Anda di halaman 1dari 24

SERI REKAMAN DOKUMEN

UNIT KERJA TA. 2016


REV. 02/2019

PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN


TINGKAT PANDUAN DIAGNOSTIK ATAU
DIAGNOSTIC REFERENCE LEVEL (DRL)
NASIONAL

PUSAT PENGKAJIAN SISTEM DAN TEKNOLOGI PENGAWASAN


FASILITAS RADIASI DAN ZAT RADIOAKTIF
BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR
Jl. Gajah Mada No. 8 Jakarta 10120
Telp. (62-21) 63858269 – 70, Fax. (62-21) 63858275
PUSAT PENGKAJIAN SISTEM DAN TEKNOLOGI PENGAWASAN
FASILITAS RADIASI DAN ZAT RADIOAKTIF
BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR
Jalan Gajah Mada No. 8, Jakarta 10120
Tel. (021) 63858269 – 70, Fax. (021) 63858275
Jenis Rekaman : Rekaman Unit Kerja
Judul : Pedoman Teknis Penyusunan Tingkat Panduan Diagnostik atau
Diagnostic Reference Level (DRL) Nasional

LEMBAR PENGESAHAN

Tim Revisi 2019:


1. Endang Kunarsih
2. Hermansyah
3. Ida Bagus Gede Putra Pratama
4. Iswandarini
5. Leily Savitri
6. Rusmanto
7. Sudradjat
8. Titik Kartika

No. Rek.: LT/STI/KN 01/P2STPFRZR 1/077/2016 Tanggal : 29 Februari 2016


Revisi : 02/2019 Hal : i dari iii
PUSAT PENGKAJIAN SISTEM DAN TEKNOLOGI PENGAWASAN
FASILITAS RADIASI DAN ZAT RADIOAKTIF
BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR
Jalan Gajah Mada No. 8, Jakarta 10120
Tel. (021) 63858269 – 70, Fax. (021) 63858275
Jenis Rekaman : Rekaman Unit Kerja
Judul : Pedoman Teknis Penyusunan Tingkat Panduan Diagnostik atau
Diagnostic Reference Level (DRL) Nasional

KATA PENGANTAR

Pada Peraturan Kepala (Perka) BAPETEN No. 8 Tahun 2011 tentang


Keselamatan Radiasi Dalam Penggunaan Pesawat Sinar-X Radiologi Diagnostik dan
Intervensional diperoleh informasi bahwa salah satu syarat proteksi yang harus
dipenuhi dalam penggunaan radiasi pengion bidang medik adalah optimisasi proteksi
dan keselamatan radiasi. Maksud dari optimisasi ini adalah suatu upaya untuk
membuat dosis yang diterima serendah mungkin yang dapat dicapai dengan
mempertimbangkan faktor sosial dan ekonomi.
Pada radiologi diagnostik dan intervensional, optimisasi dimaknai sebagai
suatu usaha untuk membuat dosis yang diterima oleh pasien serendah mungkin
dengan tetap menjaga kualitas citra yang diperoleh seoptimal mungkin. Salah satu cara
optimisasi proteksi adalah dengan tingkat panduan paparan medik atau Diagnostic
Reference Level (DRL).
Dokumen ini adalah “Pedoman Teknis Penyusunan Tingkat Panduan
Paparan Medik atau Diagnostic Reference Level (DRL) Nasional” yang dapat
digunakan oleh para pemegang izin, dan yang membutuhkan untuk membuat tingkat
panduan paparan medik atau DRL.
Pedoman ini tidak akan menjadi berguna dan sempurna, tanpa ada kontribusi
berupa masukan dan koreksi dari yang membacanya. Oleh karena itu diharapkan
partisipasi aktif dari para pembaca pedoman ini untuk memberi masukan dan
koreksinya ke kajian.kesehatan@bapeten.go.id sehingga dapat dilakukan perbaikan
dan penyesuaian dengan kondisi yang sesungguhnya.
Demikian, semoga pedoman ini bermanfaat bagi yang memerlukannya dan
dapat memberikan andil dalam peningkatan upaya optimisasi proteksi dan
keselamatan radiasi bagi pasien.

No. Rek.: LT/STI/KN 01/P2STPFRZR 1/077/2016 Tanggal : 29 Februari 2016


Revisi : 02/2019 Hal : ii dari iii
PUSAT PENGKAJIAN SISTEM DAN TEKNOLOGI PENGAWASAN
FASILITAS RADIASI DAN ZAT RADIOAKTIF
BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR
Jalan Gajah Mada No. 8, Jakarta 10120
Tel. (021) 63858269 – 70, Fax. (021) 63858275
Jenis Rekaman : Rekaman Unit Kerja
Judul : Pedoman Teknis Penyusunan Tingkat Panduan Diagnostik atau
Diagnostic Reference Level (DRL) Nasional

DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL ………………………………………………………..............................................
LEMBAR PENGESAHAN ..…………………………………………………....................................... i
KATA PENGANTAR ………………………………………………………............................................ ii
DAFTAR ISI ………………………………………………………………................................................. iii
DASAR HUKUM…………………………………………………………………………………………….. 1
PENDAHULUAN…………………………………………………………………..................................... 1
MAKSUD DAN TUJUAN TINGKAT PANDUAN DIAGNOSTIK ATAU DRL……………. 3
METODOLOGI………………………………………………………………………………………………. 5
PENENTUAN NILAI DRL……………………………………………………………………………….. 14
UPAYA KE DEPAN UNTUK MEMPERMUDAH MENETAPKAN DRL…………………... 15
FASILITAS PENGELOLAAN DATA DOSIS PASIEN SECARA ONLINE…………………. 15
NILAI TINGKAT PANDUAN DIAGNOSTIK ATAU DRL NASIONAL…………………….. 16
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………................................................. 16
LAMPIRAN........................................................................................................................................... 17
INDONESIAN DIAGNOSTIC REFRERENCE LEVEL (TINGKAT PANDUAN
DIAGNOSTIK INDONESIA)……………………………………………………………………. 17

No. Rek.: LT/STI/KN 01/P2STPFRZR 1/077/2016 Tanggal : 29 Februari 2016


Revisi : 02/2019 Hal : iii dari iii
PUSAT PENGKAJIAN SISTEM DAN TEKNOLOGI PENGAWASAN
FASILITAS RADIASI DAN ZAT RADIOAKTIF
BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR
Jalan Gajah Mada No. 8, Jakarta 10120
Tel. (021) 63858269 – 70, Fax. (021) 63858275
Jenis Rekaman : Rekaman Unit Kerja
Judul : Pedoman Teknis Penyusunan Tingkat Panduan Diagnostik atau Diagnostic
Reference Level (DRL) Nasional

