MODUL
PELATIHAN PRATUGAS
PENDAMPING LOKAL DESA
IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG
NOMOR 6 TAHUN 2014
TENTANG DESA
TIM PENULIS : Roni Budi Sulistyo, Nurahman Joko Wiryanu, Hasan Rofiki,
Harbit Manika, Mohamad Zaini, Nurul Hadi, Mohammad Arwani, Mulus
Budianto, Mohammad Sabri, Panji Pradana, Hasim Adnan, Wahyu Hananto
Pribadi, Dindin Abdullah A, Nur Kholid, Muflihun, Wahjudin Sumpeno.
Diterbitkan oleh:
KEMENTERIAN DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL,
DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA
Jl. TMP Kalibata No. 17 Jakarta Selatan 12740
Telp. (021) 79172244, Fax. (021) 7972242
Website: www.kemendesa.go.id
1. Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya
disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah
yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan,
kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal
usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem
pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2. Kewenangan Desa adalah kewenangan yang dimiliki Desa meliputi kewenangan
di bidang penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa,
Pembinaan Kemasyarakatan Desa, dan Pemberdayaan Masyarakat Desa
berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul dan adat istiadat Desa.
3. Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
4. Pemerintah Desa adalah kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain
dibantu perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa.
5. Badan Permusyawaratan Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah
lembaga yang melaksanakan fungsi pemerintahan yang anggotanya merupakan
wakil dari penduduk Desa berdasarkan keterwakilan wilayah dan ditetapkan
secara demokratis.
6. Lembaga Kemasyarakatan adalah lembaga yang dibentuk oleh masyarakat sesuai
dengan kebutuhan dan merupakan mitra pemerintah dalam memberdayakan
masyarakat.
7. Musyawarah Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah musyawarah
antara Badan Permusyawaratan Desa, Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat
yang diselenggarakan oleh Badan Permusyawaratan Desa untuk menyepakati hal
yang bersifat strategis.
8. Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa atau yang disebut dengan nama
lain adalah musyawarah antara Badan Permusyawaratan Desa, Pemerintah Desa,
dan unsur masyarakat yang diselenggarakan oleh Pemerintah Desa untuk
menetapkan prioritas, program, kegiatan, dan kebutuhan Pembangunan Desa
yang didanai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, swadaya masyarakat
Desa, dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota.
9. Kesepakatan Musyawarah Desa adalah suatu hasil keputusan dari Musyawarah
Desa dalam bentuk kesepakatan yang dituangkan dalam Berita Acara kesepakatan
Musyawarah Desa yang ditandatangani oleh Ketua Badan Permusyawaratan Desa
dan Kepala Desa.
10. Peraturan Desa adalah peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh
Kepala Desa setelah dibahas dan disepakati bersama Badan Permusyawaratan
Desa.
11. Pembangunan Desa adalah upaya peningkatan kualitas hidup dan kehidupan
untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat Desa.
12. Perencanaan pembangunan desa adalah proses tahapan kegiatan yang
diselenggarakan oleh pemerintah Desa dengan melibatkan Badan
Permusyawaratan Desa dan unsur masyarakat secara partisipatif guna
pemanfaatan dan pengalokasian sumber daya desa dalam rangka mencapai
tujuan pembangunan desa.
13. RPJM Desa (Rencana Pembangunan Jangkah Menengah Desa) adalah dokumen
perencanaan untuk periode 6 (enam) tahun yang memuat arah pembangunan
desa, arah kebijakan keuangan desa, kebijakan umum dan program dan program
Satuan Kerja Perangkat (SKPD) atau lintas SKPD, dan program prioritas
kewilayahan disertai dengan rencana kerja.
14. RKP Desa (Rencana Kerja Pemerintah Desa) adalah dokumen perencanaan untuk
periode 1 (satu) tahun sebagai penjabaran dari RPJM Desa yang memuat
rancangan kerangka ekonomi desa, dengan mempertimbangkan kerangka
pendanaan yang dimutakhirkan, program prioritas pembangunan desa, rencana
kerja dan pendanaan serta prakiraan maju, baik yang dilaksanakan langsung oleh
pemerintah desa maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi
masyarakat dengan mengacu kepada Rencana Kerja Pemerintah dan RPJM Desa.
15. Daftar Usulan RKP Desa adalah penjabaran RPJM Desa yang menjadi bagian dari
RKP Desa untuk jangka waktu 1 (satu) tahun yang akan diusulkan Pemerintah
Desa kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota melalui mekanisme
perencanaan pembangunan Daerah.
16. Keuangan Desa adalah semua hak dan kewajiban Desa yang dapat dinilai dengan
uang serta segala sesuatu berupa uang dan barang yang berhubungan dengan
pelaksanaan hak dan kewajiban Desa.
17. Aset Desa adalah barang milik Desa yang berasal dari kekayaan asli Desa, dibeli
atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa atau
perolehan hak lainnya yang syah.
18. Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, selanjutnya disebut APB Desa, adalah
rencana keuangan tahunan Pemerintahan Desa.
19. Dana Desa adalah dana yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja
negara yang diperuntukkan bagi Desa yang ditransfer melalui anggaran
pendapatan dan belanja daerah kabupaten/kota dan digunakan untuk membiayai
penyelenggaraan pemerintahan Desa, pelaksanaan pembangunan Desa,
pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaanmasyarakat Desa.
20. Alokasi Dana Desa, selanjutnya disingkat ADD, adalah dana perimbangan yang
diterima kabupaten/kota dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
kabupaten/kota setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus.
Kata Pengantar
Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa
Bismillahirrahmanirrahiim
Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Alloh SWT dengan rahmatnya bahwa Modul Pelatihan
Pratugas Pendamping Lokal Desa dalam rangka mendukung pelaksanaan Undang-Undang No.
6 Tahun 2014 telah hadir dihadapan pembaca. Secara umum modul pelatihan ini dimaksudkan
untuk menyiapkan tenaga pendamping profesional di tingkat Desa dalam rangka mendukung
kebijakan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi bidang
pembangunan dan pemberdayaan masyarakat melalui upaya pendampingan masyarakat
secara efektif dan bekelanjutan.
Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa pasal 128 huruf (2) dijelaskan
bahwa pendampingan Desa secara teknis dilaksanakan oleh satuan kerja perangkat daerah
kabupaten/kota dan dapat dibantu oleh tenaga pendamping profesional, kader pemberdayaan
masyarakat Desa, dan/atau pihak ketiga. Khusus untuk tenaga Pendamping profesional
diantaranya: tenaga Pendamping Lokal Desa yang bertugas di Desa untuk mendampingi Desa
dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa, kerja sama Desa, pengembangan BUM Desa, dan
pembangunan yang berskala lokal Desa.
Peningkatan kapasitas Pendamping Lokal Desa menjadi salah satu faktor penentu keberhasilan
pendampingan Desa yang pada akhirnya akan menentukan pencapaian tujuan dan target
pelaksanaan Undang-Undang Desa. Kapasitas Pendamping Lokal Desa yang dimaksud
mencakup: (1) pengetahuan tentang kebijakan Undang-Undang Desa; (2) keterampilan
memfasilitasi pemerintah desa dalam mendorong tatakelola pemerintah desa yang baik; (3)
keterampilan tugas-tugas teknis pemberdayaan masyarakat; dan (4) sikap kerja yang sesuai
dengan standar kompetensi pendamping khususnya Pendamping Lokal Desa sesuai tuntutan
Undang-Undang Desa. Dalam meningkatkan kinerja pendampingan tercermin dari komitmen,
tanggung jawab dan keterampilan untuk mewujudkan tatakelola Desa yang mampu
mendorong kemandirian Pemerintah Desa dan masyarakat melalui pendekatan partisipatif.
Terkait hal tersebut dirasakan perlu untuk menyusun sebuah modul pelatihan Pratugas
Pendamping Lokal Desa yang dapat memberikan acuan kerja di lapangan dalam rangka
membangun kemandirian Desa. Harapan dari kehadiran modul pelatihan ini dapat memenuhi
kebutuhan semua pihak dalam rangka mendorong peningkatan kapasitas Pendamping Lokal
Desa sesuai dengan kebutuhan, kondisi di daerah dan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Daftar Isi
Halaman
Daftar Istilah dan Singkatan ………………………………………………………………...
Kata Pengantar Dirjen PPMD ……………………………………………………………….
Daftar Isi ………………………………………………………………………………………………
BAB I KURIKULUM PELATIHAN
Latar Belakang ……………………………………………………………………..
Tujuan Pelatihan ………………………………………………………………….
Ruang Lingkup Tugas Pendamping …………………………………….
Struktur Materi Pelatihan …………………………………………………….
Garis-Garis Besar Program Pelatihan …………………………………..
BAB II PANDUAN MEMBACA MODUL
Desa ………………………………………………………………….
SPB 5.2 BUM Desa sebagai Penggerak perekonomi Desa
PB 6 Penyusunan Peraturan di Desa …………………………………………….
SPB 6.1 Pokok-Pokok Penyusunan Peraturan di Desa …….
SPB 6.2 Strategi Fasilitasi Penyusunan Peraturan di Desa ..
PB 7 Penguatan Keberdayaan Masyarakat ………………………………….
SPB 7.1 Pemberdayaan Masyarakat Desa ……………………….
SPB 7.2 Strategi Penguatan Kader Pemberdayaan
Masyarakat Desa ………………………………………………..
SPB 7.3 Strategi Penguatan Lembaga Kemasyarakatan
Desa …………………………………………………………………..
PB 8 Peningkatan Kapasitas Masyarakat Melalui Pelatihan ………….
SPB 8.1 Konsep Pelatihan Masyarakat ……………………………
SPB 8.2 Keterampilan Dasar Melatih ………………………………
PB 9 Pendampingan ……………………………………………………………………..
SPB 9.1 Konsep dan Kebijakan Pendampingan ………………
SPB 9.2 Keterampilan Pendamping ……………………………….
SPB 9.3 Kinerja Pendamping ………………………………………….
PB 10 Membangun Tim Kerja di Desa ……………………………………………
SPB 10.1 Kerjasama Tim di Desa ………………………………………
SPB 10.2 Membangun Jejaring ………………………………………...
PB 11 Rencana Kerja Tindak Lanjut (RKTL) …………………………………….
SPB 11.1 Pokok-Pokok RKTL ……………………………………………
SPB 11.2 Menyusun RKTL …………………………………………………..
Daftar Pustaka
LATAR BELAKANG
Kehadiran Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa (UU Desa) menandai babak
baru dan perubahan dalam politik pembangunan nasional, dimana Desa menjadi titik
tumpu yang mendapatkan perhatian serius. UU Desa diyakini sebagai gerbang harapan
menuju kehidupan berdesa yang lebih maju. Sebagai dasar hukum bagi keberadaan
Desa, UU Desa mengonstruksi cara pandang baru praksis berdesa (pemerintahan,
pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa). Desa diakui dan dikukuhkan
sebagai subjek yang mengatur dan mengurus dirinya sendiri.
Perubahan dan paradigma baru atas Desa itu sangat penting mengingat kondisi
objektif dan dinamika desa-desa di Indonesia yang secara umum masih
memprihatinkan. Desa identik dengan ketertinggalan dalam semua aspek kehidupan.
Kewenangan mengatur dan mengurus dirinya sendiri yang dibarengi dengan
memberikan hak-hak Desa, sehingga Desa memiliki kemampuan finansial yang
memadai guna melaksanakan kewenangannya, sebagaimana ditegaskan UU Desa,
menjadi faktor penggerak peningkatan pembangunan desa yang sekaligus menjadi
ruang krusial implementasi UU Desa.
intensif dengan pemerintah dan masyarakat Desa, menjadi aktor strategis menuju
implementasi UU Desa secara optimal.
Upaya meningkatkan kapasitas pendamping oleh Pemerintah, dalam hal ini, Direktorat
Jenderal Pembangunan dan Pemberdayan Masyarakat Desa Kementerian Desa,
Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, dilakukan melalui kebijakan
pelatihan yang mencakup serangkaian kegiatan latihan, salah satunya adalah pelatihan
pra tugas bagi pendamping, khususnya PLD, sebagai pembekalan agar dapat
melaksanakan fungsi dan tugasnya secara optimal.
TUJUAN PELATIHAN
Secara umum tujuan pelatihan pra tugas Pendamping Lokal Desa adalah untuk
memberikan orientasi dan pembekalan agar siap secara mental, pengetahuan, dan
keterampilan sebelum diterjunkan di lokasi tugas.
Secara khusus pelatihan pra tugas Pendamping Lokal Desa bertujuan untuk:
Mengacu pada Kerangka Acuan Kerja Pendamping Lokal Desa (PLD) yang ditetapkan
Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa Tahun 2017,
ruang lingkup tugas PLD adalah:
Materi Pelatihan ini dirumuskan berdasarkan hasil kajian terhadap kompetensi dasar
yang harus dimiliki sesuai kerangka acuan kerja yang telah ditetapkan oleh Direktorat
Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa. Selanjutnya hasil analisis
terhadap kompetensi PLD disusun berdasarkan tingkat penguasaan kompetensi (K1)
Pengetahuan, (K2) Sikap dan (K3) Keterampilan yang merujuk pada taksonomi Bloom
dan Kartwohl (2001) dengan indikator kedalaman materi sebagai berikut:
Secara rinci setiap pokok-pokok materi ditetapkan tingkat keluasan dan kedalamnya
z8/. berupa kisi-kisi materi pelatihan yang akan memandu pelatih dalam proses
pembelajarannya. Kisi-kisi materi pelatihan diuraikan sebagai berikut:
KOMPETENSI
NO RUMPUN POKOK BAHASAN SUB POKOK BAHASAN K1 K2 K3 JP
(P) (K) (S)
Pre Test
1 Bina Suasana 1. Dinamika 1.1. Perkenalan 1 2”
dan Orientasi Kelompok dan
Latihan Pengorganisasia 1.2. Pengungkapan Harapan 1
n Peserta peserta
1.3. Tujuan dan Proses 1
Pelatihan
1.4. Tata Tertib Pelatihan 3 2
KOMPETENSI
NO RUMPUN POKOK BAHASAN SUB POKOK BAHASAN K1 K2 K3 JP
(P) (K) (S)
Demokratisasi Desa
KOMPETENSI
NO RUMPUN POKOK BAHASAN SUB POKOK BAHASAN K1 K2 K3 JP
(P) (K) (S)
RKTL 11.2. Menyusun RKTL 3
Post Test
Evaluasi
No Sub Pokok
Pokok Bahasan Kompetensi Dasar Indikator Keberhasilan Metode Media JP
. Bahasan
1. Bina Suasana Setelah mengikuti Peserta dapat: 1.1. Perkenalan Permainan 30”
dan Orientasi sesi ini, peserta mengatasi situasi
Pelatihan memberikan respon keterasingan
bagi situasi yang mengatasi hambatan
kondusif untuk psikologis/kecanggugan
proses pelatihan saling mengenal antar
peserta dan fasilitator
Setelah mengikuti Dapat mengungkapkan 1.2. Pengungkapa Penugasan Lembar Kerja 15”
sesi ini, peserta kebutuhan, manfaat, dll, yang n Harapan Perorangan Perorangan
mengetahui harapan hendak diperoleh dari mengikuti Peserta
yang hendak dicapai pelatihan ini
selama mengikuti
pelatihan
Setelah mengikuti Dapat menjelaskan: 1.3. Tujuan dan 1. Presentasi Slide 15”
sesi ini, peserta tujuan pelatihan Proses 2.Tanya jawab
memahami tujuan alur dan kegiatan yang akan Pelatihan
dan proses pelatihan dilakukan selama mengikuti
ini pelatihan ini
Setelah mengikuti Dapat: 1.4. Tata Tertib Diskusi Lembar Diskusi 30”
sesi ini, peserta mengenali situasi yang Peatihan
memberikan respon menggangu proses
bagi terciptanya pelatihan
No Sub Pokok
Pokok Bahasan Kompetensi Dasar Indikator Keberhasilan Metode Media JP
. Bahasan
situasi yang tertib menyatakan hal-hal yang
selama proses menjamin ketertiban selama
pelatihan proses pelatihan
merumuskan aturan
bersama untuk ditaati
2. Desa dan Visi Setelah mengikuti Dapat menjelaskan: 2.1. Kondisi dan 1. Penugasan Lembar Curah Pendapat 45”
Undang- sesi ini, peserta penyebab ketertinggalan Dinamika perorangan
Undang Desa memahami kondisi Desa Desa 2. Curah
pendapat
dan dinamika Desa aspek-aspek ketertinggalan
pada umumnya Desa
dampak dari ketertinggalan
dimaksud
Setelah mengikuti Dapat menyebutkan dan 2.2. UU Desa 1. Penugasa Slide 90”
sesi ini, peserta: mengemukakan: sebagai Cara n Lembar Kerja
mengetahui cara perspektif yang mendasari Pandang dan peroranga Kelompok
Sarana n UU No.6/2014
pandang UU UU Desa
Desa pengertian azas rekognisi Menuju
2. Presentasi
memahami dan subsidiaritas Keberdayaan
Desa 3. Tanya
amanat UU Desa keterkaitan azas dengan hak
untuk mengubah asal usul dan kewenangan jawab
kondisi/keterting lokal berskala Desa 4. Penugasa
galan Desa hakikat Desa sebagai n
organisasi warga yang Kelompok
berpemerintahan
keleluasaan untuk mengatur
dan mengurus dirinya
No Sub Pokok
Pokok Bahasan Kompetensi Dasar Indikator Keberhasilan Metode Media JP
. Bahasan
sendiri
keharusan mengelola Desa
secara demokratis dan
inklusif
penyerahan hak Desa oleh
Negara (DD, ADD)
Tri Matra Desa
3. Tata Kelola Setelah mengikuti Dapat menyebutkan dan 3.1. Kelembagaan 1. Penugasa Lembar Kerja 60”
Desa sesi ini, peserta mengemukakan: dalam Tata n Kelompok
mengetahui Pemangku Kepentingan Kelola Desa peroranga Slide Presentasi
kelembagaan dalam dalam tata kelola Desa n
tata kelola Desa Pelaku dalam pemerintahan 2. Penugasa
Desa n
kelompok pelaku strategis Kelompok
dalam masyarakat
hubungan antar pelaku 3. Presentasi
kunci
Setelah mengikuti Dapat menjelaskan: 3.2. Musyawarah 1. Penugasa Lembar Kerja Kelompok 60”
sesi ini, peserta hakikat Musyawarah Desa Desa sebagai n
memahami fungsi penyelenggara Musyawarah Basis Tata peroranga
strategis Musyawarah Desa Kelola dan n
Desa sebagai basis cakupan materi yang harus Penggerak 2. Penugasa
tata kelola dan dibahas dalam Musyawarah Demokratisasi n
demokratisasi Desa Desa Desa Kelompok
peserta Musyawarah Desa
No Sub Pokok
Pokok Bahasan Kompetensi Dasar Indikator Keberhasilan Metode Media JP
. Bahasan
kedaulatan peserta
Musyawarah Desa
pengambilan keputusan
dalam Musyawarah Desa
Setelah mengikuti Dapat: 3.3 Prinsip-Prinsip 1. Penugasa • Lembar Diskusi 60”
sesi ini, peserta menyebutkan prinsip-prinsip Tata Kelola n • Slide Presentasi
mengetahui prinsip- tata kelola (partisipatif, Desa peroranga
prinsip tata kelola transparansi, dan n
Desa akuntabilitas) 2. Diskusi
mengemukakan pengertian
prinsip-prinsip diatas 3. Presentasi
menunjukkan cara
mewujudkan prinsip-prinsip
diatas
4. Pembangunan Setelah mengikuti Dapat: 4.1. Sistem 1. Penugasan • Lembar Curah 90”
Desa sesi ini, peserta mengemukakan tujuan Pembangunan perorangan Pendapat
mengetahui sistem pembangunan Desa Desa • Lembar Kerja
2. Curah Kelompok
pembangunan Desa menyebutkan pemangku Pendapat • Slide Presentasi
kepentingan pembangunan
Desa 3. Penugasan
mengemukakan pengertian Kelompok
pendekatan “Desa 4. Presentasi
Membangun”
mengemukakan kaidah
pembangunan Desa (sesuai
prinsip tata kelola Desa,
No Sub Pokok
Pokok Bahasan Kompetensi Dasar Indikator Keberhasilan Metode Media JP
. Bahasan
mencakup semua aspek
kehidupan berdesa, prakarsa
dan keswadayaan warga,
inklusif)
mengemukakan kaitan
pembangunan Desa dengan
keharusan mengurus dirinya
sendiri
mengemukakan
pembangunan Desa sebagai
perwujudan kewenangan
lokal berskala Desa
mengemukakan
pembangunan sebagai
proses yang sistematis
Setelah mengikuti Dapat: 4.2. Perencanaan 1. Penugasan Lembar Diskusi 270
sesi ini, peserta: mengemukakan pengertian Pembangunan perorangan Lembar Penugasan ”
mengetahui perencanaan pembangunan Desa Kelompok
2. Diskusi Slide
pokok-pokok Desa
perencanaan menyebutkan jenis dokumen 3. Penugasan
pembangunan perencanaan pembangunan Kelompok
Desa Desa 4. Presentasi
memberikan mengemukakan alur proses
respon terhadap dan tahapan kegiatan
perwujudan penyusunan RPJM Desa
prinsip-prinsip mengemukakan alur proses
No Sub Pokok
Pokok Bahasan Kompetensi Dasar Indikator Keberhasilan Metode Media JP
. Bahasan
tata kelola dan tahapan kegiatan
menerapkan penyusunan RKP Desa
pengetahuan mengemukakan pokok-
untuk pokok materi/isi RKP Desa
memfasilitasi mengemukakan alur proses
perbaikan dan tahapan kegiatan
perencanaan penyusunan APB Desa
pembangunan mengemukakan struktur APB
Desa Desa
Dapat:
memfasilitasi keterwakilan
perempuan dalam Tim
Penyusun RPJM Desa
memfasilitasi penyusunan
rencana kerja Tim Penyusun
RPJM Desa
memfasilitasi pembaruan
No Sub Pokok
Pokok Bahasan Kompetensi Dasar Indikator Keberhasilan Metode Media JP
. Bahasan
data dan sketsa desa
memfasilitasi kajian potensi
dan masalah desa
memfasilitasi penyusunan
Rancangan RKP Desa
memfasilitasi penyusunan
belanja bidang pembinaan
kemasyarakatan
danpemberdayaan
memfasilitasi perhitungan
alokasi Siltap dan
Operasional terkait dengan
pendapatan dari swadaya
Setelah mengikuti Dapat: 4.3. Pengelolaan 1. Penugasan • Lembar Kerja 360
sesi ini, peserta: mengemukakan pengertian Keuangan perorangan Perorangan ”
mengetahui pengelolaan keuangan Desa Desa • Lembar Curah
2. Curah Pendapat
pokok-pokok mengemukakan alur proses Pendapat • Lembar Kerja
pengelolaan dan tahapan kegiatan
Kelompok
keuangan Desa pengelolaan keuangan Desa 3. Penugasan
• Slide
memberikan mengemukakan ketentuan Kelompok
respon terhadap pokok pengelolaan 4. Presentasi
perwujudan keuangan Desa
prinsip-prinsip mengemukakan prinsip-
pengelolaan prinsip pengelolaan
keuangan Desa keuangan Desa
menggunakan
No Sub Pokok
Pokok Bahasan Kompetensi Dasar Indikator Keberhasilan Metode Media JP
. Bahasan
pengetahuanuntu Dapat menunjukkan cara
k memfasilitasi mewujudkan prinsip-prinsip
perbaikan pengelolaan keuangan Desa
pengelolaan dalam tahapan kegiatan
keuangan Desa pengelolaan keuangan Desa
Dapat:
memfasilitasi penyusunan
RAB/RPD
memfasilitasi pengajuan SPP
memfasilitasi penyusunan
rencana kerja pelaksanaan
kegiatan
memfasilitasi proses
pengadaan barang dan jasa
di Desa
memfasilitasi keterwakilan
perempuan dalam
pembentukan pelaksana
kegiatan
memfasilitasi pengerjaan
buku kas umum
memfasilitasi penyusunan
laporan realisasi APB Desa
5. Pengembanga Setelah mengikuti Dapat: 5.1. Arah dan 1. Penugasa Lembar Curah 45”
n Ekonomi sesi ini, peserta mengidentifikasi potensi Orientasi n Pendapat
No Sub Pokok
Pokok Bahasan Kompetensi Dasar Indikator Keberhasilan Metode Media JP
. Bahasan
Desa mengetahui arah dan pengembangan ekonomi Pengembanga peroranga Slide Presentasi
orientasi desa n Ekonomi n
pengembangan menjelaskan peran Desa Desa
2. Curah
ekonomi Desa dalam penguasaan aset-aset Pendapa
strategis di Desa
menjelaskan kepemilikan 3. Presentasi
kolektif atas kegiatan usaha
ekonomi Desa
Setelah mengikuti Dapat menyebutkan fungsi dan 5.2. BUM Desa 1. Diskusi Lembar Diskusi 45”
sesi ini, peserta peran BUM Desa dalam sebagai
2. Presentasi Slide
mengetahui fungsi pengembangan ekonomi desa Penggerak
dan peran BUM Desa perekonomi
sebagai penggerak Desa
perekonomi Desa
6. Penyusunan Setelah mengikuti Dapat: 6.1. Pokok-Pokok 1. Penugasa LembarDiskusi 60”
Peraturan di sesi ini, peserta mengungkapkan fungsi Penyusunan n
Desa mengetahui pokok- peraturan Peraturan di peroranga
pokok penyusunan menyebutkan jenis Desa n
peraturan di Desa peraturan di Desa 2. Diskusi
mengemukakan kaidah
penyusunan peraturan 3. Role Play
menyusun sistematika
peraturan
Setelah mengikuti Dapat: 6.2. Strategi Diskusi LembarDiskusi 30”
sesi ini, peserta mencatat permasalahan Fasilitasi
mengetahui strategi terkait materi peraturan Penyusunan
No Sub Pokok
Pokok Bahasan Kompetensi Dasar Indikator Keberhasilan Metode Media JP
. Bahasan
memfasilitasi yang disusun Peraturan di
penyusunan menentukan narasumber Desa
peraturan di Desa yang terkait permasalahan
dimaksud
menyampaikan
permasalahan dimaksud
kepada narasumber
menyediakan
contoh/rujukan peraturan
yang sesuai
7. Penguatan Setelah mengikuti Dapatmenjelaskan: 7.1. Pemberdayaa 1. Penugasa Lembar Diskusi 45”
Keberdayaan sesi ini, peserta pemberdayaan sebagai n Masyarakat n Kelompok
Masyarakat memahami konsep proses sosial-politik Desa peroranga SlidePresentasi
pemberdayaan tahapan pemberdayaan n
masyarakat masyarakat 2. Diskusi
pemberdayaan bertumpu
pada hak-hak masyarakat 3. Presentasi
pemberdayaan untuk
meningkatkan posisi dan
daya tawar masyarakat
pemberdayaan untuk
mewujudkan kemandirian
masyarakat
Setelah mengikuti Dapat: 7.2. Strategi 1. Diskusi Lembar Diskusi 90”
sesi ini, peserta mengenali Penguatan 2. Role Play
mengetahui strategi kekurangan/kelemahan Kader
No Sub Pokok
Pokok Bahasan Kompetensi Dasar Indikator Keberhasilan Metode Media JP
. Bahasan
penguatan Kader KPMD Pemberdayaa
Pemberdayaan mengenali penyebab n Masyarakat
Masyarakat Desa kekurangan/kelemahan Desa
dimaksud
menentukan cara untuk
mengatasi
kekurangan/kelemahan
dimaksud
Dapat menggunakan
teknikkomunikasi inter personal
No Sub Pokok
Pokok Bahasan Kompetensi Dasar Indikator Keberhasilan Metode Media JP
. Bahasan
Diskusi Kelompok Terarah
8. Peningkatan Setelah mengikuti Dapatmengemukakan: 8.1 Konsep 1. Penugasa Lembar Curah 45”
Kapasitas sesi ini, peserta pengertian Pelatihan n Pendapat
Masyarakat mengetahui konsep pelatihanmasyarakat Masyarakat peroranga Slide Presentasi
Melalui pelatihan masyarakat pendekatan pelatihan n
Pelatihan masyarakat 2. Curah
tujuan pelatihan masyarakat Pendapat
menyebutkan aspek-aspek
kompetensi 3. Presentasi
Setelah mengikuti Dapat mengemukakan jenis- 8.2. Keterampilan 1. Diskusi • LembarDiskusi 135
sesi ini, peserta dapat jenis keterampilan dasar yang Dasar Melatih ”
2. Praktik • LembarPraktik
menerapkan harus dimiliki untuk melatih
keterampilan dasar (komunikasi, mendengar,
melatih untuk mengapresiasi, dan
memfasilitasi mengendalikan forum)
pelatihan
Mempraktikkan teknik:
bertanya
mendengar
mengapresiasi
mengendalikan forum
9. Pendampingan Setelah mengikuti Dapat menjelaskan: 9.1. Konsep dan 1. Penugasa LembarDiskusiKelompo 45”
sesi ini, peserta pengertian pendampingan Kebijakan n k
memahami konsep tujuan pendampingan Pendampinga peroranga
pendampingan misi pendampingan n n
No Sub Pokok
Pokok Bahasan Kompetensi Dasar Indikator Keberhasilan Metode Media JP
. Bahasan
masyarakat tanggungjawab dan tugas 2. Diskusi
pendamping Kelompok
klasifikasi dan jenis
pendamping
posisi PLD
Setelah mengikuti Dapat mempraktikkan: 9.2. Keterampilan Praktik 225
sesi ini, peserta teknik mengelola dinamika Pendamping ”
menerapkan kelompok
keterampilan fasilitasi teknik membangun
dalam pelaksanaan kesadaran kritis
kegiatan teknik merumuskan gagasan
pendampingan bersama
No Sub Pokok
Pokok Bahasan Kompetensi Dasar Indikator Keberhasilan Metode Media JP
. Bahasan
Setelah mengikuti Dapat menjelaskan: 10.2. Membangun Diskusi 15”
sesi ini, peserta kondisi yang mendukung Jejaring
memahami kerjasama terjalin kerjasama
dan jejaring pelaku manfaat melakukan
kerjasama
bentuk jejaring pelaku di
Desa
pola kerja jaringan pelaku di
Desa
Setelah mengikuti Dapat: Simulasi 45”
sesi ini, peserta menentukan
memahami strategi masalah/kebutuhan yang
membangun jejaring dihadapi
menentukan pihak-pihak
yang terkait secara langsung
mendorong para pihak
mencapai kesepakatan untuk
tindak lanjut terkait
masalah/kebutuhan yang
dihadapi
11. Rencana Kerja Setelah mengikuti Dapat menjelaskan: 11.1. Pokok- Diskusi Lembar Diskusi 30”
Tindak Lanjut sesi ini, peserta fungsi RKTL Pokok RKTL
(RKTL) memahami rencana kaidah penyusunan RKTL
kerja tindak lanjut aspek-aspek pokok dalam
RKTL
No Sub Pokok
Pokok Bahasan Kompetensi Dasar Indikator Keberhasilan Metode Media JP
. Bahasan
Setelah mengikuti Dapat menyusun RKTL 11.2. Menyusun Penugasan Lembar Kerja 60”
sesi ini, peserta RKTL Perorangan Perorangan
menggunakan
pengetahuan untuk
menyusun RKTL
Evaluasi Setelah mengikuti Dapat menilai: 1. Evaluasi Penugasan Lembar Evaluasi 30”
sesi ini, peserta 1. kesesuaian modul pelatihan Modul Perorangan
mengetahui kapasitas Pelatih
2. Evaluasi
efektivitas 2. efektivitas kerja Pelatih
pelaksanaan Penyelenggara
pelatihan 3. Evaluasi
Reaksi
PENDAHULUAN
Modul pelatihan bagi Pendamping Lokal Desa (PLD) ini merupakan bahan pelatihan
yang akan dijadikan sebagai bahan pembekalan sekaligus panduan bagi Tenaga Ahli
Kabupaten dan Pendamping Desa dalam mendorong implementasi UU Desa melalui
pelatihan yang akan mereka sampaikan kepada Pendamping Lokal Desa. Diharapkan
nantinya, melalui Modul Pelatihan ini, PLD memiliki persepsi yang benar mengenai UU
Desa serta terbangun komitmennya untuk terlibat dalam proses mendorong Desa
dalam proses pembangunan.
Modul ini dimaksudkan untuk memandu pelatih dalam memfasilitasi proses pelatihan
di tingkat kecamatan. Hal ini tidak bisa dilepaskan dengan kondisi di lapangan, bahwa
masih banyak masyarakat yang belum memahami secara baik dan benar substansi UU
Desa berikut proses implementasinya. Dari hasil analisis kebutuhan pelatihan
menunjukkan bahwa kondisi pendamping desa menunjukkan tingkat pemahaman yang
berbeda tentang implementasi Undang-Undang Desa sesuai dengan latar belakang,
karakteristik wilayah, dan kondisi sosial yang ada.
Pengalaman menjalani proses pembangunan yang sentralistik semasa era Orde Baru
(Government Driven Development) yang kemudian berubah menjadi pembangunan
partisipatif yang mengedepankan masyarakat sebagai pelaku (Community Driven
Development) ternyata masih memiliki kelemahan di mana penguatan di masyarakat
tidak diiringi penguatan kepada pemerintah desanya. Padahal, sesuai dengan amanat
UU Desa, Desa merupakan subyek pembangunan, persis pada kondisi ini Desa sebagai
keseluruhan mencakup pemerintahan desanya serta masyarakat desa, seluruhnya. Desa
pada akhirnya merupakan perpaduan antara Local Self Government (LSG) serta Self
Governing Community (SGC) sekaligus.
Dengan sasaran pengguna tersebut, maka format modul yang disiapkan menjawab
kebutuhan pengguna. Modul Pelatihan : menjadi modul pegangan pelatih. Namun
demikian, modul ini juga bisa dipakai oleh siapa saja yang memiliki kepedulian dan
semangat untuk mendukung Desa melalui implementasi UU Desa.
Modul pelatihan ini dirancang menggunakan standar format yang menyertakan pokok-
pokok materi, panduan pelatih, lembar kerja dan lembar tayang (presentasi atau
beberan atau bahan paparan) yang bermanfaat bagi calon pelatih yang akan
menyampaikan materi pelatihan. Modul pelatihan dikemas dalam bentuk panduan bagi
pelatih agar mudah digunakan dan memungkinkan dan penyesuaian dengan kondisi
lingkungan belajar peserta.
Modul pelatihan ini terdiri dari 11 Pokok Bahasan utama dan 29 Sub Pokok Bahasan
yang membahas kerangka isi, proses belajar, media dan penilaian terkait bagaimana
visi UU Desa serta upaya-upaya implementasinya. Secara rinci struktur materi modul
pelatihan ini dijelaskan sebagai berikut:
Catatan
Dalam setiap bagian atau pokok bahasan terdiri dari beberapa subpokok bahasan
atau modul dengantopik yang beragam dan dapat dipelajari secara mandiri sesuai
dengan materi yang diperlukan.Masing-masing subpokok bahasan dalam modul ini
menggambarkan urutan kegiatan pembelajarandan hal-hal pokok yang perlu
dipahami tentang materi yang dipelajari serta keterkaitannya dengantopik
lainnya.Dalam setiap subpokok bahasan dilengkapi dengan panduan pelatih yang
membantu dalam mengarahkanproses, media dan sumber belajar, lembar kerja,
lembar evaluasi dan lembar informasi ataubahan bacaan. Masing-masing disusun
secara kronologis yang agar memudahkan bagi penggunadengan memberikan
alternatif dalam memanfaatkan setiap subpokok bahasan secara luas danfleksibel.
Setiap pokok bahasan dilengkapi dengan bahan bacaan pendukung yang dapat
dibagikan secaraterpisah dari panduan pelatihan agar dapat dibaca peserta sebelum
pelatihan di mulai. Pelatih jugadiperkenankan untuk menambah atau memperkaya
bahan bacaan untuk setiap subpokok bahasanberupa artikel, buku, juklak/juknis dan
kiat-kiat yang dianggap relevan.Disamping itu, pembaca di berikan alat bantu
telusur berupa catatan diberikan termasuk ikon-ikonyang akan memandu dalam
memahami karakteristik materi dan pola penyajian yang harus dilalukandalam
pelatihan.
BAB III
RENCANA PEMBELAJARAN
Pokok Bahasan 1
BINA SUASANA DANORIENTASI
PELATIHAN
1.1 Perkenalan
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Mengatasi situasi keterasingan;
2. Mengatasi hambatan psikologis/kecanggugan;
3. Saling mengenal antar peserta dan fasilitator.
Waktu
30 Menit
Metode
Permainan dan Tanya Jawab
Media
Slide
Alat Bantu
Flipt Chart,Spidol, Laptop, Infocus dan Metaplan
Proses Penyajian
Kegiatan 1: Pembukaan
1. Lakukan pembukaan acara pelatihan ini secara informal dengan
mengucapkan salam dan selamat datang;
2. Jelaskan tujuan, proses dan hasil yang diharapkan dari sesi perkenalan
antara pelatih, panitia dan peserta.
Rencana Pembelajaran
SPB
Pengungkapan Harapan
1.2
Peserta
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat mengungkapkan
kebutuhan, manfaat, dll, yang hendak diperoleh dari mengikuti pelatihan
ini.
Waktu
15Menit
Metode
Penugasan Perorangan
Media
Lembar Kerja Perorangan
Alat Bantu
Flipt Chart,Spidol, Metaplan, HVS dan Gambar Pohon Harapan
Proses Penyajian
Kegiatan 3: Penggalian harapan dan kontribusi peserta
(Penugasan Perorangan)
7. Bagikan 2 buah potongan kertas HVS/metaplan kepada masing-
masing peserta;
8. Minta peserta untuk menuliskan 2 harapannya yang paling prioritas
(dalam pikiran mereka) sebelum mereka mengikuti pelatihan ini;
9. Setelah menuliskan harapannya, minta peserta untuk
menempelkannya pada whiteboard atau papan tulis yang tersedia;
10. Minta peserta membacakan harapan yang telah ditulis, sekaligus
langsung melakukan klarifikasi harapan-harapan yang dapat
direalisasikan selama pelatihan;
11. Klasifikasikan harapan peserta;
12. Minta peserta menempelkan seluruh harapan yang mungkin
direalisasikan selama pelatihan pada gambar pohon harapan (Media
Fasilitasi 1.2.1Slide);
13. Minta peserta untuk berdiri melingkar dan bagikan selembar kertas
metaplan kepada masing-masing;
14. Minta salah seorang peserta untuk mengumpulkan dan mencatat
kelebihan dan kompetensi peserta dengan menggunakan Lembar
Kerja 1.2.1;
15. Mintalah peserta untuk merefleksikan kegiatan tersebut:
• Apa yang Anda dapatkan dari kegiatan ini?
• Apakah ada temuan baru/potensi baru yang Anda sadari setelah
melakukan kegiatan ini?
• Apa yang bisa Anda lakukan terhadap potensi atau tantangan
dalam proses pelatihan?
Dst
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Memahami tujuan Pelatihan;
2. Memahami alur dan kegiatan yang akan dilakukan selama mengikuti
pelatihan ini.
Waktu
15Menit
Metode
Presentasi dan Tanya jawab
Media
Slide Presentasi
Alat Bantu
Laptop dan Infocus
Proses Penyajian
Kegiatan 4: Penjelasan Tujuan, Proses dan Hasil(Presentasi)
16. Paparkan tujuan, proses dan hasil yang diharapkan dari
penyelenggaraan pelatihan pratugas ini. Gunakan Media Fasilitasi
1.3.1 Slide;
17. Berikan kesempatan kepada beberapa peserta untuk mengajukan
pendapat, gagasan, dan sumbang saran untuk kelancaran kegiatan
pelatihan;
18. Berikan penegasan Tujuan, Proses dan Hasil Pelatihan.
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Mengenali situasi yang menggangu proses pelatihan;
2. Menyatakan hal-hal yang menjamin ketertiban selama proses
pelatihan;
3. Merumuskan aturan bersama untuk ditaati.
Waktu
30Menit
Metode
Diskusi
Media
Lembar Diskusi
Alat Bantu
Flipt Chart, Spidol, Laptop dan Infocus
Proses Penyajian
Kegiatan 5: Penyusunan Tata Tertib (Diskusi Kelas)
19. Jelaskan pentingnya tata tertib dan aturan main pelatihan yang harus
disepakati;
20. Minta salah satu peserta memimpin perumusan dan penyepakatan
tata tertib;
21. Pastikan dalam kesepakatan tata tertib dan aturan yang disepakati
meliputi:
a. Waktu masuk ruangan pelatihan.
b. Pakaian peserta yang dikenakan.
c. Pemakaian alat komunikasi.
d. Ijin meninggalkan ruangan.
e. Terlambat.
f. Mengantuk.
g. Dll.
Pokok Bahasan 2
DESA DAN VISI UNDANG-UNDANG
DESA
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Menjelaskan penyebab ketertinggalan Desa;
2. Menjelaskan aspek-aspek ketertinggalan Desa;
3. Menjelaskan dampak dari ketertinggalan.
Waktu
45Menit
Metode
Curah Pendapat, Diskusi Kelompok dan Paparan
Media
Bahan Bacaan dan Lembar Tayang
Alat Bantu
Flipt Chart, Spidol, Laptop danInfocus
Proses Penyajian
Kegiatan 1: Pembukaan
1. Bukalah pertemuan dengan menjelaskan tujuan yang akan dicapai
dalam sesi belajar bersama ini.
2. Urbanisasi
4. dll
Rencana Pembelajaran
SPB
UU Desa sebagai Cara
2.2
Pandang dan Sarana Menuju
Keberdayaan Desa
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Menjelaskan perspektif yang mendasari UU Desa;
2. Menjelaskan pengertian azas rekognisi dan subsidiaritas;
3. Menjelaskan keterkaitan azas dengan hak asal usul dan kewenangan
lokal berskala Desa;
4. Menjelaskan hakikat Desa sebagai organisasi warga yang
berpemerintahan;
5. Menjelaskan Desa memiliki keleluasaan untuk mengatur dan
mengurus dirinya sendiri;
6. Menjelaskan keharusan mengelola Desa secara demokratis dan
inklusif;
7. Menjelaskan penyerahan hak Desa oleh negara (DD, ADD);
8. Menjelaskan Tri Matra Desa.
Waktu
90Menit
Metode
Curah Pendapat, Diskusi Kelompok dan Paparan
Media
Bahan Bacaan dan Lembar Tayang
Alat Bantu
Flipt Chart, Spidol, Laptop danInfocus
Proses Penyajian
Kegiatan 3: Menyamakan Perspektif (Membaca Cepat dan
Dialog)
a. Desa Lama vs Desa Baru (25 Menit)
5. Minta Peserta membaca bahan bacaanBB 2.2.1(10 menit);
6. Lakukan dialog atau tanya jawab. Gunakan Media Fasilitasi 2.2.1 (15
menit);
7. Buatlah catatan penting dari hasil pembahasan;
8. Berikan penegasan atas dialog tersebut.
1. Kedudukan Tri Matra Desa sebagai program unggulan Kementerian Desa dalam
implementasi UU Desa.
2. Jelaskan apa yang dimaksud dengan Jaring Komunitas Wiradesa atau “JAMU
DESA”?
3. Jelaskan apa yang dimaksud dengan Lumbung Ekonomi Desa atau “BUMI DESA”?
4. Jelaskan apa yang dimaksud dengan Lingkar Budaya Desa atau “KARYA DESA”?
5. Pelatih dapat meminta peserta untuk membaca dengan cepat (speed/quick reading)
bahan bacaan yang telah disediakan tentang Visi dan Semangat Undang-Undang
Desa.
6. Berikan kesempatan kepada peserta untuk bertanya dan mengajukan pendapat.
7. Buatlah catatan penting dari hasil pembahasan.
8. Buatlah kesimpulan dari pembahasan yang telah dilakukan.
9. Akhiri sesi belajar bersama UU Desa sebagai Cara Pandang dan Sarana Menuju
Keberdayaan Desa dengan mengingat ulang (review) poin-poin penting dalam
aktivitas 1, 2 dan 3.
BB 2.2.1
PB Bahan Bacaan
BB 2.2.2
A. Gambaran Umum
Perspektif dimaknai sebagai sikap dan keyakinan terhadap acuan dasar berpikir yang
kemudian membentuk cara pandang seseorang dalam memahami sebuah isu.
Perspektif itu kemudian menuntun dan mengarahkan tindakan. Dengan demikian,
ketepatan tindakan, khususnya dalam konteks pemandirian Desa, pemberdayaan
masyarakat, ditentukan oleh ketepatan perspektif berpikir para pelakunya.
Cara pandang 1: memandang desa hanya sebagai wilayah administratif, yang kemudian
melahirkan desa birokratis, dengan cirikhas: pemerintah desa lemah dan masyarakat
juga lemah. Cara pandang ini terjadi juga dalam praktik, terbukti banyak desa di
Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Papua, yang tidak memiliki pemerintahan desa
yang kuat dan masyarakat yang kuat. Desa semacam ini tidak menghadirkan kepala
desa sebagai pemimpin lokal yang kuat, kecuali hanya sebagai pesuruh atau “mandor”
yang meenjalankan tugas-tugas administratif dari atas. Desa tidak memberikan
manfaat kepada warga secara hakiki, kecuali hanya memberikan pelayanan
administratif. Demikian juga dengan kondisi masyarakat yang tidak memiliki inisiatif
dan swadaya yang kuat, kecuali hanya tergantung pada bantuan dari pemerintah.
Cara pandang 2: memandang desa sebagai kepanjangan tangan negara, atau disebut
sebagai desa korporatis. Desa semacam ini menampilkan pemerintah desa, khususnya
kepala desa, yang kuat dalam melayani warga dan mengontrol masyarakat,
sebagaimana diterapkan oleh Orde Baru dengan UU No. 5/1979. Masyarakat sipil tidak
tumbuh di desa, sehingga melahirkan kepala desa yang dominatif dan otokratis tanpa
kontrol dari masyarakat.
kuat, juga tidak perlu didukung dengan demokrasi perwakilan melalui Badan
Perwakilan Desa (BPD). Masyarakat, termasuk individu anggota masyarakat, menjadi
titik central perhatian cara pandang ini. Artinya setiap individu harus kuat, sadar akan
hak-haknya, dan kemudian membangun modal sosial (social capital) serta melakukan
aksi kolektif dalam wadah masyarakat untuk mencapai kehendak dan tujuan kolektif itu.
Metafora ini tentu serupa dengan Liefrinck van der Tuuk (1886-1887) yang membuat
metafora desa sebagai “republik kecil”, setelah dia melakukan penelitian di Buleleng
Bali Utara. Negara kecil bukanlah negara dalam negara, melainkan sebagai organisasi
lokal yang memiliki wilayah, kekuasaan, rakyat, sumberdaya (agraria, hutan, sungai, dan
sebagainya), livelihood, maupun budaya dan institusi (identitas, norma, nilai, aturan,
lembaga, aktor, dll). Desa sebagai negara kecil memiliki pemerintahan yang kuat
sekaligus masyarakat yang kuat. Sebagai negara kecil, desa mempunyai beberapa
makna penting:
1. Sebagai negara kecil desa berfungsi sebagai basis sosial, basis politik, basis
pemerintahan, basis ekonomi, basis budaya dan basis keamanan. Basis ini
merupakan fondasi. Jika fondasi negara kecil ini kuat maka bangunan besar atau
negara besar yang bernama NKRI akan menjadi lebih kokoh. Sebagai basis sosial,
desa merupakan tempat menyemai dan merawat modal sosial (kohesi sosial,
jembatan sosial, solidaritas sosial dan jaringan sosial) sehingga desa mampu
bertenaga secara sosial. Sebagai basis politik, desa menyediakan arena kontestasi
politik bagi kepemimpinan lokal, sekaligus arena representasi dan partisipasi warga
dalam pemerintahan dan pembangunan desa. Dengan kalimat lain, desa menjadi
arena bagi demokratisasi lokal yang paling kecil dan paling dekat dengan
warga.Sebagai basis pemerintahan, desa memiliki organisasi dan tatapemerintahan
yang mengelola kebijakan, perencanaan, keuangan dan layanan dasar yang
bermanfaat untuk warga. Sebagai basis ekonomi, desa sebenarnya mempunyai
aset-aset ekonomi (hutan, kebun, sawah, tambang, sungai, pasar, lumbung,
perikanan darat, kerajinan, wisata, dan sebagainya), yang bermanfaat untuk
sumber-sumber penghidupan bagi warga. Sudah banyak contoh yang memberi
bukti-bukti tentang identitas ekonomi yang memberikan penghidupan bagi warga:
desa cengkeh, desa kopi, desa vanili, desa keramik, desa genting, desa wisata, desa
ikan, desa kakao, desa mau, desa garam, dan lain-lain.
2. Desa sebagai negara kecil bukan hanya sekadar obyek penerima bantuan
pemerintah, tetapi sebagai subyek yang mampu melakukan emansipasi lokal (atau
otonomi dari dalam dan otonomi dari bawah) untuk mengembangkan asset-aset
lokal sebagai sumber penghidupan bersama.
3. Desa memiliki property right atau mempunyai aset dan akses terhadap sumberdaya
lokal yang dimanfaatkan secara kolektif untuk kemakmuran bersama.
4. Desa mempunyai pemerintah desa yang kuat dan mampu menjadi penggerak
potensi lokal dan memberikan perlindungan secara langsung terhadap warga,
termasuk kaum marginal dan perempuan yang lemah.
5. Pemerintahan desa yang kuat bukan dimengerti dalam bentuk pemerintah dan
kapala desa yang otokratis (misalnya dengan masa jabatan yang terlalu lama),
tetapi lebih dalam bentuk pemerintahan desa yang mempunyai kewenangan dan
anggaran memadai, sekaligus mempunyai tatapemerintahan demokratis yang
dikontrol (check and balances) oleh institusi lokal seperti Badan Perwakilan Desa
dan masyarakat setempat.
6. Desa tidak hanya memiliki lembaga kemasyarakatan korporatis (bentukan negara),
tetapi juga memiliki organisasi masyarakat sipil.
7. Desa bermartabat secara budaya, yang memiliki identitas atau sistem social budaya
yang kuat, atau memiliki kearifan lokal yang kuat untuk mengelola masyarakat dan
sumberdaya lokal.
Pesan pokok Desa dalam UU No. 6 Tahun 2014, diletakkan dalam perspektif paduan
antara konsep self governing community dengan Negara kecil (Local Self Government),
dengan menekankan keberadaan Desa sebagai organisasi masyarakat yang
berpemerintahan, yaitu mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat.
Mengatur ditunjukkan dengan hak dan kewenangan Desa membuat produk hukum
(Peraturan Desa, Peraturan Bersama Kepala Desa, dan Peraturan Kepala Desa).
Mengurus ditunjukkan dengan hak dan kewenangan Desa untuk menyelenggarakan
segala urusan yang menjadi kewenangan lokal desa, yang dijabarkan pelaksanaannya
dalam empat bidang (penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, pemberdayaan
masyarakat, dan pembinaan kemasyarakatan).
Dengan demikian, Desa menjadi paduan antara entitas masyarakat dan pemerintah. Hal
ini berbeda dengan praksis sebelumnya, baik dalam konteks penyelenggaraan
pemerintahan maupun pembangunan (misalnya melalui Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan) yang cenderung melihat dan memilah
masyarakat dengan pemerintah sebagai dua entitas yang berbeda.
UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa juga merubah secara mendasar perspektif dan pola
hubungan antara Desa dengan Negara. Desa sebagai sebuah entitas diakui keberadaan
dan haknya, sebagaimana ditegaskan dalam azas Pengakuan/Rekognisi dan
Subsidiaritas, dan Desa memiliki hubungan langsung dengan Negara, sebagaimana
diwujudkan melalui Dana Desa.
D. Kewenangan Desa
Desa sebagai sebuah entitas pemerintahan otonom (otonomi asli) dijelaskan dalam
pasal 18 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa mempunyai kewenangan
dibidang penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa,
pembinaan Kemasyarakatan desa dan Pemberdayaan Masyarakat Desa berdasarkan
prakarsa masyarakat, hak asal-usul, dan adat istiadat. Selanjutnya dalam pasal 19
Kewenangan Desa meliputi: (a) kewenangan berdasarkan asal-usul; (b) kewenangan
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 60
MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
lokal berskala desa; kewenangan yang ditugaskan oeh Pemerintah Provinsi atau
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota; (d) kewenangan lainnya yang ditugaskanoleh
pemerintah, pemerintah daerah Provinsi atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam Pasal 19 dan 103 Undang-Undang Desa disebutkan, Desa dan Desa Adat
mempunyai empat kewenangan, meliputi:
1) Kewenangan berdasarkan hak asal usul. Hal ini bebeda dengan perundang-
undangan sebelumnya yang menyebutkan bahwa urusan pemerintahan yang
sudah ada berdasarkan hak asal usul desa;
2) Kewenangan lokal berskala Desa dimana desa mempunyai kewenangan penuh
untuk mengatur dan mengurus desanya. Berbeda dengan perundang-undangan
sebelumnya yang menyebutkan, urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan
kabupaten/kota yang diserahkan pengaturannya kepada desa;
3) Kewenangan yang ditugaskan oleh pemerintah, pemerintah daerah provinsi, atau
pemerintah daerah kabupaten/kota;
4) Kewenangan lain yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi,
atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Selain kewenangan di atas, menteri dapat mentapkan jenis kewenagan desa lain sesuai
dengan situasi, kondisi dan kebutuhan lokal.
(1) Kewenangan memutuskan ada pada tingkat desa, sehingga terjadi: 1) pergeseran
kewenangan dari pemerintahan kabupaten/kota kepada Pemerintahan Desa, 2)
peningkatan volume perumusan peraturan perundang-undangan di desa berupa
Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa, dan Keputusan Kepala Desa.
(2) Adanya pembiayaan yang diberikan Kabupaten/Kota kepada Desa dalam rangka
pelaksanaan urusan pemerintahan tersebut, sehingga terjadi: 1) pergeseran
anggaran dari pos perangkat daerah kepada pos pemerintahan desa, dan 2)
adanya program pembangunan yang bisa mengatasi kebutuhan masyarakat Desa
dalam skala desa.
(3) Adanya prakarsa dan inisiatif pemerintahan desa dalam mengembangkan aspek
budaya, ekonomi, dan lingkungan hidup di wilayahnya sesuai ruang lingkup
kewenangan yang diserahkan.
(4) Adanya prakarsa dan kewenangan memutuskan oleh Pemerintah Desa sesuai
kebutuhan masyarakat Desa, sehingga keterlibatan seluruh pemangku kepentingan
(Badan Permusyawaratan Desa, Lembaga Kemasyarakatan, dan Masyarakat Desa)
dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawsan pembangunan semakin lebih
maksimal.
(5) Bila semua kebutuhan lokal dapat teratasi oleh Pemerintah Desa diharapkan akan
semakin meningkat partisipasi masyarakat dalam mendukung keberhasilan
program pemerintah.
PB Bahan Bacaan
BB 2.2.3
kehidupan manusia warga Desa yang menjangkau aspek nilai dan moral, serta
pengetahuan lokal Desa. Penguatan kapabilitas dilakukan dalam rangka peningkatan
stok pengetahuan masyarakat desa, baik melalui pendidikan formal di sekolah maupun
pendidikan diluar sekolah (non formal). Melalui penciptaan komunitas belajar dan
balai-balai rakyat sebagai media pencerahan dengan basis karakteristik sosial dan
budaya setempat. Tidak hanya sekedar menambah pengetahuan dan keterampilan,
peningkatan kapabilitas masyarakat desa merupakan modal penting dari tegaknya
harkat dan martabat masyarakat serta kemampuan masyarakat untuk mengontrol
jalannya kegiatan ekonomi dan politik.
Matra kedua dari pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa ini merupakan
suatu ikhtiar untuk mengoptimalisasikan sumberdaya di desa dalam rangka
mewujudkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat desa. Konsep Lumbung
Ekonomi Desa merupakan pengejawantahan amanat konstitusi sebagaimana yang
tertuang dalam pasal 33 UUD 1945. Yaitu amanat untuk melakukan pengorganisasian
kegiatan ekonomi berdasar atas asas kekeluargaan, penguasaan negara atas cabang-
cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang
banyak, serta penggunaan kekayaan alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Lumbung Ekonomi Desa diarahkan untuk melakukan segala tindakan yang diperlukan
untuk mewujudkan kedaulatan pangan, ketahanan energi dan kemandirian ekonomi
desa. Sebagai basis kegiatan pertanian dan perikanan, desa diharapkan mampu
memenuhi kebutuhan pangan di wilayahnya sendiri dan di wilayah lain, tanpa
melupakan penumbuhan aktivitas ekonomi produktif di sektor hilir. Optimalisasi
sumberdaya desa juga mesti tercermin dalam kesanggupan desa memenuhi kebutuhan
energi yang juga merupakan kebutuhan pokok masyarakat desa. Kemandirian ekonomi
desa tercermin dari berjalannya aktivitas ekonomi yang dinamis dan menghasilkan
penciptaan lapangan kerja secara berkelanjutan di perdesaan. Termasuk mendorong
kemampuan masyarakat desa mengorganisir sumber daya finansial di desa melalui
sistem bagi hasil guna mendukung berlangsungnya kegiatan ekonomi yang
berkeadilan.
secara nilai dan moral, serta memiliki modal sosial yang kuat, serta mampu
mengembangkan kreasi dan daya untuk menjangkau modal, jaringan dan informasi.
Pokok soal yang utama adalah membekali masyarakat dengan aset produktif yang
memadai sehingga akses terhadap sumber daya ekonomi menjadi lebih besar. Sumber
daya ekonomi harus sedapat mungkin ditahan di desa dan hanya keluar melalui proses
penciptaan nilai tambah. Di sinilah letak pentingnya intervensi inovasi dan adopsi
teknologi serta dukungan sarana dan prasarana agar proses penciptaan nilai tambah
dari kegiatan ekonomi di desa berjalan secara baik. Paradigma lama yang
menempatkan desa sebagai pusat eksploitasi sumberdaya alam dan tenaga tenaga
kerja tidak terampil (unskill labour) telah menyebabkan terus meluasnya persoalan
bangsa, mulai dari: tingginya angka kemiskinan dan pengangguran, tersingkirnya
pengetahuan dan kearifan lokal warga, terabaikannya peran strategis perempuan,
rendahnya daya saing, hingga meluasnya kerusakan lingkungan. Desa harus menjadi
sentra inovasi, baik secara sosial, ekonomi, dan teknologi. Inovasi secara sosial
dimaksudkan untuk meningkatkan soliditas dan solidaritas antarwarga dengan
memegang kuat nilai-nilai dan budaya luhur di masing-masing desa. Inovasi secara
sosial ini nantinya diharapkan dapat meningkatkan daya-lenting warga (resilience)
dalam menghadapi berbagai tantangan di depan. Inovasi secara ekonomi dimaksudkan
untuk meningkatkan kapasitas dan kapabilitas warga untuk menggeser model ekonomi
eksploitatif ke arah ekonomi inovatif yang alat ukur keberhasilannya diantaranya:
terbukanya lapangan pekerjaan di desa, meningkatnya nilai tambah produk, serta
berkurang tekanan terhadap eksploitasi sumberdaya alam secara berlebihan. Sedang
inovasi secara teknologi adalah sebuah kesadaran untuk mengembangkan teknologi
tepat guna berbasis sumberdaya alam lokal, teknologi lokal, dan sumberdaya manusia
lokal.
Matra ini merupakan suatu proses pembangunan desa sebagai bagian dari kerja
budaya (kolektivisme) yang memiliki semangat kebersamaan, persaudaraan dan
kesadaran melakukan perubahan bersama dengan pondasi nilai, norma dan spirit yang
tertanam di desa. Matra ketiga ini mensyaratkan adanya promosi pembangunan yang
meletakkan partisipasi warga dan komunitas sebagai akar gerakan sosial, ekonomi,
budaya dan lain-lain. Gerakan pembangunan Desa tidaklah tergantung pada inisiatif
orang perorang, tidak juga tergantung pada insentif material (ekonomi), tetapi lebih
dari itu semua adalah soal panggilan kultural. Berdasar Lingkar Budaya Desa, gerakan
pembangunan Desa haruslah dilakukan karena kolektivisme, yang di dalamnya terdapat
kebersamaan, persaudaraan, solidaritas, dan kesadaran untuk melakukan perubahan
secara bersama. Dana Desa dalam konteks memperkuat pembangunan dan
pemberdayaan Desa misalnya, harus dipahami agar tidak menjadi bentuk
ketergantungan baru. Ketiadaan Dana Desa tidak boleh dimaknai tidak terjadi
pembangunan. Karenanya Dana Desa haruslah menghasilkan kemajuan, bukan
kemunduran. Maka, pembangunan Desa dimaknai sebagai kerja budaya dengan norma
dan moral sebagai pondasinya, sebagai code of conduct, dan dengan begitu perilaku
ekonomi dalam kehidupan Desa akan mampu menegakkan martabat dan
mensejahterahkan.
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 65
MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Pokok Bahasan 3
TATA KELOLA DESA
Rencana Pembelajaran
SPB
Kelembagaan dalam Tata
3.1
Kelola Desa
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Menjelaskan pemangku kepentingan dalam tata kelola Desa;
2. Menjelaskan pelaku-pelaku dalam pemerintahan Desa;
3. Menjelaskan kelompok pelaku strategis dalam masyarakat;
4. Menjelaskan hubungan antar pelaku kunci.
Waktu
60Menit
Metode
Curah Pendapat, Diskusi Kelompok dan Paparan
Media
Lembar Kerja dan Media Tayang
Alat Bantu
Flipt Chart, Spidol, Laptop danInfocus
Proses Penyajian
Kegiatan 1: Pembukaan
1. Bukalah pertemuan dengan menjelaskan tujuan yang akan dicapai
dalam sesi belajar bersama ini.
Pelaku
Pemerintah Peran Hubungan
Masyarakat BPD
Desa
Rencana Pembelajaran
SPB
Musyawarah Desa
3.2
sebagaiBasis Tata Kelola
danPenggerak
DemokratisasiDesa
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Menjelaskan hakikat Musyawarah Desa;
2. Menjelaskan penyelenggaraan Musyawarah Desa;
3. Menjelaskan cakupan materi yang harus dibahas dalam Musyawarah
Desa;
4. Menjelaskan tentang peserta Musyawarah Desa;
5. Menjelaskan kedaulatan peserta Musyawarah Desa;
6. Menjelaskan pengambilan keputusan dalam Musyawarah Desa.
Waktu
60Menit
Metode
Curah Pendapat, Diskusi Kelompok dan Paparan
Media
Bahan Bacaan dan Lembar Tayang
Alat Bantu
Flipt Chart, Spidol, Laptop danInfocus
Proses Penyajian
Kegiatan 3: Pembukaan
7. Bukalah pertemuan dengan menjelaskan tujuan yang akan dicapai
dalam sesi belajar bersama ini.
Rencana Pembelajaran
SPB
Prinsip-Prinsip Tata Kelola
3.3
Desa
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Menjelaskan prinsip-prinsip tata kelola Desa (partisipatif,
transparansi, dan akuntabilitas);
2. Menjelaskan pengertian prinsip-prinsip partisipatif, transparansi dan
akuntabilitas;
3. Menjelaskan cara mewujudkan prinsip-prinsip partisipatif,
transparansi dan akuntabilitas.
Waktu
60Menit
Metode
Curah Pendapat, Diskusi Kelompok, Penugasan Perorangan dan Presentasi
Media
Bahan Bacaan dan Lembar Tayang
Alat Bantu
Flipt Chart, Spidol, Laptop danInfocus
Proses Penyajian
Kegiatan 5: Pembukaan
11. Bukalah pertemuan dengan menjelaskan tujuan yang akan dicapai
dalam sesi belajar bersama ini.
PB Bahan Bacaan
Bahan Bacaan 1
MUSYAWARAH DESA
Istilah musyawarah berasal dari kata syawara yaitu berasal dari Bahasa Arab yang
berarti berunding, urun rembuk atau mengatakan dan mengajukan sesuatu. Istilah lain
dalam tata Negara Indonesia dan kehidupan modern tentang musyawarah dikenal
dengan sebutan “syuro”, “rembug desa”, “kerapatan nagari” bahkan “demokrasi”. Kata
Musyawarah menurut bahasa berarti "berunding" dan "berembuk". Pengertian
musyarawarah menurut istilah adalah perundingan bersama antara dua orang atau
lebih untuk mendapatkan keputusan yang terbaik. Musyawarah adalah pengambilan
keputusan bersama yang telah disepakati dalam memecahkan suatu masalah. Cara
pengambilan keputusan bersama dibuat apabila keputusan tersebut menyangkut
kepentingan orang banyak atau masyarakat luas.
Musyawarah Desa merupakan forum tertinggi di Desa yang berfungsi untuk mengambil
keputusan atas hal-hal yang bersifat strategis. Menempatkan Musyawarah Desa
sebagai bagian dari kerangka kerja demokratisasi dimaksudkan untuk mengedepankan
Musyawarah Desa yang menjadi mekanisme utama pengambilan keputusan Desa.
Dengan demikian, perhatian khusus terhadap Musyawarah Desa merupakan bagian
integral terhadap kerangka kerja demokratisasi Desa. Dalam Undang-Undang No. 6
Tahun 2014 tentang Desa mendefinisikan musyawarah Desa atau yang disebut dengan
nama lain adalah musyawarah antara BPD, Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat
yang diselenggarakan oleh Badan Permusyawaratan Desa untuk menyepakati hal yang
bersifat strategis.
Musyawarah desa merupakan institusi dan proses demokrasi deliberatif yang berbasis
desa. Secara historis musyawarah desa merupakan tradisi masyarakat lokal Indonesia.
Salah satu model musyawarah desa yang telah lama hidup dan dikenal di
tengahtengah masyarakat desa adalah Rapat Desa (rembug Desa) yang ada di Jawa.
Dalam tradisi rapat desa selalu diusahakan untuk tetap memperhatikan setiap aspirasi
dan kepentingan warga sehingga usulan masyarakat dapat terakomodasi dan
memperkecil munculnya konflik di masyarakat.
Setiap orang pasti memiliki ide atau gagasan yang dapat diungkapkan dalam
memecahkan suatu permasalahan yang sedang dibahas. Dengan mengikuti
musyawarah, seseorang diberikan ruang untuk melatih mengutarakan pendapat
yang nantinya akan dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam mencari jalan
keluar.
Keputusan yang diambil dalam suatu Musyawarah Desa tidak boleh merugikan
salah satu pihak atau peserta dalam musyawarah. Agar nantinya hasil yang
diputuskan tersebut dapat diterima dan dilaksanakan oleh seluruh peserta dengan
penuh keikhlasan.
Dalam sebuah Musyawarah Desa tentu akan ditemui beberapa pendapat yang
berbeda dalam menyelesaikan suatu masalah yang menyangkut kepentingan
bersama. Disitulah letak keindahan dari musyawarah. Nantinya pendapat-pendapat
tersebut akan di kumpulkan dan ditelaah secara bersama-sama baik dan buruknya,
sehingga diakhir Musyawarah Desa akan terpilih satu dari sekian pendapat yang
berbeda tersebut, sebagai hasil keputusan bersama yang diambil untuk
menyelesaikan masalah yang sedang terjadi yang tentunya menyangkut
kepentingan bersama.
6. Adanya kebersamaan
Dalam Musyawarah Desa, setiap orang bisa bertemu dengan beberapa karakter
yang berbeda dari peserta. Di dalamnya bisa bersilaturahmi dan mempererat
hubungan tali persaudaraan antar sesama peserta.
Hasil keputusan akhir yang diambil dalam Musyawarah Desa merupakan keputusan
seluruh pemangku kepentingan bukan menjadi milik elit atau kelompok saja.
Keptutusan Musyawarah Desa bersifat final, benar, sah dan mengikat. Hasil
keputusan itu harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya oleh setiap pesertanya.
9. Menghindari celaan
PB Bahan Bacaan
Bahan Bacaan 2
Pimpinan Musyawarah
Pendamping Desa
Pimpinan Musyawarah Desa dapat meminta pendamping Desa yang berasal dari
satuan kerja prangkat daerah kabupaten/kota, pendamping profesional dan/atau pihak
ketiga untuk membantu memfasilitasi jalannya Musyawarah Desa.
Pendamping Desa tidak memiliki hak untuk berbicara yang bersifat memutuskan
sebuah kebijakan publik terkait hal strategis yang sedang dimusyawarahkan.
Pendamping Desa melakukan tugas sebagai berikut:
(1) Memberikan informasi yang benar dan lengkap tentang pokok pembicaraan;
(2) Mengklarifikasi arah pembicaraan dalam musyawarah desa yang sudah
menyimpang dari pokok pembicaraan;
(3) Membantu mencarikan jalan keluar; dan
(4) Mencegah terjadinya konflik dan pertentangan antarpeserta yang dapat
berakibat pada tindakan melawan hukum.
(1) Mereka yang bukan warga Desa yang hadir dalam Musyawarah Desa atas
undangan Ketua Badan Permusyawaratan Desa; dan
(2) Anggota masyarakat Desa yang hadir dalam Musyawarah Desa atas undangan
tidak resmi tetapi tidak mendaftar diri kepada panitia.
Peninjau dan wartawan adalah mereka yang hadir dalam Musyawarah Desa tanpa
undangan Ketua Badan Permusyawaratan Desa. Beberapa ketentuan yang perlu
diperhatikan sebagai peninjau Musyawarah Desa, diantaranya:
(1) Peninjau dan wartawan tidak mempunyai hak suara, hak bicara, dan tidak
boleh menyatakan sesuatu, baik dengan perkataan maupun perbuatan;
(2) Peninjau dan wartawan mendaftarkan kehadiran dalam Musyawarah Desa
melalui panitia Musyawarah Desa;
(3) Peninjau dan wartawan membawa bukti pendaftaran kehadiran dalam
Musyawarah Desa;
(4) Peninjau menempati tempat yang sama dengan undangan;
(5) Wartawan menempati tempat yang disediakan. Peninjau dan wartawan harus
menaati tata tertib Musyawarah Desa.
Pengaturan Pembicaraan
Pimpinan Musyawarah Desa menjaga agar ketentuan tata tertib musyawarah tetap
dipatuhi oleh undangan, peninjau dan wartawan. Pimpinan Musyawarah Desa dapat
meminta agar undangan, peninjau, dan/atau wartawan yang mengganggu ketertiban
Musyawarah Desa meninggalkan ruang musyawarah dan apabila permintaan itu tidak
diindahkan, yang bersangkutan dikeluarkan dengan paksa dari ruang musyawarah atas
perintah pimpinan Musyawarah Desa.
Pimpinan Musyawarah Desa dapat menutup atau menunda acara musyawarah apabila
terjadi peristiwa yang tidak diduga dan dapat mengganggu kelancaran musyawarah.
Lamanya penundaan acara musyawarah tidak boleh lebih dari 24 (dua puluh empat)
jam.
(1) Pimpinan Musyawarah Desa dapat menutup atau menunda Musyawarah Desa
apabila berpendapat bahwa acara Musyawarah Desa tidak mungkin
dilanjutkan karena terjadi peristiwa yang yang mengganggu ketertiban
Musyawarah Desa atau perbuatan yang menganjurkan peserta Musyawarah
Desa untuk melakukan tindakan yang bertentangan dengan hukum
(2) Dalam hal kejadian luar biasa, Pimpinan Musyawarah Desa dapat menutup
atau menunda acara Musyawarah Desa yang sedang berlangsung dengan
meminta persetujuan dari peserta Musyawarah Desa;
(3) Lama penundaan Musyawarah Desa, tidak boleh lebih dari 24 (dua puluh
empat) jam.
Sekretaris Musyawarah Desa bertugas untuk menyusun risalah, catatan dan laporan
singkat Musyawarah Desa. Sekretaris Musyawarah Desa menyusun risalah untuk
dibagikan kepada peserta dan pihak yang bersangkutan setelah acara Musyawarah
Desa selesai. Risalah Musyawarah Desa secara terbuka dapat dipublikasikan melalui
media komunikasi yang ada di desa agar diketahui oleh seluruh masyarakat desa.
Risalah adalah catatan Musyawarah Desa yang dibuat secara lengkap dan berisi seluruh
jalannya pembicaraan yang dilakukan dalam pembahasan serta dilengkapi dengan
catatan tentang:
PB Bahan Bacaan
Bahan Bacaan 3
Dalam Permendesa No. 2/2015 tentang Tata Tertib dan Mekanisme Pengambilan
Keputusan Musyawarah Desa Pasal 45-56 Pengambilan keputusan dalam Musyawarah
Desa pada dasarnya dilakukan dengan cara musyawarah untuk mufakat. Dalam hal cara
pengambilan keputusan tidak terpenuhi, keputusan diambil berdasarkan suara
terbanyak.
c. Pemungutan Suara
Keputusan berdasarkan suara terbanyak adalah sah apabila diambil dalam Musyawarah
Desa dihadiri dan disetujui oleh separuh ditambah 1 (satu) orang dari jumlah peserta
yang hadir. Jika dalam keputusan tidak tercapai dengan 1 (satu) kali pemungutan suara,
diupayakan agar ditemukan jalan keluar yang disepakati atau dapat dilakukan
pemungutan suara secara berjenjang.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemungutan suara secara rahasia, yaitu:
(1) Pemberian suara secara rahasia dapat juga dilakukan dengan cara lain yang tetap
menjamin sifat kerahasiaan. (2) Dalam hal hasil pemungutan suara tidak memenuhi
ketentuan, pemungutan suara diulang sekali lagi dalam musyawarah saat itu juga. (3)
Dalam hal hasil pemungutan suara ulang, tidak juga memenuhi ketentuan,
pemungutan suara secara rahasia.
Desa, Berita Acara ditandatangani oleh yang mewakili Kepala Desa yang ditunjuk secara
tertulis oleh Kepala Desa.
f. Penyelesaian Perselisihan
Seringkali dalam penyelesaian masalah tidak ditemukan titik temu atau kesepakatan
para pihak meskipun sudah dilakukan pertemuan atau musyawarah secara intensif.
Demikian halnya dalam Musyawarah Desa apabila terjadi perselisihan, maka perlu
ditemukan jalan keluarnya dengan mengedepankan nilai-nilai atau semangat
kebersamaan dan kekeluargaan. Apabila terjadi perselisihan di desa sebagai dampak
dari adanya ketidaksepakatan antarpeserta Musyawarah Desa, penyelesaiannya
difasilitasi dan diselesaikan oleh camat atau sebutan lain. Penyelesaian perselisihan
bersifat final dan ditetapkan dalam berita acara yang ditandatangani oleh para pihak
dan pejabat yang memfasilitasi penyelesaian perselisihan.
PB Bahan Bacaan
Bahan Bacaan 4
Pengertian
Dalam setiap Musyawarah Desa pimpinan harus membuat notulen hasil pembahasan
untuk dicatat dan didokumentasikan mencatat dan mendokumentasikan setiap ide,
gagasan, peristiwa dan catatan yang berkembang dalam pembahasan masalah.
Notulen merupakan catatan singkat mengenai jalannya persidangan dalam
Musyawarah Desa serta hal yang dibicarakan dan diputuskan. Seseorang yang ditunjuk
untuk menjadi penulis risalah disebut notulis. Notulen musyawarah secara sederhana
diartikan sebagai laporan atau pencatatan secara kata demi kata seluruh pembicaraan
dalam musyawarah, tanpa menghilangkan atau menambahkan kata lain (kata dari
notulis).
Fungsi Notulen
Fungsi notulen dalam Musyawarah Desa, yaitu: (1) Dokumen dan alat bukti; (2) Sumber
informasi untuk peserta yang tidak hadir; (3) Pedoman untuk musyawarah berikutnya;
(4) Alat pengingat untuk peserta musyawarah; (5) Alat untuk pertemuan semu.
Karakteristik Notulen
Notulen Musaywarah Desa yang baik harus memenuhi beberapa kriteria sebagai
berikut: (1) Lengkap berisi semua informasi walaupun dalam penulisannya ringkas, tidak
bertele-tele: (2) Bahasa notulen mudah dipahami peserta musyawarah; (3) Setiap
pembicaraan ditulis secara terperinci dan satu sama lain saling terkait; (4) Dapat
membantu pimpinan dalam pengambilan kebijakan dan keputusan; (5) Dapat dijadikan
alat bukti, bila terjadi sesuatu permasalahan atau sebagai alat bukti di pengadilan dan
lain-lain; (6) Dapat membantu mengingatkan kembali bagi pemangku kepentingan
terkait bila memerlukan lagi notulen tersebut.
Menjadi seorang notulis yang handal diperlukan beberapa keahlian yang harus dimiliki,
yaitu: (1) Mendengarkan dan menulis; (2) Memilah dan memilih hal yang penting dan
yang tidak penting; (3) Konsentrasi yang tinggi; (4) Menulis cepat/stenografi/shorthand;
(5) Bersikap objektif dan jujur; (6) Menguasai bahasa teknis atau baku; (7) Menguasai
materi pembahasan; (8) Mengetahui dan memenuhi kebutuhan pembaca notulen; (9)
Mengemukakan hasil mendengarkan dengan cepat, ringkas, dan tepat; (10) Menguasai
metode pencatatan secara sistematis; (11) Menguasai metode pengolahan data; (12)
Menguasai berbagai hal yang berkaitan dengan musyawarah; dan (13) Menyimpulkan
hasil musyawarah.
Kewenangan Notulis
Seorang notulis dalam Musyawarah Desa memiliki hak dan kewajiban yang melekat
dalam tugasnya agar menghasilkan catatan atau resume hasil musyawarah yang utuh
dan baik. Berikut ini diuraikan beberapa keistimewaan yang harus diperoleh notulis.
yaitu: (1) Notulis diberi informasi terkait latar belakang, tujuan musyawarah, pokok
masalah dan jenis musyawarah sebelum dilaksanakan. Notulis harus mengetahui
susunan acara termasuk pokok masalah atau materi yang akan dibahas oleh peserta
agar dapat dipelajari sehingga memudahkan dalam menyusun notulen; (2) Notulis
diberi dokumen atau makalah yang dibagikan kepada peserta musyawarah yang lain
pada saat pelaksanaan musyawarah; (3) Notulis diperbolehkan untuk meminta agar
peserta musyawarah menjelaskan atau menyempurnakan kesimpulan yang
dikemukakan notulis; (4) Notulis mempunyai kesempatan untuk mengajukan
pertanyaan pada saat musyawarah berlangsung; (5) Setiap sesi berakhir notulis
mempunyai hak untuk memperoleh rangkuman dan kesimpulan musyawarah; (6) Agar
dapat menyempurnakan notulennya, notulis berhak berbicara pada setiap sesi
pembahasan; (7) Notulis duduk di sebelah pemimpin musyawarah, agar mudah
berkomunikasi dan memperoleh informasi secara maksimal. Pemimpin musyawarah
dapat menyampaikan bahasa isyarat. petunjuk. bisikan atau surat kecil; (8) Apabila
musyawarah berlangsung terlalu lama, maka perlu disiapkan beberapa orang untuk
menjadi notulis. Setiap acara berlangsung dua jam. Notulis digantikan dengan yang
orang lain karena pekerjaan notulis membutuhkan konsentrasi yang tinggi dan
melelahkan. Bahkan dalam musyawarah yang besar notulis diganti setiap setengah jam;
(9) Ketika menyusun notulen, seorang notulis tidak boleh mengerjakan hal lain karena
memerlukan konsentrasi yang penuh; (10) Jika musyawarah membutuhkan waktu
pengkajian yang lebih lama dan berlangsung alot serta rumit, maka notulis berhak
memperoleh keleluasaan untuk menyusun notulen akhir. Perbandingan waktu antara
mengolah data dengan lamanya musyawarah yaitu 3:1. Artinya musyawarah
berlangsung selama 1 jam, maka setelah musyawarah waktu yang dibutuhkan notulis
untuk mengolah data hasil musyawarah ialah selama 3 jam.
Isi notulen. Notulen hasil musyawarah yang baik adalah yang ringkas tetapi lengkap
serta jelas. Notulen yang lengkap berisi hal-hal sebagai berikut: (1) Nama badan atau
lembaga yang menyelenggarakan Musyawarah Desa; (2) Sifat musyawarah (rutin, biasa,
luar biasa, tahunan, rahasia dan lain-lain); (3) Hari dan tanggal diselenggarakan
Musyawatah Desa; (4) Tempat musyawarah; (5) Waktu mulai dan berakhirnya (kalau
tidak pasti ditulis sampai dengan selesai); (6) Nama dan jabatan pimpinan musyawarah;
(7) Daftar hadir peserta; (8) Koreksi dan perbaikan Musyawarah Desa yang terdahulu;
(9) Catatan semua persoalan yang belum ada keputusan; (10) Usul-usul atau perbaikan;
(11) Tanggal atau bulan kapan akan diadakan musyawarah kembali; (12) Penundaan
musyawarah dan tanggal penundaan (bila perlu); (13) Tanda tangan notulis dan
pimpinan musyawarah.
Notulen harus disusun secara berurutan sesuai dengan topik dan subtopik pembahasan
agar tidak mudah bagi pembaca untuk mempelajari dan merangkai peristiwa. Berikut
ini diuraikan susunan notulen musyawarah: (1) Nomor pertemuan (musyawarah) dan
jenis musyawarah perlu disebutkan; (2) Jam dimulai pertemuan harus disebutkan
demikian waktu berakhirnya, Apabila belum pasti selesainya, maka ditulis mulai pukul
8.00 sampai selesai; (3) Daftar hadir semua ditandatangani oleh peserta dan harus
dilampirkan pada notulen; (4) Meskipun notulen ditulis secara ringkas, tetapi setiap
pembicaraan harus disebutkan namanya; (5) Nama pendukung, terutama yang tidak
disetujui jangan dituliskan, lebih baik ditulis; (6) Setelah musyawarah selesai notulis
mengoreksi kembali setiap catatan penting dan menyalin kembali atau di ketik dan
disimpan dalam penyimpanan, dan ditandatangani oleh notulis serta Ketua; (7) Bila
perlu digandakan untuk dibagikan pada yang tidak hadir pada waktu musyawarah, atau
dibagikan pada waktu musyawarah berikutnya.
Pokok Bahasan 4
PEMBANGUNAN DESA
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Memahami tujuan pembangunan Desa;
2. Menyebutkan pemangku kepentingan pembangunan Desa;
3. Memahami pengertian pendekatan “Desa Membangun”;
4. Memahami kaidah pembangunan Desa (sesuai prinsip tata kelola
Desa, mencakup semua aspek kehidupan berdesa, prakarsa dan
keswadayaan warga, inklusif);
5. Mengetahui kaitan pembangunan Desa dengan keharusan mengurus
dirinya sendiri;
6. Mengetahui pembangunan Desa sebagai perwujudan kewenangan
lokal berskala Desa;
7. Memahami pembangunan sebagai proses yang sistematis.
Waktu
90Menit
Metode
Penugasan perorangan, Diskusi, Presentasi, Curah pendapat, dan
Penugasan Kelompok
Media
Lembar curah pendapat, Lembar kerja kelompok, dan Slide presentasi
Alat Bantu
Flipt Chart, Spidol, Laptop danInfocus
Proses Penyajian
Kegiatan 1: Pembukaan
1. Menjelaskan mengenai sub pokok bahasan serta tujuan sub pokok
bahasan yang akan disampaikan.
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Menjelaskan pengertian perencanaan pembangunan Desa;
2. Menjelaskan jenis dokumen perencanaan pembangunan Desa;
3. Menjelaskan alur proses dan tahapan kegiatan penyusunan RPJM
Desa;
4. Menjelaskan alur proses dan tahapan kegiatan penyusunan RKP Desa;
5. Menjelaskan pokok-pokok materi/isi RKP Desa;
6. Menjelaskan alur proses dan tahapan kegiatan penyusunan APB
Desa;
7. Menjelaskan struktur APB Desa.
Peserta Dapat:
1. Memfasilitasi keterwakilan perempuan dalam Tim Penyusun RPJM
Desa;
2. Memfasilitasi penyusunan rencana kerja Tim Penyusun RPJM Desa;
3. Memfasilitasi pembaruan data dan sketsa desa;
4. Memfasilitasi kajian potensi dan masalah desa;
5. Memfasilitasi penyusunan Rancangan RKP Desa;
6. Memfasilitasi penyusunan belanja bidang pembinaan kemasyarakatan
dan pemberdayaan;
7. Memfasilitasi perhitungan alokasi Siltap dan Operasional terkait
dengan Pendapatan dari swadaya.
Waktu
6 JPL (270Menit)
Metode
Penugasan perorangan, Diskusi, Penugasan Kelompok dan Presentasi
Media
Lembar diskusi, Lembar penugasan kelompok dan Slide
Alat Bantu
Flipt Chart, Spidol, Laptop danInfocus
Proses Penyajian
Kegiatan 4: Pembukaan
8. Menjelaskan mengenai sub pokok bahasan serta tujuan sub pokok
bahasan yang akan disampaikan.
Kesesuaian dengan
No. Fokus Pencermatan Hasil pencermatan
Aturan
1. Sistimatika RKP Desa Bab I .................... Sudah sesuai dengan
Bab II ................... Permendagri No.
Bab III ……………. 114/2015
Dst
Kesesuaian dengan
No. Fokus Pencermatan Hasil pencermatan
Aturan
1. Sistematika RKP Desa
2. Format (kelengkapan
dokumen) RKP Desa
1 2 3 6
PENDAPATAN
JUMLAH PENDAPATAN
BELANJA
Alat Tulis Kantor 2.000.000
1 2 3 6
Benda POS 600.000
Pakaian Dinas dan Atribut 5.000.000
Pakaian Dinas
Alat dan Bahan Kebersihan 120.000
Perjalanan Dinas 6.000.000
Pemeliharaan 3.000.000
Air, Listrik,dan Telepon 1.500.000
Honor 7.000.000
Komputer 24.000.000
Meja dan Kursi 8.000.000
Mesin TIK 400.000
Motor 12.000.000
Operasional RT/ RW
Belanja Barang dan Jasa
ATK 6.000.000
Penggadaan 2.500.000
Komsumsi Rapat 4.500.000
Operasional BPD
Belanja Barang dan Jasa
ATK 2.000.000
Penggandaan 1.000.000
Konsumsi Rapat 3.000.000
1 2 3 6
Honor pelatih 12.000.000
Konsumsi 8.000.000
Bahan pelatihan 15.000.000
1 1 2 Hasil Aset
1 1 2 1
1 1 2 2
1 1 2 3
1 1 2 4
1 1 3
1 1 4
1 2 Pendapatan Transfer
1 2 1
1 2 2
1 2 3
1 2 4 Bantuan Keuangan
1 2 4 1
1 2 4 2
JUMLAH PENDAPATAN
2 BELANJA
2 1 Bidang Penyelenggaraan Pemerintahan Desa
Kode
Uraian Anggaran(Rp.) Ket.
Rekening
1 2 3 6
2 1 1 1
2 1 2 Operasional Perkantoran
2 1 2 2
2 1 2 3
2 1 3
2 1 3 2
2 1 4
2 1 4 2
2 2 1 3
Kode
Uraian Anggaran(Rp.) Ket.
Rekening
1 2 3 6
2 2 2
2 2 2 2
2 2 2 3
2 2 3 Kegiatan……………………………
2 3 Bidang Pembinaan Kemasyarakatan
2 3 1
2 3 1 2
2 3 2
2 4 2
2 5 2
JUMLAH BELANJA
SURPLUS / DEFISIT
3 PEMBIAYAAN
3 1 Penerimaan Pembiayaan
3 1 1
3 1 2
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 109
MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Kode
Uraian Anggaran(Rp.) Ket.
Rekening
1 2 3 6
3 1 3
JUMLAH ( RP )
3 2 Pengeluaran Pembiayaan
3 2 1
3 2 2
JUMLAH ( RP )
Disetujui Oleh,
Kepala Desa ........................
TTD
(...............................)
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Menjelaskan pengertian pengelolaan keuangan Desa;
2. Menjelaskan alur proses dan tahapan kegiatan pengelolaan keuangan
Desa;
3. Menjelaskan ketentuan pokok pengelolaan keuangan Desa;
4. Menjelaskan prinsip-prinsip pengelolaan keuangan Desa.
Peserta dapat:
1. Memfasilitasi penyusunan RAB/RPD;
2. Memfasilitasi pengajuan SPP;
3. Memfasilitasi penyusunan rencana kerja pelaksanaan kegiatan;
4. Memfasilitasi proses pengadaan barang dan jasa di Desa;
5. Memfasilitasi keterwakilan perempuan dalam pembentukan
pelaksana kegiatan;
6. Memfasilitasi pengerjaan buku kas umum;
8. Memfasilitasi penyusunan laporan realisasi APB Desa.
Waktu
8 JPL (360Menit)
Metode
Penugasan perorangan, Diskusi, Penugasan Kelompok dan Presentasi
Media
Lembar diskusi, Lembar penugasan kelompok dan Slide
Alat Bantu
Flipt Chart, Spidol, Laptop danInfocus
Proses Penyajian
Kegiatan 9: Pembukaan
28. Menjelaskan mengenai sub pokok bahasan serta tujuan sub pokok
bahasan yang akan disampaikan.
Kartu ke 1
PERENCANAAN
Kartu ke 2
PELAKSANAAN
Kartu ke 3
PENATAUSAHAAN
Kartu ke 4
PELAPORAN
Kartu ke 5
PERTANGGUNGJAWABAN
Kartu ke 6
PEMERIKSAAN
Prinsip Makna
Transparan Semua kegiatan dan informasi terkait Pengelolaan
Keuangan Desa dapat diketahui dan diawasi oleh pihak
lain yang berwenang.
Akuntabel Setiap tindakan atau kinerja pemerintah/lembaga dapat
dipertanggungjawabkan kepada pihak-pihak yang
memiliki hak atau berkewenangan untuk meminta
keterangan akan pertanggungjawaban.
Menyusun RAB
1. Bidang : ..............................
2. Kegiatan : ..............................
3. Waktu Pelaksanaan :..............................
Rincian Pendanaan :
NO. URAIAN VOLUME HARGA JUMLAH
SATUAN (Rp.)
(Rp.)
1 2 3 4 5
JUMLAH (Rp.)
…………………………………… …………………………………….
Cara pengisian :
1. Bidang diisi dengan kode rekening berdasarkan klasifikasi kelompok
belanja desa.
2. Kegiatan diisi dengan kode rekening sesuai dengan urutan kegiatan
dalam APBDesa.
3. kolom 1 diisi dengan nomor urut.
4. kolom 2 diisi dengan uraian berupa rincian kebutuhan dalam kegiatan.
5. kolom 3 diisi dengan volume dapat berupa jumlah orang/barang.
6. kolom 4 diisi dengan harga satuan yang merupakan besaran untuk
membayar orang/barang.
7. kolom 5 diisi dengan jumlah perkalian antara kolom 3 dengan kolom 4.
1. Bidang : ..............................
2. Kegiatan : ..............................
3. Waktu Pelaksanaan :..............................
Rincian Pendanaan:
NO. URAIAN PAGU PENCAIRAN PERMINTAAN JUMLAH SISA
ANGGARAN S.D. YG SEKARANG SAMPAI DANA
LALU SAAT INI
(Rp.) (Rp.) (Rp.) (Rp.) (Rp.)
JUMLAH
…………………………………… …………………………………….
…………………………………… …………………………………….
Petunjuk pengisian:
1. Bidang diisi dengan kode rekening berdasarkan klasifikasi kelompok belanja
desa.
2. Kegiatan diisi dengan kode rekening sesuai dengan urutan kegiatan dalam
APBDesa.
3. Kolom 1 dengan nomor urut.
4. Kolom 2 diisi dengan rincian penggunaan dana sesuai rencana kegiatan.
5. Kolom 3 diisi dengan rincian pagu dana sesuai dengan rencana kegiatan.
6. Kolom 4 diisi dengan rincian jumlah anggaran yang telah dibayar sebelumnya.
7. Kolom 5 diisi dengan rincian yang dimintakan untuk dibayar.
8. Kolom 6 diisi dengan jumlah permintaan dana sampai saat ini.
9. Kolom 7 diisi dengan sisa anggaran
Pelaksana Kegiatan
Cara pengisian:
1. Bidang diisi berdasarkan klasifikasi kelompok.
2. Kegiatan diisi sesuai dengan yang ditetapkan dalam APBDesa.
3. Kolom 1 diisi dengan nomor urut.
4. Kolom 2 diisi dengan tanggal transaksi.
5. Kolom 3 diisi dengan uraian transaksi.
6. Kolom 4 diisi dengan jumlah rupiah yang diterima bendahara.
7. Kolom 5 diisi dengan jumlah rupiah yang diterima dari masyarakat.
8. Kolom 6 diisi dengan nomor bukti transaksi.
9. Kolom 7 diisi dengan jenis pengeluaran belanja barang dan jasa.
10. Kolom 8 diisi dengan jenis pengeluaran belanja modal.
11. Kolom 9 diisi dengan jumlah rupiah yang dikembalikan kepada bendahara.
12. Kolom 10 diisi dengan jumlah saldo kas dalam rupiah.
JUMLAH SALDO
KODE
No. Tgl. URAIAN PENERIMAAN PENGELUARAN NO BUKTI PENGELUARAN
REKENING
(Rp.) (Rp.) KOMULATIF
1 2 3 4 5 6 7 8 9
………………………………….. ………………………….
Cara Pengisian :
Kolom 1diisi dengan nomor urut penerima kas atau pengeluaran kas
Kolom 2 diisi dengan tanggal penerimaan kas atau pengeluaran kas
Kolom 3 diisi dengan kode rekening penerimaan kas atau pengeluaran kas
Kolom 4 diisi dengan uraian transaksi penerimaan kas atau pengeluaran kas
Kolom 5 diisi dengan jumlah rupiah penerimaan kas
Kolom 6 diisi dengan jumlah rupiah pengeluaran kas
Kolom 7 diisi dengan nomor bukti transaksi
Kolom 8 diisi dengan penjumlahan komulatif pengeluaran kas
Kolom 9 diisi dengan saldo kas.
Catatan :
sebelum ditandatangani Kepala Desa wajib di periksa dan di paraf oleh Sekretaris Desa.
1 2 Pendapatan Transfer
1 2 1 Dana Desa
1 2 2 Bagian dari hasil pajak
&retribusi daerah kabupaten/
kota
1 2 3 Alokasi Dana Desa
1 2 4 Bantuan Keuangan
1 2 4 1 Bantuan Provinsi
1 2 4 2 Bantuan Kabupaten / Kota
JUMLAH PENDAPATAN
2 BELANJA
2 1 Bidang Penyelenggaraan
Pemerintahan Desa
2 1 1 Penghasilan Tetap dan
Tunjangan
2 1 1 1 Belanja Pegawai:
- Penghasilan Tetap Kepala
Desa dan Perangkat
- Tunjangan Kepala Desa dan
Perangkat
- Tunjangan BPD
2 1 2 Operasional Perkantoran
2 1 2 2 Belanja Barang dan Jasa
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 121
MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
2 1 2 3 Belanja Modal
- Komputer
- Meja dan Kursi
- Mesin TIK
- dst……………………..
2 1 3 Operasional BPD
2 1 3 2 Belanja Barang dan Jasa
- ATK
- Penggandaan
- Konsumsi Rapat
- dst…………………….
2 1 4 Operasional RT/ RW
2 1 4 2 Belanja Barang dan Jasa
- ATK
- Penggadaan
- Konsumsi Rapat
- dst ………………………….
2 2 Bidang Pelaksanaan
Pembangunan Desa
2 2 1 Perbaikan Saluran Irigasi
2 2 1 2 Belanja Barang dan jasa
- Upah Kerja
- Honor
- dst………………..
2 2 1 3 Belanja Modal
- Semen
- Material
- dst…………
2 2 3 Kegiatan…………………………
…
2 3 Bidang Pembinaan
Kemasyarakatan
2 3 1 Kegiatan Pembinaan
Ketentraman dan Ketertiban
2 3 1 2 Belanja Barang dan Jasa:
- Honor Pelatih
- Konsumsi
- Bahan Pelatihan
- dst…………………
2 3 2 Kegiatan…………………….
2 4 Bidang Pemberdayaan
Masyarakat
2 4 1 Kegiatan Pelatihan Kepala
Desa dan Perangkat
2 4 1 2 Belanja Barang dan Jasa:
- Honor pelatih
- Konsumsi
- Bahan pelatihan
- dst…………………
2 4 2 Kegiatan………………………..
2 5 2 Kegiatan………………………
JUMLAH BELANJA
SURPLUS / DEFISIT
3 PEMBIAYAAN
3 1 Penerimaan Pembiayaan
3 1 1 SILPA
3 1 2 Pencairan Dana Cadangan
3 1 3 Hasil Kekayaan Desa Yang di
pisahkan
JUMLAH ( RP )
3 2 Pengeluaran Pembiayaan
3 2 1 Pembentukan Dana
Cadangan
3 2 2 Penyertaan Modal Desa
JUMLAH ( RP )
DISETUJUI OLEH
KEPALA DESA ………………………
TTD
(……………………………….)
1 2 Pendapatan Transfer
1 2 1 Dana Desa
1 2 2 Bagian dari hasil pajak
&retribusi daerah kabupaten/
kota
1 2 3 Alokasi Dana Desa
1 2 4 Bantuan Keuangan
1 2 4 1 Bantuan Provinsi
1 2 4 2 Bantuan Kabupaten / Kota
JUMLAH PENDAPATAN
2 BELANJA
2 1 Bidang Penyelenggaraan
Pemerintahan Desa
2 1 2 3 Belanja Modal
- Komputer
- Meja dan Kursi
- Mesin TIK
- dst……………………..
2 1 3 Operasional BPD
2 1 3 2 Belanja Barang dan Jasa
- ATK
- Penggandaan
- Konsumsi Rapat
- dst…………………….
2 1 4 Operasional RT/ RW
2 1 4 2 Belanja Barang dan Jasa
- ATK
- Penggadaan
- Konsumsi Rapat
- dst ………………………….
2 2 Bidang Pelaksanaan
Pembangunan Desa
2 2 1 Perbaikan Saluran Irigasi
2 2 1 2 Belanja Barang dan jasa
- Upah Kerja
- Honor
- dst………………..
2 2 1 3 Belanja Modal
- Semen
- Material
- dst…………
2 2 3 Kegiatan…………………………
…
2 3 Bidang Pembinaan
Kemasyarakatan
2 3 1 Kegiatan Pembinaan
Ketentraman dan Ketertiban
2 3 1 2 Belanja Barang dan Jasa:
- Honor Pelatih
- Konsumsi
- Bahan Pelatihan
- dst…………………
2 3 2 Kegiatan…………………….
2 4 Bidang Pemberdayaan
Masyarakat
2 4 1 Kegiatan Pelatihan Kepala
Desa dan Perangkat
2 4 1 2 Belanja Barang dan Jasa:
- Honor pelatih
- Konsumsi
- Bahan pelatihan
- dst…………………
2 4 2 Kegiatan………………………..
2 5 2 Kegiatan………………………
JUMLAH BELANJA
SURPLUS / DEFISIT
3 PEMBIAYAAN
3 1 Penerimaan Pembiayaan
3 1 1 SILPA
3 1 2 Pencairan Dana Cadangan
3 1 3 Hasil Kekayaan Desa Yang di
pisahkan
JUMLAH ( RP )
3 2 Pengeluaran Pembiayaan
3 2 1 Pembentukan Dana
Cadangan
3 2 2 Penyertaan Modal Desa
JUMLAH ( RP )
DISETUJUI OLEH
KEPALA DESA ………………………
TTD
(……………………………….)
Prinsip
Tahapan Kegiatan Tantangan
Transparansi Akuntabilitas
PPD Pembentukan Tim
Penyusunan RKP
PB Bahan Bacaan
4 Pembangunan Desa
Bahan Bacaan 1
Pemerintah Desa menyusun RKP Desa sebagai penjabaran RPJM Desa. RKP Desa
disusun oleh Pemerintah Desa sesuai dengan informasi dari pemerintah daerah
kabupaten/kota berkaitan dengan pagu indikatif Desa dan rencana kegiatan
Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota.RKP
Desa mulai disusun oleh pemerintah Desa pada bulan Juli tahun berjalan. RKP Desa
ditetapkan dengan peraturan Desa paling lambat akhir bulan September tahun
berjalan. RKP Desa menjadi dasar penetapan APB Desa.
Kegiatan Penyusunan RKPDesa
Kepala Desa menyusun RKP Desa dengan mengikutsertakan masyarakat Desa,
dilakukan dengan kegiatan yang meliputi:
1) penyusunan perencanaan pembangunan Desa melalui musyawarah Desa;
2) pembentukan tim penyusun RKP Desa;
3) pencermatan pagu indikatif Desa dan penyelarasan program/kegiatan masuk ke
Desa;
4) pencermatan ulang dokumen RPJM Desa;
5) penyusunan rancangan RKP Desa;
6) penyusunan RKP Desa melalui musyawarah perencanaan pembangunan Desa;
7) penetapan RKP Desa;
8) perubahan RKP Desa; dan
9) pengajuan daftar usulan RKP Desa.
Penyusunan
Penyusunan Perencanaan Pembangunan Desa melalui Musyawarah Desa. Musyawarah
Desa dalam rangka penyusunan rencana pembangunan Desa, melaksanakan kegiatan
sebagai berikut:
1) mencermati ulang dokumen RPJM Desa;
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 129
MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Tim Penyusun
Kepala Desa membentuk tim penyusun RKP Desa, terdiri dari:
1) kepala Desa selaku pembina;
2) sekretaris Desa selaku ketua;
3) ketua lembaga pemberdayaan masyarakat sebagai sekretaris; dan
4) anggota yang meliputi: perangkat desa, lembaga pemberdayaan masyarakat,
kader pemberdayaan masyarakat desa, dan unsur masyarakat.
Jumlah anggota tim penyusun RPJM Des, paling sedikit 7 (tujuh) orang dan paling
banyak 11 (sebelas) orang.Tim penyusun RPJM Des, harus mengikutsertakan
perempuan. Tim penyusun RPJM Des ditetapkan dengan Keputusan Kepala Desa. Tim
penyusun RPJM Desa melaksanakan kegiatan sebagai berikut: penyelarasan arah
kebijakan pembangunan Kabupaten/ Kota; pengkajian keadaan Desa; penyusunan
rancangan RPJM Desa; danpenyempurnaan rancangan RPJM Desa.
2. Penyelarasan Arah Kebijakan Pembangunan Kabupaten/Kota
Tim penyusun RPJM Desa kemudian melakukan penyelarasan arah kebijakan
pembangunan kabupaten/ kota untuk mengintegrasikan program dan kegiatan pem-
bangunan Kabupaten/Kota dengan pembangunan Desa. Penyelarasan arah kebijakan
pembangunan kabupaten/kota dilakukan dengan mengikuti sosialisasi dan/atau
mendapatkan informasi tentang arah kebijakan pembangunan kabupaten/kota.
Informasi arah kebijakan pembangunan kabupaten/kota sekurang-kurangnya meliputi:
• rencana pembangunan jangka menengah daerah kabupaten/kota;
• rencana strategis satuan kerja perangkat daerah;
• rencana umum tata ruang wilayah kabupaten/kota;
• rencana rinci tata ruang wilayah kabupaten/kota; dan
• rencana pembangunan kawasan perdesaan.
Laporan hasil pengkajian keadaan desa menjadi bahan masukan dalam musyawarah
Desa dalam rangka penyusunan perencanaan pembangunan Desa.
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 133
MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Desa tentang RPJM Desa.Kepala Desa menyusun rancangan peraturan Desa tentang
RPJM Desa.Rancangan peraturan Desa tentang RPJM Desa dibahas dan disepakati
bersama oleh kepala Desa dan Badan Permusyawaratan Desa untuk ditetapkan menjadi
Peraturan Desa tentang RPJM Desa.
Kepala Desa dapat mengubah RPJM Desa dalam hal:
• terjadi peristiwa khusus, seperti bencana alam, krisis politik, krisis ekonomi,
dan/atau kerusuhan sosial yang berkepanjangan; atau
• terdapat perubahan mendasar atas kebijakan Pemerintah, pemerintah daerah
provinsi, dan/atau pemerintah daerah kabupaten/kota.
PB Bahan Bacaan
4 Pembangunan Desa
Bahan Bacaan2
Pengertian
Keuangan Desa adalah Semua hak dan kewajiban Desa yang dapat dinilai dengan
uang serta segala sesuatu berupa uang dan barang yang berhubungan dengan
pelaksanaan hak dan kewajiban Desa.
Pengelolaan Keuangan adalah Seluruh rangkaian kegiatan yang dimulai dari tahap
perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan hingga pertanggungjawaban
yang dilaksanakan dalam satu tahun anggaran, terhitung mulai 1 Januari sampai
dengan 31 Desember. (Pengertian/difinisi yang dipetik dari Permendagri No. 113 Tahun
2014).
Asas adalah nilai-niliai yang menjiwai Pengelolaan Keuangan Desa. Asas dimaksud
melahirkan prinsip-prinsip yang menjadi dasar dan harus tercermin dalam setiap
tindakan Pengelolaan Keuangan Desa. Asas dan prinsip tidak berguna bila tidak
terwujud dalam tindakan. Sesuai Permendagri No. 113 Tahun 2014, Keuangan Desa
dikelola berdasarkan asas-asas, yaitu:
Transparan
Terbuka - keterbukaan, dalam arti segala kegiatan dan informasi terkait Pengelolaan
Keuangan Desa dapat diketahui dan diawasi oleh pihak lain yang berwenang. Tidak ada
sesuatu hal yang ditutup-tutupi (disembunyikan) atau dirahasiakan. Hal itu menuntut
kejelasan siapa, melakukan apa serta bagaimanamelaksanakannya.
Akuntabel
Mempunyai pengertian bahwa setiap tindakan atau kinerja pemerintah/lembaga dapat
dipertanggungjawabkan kepada pihak-pihak yang memiliki hak atau berkewenangan
untuk meminta keterangan akan pertanggungjawaban (LAN, 2003). Dengan denikian,
pelaksanaan kegiatan dan penggunaan anggaran harus dapat dipertanggungjawabkan
dengan baik, mulai dari proses perencanaan hingga pertanggungjawaban.
Partisipatif
Mempunyai pengertian bahwa setiap tindakan dilakukan dengan mengikutsertakan
keterlibatan masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung melalui lembaga
perwakilan yang dapat menyalurkan aspirasinya.Pengelolaan Keuangan Desa, sejak
tahap perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan dan pertanggugjawaban
PERENCANAAN
PERTANGGUNGJAWABAN
PELAKSANAAN
PELAPORAN PENATAUSAHAAN
1. Perencanaan
Secara umum, perencanaan keuangan adalah kegiatan untuk memperkirakan
pendapatan dan belanja dalam kurun waktu tertentu di masa yang akan datang.
Perencanaan keuangan desa dilakukan setelah tersusunnya RPJM Desa dan RKP
Desa yang menjadi dasar untuk menyusun APBDesa yang merupakan hasil dari
perencanaan keuangan desa.
2. Pelaksanaan
Pelaksanaan dalam pengelolaan keuangan desa merupakan implementasi atau
eksekusi dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa. Termasuk dalam pelaksanaan
diantaranya adalah proses pengadaan barang dan jasa serta proses pembayaran.
Tahap pelaksanaan adalah rangkaian kegiatan untuk melaksanakan APBDesa dalam
satu tahun anggaran yang dimulai dari 1 Januari hingga 31 Desember. Atas dasar
APBDesa dimaksud disusunlah rencana anggaran biaya (RAB) untuk setiap kegiatan
yang menjadi dasar pengajuan Surat Permintaan Pembayaran (SPP).
Pengadaan barang dan jasa, penyusunan Buku Kas Pembantu Kegiatan, dan
Perubahan APB Desa adalah kegiatan yang berlangsung pada tahap pelaksanaan.
3. Penatausahaan
Penatausahaan merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan secara sistematis
(teratur dan masuk akal/logis) dalam bidang keuangan berdasarkan prinsip, standar,
serta prosedur tertentu sehingga informasi aktual (informasi yang sesungguhnya)
berkenaan dengan keuangan dapat segera diperoleh.Tahap ini merupakan proses
pencatatan seluruh transaksi keuangan yang terjadi dalam satu tahun anggaran.
Lebih lanjut, kegiatan penatausahaan keuangan mempunyai fungsi pengendalian
terhadap pelaksanaan APBDesa. Hasil dari penatausahaan adalah laporan yang
dapat digunakan untuk pertanggungjawaban pengelolaan keuangan itu sendiri.
4. Pelaporan
Pelaporan adalah kegiatan yang dilakukan untuk menyampaikan hal-hal yang
berhubungan dengan hasil pekerjaan yang telah dilakukan selama satu periode
tertentu sebagai bentuk pelaksanaan tanggungjawab (pertanggungjawaban) atas
tugas dan wewenang yang diberikanLaporan merupakan suatu bentuk penyajian
data dan informasi mengenai sesuatu kegiatan ataupun keadaan yang berkenaan
dengan adanya suatu tanggung jawab yang ditugaskan. Pada tahap ini, Pemerintah
Desa menyusun laporan realisasi pelaksanaan APBDes setiap semester yang
disampaikan kepada Bupati/walikota.
5. Pertanggungjawaban
Pertanggungjawaban pengelolaan keuangan desa dilakukan setiap akhir tahun
anggaran yang disampaikan kepada Bupati/Walikota dan di dalam Forum
Musyawarah Desa.
Dengan demikian, peran dan keterlibatan masyarakat juga menjadi keharusan dalam
Pengelolaan Keuangan Desa. Oleh sebab itu, setiap tahap kegiatan PKD harus
memberikan ruang bagi peran dan keterlibatan masyarakat. Masyarakat dimaksud
secara longgar dapat dipahami sebagai warga desa setempat, 2 orang atau lebih, secara
sendiri-sendiri maupun bersama, berperan dan terlibat secara positif dan memberikan
sumbangsih dalam Pengelolaan Keuangan Desa. Namun bila hal itu dilakukan secara
pribadi oleh orang seorang warga desa, tentu akan cukup merepotkan. Oleh karena itu,
peran dan keterlibatan dimaksud hendaknya dilakukan oleh para warga desa secara
Bagaimana peran dan keterlibatan itu diwujudkan dalam setiap tahap.kegiatan PKD?
Apakah wujud peran dan keterlibatan itu memiliki hubungan dengan asas-asas PKD?
Tabel di bawah ini mencoba memberikan gambaran:
Peran/Keterlibatan Masyarakat
Terkait dengan
Tahap Kegiatan Peran dan Keterlibatan
Asas
Perencanaan Memberikan masukan tentang rancangan APB Partisipatif
Desa kepada Kepala Desa dan/atau BPD
Pelaksanaan Bersama dengan Kasi, menyusun RAB, Partisipatif
memfasilitasi proses pengadaan barang dan Transparan
jasa, mengelola atau melaksanakan
pekerjaan terkait kegiatan yang telah
ditetapkan dalam Perdes tentang APB Desa.
Memberikan masukan terkait perubahan
APB Desa
Penatausahaan Meminta informasi, memberikan masukan, Transparansi
melakukan audit partisipatif Akutabel
Tertib dan disiplin
anggaran
Pelaporan dan Meminta informasi, mencermati materi LPj, Partisipatif
Pertanggung- Bertanya/meminta penjelasan terkait LPj dalam Transparan
jawaban Musyawarah Desa Akuntabel
Pengantar
Pengelolaan Keuangan Desa melekat dalam fungsi dan tugas Pemerintah Desa. Dengan
demikian, Pengelola keuangan desa adalah aparat pemerintahan desa sesuai tugas
danfungsinya yang ditetapkan dalam peraturan perundangan. Guna memahami
dengan benar “siapa, apa tugas dan tanggungjawab” Pengelola dimaksud, perlu
dipaparkan secara ringkas: 1) Struktur Pemerintah Desa. 2) Kekuasaan Pengelolaan
Keuangan Desa. 3) Pelaksana Teknis Pengelolaan Keuangan Desa (PTPKD). 4) Tugas dan
Tanggungjawab Pengelola. 5) Etika Pengelola Keuangan Desa.
Etika Pengelola
Etika adalah rambu-rambu, patokan, norma, yang diturunkan dari nilai-nilai moral yang
menjadi acuan bertindak bagi seseorang dalam melaksankan tugas dan
tanggungjawabnya. Etika ini menjadi sangat penting bila seseorang dimaksud adalah
pejabat publik yang menentukan nasib masyarakat. Etika dimaksud bukan hukum,
tetapi setiap tindakan yang melanggar etika pasti akan melanggar hukum. Etika ini
muncul dalam semua sisi kehidupan kita. Dalam tindak laku bermasyarakat misalnya,
kita sejak dini diajari untuk menghormati kepada orang yang lebih tua, sopan santun
dalam berbicara, dan seterusnya. Kejujuran, tidak mengambil segala sesuatu yang
bukan haknya, mendahulukan kepentingan masyarakat, adalah sedikit contoh yang
menunjukkan etika dalam mengelola atau mengemban amanah masyarakat. Etika ini
menjembatani agar nilai-nilai moral bisa menjadi tindakan nyata.
Pengelola Keuangan Desa dituntut untuk menjunjung tinggi, memegang teguh etika
mengelola keuangan. Pertama, uang membawa godaan yang besar untuk melanggar
etika dan hukum. Melanggar etika akan berdampak pada sanksi sosial, yang
menyebabkan merosotnya martabat seseorang di hadapan masyarakat. Melanggar
hukum tentu akan berhadapan dengan hukum, Dewasa ini terlalu banyak aparat
penyelenggara pemerintahan/Negara yang harus ‘pensiun dini’ karena masuk penjara.
Kedua, tugas dan tanggungjawab mengelola keuangan desa berhubungan erat dan
menentukan nasib rakyat desa. APBDesa untuk sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat.
Apakah desa-desa kita akan menjadi desa yang maju dan rakyatnya sejahtera di masa
mendatang, ditentukan sejauh mana etika pengelolaan keuangan dipegang teguh para
Pengelola Keuangan Desa.
Pengantar
a. Pendapatan Desa
Pendapatan Desa yang ditetapkan dalam APBDes merupakan perkiraan yang terukur
secara rasional dan memiliki kepastian serta dasar hukum penerimaannya. Rasional
artinya menurut pikiran logis atau masuk akal serta sesuai fakta atau data.
b. Belanja Desa
Belanja desa disusun secara berimbang antara penerimaan dan pengeluaran, dan
penggunaan keuangan desa harus konsisten(sesuai dengan rencana, tepat jumlah,
dan tepat peruntukan), dan sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
c. Pembiayaan Desa
Pembiayaan desa baik penerimaan pembiayaan maupun pengeluaran pembiayaan
harus disesuaikan dengan kapasitas dan kemampuan nyata/sesungguhnya yang
dimiliki desa, serta tidak membebani keuangan desa di tahun anggaran tertentu.
A. Pendapatan Desa
Pendapatan Desa, meliputi semua penerimaan uang melalui rekening desa yang
merupakan hak desa dalam 1 (satu) tahun anggaran yang tidak perlu dibayar kembali
oleh desa.
Kelompok
Jenis Pendapatan Rincian Pendapatan
Pendapatan
Pendapatan a. Hasil Usaha • Hasil Bumdes, Tanah Kas Desa
Asli Desa b. Hasil Aset • Tambatan perahu, pasar desa,
tempat pemandian umum,
jaringan irigasi
c. Swadaya, partisipasi, gotong • Membangun dengan kekuatan
royong sendiri yang melibatkan peran
serta masyarakat berupa tenaga,
barang yang dinilai dengan uang
B. Belanja Desa
Belanja desa, meliputi semua pengeluaran dari rekening desa yang merupakan
kewajiban desa dalam 1 (satu) tahun anggaran yang tidak akan diperoleh
pembayarannya kembali oleh desa. Belanja desa dipergunakan dalam rangka mendanai
penyelenggaraan kewenangan Desa.
Belanja Tak
Terduga
a. paling sedikit 70% (tujuh puluh perseratus) dari jumlah anggaran belanja Desa
digunakan untuk mendanai penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan
pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan
masyarakat Desa
b. paling banyak 30% (tiga puluh perseratus) dari jumlah anggaran belanja Desa
digunakan untuk:
1. penghasilan tetap dan tunjangan kepala Desa dan perangkat Desa;
2. operasional Pemerintah Desa;
3. tunjangan dan operasional Badan Permusyawaratan Desa; dan
4. insentif rukun tetangga dan rukun warga
a. ADD yang berjumlah kurang dari Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
digunakan maksimal 60% (enam puluh perseratus);
b. ADD yang berjumlah Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan
Rp700.000.000,00 (tujuh ratus juta rupiah) digunakan maksimal 50% (lima puluh
perseratus);
c. ADD yang berjumlah lebih dari Rp700.000.000,00 (tujuh ratus juta rupiah) sampai
dengan Rp900.000.000,00 (sembilan ratus juta rupiah) digunakan maksimal 40%
(empat puluh perseratus);
d. ADD yang berjumlah lebih dari Rp900.000.000,00 (sembilan ratus juta rupiah)
digunakan maksimal 30% (tiga puluh perseratus).
C. Pembiayaan Desa
Pembiayaan Desa meliputi semua penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau
pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang
bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya.
yang dipisahkan.
Pengeluaran a. Pembentukan Dana Cadangan • Kegiatan yang penyediaan
Pembiayaan b. Penyertaan Modal Desa. dananya tidak dapat
sekaligus/sepenuhnya
dibebankan dalam satu
tahun anggaran.
Penerjemahannya dalam
Asas Yang dibutuhkan
Perencanaan
Partisipasi Pemerintah Desa membuka Komitmen Kepala Desa untuk
ruang/mengikutsertakan melibatkan masyarakat secara
masyarakat dalam menyusun optimal
RKP Desa maupun Rancangan Warga masyarakat yang
APBDesa memahami ketentuan mauoun
BPD melakukan konsultasi teknis penyusunan APBDesa
dengan masyarakat sebelum Aturan dan mekanisme kerja
membahas Rancangan BPD yang memastikan adanya
APBDesa bersama Pemerintah konsultasi publik
Desa Tata kerja BPD untuk menyerap
Masyarakat memberikan dan menampung aspirasi
masukan kepada Pemerintah masyarakat.
Desa dan/atau BPD
Transparansi Mengumumkan, Sosialisasi dilakukan secara
menginformasikan jadwal, resmi oleh Pemerintah Desa dan
agenda, dan proses BPD
perencanaan, serta hasil Sarana prasarana
perencanaan secara terbuka penyebartahuan informasi
kepada masyarakat Warga peduli informasi
Akuntabel Proses (tahap kegiatan) Mengumumkan,
dilakukan sesuai ketentuan menyosialisasikan ketentuan
Kegiatan dilakukan oleh pihak dan proses peyusunan APBDesa
yang berkompeten Pembahasan Rancangan
Rencana disusun berdasarkan APBDesa dilakukan secara
aspirasi masyarakat dan data terbuka, dalam arti dapat
Rencana disepakati oleh para dihadiri oleh masyarakat
pihak terkait Warga yang peduli pembahasan
APBDesa
Tertib dan Mengalokasikan anggaran Rincian kegiatan dalam proses
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 149
MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Pengantar
• Menyetujui SPP
Bendahara • Melakukan pembayaran/pengeluaran uang dari kas Desa
• Mencatat transaksi dan menyusun Buku Kas Umum
• Mendokumentasikan bukti bukti pengeliaran
1. Penyusunan RAB
Sebelum menyusun RAB, harus dipastikan tersedia data tentang standar harga
barang dan jasa yang dibutuhkan dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan.
Standar harga dimaksud diperoleh melalui survey harga di lokasi setempat (desa
atau kecamatan setempat). Dalam hal atau kondisi tertentu, standar harga untuk
barang dan jasa (tertentu) dapat menggunakan standar harga barang/jasa yang
ditetapkan Pemerintah Kabupaten/Kota.
Contoh RAB
RENCANA ANGGARAN KEGIATAN
DESA: MUTIARA KEC.: BATU MULIA
TAHUN ANGGARAN 2015
Total 85.663.200,00
2. Pengadaan Barang/Jasa
Berdasarkan RAB yang sudah disahkan Kepala Desa dan rencana teknis pengerjaan
kegiatan di lapangan, Kepala Seksi (Pelaksana Kegiatan) memproses/memfasilitasi
Pengadaan Barang dan Jasa guna menyediakan barang/jasa sesuai kebutuhan
suatu kegiatan yang akan dikerjakan, baik yang dilakukan secara swakelola maupun
oleh pihak ketiga. Pengadaan barang dan jasa dimaksud bertujuan untuk dan
menjamin:
dengan tata kelola pemerintahan yang baik dan memberikan manfaat yang
optimal bagi pembangunan desa.
Prioritas bagi warga dan.atau pengusaha desa setempat, serta barang dan jasa yang
tersedia atau dapat disediakan di desa setempat, mengandung maksud untuk
mendorong peningkatan kegiatan ekonomi lolal/desa. Dengan demikian,
memberikan dampak yang nyata bagi perkembangan eknomi masyarakat desa.
Namun, proses pengadaan itu harus tetap berdasar pada ketentuan dan
mekanisme yang ditetapkan dalam peraturan.
Salah satuperaturan tentang pengadaan barang dan jasa adalah Perka LKPP No. 13
Tahun 2013 tentang Pedoman Tatacara Pengadaan Barang/Jasa di Desa. Dalam
Perka dimaksud dinyatakan secara jelas bahwa pengadaan barang/jasa yang
bersumber dari APBDesa di luar ruang lingkup pengaturan pasal 2 Perpres 54 /2010
jo Perpres 70/2012. Menurut Perka LKPP tersebut, tata cara pengadaan barang/jasa
oleh Pemerintah Desa yang sumber pembiayaannya dari APBDesa ditetapkan oleh
kepala daerah dengan tetap memperhatikan ketentuan peraturan Kepala LKPP dan
kondisi masyarakat setempat.
3. Pengajuan SPP
Selanjutnya, Kepala Seksi sebagai Koordinator Pelaksana Kegiatan mengajukan
Surat Permintaan Pembayaran (SPP) sesuai prosedur dan tatacara sebagai berikut:
4. Pembayaran
Prosedur dan tatacara pembayaran ditetapkan sebagai berikut:
Tentang Pajak
Bendahara desa sebagai wajib pungut pajak penghasilan (PPh) dan pajak lainnya, wajib
menyetorkan seluruh penerimaan potongan dan pajak yang dipungutnya ke rekening
kas negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
• Pajak adalah perwujudan dari pengabdian dan peran serta wajib pajak untuk secara
langsung dan bersama-sama melaksanakan kewajiban perpajakan yang diperlukan
untuk pembiayaan negara dan pembangunan nasional.
• Wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban
perpajakan, termasuk pemungut pajak atau pemotong pajak. Jadi wajib pajak terdiri
dari dua golongan besar yaitu orang pribadi atau badan dan pemotong atau
pemungut pajak.
• Pemotong pajak adalah istilah yang digunakan pemungut pajak penghasilan (PPh)
atas pengeluaran yang sudah jelas /pasti sebagai penghasilan oleh penerimanya.
Misal pengeluaran untuk gaji, upah, honorarium (imbalan kerja atau jasa) sewa,
bunga, dividen, royalti (imbalan penggunaan harta atas modal). Bendahara
diwajibkan untuk memotong PPh atas pembayaran terhadap penerima. Jenis-jenis
PPh, ada PPh perorangan (PPh 21) dan PPh badan (PPh 23).
• Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dikenakan terhadap penyerahan barang kena pajak
(BKP) dan Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha. Prinsip dasar cara pemungutan PPN
adalah penjual atau pengusaha kena pajak (PKP) memungut pajak dari si pembeli.
Pembeli pada waktu menjual memungut PPN terhadap pembeli berikutnya. Penjual
atau PKP wajib menerbitkan Faktur Pajak minimal dua rangkap. Lembar kedua untuk
PKP penjual – namanya Pajak. Keluaran dan lembar pertama untuk PKP pembeli –
namanya pajak masukan. Tarif PPN pada umumnya adalah 10% (sepuluh persen)
dari harga jual selanjutnya yang harus dibayar oleh pembeli adalah 110% (seratus
sepuluh persen).
• Setiap penerimaan dan pengeluaran pajak dicatat oleh Bendahara dalam buku
pembantu kas pajak.
Jasa
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Pindahan
Jumlah dari
halaman
sebelumnya
Jumlah
Total Total Pengeluaran
Penerimaan
Total Pengeluaran + Saldo Kas
Desa………………..
…….,Tanggal……
Pelaksana Kegiatan
Penerjemahannya dalam
Asas Yang dibutuhkan
Pelaksanaan
Partisipasi Masyarakat terlibat dalam: Kasi terkait membentuk tim
1. Survey harga penyusun RAB
2. Menyusun RAB Ada warga yang mengerti
3. Memfasilitasi proses tentang tatacara dan terampil
pengadaan barang dan jasa menghitung RAB
Transparansi Barang dan jasa yang Data harga dan spesifikasi
dibutuhkan diumumkan barang dan jasa yang umum
secara terbuka berlaku di desa setempat
Standar harga hasil survey Warga yang memiliki
diumumkan secara terbuka pengetahuan tentang harga dan
Spesifikasi barang dan jasa spesifikasi barang dan jasa yang
yang dibutuhkan diumumkan dibutuhkan
secara terbuka Warga yang memiliki
(Bila pengadaan melalui kemampuan dan/atau usaha
pelelangan) Penawaran dari penyediaan barang dan jasa
pemenang lelang diumumkan Mengumumkan renvana
secara terbuka pengadaan barang dan jasa
Pengantar
1) Bank yang ditunjuk oleh Pemerintah Desa dlm rangka menyimpan uang dan
surat berharga lainnya yang ditetapkan sebagai rekening kas desa.
Buku Kas
Penatausahaan, baik penerimaan maupun pengeluaran dilakukan dengan
menggunakan:
JUMLAH SALD
NO
No Tgl KODE URAIA PENERIMA PENGELUAR PENGELUAR O
BUK
. . REKENING N AN AN AN
TI
(Rp.) (Rp.) KUMULATIF
1 2 3 4 5 6 7 8 9
…………………… …………………
JUMLAH
....................tanggal...........................
Mengetahui
Kepala Desa Bendahara Desa
.......................................... ...................................
3) Buku Bank
Berfungsi untuk mencatat semua transaksi baik penerimaan maupun pengeluaran
yang terkait dengan bank (penarikan, penyetoran, dll).
BULAN :
BANK CABANG :
REK. NO. :
PEMASUKAN PENGELUARAN
TGL
BUN
TRA URAIAN BUKTI
N SETOR GA PENARI PAJ BIAYA SAL
N TRANSA TRANSA
o AN BAN KAN AK ADMINIST DO
SAK KSI KSI
(Rp.) K (Rp.) (Rp.) RASI (Rp.)
SI
(Rp.)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
MENGETAHUI
KEPALA DESA BENDAHARA DESA,
……………………………….. ……………………………
Bukti Transaksi
Selain berupa Buku Kas, Buku Bank dan Buku Kas Pembantu, bukti transaksi juga
merupakan bagian dari penatausahaan dalam pengelolaan keuangan. Tanpa bukti
transaksi, transaksi bisa dianggap tidak sah.
Bukti transaksi adalah dokumen pendukung yang berisi data transaksi yang dibuat
setelah melakukan transaksi untuk kebutuhan pencatatan keuangan. Di dalam suatu
bukti transaksi minimal memuat data: pihak yang mengeluarkan atau yang membuat.
Bukti transaksi yang baik adalah di dalamnya tertulis pihak yang membuat, yang
memverifikasi, yang menyetujui dan yang menerima.
Kuitansi: Merupakan bukti transaksi yang muncul akibat terjadinya penerimaan uang
sebagai alat pembayaran suatu transaksi yang diterima oleh si penerima uang.
Nota Kontan (Nota): Merupakan bukti pembelian atau penjualan barang yang
dibayar secara tunai.
Faktur: Merupakan bukti pembelian atau penjualan barang yang dibayar secara
kredit.
Memo Internal (Memo): Merupakan bukti transaksi internal antara pihak-pihakdalam
internal lembaga. Misalnya: Pemakaian perlengkapan, penyusutan aktiva,
penghapusan piutang, dll
Nota Debit: Merupakan bukti pengembalian barang yang dibuat oleh pembeli.
Barang dikembalikan biasanya karena cacat atau tidak sesuai pesanan.
Nota Kredit: Merupakan bukti pengembalian barang yang dibuat oleh penjual.
Barang dikembalikan biasanya karena cacat atau tidak sesuai pesanan
keuangan, atau tindak pidana lain terkait keuangan desa. Dengan demikian, tindakan
secara sengaja menghilangkan, merusak, mengubah, seluruh atau sebagaian dokumen
dimaksud adalah tindakan melawan hukum.
Penerjemahannya dalam
Asas Yang dibutuhkan
Penatausahaan
Partisipasi Membuka peluang bagi kegiatan Warga yang memiliki
audit partisipatif kemampuan (pengetahuan dan
ketermpilan) untuk meoakukan
audit keuangan dan.atau proses
Transparan Mengumumkan secara terbuka
Laporan Bulanan Bendahara
Akuntabel Laporan bulanan Bendahara
dilakukan secara rutin
Dilakukan rekonsiliasi rekening
setiap bulan
Tertib dan Laporan bulanan Bendahara
Disiplin dilakukan tepat waktu
Anggaran Laporan bulanan Bendahara
memuat semua transaksi dalam
satu bulan laporan
Data keuangan yang
disampaikan konsisten
Setiap transaksi dapat dibuktikan
dengan bukti transaksi yang sah
Pengantar
Pelaporan
Fungsi
Prinsip
Hal-hal penting atau prinsip yang harus diperhatikan dalam melaksanakan pelaporan
ini, antara lain:
Dokumen
Laporan Pertanggungjawaban
Maksud pokok dari penginformasian itu adalah agar seluas mungkin masyarakat yang
mengetahui berbagai hal terkait dengan kebijakan dan realisasi pelaksanaan APBDesa.
Dengan demikian, masyarakat dapat memberikan masukan, saran, koreksi terhadap
pemerintah desa, baik yang berkenaan dengan APBDesa yang telah maupun yang akan
dilaksanakan.
Pokok Bahasan 5
PENGEMBANGAN EKONOMI DESA
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Menjelaskan potensi pengembangan ekonomi desa;
2. Menjelaskan peran Desa dalam penguasaan aset-aset strategis di
Desa;
3. Menjelaskan kepemilikan kolektif atas kegiatan usaha ekonomi Desa.
Waktu
1 JPL (45Menit)
Metode
Penugasan perorangan, Curah pendapat, dan Presentasi
Media
Lembar curah pendapat dan Slide presentasi
Alat Bantu
Flipt Chart, Spidol, Laptop danInfocus
Proses Penyajian
Kegiatan 1: Pembukaan
2. Ajak seluruh peserta untuk berdiri dan minta salah satu peserta
memimpin menyanyikan lagu“DESA”karya Iwan Fals secara bersama-
sama. Untuk memudahkan proses, putarkan lagu dan tayangkan
liriknya (Media Fasilitasi 5.1.1);
3. Usai menyanyi, lanjutkan dengan curah pendapat peserta dengan
topik:
• Bagaimana kondisi pengembangan ekonomi desa saat ini?
• Dengan berlakunya UU No. 6/2014 tentang Desa, bagaimana
pendapat peserta tentang arah kemajauan ekonomi desa?
4. Ajak peserta menemukenali potensi-potensi yang dapat
didayagunakan untuk pengembangan ekonomi desa;
5. Tayangkan media contoh Desa yang berhasil mengembangkan
potensi ekonominya.
Dst.
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Menyebutkan fungsi dan peran BUM Desa dalam pengembangan
ekonomi desa;
2. Memahami alur dan tahapan pembentukan BUM Desa.
Waktu
1 JPL (45Menit)
Metode
Diskusi, Curah Pendapat dan Presentasi
Media
Lembar Diskusi dan Slide Presentasi
Alat Bantu
Flipt Chart, Spidol, Laptop danInfocus
Proses Penyajian
Kegiatan 4: Pembukaan
12. Minta salah satu peserta bercerita tentang BUM Desa yang pernah
dilihat/diketahui;
13. Minta peserta yang lain menambahkan informasi tentang BUM Desa;
14. Simpulkan fungsi dan peran BUM Desaberdasarkan pemahaman
peserta.
A. PENGANTAR
UU No. 6/2014 tentang Desa menjadi prioritas penting bagi Pemerintahan Jokowi-JK
dengan menempatkan posisi Desa sebagai “kekuatan besar” yang akan memberikan
kontribusi terhadap misi Indonesia yang berdaulat, sejahtera, dan bermartabat. Prioritas
tersebut tercermin dalam Nawacita, khususnya Cita ketiga. Prioritas posisi Desa
tersebut membutuhkan komitmen pengawalan implementasi UU Desa secara
sistematis, konsisten, dan berkelanjutan untuk mencapai Desa yang maju, kuat, mandiri,
dan demokratis. Salah satu wujud komitmen tersebut ialah pengaturan tentang BUM
Desa melalui Permendesa No. 4/2015 sebagai pelaksanaan amanat UU Desa. Sebagai
amanat UU Desa, BUM Desa dapat dimaknai sebagai:
Konsepsi Tradisi Berdesa merupakan salah satu gagasan fundamental yang mengiringi
pendirian BUM Desa. Tradisi Berdesa sejajar dengan kekayaan modal sosial dan modal
politik serta berpengaruh terhadap daya tahan dan keberlanjutan BUM Desa. Inti
gagasan dari Tradisi Berdesa dalam pendirian BUM Desa adalah:
kolektif yang dilakukan oleh BUM Desa mengandung unsur bisnis sosial dan
bisnis ekonomi.
4. BUM Desa merupakan badan usaha yang dimandatkan oleh UU Desa sebagai
upaya menampung seluruh kegiatan di bidang ekonomi dan/atau pelayanan
umum yang dikelola oleh Desa dan/atau kerja sama antar-Desa.
5. BUM Desa menjadi arena pembelajaran bagi warga Desa dalam menempa
kapasitas manajerial, kewirausahaan, tata kelola Desa yang baik, kepemimpinan,
kepercayaan dan aksi kolektif.
6. BUM Desa melakukan transformasi terhadap program yang diinisiasi oleh
pemerintah (government driven; proyek pemerintah) menjadi “milik Desa”.
Pada prinsipnya, pendirian BUM Desa merupakan salah satu pilihan Desa dalam
gerakan usaha ekonomi Desa [vide Pasal 87 ayat (1) UU Desa, Pasal 132 ayat (1) PP No.
43/2014, dan Pasal 4 Permendesa PDTT No. 4/2015]. Frasa “dapat mendirikan BUM
Desa” dalam peraturan perundang-undangan tentang Desa tersebut menunjukkan
pengakuan dan penghormatan terhadap prakarsa Desa dalam gerakan usaha ekonomi.
Dari ketentuan tersebut, Pendirian BUM Desa didasarkan atas prakarsa Desa yang
mempertimbangkan:
Dalam aras sistem hukum, prakarsa Desa tersebut memerlukan legitimasi yuridis dalam
bentuk Perbup/walikota tentang Daftar Kewenangan Berdasarkan Hak Asal Usul dan
Kewenangan Lokal Berskala Desa. Di dalam Peraturan Bupati tersebut dicantumkan
rumusan pasal (secara normatif) tentang:
Desa tersebut harus sinkron dengan isi RPJM Desa, RKP Desa dan APB Desa yang juga
mencantumkan BUM Desa dalam perencanaan bidang pelaksanaan pembangunan
Desa (item: rencana kegiatan pengembangan usaha ekonomi produktif).
Pertama, sosialisasi tentang BUM Desa. Inisiatif sosialisasi kepada masyarakat Desa
dapat dilakukan oleh Pemerintah Desa, BPD, PLD (Pendamping Lokal Desa) baik secara
langsung maupun bekerjasama dengan (i) Pendamping Desa yang berkedudukan di
kecamatan, (ii) Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat yang berkedudukan di
Kabupaten, dan (iii) Pendamping Pihak Ketiga (LSM, Perguruan Tinggi, Organisasi
Kemasyarakatan).
Langkah sosialisasi ini bertujuan agar masyarakat Desa dan kelembagaan Desa
memahami tentang apa BUM Desa, tujuan pendirian, manfaat pendirian dan lain
Perumusan hasil sosialisasi yang memuat pembelajaran dari BUM Desa dan kondisi
internaleksternal Desa dapat dibantu oleh para Pendamping. Substansi sosialisasi
selanjutnya menjadi rekomendasi pada pelaksanaan Musyawarah Desa yang
mengagendakan pendirian/ pembentukan BUM Desa. Rekomendasi dari sosialisasi
dapat menjadi masukan untuk:
Kedua, pelaksanaan Musyawarah Desa. Musyawarah Desa atau yang disebut dengan
nama lain adalah musyawarah antara BPD, Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat
yang diselenggarakan oleh BPD untuk menyepakati hal yang bersifat strategis.
Musyawarah Desa diselenggarakan oleh BPD yang difasilitasi oleh Pemerintah Desa.
Pendirian atau pembentukan BUM Desa merupakan hal yang bersifat strategis.
Pelaksanaan tahapan Musyawarah Desa dapat dielaborasi kaitannya dengan pendirian/
pembentukan BUM Desa secara partisipatif, demokratis, transparan dan akuntabel
dengan berdasarkan kepada hak dan kewajiban masyarakat.
Salah satu tahapan dalam Musyawarah Desa yang penting adalah Rencana Pemetaan
Aspirasi/Kebutuhan Masyarakat tentang BUM Desa oleh BPD. Anggota BPD dapat
bekerjasama dengan para Pendamping untuk melakukan Kajian Kelayakan Usaha pada
tingkat sederhana yakni:
Pokok Bahasan 6
PENYUSUNAN PERATURAN DI DESA
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Mengungkapkan fungsi peraturan;
2. Menyebutkan jenis peraturan di Desa;
3. Mengemukakan kaidah penyusunan peraturan;
4. Menyusun sistematika peraturan.
Waktu
60Menit
Metode
Sharing, Brainstorming, Pemaparan dan Pleno
Media
Bahan bacaan
Alat Bantu
Flipt Chart,Spidol, Laptop danInfocus
Proses Penyajian
Kegiatan 1: Pembukaan
1. Jelaskan pokok bahasan, sub pokok bahasan dan tujuan yang ingin
dicapai bersama dalam sesi pembelajaran saat ini.
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Menemukenali permasalahan yang dapat diatur dengan peraturan
desa;
2. Menentukan narasumber yang terkait permasalahan dimaksud;
3. Menyediakan contoh/rujukan peraturan yang sesuai.
Waktu
30Menit
Metode
Diskusi, Curah pengalaman
Media
Bahan bacaan, Lembar kerja, Bahan tayang
Alat Bantu
Flipt Chart, Spidol, Laptop danInfocus
Proses Penyajian
Kegiatan 6: Pembukaan
13. Jelaskan pokok bahasan, sub pokok bahasan dan tujuan yang ingin
dicapai dalam sesi ini.
2 Lingkungan hidup
3 Pengelolaan Sumber
Daya Alam
4 Pengembangan
Ekonomi
5 Keamanan dan
Ketertiban
dst Dst.................
Bahan Bacaan
PB
Penyusunan Peraturan di
6
Desa
Bahan Bacaan 1
f. pengelolaan tanah Desa atau tanah hak milik Desa yang menggunakan sebutan
setempat;
g. pengelolaan tanah bengkok;
h. pengelolaan tanah pecatu;
i. pengelolaan tanah titisara; dan
j. pengembangan peran masyarakat Desa.
Sedangkan Kewenangan berdasarkan hak asal usul Desa adat (pasal 3 Permendesa
PDTT No 1/2015) meliputi:
a. penataan sistem organisasi dan kelembagaan masyarakat adat;
b. pranata hukum adat;
c. pemilikan hak tradisional;
d. pengelolaan tanah kas Desa adat;
e. pengelolaan tanah ulayat;
f. kesepakatan dalam kehidupan masyarakat Desa adat;
g. pengisian jabatan kepala Desa adat dan perangkat Desa adat; dan
h. masa jabatan kepala Desa adat
4. Apa yang dimaksud dengan kewenangan lokal berskala desa ?
Kewenangan lokal berskala Desa adalah kewenangan untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat Desa yang telah dijalankan oleh Desa atau mampu dan efektif
dijalankan oleh Desa atau yang muncul karena perkembangan Desa dan prakasa
masyarakat Desa.
5. Apa saja ruang lingkup kewenangan lokal berskala desa ?
Sesuai pasal 5 Permendesa No 1/2015 bahwa ruang lingkup kewenangan desa
berdasarkan bersekala lokal meliputi :
a. kewenangan yang mengutamakan kegiatan pelayanan dan pemberdayaan
masyarakat;
b. kewenangan yang mempunyai lingkup pengaturan dan kegiatan hanya di dalam
wilayah dan masyarakat Desa yang mempunyai dampak internal Desa;
c. kewenangan yang berkaitan dengan kebutuhan dan kepentingan sehari-hari
masyarakat Desa;
d. kegiatan yang telah dijalankan oleh Desa atas dasar prakarsa Desa;
e. program kegiatan pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah
kabupaten/kota dan pihak ketiga yang telah diserahkan dan dikelola oleh Desa;
dan
f. kewenangan lokal berskala Desa yang telah diatur dalam peraturan perundang-
undangan tentang pembagian kewenangan pemerintah, pemerintah provinsi,
dan pemerintah kabupaten/kota.
6. Siapa yang dimaksud sebagai pihak ketiga dalam pasal 5 huruf e Permendesa
PDTT No. 1 Tahun 2015 ?
Pasal 6 Permendesa No. 1 Tahun 2015 dijelaskan Pihak ketiga sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 huruf e meliputi: a. individu; b. organisasi kemasyarakatan; c. perguruan
tinggi; d. lembaga swadaya masyarakat; e. lembaga donor; dan f. perusahaan.
26. Apa yang dimaksud dengan Peraturan Desa yang pro masyarakat rakyat
desa?
Adalah peraturan Desa yang disusun melalui musyawarah Desa dan mengatur tentang
hajat hidup kepentingan rakyat untuk menuju kesejahteraan.
Contoh : Perdes tentang jalan desa, Perdes tentang pemanfaatan sumber daya air,
perdes tentang pasar desa, perdes tentang saluaran irigasi dan lain sebagainya.
27. Bagaimana caranya supaya Peraturan Desa menjamin kepentingan dan
melindungi hak masyarakat ?
Penyusunan Perdes harus disusun sebagai berikut :
Sebagaimana dalam pasal 6 Permendagri No. 111 Tahun 2014 :
(1) Penyusunan rancangan Peraturan Desa diprakarsai oleh Pemerintah Desa;
(2) Rancangan Peraturan Desa yang telah disusun, wajib dikonsultasikan kepada
masyarakat desa dan dapat dikonsultasikan kepada camat untuk mendapatkan
masukan;
(3) Rancangan Peraturan Desa yang dikonsultasikan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) diutamakan kepada masyarakat atau kelompok masyarakat yang
terkait langsung dengan substansi materi pengaturan;
(4) Masukan dari masyarakat desa dan camat sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) digunakan Pemerintah Desa untuk tindaklanjut proses penyusunan
rancangan Peraturan Desa;
(5) Rancangan Peraturan Desa yang telah dikonsultasikan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) disampaikan Kepala Desa kepada BPD untuk dibahas dan
disepakati bersama.
Sumber:
Tim Penulis, 2015. Buku Saku Memahami Undang-Undang Desa: Tanya-Jawab Seputar
Undang-Undang Desa. Jakarta: Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal
dan Transmigrasi Republik Indonesia.
Bahan Bacaan
PB
Penyusunan Peraturan di
6
Desa
Bahan Bacaan 2
Dalam konsep Negara Hukum itu, diidealkan bahwa yang harus dijadikan panglima
dalam dinamika kehidupan kenegaraan adalah hukum, bukan politik ataupun ekonomi.
Karena itu, jargon yang biasa digunakan dalam bahasa Inggeris untuk menyebut prinsip
Negara Hukum adalah ‘the rule of law, not of man’. Yang disebut pemerintahan pada
pokoknya adalah hukum sebagai sistem, bukan orang per orang yang hanya bertindak
sebagai ‘wayang’ dari skenario sistem yang mengaturnya.
Gagasan Negara Hukum itu dibangun dengan mengembangkan perangkat hukum itu
sendiri sebagai suatu sistem yang fungsional dan berkeadilan, dikembangkan dengan
menata supra struktur dan infra struktur kelembagaan politik, ekonomi dan sosial yang
tertib dan teratur, serta dibina dengan membangun budaya dan kesadaran hukum
yang rasional dan impersonal dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Untuk itu, sistem hukum itu perlu dibangun (law making) dan ditegakkan
(law enforcing) sebagaimana mestinya, dimulai dengan konstitusi sebagai hukum yang
paling tinggi kedudukannya.
yang sesuai dengan sistem hukum nasional. Sistem hukum nasional merupakan hukum
yang berlaku di Indonesia dengan semua elemennya yang saling menunjangsatu
dengan yang lain dalam rangka mengantisipasi dan mengatasi permasalahan yang
timbul dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Sebagai sebuah bentuk peraturan hukum yang bersifat in abstracto atau general norm,
maka perundang-undangan mempunyai ciri mengikat atau berlaku secara umum dan
bertugas mengatur hal-hal yang bersifat umum (general).
Asas-asas tersebut di atas penting untuk ditaati. Tidak ditaatinya asas dimaksud
akan menimbulkan ketidaktertiban dan ketidakpastian dari sistem perundang-
undangan, bahkan dapat menimbulkan kekacauan atau kesimpangsiuran
perundang-undangan.
Dalam hal ini, materi atau isi peraturan perundang-undangan tidak dapat diuji
oleh siapapun, kecuali oleh badan pembentuk sendiri atau badan yang
berwenang yang lebih tinggi. Jadi yang dapat menguji dan mengadakan
perubahan hanyalah badan pembentuk peraturan perundang-undangan itu
sendiri atau badan yang berwenang yang lebih tinggi.
Kekhususan itu dikarenakan sifat hakikat dari masalah atau persoalan atau
karena kepentingan yang hendak diatur mempunyai nilai intrinsic yang khusus,
sehingga diperlukan pengaturan secara khusus pula. Sebagai contoh, di
Indonesia terdapat hukum pidana umum yang diatur dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana (KUHP) yang berlaku umum (berlaku bagi setiap
penduduk). Sungguhpun demikian, bagi golongan tertentu, dalam hal ini
misalnya untuk militer, disebabkan sifat hakikat tugasnya yang khusus yaitu
bertempur dengan menggunakan kekerasan (senjata), perlu bagi militer
tersebut dalam beberapa hal mengenai hukum pidana diatur secara khusus,
menyimpang dari hukum pidana umum. Masalah yang khusus dimaksud, antara
lain misalnya apa yang dikenal dengan tindak pidana desersi, yaitu perbuatan
meninggalkan kesatuannya untuk selama-lamanya tanpa izin atau tindak pidana
melarikan diri dari pertempuran, dan lain sebagainya. Oleh karenanya untuk
kalangan militer ditetapkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer
(KUHPM) yang bersifat khusus di samping KUHP yang bersifat umum.
Dalam KUHP telah diatur misalnya mengenai tindak pidana pencurian (Pasal 362
dan seterusnya), tetapi pencurian yang dilakukan oleh militer di dalam kesatuan
militer diatur pula dalam KUHPM (Pasal 140). Dengan demikian terhadap militer
yang melakukan pencurian dalam kesatuan militer berlaku 2 (dua) ketentuan
hukum, yaitu Pasal 362 KUHP dan Pasal 140 KUHPM. Dalam keadaan tersebut
yang digunakan atau berlaku adalah Pasal 140 KUHPM. Perbedaannya adalah
ancaman hukuman dalam Pasal 140 KUHPM lebih berat daripada ancaman
hukuman Pasal 362 KUHP. Jadi dalam hal ini Undang-Undang yang bersifat
khusus mengesampingkan Undang-Undang yang bersifat umum dalam
persaingannya dengan Undang-Undang yang bersifat umum tersebut.
khusus dengan hukum yang umum dalam bidang perdata yaitu, antara hukum
dagang dengan hukum perdata, tercantum dalam rumusan Pasal 1 Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) yang menyatakan bahwa KUH Perdata
berlaku terhadap persolan-persoalan yang diatur oleh KUHD, kecuali yang
ditentukan menyimpang.
berlaku. Dalam hal ini tentunya apabila ada perbedaan, baik mengenai maksud,
tujuan maupun maknanya.
Secara Normatif
Berdasarkan UU No. 12 Tahun 2011, maka dalam membentuk Peraturan
Perundang-undangan harus dilakukan berdasarkan pada asas Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan yang baik, yang meliputi:
a. kejelasan tujuan.
setiap Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus mempunyai
tujuan yang jelas yang hendak dicapai.
b. kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat.
Setiap jenis Peraturan Perundang-undangan harus dibuat oleh lembaga
negara atau pejabat Pembentuk Peraturan Perundang-undangan yang
berwenang. Peraturan Perundang-undangan tersebut dapat dibatalkan atau
batal demi hukum apabila dibuat oleh lembaga negara atau pejabat yang
tidak berwenang.
c. kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan.
Dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus benar-benar
memperhatikan materi muatan yang tepat sesuai dengan jenis dan hierarki
Peraturan Perundang-undangan.
d. dapat dilaksanakan.
Setiap Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus
memperhitungkan efektivitas Peraturan Perundang-undangan tersebut di
dalam masyarakat, baik secara filosofis, sosiologis, maupun yuridis
e. kedayagunaan dan kehasilgunaan.
Setiap Peraturan Perundang-undangan dibuat karena memang benar-benar
dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara
f. kejelasan rumusan.
Setiap Peraturan Perundang-undangan harus memenuhi persyaratan teknis
penyusunan Peraturan Perundang-undangan, sistematika, pilihan kata atau
istilah, serta bahasa hukum yang jelas dan mudah dimengerti sehingga tidak
menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaannya.
g. keterbukaan.
dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan mulai dari
perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan
pengundangan bersifat transparan dan terbuka. Dengan demikian, seluruh
lapisan masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk
memberikan masukan dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
Mengacu pada Pasal 7 ayat (1) UU No.12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan, Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas:
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
d. Peraturan Pemerintah;
e. Peraturan Presiden;
f. Peraturan Daerah Provinsi; dan
g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
UUD 1945
TAP MPR
UNDANG-UNDANG/PERPU
PERATURAN PEMERINTAH
PERATURAN PRESIDEN
Peraturan Desa berisi materi pelaksanaan kewenangan desa dan penjabaran lebih lanjut
dari Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi. Adapun Peraturan bersama
Kepala Desa berisi materi kerjasama desa. Sedangkan Peraturan Kepala Desa berisi
materi pelaksanaan peraturan desa, peraturan bersama kepala desa dan tindak lanjut
dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Selain mengeluarkan produk hukum yang bersifat pengaturan, Kepala Desa juga dapat
menetapkan Keputusan Kepala Desa untuk pelaksanaan Peraturan di desa, peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi dan dalam rangka pelaksanaan kewenangan
desa yang bersifat penetapan.Keputusan Kepala Desa adalah penetapan yang bersifat
konkrit, individual, dan final.
Badan Permusyawaratan Desa juga memiliki tugas penting lain yaitu menyelenggarakan
Musyawarah Desa. Musyawarah Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah
musyawarah antara Badan Permusyawaratan Desa, Pemerintah Desa, dan unsur
masyarakat yang diselenggarakan oleh Badan Permusyawaratan Desa untuk
menyepakati hal yang bersifat strategismeliputi:
1) penataan Desa;
2) perencanaan Desa;
3) kerja sama Desa;
4) rencana investasi yang masuk ke Desa;
5) pembentukan BUM Desa;
6) penambahan dan pelepasan Aset Desa; dan
7) kejadian luar biasa.
Musyawarah Desa dilaksanakan paling kurang sekali dalam 1 (satu) tahun dengan
dibiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.
Peraturan Desa ditetapkan oleh Kepala Desa setelah dibahas dan disepakati bersama
Badan Permusyawaratan Desa merupakan kerangka hukum dan kebijakan dalam
penyelenggaraan Pemerintahan Desa dan Pembangunan Desa. Penetapan Peraturan
Desa merupakan penjabaran atas berbagai kewenangan yang dimiliki Desa mengacu
pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Sebagai sebuah
produk hukum, Peraturan Desa tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih
tinggi dan tidak boleh merugikan kepentingan umum, yaitu:
1) terganggunya kerukunan antarwarga masyarakat;
2) terganggunya akses terhadap pelayanan publik;
3) terganggunya ketenteraman dan ketertiban umum;
4) terganggunya kegiatan ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Desa; dan
5) diskriminasi terhadap suku, agama dan kepercayaan, ras, antar golongan, serta
gender.
Kepala Desa memperbaiki rancangan peraturan desa paling lama 20 (dua puluh)
hari sejak diterimanya hasil evaluasi.Kepala Desa dapat mengundang BPD untuk
memperbaiki rancangan peraturan desa. Hasil koreksi dan tindaklanjut
disampaikan Kepala Desa kepada Bupati/Walikota melalui camat.
Dalam hal Kepala Desa tidak meninjaklanjuti hasil evaluasi, dan tetap
menetapkan menjadi Peraturan Desa, Bupati/Walikota membatalkan Peraturan
Desa dengan Keputusan Bupati/Walikota.
Peraturan Desa yang telah diundangkan disampaikan oleh Kepala Desa kepada
Bupati/Walikota paling lambat 7 (tujuh) Hari sejak diundangkan untuk
diklarifikasi. Bupati/Walikota melakukan klarifikasi Peraturan Desa dengan
membentuk tim klarifikasi paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak diterima.
Kerja sama antar-Desa dituangkan dalam Peraturan Bersama Kepala Desa melalui
kesepakatan musyawarah antar-Desa.Kerja sama antar-Desa dilaksanakan oleh badan
kerja sama antar-Desa yang dibentuk melalui Peraturan Bersama Kepala Desa.
Musyawarah antar-Desa sendiri membahas hal yang berkaitan dengan:
1) pembentukan lembaga antar-Desa;
2) pelaksanaan program Pemerintah dan Pemerintah Daerah yang dapat
dilaksanakan melalui skema kerja sama antar-Desa;
3) perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan program pembangunan antar-Desa;
4) pengalokasian anggaran untuk Pembangunan Desa, antar-Desa, dan Kawasan
Perdesaan;
5) masukan terhadap program Pemerintah Daerah tempat Desa tersebut berada;
dan
6) kegiatan lainnya yang dapat diselenggarakan melalui kerja sama antar-Desa.
Selain kerjasama antar desa, Desa juga dapat mengadakan kerja sama dengan pihak
ketiga untuk mempercepat dan meningkatkan penyelenggaraan Pemerintahan Desa,
pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan
masyarakat Desa. Kerja sama dengan pihak ketiga tersebut sebelumnya perlu
dimusyawarahkan dalam Musyawarah Desa.
Pelaksanaan kerja sama antar-Desa diatur dengan peraturan bersama kepala Desa.
Sedangkan pelaksanaan kerja sama Desa dengan pihak ketiga diatur dengan perjanjian
bersama.Peraturan bersama dan perjanjian bersama tersebut paling sedikit memuat:
1) ruang lingkup kerja sama;
2) bidang kerja sama;
3) tata cara dan ketentuan pelaksanaan kerja sama;
4) jangka waktu;
5) hak dan kewajiban;
6) pendanaan;
7) tata cara perubahan, penundaan, dan pembatalan; dan
8) penyelesaian perselisihan.
Badan kerja sama antar-Desa terdiri atas Pemerintah Desa, anggota Badan
Permusyawaratan Desa, lembaga kemasyarakatan Desa, lembaga Desa lainnya,
dantokoh masyarakat dengan mempertimbangkan keadilan gender. Adapun susunan
organisasi, tata kerja, dan pembentukan badan kerja sama ditetapkan dengan peraturan
bersama kepala Desa. Secara organisasi, badan kerja sama bertanggung jawab kepada
kepala Desa.
Setiap perselisihan yang timbul dalam kerja sama Desa diselesaikan secara musyawarah
serta dilandasi semangat kekeluargaan. Apabila terjadi perselisihan kerja sama Desa
dalam satu wilayah kecamatan, penyelesaiannya difasilitasi dan diselesaikan oleh
camat.Apabila terjadi perselisihan kerja sama Desa dalam wilayah kecamatan yang
berbeda pada satu kabupaten/kota difasilitasi dan diselesaikan oleh bupati/walikota.
Penyelesaian perselisihan tersebut bersifat final dan ditetapkan dalam berita acara yang
ditandatangani oleh para pihak dan pejabat yang memfasilitasi penyelesaian
perselisihan.
Sementara pada perselisihan dengan pihak ketiga yang tidak dapat terselesaikan setelah
dilakukan fasilitasi sesuai peraturan perundang-undangan, dilakukan penyelesaian
melalui proses hukum.
Tahap Perencanaan.
Perencanaan penyusunan rancangan Peraturan Desa ditetapkan oleh Kepala Desa dan
BPD dalam rencana kerja Pemerintah Desa. Selain itu, Lembaga kemasyarakatan,
lembaga adat dan lembaga desa lainnya di desa juga dapat memberikan masukan
kepada Pemerintah Desa dan atau BPD untuk rencana penyusunan rancangan
Peraturan Desa.
Masukan dari masyarakat desa dan camat digunakan Pemerintah Desa untuk
tindaklanjut proses penyusunan rancangan Peraturan Desa. Rancangan Peraturan Desa
yang telah dikonsultasikan disampaikan Kepala Desa kepada BPD untuk dibahas dan
disepakati bersama.
Tahap Pembahasan.
BPD mengundang Kepala Desa untuk membahas dan menyepakati rancangan
Peraturan Desa.Dalam hal terdapat rancangan Peraturan Desa prakarsa Pemerintah
Desa danusulan BPD mengenai hal yang sama untuk dibahas dalam waktu pembahasan
yang sama, maka didahulukan rancangan Peraturan Desa usulan BPD sedangkan
Rancangan Peraturan Desa usulan Kepala Desa digunakan sebagai bahan untuk
dipersandingkan.
Rancangan Peraturan Desa yang belum dibahas dapat ditarik kembali oleh pengusul.
Rancangan Peraturan Desa yang telah dibahas tidak dapat ditarik kembali kecuali atas
kesepakatan bersama antara Pemerintah Desa dan BPD.
Rancangan peraturan Desa yang telah disepakati bersama disampaikan oleh pimpinan
Badan Permusyawaratan Desa kepada kepala Desa untuk ditetapkan menjadi peraturan
Desa paling lambat 7 (tujuh) Hari terhitung sejak tanggal kesepakatan. Rancangan
peraturan Desa wajib ditetapkan oleh kepala Desa dengan membubuhkan tanda
tangan paling lambat 15 (lima belas) Hari terhitung sejak diterimanya rancangan
peraturan Desa dari pimpinan Badan Permusyawaratan Desa.
Tahap Penetapan.
Rancangan Peraturan Desa yang telah dibubuhi tanda tangan disampaikan kepada
Sekretaris Desa untuk diundangkan.Dalam hal Kepala Desa tidak menandatangani
Rancangan Peraturan Desa tersebut, Rancangan Peraturan Desa tersebut wajib
diundangkan dalam Lembaran Desa dan sah menjadi Peraturan Desa.
Tahap Pengundangan.
Sekretaris Desa mengundangkan peraturan desa dalam lembaran desa. Peraturan Desa
dinyatakan mulai berlaku dan mempunyai kekuatan hukum yang mengikat sejak
diundangkan.
Tahap Penyebarluasan.
Penyebarluasan dilakukan oleh Pemerintah Desa dan BPD sejak penetapan rencana
penyusunan rancangan Peraturan Desa, penyusunan Rancangan Peratuan Desa,
pembahasan Rancangan Peraturan Desa, hingga Pengundangan Peraturan Desa.
Penyebarluasan dilakukan untuk memberikan informasi dan/atau memperoleh
masukan masyarakat dan para pemangku kepentingan.
Pembatalan
Perdes dengan
keputusan
Bupati/Walikota
Proses Penyusunan Rancangan Peraturan Desa tentang APB Desa, pungutan, tata
ruang, dan organisasi Pemerintah Desa
Tahap Perencanaan.
Perencanaan penyusunan rancangan Peraturan Bersama Kepala Desa ditetapkan
bersama oleh dua Kepala Desa atau lebih dalam rangka kerja sama antar-
Desa.Perencanaan penyusunan rancangan Peraturan Bersama Kepala Desa ditetapkan
setelah mendapatkan rekomendasi dari musyawarah desa.
Tahap Penyusunan.
Penyusunan rancangan Peraturan Bersama Kepala Desa dilakukan oleh Kepala
Desapemrakarsa.Rancangan Peraturan Bersama Kepala Desa yang telah disusun, wajib
dikonsultasikan kepada masyarakat desa masing-masing dan dapat dikonsultasikan
kepada camat masing-masing untuk mendapatkan masukan. Masukan dari masyarakat
desa dan camat tersebut digunakan Kepala Desa untuk tindaklanjut proses penyusunan
rancanan Peraturan Bersama Kepala Desa.
Rancangan Peraturan Bersama Kepala Desa yang telah dibubuhi tanda tangan tersebut
diundangkan dalam Berita Desa oleh Sekretaris Desa masing-masing desa. Peraturan
Bersama Kepala Desa mulai berlaku dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sejak
tanggal diundangkan dalam Berita Desa pada masing-masing Desa.
Tahap Penyebarluasan.
Peraturan Bersama Kepala Desa disebarluaskan kepada masyarakat Desa masing-
masing. Metode penyebarluasan dapat menggunakan berbagai sarana yang
memudahkan masyarakat desa untuk mengaksesnya, misalnya melalui sarana internet
atau pengumuman di tempat strategis.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJM Desa) adalah Rencana Kegiatan
Pembangunan Desa untuk jangka waktu 6 (enam) tahun.
Rancangan RPJM Desa paling sedikit memuat penjabaran visi dan misi kepala Desa
terpilih dan arah kebijakan perencanaan pembangunan Desa dengan memperhatikan
arah kebijakan perencanaan pembangunan kabupaten/kota.
RPJM Desa mengacu pada RPJM kabupaten/kota yang memuat visi dan misi kepala
Desa, rencana penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan pembangunan,
pembinaan kemasyarakatan, pemberdayaan masyarakat, dan arah kebijakan
pembangunan Desa.RPJM Desa disusun dengan mempertimbangkan kondisi objektif
Desa dan prioritas pembangunan kabupaten/kota.RPJM Desa ditetapkan dalam jangka
waktu paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak pelantikan kepala Desa.
Apa yang dimaksud dengan Kondisi objektif Desa? Maksudnya adalah kondisi yang
menggambarkan situasi yang ada di Desa, baik mengenai sumber daya manusia,
sumber daya alam, maupun sumber daya lainnya, serta dengan mempertimbangkan,
antara lain, keadilan gender, pelindungan terhadap anak, pemberdayaan keluarga,
keadilan bagi masyarakat miskin, warga disabilitas dan marginal, pelestarian lingkungan
hidup, pendayagunaan teknologi tepat guna dan sumber daya lokal, pengarusutamaan
perdamaian, serta kearifan lokal.
Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKP Desa) adalah penjabaran dari RPJM Desa untuk
jangka waktu 1 (satu) tahun.
RKP Desa merupakan penjabaran dari RPJM Desa untuk jangka waktu 1 (satu) tahun
yang memuat rencana penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan
pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat Desa.RKP
Desa paling sedikit berisi uraian:
1) evaluasi pelaksanaan RKP Desa tahun sebelumnya;
2) prioritas program, kegiatan, dan anggaran Desa yang dikelola oleh Desa;
3) prioritas program, kegiatan, dan anggaran Desa yang dikelola melalui kerja
sama antar-Desa dan pihak ketiga;
4) rencana program, kegiatan, dan anggaran Desa yang dikelola oleh Desa
sebagai kewenangan penugasan dari Pemerintah, pemerintah daerah
provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota; dan
5) pelaksana kegiatan Desa yang terdiri atas unsur perangkat Desa dan/atau
unsur masyarakat Desa.
RKP Desa disusun oleh Pemerintah Desa sesuai dengan informasi dari pemerintah
daerah kabupaten/kota berkaitan dengan pagu indikatif Desa dan rencana kegiatan
Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota.RKP
Desa mulai disusun oleh Pemerintah Desa pada bulan Juli tahun berjalan dan
ditetapkan dengan peraturan Desa paling lambat akhir bulan September tahun berjalan
yang menjadi dasar penetapan APB Desa.
Penting untuk dipahami bahwa berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 43 tahun 2014
tentang Peraturan Pelaksanaan UU Desa, sumber pembiayaan pemerintah desa dibagi
berdasarkan kewenangan sebagai berikut:
1) penyelenggaraan kewenangan Desa berdasarkan hak asal usul dan
kewenangan lokal berskala Desa didanai oleh APB Desa. Penyelenggaraan
kewenangan lokal berskala Desa selain didanai oleh APB Desa, juga dapat
didanai oleh anggaran pendapatan dan belanja negara dan anggaran
pendapatan dan belanja daerah.
2) Penyelenggaraan kewenangan Desa yang ditugaskan oleh Pemerintah
didanai oleh anggaran pendapatan dan belanja Negara yang dialokasikan
pada bagian anggaran kementerian/lembaga dan disalurkan melalui satuan
kerja perangkat daerah kabupaten/kota.
3) Penyelenggaraan kewenangan Desa yang ditugaskan oleh pemerintah
daerah didanai oleh anggaran pendapatan dan belanja daerah.
Penyampaian informasi tersebut kepada kepala Desa dilakukan dalam jangka waktu 10
(sepuluh) Hari setelah kebijakan umum anggaran dan prioritas serta plafon anggaran
sementara disepakati kepala daerah bersama dewan perwakilan rakyat daerah.
Selanjutnya Informasi dari gubernur dan bupati/walikota tersebut dijadikan sebagai
bahan penyusunan rancangan APB Desa.
PP No. 43 tahun 2014 juga mengatur batasan peruntukan Belanja Desa yang ditetapkan
dalam APB Desa dengan perincian:
1) paling sedikit 70% (tujuh puluh perseratus) dari jumlah anggaran belanja
Desa digunakan untuk mendanai penyelenggaraan Pemerintahan Desa,
pelaksanaan pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan
pemberdayaan masyarakat Desa; dan
2) paling banyak 30% (tiga puluh perseratus) dari jumlah anggaran belanja
Desa digunakan untuk:
a) penghasilan tetap dan tunjangan kepala Desa dan perangkat Desa;
b) operasional Pemerintah Desa;
c) tunjangan dan operasional Badan Permusyawaratan Desa; dan
d) insentif rukun tetangga dan rukun warga.
Dalam proses penyusunannya, Rancangan peraturan Desa tentang APB Desa disepakati
bersama oleh kepala Desa dan Badan Permusyawaratan Desa paling lambat bulan
Oktober tahun berjalan untuk kemudian disampaikan oleh kepala Desa kepada
bupati/walikota melalui camat atau sebutan lain paling lambat 3 (tiga) Hari sejak
disepakati untuk dievaluasi oleh Bupati/Walikota yang dalam pelaksanaannya dapat
didelegasikan kepada Camat. Peraturan Desa tentang APB Desa ditetapkan paling
lambat tanggal 31 Desember tahun anggaran berjalan.
a. Kejelasan tujuan
b. Kelembagaan atau urgan pembentuk yg tepat
c. Kesesuaian antara jenis dan materi muatan
d. Dapat dilaksanakan
e. Kedayagunaan dan kehasilgunaan
f. Kejelasan rumusan
g. Transparan
a. Peraturan Desa
b. Peraturan Bersama Kepala Desa
c. Peraturan Kepala Desa
a. Landasan Filosofis.
Landasan filosofis merupakan pertimbangan atau alasan yang menggambarkan
bahwa peraturan yang dibentuk mempertimbangkan pandangan hidup,
kesadaran, dan cita hukum yang meliputi suasana kebatinan serta falsafah
bangsa Indonesia yang bersumber dari Pancasila dan Pembukaan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
b. Landasan Sosiologis.
Landasan sosiologis merupakan pertimbangan atau alasan yang
menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat dalam berbagai aspek. Landasan sosiologis sesungguhnya
menyangkut fakta empiris mengenai perkembangan masalah dan kebutuhan
masyarakat dan negara. Dalam peraturan desa, agar peraturan desa yang
diterbitkan jangan sampai bertentangan dengan nilai-nilai yang hidup di tengah-
tengah masyarakat misalnya adat istiadat, agama.
c. Landasan Yuridis.
Landasan yuridis merupakan pertimbangan atau alasan yang menggambarkan
bahwa peraturan yang dibentuk untuk mengatasi permasalahan hukum atau
mengisi kekosongan hukum dengan mempertimbangkan aturan yang telah ada,
yang akan diubah, atau yang akan dicabut guna menjamin kepastian hukum dan
rasa keadilan masyarakat. Landasan yuridis menyangkut persoalan hukum yang
berkaitan dengan substansi atau materi yang diatur sehingga perlu dibentuk
5. PEMBAHASAN
Rancangan peraturan desa dibahas secara bersama oleh Pemerintah Desa dan
BPD. Muatan materi dilihat dari sudut pandang tujuan diterbitkannya sebuah
Peraturan Desa itu maka materi Peraturan Desa antara lain meliputi :
a. Menetapkan ketentuan-ketentuan yang bersifat mengatur
b. Menetapkan segala sesuatu yang menyangkut kepentingan masyarakat desa
c. Menetapkan segala sesuatu yang membebani keuangan desa dan masyarakat.
a. PENAMAAN/JUDUL
b. PEMBUKAAN
c. BATANG TUBUH
d. PENUTUP
e. LAMPIRAN (BILA DIPERLUKAN)
a. PENAMAAN/JUDUL
Contoh :
• Jenis Peraturan Desa :
b. PEMBUKAAN
c. PENJELASAN
seluruhnya huruf kapital, ditulis dalam satu baris dan tidak diakhiri tanda
baca.
Contoh :
b. JABATAN
Jabatan pembentuk Peraturan Desa, Peraturan Bersama Kepala Desa,
Peraturan Kepala Desa dan Keputusan Kepala Desa ditulis dengan huruf
kapital, dan diakhiri dengan tanda baca koma ( , )
Contoh :
KEPALA DESA KUSUMANEGARA,
c. KONSIDERANS
Konsiderans harus diawali dengan kata ” Menimbang ” yang memuat uraian
singkat mengenai pokok-pokok pikiran yang menjadi latar belakang,
pertimbangan, landasan yuridis, sosiologis dan filosofis dibentuknya
Peraturan Desa, Peraturan Bersama Kepala Desa, Peraturan Kepala Desa dan
Keputusan Kepala Desa
Jika konsideran terdiri dari lebih satu pokok pikiran, maka tiap-tiap pokok
pikiran dirumuskan pengertian dan tiap-tiap pokok pikiran diawali dengan
huruf a,b,c dst dan diawali dengan huruf kecil serta diakhiri dengan tanda
titik koma ( ; )
Contoh :
Menimbang: a. ................................................................................................... ;
b. .................................................................................................. ;
c. .................................................................................................. ;
d. DASAR HUKUM
Dasar hukum diawali dengan kata ” Mengingat ” yang harus memuat dasar
hukum bagi pembuatan produk hukum. Pada bagian ini perlu dimuat pula
jika ada peraturan perundang-undangan yang memerintahkan dibentuknya
peraturan desa, peraturan bersama kepala desa, peraturan kepala desa dan
keputusan kepala desa atau yang mempunyai kaitan langsung dengan
materi yang akan diatur. Dasar hukum dapat dibagi 2 yaitu :
1) Landasan yuridis kewenangan membuat peraturan desa, peraturan
bersama kepala desa, peraturan kepala desa dan keputusan kepala desa;
dan
2) Landasan yuridis materi yang diatur
FRASA
Contoh :
Dengan Kesepakatan Bersama
BADAN PERMUSYAWARATAN DESA..................(Nama Desa)
dan
KEPALA DESA .............................(Nama Desa)
MEMUTUSKAN
Kata ” Memutuskan ” ditulis dengan huruf kapital, dan diakhiri dengan tanda
baca titik dua ( : ). Peletakan kata MEMUTUSKAN adalah di tengah margin.
MENETAPKAN
Contoh :
Jenis Keputusan Kepala Desa :
MEMUTUSKAN
Menetapkan : KEPUTUSAN KEPALA DESA.....................(Nama Desa) TENTANG
TIM PENYUSUN RPJM DESA
BATANG TUBUH
Batang tubuh peraturan desa, peraturan bersama kepala desa dan peraturan
kepala desa memuat materi yang dirumuskan dalam bab dan pasal-pasal atau
diktum-diktum yang bersifat mengatur ( Regeling ), sedangkan jenisKeputusan
Kepala Desa bersifat menetapkan ( Beschikking ), batang tubuhnya dirumuskan
dalam diktum-diktum.
1. Batang Tubuh Peraturan Desa dan Peraturan Bersama Kepala Desa dan
PeraturanKepala Desamemuat:
- Ketentuan Umum
- Materi yang diatur
- Ketentuan Peralihan ( kalau ada )
- Ketentuan Penutup
Contoh :
BAB I
KETENTUAN UMUM
Bagian diberi nomor urut dengan bilangan-bilangan yang ditulis dengan huruf
kapital dan diberi judul. Huruf awal kata Bagian, urutan bilangan dan judul
bagian ditulis denganhuruf kapital, kecuali huruf awal dari kata partikel yang
tidak terletak pada awal frasa.
Contoh :
BAB II
(……… JUDUL BAB……….)
Bagian Kedua
……………………………….
Paragraf diberi nomor urut dengan angka arab dan diberi judul.
Huruf awal dalam judul paragraf, dan huruf awal judul paragraf ditulis dengan
huruf kapital, sedangkan huruf lainnya setelah huruf pertama ditulis dengan
huruf kecil
Contoh :
Bagian Kedua
(…….. Judul Bagian ………..)
Paragraf 1
( Judul Paragraf )
Pasal adalah satuan aturan yang memuat satu norma dan dirumuskan dalam
satu kalimat.
Contoh :
Pasal 5
Materi Peraturan Desa lebih baik dirumuskan dalam banyak pasal yang singkat
dan jelas dari pada dalam beberapa pasal yang panjang dan memuat beberapa
ayat, kecuali materi yg menjadi pasal itu merupakan satu rangkaian yg tidak
dapat dipisahkan.
Ayat adalah merupakan rincian dari pasal, penulisannya diberi nomor urut dengan
angka arab di antara tanda baca kurung tanpa diakhiri tanda baca. Satu ayat
hanya mengatur satu hal dan dirumuskan dalam satu kalimat
Contoh :
Pasal 22
(1) ……………………………………………………………….
(2) ……………………………………………………………….
(3) ……………………………………………………………….
Contoh :
KESATU : ……………………………………...............................................
KEDUA : ……………………………………...............................................
Dalam keputusan kepala desa tidak perlu ada ketentuan umum dan ketentuan
peralihan karena keputusan kepala desa yang bersifat penetapan adalah konkrit,
individual dan final
PENUTUP
1. Rumusan tempat dan tanggal penetapan, diletakkan di sebelah kanan
2. Nama jabatan ditulis dengan huruf kapital, dan pada akhir kata diberi tanda
baca koma
Contoh:
Ketentuan pencabutan dapat diletakkan di belakang (ketentuan Penutup)
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 88
Pada saat Peraturan Desa ini mulai berlaku, maka Peraturan Desa Kusuma
Negara Nomor 2 tahun 2015 tentang APBDesa dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku
Dalam bentuk seperti ini berarti walaupun peraturannya dicabut tetapi tidak
sampai pada akar-akarnya ( peraturan pelaksananya masih tetap berlaku )
PENJELASAN
TENTANG
Menimbang: a. bahwa …;
b. bahwa …;
c. dan seterusnya …;
Mengingat: 1. …;
2. …;
3. dan seterusnya …;
MEMUTUSKAN:
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
BAB II
…
Pasal …
BAB …
(dan seterusnya)
Pasal . . .
Ditetapkan di …
pada tanggal …
KEPALA DESA…(Nama Desa),
tanda tangan
NAMA
Diundangkan di …
pada tanggal …
SEKRETARIS DESA … (Nama Desa),
tanda tangan
NAMA
TENTANG
Menimbang : a. bahwa.................................................................;
b. bahwa.................................................................;
c. dan seterusnya....................................................;
Mengingat : 1. ...........................................................................;
2. ...........................................................................;
3. dan seterusnya...................................................;
MEMUTUSKAN:
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
BAB II
Bagian Pertama
............................................
Paragraf 1
Pasal ..
BAB ...
Pasal ...
BAB ...
KETENTUAN PERALIHAN (jika diperlukan)
BAB ..
KETENTUAN PENUTUP
Pasal ...
Ditetapkan di ...
pada tanggal
KEPALA DESA..., (Nama Desa) KEPALA DESA..., (Nama Desa)
(Nama Tanpa Gelar dan Pangkat) (Nama Tanpa Gelar dan Pangkat)
(Nama Tanpa Gelar dan Pangkat) (Nama Tanpa Gelar dan Pangkat)
TENTANG
Menimbang : a. bahwa................................................;
b. bahwa................................................;
c. dan seterusnya..................................;
Mengingat : 1. ..........................................................;
2............................................................;
3. dan seterusnya..................................;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN KEPALA DESA TENTANG... (Judul Peraturan Kepala
Desa).
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Kepala Desa ini yang dimaksud dengan:
BAB II
Bagian Pertama
............................................
Paragraf 1
Pasal ..
BAB ...
Pasal ...
BAB ...
KETENTUAN PERALIHAN (jika diperlukan)
BAB ..
KETENTUAN PENUTUP
Pasal ...
Ditetapkan di ...
pada tanggal
KEPALA DESA..., (Nama Desa)
(Nama Tanpa Gelar dan Pangkat)
Diundangkan di ...
pada tanggal ...
SEKRETARIS DESA..., (Nama Desa)
(Nama)
TENTANG
Mengingat : 1. ............................................................................;
2. ............................................................................;
3. dan seterusnya.....................................................;
Memperhatikan : 1. .....................................................................;
2. .....................................................................;
3. dan seterusnya..............................................;
(jika diperlukan)
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
KESATU :
KEDUA :
KETIGA :
KEEMPAT :
KELIMA : Keputusan Kepala Desa ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di ...............
pada tanggal ...................
KEPALA DESA..., (Nama Desa)
(Nama Tanpa Gelar dan Pangkat)
DAFTAR PUSTAKA
Pokok Bahasan 7
PENGUATAN KEBERDAYAAN
MASYARAKAT
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Menjelaskan pemberdayaan sebagai proses sosial-politik;
2. Menjelaskan tahapan pemberdayaan masyarakat;
3. Menjelaskan pemberdayaan bertumpu pada hak-hak masyarakat;
4. Menjelaskan pemberdayaan untuk meningkatkan posisi dan daya
tawar masyarakat;
5. Menjelaskan pemberdayaan untuk mewujudkan kemandirian
masyarakat.
Waktu
45Menit
Metode
Curah pendapat, Diskusi kelompok dan Paparan
Media
Lembar tayang dan Bahan bacaan
Alat Bantu
Flipt Chart, Spidol, Laptop danInfocus
Proses Penyajian
Kegiatan 1: Pembukaan
1. Buka acara dengan mengucapkan salam dan sampaikan tujuan,
proses dan hasil yang ingin dicapai.
Rencana Pembelajaran
SPB
Strategi Penguatan Kader
7.2
Pemberdayaan Masyarakat
Desa
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Mengidentifikasi kekurangan/kelemahan KPMD;
2. Menjelaskan penyebab kekurangan/kelemahan dimaksud;
3. Merumuskan cara mengatasi kekurangan/kelemahan dimaksud.
Waktu
90Menit
Metode
Curah Pendapat, Diskusi Kelompok dan Paparan
Media
Lembar Tayang dan Bahan Bacaan
Alat Bantu
Flipt Chart, Spidol, Laptop danInfocus
Proses Penyajian
Kegiatan 6: Pembukaan
2.
3.
Dst.
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Mengidentifikasi kekurangan/kelemahan Lembaga Kemasyarakatan
Desa;
2. Menjelaskan penyebab kekurangan/kelemahan dimaksud;
3. Menjelaskan cara untuk mengatasi kekurangan/kelemahan dimaksud.
Waktu
90Menit
Metode
Curah pendapat, Diskusi kelompok dan Paparan
Media
Media tayang dan Bahan bacaan
Alat Bantu
Flipt Chart, Spidol, Laptop danInfocus
Proses Penyajian
Kegiatan 10: Pembukaan
21. Pelatih membuka acara dengan mengucapkan salam;
22. Sampaikan tujuan, proses dan hasil yang ingin dicapai.
2.
3.
Dst
Bahan Bacaan
SPB
Pemberdayaan Masyarakat
7.1
Desa
Bahan Bacaan 1
Di Indonesia, ada pegeseran menarik dalam hal wacana, paradigma dan kebijakan
pembangunan, yakni dari pembangunan ke pemberdayaan. Tepatnya pembangunan
desa terpadu pada tahun 1970-an, bergeser menjadi pembangunan masyarakat desa
pada tahun 1980-an dan awal 1990-an, kemudian bergeser lagi menjadi pemberdayaan
masyarakat (desa) mulai akhir 1990-an hingga sekarang. Kini, dalam konteks reformasi,
demokratisasi dan desentralisasi, wacana pemberdayaan mempunyai gaung luas dan
populer.
Gagasan pemberdayaan berangkat dari realitas obyektif yang merujuk pada kondisi
struktural yang timpang dari sisi alokasi kekuasaan dan pembagian akses
sumberdaya masyarakat (Margot Breton, 1994). Pemberdayaan sebenarnya merupakan
sebuah alternatif pembangunan yang sebelumnya dirumuskan menurut cara pandang
developmentalisme (modernisasi). Saya meyakini bahwa antara pembangunan (lama)
dan pemberdayaan (baru) mempunyai cara pandang dan keyakinan yang berbeda,
seperti terlihat dalam tabel 6.
Pada intinya, paradigma lama (pembangunan) lebih berorientasi pada negara dan
modal sementara paradigma baru (pemberdayaan) lebih terfokus pada masyarakat dan
institusi lokal yang dibangun secara partisipatif. Modal adalah segala-galanya yang
harus dipupuk terus meski harus ditopang dengan pengelolaan politik secara
otoritarian dan sentralistik. Sebaliknya, pemberdayaan adalah pembangunan yang
dibuat secara demokratis, desentralistik dan partisipatoris. Masyarakat menempati
posisi utama yang memulai, mengelola dan menikmati pembangunan. Negara adalah
fasilitator dan membuka ruang yang kondusif bagi tumbuhnya prakarsa, partisipasi
dan institusi lokal.
Ketiga, pemberdayaan terbentang dari proses sampai visi ideal. Dari sisi proses,
masyarakat sebagai subyek melakukan tindakan atau gerakan secara kolektif
mengembangkan potensi-kreasi, memperkuat posisi tawar, dan meraih kedaulatan.
Dari sisi visi ideal, proses tersebut hendak mencapai suatu kondisi dimana masyarakat
mempunyai kemampuan dan kemandirian melakukan voice, akses dan kontrol terhadap
lingkungan, komunitas, sumberdaya dan relasi sosial-politik dengan negara. Proses
untuk mencapai visi ideal tersebut harus tumbuh dari bawah dan dari dalam
masyarakat sendiri. Namun, masalahnya, dalam kondisi struktural yang timpang
masyarakat sulit sekali membangun kekuatan dari dalam dan dari bawah, sehingga
membutuhkan “intervensi” dari luar. Hadirnya pihak luar (pemerintah, LSM, organisasi
masyarakat sipil, organisasi agama, perguruan tinggi, dan lain-lain) ke komunitas
bukanlah mendikte, menggurui, atau menentukan, melainkan bertindak sebagai
fasilitator (katalisator) yang memudahkan, menggerakkan, mengorganisir,
menghubungkan, memberi ruang, mendorong, membangkitkan dan seterusnya.
Hubungan antara komunitas dengan pihak luar itu bersifat setara, saling percaya, saling
menghormati, terbuka, serta saling belajar untuk tumbuh berkembang secara bersama-
sama.
ARENA
Pemerintahan Pembangunan
Tugas-Tugas Pemberdayaan
Pemberdayaan masyarakat bisa dilakukan oleh banyak elemen: pemerintah, perguruan
tinggi, lembaga swadaya masyarakat, pers, partai politik, lembaga donor, aktor-aktor
masyarakat sipil, atau oleh organisasi masyarakat lokal sendiri. Birokrasi pemerintah
tentu saja sangat strategis karena mempunyai banyak keunggulan dan kekuatan yang
luar biasa ketimbang unsur-unsur lainnya: mempunyai dana, aparat yang banyak,
kewenangan untuk membuat kerangka legal, kebijakan untuk pemberian layanan
publik, dan lain-lain. Proses pemberdayaan bisa berlangsung lebih kuat, komprehensif
dan berkelanjutan bila berbagai unsur tersebut membangun kemitraan dan jaringan
yang didasarkan pada prinsip saling percaya dan menghormati.
Pada dasarnya “orang luar” jangan sampai berperan sebagai “pembina” atau
“penyuluh”, melainkan sebagai “fasilitator” terhadap pemberdayaan masyarakat.
Fasilitator itu adalah pendamping, yang bertugas memudahkan, mendorong, dan
memfasilitasi kelompok sosial dalam rangka memberdayakan dirinya. Tugas-tugas itu
dimainkan mulai dari analisis masalah, pengorganisasian, fasilitasi, asistensi, dan
advokasi kebijakan.
Bahan Bacaan
SPB
Strategi Penguatan Kader
7.2
Pemberdayaan Masyarakat
Desa
Bahan Bacaan 2
Asas rekognisi dan subsidiaritas yang menjadi asas utama UU No. 6/2014 tentang Desa
(selanjutnya disebut UU Desa) telah mendorong negara mengakui dan menghormati
hak asal usul Desa dan menetapkan kewenangan lokal skala Desa. Konsekuensi dari
asas utama pengaturan Desa (rekognisi-subsidiaritas) adalah lahirnya paradigma baru
pembangunan Desa, dimana Desa sebagai sebuah kesatuan masyarakat hukum, kini
menjadi subjek pembangunan yang mengatur dan menggerakkan pembangunannya
secara mandiri berdasarkan hak dan kewenangan yang dimiliki. Selain itu, Desa kini
menjadi ruang publik politik bagi warga desa untuk menyelenggarakan pemerintahan
desa, pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatn desa dan pemberdayaan
masyarakat yang dilaksanakan secara mandiri.
Kewenangan desa untuk mengatur dan mengurus urusan masyarakat secara mandiri
mensyaratkan adanya manusia-manusia yang handal dan mumpuni sebagai pengelola
desa sebagai self governing community (komunitas yang mengelola pemerintahannya
secara mandiri). Kaderisasi desa menjadi kegiatan yang sangat strategis bagi
terciptanya desa yang kuat, maju, mandiri dan demokratis. Kaderisasi desa meliputi
peningkatan kapasitas masyarakat desa di segala kehidupan, utamanya pengembangan
kapasitas di dalam pengelolaan desa secara demokratis.
dalam urusan di desanya secara sukarela sehingga arah gerak kehidupan di desa
merupakan akualitas kepentingan bersama yang dirumuskan secara musyawarah
mufakat dalam semangat gotong royong.
PENGERTIAN KADER
Makna kata “kader” sebagaimana lazim dipahami dalam sebuah organisasi, adalah
orang yang dibentuk untuk memegang peran penting (orang kunci) dan memiliki
komitmen dan dedikasi kuat untuk menggerakan organisasi mewujudkan visi misinya.
Dalam konteks desa, Kader Desa adalah “orang kunci “ yang mengorganisir dan
memimpin rakyat desa bergerak menuju pencapaian cita-cita bersama. Kader Desa
terlibat aktif dalam proses belajar sosial yang dilaksanakan oleh seluruh lapiran
masyarakat desa.
Kader-kader Desa hadir di dalam pengelolaan urusan desa melalui perannya sebagai
kepala desa, anggota BPD, Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD), tokoh adat;
tokoh agama; tokoh masyarakat; tokoh pendidikan; pengurus/anggota kelompok tani;
pengurus/anggota kelompok nelayan; pengurus/anggota kelompok perajin;
pengurus/anggota kelompok perempuan. Kader Desa dapat berasal dari kaum
perempuan dan laki-laki dalam kedudukannya yang sejajar, mencakup warga desa
dengan usia tua, kaum muda maupun anak-anak.
Konsisten dengan mandat UU Desa, keberadaan kader desa yang berasal dari warga
Desa itu sendiri berkewajiban untuk melakukan “upaya mengembangkan kemandirian
dan kesejahteraan masyarakat dengan meningkatkan pengetahuan, sikap,
keterampilan, perilaku, kemampuan, kesadaran, serta memanfaatkan sumber daya
melalui penetapan kebijakan, program, kegiatan, dan pendampingan yang sesuai
dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat Desa”.
Selain itu dalam ketentuan PP Desa maupun Permendesa disebutkan bahwa KPMD
dipilih dari masyarakat setempat oleh pemerintah Desa melalui Musyawarah Desa
untuk ditetapkan dengan keputusan kepada Desa. Maknanya semakin terang bahwa
KPMD merupakan individu-individu yang dipersiapkan sebagai kader yang akan
melanjutkan kerja pemberdayaan di kemudian hari. Oleh karenanya, kaderisasi
masyarakat Desa menjadi sangat penting untuk keberlanjutan kerja pemberdayaan
sebagai penyiapan warga desa untuk menggerakkan seluruh kekuatan Desa.
KPMD selanjutnya masuk kedalam sistem pendampingan Desa skala lokal dan institusi
Desa. Pendampingan Desa merupakan mandat UU Desa agar terdapat system
pendampingan internal Desa guna menjadikan Desa yang
kuat,maju,mandiri,dandemokratis. UUDesa dan peraturan-peraturan dibawahnya
menegaskan pendampingan Desa sebagai kegiatan untuk melakukan tindakan
pemberdayaanmasyarakat. Tindakan pemberdayaan masyarakat Desa itudijalankan
secara “melekat” melalui strategi pendampingan pada lingkup skala lokal Desa.
KPMD dapat disebut sebagai institusi warga(civil institution), yakni sebuah institusi
kader lokal yang dibentuk secara mandiri oleh warga, untuk memerhatikan isu-isu
publik (yang melampaui isu-isu parokhial dan adat-istiadat) serta sebagai wadah
representasi dan partisipasi mereka untuk memperjuangkan hak dan kepentingan
maupun kewajiban warga desa. Spirit kewargaan – sebagai jantung strong democracy –
hadir dan dihadirkan oleh KPMD sebagai kader organisasi warga atau organisasi
masyarakat sipil di ranah desa. Bahkan, KPMD dapat menjadi penggerak terbentuknya
Pusat Kemasyarakatan (community centre) sebagai ruang publik politik untuk
memperluas jangkuan kaderisasi Desa.
Kehadiran KPMD sebagai penggerak warga desa untuk berpartisipasi dan berswadaya
gotong royong dalam pengelolaan urusan desa sudah barang tentu merupakan
lompatan baru. Sebab, selama puluhan tahun dalam kerangka kerja kontrol dan
mobilisasi-partisipasi, desa cenderung ditemjpatkan sebagai organisasi bentukan supra
desa (desa korporatis). Tidak hanya desa yang bersifat korporatis, lembaga-lembaga
masyarakat pun bersifat korporatis (PKK, Karang Taruna, RT, RW dan sebagainya).
Kelemahan organisasi korporatis adalah ketergantungan yang tinggi terhadap negara,
sehingga setiap urusan desa yang seharusnya mampu dikelola secara mandiri selalu
diserahkan kepada negara untuk menyelesaikannya. Akibatnya, desa beserta lembaga
masyarakat yang bersifat korporatis menjadi beban bagi negara.
Dalam ranah kaderisasi desa, KPMD bergerak untuk mengubah organisasi korporatis
menjadi kekuatan baru yang mendorong desa tampil sebagai pilar bangsa dan negara
dalam mewujdukan kesejahteraan masyarakat di desa-desa Indonesia. Secara
horisontal, KPMD bersama-sama dengan warga melakukan pembelajaran, musyawarah
mufatak (deliberasi), dan membangun kesadaran kolektif dalam diri warga desa untuk
melaksanakan pembangunan desa. Secara vertikal, KPMD memfasilitasi para pemimpin
Desa untuk berpihak kepada masyarakat desa, memfasilitasi fungsi representasi dalam
Musrenbang dan Musyawarah Desa, memfasilitasi pelayanan publik yang berkeadilan
bagi masyarakat desa, memfasilitasi pengelolaan APBDesa secara berkeadilan untuk
kesejahteraan masyarakat desa (pembiayaan Posyandu, dukungan untuk ketahanan
pangan, penyediaan air bersih, dan lain-lain).
Orientasi kerja KPMD atau Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa adalah sebagai
berikut.
KEDUA pendampingan yang dilakukan KPMD tidak boleh bersifat apolitik, tetapi harus
berorientasi politik. Kapasitas teknokratis yang diemban oleh KPMD sangat penting
tetapi tidak cukup untuk memperkuat desa. Karena itu pendampingan oleh KPMD
harus bersifat politik. Politik dalam konteks ini bukan dalam pengertian keterlibatan
KPMD dalam perebutan kekuasaan di Desa, melainkan kerja fasilitasi untuk
memperkuat pengetahuan dan kesadaran anggota masyarakat desa tentang posisi
dirinya sebagai warga desa yang sekaligus warga negara Republik Indonesia (100%
warga desa, 100% warga negara). Dalam kerangka kerja politik, KPMD mendorong
tumbuhnya sikap sukarela dalam diri warga desa untuk terlibat aktif dalam urusan
desanya. Dengan demikian, kerja politik KPMD dimaknai sebagai upaya menegakkan
hak dan kewajiban desa sekaligus upaya menumbuhkan dan menegakkan hak dan
kewajiban warga desa. Pendekatan pendampingan oleh KPMD yang berorientasi politik
ini akan memperkuat kuasa rakyat sekaligus membuat sistem desa menjadi lebih
demokratis dalam bingkai kedaulatan NKRI.
KETIGA para kader yang tergabung dalam KPMD bukan hanya memfasilitasi
pembelajaran dan pengembangan kapasitas, tetapi juga mengisi “ruang-ruang kosong”
baik secara vertikal maupun horizontal. KPMD memiliki orientasi untuk mengisiruang
kosong yang identik dengan membangun “jembatan sosial” (social bridging) dan
jembatan politik (politicalbridging). Pada ranah desa, ruang kosong vertikaladalah
kekosongan interaksi dinamis (disengagement) antara warga, pemerintah desa dan
lembaga-lembaga desa lainnya. Pada ranah yang lebih luas, ruang kosong vertikal
adalah kekosongan interaksi antara desa dengan pemerintah supra desa. Karena itu
kader-kader KPMD adalah aktor yang membangun jembatan atau memfasilitasi
engagement baik antara warga dengan lembaga-lembagadesa maupun pemerintah
desa, agar tercipta bangunan desa yang kolektif, inklusif dan demokratis.
KEEMPAT pendampingan desa secara fasilitatif dari luar tidak cukup dilakukan oleh
aparat negara dan para pelaku pendampingan profesional, tetapi juga perlu melibatkan
“pendamping pihak ketiga.Tak jarang dijumpai bahwa kader-kader Desa lebih kaya
metodologi pendampingan ketimbang pendamping profesional. Pendamping
profesional mungkin mampu mengembangkan kapasitas teknokratis, tetapi mengalami
keterbatasan dalam melakukan kaderisasi terhadap Kader Desa. Oleh karenanya, kader-
kader desa dalam KPMD harus direkognisi sebagai aktor pendampingan yang tepat
untuk melakukan kaderisasi. Dengan berpijak pada prinsip “negara yang padat”
(congested state), pemerintah dan pemda harus memfasilitasi dan membuka
kesempatan seluas-luasnya bagi kader-kader KPMD untuk berjaringan dan
KELIMA pendampingan yang lebih kokoh dan berkelanjutan jika dilakukan dari dalam
secara emansipatif oleh kader-kader desa
(KPMD).Pendampingansecarafasilitatifolehpendampingprofesional maupun pihak
ketiga dibutuhkan untuk katalisasi dan akselerasi. Namun proses ini harus berbatas,
tidak boleh berlangsung berkelanjutan bertahun-tahun. Selama proses pendampingan,
pendekatan fasilitatif oleh pendamping profesional dan pihak ketiga harus mampu
menumbuhkan kader-kader desa yaitu KPMD yang piawai tentang ihwal desa, dan
kader-kader KPMD lah yang akan melanjutkan pendampingan secara emansipatoris.
Lebih lanjut, KPMD akan menyebarkan jiwa dan watak kader ke seluruh warga desa.
KPMD memiliki spirit voluntaris. Tetapi sebagai bentuk apreseasi, tidak ada salahnya
kalau Desa mengalokasikan insentif untuk para KPMD.
KEENAM pendampingan tidak bersifat seragam dan kaku tetapi harus lentur dan
kontekstual.Karakteristik Desa berbeda satu dengan yang lain. Dengan mengingat dan
mengacu pada asas rekognisi dan subsidiaritas, pendamping harus menjalankan
tugasnya dengan menyesuaikan diri pada konteks kultur masyarakat setempat.
Menemukan kader desa yang nantinya dilembagakan dalam kedudukan sebagai KPMD
tidaklah mudah karena dipengaruhi beberapa subsistem dalam sistem desa. Langkah-
langkah menemukan Kader Desa dapat dilakukan sebagai berikut.
Secara politik musyawarah desa diselenggarakan oleh BPD dan difasilitasi oleh
Pemerintah Desa.Kader Desa yang aktif untuk terlibat aktif dalam pemetaan aspirasi
yang dilakukan oleh BPD, potensial untuk menjadi kader desa selanjutnya. Kader Desa
ditemukan dalam selama proses berlangsungnya Musyawarah Desa yang akan
menciptakan kebersamaan (kolektivitas) antara pemerintah desa, BPD, lembaga
kemasyarakatan dan unsur-unsur masyarakat untuk membangun dan melaksanakan
visi-misi perubahan desa. Disamping itu, Kader Desa akan ditemukan ditengah-tengah
pola hubungan antara BPD dan Kepala Desa yang dominatif, kolutif, konfliktual, dan
kemitraan.
Kader Desa ditemukan dalam pola kemitraan BPD dan Kepala Desa yang terus menerus
melakukan deliberasi untuk mengambil keputusan kolektif sekaligus sebagai cara untuk
membangun kebaikan bersama.
Pilihan atau Inisiatif dari Pemerintah Desa.Kader Desa dapat ditemukan dalam tipe
kepemimpinan di Desa. Pertama, kepemimpinan regresif. Sebagian besar desa
parokhial dan sebagian desa-desa korporatis cenderung banyak ditemukan kader desa
yang berwatak otokratis, dominatif, tidak suka musyawarah desa, tidak suka partisipasi,
anti perubahan dan biasa melakukan capture terhadap sumberdaya ekonomi. Jika desa
dikuasaisituasi kepemimpinan regresif, maka Kader Desa yang mengemban amanat
pengorganisasian pembangunan desa akan kesulitan untuk ditemukan secara ideal.
Kader Desa cenderung ditentukan dan dipilih berdasarkan kepentingan Kepala Desa
atau Pemerintah Desa.
atau pusat advokasi masyarakat. Para pendamping desa semestinya dapat melakukan
fasilitasi pembentukan lembaga-lembaga semacam ini sebagai arena pusat
pembelajaran masyaraka dan pembelajaran bagi kader desa. Pengembangan kapasitas
Kader Desa dapat diarahkan oleh para pendamping profesional (eksternal) melalui
langkah-langkah sebagai berikut:
Proses penjaringan kader Desa pada dasarnya dapat melalui cara apapun, baik
menggunakan mekanisme formal maupun informal. Namun sebagai bagian dari
program Pendampingan, proses rekruitmen mereka harus mengikuti mekanisme
tertentu yang berlaku di Desa. Lebih dari itu, kapasitas Kader Desa harus ditingkatkan
kompatibilitasnya dengan standar yang sesuai dengan visi UU Desa.
PENUTUP
lebih kokoh dan berkelanjutan jika dilakukan dari dalam secara emansipatif oleh KPMD.
Pendampingan secara fasilitatif oleh pendamping profesional maupun pihak ketiga
dibutuhkan hanya untuk katalisasi dan akselerasi untuk menumbuhkan KPMD yang
piawai tentang ihwal desadan akan melanjutkan pendampingan secara emansipatoris.
Bahan Bacaan
SPB
Strategi Penguatan Lembaga
7.3
Kemasyarakatan Desa
Bahan Bacaan 3
Dan prinsip keragaman, yang melandasi praktik bahwa lembaga kemasyarakatan harus
siap menerima anggota secara terbuka bagi siapa saja yang berminat menjadi anggota
dengan tidak pandang status masyarakat baik dari kalangan bawah, menengah
maupun atas. Siapapun mempunyai hak yang sama untuk mendaftarkan diri dan tidak
bersifat memaksa dengan tidak mewajibkan seluruh masyarakat untuk mendaftarkan
diri sebagai anggota yang akan menjadi bagian dari lembaga kemasyarakatan desa
yang akan didirikan.
Ada beberapa hal yang bisa dijadikan isu garapan dalam pengembangan lembaga
kemasyarakatan, diantaranya ; isu terkait dengan penyediaan pelayanan dasar, isu
terkait dengan peningkatan kapasitas pemerintahan desa, isu terkait dengan
peningkatan kapasitas pemerintahan desa, isu terkait dengan pengembangan pasar
yang pro kemiskinan, atau isu yang terkait dengan pengembangan akses untuk
bantuan keadilan dan hukum.
Dalam pasal 150 ayat 3 PP No. 43 disebutkan, bahwa lembaga kemasyarakatan desa
memiliki fungsi:
a. PKK. Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga atau lazim disebut dengan PKK
merupakan lembaga kemasyarakatan desa yang menjadi mitra kerja pemerintah
dan organisasi kemasyarakatan desa lainnya dalam pemberdayaan dan peningkatan
kesejahteraan keluarga. Hal itu bisa dilakukan misalnya dengan bentuk:
Sehingga Tim Penggerak PKK bisa berfungsi sebagai penyuluh, motivator dan
penggerak masyarakat agar mau dan mampu melaksanakan program PKK;
Penutup
Pokok Bahasan 8
PENGEMBANGAN KAPASITAS
MASYARAKAT MELALUI PELATIHAN
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Menjelaskan pengertian pelatihan masyarakat;
2. Menjelaskan pendekatan pelatihan masyarakat;
3. Menjelaskan tujuan pelatihan masyarakat;
4. Menjelaskan aspek-aspek kompetensi.
Waktu
45Menit
Metode
Curah pendapat, Diskusi kelompok dan Paparan
Media
Lembar tayang dan Bahan bacaan
Alat Bantu
Flipt Chart, Spidol, Laptop danInfocus
Proses Penyajian
Kegiatan 1: Pembukaan
1. Buka acara dengan mengucapkan salam;
2. Sampaikan tujuan, proses dan hasil yang ingin dicapai.
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Mengemukakan keterampilan dasar yang harus dimiliki untuk melatih
(komunikasi, mendengar, mengapresiasi, dan mengendalikan forum);
2. Menerapkan teknik: bertanya, mendengar, mengapresiasi,
mengendalikan forum.
Waktu
135Menit
Metode
Tanya jawab dan Bermain peran
Media
Lembar diskusi dan Lembar praktik
Alat Bantu
Flipt Chart, Spidol, Laptop danInfocus
Proses Penyajian
Kegiatan 4: Pembukaan
6. Buka acara dengan mengucapkan salam;
7. Sampaikan tujuan, proses dan hasil yang ingin dicapai.
Bermain peran:
10. Minta sembilan orang peserta sebagai sukarelawan untuk bermain
peran (perhatikan keterwakilan peserta perempuan);
11. Bagi peran peserta tersebut dengan cara mengundi peran masing-
masing (satu orang sebagai pelatih, tiga orang sebagai penanya, tiga
orang sebagai pemberi tanggapan dan dua orang yang mendominasi
forum/peran antagonis (gunakan Lembar Kerja 8.2.1);
12. Minta peserta bermain peran;
13. Minta peserta yang lain untuk mengamati proses bermain peran dan
memberikan penilaian;
14. Berikan umpan balik.
Tuliskan dalam gulungan kertas, peran-peran di bawah ini dan bagikan secara tertutup
dan acak kepada 9 orang peserta (sukarelawan). Kemudian minta mereka melaksanakan
peran masing-masing dalam praktik pelatihan:
Peran 1: Pelatih
Perintah: Anda bertugas untuk menyampaikan materi tentang “Peran
PLD dalam Pembangunan Desa” (Waktu 10 menit)
Peran 2: Penanya 1
Perintah: Anda bertugas untuk mengajukan pertanyaan atas paparan
yang disampaikan pelatih
Peran 2: Penanya 2
Perintah: Anda bertugas untuk mengajukan pertanyaan atas paparan yang
disampaikan pelatih
Peran 2: Penanya 3
Perintah: Anda bertugas untuk mengajukan pertanyaan atas paparan yang
disampaikan pelatih
Peran 4: Antagonis 1
Anda bertugas :
• Banyak mengajukan pertanyaan
• Membantah penyampaian pelatih dan peserta lain
Peran 4: Antagonis 2
Perintah: Anda bertugas menyela pembicaraan orang lain
Bahan Bacaan
SPB
Pengembangan Kapasitas
8
Masyarakat Melalui
Pelatihan
Bahan Bacaan 1
A. Pengertian
Sebelum tenaga pendampin Lokal Desa bekerja dalam situasi tugas, maka perlu dilakukan
penyiapan kemampuan personal dan kelembagaan yang dimulai dengan penilaian atau analisis
kebutuhan pendamping (AKP). Analisis kebutuhan pendamping salah satunya terkait dengan
kebutuhan pelatihan yang dikenal dengan istilah Traianing Need Assessment (TNA). Menzel
dan Messina (2011:22) mengatakan, ―A TNA is only the first critical stage in any training cycle.
Thus, a TNA is quite simply a way of identifying the existing gaps in the knowledge and the
strengths and weaknesses in the processes that enable or hinder effective training programs
being delivered.‖ Artinya, TNA merupakan tahap kritis pertama dalam siklus pelatihan. Dengan
TNA, manajemen mengidentifikasi kesenjangan yang ada dalam pengetahuan dan kekuatan
dan kelemahan dalam proses yang memungkinkan atau menghambat program pelatihan.
Analisis kebutuhan pendamping memiliki kaitan yang erat dengan perencanaan peningkatan
kapasitas pendamping, di mana perencanaan yang paling baik didahului dengan
mengidentifikasikan masalah atau kebutuhan. Hasil dari analisis kebutuhan pendamping akan
menjadi masukan dalam perencanaan pengembangan kapasitas pendamping.
Moore (1978) dan Schuler (1993), Wulandari (2005:79) menyimpulkan, ―Untuk menentukan
kebutuhan dapat diperoleh dari persamaan berikut ini: kinerja standar- kinerja aktual =
kebutuhan pelatihan. Hal Ini berarti perbedaan antara kinerja yang ingin dicapai dengan
kinerja sesungguhnya merupakan kebutuhan pelatihan‖. Analisis kebutuhan pelatihan dan
pengembangan sangat penting, rumit, dan sulit.
Hariadja (2007) mengungkapkan, sangat penting sebab di samping menjadi landasan kegiatan
selanjutnya seperti pemilihan metode pelatihan yang tepat, biaya pelatihannya tidak murah
sehingga jika pelatihan tidak sesuai dengan kebutuhan, selain tidak meningkatkan kemampuan
organisasi juga akan menghabiskan banyak biaya. Selanjutnya dikatakan rumit dan sulit sebab
perlu mendiagnosis kompetensi organisasi pada saat ini dan kompetensi yang dibutuhkan
sesuai dengan kecenderungan perubahan situasi lingkungan yang sedang dihadapi dan yang
akan dihadapi pada masa yang akan datang.
Analisis kebutuhan pelatihan mengambil peran yang penting dalam menyajikan informasi
sebagai upaya sistematis untuk mengenai kebutuhan Pendamping Lokal Desa dalam rangka
perbaikan kinerja. Menurut Barbazette (2006:5), ―analisis kebutuhan pelatihan dilakukan
untuk meningkatkan kinerja atau menutupi kinerja yang tidak memenuhi standar. Oleh karena
itu, analisis kebutuhan menjadi sumber informasi penting dalam perumusan kebijakan dan
strategi pengembangan kapasitas Pendamping Lokal Desa.
B. Tujuan
Tujuan penetapan kebutuhan peningkatan kapasitas Pendamping Lokal Desa di setiap wilayah
kerja (Kecamatan/Desa) di dasarkan pada kerangka acuan standar kompetensi Pendamping
Lokal Desa yang telah ditetapkan oleh Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan
Transmigrasi melalui Permendesa PDTT No. 3 Tahun 2015 tentang Pendampingan. Secara
umum, tujuan penilaian kebutuhan peningkatan kapasitas pendamping adalah mengumpulkan
informasi untuk menetukan bentuk pelatihan dan bimbingan yang di butuhkan bagi
pendamping sesuai dengan standar kompetensi yang dipersyaratkan. Secara khusus penilaian
kebutuhan peningkatan kapasitas Pendamping Lokal Desa dilaksanakan dengan tujuan sebagai
berikut:
C. Sasaran
Sasaran penilaian kebutuhan peningkatan kapasitas Pendamping Lokal Desa, sebagai berikut:
1. Terselenggaranya pembinaan, pengembangan dan pengendalian Pendamping Lokal
Desa secara efektif, efisien dan akuntabel.
2. Tersedianya Pendamping Lokal Desa yang profesional.
3. Terselenggaranya kegiatan pelatihan dan bimbingan teknis yang berkualitas.
D. Manfaat
Tahapan Analisis Kebutuhan Pendamping (AKP) atau Training Needs Analysis (TNA) menurut
Tees, David W., You, Nicholas., dan Fisher, Fred., (1987) membagi dalam 5 (lima) proses
penting yaitu :
Tahap 1: Persetujuan dan kesiapan manajemen dalam melakukan analisis kebutuhan. Proses
TNA dimulai ketika manajemen terutama pimpinan organisasi mengizinkan penggunaan
penilaian kebutuhan yang sistematis dalam menemukan target yang tepat untuk pelatihan.
Inisiasi TNA harus didahului dengan perencanaan yang rinci dan penjadwalan.
Tahap 2: Membaca lingkungan kerja organisasi. Tahapan ini melihat permasalahan yang terjadi
pada pelaksanaan pekerjaan, tim kerja, departemen, atau organisasi. Tiga bentuk umum dalam
pembacaan lingkungan organisasi dengan mempelajari catatan tertulis/telaah dokumen
organisasi, mengajukan pertanyaan/kuesioner kepada pegawai tentang kinerja atau
kesenjangan lain yang dicari, dan mengamati kinerja yang terjadi.
Tahap 5: Pelaporan Manajemen. Langkah terakhir dalam penilaian kebutuhan pelatihan adalah
untuk mempersiapkan laporan kepada manajemen. Isi laporan harus mencakup latar belakang
pada setiap kebutuhan pelatihan, tingkat kinerja yang diinginkan dalam setiap permasalahan,
strategi pelatihan yang digunakan untuk mencapai atau mengembalikan kinerja ketingkat yang
diinginkan, peringkat prioritas pelatihan dan berbagai fakta tentang setiap detail dan strategi
yang dilakukan dalam pelaksanaan TNA
Sumber: Diagram of the Training needs Assessment Process, Tees, You, dan Fisher (1987:10).
1. Checklist penilaian merupakan cara yang paling sederhana dan praktis yang digunakan
secara informal untuk kepentingan praktis pelatihan terutama untuk mengenal secara
cepat kecerdasan masing-masing individu. Checklist bukan tes untuk menguji
kahandalan dan kesesuaiannya. Checklist digunakan sebagai alat bantu untuk
mengumpulkan informasi dengan menggunakan teknik lainnya.
2. Dokumentasi. Catatan tertulis atau bentuk visual lain untuk memperlihatkan
kompetensi Pendamping Lokal Desa. Dokumentasi foto sangat bermanfaat untuk
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 281
MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
mengabadikan suatu perilaku tindakan dan bentuk komptensi yang menonjol yang
mungkin tidak akan berulang lagi pada waktu lain. Misalnya seorang pendamping
sedang melakukan asistensi perencanaan, dokumentasikan langkah-langkah dan
kemahiran dalam melakukannya. Penggunaan teknologi CD ROM memungkinkan
seluruh informasi dapat direkam dalam suatu piringan disket praktis dan mudah
ditelaah oleh masyarakat.
3. Data evaluasi. Catatan komulatif yang menunjukkan prestasi baik dari hasil pretest-
posttest atau tindakan dalam setiap kegiatan pendampingan baik kepada masyarakat,
Pemerintah Desa, UPTD dan pemangku lainnya di tingkat Kecamatan dan desa. Apakah
kemampuan Pendamping Lokal Desa lebih kuat dibidang visual melalui pemaparan
atau dalam menyusun urutan logis kegiatan pendampingan dalam rangka
implementasi Undang-Undang Desa. Hal ini dapat diukur melalui beberapa tes yang
telah dikembangkan sebagai bagian dari penilaian kinerja.
4. Berdiskusi dengan kelompok. Jika Pendamping Lokal Desa ingin mengenal masyarakat
lebih dekat terkait dengan potensi dan keberhasilnannya dapat dilakukan melalui
diskusi dengan kelompoknya. Misalnya tanyakan kepada kelompok tani tentang
kontribusi dan kemampuan yang diberikan anggota bersangkutan dalam menerapkan
teknologi pertanian atau pasca panen.
5. Berbicara dengan pembimbing atau pelatih lain. Kerapkali pelatihan merupakan
kegiatan serial dan bersambung untuk mengembangkan berbagai pengetahuan dan
keterampilan dalam bidang yang beragam. Jika pendamping akan melatih penerapan
rencana pembangunan Desa, maka perlu mendapat informasi tambahan dari ahli lain
yang pernah memberikan kemampuan sejenis untuk matematis-logis, spasial dan
naturalis dalam pelatihan yang berbeda.
6. Berdiskusi dengan masyarakat dan organisasi lokal. Cara ini dilakukan untuk
mendukung penilaian lain terutama dalam mengembangkan beberapa keterampilan
dasar menyangkut kebiasaan dan pola hidup masyarakat. Jika ingin mengetahui
kemampuan berhubungan dengan pemerintah, LSM, koperasi dan organisasi lainnya,
dapat berdiskusi dengan lembaga di mana peserta atau pembelajar terlibat dan
berhubungan aktif dengannya.
7. Bertanya langsung kepada masyarakat. Orang dewasa yang sangat tahu cara mereka
belajar dan memecahkan masalah yang dihadapinya adalah dirinya sendiri. Mereka
menggunakan kemampuan belajarnya selama 24 jam sejak dilahirkan. Pelatih dapat
berdiskusi bersama pembelajar dan bertanya langsung tentang kecerdasan yang paling
berkembang atau melengkapinya dengan karya, gambar dan foto pada saat
menunjukkan kecerdasannya.
8. Kegiatan khusus. pendamping dapat mengembangkan beberapa kegiatan untuk
menguji kecerdasan dengan memberikan wahana agar pembelajar menunjukkan
kinerja yang dapat diamati. Gunakan cara atau teknik tertentu untuk mengukur
seluruh wilayah potensi dan kebutuhan belajar peserta, misalnya dengan
menggambar, bercerita, menari, berhitung dan bermain peran, bernyayi, dan tugas
tim.
1. Analisis Kinerja
Analisis kinerja (Dessler, 2015:331) merupakan proses yang dilakukan secara terus-menerus
untuk mengidentifikasi, mengukur dan mengembangkan kinerja individu dan tim dan
menyelaraskan kinerja mereka dengan sasaran organisasi‖. Sementara Barbazatte (2006)
menyatakan bahwa ―analisis kinerja biasa disebut gap analysis, yaitu melihat kinerja yang
telah dilakukan pegawai dan melihat hasil pekerjaan tersebut apakah telah sesuai dengan
kinerja yang diinginkan‖. tujuan melakukan analisis kinerja adalah untuk mengidentifikasi
penyebab kekurangan/kesenjangan kinerja dan tindakan korektif apa yang tepat untuk
mengatasinya.
Jika masalah kesenjangan tersebut disebabkan oleh kurangnya keterampilan, solusi berupa
pelatihan yang sesuai. Jika masalah tersebut bukan disebabkan karena kurangnya
keterampilan, maka solusi non pelatihan apa yang lebih tepat. Dengan demikian analisis
kinerja sebagai salah satu metode dalam melakukan analisis kebutuhan di mana identifikasi
pengembangan kapasitas yang dibutuhkan organisasi ditentukan berdasarkan analisa
kesenjangan antara target kinerja organisasi dengan hasil kinerja individu. Apabila seorang
pendamping tidak melakukan pekerjaan seperti yang diharapkan sesuai standar yang telah
ditetapkan, maka perlu diidentifikasi apa yang salah terhadap pegawai tersebut, dan apakah
pegawai tersebut memiliki pengetahuan yang cukup untuk melakukan tugasnya.
2. Analisis Tugas
Analisis tugas dilakukan untuk menemukan metode terbaik dalam menyelesaikan tugas
dengan konsistensi urutan berupa langkah-langkah bagaimana tugas tersebut diselesaikan,
seperti yang dikemukakan Barbazette (2006:87), ―The purpose of task analysis is to find the
best method to perform a task and the best sequence of steps to complete a specific task”.
Analisis tugas merupakan serangkaian kegiatan pemeriksaan terhadap tugas yang dijalankan,
berfokus pada kewajiban dan tugas di seluruh organisasi itu untuk menentukan pekerjaan yang
mana yang membutuhkan pelatihan. Analisis tugas seharusnya memberikan semua informasi
yang dibutuhkan untuk memahami persyaratan pekerjaan. Selanjutnya Sedarmayanti (2007),
task analysis berupa penetapan langkah dalam mewujudkan :
a. Tugas yang harus dilaksanakan guna mewujudkan kinerja;
b. Kemampuan dan keterampilan yang dibutuhkan guna mengerjakan tugas dengan baik;
dan
c. Skala prioritas kemampuan dan keterampilan yang dibutuhkan guna merumuskan
kurikulum pelatihan.
3. Studi Kompetensi
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 283
MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Spencer dan spencer dalam Wibowo (2010:325) menyatakan bahwa kompetensi merupakan
landasan dasar karakteristik orang dan mengindikasikan cara berperilaku atau berpikir,
menyamakan situasi, dan mendukung untuk periode waktu cukup lama. Kompetensi pada
hakikatnya memiliki komponen knowledge, skill, dan personal attitude, dengan demikian
secara umum kompetensi dapat diartikan sebagai tingkat pengetahuan, keterampilan dan
tingkah laku yang dimiliki seseorang dalam menjalankan tugas yang dibebankannya didalam
organisasi. Terdapat lima lima kategori kompetensi, yang terdiri dari:
a. Fokus kepada kebutuhan dunia usaha/dunia industri. Dimana kompetensi kerja yang
berlaku dan diibutuhkan oleh dunia usaha/dunia industri, dalam upaya melaksanakan
proses bisnis sesuai dengan tuntutan oprasional perusahaan yang dipengaruhi oleh
dampak era globalisasi.
b. Kompatibilitas. Memiliki kompatibilitas dengan standar yang berlaku di dunia
usaha/dunia industri untuk bidang pekerjaan yang sejenis dan kompatibel dengan
standar sejenis yang berlaku dinegara lain ataupun secara internasional.
c. Fleksibilitas. Memiliki sifat generik yang mampu mengakomodasi perubahan dan
penerapan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, yang diaplikasikan dalam
bidang pekerjaan terkait.
d. Keterukuran. Meskipun bersifat generik standar kompetensi harus memiliki
kemampuan ukur yang akurat, untuk itu standar harus terfokus pada apa yang
diharapkan dapat dilakukan pekerja di tempat kerja, memberikan pengarahan yang
cukup untuk pelatihan dan penilaian, diperlihatkan dalam bentuk hasil akhir yang
Karakteristik umum training needs survei menurut Berkowitz, Bill and Nagy,Jenette (2014),
sebagai berikut:
a. Memiliki daftar pertanyaan yang harus dijawab.
b. Memiliki sampel yang telah ditentukan jumlah dan jenis orang untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan yang dipilih terlebih dahulu.
c. Wawancara dilakukan secara pribadi, telepon, atau dengan tanggapan tertulis
(misalnya, mail-in survei).
d. Hasil survei ditabulasi, diringkas, didistribusikan, dibahas, dan digunakan.
Daftar Pustaka:
Idris (tt). Analisis Kebutuhan Diklat (training Needs) dalam Berbagai Pendekatan.
Jerold E. Kemp, Gary R. Morrison, Steven M. Ross (1994) Designing Effective Instruction.
New York: Macmillan College Publishing Company
Arief S. Sadiman (1992/1993) Perencanaan Sistem Pembelajaran, Prototipa Bahan
Perkuliahan. Jakarta: Fakultas Pasca Sarjana IKIP Jakarta
Allison Rosset and Joseph W. Arwady (1987) Training Needs Assesment. New Jersey:
Education Techology Publications, Inc
http://jadhie.blogspot.co.id/2011/12/standar-kompetensi-kerja-nasional.html
https://edutrial.wordpress.com/2012/05/05/analisis-kebutuhan-diklat-training-needs-
assessment/
http://bkd.jogjaprov.go.id/detail/konsepsi-analisis-kebutuhan-diklat-akd/358
Bahan Bacaan
SPB
Pengembangan Kapasitas
8
Masyarakat Melalui
Pelatihan
Bahan Bacaan 2
A. Latar Belakang
Dalam The Capacity Building For Local Government Toward Good Governancebahwa
peningkatan kapasitas perlu memperhatikan tiga aspek yaitu. Pertama,pengembangan
SDM melalui pelatihan, sistem rekruitmen yang transparan, pemutusanpegawai secara
profesional, dan updating pola manajerial dan teknis. