Ikterus Neonatorum
Ikterus Neonatorum
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Tujuan Umum :
Mahasiswa mampu menerapkan asuhan kebidanan pada neonatus dengan ikterus melalui
pendekatan manajemen kebidanan dengan 7 langkah Varney dan pendokumentasian
SOAP
Tujuan Khusus :
a. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada By. “E”dengan ikterus
neonatorum.
b. Mahasiswa mampu menentukan diagnosa kebidanan pada By. “E”dengan ikterus
neonatorum.
c. Mahasiswa mampu menegakanya diagnosa dan masalah potensial pada By.
“E”dengan ikterus neonatorum
d. Mahasiswa mampu mengidentifikasi kebutuhan akan tindakan segera atau
kolaborasi By. “E” dengan ikterus neonatorum.
e. Mahasiswa mampu merencanakan tindaskan asuhan kebidanan By. “E” dengan
ikterus neonatorum.
f. Mahasiswa mampu melakukan pelaksanaan atas rencana manajemen yang telah
direncanakan By. “E” dengan ikterus neonatorum.
g. Mahasiswa mampu mengevaluasi asuhan kebidanan pada By. “E” dengan ikterus
neonatorum
2
BAB II
TINJAUAN KASUS
3
j. Genitalia : perempuan labia mayora sudah menutupi labia minora, laki – laki
testis
sudah turun, skrotum sudah ada.
k. Refleks hisap dan menelan sudah terbentuk dengan baik.
l. Refleks morro atau gerak memeluk bila dikagetkan sudah baik.
m. Refleks graphs atau menggenggam sudah baik.
n. Eliminasi baik, mekonium akan keluar dalam 24 jam pertama, mekonium
berwarna hitam kecoklatan.
4
temperaturnya lebih rendah dari tubuh bayi akan menyerap panas tubuh bayi
bila bayi diletakkan di atas benda – benda tersebut.
3) Konveksi
Kehilangan panas tubuh terjadi saat bayi terpapar udara sekitar yang lebih
dingin, contohnya ruangan yang dingin, adanya aliran udara dari kipas angin,
hembusan udara melalui ventilasi, atau pendingin ruangan.
4) Radiasi
Kehilangan panas yang terjadi karena bayi ditempatkan di dekat benda –
benda yang mempunyai suhu tubuh lebih rendah dari suhu tubuh bayi, karena
benda-benda tersebut menyerap radiasi panas tubuh bayi (walaupun tidak
bersentuhan secara langsung).
Mencegah terjadinya kehilangan panas melalui upaya berikut :
a) Keringkan bayi dengan seksama.
b) Selimuti bayi dengan selimut atau kain bersih dan hangat.
c) Selimuti bagian kepala bayi.
d) Anjurkan ibu untuk memeluk dan menyusui bayinya.
e) Jangan segera menimbang atau memandikan bayi baru lahir.
Sedangkan menurut Saifuddin (2006; h. 133) tujuan utama perawatan bayi segera
sesudah lahir, ialah :
a. Membersihkan jalan nafas
Bayi normal akan menangis spontan segera setelah lahir. Apabila bayi tidak
langsung menangis, penolong segera membersihkan jalan nafas dengan cara sebagai
berikut :
1) Letakkan bayi pada posisi terlentang di tempat yang keras dan hangat.
2) Posisi kepala diatur lurus sedikit tengadah ke belakang.
3) Bersihkan hidung, rongga mulut dan tenggorokan bayi dengan jari tangan
yang dibungkus kasa steril.
4) Tepuk kedua telapak kaki bayi sebanyak 2-3 kali atau gosok kulit bayi dengan
kain.
b. Memotong dan merawat tali pusat
Tali pusat dipotong sebelum atau sesudah plasenta lahir tidak begitu
menentukan dan tidak akan mempengaruhi bayi, kecuali pada bayi kurang bulan.
Tali pusat dipotong 5 cm dari dinding perut bayi dengan gunting steril dan diikat
dengan pengikat steril. Apabila masih terjadi perdarahan dapat dibuat ikatan baru.
5
Sebelum memotong tali pusat, dipastikan bahwa tali pusat telah diklem dengan
baik, untuk mencegah terjadinya perdarahan, membungkus ujung potongan tali
pusat adalah kerja tambahan.
Menurut Kemenkes (2010; h. 34) untuk merawat tali pusat jangan
membungkus puntung atau mengoleskan cairan atau bahan apapun ke puntung tali
pusat. Mengoleskan alkohol atau povidon yodium masih diperkenankan apabila
terdapat tanda infeksi, tetapi tidak dikompreskan karena menyebabkan tali pusat
basah atau lembab.
8
Pada tahun-tahun pertama kehidupannya (bahkan sejak dalam kandungan), anak
mutlak memerlukan ikatan yang erat, serasi dan selaras dengan ibunya untuk menjamin
tumbuh kembang fisik-mental dan psikososial. Kebutuhan emosi atau kasih sayang (asih)
pada anak usia 0-3 bulan antara lain :
1) Memberikan rasa aman (emotional security) baik secara kontak fisik maupun psikis.