DASAR HUKUM
1. Peraturan Pemerintah (PP) No. 33 Tahun 2007 tentang Keselamatan Radiasi Pengion
dan Keamanan Sumber Radioaktif;
2. Peraturan Kepala (Perka) BAPETEN No. 8 Tahun 2011 tentang Keselamatan Radiasi
Dalam Penggunaan Pesawat Sinar-X Radiologi Diagnostik dan Intervensional;
3. Peraturan Kepala (Perka) BAPETEN No. 3 Tahun 2015 tentang Rencana Strategis
Badan Pengawas Tenaga Nuklir Tahun 2015 – 2019;
4. Rekomendasi International Atomic Energy Agency (IAEA) dan World Health
Organization (WHO) Tahun 2012 hasil “International Conference on Radiation
Protection in Medicine: Setting the Scene for the Next Decade” yang diberi nama Bonn
Call-for-Action; dan
5. Rekomendasi IAEA dalam Basic Safety Standard (BSS), General Safety Requirements
(GSR) Part 3 Tahun 2014.
6. ICRP Publication 135, Diagnostic Reference Levels in Medical Imaging, 2017

PENDAHULUAN
1. Pemanfaatan radiasi pengion untuk kesehatan di Indonesia menunjukkan adanya
peningkatan yang signifikan, hal tersebut dapat diketahui dari semakin banyaknya
modalitas radiasi pengion yang digunakan dan jenis tindakan medis yang dilakukan
dengan bantuan radiasi. Pemanfaatan radiasi pengion tersebut harus dilakukan
pengawasan untuk menjamin proteksi dan keselamatan pekerja, pasien, dan
masyarakat.
2. Pada PP No. 33 Tahun 2007 tentang Keselamatan Radiasi Pengion dan Keamanan
Sumber Radioaktif menyatakan bahwa setiap pemanfaatan tenaga nuklir wajib
memiliki izin pemanfaatan dan memenuhi persyaratan keselamatan radiasi.
3. Salah satu persyaratan keselamatan radiasi yang harus dipenuhi adalah persyaratan
proteksi radiasi yang meliputi:
a. Justifikasi pemanfaatan tenaga nuklir
b. Limitasi dosis
c. Optimisasi proteksi dan keselamatan radiasi
4. Justifikasi pemanfaatan tenaga nuklir harus didasarkan pada manfaat yang diperoleh
lebih besar daripada risiko yang ditimbulkan.
5. Limitasi dosis wajib diberlakukan untuk paparan kerja dan paparan masyarakat
melalui penerapan Nilai Batas Dosis (NBD). Limitasi dosis tidak berlaku untuk
paparan medik.
6. Optimisasi proteksi dan keselamatan radiasi harus diupayakan agar besarnya dosis
yang diterima serendah mungkin yang dapat dicapai dengan mempertimbangkan
faktor sosial dan ekonomi. Penerapan optimisasi dilaksanakan melalui:

No. Rek.: LT/STI/KN 01/P2STPFRZR 1/077/2016 Tanggal : 29 Februari 2016


Revisi : 02/2019 Hal : 1 dari 20
PUSAT PENGKAJIAN SISTEM DAN TEKNOLOGI PENGAWASAN
FASILITAS RADIASI DAN ZAT RADIOAKTIF
BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR
Jalan Gajah Mada No. 8, Jakarta 10120
Tel. (021) 63858269 – 70, Fax. (021) 63858275
Jenis Rekaman : Rekaman Unit Kerja
Judul : Pedoman Teknis Penyusunan Tingkat Panduan Diagnostik atau Diagnostic
Reference Level (DRL) Nasional

a. pertimbangan pemilihan modalitas yang akan digunakan;


b. pertimbangan prosedur/operasi yang dipilih;
c. kalibrasi;
d. dosimetri pasien (perhitungan atau pengukuran dosis pasien);
e. tingkat panduan diagnostik atau diagnostic reference level (DRL); dan
f. program jaminan mutu untuk paparan medik.
7. Pada paparan medik, pasien merupakan bagian dari obyek investigasi atau perlakuan
tindakan medis menggunakan sumber radiasi pengion. Artinya, pasien memperoleh
manfaat langsung yang lebih besar dari adanya tindakan medis dengan sumber radiasi
pengion sehingga dapat dipahami bahwa pasien tidak membutuhkan pembatasan
dosis sebagaimana NBD. Meskipun begitu, dosis yang diterima oleh pasien harus
dijustifikasi dan dioptimisasi sehingga mencegah adanya penerimaan paparan radiasi
yang tidak diperlukan (unnecessary exposure) atau pun paparan radiasi yang tidak
dibutuhkan (unintended exposure).
8. Tingkat panduan diagnostik untuk paparan medik atau DRL sangat direkomendasikan
untuk digunakan sebagai panduan para praktisi medik dalam melakukan optimisasi
proteksi pada setiap jenis pemeriksaan radiologi diagnostik dan intervensional, dan
digunakan untuk mencegah paparan radiasi yang tidak diperlukan pada pasien.
9. Pada Pasal 36 ayat (2) Perka BAPETEN Nomor 8 Tahun 2011 tentang Keselamatan
Radiasi dalam Penggunaan Pesawat Sinar-X Radiologi Diagnostik dan Intervensional,
menyatakan bahwa penerapan optimisasi proteksi dan keselamatan radiasi harus
diupayakan sedemikian rupa sehingga pasien menerima dosis radiasi sesuai dengan
dosis yang diperlukan guna mencapai tujuan diagnostik.
10. Tujuan diagnostik yang dimaksud adalah mendapatkan citra radiografi secara optimal
sehingga diperoleh informasi diagnostik yang diperlukan oleh dokter dengan selalu
mengupayakan penerimaan dosis radiasi pasien serendah mungkin yang dapat dicapai
dengan mengikuti prinsip As Low As Reasonably Achievable (ALARA).
11. Pada radiologi diagnostik dan intervensional, optimisasi proteksi dimaknai sebagai
suatu usaha untuk membuat dosis yang diterima oleh pasien serendah mungkin
dengan tetap menjaga kualitas citra seoptimal mungkin.
12. Salah satu upaya penerapan prinsip optimisasi proteksi dan keselamatan radiasi pada
nomor 6 huruf e di atas adalah menetapkan dan menggunakan tingkat panduan
diagnostik atau DRL saat akan melakukan tindakan radiologi.
13. Sesuai dengan ketentuan yang ada pada Pasal 21, 34, dan 35 PP No. 33 Tahun 2007,
pemegang izin wajib memenuhi ketentuan optimisasi proteksi dan keselamatan
radiasi termasuk menentukan dan menggunakan tingkat panduan diagnostik atau
DRL.

No. Rek.: LT/STI/KN 01/P2STPFRZR 1/077/2016 Tanggal : 29 Februari 2016


Revisi : 02/2019 Hal : 2 dari 20
PUSAT PENGKAJIAN SISTEM DAN TEKNOLOGI PENGAWASAN
FASILITAS RADIASI DAN ZAT RADIOAKTIF
BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR
Jalan Gajah Mada No. 8, Jakarta 10120
Tel. (021) 63858269 – 70, Fax. (021) 63858275
Jenis Rekaman : Rekaman Unit Kerja
Judul : Pedoman Teknis Penyusunan Tingkat Panduan Diagnostik atau Diagnostic
Reference Level (DRL) Nasional

14. Sesuai dengan Peraturan BAPETEN No. 2 Tahun 2018, modalitas sumber radiasi
pengion yang digunakan di radiologi diagnostik dan intervensional dikelompokkan
menjadi :
a. radiografi umum;
b. fluoroskopi;
c. mamografi;
d. CT Scan; dan
e. pesawat gigi.
15. Sesuai dengan rekomendasi IAEA melalui BSS Tahun 2014 (GSR Part 3), pemerintah
harus memastikan bahwa DRL ditetapkan untuk tiap jenis pemeriksaan tindakan
radiologi diagnostik dan intervensional termasuk diagnostik pada kedokteran nuklir.
Nilai DRL didasarkan pada hasil survei dalam skala yang luas atau ditetapkan suatu
nilai sesuai dengan kondisi sumber daya negaranya.
16. BAPETEN dapat bertindak sebagai promotor dalam melakukan survei pengumpulan
data dosis pasien untuk menetapkan DRL pada radiologi diagnostik dan intevensional,
dan kedokteran nuklir. Survei untuk memperoleh informasi secara kualitatif dan
kuantitatif mengenai frekuensi dan dosis untuk tiap jenis pemeriksaan digunakan
sebagai bahan kajian paparan medik di Indonesia.
17. Pedoman ini dapat direviu secara reguler oleh BAPETEN dengan melibatkan berbagai
pihak yang terkait dengan upaya proteksi dan keselamatan radiasi bagi pasien.

MAKSUD DAN TUJUAN TINGKAT PANDUAN DIAGNOSTIK ATAU DRL

18. Sesuai dengan Penjelasan Pasal 37 Ayat (1) PP No. 33 Tahun 2007, yang dimaksud
dengan “Tingkat Panduan” (Guidance Level) adalah nilai panduan yang hendaknya
dicapai melalui pelaksanaan kegiatan medik dengan metode yang teruji. Nilai panduan
untuk kegiatan radiologi diagnostik dinyatakan dalam nilai dosis atau laju dosis,
sedangkan untuk kegiatan kedokteran nuklir dinyatakan dalam aktivitas sumber
radioaktif”.
19. Hal-hal penting yang harus diperhatikan terkait dengan Tingkat Panduan diagnostik
atau DRL:
a. Terminologi yang digunakan dapat berupa “Tingkat Panduan Diagnostik” atau
DRL;
b. DRL bukan nilai yang menentukan baik atau tidaknya pelayanan radiologi, tetapi
hanya sebagai salah satu indikator mutu pelayanan.
c. DRL bukan nilai yang menunjukkan batasan mengenai berlebih atau tidaknya
dosis yang diterima oleh pasien. Pasien dapat menerima dosis melebihi DRL jika
terjustifikasi secara medis dan penerimaan dosis tersebut tidak dapat dihindari.

No. Rek.: LT/STI/KN 01/P2STPFRZR 1/077/2016 Tanggal : 29 Februari 2016


Revisi : 02/2019 Hal : 3 dari 20
PUSAT PENGKAJIAN SISTEM DAN TEKNOLOGI PENGAWASAN
FASILITAS RADIASI DAN ZAT RADIOAKTIF
BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR
Jalan Gajah Mada No. 8, Jakarta 10120
Tel. (021) 63858269 – 70, Fax. (021) 63858275
Jenis Rekaman : Rekaman Unit Kerja
Judul : Pedoman Teknis Penyusunan Tingkat Panduan Diagnostik atau Diagnostic
Reference Level (DRL) Nasional

d. DRL sebagai alat investigasi, untuk mengidentifikasi situasi dosis pasien yang
tinggi sehingga harus senantiasa dikurangi dari waktu ke waktu dengan tetap
mempertahankan kualitas citra optimal.
e. DRL dapat digunakan sebagai sarana untuk pemantauan dan pengelolaan dosis
pasien sehingga pasien menerima dosis serendah mungkin yang dapat dicapai
tanpa mengurangi kualitas citra yang diinginkan.
f. DRL ditentukan dari sebaran data indikator dosis yang mudah untuk diukur dan
memiliki link langsung dengan dosis pasien. Misalnya: Dose Area Product (DAP),
Incident Air Kerma (INAK), Entrance Surface Dose (ESD), CTDI (Computed
Tomography Dose Index), Dose Length Product (DLP), dan aktivitas zat radioaktif
yang diberikan ke pasien untuk diagnostik kedokteran nuklir.
g. Penentuan DRL Nasional direkomendasikan pada nilai kuartil 3 (75
persentil/kuartil 3) dari sebaran data dosis yang diperoleh dari fasilitas (nilai
median). Fasilitas pelayanan kesehatan dapat saja menentukan nilai DRL lokal
pada nilai median (kuartil 2) dari karakteristik sebaran data dan kemampuan
optimisasi yang dimilikinya.
20. Tujuan DRL adalah sebagai alat optimisasi proteksi dan keselamatan radiasi bagi
pasien dan mencegah paparan radiasi yang tidak diperlukan (unnecessary exposure).
Disebut sebagai alat optimisasi karena merupakan sebuah proses untuk menuju
optimal, yaitu menuju dosis pasien serendah mungkin yang dapat dicapai dengan tetap
memperhatikan kualitas citra yang memadai untuk kebutuhan diagnostik. Sebagai
sebuah proses menuju optimal maka DRL harus direviu secara reguler.
21. Implementasinya, jika ada dosis pasien melebihi DRL maka perlu dicatat dan dilakukan
reviu yang ditujukan untuk mencari kemungkinan penyebabnya dan opsi tindakan
perbaikan yang sesuai, kecuali dosis tersebut tidak dapat dihindari dan harus
terjustifikasi secara medis. Adanya tindakan korektif yang diambil sehingga dosis dari
waktu ke waktu dapat tereduksi yang mengakibatkan nilai DRL semakin dinamis dan
menuju ke arah serendah mungkin.
22. Selain itu DRL dapat digunakan sebagai sarana untuk membuat suatu protokol
penyinaran yang disepakati bersama. Pembuatan protokol bersama dapat dilakukan
dengan kerjasama antar organisasi profesi yang terkait dengan dosis dan citra.
23. DRL dapat ditentukan secara nasional maupun lokal. Fasilitas pelayanan kesehatan
seperti rumah sakit dapat memiliki sendiri nilai DRL Lokal.
24. DRL dapat digunakan sebagai sarana untuk membuat protokol pemeriksaan tiap jenis
pemeriksaan sesuai dengan kondisi sumber daya yang ada, baik secara lokal maupun
nasional.
25. Pedoman ini dapat digunakan oleh setiap fasilitas pelayanan kesehatan yang memiliki
modalitas radiasi pengion, institusi pendidikan, dan yang lain sebagai rujukan dalam
mengidentifikasi dosis radiasi pasien radiologi dan menentukan DRL.

