Anda di halaman 1dari 5

TUGAS BAHASA INDONESIA

MENGULAS FIKSI
( NOVEL : PASUNG JIWA )

Oleh :
Nama : Ari S.A
Kelas / No. Absen : VII B / 04
A. IDENTITAS BUKU
1. Judul Buku : Pasung Jiwa
2. Penulis : Okky Manda Sati
3. Penerbit : PT. Gramedia Pusaka Utama Jakarta
4. Tahun Terbit : Okotber 2015
5. Cetakan ke :2
6. Tebal Buku : 328 halaman, 20 cm
7. ISBN : 978-602-03-2220-9
B. ULASAN
1. Cover Buku
Buku fiksi dengan Judul “Pasung Jiwa” memuat cover buku dengan warna biru
tua dan gambar atau symbol orang terpasung atau terkukang.
2. Rincian Subab Buku
Buku dengan judul “Pasung Jiwa” memuat rincian lembar identitas buku, daftar
isi, bab-bab ucapan terima kasih, dan sinopsis cerita-cerita karya Okky Mandasari
3. Judul Subab Buku
1. Sasana
- Perangkap Tubuh
- Sacain Sasana
- Ketakutan yang mengejar
2. Jaka Wani
- Mesin – mesin pabrik
- Penjara Kuasa
3. Sasa
- Hidup Ketiga
- Melawan
4. Jaka Baru
- Jebakan Jiwa
- Mengikat Diri
5. Sang Bintang
- Melepas Belenggu
6. Suara Jiwa
- Dua Pasang Mata
- Jerit Sunyo
- Merebut Kebebasan
7. Catatan
8. Ucapan Terimakasih
4. Tokoh dan Penokohan
Tokoh Utama
a. Sasana / Sasa
Sifat : pantang menyerah, penyayang, keras hati, dan rela berkorban
b. Cak Jek ( Jaka )
Sifat : Pandai, baik hati & pantang menyerah

Tokoh Pembantu
- Cak Man
- Melati
- Elis
- Memer
- Leman
- Masita
5. Tema Cerita
- Apa itu Kebebasan
6. Bahasa Yang digunakan
- Bahasa Indonesia yang baik dan benar
- Bahasa Daerah ( Bahasa jawa juga)
7. Penyajian Alur Cerita
- Alur maju
- Alur mundur
Sinopsis

Setelah selamat dari RS Jiwa, Sasana/Sasa kembali ke kota Malang. Di kota


itu, sasa tak menemui siapa-siapa. Cak Man, temannya sudah tak berjualan lagi.
Sasa memutuskan untuk ngamen lagi. Setiap hari Sasana atau Sasa menyusuri
jalan untuk ngamen untuk mengumpulkan uang demi menyambung hidup di
kota Malang.

Suatu hari Sasana/Sasa mendapat musibah. Tiga orang mendekatinya, dan


ingin merampas uang Sasa. Sasa mencoba melawannya, tapi lagi-lagi Sasa
terkapar karena tonjokan orang itu.

Saat bulan Maret 1998, Sasana melihat kota Malang tak seperti biasa.
Banyak antrian panjang warga di depan took minyak dan bank. Ternyata Negara
lagi dilanda Krisis Moneter. Demo dimana-mana. Akhirnya Sasa ditawari ikut
demo ke Jakarta oleh beberapa mahasiswa. Sampailah Sasa di Jakarta, dia
bernyanyi dan bergoyang di atas panggung dengan berteriak – teriak
menyerukan kebebasa. Sasa merasa inilah kemenangan dari ketakutan. Sasa
membelah kerumunan orang, menyusuri jalan. Akhirnya sampailah Sasa di
rumahnya.

Di sisi lain, Cak Jek alias Jaka Wani tiba di Jakarta setelah tiga tahun melaut.
Jaka memutuskan tinggal sementara di Jakarta dan selanjutnya ke kota Malang.
Tak berselang lama, Jaka bergabung dengan laskar pembela agama, dan negara.
Jaka bersama teman-teman laskar memberantas tindakan yang melawan agama.
Setelah uangnya cukup, Jaka pulang ke kota Malang. Tapi saying, Jaka tak bisa
melihat ibunya lagi. Ibunya meninggal karena tertekan batin oleh sikap rentenir.
Jaka marah, Jaka melawan bersama teman-teman laskarnya, Jaka mengusir
rentenir itu dari rumahnya.

Jaka menetap di kota malang. Jaka menjadi terkenal karena laskarnya, yang
membela agama dan Negara.

Sasa yang di Jakarta, sekarang ditemani Ibunya. Mereka tinggal berdua di


sebuah rumah kecil. Ayahnya tak mau mengakui Sasa sebagai anak, karena ulah
Sasa yang aneh. Sasana yang bisa juga menjadi Sasa. Satu tubuh dua jiwa, Ibunya
yang mengurus segala keperluannya. Sasana juga menceritakan segalanya
kepada Ibunya, Ibu yang mengurus jadwal manggung Sasa.

Suatu hari, Sasana (Sasa) manggung di alun-alun kota Malang. Acara


berjalan meriah. Namun tiba-tiba terdengar teriakan “Bismillah dan Serang!”.
Penonton berhamburan. Sasa tercengang. Ia ingin mengetahui apa yang terjadi.
Sekelompok orang berjubah putih dan bersurban menyerang Sasa dibawa ke
kantor Polisi. Ia tertahan oleh tembok yang tinggi lagi. Sasa pasrah.

Laskar yang menyerang Sasa di alun-alun tak lain dipimpin oleh Jaka/Cak
Jek. Hati Jaka galau. Ia tahu yang manggung itu Sasa. Orang yang pernah
dianggap adik sendiri.

Cak Jek/Jaka tak mau lagi dipengaruhi oelh setan. Ia ingin menolong Sasa,
tapi hatinya sudah bulat untuk tidak melakukan hal-hal yang melanggar agama.
Sasa diadili.

Di tempat lain, Cak Jek dan teman-teman laskarnya juga melakukan


penggerbekan di tempat pelacuran. Saat itu pula Cak Jek teringat Elis. Cak Jek
berusaha menepisnya. “Aku tak boleh kalah. Aku sedang berjuang. Aku tak mau
kehilangan yang sudah aku dapatkan.”, katanya di dalam hati.

Sasana tetap bertahan karena ibunya. Melihat Cak Jek runtuhlah


harapannya. Bertahun-tahun, Sasa ingin bertemu Cak Jek, tapi apa yang terjadi.
Cak Jek yang kini merampas Sasa dari tubuh Sasana. Sasa mengeluh. Sasana
diputus oleh hakim tiga tahun penjara, dengan tuduhan menistakan agama.
Goyangan Sasa disebut pornografi. Sasa marah dan melempar kursi kea rah
orang laskar itu. Sasa dikeroyok sampai tubuhnya berdarah. Ibunya berlari
mendekati dan memeluknya.

Dua bulan sudah Sasa ditahan di penjara Lowokwaru Malang. Hati Cak Jek
bergelimang gundah. Cak Jek berusaha melawan pikirannya. Setiap kali melawan,
bayangan Sasa dan Elis datang. Untuk menentramkan hati, Cak Jek memutuskan
ke Jakarta.

Sudah beberapa hari di Jakarta, hatinya juga tidak tenang. Malah mendapat
tugas menggerebek pelacuran. Cak Jek teringat Elis dan Kalina. Pikirnya kalut.
Cak Jek pulang ke Malang. Hatinya terus diselimuti kegundahan. Cak Jek
menjenguk Sasa. Sasa menolak. Tetapi akhirnya duduk berhadapan dengan Cak
Jek. Cak Jek menyapa Sasa. Sasa Marah. Cak Jek terdiam lalu Cak Jek
menceritakan rencananya untuk membebaskan Sasa. Sasa tertegun. Akhirnya
Cak Jek berhasil membawa Sasa keluar penjara. Mereka melepas baju dan
surban. Mereka berlari sambil berkata “Bebaaass…..”
Mereka merasakan ,”Ini Hidup Kami. Ini Kebebasan Kami.”

Anda mungkin juga menyukai