Ketika seorang bayi dibawa mendekat ke tubuh ibunya dan digendong dengan
lembut serta penuh cinta kasih dalam bahunya, bayi itu tentu saja lebih diam. Karena
bayi merasa lebih aman dalam dekapan ibunya. Selain itu tindakan ini membuat
sinyal unik tertentu semacam bentuk “komunikasi” antara ibu dengan anaknya.
Tangan ibunya meyakinkan si bayi tentang perasaan aman mengenai kehidupan
sebelumnya didalam rahim ibu dimana dia mendengarkan nyayian pengantar tidur
terus menerus oleh suara detak jantungnya, oleh hembusan nafasnya yang teratur
dan lembut gerakan tubuhnya.
2) Memberikan rasa kasih sayang dan perhatian. Rasa cinta kasih yang diterima bayi
akan membuat bayi yang sakit menjadi sembuh dan sebaliknya kurangnya rasa cinta
kasih akan membuat bayi yang sehat menjadi sakit. Cinta kasih dibutuhkan jauh
sebelum seorang bayi tumbuh besar. Kenyataannya adalah pada beberapa menit
pertama dan beberapa jam setelah lahir, intensitas kedekatan antara bayi baru lahir
di satu sisi, dengan ibu dan ayah di sisi lain, secara meyakinkan mempengaruhi
pertumbuhan, perkembangan dan perilaku anak tersebut.
3) Memberikan perlindungan sejak usia kehamilan hingga anak dewasa. Saat
mengetahui kehamilan, ibu harus memeriksa kehamilannya dan terus melakukannya
sepanjang ibu hamil.
4) Pengasuhan dengan kasih sayang yang tulus dalam pemenuhan kebutuhan dasar bayi
menimbulkan kepercayaan pada bayi terhadap lingkungannya. Saat bayi berumur 0-
3 bulan, dia seperti keluar dari cangkangnya. Dengan pengasuhan yang didalamnya
terkandung kasih sayang yang tulus dia akan menunjukkan rasa senangnya dengan
jelas saat diangkat, ditimang, dipeluk atau diajak bicara. Setiap bayi yang
mendapatkan kasih sayang yang tulusdan adanya orang tua disamping bayi
didekatnya maka ia merasa diterima dan senang dengan keluarga yang ada
disekitarnya, sehingga dapat timbul rasa percaya terhadap lingkungannya.
c. Kebutuhan Stimulasi (ASAH)
Stimulasi dilakukan setiap ada kesempatan berinteraksi dengan bayi-balita, setiap
hari, terus menerus, bervariasi, disesuaikan dengan umur perkembangan kemampuannya,
dilakukan oleh keluarga (terutama ibu atau pengganti ibu). Stimulasi harus dilakukan
9
dalam suasana yang menyenangkan dan kegembiraan antara pengasuh dan bayi/balitanya.
Jangan memberikan stimulasi dengan terburu-terburu, memaksakan kehendak pengasuh,
tidak memperhatikan minat atau keinginan bayi/balita, atau bayi-balita sedang mengantuk,
bosan atau ingin bermain yang lain. Berbagai parameter stimulasi perlu dipertimbangkan
termasuk jumlah, tipe, waktu, pola, kualitas stimulasi serta faktor risiko yang ada. Bebagai
macam stimulasi yang dianjurkan pada bayi adalah :
1) Stimulasi Visual (gerakan, warna, bentuk).
2) Stimulasi Auditori (menyanyi, musik, suara ibu).
3) Stimulasi Taktil (pijat, posisi, fleksi ekstensi).
Cara berinteraksi pada bayi usia 0-3 bulan:
1) Penglihatan
a) Menarik perhatian bayi, dekatkan wajah ibu.
b) Pertahankan kontak mata yang lama.
c) Ubah ekspresi wajah untuk mempertahankan interaksi visual, menggunakan
senyuman, ekspresi kaget, gerakan lidah.
d) Tirukan ekspresi wajah bayi.
e) Gerakan benda berwarna terang untuk membantu pemfokusan bayi dan
mengikutinya.
f) Atur posisi bayi sehingga ia dapat melihat ke orangtua.
2) Pendengaran
a) Gunakan suara anda untuk berbagai cara berkomunikasi dengan bayi (bernyanyi,
bergumam, berkotek, memanggil mama, bercakap).
b) Berusaha agar bayi menggerakkan matanya dan kepalanya kearah suara anda.
c) Gunakan benda untuk menimbulkan suara (kerincingan, bel, musik).
3) Perabaan
a) Menggendong dan mengatur posisi.
b) Sentuhan, tepukan, urut/pijat bayi dengan cara menenangkan dan berirama.
c) Manfaatkan refleks bayi untuk interaksi (refleks isap, refleks memegang).
d) Pegang dan timang bayi.
e) Ayunkan bayi ketika diam, dan hibur dengan menggoyang ketika rewel.
2.3 Ikterus
10
2.3.1 Definisi
Ikterus adalah warna kuning yang dapat terlihat pada seklera, selaput
lendir, kulit atau organ lain akibat penumpukan bilirubin
(Marmi, 2012; h.
276).