No. Rek.: LT/STI/KN 01/P2STPFRZR 1/077/2016 Tanggal : 29 Februari 2016


Revisi : 02/2019 Hal : 4 dari 20
PUSAT PENGKAJIAN SISTEM DAN TEKNOLOGI PENGAWASAN
FASILITAS RADIASI DAN ZAT RADIOAKTIF
BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR
Jalan Gajah Mada No. 8, Jakarta 10120
Tel. (021) 63858269 – 70, Fax. (021) 63858275
Jenis Rekaman : Rekaman Unit Kerja
Judul : Pedoman Teknis Penyusunan Tingkat Panduan Diagnostik atau Diagnostic
Reference Level (DRL) Nasional

26. Nilai DRL merupakan salah satu dari upaya optimisasi proteksi dan keselamatan
radiasi bagi pasien, namun yang paling utama untuk dipertimbangkan jika akan
menggunakan modalitas radiasi pengion adalah justifikasi. Karena satu satu upaya
mencegah paparan radiasi pada pasien yang paling utama adalah dengan mencegah
penyinaran atau paparan radiasi yang tidak dibutuhkan (unintended exposure).
27. Proteksi radiasi bagi pasien merupakan hal yang berkesinambungan, tidak hanya
berhenti setelah diperoleh suatu nilai DRL. Penetapan DRL hanya langkah pertama
dalam optimisasi proteksi pada pasien. Praktisi medik harus selalu berupaya untuk
dapat mengoptimalkan nilai DRL dan meningkatkan pelayanan pada pasien sehingga
tujuan diagnostik tercapai.
28. Pada Tabel 1 berikut ini menunjukkan berbagai modalitas sumber radiasi pengion dan
indikator dosis yang dapat digunakan untuk mendeskripsikan DRL.

Tabel 1. Indikator dosis untuk berbagai modalitas radiasi pengion


No. Modalitas Indikator Dosis Indikator turunan
1 Radiografi ESD (mGy) atau Dosis efektif (mSv)
umum/mobile DAP atau KAP (mGy.m ) 2

2 Mamografi INAK (mGy) Mean Glandular Dose (mGy)


3 Fluoroskopi DAP atau KAP (mGy.m ) atau
2 Dosis efektif (mSv)
konvensional dan Peak Skin Dose (mGy) atau
intervensional laju kerma udara (mGy)
4 CT Scan CTDI (mGy) atau DLP Dosis efektif (mSv)
(mGy.cm)
5 Gigi intraoral ESD (mGy) Dosis efektif (mSv)
6 Gigi panoramik DAP atau KAP (mGy.m ) 2 Dosis efektif (mSv)

METODOLOGI
29. Pertama, sebagai implementasi dari pendekatan bertingkat, diantara kelompok
modalitas radiasi pengion yang ada pada Tabel 1, dipilih sebagai prioritas adalah
modalitas sinar-X yang memiliki:
a. Potensi memberikan dosis yang tinggi ke pasien, dan
b. Fitur indikator dosis yang melekat pada modalitasnya.
30. Sesuai dengan persyaratan pada paragraf di atas, maka nilai DRL dapat ditentukan
mulai pada modalitas sinar-X berikut:
a. CT Scan;
b. Fluoroskopi konvensional dan intervensional;
c. Mamografi;
d. Radiografi umum/mobile; dan

No. Rek.: LT/STI/KN 01/P2STPFRZR 1/077/2016 Tanggal : 29 Februari 2016


Revisi : 02/2019 Hal : 5 dari 20
PUSAT PENGKAJIAN SISTEM DAN TEKNOLOGI PENGAWASAN
FASILITAS RADIASI DAN ZAT RADIOAKTIF
BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR
Jalan Gajah Mada No. 8, Jakarta 10120
Tel. (021) 63858269 – 70, Fax. (021) 63858275
Jenis Rekaman : Rekaman Unit Kerja
Judul : Pedoman Teknis Penyusunan Tingkat Panduan Diagnostik atau Diagnostic
Reference Level (DRL) Nasional

e. Radiografi gigi.
31. Selain modalitas di atas, potensi memberikan dosis tinggi juga ada pada prosedur
kedokteran nuklir diagnostik. Sehingga prosedur kedokteran nuklir diagnostik juga
harus dilakukan optimisasi proteksi dan keselamatan radiasi dengan DRL.
32. Implementasi pendekatan bertingkat ini juga dapat diterapkan di rumah sakit atau
fasilitas pelayanan kesehatan lainnya dalam berupaya untuk audit dosimetri pasien
dan mengidentifikasi dosis pasien secara bertahap, dengan dimulai dari CT Scan,
Fluoroskopi, dan selanjutnya.
33. Jenis fasilitas pelayanan kesehatan yang memiliki modalitas radiasi pengion yang
dapat berpartisipasi dalam pelaksanaan survei DRL ini yaitu:
a. Rumah sakit publik atau pemerintah,
b. Rumah sakit privat atau swasta,
c. Klinik.
34. Dalam rangka memperoleh identifikasi besarnya dosis yang diterima oleh pasien,
maka pasien radiologi diagnostik dan intervensional serta kedokteran nuklir
diagnostic dikelompokkan menjadi 3 kategori berdasarkan umur, yaitu:
a. Bayi (0 – 4 tahun),
b. Anak – anak (5 – 14 tahun),
c. Dewasa (15 tahun ke atas).
Informasi identifikasi pasien yang dibutuhkan selain kelompok umur adalah jenis
kelamin dan berat badan.
35. Setiap jenis pemeriksaan dibutuhkan data minimal sebanyak:
a. 10 (sepuluh) data pasien untuk tiap jenis pemeriksaan yang jarang atau tidak
sering ada;
b. 20 (dua puluh) data pasien untuk tiap jenis pemeriksaan yang dikontribusikan
ke nasional (lebih diharapkan jika 30 data pasien);
c. 50 (lima puluh) data pasien untuk pemeriksaan dengan mammografi; atau
d. Sesuai kemampuan rumah sakit dalam menginput data dosis pasien sesuai
statistik beban kerja pasien dan sumber daya manusia.
36. Jika pada fasilitas dapat diperkirakan beban kerja pasien per jenis pemeriksaan untuk
setiap modalitas, maka jumlah sampling pasien yang dibutuhkan adalah minimal 30%
dari jumlah pasien.
37. Metodologi ini sudah diterapkan dalam aplikasi Sistem Informasi Data Dosis Pasien
(Si-INTAN), sehingga fasilitas pelayanan kesehatan yang ingin mengidentifikasi data
dosis pasien dapat menggunakan aplikasi Si-INTAN.
38. Berikut ini akan disampaikan sekilas mengenai metodologi dalam memperkirakan
data dosis pasien untuk berbagai jenis modalitas sinar-X dan untuk prosedur
diagnostik kedokteran nuklir.

No. Rek.: LT/STI/KN 01/P2STPFRZR 1/077/2016 Tanggal : 29 Februari 2016


Revisi : 02/2019 Hal : 6 dari 20
PUSAT PENGKAJIAN SISTEM DAN TEKNOLOGI PENGAWASAN
FASILITAS RADIASI DAN ZAT RADIOAKTIF
BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR
Jalan Gajah Mada No. 8, Jakarta 10120
Tel. (021) 63858269 – 70, Fax. (021) 63858275
Jenis Rekaman : Rekaman Unit Kerja
Judul : Pedoman Teknis Penyusunan Tingkat Panduan Diagnostik atau Diagnostic
Reference Level (DRL) Nasional

39. Pada CT Scan:


a. Perkiraan dosis pasien dapat diidentifikasi menggunakan CTDI dan DLP. Sehingga
kedua nilai tersebut dicatat dan di registri ke aplikasi Si-INTAN.
b. Nilai CTDI dan DLP umumnya dapat diketahui pada layar monitor konsol CT Scan
atau terintegrasi dengan sistem data DICOM setiap pasien seperti dose protocol
report atau fitur lain tergantung pabrikan.
c. Nilai CTDI yang dicatat adalah CTDI rata-rata bukan CTDI total untuk tiap
pemeriksaan pasien, sedangkan nilai DLP yang dicatat adalah nilai Total DLP
untuk tiap pemeriksaan pasien.
d. Untuk tiap jenis pemeriksaan, catat kondisi penyinaran / scanning, antara lain: kV,
mAs, Contrast, dose modulation, rotation time, jumlah phase (banyaknya scan),
helical/axial, detector configuration, noise index, iterative reconstruction, dan
lainnya. Selanjutnya catat CTDIvol rerata & Total DLP.

Gambar 1. Informasi yang diperlukan dalam registry data dosis pasien CT Scan

No. Rek.: LT/STI/KN 01/P2STPFRZR 1/077/2016 Tanggal : 29 Februari 2016


Revisi : 02/2019 Hal : 7 dari 20
PUSAT PENGKAJIAN SISTEM DAN TEKNOLOGI PENGAWASAN
FASILITAS RADIASI DAN ZAT RADIOAKTIF
BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR
Jalan Gajah Mada No. 8, Jakarta 10120
Tel. (021) 63858269 – 70, Fax. (021) 63858275
Jenis Rekaman : Rekaman Unit Kerja
Judul : Pedoman Teknis Penyusunan Tingkat Panduan Diagnostik atau Diagnostic
Reference Level (DRL) Nasional

40. Pada fluoroskopi konvensional dan intervensional:


a. Perkiraan dosis pasien dapat diidentifikasi menggunakan DAP atau KAP.
b. Selain itu, pada modalitas intervensional umumnya sudah dilengkapi dengan
indikator dosis pada layar monitor konsol berupa laju kerma udara atau KAP atau
peak skin dose. Indikator tersebut dapat digunakan untuk mengidentifikasi
perkiraan dosis pasien.
c. Jika belum ada fitur indikator dosis, maka dapat menggunakan data keluaran
radiasi (radiation output) dari hasil uji kesesuaian atau uji kalibrasi didukung
dengan parameter eksposi (kondisi penyinaran) kV, mAs, Focus – Film Distance
(FFD), Focus – Skin Distance (FSD), dan Luasan bidang sinar-X pada citra (AFFD).
d. Data keluaran radiasi (radiation output) dari hasil uji kesesuaian atau uji kalibrasi
adalah:

Gambar 2. Data keluaran radiasi fluoroskopi dari hasil uji kesesuaian

Gambar 3. Daftar logbook penyinaran untuk tiap jenis pemeriksaan dengan fluoroskopi

No. Rek.: LT/STI/KN 01/P2STPFRZR 1/077/2016 Tanggal : 29 Februari 2016


Revisi : 02/2019 Hal : 8 dari 20
PUSAT PENGKAJIAN SISTEM DAN TEKNOLOGI PENGAWASAN
FASILITAS RADIASI DAN ZAT RADIOAKTIF
BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR
Jalan Gajah Mada No. 8, Jakarta 10120
Tel. (021) 63858269 – 70, Fax. (021) 63858275
Jenis Rekaman : Rekaman Unit Kerja
Judul : Pedoman Teknis Penyusunan Tingkat Panduan Diagnostik atau Diagnostic
Reference Level (DRL) Nasional

41. Pada mamografi:


a. Perkiraan dosis pasien dapat diidentifikasi dengan nilai MGD jika pesawat
mamografi sudah tersedia indikator dosis.
b. Jika belum tersedia indikator dosis, maka perkiraan dosis pasien dapat
diidentifikasi menggunakan INAK yang diukur di atas permukaan mamae.
c. INAK dapat diidentifikasi jika ada data keluaran radiasi (radiation output) dari uji
kesesuaian pesawat sinar-X.
d. Pemeriksaan yang dapat diidentifikasi adalah mamografi pada Cranial-Caudal (CC)
dan Mediolateral Oblique (MLO).
e. Catat bahan target dan filter yang digunakan.
f. Catat kVp yang digunakan.
g. Catat ketebalan kompresi mamae.
h. Catat mAs yang digunakan.
i. Ukur HVL (mmAl).
j. Ukur INAK atau laju keluaran radiasi (radiation output rate) tanpa fantom.
k. Kemudian dengan menggunakan data fg untuk mencari nilai konversi kerma ke
Mean Glandular Dose (MGD).
l. Dari nilai INAK kemudian dihitung nilai MGD menggunakan persamaan berikut:

𝑀𝐺𝐷 = 𝑓𝑔 . 𝐼𝑁𝐴𝐾

Gambar 4. Data keluaran radiasi mamografi dari hasil uji kesesuaian

Gambar 5. Daftar logbook penyinaran untuk tiap jenis pemeriksaan dengan mamografi

No. Rek.: LT/STI/KN 01/P2STPFRZR 1/077/2016 Tanggal : 29 Februari 2016


Revisi : 02/2019 Hal : 9 dari 20
PUSAT PENGKAJIAN SISTEM DAN TEKNOLOGI PENGAWASAN
FASILITAS RADIASI DAN ZAT RADIOAKTIF
BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR
Jalan Gajah Mada No. 8, Jakarta 10120
Tel. (021) 63858269 – 70, Fax. (021) 63858275
Jenis Rekaman : Rekaman Unit Kerja
Judul : Pedoman Teknis Penyusunan Tingkat Panduan Diagnostik atau Diagnostic
Reference Level (DRL) Nasional

42. Pada radiografi umum:


a. Perkiraan dosis pasien dapat diidentifikasi menggunakan indikator Skin dose
(mGy) atau DAP atau juga ESD jika sudah tersedia indikator dosis di pesawat sinar-
X radiografi umum, atau
b. Perkiraan dosis pasien dapat diidentifikasi menggunakan Thermoluminescent
Dosimeters (TLD) untuk mendapatkan ESD atau dengan DAP atau KAP.
c. Selain itu, perkiraan dosis pasien juga dapat diperkirakan menggunakan data
keluaran radiasi (radiation output) hasil pengujian tabung pesawat sinar-X (hasil
uji kesesuaian) dan faktor eksposi atau konsisi penyinaran seperti kV, mA/mAs,
dan jarak pasien dengan fokus.
d. Jika menggunakan TLD, maka dibutuhkan minimal 3 (tiga) buah TLD chips dalam
1 (titik) yang digunakan untuk pengukuran. Posisi pengukuran ditempelkan pada
kulit pasien di tengah (center) dari luasan lapangan penyinaran pasien.
e. Evaluasi TLD chips:

𝑇𝐿𝐷1 + 𝑇𝐿𝐷2 + 𝑇𝐿𝐷3


𝐸𝑆𝐷𝑟𝑒𝑟𝑎𝑡𝑎 =
3
f. Jika menggunakan data keluaran radiasi (radiation output) dari hasil pengujian
tabung pesawat sinar-X, maka dibutuhkan data tambahan mengenai kV, mA/mAs,
dan jarak pasien dengan fokus untuk tiap penyinaran pasien.
g. Bentuk data keluaran radiasi dari hasil uji kesesuaian adalah dapat berupa tabel
atau grafik seperti Gambar 1 berikut ini:

kV K (µGy/mAs @ 1 meter) 250


K (µGy/mAs @ 1 meter)

50 41,29 y = 0.0419x1.7744
200 R² = 0.9972
60 60,93
150
70 80,98 Series1
80 102,42 100
90 125,16 50 Power
(Series1)
100 148,85 0
110 173,32 30 80 130
120 198,46 kVp

Gambar 6. contoh data keluaran radiasi dari sebuah pesawat sinar-X

h. Data tambahan yang dibutuhkan adalah data kondisi penyinaran atau faktor
eksposi dari setiap penyinaran yang dilakukan yaitu kV, mA/mAs, dan jarak pasien
dengan fokus.

No. Rek.: LT/STI/KN 01/P2STPFRZR 1/077/2016 Tanggal : 29 Februari 2016


Revisi : 02/2019 Hal : 10 dari 20
PUSAT PENGKAJIAN SISTEM DAN TEKNOLOGI PENGAWASAN
FASILITAS RADIASI DAN ZAT RADIOAKTIF
BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR
Jalan Gajah Mada No. 8, Jakarta 10120
Tel. (021) 63858269 – 70, Fax. (021) 63858275
Jenis Rekaman : Rekaman Unit Kerja
Judul : Pedoman Teknis Penyusunan Tingkat Panduan Diagnostik atau Diagnostic
Reference Level (DRL) Nasional

Gambar 7. Daftar logbook penyinaran untuk tiap jenis pemeriksaan dengan radiografi

i. Misal: pemeriksaan thoraks PA dengan kondisi penyinaran 110 kV, 15 mAs, dan
jarak pasien ke fokus 200 cm. dengan menggunakan data pada Gambar 1 maka
diperoleh nilai kerma pada pemeriksaan tersebut adalah K = (0,0419 x
(110)^1.7744) x 15 mAs x (100/200)^2 = 658,4 Gy. Nilai kerma tersebut
dikalikan dengan faktor hamburan balik (BSF, back scattered factor) sekitar 1,35
sehingga menjadi ESD = K x BSF = 658,4 Gy x 1,35 = 888,85 Gy.

43. Pada radiologi gigi :


a. Radiologi gigi terdiri dari modalitas Intraoral dan Ekstraoral (Panoramic,
Chepalomatric, dan CBCT/3D).
b. Perkiraan dosis pasien pada pemeriksaan intraoral dapat diidentifikasi
menggunakan ESD dari data keluaran radiasi (radiation output) dan dapat juga
dengan TLD.
c. Data keluaran radiasi untuk modalitas radiografi gigi intraoral:

Gambar 8. contoh data keluaran radiasi dari sebuah pesawat sinar-X gigi intraoral

Gambar 9. Daftar logbook penyinaran untuk tiap jenis pemeriksaan radiografi gigi intraoral

No. Rek.: LT/STI/KN 01/P2STPFRZR 1/077/2016 Tanggal : 29 Februari 2016


Revisi : 02/2019 Hal : 11 dari 20
PUSAT PENGKAJIAN SISTEM DAN TEKNOLOGI PENGAWASAN
FASILITAS RADIASI DAN ZAT RADIOAKTIF
BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR
Jalan Gajah Mada No. 8, Jakarta 10120
Tel. (021) 63858269 – 70, Fax. (021) 63858275
Jenis Rekaman : Rekaman Unit Kerja
Judul : Pedoman Teknis Penyusunan Tingkat Panduan Diagnostik atau Diagnostic
Reference Level (DRL) Nasional

d. Perkiraan dosis pasien pada pemeriksaan panoramic 2D, panoramic 3D (CBCT),


dan chepalometric dapat diidentifikasi dengan DAP atau KAP yang ada pada
monitor konsol atau pun dapat dihitung dengan data keluaran radiasi (radiation
output).
e. Jika menggunakan data keluaran radiasi, jangan lupa didukung dengan data
tambahan, yaitu kV, mA/mAs, dan jarak pasien dengan fokus untuk tiap
penyinaran pasien.
f. Data keluaran radiasi untuk radiografi gigi ekstraoral panoramic yang diukur pada
jarak Focus – Detector Distance (FDD), dan tinggi slit (Hukur) :

Gambar 10. contoh data keluaran radiasi dari sebuah pesawat sinar-X gigi ekstraoral
panoramic

Gambar 11. Daftar logbook penyinaran untuk tiap jenis pemeriksaan radiografi gigi
ekstraoral panoramic

g. Data keluaran radiasi untuk radiografi gigi ekstraoral chepalometric yang diukur
pada jarak Focus – Detector Distance (FDD), dan luas Field of View (FoV) :

Gambar 12. contoh data keluaran radiasi dari sebuah pesawat sinar-X gigi ekstraoral
chepalometric

No. Rek.: LT/STI/KN 01/P2STPFRZR 1/077/2016 Tanggal : 29 Februari 2016


Revisi : 02/2019 Hal : 12 dari 20
PUSAT PENGKAJIAN SISTEM DAN TEKNOLOGI PENGAWASAN
FASILITAS RADIASI DAN ZAT RADIOAKTIF
BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR
Jalan Gajah Mada No. 8, Jakarta 10120
Tel. (021) 63858269 – 70, Fax. (021) 63858275
Jenis Rekaman : Rekaman Unit Kerja
Judul : Pedoman Teknis Penyusunan Tingkat Panduan Diagnostik atau Diagnostic
Reference Level (DRL) Nasional

Gambar 13. Daftar logbook penyinaran untuk tiap jenis pemeriksaan radiografi gigi
ekstraoral chepalometric

h. Data keluaran radiasi untuk radiografi gigi ekstraoral CBCT atau 3D yang diukur
pada jarak Focus – Detector Distance (FDD), dan Field of View (FoV):

Gambar 14. contoh data keluaran radiasi dari sebuah pesawat sinar-X gigi ekstraoral CBCT
/ 3 Dimensi

Gambar 15. Daftar logbook penyinaran untuk tiap jenis pemeriksaan radiografi gigi
ekstraoral CBCT / 3 D

44. Pada kedokteran nuklir diagnostik:


a. Nilai Perkiraan aktivitas yang diberikan ke pasien yang menjalani prosedur
diagnostik dengan kedoktaran nuklir dapat dilakukan dengan menggunakan
daftar logbook pada gambar di bawah ini:

Gambar 15. Daftar logbook untuk pemeriksaan diagnostik kedokteran nuklir

No. Rek.: LT/STI/KN 01/P2STPFRZR 1/077/2016 Tanggal : 29 Februari 2016


Revisi : 02/2019 Hal : 13 dari 20
PUSAT PENGKAJIAN SISTEM DAN TEKNOLOGI PENGAWASAN
FASILITAS RADIASI DAN ZAT RADIOAKTIF
BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR
Jalan Gajah Mada No. 8, Jakarta 10120
Tel. (021) 63858269 – 70, Fax. (021) 63858275
Jenis Rekaman : Rekaman Unit Kerja
Judul : Pedoman Teknis Penyusunan Tingkat Panduan Diagnostik atau Diagnostic
Reference Level (DRL) Nasional

PENENTUAN NILAI DRL


45. Setelah data dosis diperoleh dan dicatat, maka dilakukan analisis dengan
menggunakan sebaran data yang ada ditentukan nilai kuartil 3 (75 persentil). Nilai
yang diperoleh pada kuartil 3 tersebut yang kemudian dinamakan dengan nilai DRL.
46. Nilai DRL ini dapat digunakan sebagai referensi atau acuan (base line) pada
pemeriksaan radiologi diagnostik dan intervensional. Artinya, setelah nilai DRL
ditetapkan maka nilai tersebut digunakan sebagai perbandingan dengan perkiraan
dosis yang diterima pasien selama 1 - 2 atau 3 tahun ke depan tergantung kemampuan
sumber daya.
47. Apabila diperoleh pemeriksaan yang dosisnya melebihi DRL maka dicatat dan
dievaluasi penyebab melebihi DRL. Setelah diketahui penyebabnya maka diambil
tindakan perbaikan sesuai dengan kemampuan sumber daya yang ada. Misal:
diperoleh nilai lebih tinggi dari DRL karena kondisi penyinaran atau faktor eksposi
yang digunakan terlalu besar mAs-nya. Hal ini terjadi karena belum ada prosedur
penyinaran atau panduan pemilihan faktor eksposi, maka dapat diambil tindakan
koreksi untuk pemeriksaan tersebut dibutuhkan prosedur atau panduan pemilihan
faktor eksposi sehingga penyebab seperti itu tidak terulang di masa yang akan datang.
48. Reviu juga harus dilakukan pada teknologi baru jika keberadaan teknologi baru dapat
meningkatkan nilai DRL.
49. Dengan menindaklanjuti temuan dosis yang melebihi DRL (DRL1), maka data dosis
pasien pada tahun berlakunya DRL1 akan mayoritas berada di bawah DRL1, dan pada
periode selanjutnya, data dosis pada masa berlakunya DRL1 ini digunakan untuk
menetapkan nilai DRL2. Sehingga nilai DRL2 lebih kecil dari DRL1, begitu seterusnya.

Gambar 16. Ilustrasi optimisasi proteksi dengan DRL

No. Rek.: LT/STI/KN 01/P2STPFRZR 1/077/2016 Tanggal : 29 Februari 2016


Revisi : 02/2019 Hal : 14 dari 20
PUSAT PENGKAJIAN SISTEM DAN TEKNOLOGI PENGAWASAN
FASILITAS RADIASI DAN ZAT RADIOAKTIF
BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR
Jalan Gajah Mada No. 8, Jakarta 10120
Tel. (021) 63858269 – 70, Fax. (021) 63858275
Jenis Rekaman : Rekaman Unit Kerja
Judul : Pedoman Teknis Penyusunan Tingkat Panduan Diagnostik atau Diagnostic
Reference Level (DRL) Nasional

UPAYA KE DEPAN UNTUK MEMPERMUDAH MENETAPKAN DRL


50. Bagi fasilitas pelayanan kesehatan yang menggunakan modalitas radiasi pengion,
diharapkan melakukan:
a. Pembuatan SOP mengenai prosedur identifikasi dosis pasien atau prosedur
manajemen dosis pasien yang di sahkan oleh pmanajemen;
b. Perbaikan logbook penyinaran dengan menambahkan parameter jarak pasien ke
tabung sinar-X, berat badan pasien (kg), usia pasien (tahun), dan jenis kelamin
pasien;
c. upaya pelaksanaan survei pengumpulan data dosis pasien secara rutin;
d. pembelian pesawat sinar-X yang dilengkapi dengan indikator dosis seperti CTDI
utk CT Scan, dan DAP untuk radiografi dan fluoroskopi;
e. pencatatan atau rekaman data dosis tiap penyinaran secara rutin.
f. program jaminan mutu, dengan menjadikan nilai DRL sebagai salah satu indikator
mutu radiologi.

FASILITAS PENGELOLAAN DATA DOSIS PASIEN SECARA ONLINE


51. BAPETEN menyediakan sebuah aplikasi berbasis web untuk pengelolaan data dosis
pasien secara online yang diberi nama Sistem Informasi Data Dosis Pasien Nasional (Si-
INTAN). Aplikasi ini dapat diakses melalui web resmi BAPETEN yaitu
www.bapeten.go.id atau link langsung http://idrl.bapeten.go.id
52. Data dosis pasien yang diperoleh oleh fasilitas pelayanan kesehatan harus di
registrikan ke Si-INTAN.
53. Si-INTAN menyediakan registri data dosis pasien untuk semua modalitas sinar-X yang
ada yaitu, CT Scan, fluoroskopi, radiografi umum, mamografi, radiografi gigi dan
kedokteran nuklir diagnostik.
54. Setiap fasilitas pelayanan kesehatan sangat diharapkan berpartisipasi dalam
pengelolaan dosis secara nasional melalui Si-INTAN. Setiap fasilitas hanya dapat
memiliki 1 (satu) akun. Akun akan diberikan jika sudah lengkap melakukan registrasi
di aplikasi Si-INTAN.
55. Data yang dimasukkan ke dalam aplikasi Si-INTAN hanya dapat diketahui oleh fasilitas
itu sendiri. Jadi setiap fasilitas hanya dapat mengelola data yang telah dimasukkannya.
56. Dari data yang dimasukkan, pemilik akun dapat melihat distribusi data dan
memperoleh nilai DRL lokal dan dapat mengetahui nilai DRL Nasional.
57. BAPETEN secara nasional akan menerima data dari setiap fasilitas pelayanan
kesehatan yang berpartisipasi dalam aplikasi Si-INTAN untuk dijadikan rujukan
penetapan nilai DRL Nasional.

No. Rek.: LT/STI/KN 01/P2STPFRZR 1/077/2016 Tanggal : 29 Februari 2016


Revisi : 02/2019 Hal : 15 dari 20
PUSAT PENGKAJIAN SISTEM DAN TEKNOLOGI PENGAWASAN
FASILITAS RADIASI DAN ZAT RADIOAKTIF
BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR
Jalan Gajah Mada No. 8, Jakarta 10120
Tel. (021) 63858269 – 70, Fax. (021) 63858275
Jenis Rekaman : Rekaman Unit Kerja
Judul : Pedoman Teknis Penyusunan Tingkat Panduan Diagnostik atau Diagnostic
Reference Level (DRL) Nasional

NILAI TINGKAT PANDUAN DIAGNOSTIK ATAU DRL NASIONAL


58. Nilai tingkat panduan diagnostik atau DRL Nasional dari hasil Si-INTAN dapat dilihat
pada bagian Current Status di web resmi Si-INTAN, yaitu
http://idrl.bapeten.go.id/index.php/site/ndrl.
59. Nilai DRL tersebut akan selalu di-update dari waktu ke waktu berdasarkan data yang
masuk ke aplikasi Si-INTAN.

DAFTAR PUSTAKA
- PP No. 33 Tahun 2007 tentang Keselamatan Radiasi Pengion dan Keamanan Sumber
Radioaktif;
- Peraturan Kepala (Perka) BAPETEN No. 8 Tahun 2011 tentang Keselamatan Radiasi
Dalam Penggunaan Pesawat Sinar-X Radiologi Diagnostik dan Intervensional;
- Rekomendasi IAEA dan WHO Tahun 2012 hasil “International Conference on
Radiation Protection in Medicine: Setting the Scene for the Next Decade” yang diberi
nama Bonn Call-for-Action;
- International Atomic Energy Agency (IAEA), Safety Standards, “Radiation Protection
and Safety of Radiation Sources: International Basic Safety Standards”, General Safety
Requirements (GSR) Part 3. IAEA 2014.
- European Commission (EC), Radiation Protection Report 109, “Guidance on
Diagnostic Reference Levels (DRLs) for Medical Exposures”, 1999.
- Garis Panduan Malaysian Diagnostic Reference Levels In Medical Imaging
(Radiology), Radiation Health and Safety Section, Engineering Services Division,
Ministry of Health Malaysia, 2013.
- International Commission on Radiological Protection (ICRP), Radiological Protection
and Safety in Medicine, ICRP Report No. 73, Volume 26, Issue 2, Pages 1-47, 1996.
- National Council on Radiation Protection and Measurements (NCRP), A Guide to
Mammography and Other Breast Imaging Procedures, NCRP Report No. 149, 2004.

No. Rek.: LT/STI/KN 01/P2STPFRZR 1/077/2016 Tanggal : 29 Februari 2016


Revisi : 02/2019 Hal : 16 dari 20
PUSAT PENGKAJIAN SISTEM DAN TEKNOLOGI PENGAWASAN
FASILITAS RADIASI DAN ZAT RADIOAKTIF
BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR
Jalan Gajah Mada No. 8, Jakarta 10120
Tel. (021) 63858269 – 70, Fax. (021) 63858275
Jenis Rekaman : Rekaman Unit Kerja
Judul : Pedoman Teknis Penyusunan Tingkat Panduan Diagnostik atau Diagnostic
Reference Level (DRL) Nasional

LAMPIRAN

INDONESIAN DIAGNOSTIC REFERENCE LEVEL


(TINGKAT PANDUAN DIAGNOSTIK INDONESIA)

A.1. Nilai DRL Tahun 2013

Nilai DRL pada Pemeriksaan menggunakan CT Scan

CTDIvol (mGy)
Jenis Pemeriksaan
0 - 4 tahun 5 – 14 tahun ≥ 15 tahun
Head 33,48 52,28 66,20
Abdomen 10,77 16,00 35,42
Thorax - - 16,00

DLP (mGy.cm)
Jenis Pemeriksaan
0 - 4 tahun 5 – 14 tahun ≥ 15 tahun
Head 498,00 1020,61 1508,51
Abdomen 210,80 473,68 1454,75
Thorax - - 544,30

A.2. Nilai DRL Tahun 2014

Nilai DRL pada Pemeriksaan menggunakan CT Scan

CTDIvol (mGy)
Jenis Pemeriksaan
0 - 4 tahun 5 – 14 tahun ≥ 15 tahun
Head 55,71 62,08 62,08
Abdomen 48,52 11,74 38,27
Thorax - - 39,74

DLP (mGy.cm)
Jenis Pemeriksaan
0 - 4 tahun 5 – 14 tahun ≥ 15 tahun
Head 999,85 1464,50 1371,00
Abdomen 858,92 563,80 1763,00
Thorax - - 957,70

No. Rek.: LT/STI/KN 01/P2STPFRZR 1/077/2016 Tanggal : 29 Februari 2016


Revisi : 02/2019 Hal : 17 dari 20
PUSAT PENGKAJIAN SISTEM DAN TEKNOLOGI PENGAWASAN
FASILITAS RADIASI DAN ZAT RADIOAKTIF
BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR
Jalan Gajah Mada No. 8, Jakarta 10120
Tel. (021) 63858269 – 70, Fax. (021) 63858275
Jenis Rekaman : Rekaman Unit Kerja
Judul : Pedoman Teknis Penyusunan Tingkat Panduan Diagnostik atau Diagnostic
Reference Level (DRL) Nasional

A.3. Nilai DRL Tahun 2015

Nilai DRL pada Pemeriksaan menggunakan CT Scan

A.4. Nilai DRL Tahun 2016

Nilai DRL pada Pemeriksaan menggunakan CT Scan

A.5. Nilai DRL Tahun 2017

Nilai DRL pada Pemeriksaan menggunakan CT Scan

No. Rek.: LT/STI/KN 01/P2STPFRZR 1/077/2016 Tanggal : 29 Februari 2016


Revisi : 02/2019 Hal : 18 dari 20
PUSAT PENGKAJIAN SISTEM DAN TEKNOLOGI PENGAWASAN
FASILITAS RADIASI DAN ZAT RADIOAKTIF
BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR
Jalan Gajah Mada No. 8, Jakarta 10120
Tel. (021) 63858269 – 70, Fax. (021) 63858275
Jenis Rekaman : Rekaman Unit Kerja
Judul : Pedoman Teknis Penyusunan Tingkat Panduan Diagnostik atau Diagnostic
Reference Level (DRL) Nasional

A.6. Nilai DRL Tahun 2018

Nilai DRL pada Pemeriksaan menggunakan CT Scan

No. Rek.: LT/STI/KN 01/P2STPFRZR 1/077/2016 Tanggal : 29 Februari 2016


Revisi : 02/2019 Hal : 19 dari 20
PUSAT PENGKAJIAN SISTEM DAN TEKNOLOGI PENGAWASAN
FASILITAS RADIASI DAN ZAT RADIOAKTIF
BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR
Jalan Gajah Mada No. 8, Jakarta 10120
Tel. (021) 63858269 – 70, Fax. (021) 63858275
Jenis Rekaman : Rekaman Unit Kerja
Judul : Pedoman Teknis Penyusunan Tingkat Panduan Diagnostik atau Diagnostic
Reference Level (DRL) Nasional

Nilai DRL pada Pemeriksaan menggunakan Radiografi Umum

No. Rek.: LT/STI/KN 01/P2STPFRZR 1/077/2016 Tanggal : 29 Februari 2016


Revisi : 02/2019 Hal : 20 dari 20

Anda mungkin juga menyukai