Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang


Asuhan kebidanan baru lahir adalah satu pelayanan kesehatan utama yang
diperkirakan dapat menurunkan angka kematian bayi baru lahir. Selain itu diadakannya
sistem rujukan yang selektif yang dapat menurunkan angka kematian bayi baru lahir.
Ikterus adalah suatu gejala yang sering ditemukan pada bayi baru lahir. Kejadian
ikterus pada bayi baru lahir menurut beberapa penulis berkisar antara 5% pada bayi cukup
bulan dan 75% pada bayi kurang bulan.
Ikterus fisiologis pada neonatus adalah keadaan transisional normal yang
mempengaruhi hingga 50% bayi aterm yang mengalami peningkatan progresif pada kadar
bilirubin tak-terkonjugasi dan ikterus pada hari ketiga. Ikterus fisiologis tidak pernah
tampak sebelum 24 jam kehidupan, biasanya menghilang pada usia satu minggu
Dari uraian tersebut penulis tertarik untuk penanganan yang tepat di kemudian
hari ikterus neonatorum dapat ditangni dengan cepat dan tidak sampai menimbulkan kern
ikterus.

1.2    Tujuan
Tujuan Umum :
Mahasiswa mampu menerapkan asuhan kebidanan pada neonatus dengan ikterus melalui
pendekatan manajemen kebidanan dengan 7 langkah Varney dan pendokumentasian
SOAP
Tujuan Khusus :
a. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada By. “E”dengan ikterus
neonatorum.
b.  Mahasiswa mampu menentukan diagnosa kebidanan pada By. “E”dengan ikterus
neonatorum.
c.  Mahasiswa mampu menegakanya diagnosa dan masalah potensial pada By.
“E”dengan ikterus neonatorum
d. Mahasiswa mampu mengidentifikasi kebutuhan akan tindakan segera atau
kolaborasi By. “E” dengan ikterus neonatorum.
e. Mahasiswa mampu merencanakan tindaskan asuhan kebidanan By. “E” dengan
ikterus neonatorum.
f. Mahasiswa mampu melakukan pelaksanaan atas rencana manajemen yang telah
direncanakan By. “E” dengan ikterus neonatorum.
g. Mahasiswa mampu mengevaluasi asuhan kebidanan pada By. “E” dengan ikterus
neonatorum

1.3    Metode Penulisan


Dalam pembuatan makalah ini penulis menggunakan berbagai metode deskriptif
dengan pendekatan studi kasus melalui tehnik :
1. Studi Pustaka
Yaitu dengan mempelajari buku-buku yang berkaitan dengan ikterus neonatorum.
2.   Observasi Partisipasi
Yaitu dengan observasi dalam melakukan asuhan kebidanan secara langsung.
3.   Wawancara
Yaitu dengan dengan mewawancarai secara langsung petugas dan keluarga pasien.

1.4    Sistematika Penulisan


Makalah ini disusun secara sistematika terdiri dari :
BAB I (PENDAHULUAN) :
Terdiri dari latar belakanag tujuan metode penulisan dan sistematika penulisan
BAB II (TINJAUAN PUSTAKA) :
Terdiri dari konsep medis dan asuhan kebidanan
BAB III (TINJAUAN KASUS) :
Meliputi pendokumentasian dengan menggunakan SOAP
BAB IV (PEMBAHASAN) :
Terdiri dari penokajian, interpretasi data, identitikasi diagnosa dan masalah potensial,
identifikasi kebutuhan akar: tindakan segera / kolaborasi, rencana manajemen,
pelaksanaan dan evaluasi
BAB V (PENUTUP) :
Terdiri dari kesimpulan dan saran
DAFTAR PUSTAKA

2
BAB II
TINJAUAN KASUS

2.2 Konsep dasar Bayi baru lahir


2.2.1 Definisi
Bayi baru lahir disebut juga dengan neonatus merupakan individu yang
sedang bertumbuh dan baru saja mengalami trauma kelahiran serta harus dapat
melakukan penyesuaian diri dari kehidupan intrauterine ke kehidupan ekstrauterin
(Vivian, 2010; h.
1).
Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir dari kehamilan 37 minggu
sampai 42 minggu dan berat badan lahir antara 2500 sampai dengan 4000 gram.
(Djitowiyono, 2010; h.
60).
Bayi baru lahir normal adalah berat lahir antara 2500 – 4000 gram, cukup
bulan, lahir langsung menangis, dan tidak ada kelainan congenital (cacat bawaan)
yang berat.
Menurut M. Sholeh Kosim,
(2007)
2.2.2 Ciri-ciri bayi baru lahir
Menurut Djitowiyono (2010; h. 61) ciri-ciri bayi baru lahir adalah
a.      Berat badan 2500 – 4000 gram.
b.      Panjang badan 48 – 52 cm.
c.      Lingkar dada 30 – 38 cm.
d.      Lingkar kepala 33 – 35 cm.
e.      Frekuensi jantung 120 – 160 kali/menit.
f.       Pernafasan ± 60-40 kali/menit.
g.      Kulit kemerah-merahan dan licin karena jaringan sub kutan cukup.
h.      Rambut lanugo tidak terlihat, rambut kepala biasanya telah sempurna.
i.       Kuku agak panjang dan lemas.

3
j.       Genitalia : perempuan labia mayora sudah menutupi labia minora, laki – laki
testis
sudah turun, skrotum sudah ada.
k.      Refleks hisap dan menelan sudah terbentuk dengan baik.
l.       Refleks morro atau gerak memeluk bila dikagetkan sudah baik.
m.    Refleks graphs atau menggenggam sudah baik.
n.     Eliminasi baik, mekonium akan keluar dalam 24 jam pertama, mekonium
berwarna hitam kecoklatan.

2.2.3 Penanganan Bayi Baru Lahir


Menurut JNPK-KR/POGI, APN; (2007; h. 48) Asuhan segera, aman dan bersih
untuk bayi baru lahir ialah :
a.     Pencegahan Infeksi
1)    Cuci tangan dengan seksama sebelum dan setelah bersentuhan dengan bayi.
2)    Pakai sarung tangan bersih pada saat menangani bayi yang belum dimandikan.
3)    Pastikan semua peralatan dan bahan yang digunakan, terutama klem, gunting,
penghisap lendir DeLee dan benang tali pusat telah didesinfeksi tingkat tinggi
atau steril.
4)    Pastikan semua pakaian, handuk, selimut dan kain yang digunakan untuk bayi,
sudah dalam keadaan bersih. Demikian pula dengan timbangan, pita pengukur,
termometer, stetoskop.
b.     Melakukan penilaian
1)     Apakah bayi menangis kuat dan/atau bernafas tanpa kesulitan.
2)     Apakah bayi bergerak dengan aktif atau lemas.
Jika bayi tidak bernapas atau bernapas megap-megap atau lemah maka segera
lakukan tindakan resusitasi bayi baru lahir.
c.      Pencegahan Kehilangan Panas
Mekanisme kehilangan panas meliputi :
1)     Evaporasi
Penguapan cairan ketuban pada permukaan tubuh oleh panas tubuh bayi
sendiri karena setelah lahir, tubuh bayi tidak segera dikeringkan.
2)     Konduksi
Kehilangan panas tubuh melalui kontak langsung antara tubuh bayi dengan
permukaan yang dingin contohnya meja, tempat tidur, timbangan yang

4
temperaturnya lebih rendah dari tubuh bayi akan menyerap panas tubuh bayi
bila bayi diletakkan di atas benda – benda tersebut.
3)     Konveksi
Kehilangan panas tubuh terjadi saat bayi terpapar udara sekitar yang lebih
dingin, contohnya ruangan yang dingin, adanya aliran udara dari kipas angin,
hembusan udara melalui ventilasi, atau pendingin ruangan.
4)     Radiasi
Kehilangan panas yang terjadi karena bayi ditempatkan di dekat benda –
benda yang mempunyai suhu tubuh lebih rendah dari suhu tubuh bayi, karena
benda-benda tersebut menyerap radiasi panas tubuh bayi (walaupun tidak
bersentuhan secara langsung).
Mencegah terjadinya kehilangan panas melalui upaya berikut :
a)      Keringkan bayi dengan seksama.
b)      Selimuti bayi dengan selimut atau kain bersih dan hangat.
c)      Selimuti bagian kepala bayi.
d)      Anjurkan ibu untuk memeluk dan menyusui bayinya.
e)      Jangan segera menimbang atau memandikan bayi baru lahir.