Ikterus adalah pewarnaan kuning di kulit, konjungtiva dan mukosa yang
terjadi karena meningkatnya kadar bilirubin dalam darah. Klinis ikterus tampak
bila kadar bilirubin dalam serum adalah ≥ 5 mg/dL
(Depkes RI, 2007; h. 8-
14).
Ikterus adalah deskolorasi kuning pada kulit, membrane mukosa, dan
sklera akibat peningkatan kadar bilirubin dalam darah
(Jufrie, dkk, 2010; h.
263).
b. Ikterus Patologi
Ikterus patologis ditandai dengan kulit kekuning-kuningan dan peningkatan kadar
bilirubin serum diatas 12,9 mg/dL pada bayi aterm dan 15 mg/dL pada bayi preterm
dalam 24 jam setelah kelahiran
12
(Ladewig, 2006; h.
199).
Ikterus patologis tidak mudah dibedakan dari ikterus fisiologis. Menurut
Surasmi (2006), ikterus yang kemungkinan menjadi patologi atau dapat dianggap
sebagai hiperbilirubinemia ialah :
1) Ikterus terjadi pada 24 jam pertama sesudah kelahiran.
2) Peningkatan konsentrasi bilirubin 5 mg% atau lebih setiap 24 jam.
3) Konsentrasi bilirubin serum sewaktu 10 mg% pada neonatus kurang bulan
dan 12,5 mg% pada neonatus cukup bulan.
4) Ikterus yang disertai proses hemolisis (inkompatibilitas darah, defisiensi
enzim G6PD dan sepsis).
5) Ikterus yang disertai berat lahir kurang dari 2000 gram, masa gestasi kurang
dari 36 minggu, asfissia, hipoksia, sindrom gangguan pernapasan, infeksi,
hipoglikemia, hiperkapnia, hiperosmolalitas darah.
c. Kern ikterus
Kern ikterus ialah ensefalopati billirubin yang biasanya ditemukan pada
neonatus cukup bulan dengan ikterus berat (billirubin indirek lebih dari 20 mg%)
dan disertai penyakit hemolitik berat dan pada autopsy ditemukan bercak bilirubin
pada otak. Kern ikterus secara klinis berbentuk kelainan saraf spastis yang terjadi
secara kronik
(Surasmi, 2010; h.
57).
d. Ikterus hemolitik
Hal ini dapat disebabkan oleh inkompatibilitas rhesus, golongan darah ABO,
golongan darah lain, kelainan eritrosit congenital, atau defisiensi enzim G-6-PD
(Kosim, 2008; h. 845).
e. Ikterus Obstruktif
Obstruktifa dalam penyaluran empedu dapat terjadi didalam hepar dan diluar hepar.
Akibat obstruktifa itu terjadi penumpukan bilirubin tidak langsung. Bila kadar
bilirubin langsung melebihi 1 mg% maka kita harus curiga akan hal-hal yang
menyebabkan obstruksi misalnya sepsis, hepatitis neonatorum pielonefritis atau
obtruksi saluran empedu. Dalam menghadapi kasus seperti ini penting sekali
diperiksa kadar bilirubin serum, tidak langsung dan langsung selanjutnya apakah
terdapat bilirubin air kencing dan tinja
13
(Marmi, 2012; h.
283).
2.3.4 Etiologi
Menurut Marmi (2012; h. 278) etiologi pada BBL dapat berdiri sendiri maupun
disebabkan oleh beberapa faktor. Secara garis besar etiologi itu dapat dibagi sebagai
berikut :
a. Produksi yang berlebihan lebih dari pada kemampuan bayi untuk
mengeluarkannya misalnya hemolisis yang meningkat pada inkompatibilitas
darah Rh, ABO, golongan darah lain, defisiensi enzim G6PD, pyruvate kinase,
perdarahan tertutup dan sepsis.
b. Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi hepar.
c. Gangguan dalam transportasi bilirubin dalam darah terikat oleh albumin
kemudian diangkut kehepar, ikatan bilirubin dengan albumin ini dapat
dipengaruhi oleh obat obatan misalnya salisilat, sulfatfurazole.
d. Gangguan dalam sekresi.
e. Obstruksi saluran pencernaan.
f. Ikterus akibat Air Susu Ibu (ASI).
Ikterus fisiologis pada neonatus adalah akibat kesenjangan antara pemecahan sel
darah merah dan kemampuan bayi untuk mentranspor, mengonjugasi, dan
mengekskresi bilirubin tak-terkonjugasi
(Fraser, 2009; h.
840).
Etiologi yang melatarbelakangi ikterus patologis adalah beberapa gangguan pada
produksi, transport, konjugasi, atau ekskresi billirubin
(Fraser, 2009; h.
844).
2.3.5 Patofisiologi
Pigmen kuning ditemukan dalam empedu yang terbentuk dari pemecahan
hemoglobin oleh kerja heme oksigenase, biliverdin reduktase, dan agen pereduuksi
nonenzimatik dalam system retikuloendotelial. Setelah pemecahan hemoglobin,
bilirubin tak terkonjugasi diambil oleh protein intraselular “Y protein” dalam hati.
Pengambilan tergantung pada aliran darah hepatic dan adanya ikatan protein. Bilirubin
yang tak terkonjugasi dalam hati diubah atau terkonjugasi oleh enzim asam uridin
difosfoglukuronat uridin diphosphoglucuronic acid (UPGA) glukuronil transferase
menjadi bilirubin mono dan diglucuronida yang polar, larut dalam air (bereaksi direk).
