehilangan tonus otot
dapat terjadi konstipasi, inkontinen urin dan feses. Obat
laxant perlu diberikan untuk mencegah konstipasi. Klien
dengan inkontinensia dapat diberikan urinal, pispot secara
teratur atau dipasang duk yang diganjti setiap saat atau
dilakukan kateterisasi. Harus dijaga kebersihan pada
daerah sekitar perineum, apabila terjadi lecet, harus
diberikan salep.
f. Perubahan Sensori
5
Klien dengan dying, penglihatan menjadi kabur, klien
biasanya menolak atau menghadapkan kepala kearah
lampu atau tempat terang. Klien masih dapat mendengar,
tetapi tidak dapat atau mampu merespon, perawat dan
keluarga harus bicara dengan jelas dan tidak berbisik-
bisik.
3. Kebutuhan emosi.
Untuk menggambarkan ungkapan sikap dan perasaan klien
lanjut usiadalam menghadapi kematian.
a. Mungkin klien lanjut usia mengalami ketakutan yang
hebat ( ketakutan yang timbul akibat menyadari bahwa
dirinya tidak mampu mencegah kematian ).
b. Mengkaji hal yang diinginkan penderita selama
mendampinginya. Misalnya, lanjut usia ingin
memperbincangkan tentang kehidupan di masa lalu dan
kemudian hari. Bila pembicaraan tersebut berkenaan,
luangkan waktu sejenak.
c. Mengkaji pengaruh kebudayaan atau agama terhadap
klien.
4. Kebutuhan social
Klien dengan dying akan ditempatkan diruang isolasi, dan untuk
memenuhi kebutuhan kontak sosialnya, perawat dapat
melakukan:
a. Menanyakan siapa-siapa saja yang ingin didatangkan
untuk bertemu dengan klien dan didiskusikan dengan
keluarganya, misalnya: teman-teman dekat, atau anggota
keluarga lain.
b. Menggali perasaan-perasaan klien sehubungan dengan
sakitnya dan perlu diisolasi.
c. Menjaga penampilan klien pada saat-saat menerima
kunjungan kunjungan teman-teman terdekatnya, yaitu
dengan memberikan klien untuk membersihkan diri dan
merapikan diri.
d. Meminta saudara atau teman-temannya untuk sering
mengunjungi dan mengajak orang lain dan membawa
buku-buku bacaan bagi klien apabila klien mampu
membacanya.
5. Kebutuhan spiritual
a. Menanyakan kepada klien tentang harapan-harapan
hidupnya dan rencana-rencana klien selanjutnya
menjelang kematian.
b. Menanyakan kepada klien untuk mendatangkan pemuka
agama dalam hal untuk memenuhi kebutuhan spiritual.
6
c. Membantu dan mendorong klien untuk melaksanakan
kebutuhan spiritual sebatas kemampuannya.
G. Tahap Kematian
Tahap-tahap ini tidak selamanya berurutan secara tetap, tetapi
saling tindih. Kadang-kadang seorang klien lanjut usia melalui satu
tahap tertentu untuk kemudian kembali ketahap itu. Apa bila tahap
tertentu berlangsung sangat singkat, bisa timbul kesan seolah-olah
klien lanjut usia melompati satu tahap, kecuali jika perawat
memperhatikan secara seksama dan cermat.
1. Tahap pertama (penolakan)
Tahap ini adalah tahap kejutan dan penolakan. Biasanya
sikap itu ditandai dengan komentar, selama tahap ini klien lanjut
usia sesungguhnya mengatakan bahwa mau menimpa semua
orang, kecuali dirinya. Klien lanjut usia biasanya terpengaruh
oleh sikap penolakannya sehingga ia tidak memperhatikan fakta
yang mungkin sedang dijelaskan kepadanya oleh perawat. Ia
bahkan telah menekan apa yang telah ia dengar atau mungkin
akan meminta pertolongan dari berbagai macam sumber
professional dan nonprofessional dalam upaya melarikan diri
dari kenyataan bahwa mau sudah ada di ambang pintu.