Sedangkan menurut Saifuddin (2006; h. 133) tujuan utama perawatan bayi segera
sesudah lahir, ialah :
a.      Membersihkan jalan nafas
Bayi normal akan menangis spontan segera setelah lahir. Apabila bayi tidak
langsung menangis, penolong segera membersihkan jalan nafas dengan cara sebagai
berikut :
1)     Letakkan bayi pada posisi terlentang di tempat yang keras dan hangat.
2)     Posisi kepala diatur lurus sedikit tengadah ke belakang.
3)     Bersihkan hidung, rongga mulut dan tenggorokan bayi dengan jari tangan
yang dibungkus kasa steril.
4)     Tepuk kedua telapak kaki bayi sebanyak 2-3 kali atau gosok kulit bayi dengan
kain.
b.      Memotong dan merawat tali pusat
Tali pusat dipotong sebelum atau sesudah plasenta lahir tidak begitu
menentukan dan tidak akan mempengaruhi bayi, kecuali pada bayi kurang bulan.
Tali pusat dipotong 5 cm dari dinding perut bayi dengan gunting steril dan diikat
dengan pengikat steril. Apabila masih terjadi perdarahan dapat dibuat ikatan baru.
5
Sebelum memotong tali pusat, dipastikan bahwa tali pusat telah diklem dengan
baik, untuk mencegah terjadinya perdarahan, membungkus ujung potongan tali
pusat adalah kerja tambahan.
Menurut Kemenkes (2010; h. 34) untuk merawat tali pusat jangan
membungkus puntung atau mengoleskan cairan atau bahan apapun ke puntung tali
pusat. Mengoleskan alkohol atau povidon yodium masih diperkenankan apabila
terdapat tanda infeksi, tetapi tidak dikompreskan karena menyebabkan tali pusat
basah atau lembab.

c.      Mempertahankan suhu tubuh bayi


Pada waktu baru lahir, bayi belum mampu mengatur tetap suhu badannya dan
membutuhkan pengaturan dari luar untuk membuatnya tetap hangat. Bayi baru
lahir harus dibungkus hangat.
d.      Memberi Vitamin K
Untuk mencegah terjadinya perdarahan, semua bayi baru lahir normal dan
cukup bulan perlu diberi vitamin K per oral 1 mg/hari selama 3 hari,
sedangkan bayi resiko tinggi diberi vitamin K parenteral dengan dosis 0,5 – 1
mg I.M.
e.      Memberi Obat Tetes / Salep Mata
Di beberapa negara perawatan mata bayi baru lahir secara hukum diharuskan
untuk mencegah terjadinya oplitalmic neonatorum. Di daerah dimana
prevalensi gonorhoe tinggi, setiap bayi baru lahir perlu diberi salep mata
sesudah 5 jam bayi lahir. Pemberian obat mata eritromisin 0,5% atau
tetrasiklin 1% dianjurkan untuk pencegahan penyakit mata karena klamidia
(penyakit menular seksual).
f.       Identifikasi bayi
Apabila bayi dilahirkan di tempat bersalin yang persalinannya mungkin lebih
dari satu persalinan, maka sebuah alat pengenal yang efektif harus diberikan
kepada setiap bayi baru lahir dan harus tetap di tempatnya sampai waktu bayi
dipulangkan.
g.      Pemantauan Bayi Baru Lahir
Tujuan pemantauan bayi baru lahir adalah untuk mengetahui aktivitas bayi
normal atau tidak dan identifikasi masalah kesehatan bayi baru lahir yang
6
memerlukan perhatian keluarga dan penolong persalinan serta tindak lanjut
petugas kesehatan.

2.2.4 Pertumbuhan dan perkembangan bayi baru lahir


Setiap bayi merupakan individu yang mempunyai temperamen dan
kepribadian unik. Bayi berbeda dari bayi lainnya dalam hal penampilan, tingkat
aktivitas, respons terhadap rasa lapar, sakit, atau bosan dan pola tidur serta makan
(Simkin, 2007; h.
351).
Untuk tumbuh dan kembang yang normal, bayi baru lahir memerlukan
makanan dan tidur yang cukup. Bayi baru lahir normalnya kehilangan sekitar 3-
5% berat badan pada 3 hari pertama. Hal ini kemungkinan disebabkan karena
adanya mekonium dikeluarkan dan ASI dari ibu tersedia sepenuhnya baru sekitar 3
hari setelah melahirkan. Selain itu, bayi baru lahir mempunyai kebutuhan dan
respon sosial, yang jika tidak terpenuhi juga akan mempengaruhi tumbuh dan
kembangnya yang normal. Bayi baru lahir perlu dicintai, dirawat, dan diajak
berkomunikasi yang dapat meningkatkan kesempatan untuk mengembangkan
hubungan interpersonal
(Maryunani, 2008; h.
58).
2.2.5 Kebutuhan dasar bayi baru lahir
Menurut Nursalam (2005; h. 25) kebutuhan-kebutuhan dasar anak (usia 0-18
tahun) untuk Tumbuh Kembang yang optimal meliputi Asuh, Asih, dan Asah yaitu:
a.      Kebutuhan Fisik-Biologis (ASUH):
Meliputi kebutuhan sandang, pangan, papan seperti: nutrisi, imunisasi, kebersihan
tubuh & lingkungan, pakaian, pelayanan/ pemeriksaan kesehatan dan pengobatan,
olahraga, bermain dan beristirahat.
1)     Nutrisi harus dipenuhi sejak anak di dalam rahim. Ibu perlu memberikan nutrisi
seimbang melalui konsumsi makanan yang bergizi dan menu seimbang. Air
Susu Ibu (ASI) yang merupakan nutrisi yang paling lengkap dan seimbang
bagi bayi terutama pada 6 bulan pertama (ASI Eksklusif).
2)     Pemenuhan akan kebutuhan tempat tinggal yang aman (tempat tidur yang
nyaman). Tempat tidur bayi harus diletakkan didekat tempat tidur ibu sehingga
bisa dipeluk, ditimang, dan diberi makan saat bayi menginginkannya.
Sehingga melihat bayi tidur dan terjaga akan memberikan kepuasan yang
7
mendalam bagi ibu begitu pula bagi bayi. Tempat tidur bayi juga harus
dilengkapi dengan pengahalang dibagian tepi untuk mencegah bayi jatuh.
Tidak perlu menggunaknan bantal, tetapi matras busa sudah cukup. Seprei dan
juga lembaran plastik atau karet untuk mencegah matras supaya tidak basah
juga diperlukan.
3)     Pemberian pakaian yang sesuai dengan usia. Bayi yang baru lahir harus dibuat
hangat, tetapi jangan terlalu hangat. Pakaian bayi seharusnya tidak membuat
berkeringat. Sehingga ibu harus mengetahui kebutuhan atau pakaian yang
sesuai yang harus dikenakan bayi. Popok yang terbuat dari bahan kasa atau
handuk katun juga gumpalan kapas untuk mengelap pantat bayi yang terkena
kotoran. Selain itu juga bayi membutuhkan baju rompi, kaos tanpa kancing
atau resleting, tutup kepala, baju hangat, kaos kaki, dan juga selimut.
4)     Anak perlu diberikan imunisasi dasar lengkap agar terlindung dari penyakit-
penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi.
5)     Merawat kebersihan badan dan lingkungan sekitar bayi. Kebersihan badan
mencakup kebersihan hidung, mata, telinga, kulit dan bahkan tali pusar (sekitar
umur 0-2 minggu).  Menjaga kebersihan hidung sangatlah penting, karena bayi
akan menangis dan sulit bernafas jika hidungnya tersumbat. Telinga dan mata
harus dibersihkan setiap kali sehabis mandi. Saat membersihkan mata, usapkan
gumpalan kapas atau handuk dari ujung mata di dekat hidung kearah keluar.
Tidak usah menghias mata bayi dengan pewarna. Tali pusat biasanya akan
segera diberi obat anti bakteri atau diperban oleh dokter di ruang bersalin.
Biasanya puntung ini akan lepas dalam waktu seminggu jika dibiarkan.
6)     Memberikan pengobatan ketika bayi sedang sakit. Sejak bayi berusia satu
bulan sebaiknya diperiksakan ke dokter, tidak usah menunggu sampai masalah
medis timbul dan menjadi parah. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan
memeriksakan keadaan perut bayi, karena terkadang bayi selama 3 bulan
pertama kehidupannya mengalami sakit perut yang hebat yang kemungkinan
disebabkan karena adanya udara dalam perut bayi. Selain itu dapat juga
melakukan pengecekan pada saluran pernapasan, karena dikhawatirkan dapat
terserang infeksi akur seperti infeksi saluran pernapasan bagian atas, rinitis
(peradangan pada hidung) atau otitis (infeksi telinga) sehingga memerlukan
konsultasi dokter.
b.    Kebutuhan kasih sayang dan emosi (ASIH)

8
Pada tahun-tahun pertama kehidupannya (bahkan sejak dalam kandungan), anak
mutlak memerlukan ikatan yang erat, serasi dan selaras dengan ibunya untuk  menjamin
tumbuh kembang fisik-mental dan psikososial. Kebutuhan emosi atau kasih sayang (asih)
pada anak usia 0-3 bulan antara lain :
1)    Memberikan rasa aman (emotional security) baik secara kontak fisik maupun psikis.
Ketika seorang bayi dibawa mendekat ke tubuh ibunya dan digendong dengan
lembut serta penuh cinta kasih dalam bahunya, bayi itu tentu saja lebih diam. Karena
bayi merasa lebih aman dalam dekapan ibunya. Selain itu tindakan ini membuat
sinyal unik tertentu semacam bentuk “komunikasi” antara ibu dengan anaknya.
Tangan ibunya meyakinkan si bayi tentang perasaan aman mengenai kehidupan
sebelumnya didalam rahim ibu dimana dia mendengarkan nyayian pengantar tidur
terus menerus oleh suara detak jantungnya, oleh hembusan nafasnya yang teratur
dan lembut gerakan tubuhnya.
2)    Memberikan rasa kasih sayang dan perhatian. Rasa cinta kasih yang diterima bayi
akan membuat bayi yang sakit menjadi sembuh dan sebaliknya kurangnya rasa cinta
kasih akan membuat bayi yang sehat menjadi sakit. Cinta kasih dibutuhkan jauh
sebelum seorang bayi tumbuh besar. Kenyataannya adalah pada beberapa menit
pertama dan beberapa jam setelah lahir, intensitas kedekatan antara bayi baru lahir
di satu sisi, dengan ibu dan ayah di sisi lain, secara meyakinkan mempengaruhi
pertumbuhan, perkembangan dan perilaku anak tersebut.
3)    Memberikan perlindungan sejak usia kehamilan hingga anak dewasa. Saat
mengetahui kehamilan, ibu harus memeriksa kehamilannya dan terus melakukannya
sepanjang ibu hamil.
4)    Pengasuhan dengan kasih sayang yang tulus dalam pemenuhan kebutuhan dasar bayi
menimbulkan kepercayaan  pada bayi terhadap lingkungannya. Saat bayi berumur 0-
3 bulan, dia seperti keluar dari cangkangnya. Dengan pengasuhan yang didalamnya
terkandung kasih sayang yang tulus dia akan menunjukkan rasa senangnya dengan
jelas saat diangkat, ditimang, dipeluk atau diajak bicara. Setiap bayi yang
mendapatkan kasih sayang yang tulusdan adanya orang tua disamping bayi
didekatnya maka ia merasa diterima dan senang dengan keluarga yang ada
disekitarnya, sehingga dapat timbul rasa percaya terhadap lingkungannya.
c.      Kebutuhan Stimulasi (ASAH)
Stimulasi dilakukan setiap ada kesempatan berinteraksi dengan bayi-balita, setiap
hari, terus menerus, bervariasi, disesuaikan dengan umur perkembangan kemampuannya,
dilakukan oleh keluarga (terutama ibu atau pengganti ibu). Stimulasi harus dilakukan
9
dalam suasana yang menyenangkan dan kegembiraan antara pengasuh dan bayi/balitanya.
Jangan memberikan stimulasi dengan terburu-terburu, memaksakan kehendak pengasuh,
tidak memperhatikan minat atau keinginan bayi/balita, atau bayi-balita sedang mengantuk,
bosan atau ingin bermain yang lain. Berbagai parameter stimulasi perlu dipertimbangkan
termasuk jumlah, tipe, waktu, pola, kualitas stimulasi serta faktor risiko yang ada. Bebagai
macam stimulasi yang dianjurkan pada bayi adalah :
1)     Stimulasi Visual (gerakan, warna, bentuk).
2)     Stimulasi Auditori (menyanyi, musik, suara ibu).
3)     Stimulasi Taktil (pijat, posisi, fleksi ekstensi).
Cara berinteraksi pada bayi usia 0-3 bulan:
1)     Penglihatan
a)      Menarik perhatian bayi, dekatkan wajah ibu.
b)      Pertahankan kontak mata yang lama.
c)      Ubah ekspresi wajah untuk mempertahankan interaksi visual, menggunakan
senyuman, ekspresi kaget, gerakan lidah.
d)      Tirukan ekspresi wajah bayi.
e)     Gerakan benda berwarna terang untuk membantu pemfokusan bayi dan
mengikutinya.
f)       Atur posisi bayi sehingga ia dapat melihat ke orangtua.

2)     Pendengaran
a)     Gunakan suara anda untuk berbagai cara berkomunikasi dengan bayi (bernyanyi,
bergumam, berkotek, memanggil mama, bercakap).
b)      Berusaha agar bayi menggerakkan matanya dan kepalanya kearah suara anda.
c)      Gunakan benda untuk menimbulkan suara (kerincingan, bel, musik).
3)     Perabaan
a)      Menggendong dan mengatur posisi.
b)      Sentuhan, tepukan, urut/pijat bayi dengan cara menenangkan dan berirama.
c)      Manfaatkan refleks bayi untuk interaksi (refleks isap, refleks memegang).
d)      Pegang dan timang bayi.
e)      Ayunkan bayi ketika diam, dan hibur dengan menggoyang ketika rewel.

2.3     Ikterus
10
2.3.1 Definisi
Ikterus adalah warna kuning yang dapat terlihat pada seklera, selaput
lendir, kulit atau organ lain akibat penumpukan bilirubin
(Marmi, 2012; h.
276).
Ikterus adalah pewarnaan kuning di kulit, konjungtiva dan mukosa yang
terjadi karena meningkatnya kadar bilirubin dalam darah. Klinis ikterus tampak
bila kadar bilirubin dalam serum adalah ≥ 5 mg/dL
(Depkes RI, 2007; h. 8-
14).
Ikterus adalah deskolorasi kuning pada kulit, membrane mukosa, dan
sklera akibat peningkatan kadar bilirubin dalam darah
(Jufrie, dkk, 2010; h.
263).

2.3.2 Metabolisme Billirubin


Sebagian besar (70-80%) produksi bilirubin berasal dari eritrosit yang
rusak. Heme dikonversi menjadi bilirubin indirek (tak terkonjugasi) kemudian
berikatan dengan albumin dibawa ke hepar. Di dalam hepar, dikonjugasikan oleh
asam glukuronat pada reaksi yang dikatalisasi oleh glukuronil transferase.
Bilirubin direk (terkonjugasi) disekresikan ke traktus bilier untuk diekskresikan
melalui traktus gastrointestinal. Pada bayi baru lahir yang ususnya bebas dari
bakteri, pembentukan sterkobilin tidak terjadi. Sebagai gantinya, usus bayi banyak
mengandung beta glukuronidase yang menghidrolisis bilirubin glukoronid menjadi
bilirubin indirek dan akan direabsorpsi kembali melalui sirkulasi enterohepatik ke
aliran darah
(Mansjoer, dkk, 2005; h.
504).

2.3.3 Klasifikasi ikterus


a.     Ikterus Fisiologis
Ikterus fisiologis pada neonatus adalah keadaan transisional normal yang
mempengaruhi hingga 50% bayi aterm yang mengalami peningkatan progresif
pada kadar bilirubin tak-terkonjugasi dan ikterus pada hari ketiga. Ikterus
fisiologis tidak pernah tampak sebelum 24 jam kehidupan, biasanya menghilang
11
pada usia satu minggu dan kadar bilirubin tidak pernah melebihi 200-215µmol/L
(12-13mg/dl)
(Fraser, 2009; h.
840).
Ikterus fisiologis adalah suatu kenaikan dan penurunan kadar bilirubin
serum(tidak langsung) dalam kisaran (4 hingga 12 mg/dL), pada keempat setelah
kelahiran dan memuncak pada hari ketiga hingga kelima. Ikterik fisiologis biasa
terjadi pada bayi term dan sebagai hasil dari ketidakmaturan hepatik pada neonatus
(Ladewig, 2006; h.
199).
Kadar bilirubin total puncak (terkonjugasi dan tidak) dapat mencapai 12
hingga 15 mg/dl, dibanding dengan kadar normal yang kurang dari 6 mg/dl pada
bayi cukup bulan. Kadar bilirubin yang tidak terkonjugasi lebih dari 15 mg/dl
patut diwaspadai
(Corwin, Elizabeth J, 2009; hl.
661)
Secara keseluruhan, 6-7% bayi cukup bulan mempunyai kadar bilirubin
indirek lebih besar dari 12,9 mg/dl dan kurang dari 3% mempunyai kadar yang
lebih besar dari 15 mg/dl. Faktor risiko untuk mengalami hiperbilirubinemia
indirek meliputi : diabetes pada ibu, ras, prematuritas, obat-obatan (vitamin K3,
novobiosin), tempat yang tinggi, polistemia, jenis kelamin laki-laki, trisomi-21,
memar kulit, sefalhematom, induksi, oksitosin, pemberian ASI, kehilangan berat
badan (dehidrasi atau kehabisan kalori), pembentukan tinja lambat, dan ada
saudara yang mengalami ikterus fisiologis. Bayi-bayi tanpa variabel ini jarang
mempunyai kadar bilirubin indirek diatas 12mg/dl, sedangkan bayi yang
mempunyai banyak risiko lebih mungkin mempunyai kadar bilirubin lebih tinggi
(Behrman, Richard E, dkk, 2000; hl.
611)

b.     Ikterus Patologi
Ikterus patologis ditandai dengan kulit kekuning-kuningan dan peningkatan kadar
bilirubin serum diatas 12,9 mg/dL pada bayi aterm dan 15 mg/dL pada bayi preterm
dalam 24 jam setelah kelahiran
12
(Ladewig, 2006; h.
199).
Ikterus patologis tidak mudah dibedakan dari ikterus fisiologis. Menurut
Surasmi (2006), ikterus yang kemungkinan menjadi patologi atau dapat dianggap
sebagai hiperbilirubinemia ialah :
1)     Ikterus terjadi pada 24 jam pertama sesudah kelahiran.
2)     Peningkatan konsentrasi bilirubin 5 mg% atau lebih setiap 24 jam.
3)     Konsentrasi bilirubin serum sewaktu 10 mg% pada neonatus kurang bulan
dan 12,5 mg% pada neonatus cukup bulan.
4)     Ikterus yang disertai proses hemolisis (inkompatibilitas darah, defisiensi
enzim G6PD dan sepsis).
5)     Ikterus yang disertai berat lahir kurang dari 2000 gram, masa gestasi kurang
dari 36 minggu, asfissia, hipoksia, sindrom gangguan pernapasan, infeksi,
hipoglikemia, hiperkapnia, hiperosmolalitas darah.
c.      Kern ikterus
Kern ikterus ialah ensefalopati billirubin yang biasanya ditemukan pada
neonatus cukup bulan dengan ikterus berat (billirubin indirek lebih dari 20 mg%)
dan disertai penyakit hemolitik berat dan pada autopsy ditemukan bercak bilirubin
pada otak. Kern ikterus secara klinis berbentuk kelainan saraf spastis yang terjadi
secara kronik
(Surasmi, 2010; h.
57).
d.      Ikterus hemolitik
Hal ini dapat disebabkan oleh inkompatibilitas rhesus, golongan darah ABO,
golongan darah lain, kelainan eritrosit congenital, atau defisiensi enzim G-6-PD
(Kosim, 2008; h. 845).
e.      Ikterus Obstruktif
Obstruktifa dalam penyaluran empedu dapat terjadi didalam hepar dan diluar hepar.
Akibat obstruktifa itu terjadi penumpukan bilirubin tidak langsung. Bila kadar
bilirubin langsung melebihi 1 mg% maka kita harus curiga akan hal-hal yang
menyebabkan obstruksi misalnya sepsis, hepatitis neonatorum pielonefritis atau
obtruksi saluran empedu. Dalam menghadapi kasus seperti ini penting sekali
diperiksa kadar bilirubin serum, tidak langsung dan langsung selanjutnya apakah
terdapat bilirubin air kencing dan tinja

13
(Marmi, 2012; h.
283).
2.3.4 Etiologi
Menurut Marmi (2012; h. 278) etiologi pada BBL dapat berdiri sendiri maupun
disebabkan oleh beberapa faktor. Secara garis besar etiologi itu dapat dibagi sebagai
berikut :
a.      Produksi yang berlebihan lebih dari pada kemampuan bayi untuk
mengeluarkannya misalnya hemolisis yang meningkat pada inkompatibilitas
darah Rh, ABO, golongan darah lain, defisiensi enzim G6PD, pyruvate kinase,
perdarahan tertutup dan sepsis.
b.      Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi hepar.
c.      Gangguan dalam transportasi bilirubin dalam darah terikat oleh albumin
kemudian diangkut kehepar, ikatan bilirubin dengan albumin ini dapat
dipengaruhi oleh obat obatan misalnya salisilat, sulfatfurazole.
d.      Gangguan dalam sekresi.
e.      Obstruksi saluran pencernaan.
f.       Ikterus akibat Air Susu Ibu (ASI).
Ikterus fisiologis pada neonatus adalah akibat kesenjangan antara pemecahan sel
darah merah dan kemampuan bayi untuk mentranspor, mengonjugasi, dan
mengekskresi bilirubin tak-terkonjugasi
(Fraser, 2009; h.
840).
Etiologi yang melatarbelakangi ikterus patologis adalah beberapa gangguan pada
produksi, transport, konjugasi, atau ekskresi billirubin
(Fraser, 2009; h.
844).
2.3.5 Patofisiologi
Pigmen kuning ditemukan dalam empedu yang terbentuk dari pemecahan
hemoglobin oleh kerja heme oksigenase, biliverdin reduktase, dan agen pereduuksi
nonenzimatik dalam system retikuloendotelial. Setelah pemecahan hemoglobin,
bilirubin tak terkonjugasi diambil oleh protein intraselular “Y protein” dalam hati.
Pengambilan tergantung pada aliran darah hepatic dan adanya ikatan protein. Bilirubin
yang tak terkonjugasi dalam hati diubah atau terkonjugasi oleh enzim asam uridin
difosfoglukuronat uridin diphosphoglucuronic acid (UPGA) glukuronil transferase
menjadi bilirubin mono dan diglucuronida yang polar, larut dalam air (bereaksi direk).
14
Bilirubin yang terkonjugasi yang larut dalam air dapat dieliminasai melalui
ginjal. Denan konjugasi, bilirubin masuk dalam empedu melalui membaran
kanalikular. Kemudian ke sistem gastrointestinal dengan diaktifkan oleh bakteri
menjadi urobilinogen dalam tinja dan urin. Beberapa bilirubin diabsorbsi kembali
melalui sirkulasi enterohepatik. Warna kuning dalam kulit akibat dari akumulasi
pigmen bilirubin yang larut lemak, tak terkonjugasi, nonpolar (bereaksi indirek).
Pada bayi dengan hiperbilirubinemia kemungkinan merupakan hasil dari
difisiensi atau tidak aktifnya glukuronil transferase. Rendahnya pengambilan dalam
hepatik kemungkinan karena penurunan protein hepatik sejalan dengan penurunan
aliran darah hepatik. Jaundice yang terkait dengan pemberian ASI merupakan hasil dari
hambatan kerja glukoronil transferase oleh pregnaediol atau asam lemak bebas yang
terdapat dalam ASI. Terjadi 4 sampai 7 hari setelah lahir. Dimana terdapat kenaikan
bilirubin tak terkonjugasi dengan kadar 25 sampai 30 mg/dl selama minggu ke-2
sampai ke-3. Biasanya dapat mencapai usia 4 minggu dan menurun 10 minggu. Jika
pemberian ASI dilanjutkan, hiperbilirubinemia akan menurun berangsur-angsur dapat
menetap selama 3 sampai 10 minggu pada kadar yang lebih rendah. Jika pemberian
ASI dihentikan, kadar billirubin serum akan turun dengan cepat, biasanya mencapai
normal dalam beberapa hari.
Penghentian ASI selama 1 sampai 2 hari dan penggantian ASI dengan
formula mengakibatkan penurunan bilirubin serum dengan cepat. Sesudahnya
pemberian ASI dapat dimulai lagi dan hyperbilirubin tidak kembali ke kadar yang
tinggi seperti sebelumnya. Bilirubin yang patologis tampak ada kenaikan bilirubin
dalam 24 jam pertama kelahiran. Sedangkan untuk bayi dengan ikterus fisiologis
muncul antara 3 sampai 5 hari sesudah lahir.
(Suriadi, 2006; h. 133).

2.3.6 Faktor Risiko


Faktor risiko untuk timbulnya ikterus neonatorum :
a.      Faktor Maternal
1)     Ras atau kelompok etnik tertentu (Asia, Native American, Yunani).
2)     Komplikasi kehamilan (DM, inkompatibilitas ABO dan Rh).
3)     Penggunaan infus oksitosin dalam larutan hipotonik.
4)     ASI.
b.      Faktor Perinatal
1)     Trauma lahir (sefalhematom, ekimosis).
15
2)     Infeksi (bakteri, virus, protozoa).
c.      Faktor Neonatus
1)     Prematuritas.
2)     Faktor genetik.
3)     Polisitemia.
4)     Obat (streptomisin, kloramfenikol, benzyl-alkohol, sulfisoxazol).
5)     Rendahnya asupan ASI.
6)     Hipoglikemia.
7)     Hipoalbuminemia (Kosim, 2008; h.
148).

2.3.7      Gambaran klinis


a.    Pemeriksaan klinis ikterus dapat dilakukan pada bayi baru lahir asal dengan
menggunakan pencahayaan yang memadai. Ikterus akan terlihat lebih berat
bila dilihat dengan sinar lampu dan dapat tidak terlihat dengan penerangan
yang kurang. Tekan kulit dengan ringan memakai jari tangan untuk
memastikan warna kulit dan jaringan subkutan:
1)     Hari 1 tekan pada ujung hidung atau dahi.
2)     Hari 2 tekan pada lengan atau tungkai.
3)     Hari 3 dan seterusnya, tekan pada tangan dan kaki.
b.    Ikterus muncul pertama di daerah wajah, menjalar kearah kaudal tubuh, dan
ekstremitas.
c.    Tentukan tingkat keparahan ikterus secara kasar dengan melihat pewarnaan
kuning pada tubuh (metode kremer).
Tabel 2.1. Pembagian ikterus menurut metode Kramer
Derajat Perkiraan kadar
Daerah Ikterus
Ikterus billirubin (mg%)
I Daerah kepala dan leher 5
II Daerah 1 (+) badan bagian atas 9
Daerah 1, 2 (+) badan bagian
III 11
bawah dan tungkai
Daerah 1, 2, 3 (+) lengan dan
IV 12
kaki dibawah dengkul
Daerah 1, 2, 3, 4 (+) tangan dan
V 16
kaki
Sumber : Depkes RI ( 2007; h. 8-15)
16
d.      Pemeriksaan tanda klinis lain seperti gangguan minum, keadaan umum,
apnea, suhu yang labil, sangat membantu menegakkan diagnosis penyakit
utama disamping keadaan hiperbilirubinemianya (Depkes RI, 2007;
h. 8-15).

2.3.8 Prognosis
Istilah bilirubin ensefalopati lebih menunjukkan kepada manifestasi klinis
yang timbul akibat efek toksis bilirubin pada system saraf pusat yaitu basal ganglia
dan pada berbagai nuclei batang otak. Keadaan ini tampak pada minggu pertama
sesudah bayi lahir dan dipakai istilah akut bilirubin ensefalopati. Sedangkan istilah
kern ikterus adalah perubahan neuropatologi yang ditandai oleh deposisi pigmen
bilirubin pada beberapa daerah di otak terutama di ganglia basalis, pons dan
serebelum. Kern ikterus digunakan untuk keadaan klinis yang kronik dengan
sekuele yang permanen karena toksik bilirubin.
Manifestasi klinis akut bilirubin ensefalopati : pada fase awal, bayi dengan
ikterus berat akan tampak letargis, hipotonik, dan reflek hisap buruk. Sedangkan
pada fase intermediate ditandai dengan moderate stupor, iritabilitas, dan hipotorni.
Untuk selanjutnya bayi akan demam, high-pitched cry, kemudian akan menjadi
drowsiness dan hipotoni. Manifestasi hipertonia dapat berupa retrocollis dan
opistotonus.
Manifestasi klinis kern ikterus : pada tahap yang kronis bilirubin
ensefalopati, bayi yang bertahan hidup, akan berkembang menjadi bentuk athetoid
cerebral palsy yang berat gangguan pendengaran, dysplasia dental-enamel,
paralisis upward gaze
(Kosim, 2008; h.
148).
2.3.9   Penanganan
Bidan dan perawat dapat memberi nasehat mengenai penanganan ikterus
fisiologis dan memberitahu gejala dini ikterus patologi pada para ibu sebelum
memulangkan bayi. Hal ini mengingat kemungkinan karena 60% bayi baru lahir
menderita kuning/ikterus. Hal-hal yang perlu dijelaskan pada ibu, diantaranya:
a.      Pada saat ibu hamil, ibu jangan meminum jamu atau ramuan yang sering
diketahui mengakibatkan kuning pada bayi.
b.      Bayi mendapatkan kalori dan cairan yang cukup.
17
c.      Ruang bayi mendapatkan sinar matahari yang cukup.
d.      Anjurkan pada ibu untuk menyusui bayi sesering mungkin.
e.      Jemur bayi dipagi hari tanpa baju antara pukul 07.30-09.00 selama 20-30
menit sampai bayi berumur 10-14 hari.
f.       Meskipun sudah banyak menyusu dan sudah dijemur, namun bayi masih
tampak kuning, apalagi bila disertai gejala malas minum atau iritabel,
anjurkan bayi segera dibawa kedokter atau rumah sakit.
g.      Bayi yang kuning pada hari pertama, harus dirujuk ke rumah sakit.
h.      Terapi sinar biasanya diberikan bila kadar bilirubin diatas 12mg%.
i.       Transfusi tukar biasanya dilakukan bila kadar bilirubin indirek diatas 20mg%
(Maryunani, 2008; h.
163).

2.3.10 Pemberian terapi sinar


Menurut kosim (2008; h. 26) fototerapi yang intensif seharusnya
a.     Letakkan bayi dibawah lampu terapi sinar
1)     Bila berat badan bayi 2000 gram atau lebih, letakkan bayi dalam keadaan
telanjang di boks bayi. Bayi yang lebih kecil diletakkan dalam inkubator.
2)     Tutup mata bayi dengan penutup, pastikan penutup mata tidak menutupi
hidung. Jangan gunakan plester untuk memfiksasi penutup.
b.     Letakkan bayi sedekat mungkin dengan lampu sesuai dengan petunjuk atau manual
dari pabrik pembuat alat.
c.     Ubah posisi bayi tiap 3 jam.
1)     Anjurkan ibu menyusui sesuai keinginan bayi, paling tidak setiap 3 jam:
a)      Pindahkan bayi dari alat terapi sinar selama diberi minum dan lepas
penutup matanya.
b)      Tidak perlu menambah atau mengganti ASI dengan air, dekstrosa atau
formula.
2)     Bila bayi tidak dapat menyusui, berikan ASI peras dengan menggunakan
salah satu cara alternative pemberian minum. Selama dilakukan terapi sinar,
naikkan kebutuhan hariannya dengan menambah 25 mL/kgBB.
3)     Bila bayi mendapat cairan IV, naikkan kebutuhan hariannya 10% selama bai
dilakukan terapi sinar.
4)     Bila bayi mendapat cairan IV, atau diberi minum melalui pipa lambung. Bayi
tidak perlu dipindahkan dari lampu terapi sinar.
18
d.     Selama dilakukan terapi sinar, feses bayi bisa menjadi cair dan berwarna kuning.
Keadaan ini tidak memerlukan terapi khusus.
e.     Lanjutkan pengobatan dan pemeriksaan lain:
1)     Bayi dipindahkan dari alat terapi sinar hanya bial akan dilakukan tindakan yang
tidak dapat dikerjakan dibawah lampu terapi sinar.
2)     Bila bayi mendapat terapi olsigen, matikan lampu saat memeriksa bayi untuk
mengetahui sianosis sentral.
f.       Pantau suhu tubuh bayi dan suhu udara ruangan setiap 3 jam.
g.      Periksa kadar bilirubin serum tiap 12 jam :
1)     Hentikan terapi sinar bila kadar bilirubin turun dibawah batas untuk dilakukan
terapi sinar atau 15 mg/dL (260mmol/L).
2)     Bila kadar bilirubin serum mendekati nilai untuk dilakukan transfusi tukar, bila
memungkinkan segera rujuk ke Rumah Sakit Rujukan atau dengan fasilitas
pelayanan spesialis untuk dilakukan transfusi tukar. Lakukan persiapan untuk
merujuk dan kirim juga sampel darah ibu dan bayi.
h.      Bila bilirubin serum tidak dapat dipeiksa :
1)     Bila bayi kecil (berat lahir <2500 gram atau umur kehamilan <37 minggu) atau
sepsis, hentikan terapi sinar setelah 3 hari.
2)     Bilirubin pada kulit dapat menghilang dengan cepat dengan terapi sinar. Warna
kulit tidak dapat digunakan sebagai petunjuk untuk menentukan kadar bilirubin
serum selama bayi dilakukan terapi sinar dan selama 24 jam setelah dihentikan.
i.       Pulangkan bayi bila terapi sinar sudah tidak diperlukan, bayi minum dengan baik,
atau bila sudah tidak ditemukan masalah yang membutuhkan perawatan di rumah
sakit.
j.       Ajari ibu untuk menilai ikterus dan beri nasehat pada ibu untuk keembali bila terjadi
ikterus lagi (MNH-JHPIEGO, 2003; h.
47)

2.4 Konsep Dasar Manajemen Kebidanan Pada Bayi Baru Lahir dengan Ikterus
Manajemen atau asuhan segera pada bayi baru lahir normal adalah asuhan yang
diberikan pada bayi pada jam pertama setelah kelahiran, dilanjutkan sampai 24 jam
setelah kelahiran
(Sudarti, 2010; h.
83).

19
Asuhan kebidanan pada bayi baru lahir bertujuan untuk memberikan asuhan yang
adekuat dan berstandar pada bayi baru lahir dengan memperhatikan riwayat bayi selama
kehamilan, dalam persalinan dan keadaan bayi segera setelah dilahirkan
(Sudarti, 2010; h.
83).
Hasil yang diharapkan dari pemberian asuhan kebidanan pada bayi baru lahir,
adalah terlaksananya asuhan segera atau rutin pada bayi baru lahir termasuk melakukan
pengkajian, membuat diagnosa, mengidentifikasi diagnosis dan masalah potensial,
tindakan segera serta merencanakan asuhan
(Sudarti, 2010; h. 83).

1.    Data Subjektif
Langkah I : Pengkajian
Melakukan pengkajian dengan mengumpulkan semua data yang dibutuhkan untuk
mengevaluasi keadaan bayi baru lahir (Sudarti, 2010; h.
83).
Pada langkah pertama ini dikumpulkan semua informasi yang akurat dan lengkap
dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi klien. Data yang dikumpulkan terdiri
dari data subjektif dan data objektif.
a.    Biodata
1)     Nama bayi : untuk mengetahui identitas bayi (Sudarti, 2010; h.
93).
2)     Umur bayi : untuk mengetahui berapa umur bayi yang nanti akan disesuaikan dengan
tindakan yang akan dilakukan
(Sudarti, 2010; h.
93).
Dan untuk mengetahui tingkat keparahan ikterus yaitu jika timbul pada 24 jam
sesudah kelahiran termasuk ikterus patologis sedangkan jika timbul pada hari kedua-
ketiga termasuk ikterus fisiologis.
3)     Tanggal/jam lahir : untuk mengetahui kapan bayi baru lahir, sesuai atau tidak dengan
perkiraan lahirnya
(Sudarti, 2010; h.
93).
Dan untuk mengetahui tingkat kenaikan kadar billirubin pada bayi cukup bulan atau
bayi kurang bulan.
20
4)     Jenis kelamin : untuk mengetahui jenis kelamin bayi dan membedakan dengan bayi
yang lain.
5)     Nama ibu/ayah : untuk mengetahui nama penanggung jawab
6)     Umur ibu/ayah : untuk mengetahui umur penanggung jawab
7)     Suku bangsa : untuk mengetahui bahasa sehinga mempermudah dalam
berkomunikasi dengan keluarga pasien
(Varney, 2004; h.31).
8)     Agama : dengan diketahui agama pasien, akan mempermudah dalam memberikan
dukungan mental dan dukungan spiritual dalam proses pelaksanaan asuhan
kebidanan.
9)     Pendidikan orang tua : tingkat pendidikan akan mempengaruhi sikap dan perilaku
kesehatan. Dikaji untuk mempermudah penulis dalam menyampaikan informasi
pada pasien (Wiknjosastro,
2006; h. 56).
10)   Pekerjaan : mengetahui kemungkinan pengaruh pekerjaan terhadap permasalahan
kesehatan pasien dan untuk menilai sosial ekonomi pasien (Mochtar, 2000; h. 78).
11)   Alamat : mempermudah hubungan dengan anggota keluarga yang lain apabila
diperlukan dalam keadaan normal (Wiknjosastro, 2006; h.
56).

b.    Riwayat kehamilan ibu


Untuk mengetahui hari pertama haid terakhir (HPHT), hari perkiraan lahir (HPL),
frekuensi pemeriksaan Ante Natal Care (ANC), yang memeriksa, keluhan, dan imunisasi
(Wiknjosastro, 2006;
h.57).
Komplikasi kehamilan (ibu menderita DM, inkompatibilitas ABO dan Rh)
(Surasmi, 2003; h.
68).
Riwayat penggunaan obat selama ibu hamil yang menyebabkan ikterus (sulfa, anti
malaria, nitro furantoin, aspirin) dan riwayat ikterus pada anak sebelumnya
(Depkes, 2007; h.
8-14).
c.      Riwayat persalinan
Yang perlu dikaji pada saat persalinan adalah : jenis persalinan, penolong
persalinan, lama persalinan, tanda gawat janin, masalah selama persalinan, pecah
21
ketuban : spontan atau dipecah oleh petugas kesehatan, jam saat ketuban dipecahkan,
komplikasi selama persalinan (Maryunani, 2008; h. 67).
d.      Riwayat kebutuhan nutrisi
Nutrisi terbaik untuk bayi baru lahir adalah ASI yang dapat diberikan segera setelah
bayi lahir, pemberiannya on demand atau terjadwal sesuai kebutuhan bayi. Menurut WHO
(2009; h. 45), kebutuhan cairan yang dibutuhkan bayi (mL/kg) dengan berat badan >1500
g, yaitu :
1)      Hari 1 : 60cc/kgBB/hari
2)      Hari 2 : 80cc/kgBB/hari
3)      Hari 3 : 100cc/kgBB/hari
4)      Hari 4 : 120cc/kgBB/hari
5)      Hari 5+ : 150cc/kgBB/hari
Memberikan minum 8 kali dalam 24 jam (misal 3 jam sekali). Apabila bayi telah
mendapat minum 160ml/kg berat badan per hari tetapi masih tampak lapar berikan
tambahan ASI setiap kali minum.

2.      Data Objektif


a.      Penilaian bayi waktu lahir
Keadaan umum dinilai satu menit pertama setelah lahir dengan menggunakan nilai
APGAR score. Dari penilaian itu dapat diketahui apakah bayi normal (nilai APGAR 7-10)
asfiksia sedang (nilai APGAR 4-6) asfiksia berat (niali APGAR 0-3) bila sampai 2 menit
nilai APGAR tidak sampai 7 maka bayi harus diresusitasi lebih lanjut, oleh karena itu bila
bayi menderita asfiksia lebih dari 5 menit kemungkinan akan terjadi gejala neurologi
lanjutan dikemudian hari yang lebih besar oleh karena itu penilaian APGAR dilakukan
selain pada umur 1 menit juga pada umur 5 menit.
(Wiknjosastro, 2007; h.
712).
b.      Tanda-tanda vital
1)     Tanda-tanda vital pada bayi normal menurut Frasser (2009; h. 710) meliputi :
a)      Suhu aksila : 36 - 370C.
b)      Nadi : 120-160 x/menit.
c)      Respirasi : 30-60 kali per menit.
2)     Pemeriksaan Antropometri pada bayi normal menurut Djitowiyono (2010; h. 61)
adalah :
a)      Berat badan 2500 - 4000 gram.
22
b)      Panjang badan 48 - 52 cm.
c)      Lingkar dada 30 – 38 cm.
d)      Lingkar kepala 33 – 35 cm.
Bayi biasanya mengalami penurunan berat badan dalam beberapa hari pertama
yang harus kembali normal pada hari ke-10. Bayi dapat ditimbang pada hari ke-3 atau ke-
4 untuk mengkaji jumlah penurunan berat badan, tetapi bila bayi tumbuh dan minum
dengan baik, hal ini tidak diperlukan. Sebaiknya dilakukan penimbangan pada hari ke-10
untuk memastikan bahwa berat badan lahir telah kembali
(Johnson, 2005; h.
277).