14
Bilirubin yang terkonjugasi yang larut dalam air dapat dieliminasai melalui
ginjal. Denan konjugasi, bilirubin masuk dalam empedu melalui membaran
kanalikular. Kemudian ke sistem gastrointestinal dengan diaktifkan oleh bakteri
menjadi urobilinogen dalam tinja dan urin. Beberapa bilirubin diabsorbsi kembali
melalui sirkulasi enterohepatik. Warna kuning dalam kulit akibat dari akumulasi
pigmen bilirubin yang larut lemak, tak terkonjugasi, nonpolar (bereaksi indirek).
Pada bayi dengan hiperbilirubinemia kemungkinan merupakan hasil dari
difisiensi atau tidak aktifnya glukuronil transferase. Rendahnya pengambilan dalam
hepatik kemungkinan karena penurunan protein hepatik sejalan dengan penurunan
aliran darah hepatik. Jaundice yang terkait dengan pemberian ASI merupakan hasil dari
hambatan kerja glukoronil transferase oleh pregnaediol atau asam lemak bebas yang
terdapat dalam ASI. Terjadi 4 sampai 7 hari setelah lahir. Dimana terdapat kenaikan
bilirubin tak terkonjugasi dengan kadar 25 sampai 30 mg/dl selama minggu ke-2
sampai ke-3. Biasanya dapat mencapai usia 4 minggu dan menurun 10 minggu. Jika
pemberian ASI dilanjutkan, hiperbilirubinemia akan menurun berangsur-angsur dapat
menetap selama 3 sampai 10 minggu pada kadar yang lebih rendah. Jika pemberian
ASI dihentikan, kadar billirubin serum akan turun dengan cepat, biasanya mencapai
normal dalam beberapa hari.
Penghentian ASI selama 1 sampai 2 hari dan penggantian ASI dengan
formula mengakibatkan penurunan bilirubin serum dengan cepat. Sesudahnya
pemberian ASI dapat dimulai lagi dan hyperbilirubin tidak kembali ke kadar yang
tinggi seperti sebelumnya. Bilirubin yang patologis tampak ada kenaikan bilirubin
dalam 24 jam pertama kelahiran. Sedangkan untuk bayi dengan ikterus fisiologis
muncul antara 3 sampai 5 hari sesudah lahir.
(Suriadi, 2006; h. 133).
2.3.8 Prognosis
Istilah bilirubin ensefalopati lebih menunjukkan kepada manifestasi klinis
yang timbul akibat efek toksis bilirubin pada system saraf pusat yaitu basal ganglia
dan pada berbagai nuclei batang otak. Keadaan ini tampak pada minggu pertama
sesudah bayi lahir dan dipakai istilah akut bilirubin ensefalopati. Sedangkan istilah
kern ikterus adalah perubahan neuropatologi yang ditandai oleh deposisi pigmen
bilirubin pada beberapa daerah di otak terutama di ganglia basalis, pons dan
serebelum. Kern ikterus digunakan untuk keadaan klinis yang kronik dengan
sekuele yang permanen karena toksik bilirubin.
Manifestasi klinis akut bilirubin ensefalopati : pada fase awal, bayi dengan
ikterus berat akan tampak letargis, hipotonik, dan reflek hisap buruk. Sedangkan
pada fase intermediate ditandai dengan moderate stupor, iritabilitas, dan hipotorni.
Untuk selanjutnya bayi akan demam, high-pitched cry, kemudian akan menjadi
drowsiness dan hipotoni. Manifestasi hipertonia dapat berupa retrocollis dan
opistotonus.
Manifestasi klinis kern ikterus : pada tahap yang kronis bilirubin
ensefalopati, bayi yang bertahan hidup, akan berkembang menjadi bentuk athetoid
cerebral palsy yang berat gangguan pendengaran, dysplasia dental-enamel,
paralisis upward gaze
(Kosim, 2008; h.
148).
2.3.9 Penanganan
Bidan dan perawat dapat memberi nasehat mengenai penanganan ikterus
fisiologis dan memberitahu gejala dini ikterus patologi pada para ibu sebelum
memulangkan bayi. Hal ini mengingat kemungkinan karena 60% bayi baru lahir
menderita kuning/ikterus. Hal-hal yang perlu dijelaskan pada ibu, diantaranya:
a. Pada saat ibu hamil, ibu jangan meminum jamu atau ramuan yang sering
diketahui mengakibatkan kuning pada bayi.
b. Bayi mendapatkan kalori dan cairan yang cukup.
17
c. Ruang bayi mendapatkan sinar matahari yang cukup.
d. Anjurkan pada ibu untuk menyusui bayi sesering mungkin.
e. Jemur bayi dipagi hari tanpa baju antara pukul 07.30-09.00 selama 20-30
menit sampai bayi berumur 10-14 hari.
f. Meskipun sudah banyak menyusu dan sudah dijemur, namun bayi masih
tampak kuning, apalagi bila disertai gejala malas minum atau iritabel,
anjurkan bayi segera dibawa kedokter atau rumah sakit.
g. Bayi yang kuning pada hari pertama, harus dirujuk ke rumah sakit.
h. Terapi sinar biasanya diberikan bila kadar bilirubin diatas 12mg%.
i. Transfusi tukar biasanya dilakukan bila kadar bilirubin indirek diatas 20mg%
(Maryunani, 2008; h.
163).
2.4 Konsep Dasar Manajemen Kebidanan Pada Bayi Baru Lahir dengan Ikterus
Manajemen atau asuhan segera pada bayi baru lahir normal adalah asuhan yang
diberikan pada bayi pada jam pertama setelah kelahiran, dilanjutkan sampai 24 jam
setelah kelahiran
(Sudarti, 2010; h.
83).
19
Asuhan kebidanan pada bayi baru lahir bertujuan untuk memberikan asuhan yang
adekuat dan berstandar pada bayi baru lahir dengan memperhatikan riwayat bayi selama
kehamilan, dalam persalinan dan keadaan bayi segera setelah dilahirkan
(Sudarti, 2010; h.
83).
Hasil yang diharapkan dari pemberian asuhan kebidanan pada bayi baru lahir,
adalah terlaksananya asuhan segera atau rutin pada bayi baru lahir termasuk melakukan
pengkajian, membuat diagnosa, mengidentifikasi diagnosis dan masalah potensial,
tindakan segera serta merencanakan asuhan
(Sudarti, 2010; h. 83).
1. Data Subjektif
Langkah I : Pengkajian
Melakukan pengkajian dengan mengumpulkan semua data yang dibutuhkan untuk
mengevaluasi keadaan bayi baru lahir (Sudarti, 2010; h.
83).
Pada langkah pertama ini dikumpulkan semua informasi yang akurat dan lengkap
dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi klien. Data yang dikumpulkan terdiri
dari data subjektif dan data objektif.
a. Biodata
1) Nama bayi : untuk mengetahui identitas bayi (Sudarti, 2010; h.
93).
2) Umur bayi : untuk mengetahui berapa umur bayi yang nanti akan disesuaikan dengan
tindakan yang akan dilakukan
(Sudarti, 2010; h.
93).
Dan untuk mengetahui tingkat keparahan ikterus yaitu jika timbul pada 24 jam
sesudah kelahiran termasuk ikterus patologis sedangkan jika timbul pada hari kedua-
ketiga termasuk ikterus fisiologis.
3) Tanggal/jam lahir : untuk mengetahui kapan bayi baru lahir, sesuai atau tidak dengan
perkiraan lahirnya
(Sudarti, 2010; h.
93).
Dan untuk mengetahui tingkat kenaikan kadar billirubin pada bayi cukup bulan atau
bayi kurang bulan.
20
4) Jenis kelamin : untuk mengetahui jenis kelamin bayi dan membedakan dengan bayi
yang lain.
5) Nama ibu/ayah : untuk mengetahui nama penanggung jawab
6) Umur ibu/ayah : untuk mengetahui umur penanggung jawab
7) Suku bangsa : untuk mengetahui bahasa sehinga mempermudah dalam
berkomunikasi dengan keluarga pasien
(Varney, 2004; h.31).
8) Agama : dengan diketahui agama pasien, akan mempermudah dalam memberikan
dukungan mental dan dukungan spiritual dalam proses pelaksanaan asuhan
kebidanan.
9) Pendidikan orang tua : tingkat pendidikan akan mempengaruhi sikap dan perilaku
kesehatan. Dikaji untuk mempermudah penulis dalam menyampaikan informasi
pada pasien (Wiknjosastro,
2006; h. 56).
10) Pekerjaan : mengetahui kemungkinan pengaruh pekerjaan terhadap permasalahan
kesehatan pasien dan untuk menilai sosial ekonomi pasien (Mochtar, 2000; h. 78).
11) Alamat : mempermudah hubungan dengan anggota keluarga yang lain apabila
diperlukan dalam keadaan normal (Wiknjosastro, 2006; h.
56).
c. Pemeriksaan fisik
1) Kepala : memeriksa ubun-ubun, sutura, moulase, caput succedaneum, cephal
hematoma, hidrosefalus, ubun-ubun besar, ubun-ubun kecil (Sudarti, 2010; h. 87).
2) Muka : memeriksa kesimetrisan muka, kulit muka tipis dan keriput (Maryunani,
2008; h.87). Bayi ikterus warna kulit terlihat kuning (Suriadi, 2006; h. 133).
3) Mata : memeriksa bagian sklera pucat atau kuning dan konjungtiva apakah merah
muda atau tidak (Varney, 2007).
4) Hidung : memeriksa lubang hidung tampak jelas, biasanya berisi cairan mukosa
(Maryunani, 2008; h. 87).
5) Mulut : memeriksa reflek hisap, menelan serta batuk masih lemah atau tidak efektif
dan tangisannya melengking (Surasmi, 2003; h. 68).
6) Telinga : memeriksa kesimetrisan letak dihubungkan dengan mata dan kepala
(Sudarti, 2010; h. 87).
7) Leher : memeriksa pembengkakan dan benjolan (Sudarti, 2010; h. 87).
8) Dada : memeriksa bentuk dada, putting susu, bunyi jantung dan pernafasan (Sudarti,
2010; h. 87).
9) Abdomen : memeriksa distensi abdomen, defek pada dinding perut atau tali pusat
dimana usus atau organ perut yang lain keluar, untuk melihat bentuk dari abdomen
(Kosim, 2005).
10) Punggung : memeriksa spina bifida, mielomeningokel. (Sudarti, 2010; h. 87).
11) Genitalia : memeriksa bagian genitalia jika perempuan labia mayora sudah menutupi
labia minora, sedangkan laki-laki testis sudah turun, skrotum sudah ada
(Djitowiyono, 2010; h. 61).
12) Anus : memeriksa terdapat lubang anus (Maryunani, 2008; h. 97).
23
13) Ekstremitas : memeriksa posisi, gerakan, reaksi bayi bila disentuh, dan
pembengkakan (Sudarti, 2010; h. 86). Bayi ikterus terlihat hipotonus (Surasmi,
2003; h. 68).
d. Refleks
1) Refleks moro: timbulnya pergerakan tangan yang simetris apabila kepala tiba-tiba
digerakkan (Saifuddin, 2006; h. 138).
2) Refleks rooting: bayi menoleh ke arah benda yang menyentuh pipi (Saifuddin, 2006;
h. 138).
3) Refleks graphs : refleks genggaman telapak tangan dapat dilihat dengan meletakkan
pensil atau jari di telapak tangan bayi (Frasser, 2009; h. 722).
4) Refleks sucking : terjadi ketika bayi yang baru lahir secara otomatis menghisap
benda yang ditempatkan di mulut mereka (Frasser, 2009; h.722). refleks menghisap
pada bayi ikterus kurang (Surasmi, 2003; h. 68).
5) Refleks tonicneck : pada posisi telentang, ekstremitas di sisi tubuh dimana kepala
menoleh mengalami ekstensi, sedangkan di sisi tubuh lainnya fleksi (Frasser, 2009;
h. 722).
e. Eliminasi
Pengeluaran pertama pada 24 jam pertama adalah mekonium dan urin (Maryunani,
2008; h.97). bayi yang normal berkemih (6-8 kali sehari) dan buang air besar dalam sehari
(3-4 kali perhari pada hari ke-3 sampai hari ke-4, 4-6 kali perhari pada hari ke-4 sampai
ke-6, 8-10 kali perhari dari usia 1 minggu hingga 1 bulan (Schwartz, 2005, h. 68). Bayi
ikterus urin dan tinja terlihat pekat, warna seperti teh (Surasmi, 2003; h. 68).
f. Data penunjang
Data penunjang adalah data yang diperoleh selain dari pemeriksaan fisik
(Matondang, 2003). Data penunjang meliputi pemeriksaan Hb dan golongan darah serta
USG dan rontgen (Manuaba, 2007). Pemeriksaan laboratorium bayi ikterus adalah Rh
darah ibu dan janin berlainan. Kadar bilirubin bayi aterm lebih 12,5 mg/dL, premature
lebih 15 mg/dL
(Surasmi, 2003; h.
68).
3. Assesement
Langkah II : Interpretasi Data
Untuk melakukan identifikasi yang benar terhadap masalah atau diagnosa yang
berdasarkan interpretasi diatas, pada langkah ini data dikumpulkan dan diinterpretasikan
menjadi masalah atau menjadi diagnosa kebidanan (Varney, 2004; h. 23).
24
a. Diagnosa kebidanan
Diagnosa kebidanan adalah diagnosa yang ditegakkan dalam lingkup kebidanan
(Varney, 2007)
Diagnosa : NCB, SMK, ikterus neonatorum umur …. hari
(Kepmenkes nomor
938/Menkes/SK/VIII/2007).
b. Masalah
Merupakan hal – hal yang berkaitan pengalaman klien yang ditemukan dari hasil
pengkajian atau yang menyertai diagnose (Varney, 2007). Masalah-masalah yang
sering dijumpai pada bayi baru lahir dengan ikterik adalah gangguan sistem
pernafasan, reflek hisap, dan menelan minuman, kesadaran menurun atau sering
tidur (Manuaba, 2007).
c. Kebutuhan
Hal-hal yang dibutuhkan oleh pasien dan belum terindentifikasi dalam diagnosa dan
masalah yang didapatkan dengan melakukan analisis data (Varney, 2007).
Kebutuhan yang harus diberikan pada bayi baru lahir dengan ikterik adalah oksigen
sesuai terapi, pemberian cairan yang cukup, mengobservasi keadaan umum bayi
secara intensif menjaga supaya lingkungan sekitar tetap nyaman dan hangat
(Ngastiyah, 2005)
Langkah III : Diagnosa Potensial
Mengidentifikasi diagnosis atau masalah potensial yang mungkin akan terjadi
berdasarkan diagnosis atau masalah yang sudah diidentifikasi. Misalnya diagnosa
potensial ikterus neonatorum potensial terjadi Ensefalopati Billirubin (Sudarti, 2010; h.
88).
