Anda di halaman 1dari 4

Secara patofisiologi CHF adalah ketidakmampuan jantung untuk menyalurkan darah, termasuk oksigen

yang sesuai dengan kebutuhan metabolisme jaringan pada saat istirahat atau kerja ringan. Hal tersebut
menyebabkan respon sistemik khusus yang bersifat patologik (selain saraf, hormonal, ginjal dan lainnya)
serta adanya tanda dan gejala yang khas. (Elizabeth, 2009)

Hipertensi berperan besar dalam perkembangan penyakit jantung yang merupakan penyebab utama
kematian di seluruh dunia. Perkembangan hipertensi umumnya diawali dengan hipertrofi ventrikel kiri
sehingga menyebabkan penyakit jantung hipertensi. Keadaan ini pada akhirnya akan meningkatkan kerja
jantung dan menyebabkan gagal jantung kongestif.

Patogenesis dari hipertensi dapat disebabkan karena beberapa hal. Salah satunya karena peningkatan
sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron. Angiotensin-I-Converting Enzyme (ACE) memiliki peran sangat
signifikan pada sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron dengan cara mengubah Angiotensin I menjadi
Angiotensin II yang bertanggung jawab untuk memicu mekanisme peningkatan tekanan darah. Oleh
karena itu, penghambatan terhadap ACE dapat menjadi sasaran untuk mengontrol ekspresi berlebihan dari
sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron (Balasuriya dan Rupasinghe, 2011).

Congestive Heart Failure (CHF) terjadi karena interaksi kompleks antara faktor-faktor yang memengaruhi
kontraktilitas, after load, preload, atau fungsi lusitropik (fungsi relaksasi) jantung, dan respons
neurohormonal dan hemodinamik yang diperlukan untuk menciptakan kompensasi sirkulasi. Meskipun
konsekuensi hemodinamik CHF berespons terhadap intervensi farmakologis standar, terdapat interaksi
neurohormonal kritis yang efek gabungannya memperberat dan memperlama sindrom yang ada.
(Elizabeth, 2009)

Sistem renin angiotensin aldosteron (RAA): Selain untuk meningkatkan tahanan perifer dan volume darah
sirkulasi, angiotensin dan aldosteron berimplikasi pada perubahan struktural miokardium yang terlihat
pada cedera iskemik dan kardiomiopati hipertropik hipertensif. (Elizabeth, 2009)

Pengaturan tekanan darah dan keseimbangan cairan dalam tubuh diatur oleh Renin Angiotensin
Aldosterone System (RAAS). Sistem ini meningkatkan tekanan darah yang turun sehingga kembali
normal. Selain itu, RAAS berperan dalam peredaran darah ke jaringan serta pengaturan kesetimbangan
volume cairan ekstraseluler (Atlas, 2010). Renin adalah enzim yang disintesis dan disimpan dalam bentuk
inaktif sebagai prorenin oleh sel juxtaglomerular ginjal (Guyton dan Hall, 2014). Aktivasi prorenin
menjadi renin dapat disebabkan karena volume darah yang rendah, level natrium darah yang rendah, atau
kadar kalium darah yang meningkat . Renin akan mengkonversi angiotensinogen yang diproduksi oleh
hepar menjadi hormon angiotensin I. Selanjutnya, angiotensin I akan diubah menjadi angiotensin II oleh
ACE yang diproduksi oleh sel paru-paru (Hebert dkk., 2012; Guyton dan Hall, 2014).
Angiotensin II yang terbentuk menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah sehingga tekanan darah
meningkat. Angiotensin II juga memicu pelepasan hormon aldosteron di dalam kelenjar adrenal yang
menyebabkan Tubulus renalis menahan pengeluaran natrium dan air serta mengekresikan kalium.
Akibatnya, angiotensin II dan aldosteron bekerja secara simultan meningkatkan volume darah, tekanan
darah, dan level natrium di dalam darah untuk menjaga kesetimbangan natrium dan kalium dalam darah
(Akif dkk., 2010)

Perubahan ini meliputi remodeling miokard dan kematian sarkomer, kehilangan matriks kolagen normal,
dan fibrosis interstisial. Terjadinya miosit dan sarkomer yang tidak dapat mentransmisikan kekuatannya,
dilatasi jantung, dan pembentukan jaringan parut dengan kehilangan komplians miokard normal turut
memberikan gambaran hemodinamik dan simtomatik pada Congestive Heart Failure (CHF). (Elizabeth,
2009)

Sistem saraf simpatis (SNS): Epinefrin dan norepinefrin menyebabkan peningkatan tahanan perifer
dengan peningkatan kerja jantung, takikardia, peningkatan konsumsi oksigen oleh miokardium, dan
peningkatan risiko aritmia. Katekolamin juga turut menyebabkan remodeling ventrikel melalui toksisitas
langsung terhadap miosit, induksi apoptosis miosit, dan peningkatan respons autoimun. (Elizabeth, 2009)

Disfungsi ventrikel kiri sistolik

1. Penurunan curah jantung akibat penurunan kontraktilitas,peningkatan afterload, atau peningkatan


preload yang mengakibatkan penurunan fraksi ejeksi dan peningkatan volume akhir diastolik
ventrikel kiri (LVEDV). Ini meningkatkan tekanan akhir diastolik pada ventrikel kiri (I-VEDP)
dan menyebabkan kongesti vena pulmonal dan edema paru.
2. Penurunan kontraktilitas (inotropi) terjadi akibat fungsi miokard yang tidak adekuat atau tidak
terkoordinasi sehingga ventrikel kiri tidak dapat melakukan ejeksi lebih dari 60% dari volume
akhir diastoliknya (LVEDV). lni menyebabkan peningkatan bertahap LVEDV ( Left Ventricular
End-Diastolic Volume) (juga dinamakan preload) mengakibatkan peningkatan LVEDP dan
kongesti vena pulmonalis. Penyebab penurunan kontraktilitas yang tersering adalah penyakit
jantung iskemik, yang tidak hanya mengakibatkan nekrosis jaringan miokard sesungguhnya,
tetapi juga menyebabkan remodeling ventrikel iskemik. Remodeling iskemik adalah sebuah
proses yang sebagian dimediasi oleh angiotensin II (ANG II) yang menyebabkan jaringan parut
dan disfungsi sarkomer di jantung sekitar daerah cedera iskemik. Aritmia jantung dan
kardiomiopati primer seperti yang disebabkan oleh alkohol, infeksi, hemakromatosis,
hipertiroidisme, toksisitas obat dan amiloidosis juga menyebabkan penurunan kontraktilitas.
Penurunan curah jantung mengakibatkan kekurangan perfusi pada sirkulasi sistemik dan aktivasi
sistem saraf simpatis dan sistem RAA, menyebabkan peningkatan tahanan perifer dan
peningkatan afterload.
3. Peningkatan afterload berarti terdapat peningkatan tahanan terhadap ejeksi LV. Biasanya
disebabkan oleh peningkatan tahanan vaskular perifer yang umum terlihat pada hipertensi. Bisa
juga diakibatkan oleh stenosis katup aorta. Ventrikel kiri berespon terhadap peningkatan beban
kerja ini dengan hipertrofi miokard, suatu respon yang meningkatkan massa otot ventrikel kiri
tetapi pada saat yang sama meningkatkan kebutuhan perfusi koroner pada ventrikel kiri. Suatu
keadaan kelaparan energi tercipta sehingga berpadu dengan ANG II dan respons neuroendokrin
lain, menyebabkan perubahan buruk dalam miosit, seperti semakin sedikitnya mitokondria untuk
produksi energi, perubahan ekspresi gen dengan produksi protein kontraktil yang abnormal
(aktin, miosin, dan tropomiosin), fibrosis interstisial, dan penurunan daya tahan hidup miosit.
Dengan berjalannya waktu, kontraktilitas mulai menurun dengan penurunan curah jantung dan
fraksi ejeksi, peningkatan LVEDV, dan kongesti paru.
4. Peningkatan preload berarti peningkatan LVEDV, yang dapat disebabkan langsung oleh
kelebihan volume intravaskular sama seperti yang terlihat pada infus cairan intra vena atau gagal
ginjal. Selain itu, penurunan fraksi ejeksi yang disebabkan oleh perubahan kontraktilitas atau
afterload menyebabkan peningkatan LVEDV sehingga meningkatkan preload. Pada saat LVEDV
meningkat, ia akan meregangkan jantung, menjadikan sarkomer berada pada posisi mekanis yang
tidak menguntungkan sehingga terjadi penurunan kontraktilitas. Penurunan kontraktilitas ini yang
menyebabkan penurunan fraksi ejeksi, menyebabkan peningkatan LVEDV yang lebih lanjut,
sehingga menciptakan lingkaran setan perburukan Congestive Heart Failure (CHF).
5. Pasien dapat memasuki lingkaran penurunan kontraktilitas, peningkatan afterload, dan
peningkatan preload akibat berbagai macam alasan (mis., infark miokard [MI], hipertensi,
kelebihan cairan) dan kemudian akhimya mengalami semua keadaan hemodinamik dan neuro-
hormonal. CHF sebagai sebuah mekanisme yang menuju mekanisme lainnya.