2. Tahap kedua (marah)
Tahap ini ditandai oleh rasa marah dan emosi yang tidak
terkendali. Sering kali klien lanjut usia akan mencela setiap
orang dalam segala hal. Ia mudah marah terhadap perawat dan
petugas kesehatan lainnya tentang apa yang telah mereka
lakukan.pada tahap ini, klien lanjut usia lebih mengaggap hal ini
merupakan hikmah, daripada kutukan. Kemarahan ini
merupakan mekanisme pertahanna diri klien lanjut usia lebih
mengaggap hal ini merupakan hikmah, dari pada kutukan.
Kemarahan di sini merupakan mekanisme pertahanan diri kliebn
lanjut usia. Pada saat ini, perawat kesehatan harus hati-hati
7
dalam member penilaiaan sebagai reaksi yang normal terhadap
kematiaan yang perlu diungkapkan.
3. Tahap ketiga (tawar-menawar)
Kemarahan biasanya mereda dank lien lanjut usia dapat
menimbulkan kesan dapat menerima apa yang sedang terjadi
pada dirinya.Akan tetapi pada tahap tawar-menawar ini bnyak
orang cenderung untuk menyelesaikan urusan rumah tangga
mereka sebelum maut tiba, dan mempersiapkan jaminan hidup
bagi orang tercinta yang ditinggalkan.
Selama tawar-menawar, permohonan yang dikemukakan
hendaknya dapat dipenuhi karena merupakan urusan yang belum
selesai dan harus diselesaikan sebelum mati. Misalnya, klien
lanjut usia mempunyai permintaan terakhir untuk melihat
pertandingan olahraga, mengunjungi kerabat, melihat cucu
terkecil, atau makan di restoran. Perawat dianjurkan memenuhi
permohonan itu karena membuat klien lanjut usia memasuki
tahap berikutnya.
4. Tahap keempat (sedih/depresi)
Hal ini biasanya merupakan saat yang menyedihkan klien
lanjut usia sedang dalam suasana berkabung. Di masa lampau, ia
sudah kehilangan orang yang dicintai dan sekarang ia akan
kehilangan nyawanya sendiri. Bersama dengan itu, ia harus
meninggalkan semua hal yang menyenangkan yang
dinikmatinya. Selama tahap ini, klien lanjut usia cenderung
tidak banyak bicara dan sering menangis. Saatnya bagi perawat
untuk duduk dengan tenang di samping klien lanjut usia yang
sedang melalui masa sedihnya sebelum meninggal.
5. Tahap kelima (menerima/asertif)
Tahap ini ditandai oleh sikap menerima kematian.
Menjelang saat ini, klien lanjut usia telah membereskan segala
urusan yang belum selesai dan mungkin dan mungkin tidak
ingin bicara lagi karena sudah menyatakan segala sesuatunya.
8
Tawar-menawar sudah lewat dan lewat dan tibalah saat
kedamaiaan dan ketenangan.Seseorang mungkin saja lama ada
dalam tahap meneriam, tetapi bukan tahap pasrah yang berarti
kekalahan. Dengan kata lain, pasrah pada maut bukan berarti
menerima maut.
9
14. Berhak untuk mengharapkan bahwa kesucian tubuh manusia
akan di hormati sesudah mati.
1. Pengkajian
Pengkajian ialah tahap pertama proses keperawatan.
Sebelum perawat dapat merencanakan asuhan keperawatan pada
pasien yang tidak ada harapan sembuh, perawat harus
mengidentifikasi dan menetapkan masalah pasien terlebih
dahulu. Oleh karena itu, tahap ini meliputi pengumpulan data,
analisis data mengenai status kesehatan, dan berakhir dengan
penegakan diagnosis keperawatan, yaitu pernyataan tentang
masalah pasien yang dapat diintervensi.
Tujuan pengkajian adalah memberi gambaran yang terus –
menerus mengenai kesehatan pasien yang memungkinkan tim
perawatan untuk merencanakan asuhan keperawatannya secara
perseorangan.
Pengumpulan data dimulai dengan upaya untuk mengenal
pasien dan keluarganya. Siapa pasien itu dan bagimana
kondisinya akan membahayakan jiwanya. Rencana pengobatan
apa yang telah dilaksanakan ? Tindakan apa saja yang telah
diberikan ? Adakah bukti mengenai pengetahuannya,
prognosisnya, dan pada tahap proses kematian yang mana pasien
berada ? Apakah ia menderita rasa nyeri ? Apkah anggota
keluarganya mengetahui prognosisnya dan bagaiman reaksi
mereka ? Filsafat apa yang dianut oleh pasien dan keluarganya
mengenai hidup dan mati. Pengkajian keadaan, kebutuhan, dan
masalah kesehatan / keperawatan pasien khususnya. Sikap
pasien terhadap penyakitnya, antara lain apakah pasien tabah
terhadap penyakitnya, apakah pasien menyadari tentang
keadaannya ?
a. Perasaan takut.