Langkah IV : Tindakan Segera
Mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter dan atau ada hal
yang perlu dikonsultasikan atau ditangani bersama dengan anggota tim kesehatan lain
sesuai kondisi bayi, contohnya adalah pemberian minum sedini mungkin dengan jumlah
cairan dan kalori yang mencukupi dan pemantauan perkembangan ikterus (Sudarti, 2010;
h. 88).
4. Planning
Langkah V : Perencanaan
25
Merencanakan asuhan yang rasional sesuai dengan temuan pada langkah sebelumnya
(Sudarti, 2010; h. 88). Rencana asuhan dari diagnosa yang akan diberikan dalam
kasus bayi baru lahir dengan ikterus fisiologis (Ngastiyah, 2005) antara lain :
a. Mengobservasi keadaan umum dan tanda vital.
b. Memenuhi kebutuhan nutrisi.
c. Menjemur bayi pada sinar matahari pagi, jam 7 – 8 pagi selama 15 sampai 30
menit.
d. Memeriksa billirubin dalam darah dengan pemeriksaan laboratorium
e. Kolaborasi dengan dokter Sp.A mengenai terapi dan tindakan yang diberikan.
f. Memberikan rasa aman (emotional security) baik secara kontak fisik maupun
psikis dengan dibawa mendekat ke tubuh ibunya dan digendong dengan lembut.
g. Selalu berinteraksi dengan bayi untuk memberikan stimulasi.
h. Lakukan pencegahan infeksi seperti cuci tangan, ganti baju bila : mandi, basah
terkena muntahan, kotor, Ganti popok bila BAK/BAB (Surasmi, 2010; h. 69).
Langkah VI : Pelaksanaan
Menurut Varney (2007), pada langkah ini rencana asuhan menyeluruh seperti
yang diuraikan pada langkah kelima, dilaksanakan secara efisien dan aman.
Penatalaksanaan ini bisa dilakukan seluruhnya oleh bidan atau sebagian oleh klien
atau tenaga kesehatan lainnya. Walaupun bidan tidak melakukannya sendiri tetapi dia
tetap memikul tanggung jawab untuk mengarahkan penatalaksanaan manajemen yang
efisien akan menyingkat waktu dan biaya serta meningkatkan mutu dan asuhan pada
bayi baru lahir dengan ikterik.
Langkah VII : Evaluasi
Mengevaluasi keefektifan asuhan yang sudah diberikan, mengulangi kembali
proses manajemen dengan benar terhadap setiap aspek asuhan yang sudah
dilaksanakan tetapi belum efektif (Sudarti, 2010; h.88)
BAB III
TINJAUAN KASUS
By. “E” USIA 4 HARI DENGAN IKTERUS NEONATORUM
DI PUSKESMAS SINGOSARI
3.1 PENGKAJIAN
Tanggal Pengkajian : 30 April 2014
Jam Pengkajian : 10.00 WIB
Oleh : Maya Marisca
26
Ruang : Imunisasi Puskesmas Singosari
A.DATA SUBJEKTIF
Identistas Bayi
Nama Bayi : By. “E”
Umur bayi : 4 hari
Tanggal lahir : 26-4-2014
Jenis Kelamin : Perempuan
Berat badan : 3200 gram
Panjang badan : 48 cm
Identitas Orang Tua
Nama Ibu : Ny. “T” Nama Ayah : Tn.” S”
Umur : 27 tahun Umur : 32 tahun
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : TNI
Alamat : Perum Singosari.
B. ANAMESA
1. Riwayat penyakit kehamilan
Tidak Ada
2. Kebiasaan saat hamil
Makan : 3x sehari, porsi biasa menu : nasi beserta laukpauknya
Minum : 6 - 8 gelas per hari
Obat-obatan : Mengkonsumsi obat-obatan dari bidan saja
Merokok : Tidak pernah
3. Riwayat persalinan sekarang
o Jenis persalian : Spontan (Normal)
o Ditolong oleh : Bidan
o Tempat Persalinan : Puskesmas Singosari
o Umur kehamilan : 37 minggu
o Komplikasi persalinan
Ibu : Tidak ada
Bayi : Tidak ada
o Keadaan bayi baru lahir :
27
Tidak ada kelainan bayi langsung menangis spontan, gerak aktif, kulit
kemerahan.
c. DATA OBJEKTIF
1. Pemeriksaan Fisik Umum
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Composmentis
Suhu : 37oC
Pernafasan : 48x / menit
Berat badan lahir : 3200 gram
Berat badan sekarang : 3500 gram
3.3 INTERVENSI
Tanggal/ jam : 30-4-2014/ 10.10 WIB
1. Beritahukan hasil pemeriksaan pada ibu dan keluarga
R/ Ibu dan keluarga mengerti tentang keadaan bayinya
2. Berikan KIE ibu untuk memberikan ASI
R/ Agar bayi mendapatkan cukup ASI dari ibunya dan bilirubin dapat pecah jika
bayi banyak mengeluarkan feses dan urine.