c.    Pemeriksaan fisik
1)     Kepala : memeriksa ubun-ubun, sutura, moulase, caput succedaneum, cephal
hematoma, hidrosefalus, ubun-ubun besar, ubun-ubun kecil (Sudarti, 2010; h. 87).
2)     Muka : memeriksa kesimetrisan muka, kulit muka tipis dan keriput (Maryunani,
2008; h.87). Bayi ikterus warna kulit terlihat kuning (Suriadi, 2006; h. 133).
3)     Mata : memeriksa bagian sklera pucat atau kuning dan konjungtiva apakah merah
muda atau tidak (Varney, 2007).
4)     Hidung : memeriksa lubang hidung tampak jelas, biasanya berisi cairan mukosa
(Maryunani, 2008; h. 87).
5)     Mulut : memeriksa reflek hisap, menelan serta batuk masih lemah atau tidak efektif
dan tangisannya melengking (Surasmi, 2003; h. 68).
6)     Telinga : memeriksa kesimetrisan letak dihubungkan dengan mata dan kepala
(Sudarti, 2010; h. 87).
7)     Leher : memeriksa pembengkakan dan benjolan (Sudarti, 2010; h. 87).
8)     Dada : memeriksa bentuk dada, putting susu, bunyi jantung dan pernafasan (Sudarti,
2010; h. 87).
9)     Abdomen : memeriksa distensi abdomen, defek pada dinding perut atau tali pusat
dimana usus atau organ perut yang lain keluar, untuk melihat bentuk dari abdomen
(Kosim, 2005).
10)   Punggung : memeriksa spina bifida, mielomeningokel. (Sudarti, 2010; h. 87).
11)   Genitalia : memeriksa bagian genitalia jika perempuan labia mayora sudah menutupi
labia minora, sedangkan laki-laki testis sudah turun, skrotum sudah ada
(Djitowiyono, 2010; h. 61).
12)   Anus : memeriksa terdapat lubang anus (Maryunani, 2008; h. 97).
23
13)   Ekstremitas : memeriksa posisi, gerakan, reaksi bayi bila disentuh, dan
pembengkakan (Sudarti, 2010; h. 86). Bayi ikterus terlihat hipotonus (Surasmi,
2003; h. 68).
d.      Refleks
1)     Refleks moro: timbulnya pergerakan tangan yang simetris apabila kepala tiba-tiba
digerakkan (Saifuddin, 2006; h. 138).
2)     Refleks rooting: bayi menoleh ke arah benda yang menyentuh pipi (Saifuddin, 2006;
h. 138).
3)     Refleks graphs : refleks genggaman telapak tangan dapat dilihat dengan meletakkan
pensil atau jari di telapak tangan bayi (Frasser, 2009; h. 722).
4)     Refleks sucking : terjadi ketika bayi yang baru lahir secara otomatis menghisap
benda yang ditempatkan di mulut mereka (Frasser, 2009; h.722). refleks menghisap
pada bayi ikterus kurang (Surasmi, 2003; h. 68).
5)     Refleks tonicneck : pada posisi telentang, ekstremitas di sisi tubuh dimana kepala
menoleh mengalami ekstensi, sedangkan di sisi tubuh lainnya fleksi (Frasser, 2009;
h. 722).
e.     Eliminasi
Pengeluaran pertama pada 24 jam pertama adalah mekonium dan urin (Maryunani,
2008; h.97). bayi yang normal berkemih (6-8 kali sehari) dan buang air besar dalam sehari
(3-4 kali perhari pada hari ke-3 sampai hari ke-4, 4-6 kali perhari pada hari ke-4 sampai
ke-6, 8-10 kali perhari dari usia 1 minggu hingga 1 bulan (Schwartz, 2005, h. 68). Bayi
ikterus urin dan tinja terlihat pekat, warna seperti teh (Surasmi, 2003; h. 68).
f.     Data penunjang
Data penunjang adalah data yang diperoleh selain dari pemeriksaan fisik
(Matondang, 2003). Data penunjang meliputi pemeriksaan Hb dan golongan darah serta
USG dan rontgen (Manuaba, 2007). Pemeriksaan laboratorium bayi ikterus adalah Rh
darah ibu dan janin berlainan. Kadar bilirubin bayi aterm lebih 12,5 mg/dL, premature
lebih 15 mg/dL
(Surasmi, 2003; h.
68).
3.      Assesement
Langkah II : Interpretasi Data
Untuk melakukan identifikasi yang benar terhadap masalah atau diagnosa yang
berdasarkan interpretasi diatas, pada langkah ini data dikumpulkan dan diinterpretasikan
menjadi masalah atau menjadi diagnosa kebidanan (Varney, 2004; h. 23).
24
a.      Diagnosa kebidanan
Diagnosa kebidanan adalah diagnosa yang ditegakkan dalam lingkup kebidanan
(Varney, 2007)
Diagnosa : NCB, SMK, ikterus neonatorum umur …. hari
(Kepmenkes nomor
938/Menkes/SK/VIII/2007).
b.     Masalah
Merupakan hal – hal yang berkaitan pengalaman klien yang ditemukan dari hasil
pengkajian atau yang menyertai diagnose (Varney, 2007). Masalah-masalah yang
sering dijumpai pada bayi baru lahir dengan ikterik adalah gangguan sistem
pernafasan, reflek hisap, dan menelan minuman, kesadaran menurun atau sering
tidur (Manuaba, 2007).
c.     Kebutuhan
Hal-hal yang dibutuhkan oleh pasien dan belum terindentifikasi dalam diagnosa dan
masalah yang didapatkan dengan melakukan analisis data (Varney, 2007).
Kebutuhan yang harus diberikan pada bayi baru lahir dengan ikterik adalah oksigen
sesuai terapi, pemberian cairan yang cukup, mengobservasi keadaan umum bayi
secara intensif menjaga supaya lingkungan sekitar tetap nyaman dan hangat
(Ngastiyah, 2005)
Langkah III : Diagnosa Potensial
Mengidentifikasi diagnosis atau masalah potensial yang mungkin akan terjadi
berdasarkan diagnosis atau masalah yang sudah diidentifikasi. Misalnya diagnosa
potensial ikterus neonatorum potensial terjadi Ensefalopati Billirubin (Sudarti, 2010; h.
88).
Langkah IV : Tindakan Segera
Mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter dan atau ada hal
yang perlu dikonsultasikan atau ditangani bersama dengan anggota tim kesehatan lain
sesuai kondisi bayi, contohnya adalah pemberian minum sedini mungkin dengan jumlah
cairan dan kalori yang mencukupi dan pemantauan perkembangan ikterus (Sudarti, 2010;
h. 88).

4.    Planning
Langkah V : Perencanaan

25
Merencanakan asuhan yang rasional sesuai dengan temuan pada langkah sebelumnya
(Sudarti, 2010; h. 88). Rencana asuhan dari diagnosa yang akan diberikan dalam
kasus bayi baru lahir dengan ikterus fisiologis (Ngastiyah, 2005) antara lain :
a.      Mengobservasi keadaan umum dan tanda vital.
b.      Memenuhi kebutuhan nutrisi.
c.      Menjemur bayi pada sinar matahari pagi, jam 7 – 8 pagi selama 15 sampai 30
menit.
d.      Memeriksa billirubin dalam darah dengan pemeriksaan laboratorium
e.      Kolaborasi dengan dokter Sp.A mengenai terapi dan tindakan yang diberikan.
f.       Memberikan rasa aman (emotional security) baik secara kontak fisik maupun
psikis dengan dibawa mendekat ke tubuh ibunya dan digendong dengan lembut.
g.      Selalu berinteraksi dengan bayi untuk memberikan stimulasi.
h.      Lakukan pencegahan infeksi seperti cuci tangan, ganti baju bila : mandi, basah
terkena muntahan, kotor, Ganti popok bila BAK/BAB (Surasmi, 2010; h. 69).
Langkah VI : Pelaksanaan
Menurut Varney (2007), pada langkah ini rencana asuhan menyeluruh seperti
yang diuraikan pada langkah kelima, dilaksanakan secara efisien dan aman.
Penatalaksanaan ini bisa dilakukan seluruhnya oleh bidan atau sebagian oleh klien
atau tenaga kesehatan lainnya. Walaupun bidan tidak melakukannya sendiri tetapi dia
tetap memikul tanggung jawab untuk mengarahkan penatalaksanaan manajemen yang
efisien akan menyingkat waktu dan biaya serta meningkatkan mutu dan asuhan pada
bayi baru lahir dengan ikterik.
Langkah VII : Evaluasi
Mengevaluasi keefektifan asuhan yang sudah diberikan, mengulangi kembali
proses manajemen dengan benar terhadap setiap aspek asuhan yang sudah
dilaksanakan tetapi belum efektif (Sudarti, 2010; h.88)
BAB III
TINJAUAN KASUS
By. “E” USIA 4 HARI DENGAN IKTERUS NEONATORUM
DI PUSKESMAS SINGOSARI

3.1 PENGKAJIAN
Tanggal Pengkajian : 30 April 2014
Jam Pengkajian : 10.00 WIB
Oleh : Maya Marisca
26
Ruang : Imunisasi Puskesmas Singosari
A.DATA SUBJEKTIF
Identistas Bayi
Nama Bayi : By. “E”
Umur bayi : 4 hari
Tanggal lahir : 26-4-2014
Jenis Kelamin : Perempuan
Berat badan : 3200 gram
Panjang badan : 48 cm
Identitas Orang Tua
Nama Ibu : Ny. “T”                Nama Ayah   : Tn.” S”
Umur : 27 tahun              Umur             : 32 tahun
Agama : Islam                    Agama             : Islam
Pendidikan : SMA                     Pendidikan      : SMA
Pekerjaan : IRT Pekerjaan          : TNI
Alamat : Perum Singosari.
B.  ANAMESA
1. Riwayat penyakit kehamilan
Tidak Ada
2. Kebiasaan saat hamil
Makan : 3x sehari, porsi biasa menu : nasi beserta laukpauknya
Minum : 6 - 8 gelas per hari
Obat-obatan : Mengkonsumsi obat-obatan dari bidan saja
Merokok         : Tidak pernah
3. Riwayat persalinan sekarang
o Jenis persalian : Spontan (Normal)
o Ditolong oleh : Bidan
o Tempat Persalinan : Puskesmas Singosari
o Umur kehamilan  : 37 minggu
o Komplikasi persalinan
Ibu                       :     Tidak ada
Bayi                     :     Tidak ada
o Keadaan bayi baru lahir :

27
Tidak ada kelainan bayi langsung menangis spontan, gerak aktif, kulit
kemerahan.

c. DATA OBJEKTIF
1. Pemeriksaan Fisik Umum
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Composmentis
Suhu : 37oC
Pernafasan : 48x / menit
Berat badan lahir : 3200 gram
Berat badan sekarang : 3500 gram

2. Pemeriksaan Fisik Khusus


o Kepala : Bentuk kepala bulat, terlihat permukaan kulit berwarna kuning.
o Muka : Tidak ada kelainan dan kulit berwarna kuning.
o Telinga : Bentuk simetris, tidak ada kelainan, pada permukaan kulit terlihat
kuning.
o Mulut : Tidak ada kelainan, reflek hisap baik
o Hidung : Bentuk simetris, tidak ada cuping hidung, pada permukaan kulit
terlihat kuning.
o Leher : Tidak ada pembengkakan ataupun benjolan, pada permukaan kulit
terlihat kuning.
o Dada : Bentuk simetris, tidak ada wheezing atu ronchi dan irama jantung
reguler, pada permukaan kulit terlihat kuning.
o Tali pusat : Tidak ada kelainan dan tidak terdapat tanda-tanda infeksi,
o Punggung : Posisi tulang belakang normal, tidak ada pembengkakan ataupun
tonjolan, permukaan kulit terlihat kuning.
o Ektremitas : Bentuk simetris, jari-jari normal.
o Genitalia : Bentuk normal, labia mayor sudah menutupi labia.
o Anus : Terdapat lubang anus, tidak ada kelainan.
 Eliminasi
BAK : Frekuensi 2 - 5 x per hari
Warna : Kuning
BAB : Frekuensi 1 - 3 x per hari
28
Warna : Kuning
Konsistensi : Lembek
 Warna kulit : Terdapat warna kuning pada bagian kepala, leher, badan
bagian atas dan bawah
 Pemeriksaan Laboratorium :
Golongan darah ibu : Tidak Terkaji
Golongan darah ayah : Tidak Terkaji
Golongan darah bayi : Tidak Terkaji
Bilirubin total / indirek : Tidak Terkaji

3.2 IDENTIFIKASI DIAGNOSA DAN MASALAH


Dx : By. “E” usia 4 hari dengan ikterus neonatorum
Masalah : Orang tua merasa cemas akan keadaan bayinya yang agak kuning
dan tidak kunjung sembuh walaupun bayi di dijemur dibawah
sinar matahari pada pagi hari.
Kebutuhan : Memberikan penyuluhan agar orang tua tidak merasa cemas
karena dapat mengganggu ibu dari bayi karena masih dalam
keadaar post partum.
Potensial : Kern ikterus (kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin
indirek pada otak).

3.3 INTERVENSI
Tanggal/ jam : 30-4-2014/ 10.10 WIB
1. Beritahukan hasil pemeriksaan pada ibu dan keluarga
R/ Ibu dan keluarga mengerti tentang keadaan bayinya
2. Berikan KIE ibu untuk memberikan ASI
R/ Agar bayi mendapatkan cukup ASI dari ibunya dan bilirubin dapat pecah jika
bayi banyak mengeluarkan feses dan urine.
3. Berikan KIE ibu untuk menjemur dibawah sinar matahari bayinya setiap pagi hari
R/ Agar kuning pada bayi bias menghilang
4. Anjurkan ibu untuk memenuhi gizinya
R/ Supaya ASI melimpah
5. Anjurkan ibu untuk datang kontrol
R/ Agar ibu mengerti akan keadaan bayinya

29
3.4 IMPLEMENTASI
Tanggal/ jam : 30-4-2014/ 10.20 WIB
1. Memberitahukan hasil pemeriksaan pada ibu dan keluarga bahwa keadaan bayinya
masih dalam keadaan normal
2. Memberikan KIE ibu untuk memberikan ASI yaitu dengan cara setiap kali bayi
menginginkan ASI tanpa tambahan makanan dan cairan lainya, dan memberikan
ASI tidak juga harus menunggu bayi lapar sehingga sesering mungkin memberian
ASI pada bayi.
3. Memberikan KIE ibu untuk menjemur dibawah sinar matahari bayinya setiap pagi
hari yaitu dengan cara menjemur bayi selama setengah jam dengan posisi yang
berbeda, hindari bayi melihat langsung sinar matahari karena akan merusak
matanya dan lakukan antara jam 07.00 sampai 09.00 karena waktu ini sangat
efektif mengurangi kuning pada bayi.
4. Menganjurkan ibu untuk memenuhi gizinya yaitu dengan cara mengkonsumsi susu
dan makanan beragam yang mengandung kalsium, vitamin, sayur, kacang hijau,
kedelai), dan memperbanyak minum air putih minimal 8 gelas perharinya.
5. Menanjurkan ibu untuk datang kontrol 1 minggu yang akan datang atau bila ada
tanda-tanda bahaya

3.5 EVALUASI
Tanggal/ jam : 30-4-2014/ 10.40 WIB
S : Ibu mengatakan mengerti tentang apa yang sudah dijelaskan oleh petugas
kesehatan
O : Ibu dan keluarga terlihat lega mengetahui bayinya masih dalam keadaan
normal
A : By. “E” usia 4 Hari dengan ikterus neonatorum
P :1. Lanjutkan intervensi
2. Anjurkan kepetugas kesehatan bila ada tanda- tanda bahaya

BAB IV
PEMBAHASAN

Dalam bab ini penulis membahas tentang asuhan kebidanan pada By.”E” dengan
ikterus neonatorum. Untuk mempermudah pembahasan tersebut, penulis membagi dalam
7 tahap, yaitu : Pengkajian, interpretasi data, identifikasi diagnosa dan masalah potensial,
30
identifikasi kebutuhan akan tindakan segera atau kolaborasi, rencana manajemen,
pelaksanaan serta evalusi.
1. Pengkajian
Pada tahap pengkajian penulis tidak menemukan kesenjangan antara teori atau
menggunakan rumus kramer dengan tanda-tanda ikterus yang terdapat pada bayi Ny. F
diantaranya : kuning daerah leher dan kepala, serta kuning pada badan bagian.
2. Interpretasi Data
Pada tahap interpretasi dat penulis tidak menemukan kesenjangan antara data obyektif
dengan teori mengenai ikterus neonatorum.
3. Identifikasi Diagnosa dan Masalah Potensial
Tahap identifikasi diagnosa dan maslah potensial pasien atau bayi tersebut tidak
memerlukan terapi lebih lanjut , serta mencegah akan masalah potensial yang mungkin
terjadi yaitu kern ikterus, karena bayi kuning hari ke 4 masih bersifat fisiologis Sehingga
penulis tidak menemukan kesenjangan antara teori dengan praktek
4. Identifikasi Kebutuhan akan tindakan segera / kolaborasi
Pada tahap ini penulis tidak memerlukan kesenjangan antara teori dengan kasus dan
identifikasi kebutuhan segera.
5. Rencana Manajemen
Pada tahap ini penulis tidak menemukan kesenjangan antara teori dengan praktek karena
apa saja yang direncanakan di langkah ini sesuai dengan konsep asuhan kebidanan.
6.   Pelaksanaan
Pada tahap ini menjelaskan tentang keadaan dan hasil pemeriksaan kepada ibu dan
keluarga. Konseling tentang kebutuhan yang menyangkut kesehatan bayi dan ibunya.
Pada tahap ini penulis tidak menemukan kesenjangan atau hambatan yang sangat berarti.
7.   Evaluasi
penulis tidak menemukan kesenjangan antara teori dengan praktek.

BAB V
PENUTUP

5.1 KESIMPULAN

31
Setelah melakukan asuhan kebidanan pada neonatus dengan interus
neonatorum penulis menarik kesimpulan bahwa pengumpulan data atau informasi
sangatlah penting untuk menegakan diagnosa atas penyebab dari kelainan yang di
alami pasien dalam hal ini faktor congenital (bawaan) atau gangguan fungsi organ dari
pasien dengan ikterus neonatorum.

5.2 SARAN
Diharapkan Ny. F selalu memberikan asupan ASI secara tepat kepada bayinya
memberikan ASI 2-3 jam sekali atau kapan pun bayi menginginkannya. Segera
mendatangi tempat pelayanan kesehatan jika ada tanda-tanda bahaya.

DAFTAR PUSTAKA

Prawirohardjo, Sarwono. 2002 . Buku Panduan Praktis Maternal dan Neonatal. Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

32
Mochtar, Rustam. 1996. Sinopsis Obstetri Jilid I. Jakarta: EGC

33

Anda mungkin juga menyukai