Anda di halaman 1dari 10

SAMPLING SEDERHANA DI SUNGAI

Oleh :
Nama : Firdaus Maulana
NIM : B1A015104
Kelompok :6
Asisten : Riska Mey Vitasari

LAPORAN PRAKTIKUM KARSINOLOGI

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2017
I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Hewan avertebrata merupakan hewan yang tidak memiliki tulang belakang atau
vertebrae. Pengetahuan taksonomi dan fungsi dari avertebrata sangat berguna dalam
upaya mempertahankan fungsi ekosistem. Sementara itu pengetahuan tentang
taksonomi, keankeragaman, dan peran ekologi avertebrata masih sangat sedikit.
Beberapa avertebrata memiliki peran penting dalam agrikultur dan ekosistem (New,
2005).
Avertebrata mencakup 95% hewan yang ada di bumi. Avertebrata terdiri atas
beberapa phylum seperti Porifera, Cnidaria, Ctenopora, Echinodermata, Annelida,
Insecta, dan Crustacea. Hewan dikelompokan ke dalam beberapa phylum berdasarkan
karakter taksonominya seperti kontruksi tubuh, jumlah lapisan tubuh saat
perkembangan embrional, simetri tubuh, dan kondisi lubang pada tubuh (Jasin, 1989).
Karsinologi adalah ilmu yang mempelajari hewan dari kelompok Crustacea.
Karsin sendiri diambil dari nama salah satu hewan anggota Crustacea. Karsinologi
mempelajari morfologi, anatomi, fisiologi, ekologi, reproduksi, taksonomi, dan
konservasi dari hewan Crustacea. Crustacea merupakan salah satu Subphylum dari
Phylum Arthropoda. Tidak seperti Insekta, Crustacea habitatnya adalah perairan.
Crustacea merupakan Arthropoda yang memiliki banyak pasang kaki, tiap segmen
memiliki sepasang kaki, dan memiliki dua pasang antena. Ada sekitar 50.000 spesies
yang telah diidentifikasi (Poore, 2004).
1.2. Tujuan

Tujuan dari praktikum kali ini adalah :


1. Mempraktekan metode sampling sederhana Crustacea di sungai.
2. Mengetahui jenis-jenis Crustacea yang tertangkap di sungai.
3. Mengamati beberapa faktor lingkungan Crustacea di sungai.
II. TINJAUAN PUSTAKA

Crustacea berasal dari bahasa latin crusta yang artinya kulit. Umumnya hewan
Crustacea merupakan hewan akuatik, meskipun ada yang hidup di darat. Crustacea
dibedakan menjadi dua subkelas berdasarkan ukuran tubuhnya, yaitu Entomostraca
dan Malacostraca. Entomostraca adalah crustacea yang berukuran mikroskopik, hidup
sebagai zooplankton atau bentos di perairan, dan juga ada yang sebagai parasit,
sedangkan Malacostraca adalah kebalikannya (Nyabbaken, 1992).
Crustacea terbagi menjadi lima Class yaitu Remipedia, Cephalocarida,
Branchiopoda, Malacostraca, dan Maxillopoda. Remipedia adalah hewan yang indra
penglihatanya tidak berfungsi, alat geraknya terdapat di segmen tubuhnya, dan
ditemukan disemua samudera. Chepalocarida meliputi spesies-spesies bentik,
tubuhnya memanjang, dan memiliki kepala yang besar. Branchiopoda memililiki
insang pada setiap alat geraknya, antennanya digunakan sebagai alat gerak, dan
makanan utamanya adalah plankton. Malacostraca merupakan Class terbesar dari
Crustacea, memiliki 20 segmen penyusun tubuh, dan pada beberapa spesies memiliki
telson. Maxillopoda memiliki tubuh pendek dengan ukuran abdomen yang tereduksi
dan alat geraknya terbatas (Gibb & Osteo, 2006).
Tubuh Crustacea terdiri atas dua bagian, yaitu kepala dada yang menyatu
(sefalotoraks) dan perut atau badan belakang (abdomen).   Bagian sefalotoraks
dilindungi oleh kulit keras yang disebut karapas dan 5 pasang kaki yang terdiri dari 1
pasang kaki capit (keliped) dan 4 pasang kaki jalan. Selain itu, di sefalotoraks juga
terdapat sepasang antena, rahang atas, dan rahang bawah. Sementara pada bagian
abdomen terdapat 5 pasang kaki renang dan di bagian ujungnya terdapat ekor. Pada
udang betina, kaki di bagian abdomen juga berfungsi untuk menyimpan
telurnya. Sistem pencernaan Crustacea dimulai dari mulut, kerongkong, lambung,
usus, dan anus. Sisa metabolisme akan diekskresikan melalui sel api. Sistem saraf
Crustacea disebut sebagai sistem saraf tangga tali, dimana ganglion kepala (otak)
terhubung dengan antena (indra peraba), mata (indra penglihatan), dan statosista
(indra keseimbangan).  Hewan hewan Crustacea bernapas dengan insang yang
melekat pada anggota tubuhnya dan sistem peredaran darah yang dimilikinya adalah
sistem peredaran darah terbuka. O2 masuk dari air ke pembuluh insang, sedangkan
CO2 berdifusi dengan arah berlawanan. O2 ini akan diedarkan ke seluruh tumbuh
tanpa melalui pembuluh darah. Golongan hewan ini bersifat diesis (ada jantan dan
betina) dan pembuahan berlangsung di dalam tubuh betina (fertilisasi internal). Untuk
dapat menjadi dewasa, larva hewan akan mengalami pergantian kulit (ekdisis)
berkali-kali (Suwignyo et at, 2005).
Prediksi tentang dampak dari perubahan iklim terhadap fungsi ekosistem
tergantung pada pemahaman tentang interaksi perubahan suhu dengan gangguan
ekologis lainya meliputi biotik dan abiotik. Pengaruh perubahan iklim terhadap peran
fungsional dari spesies kunci (keystone) perlu diperhatikan. Spesies kunci merupakan
spesies yang memiliki peran besar di komunitas dan fungsi ekosistemnya. Beberapa
studi telah menyatakan bahwa perubahan iklim berpengaruh terhadap tingkah laku
spesies kunci dan berdampak ke tingkat ekosistem. Beberapa hewan dari Crustacea
merupakan spesies kunci di suatu komunitas (Labaude et al., 2016).
III. MATERI DAN METODE

3.1. Materi

Alat-alat yang digunakan pada praktikum kali ini adalah seser atau alat
tangkap lain, termometer, kertas pH, secci disk, tali, meteran, patok, stop wach, dan
botol plastik.
Bahan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah Crustacea yang
tertangkap do Sungai Banjaran Purwokerto.
3.2. Metode

Metode yang digunakan pada praktikum kali ini adalah sebagai berikut :
1. Alat dan bahan yang akan digunakan dipersiapkan, hal yang pertama perlu
dilakukan adalah mengukur kondisi lingkunganya meliputi temperatur udara,
temperatur air, pH air, lebar sungai, kedalaman air, dan kecepatan arus air.
2. Temperatur udara dan air diukur menggunakan termometer dengan cara
meletakan termometer di pohon dan didiamkan beberapa waktu dan dilihat
temperaturnya untuk temperatur udara, untuk temperatur air diamkan termometer
di air lalu dilihat temperaturnya.
3. pH air dapat diukur menggunakan kertas pH.
4. Lebar sungai diukur dengan cara membentangkan tali antara tepi sungai.
5. Kedalaman air diukur menggunakan secci disk pada beberapa titik.
6. Kecepatan arus air diukur menggunakan botol yang telah diikat tali dan dihitung
waktu botol melalui sungai.
7. Pengambilan sampel dilakukan secara acak menggunakan seser.
8. Sampel yang didapatkan dimasukan ke dalam sampel.
9. Sampel yang didapatkan diidentifikasi.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil
Tabel 4.1.1. Hasil pengambilan sampel krustacea
Stasiun Rona lingkungan Nama spesies Jumlah
Desa Kebumen
Stasiun 1 ( Sungai
Rona hutan dan Macrobrachium sp. 3 ekor
Banjaran)
kebun
Desa Beiji
Stasiun 2 (Sungai
Rona pemukiman Parathelphusa sp. 10ekor
Banjaran)
dan kebun
Stasiun 2 (Sungai Desa Kranji
Parathelphusa sp. 16 ekor
Banjaran) Rona pemukiman

Tabel 4.1.2. Hasil pengukuran factor lingkungan


Faktorlingkungan
Stasiun Temperatur Temperatur pH Kedalaman Lebar Kecepata
air (0C) udara (0C) air sungai (m) sungai (m) arus (m.s-1)
Stasiun 1 22 24 7 0,58 27,8 0,43
Stasiun 2 22,75 25 8 0,76 28 0,56
Stasiun 3 23 25 6 0,47 10 1,3

Gambar 4.1.1. Parathelphusa sp. Gambar 4.1.2. Parathelphusa sp.


jantan betina
Gambar 4.1.3. Macrobrachium sp.

4.2. Pembahasan
Hasil sampling yang dilakukan pada tiga tempat di Sungai Banjaran yaitu
Desa Kebumen, Beiji, Kranji hanya mendapatkan dua spesies yaitu Parathelpusa sp.
dan Macrobachium sp. Lokasi pada Desa Kebumen memiliki karakteristik hutan dan
perkebunan dengan lebar sungai 27,8 m, kedalaman 0,58 m, kecepatan arus 0,43 m.s-
1
, pH 7, suhu air 22 oC, dan suhu udara 24 oC. Lokasi pada Desa Beiji memiliki
karakteristik pemukiman dan perkebunan dengan lebar sungai 28 m, kedalaman 0,76
m, kecepatan arus 0,56 m.s-1, pH 8, suhu air 22,75 oC, dan suhu udara 25 oC. Lokasi
pada Desa Kranji memiliki karakteristik pemukiman dengan lebar sungai 10 m,
kedalaman 0,47 m, kecepatan arus 1,3 m.s-1, pH 6, suhu air 23 oC, dan suhu udara 25
o
C.
Kepiting yang hidup di air tawar diketahui hanya ada dua Familia yaitu
Potamidae dan Gecarcinucidae yang dapat ditemukan di Asia Tenggara. Parathelpusa
merupakan salah satu Genus dari kepiting air tawar yang memiliki keanekaragamaan
tinggi dengan total 47 Spesies yang telah diketahui. Parathelpusa memiliki pesebaran
yang luas di Asia Tenggara, ditemukan di Penisula, Kalimantan, Sumatera, Jawa,
Sulawesi, Bali, Bawean, Palawan, dan Mindoro (Klaus et al, 2012).
Macrobrachium merupakan salah satu Genus dari udang air tawar memiliki
pleura yang berbentuk seperti buah pir dan pleura ke 2 menutupi pleura ke 1 dan 3.
Tubuh Macobrachium terbagi menjadi Chepalothorax yang tertutupi karapaks dan
Abdomen yang bersegmen. Pleura, gerigi rostrum, dan chelae pada kaki jalan ke 2
dapat digunakan sebagai kunci identifikasi Genus ini. Macrobrachium memiliki
persebaran yang luas terdapat di Vietnam, Filipina, Indonesia, Papua New Guinea,
dan Australia (Banu & Christianus, 2016).
Kenakeragaman mahluk hidup di sungai memiliki pola tertentu. Sungai pada
hulu memiliki kenekaragaman spesies yang lebih tinggi dibandingkan yang berada di
hulu, dikarenakan lingkungan di hulu masih bagus dan menunjang bagi spesies yang
memiliki tingkat toleransi yang tinggi ataupun rendah. Sungai di hilir memiliki
keanekaragaman yang sedikit dan biasanya hanya satu atau dua spesies yang dominan
di tempat itu, dikarenakan spesies tersebut memiliki tingkat toleransi yang tinggi
terhadap kondisi sungai di hulu yang tidak terlalu bagus (Suwignyo et al, 2005).
Hasil yang didapat setelah melakukan sampling tidak sesuai dengan
pernyataan diatas hal ini mungkin dikarenakan lokasi tempat sampling baru saja
terjadi banjir sehingga spesies yang ada terbawa arus sungai. Faktor pembatas utama
yang mempengaruhi keberadaan udang dan kepiting air tawar yaitu karakteristik
habitat dan factor lingkungan pada masing-masing tipe habitat. Distribusi udang dan
kepiting air tawar sangat dibatasi oleh beberapa hal seperti komposisi fitoplankton,
substrat perairan, suhu, pH, derajat kemiringan dasar perairan, kuat arus, dan
kedalaman air. Efek dari perubahan fungsi hutan menjadi lahan pertanian diduga akan
mengubah kondisi ekosistem perairan sehingga terjadi penurunan keanekaragaman
dan distribusi dari beberapa jenis organisme termasuk udang dan kepiting (Agustina,
2016).

DAFTAR REFERENSI
Banu, R., & Christianus, A. 2016. Giant Freshwater Prawn Macrobrachium
rosenbergii Farming: A Review on its Current Status and Prospective in
Malaysia. J Aquac Res Development, 7(423), pp. 1-2.

Agustina, M. 2016. Distribusi Dan Preferensi Habitat Udang Dan Kepiting Air Tawar
(Crustacea: Decapoda) Di Danau Laut Tawar Aceh Tengah, Indonesia. Bogor:
IPB.

Gibb, T. J. & Oseto, C. Y., 2006. Arthropod collection and identification: field and
laboratory techniques. London: Academic Press.

Jasin, M., 1989. Zoologi invertebrata. Surabaya: Sinar Wijaya.

Klaus, S., Selvandran, S., Goh, J. W., Wowor, D., Brandis, D., Koller, P., & Yeo, D.
C. (2013). Out of Borneo: Neogene diversification of Sundaic freshwater crabs
(Crustacea: Brachyura: Gecarcinucidae: Parathelphusa). Journal of
Biogeography, 40(1), pp. 63-74.

Labaude, S., Rigaud, T., & Cézilly, F. 2016. Additive effects of temperature and
infection with an acanthocephalan parasite on the shredding activity of
Gammarus fossarum (Crustacea: Amphipoda): the importance of aggregative
behavior. Global change biology, 23(4), pp. 1415-1424.

New, T. R., 2005. Invertebrate conservation and agricultural ecosystems.


Cambridge: Cambridge University Press.

Nyabakken, J.W. 1992. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologi. Jakarta: Gramedia.

Poore, G. C. 2004. Marine decapod Crustacea of southern Australia: A guide to


identification. Collingwood: CSIRO publishing.

Suwignyo, S., Widigdo, B., Wardiatno, Y., & Krisanti, M. 2005. Avertebrata
air. Depok: Penebar Swadaya.

Anda mungkin juga menyukai