3. Berikan KIE ibu untuk menjemur dibawah sinar matahari bayinya setiap pagi hari
R/ Agar kuning pada bayi bias menghilang
4. Anjurkan ibu untuk memenuhi gizinya
R/ Supaya ASI melimpah
5. Anjurkan ibu untuk datang kontrol
R/ Agar ibu mengerti akan keadaan bayinya
29
3.4 IMPLEMENTASI
Tanggal/ jam : 30-4-2014/ 10.20 WIB
1. Memberitahukan hasil pemeriksaan pada ibu dan keluarga bahwa keadaan bayinya
masih dalam keadaan normal
2. Memberikan KIE ibu untuk memberikan ASI yaitu dengan cara setiap kali bayi
menginginkan ASI tanpa tambahan makanan dan cairan lainya, dan memberikan
ASI tidak juga harus menunggu bayi lapar sehingga sesering mungkin memberian
ASI pada bayi.
3. Memberikan KIE ibu untuk menjemur dibawah sinar matahari bayinya setiap pagi
hari yaitu dengan cara menjemur bayi selama setengah jam dengan posisi yang
berbeda, hindari bayi melihat langsung sinar matahari karena akan merusak
matanya dan lakukan antara jam 07.00 sampai 09.00 karena waktu ini sangat
efektif mengurangi kuning pada bayi.
4. Menganjurkan ibu untuk memenuhi gizinya yaitu dengan cara mengkonsumsi susu
dan makanan beragam yang mengandung kalsium, vitamin, sayur, kacang hijau,
kedelai), dan memperbanyak minum air putih minimal 8 gelas perharinya.
5. Menanjurkan ibu untuk datang kontrol 1 minggu yang akan datang atau bila ada
tanda-tanda bahaya
3.5 EVALUASI
Tanggal/ jam : 30-4-2014/ 10.40 WIB
S : Ibu mengatakan mengerti tentang apa yang sudah dijelaskan oleh petugas
kesehatan
O : Ibu dan keluarga terlihat lega mengetahui bayinya masih dalam keadaan
normal
A : By. “E” usia 4 Hari dengan ikterus neonatorum
P :1. Lanjutkan intervensi
2. Anjurkan kepetugas kesehatan bila ada tanda- tanda bahaya
BAB IV
PEMBAHASAN
Dalam bab ini penulis membahas tentang asuhan kebidanan pada By.”E” dengan
ikterus neonatorum. Untuk mempermudah pembahasan tersebut, penulis membagi dalam
7 tahap, yaitu : Pengkajian, interpretasi data, identifikasi diagnosa dan masalah potensial,
30
identifikasi kebutuhan akan tindakan segera atau kolaborasi, rencana manajemen,
pelaksanaan serta evalusi.
1. Pengkajian
Pada tahap pengkajian penulis tidak menemukan kesenjangan antara teori atau
menggunakan rumus kramer dengan tanda-tanda ikterus yang terdapat pada bayi Ny. F
diantaranya : kuning daerah leher dan kepala, serta kuning pada badan bagian.
2. Interpretasi Data
Pada tahap interpretasi dat penulis tidak menemukan kesenjangan antara data obyektif
dengan teori mengenai ikterus neonatorum.
3. Identifikasi Diagnosa dan Masalah Potensial
Tahap identifikasi diagnosa dan maslah potensial pasien atau bayi tersebut tidak
memerlukan terapi lebih lanjut , serta mencegah akan masalah potensial yang mungkin
terjadi yaitu kern ikterus, karena bayi kuning hari ke 4 masih bersifat fisiologis Sehingga
penulis tidak menemukan kesenjangan antara teori dengan praktek
4. Identifikasi Kebutuhan akan tindakan segera / kolaborasi
Pada tahap ini penulis tidak memerlukan kesenjangan antara teori dengan kasus dan
identifikasi kebutuhan segera.
5. Rencana Manajemen
Pada tahap ini penulis tidak menemukan kesenjangan antara teori dengan praktek karena
apa saja yang direncanakan di langkah ini sesuai dengan konsep asuhan kebidanan.
6. Pelaksanaan
Pada tahap ini menjelaskan tentang keadaan dan hasil pemeriksaan kepada ibu dan
keluarga. Konseling tentang kebutuhan yang menyangkut kesehatan bayi dan ibunya.
Pada tahap ini penulis tidak menemukan kesenjangan atau hambatan yang sangat berarti.
7. Evaluasi
penulis tidak menemukan kesenjangan antara teori dengan praktek.
BAB V
PENUTUP
5.1 KESIMPULAN
31
Setelah melakukan asuhan kebidanan pada neonatus dengan interus
neonatorum penulis menarik kesimpulan bahwa pengumpulan data atau informasi
sangatlah penting untuk menegakan diagnosa atas penyebab dari kelainan yang di
alami pasien dalam hal ini faktor congenital (bawaan) atau gangguan fungsi organ dari
pasien dengan ikterus neonatorum.
5.2 SARAN
Diharapkan Ny. F selalu memberikan asupan ASI secara tepat kepada bayinya
memberikan ASI 2-3 jam sekali atau kapan pun bayi menginginkannya. Segera
mendatangi tempat pelayanan kesehatan jika ada tanda-tanda bahaya.
DAFTAR PUSTAKA
Prawirohardjo, Sarwono. 2002 . Buku Panduan Praktis Maternal dan Neonatal. Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
32
Mochtar, Rustam. 1996. Sinopsis Obstetri Jilid I. Jakarta: EGC
33