Kebanyakan pasien merasa takut terhadap rasa nyeri yang
tidak terkendalikan yang begitu sering diasosiasikan
dengan keadaan sakit terminal, terutama apabila keadaan
itu disebabkan oleh penyakit yang ganas. Perawat harus
menggunakan pertimbangan yang sehat apabila sedang
10
merawat orang sakit terminal. Perawat harus
mengendalikan rasa nyeri pasien dengan cara yang tepat.
Perasaan takut yang mungkin takut terhadap rasa nyeri,
walaupun secara teori, nyeri tersebut dapat diatasi dengan
obat penghilang rasa nyeri, seperti aspirin, dehidrokodein,
dan dektromoramid. Apibila orang berbicara tentang
perasaan takut mereka terhadap maut, respon mereka
secara tipikal mencakup perasaan takut tentang hal yang
tidak jelas, takut meninggalkan orang yang dicintai,
kehilangan martabat, urusan yang belum selesai, dan
sebagainya.
Kematian merupakan berhentinya kehidupan. Semua
orang akan mengalami kematian tersebut. Dalam
menghadapi kematian ini, pada umumnya orang merasa
takut dan cemas. Ketakutan dan kecemasan terhadap
kematian ini dapat membuat pasien tegang an stress.
b. Emosi. Emosi pasien yang muncul pada tahap menjelang
kematian, antara lain mencela dan mudah marah.
c. Tanda vital. Perubahan fungsi tubuh sering kali tercermin
pada suhu badan, denyut nadi, pernapasan, dan tekanan
darah. Mekanisme fisiologis yang mengaturnya berkaitan
satu sama lain. Setiap perubahan yang berlainan dengan
keadaan yang normal dianggap sebagai indikasi yang
penting untuk mengenali keadaan kesehatan seseorang.
d. Kesadaran. Kesadaran yang sehat dan adekuat dikenal
sebagai awas waspada, yang merupakan ekspresi
tentang apa yang dilihat, didengar, dialami, dan perasaan
keseimbangan, nyeri, suhu, raba, getar, gerak, gerak tekan,
dan sikap, bersifat adekuat, yaitu tepat dan sesuai (Mahar
Mardjono dan P. Sidharta, 198).
e. Fungsi tubuh. Tubuh terbentuk atas banyak jaringan dan
organ. Setiap organ mempunyai fungsi khusus.
2. Diagnosa.
11
Diagnosis keperawatan adalah masalah aktual / potensial yang
dimiliki seseorang dalam memenuhi tuntutan atau kegiatan
hidup sehari – hari dan yang berhubungan dengan kesehatan
( Gordon, 1976 ).
Berikut tabel diagnosis keperawatan:
Data Diagnosis Keperawatan
Status sistem pernapasan Gangguan pemenuhan kebutuhan oksigen
a. Sesak napas yang berhubungan dengan adanya
b. Batuk penyumbatan slem yang ditandai dengan
c. Slem sesak napas
12
3. Intervensi
PerencPerancanaan adalah langkah kedua dalam proses
keperawatan. Termasuk penentuan apa yang dapat dilakukan
perawat terhadap pasien dan pemilihan intervensi keperawatan
yang tepat.
13
Gangguan pola Kebutuhan Ciptakan komunikasi Kebutuhan istirahta
tidur istirahat dan yang terapeutik, dan tidur dapat
tidur terpenuhi dengan member trepenuhi
penjelasan kepada Tak ada keluhan,
pasien tentang dapat tidur
pentingnya istirahat Ekspresi bangun
terhadap tubuh. tidur ceria, segar
bugar.
BAB III
PENUTUP
14
DAFTAR PUSTAKA
http://nursing-community.blogspot.com/2013/04/asuhan-keperawatan-lansia-
dalam.html?m=1 , diakses pada tanggal November 11, 2019 jam 21.00