(Elizabeth, 2009)

Disfungsi ventrikel kiri diastolik

1. Penyebab dari 90% kasus


2. Didefinisikan sebagai kondisi dengan temuan klasik gagal kongestif dengan fungsi diastolik
abnormal tetapi fungsi sistolik normal; disfungsi diastolik mumi akan dicirikan dengan tahanan
terhadap pengisian ventrikel dengan peningkatan LVEDP tanpa peningkatan LVEDV atau
penurunan curah jantung.
3. Tahanan terhadap pengisian ventrikel kiri terjadi akibat relaksasi abnormal (lusitropik) ventrikel
kiri dan dapat disebabkan oleh setiap kondisi yang membuat kaku miokard ventrikel seperti
penyakit jantung iskemik yang menyebabkan jaringan parut, hipertensi yang mengakibatkan
kardiomiopati hipertrofi, kardiomiopati restriktif, penyakit katup atau penyakit perikardium.
4. Peningkatan denyut jantung menyebabkan waktu pengisian diastolik menjadi berkurang dan
memperberat gejala disfungsi diastolik. Oleh karena itu, intoleransi terhadap olahraga sudah
menjadi umum.
5. Karena penanganan biasanya memerlukan perubahan komplians miokard yang sesungguhnya,
efektivitas obat yang kini tersedia masih sangat terbatas. Penatalaksanaan terkini paling berhasil
dengan penyekat beta yang meningkatkan fungsi lusitropik, menurunkan denyut jantung, dan
mengatasi gejala. Inhibitor ACE dapat membantu memperbaiki hipertrofi dan membantu
perubahan sruktural di tingkat jaringan pada pasien dengan remodeling Iskemik atau hipertensi.

(Elizabeth, 2009)

DAFTAR PUSTAKA

Elizabeth J. Corwin. (2009). Buku Saku Patofisiologi Corwin. Jakarta: Aditya. Media.

Balasuriya and Rupasinghe., 2011, Plant Flavonoids Angiotesitn Converting Enzyme


InhibitorsIn Regulation of Hypertension, J. Fungtional Food in Health and Disease5:172-188.

Atlas, Ronald M., 2010, Handbook of Microbiological Media, Fourth Edition, 1249, CRC Press,
USA.

Guyton, A. C., Hall, J. E., 2014. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 12. Jakarta : EGC

Herbert Benson, dkk. (2012). Menurunkan Tekanan Darah. Jakarta : Gramedia.

Anda mungkin juga menyukai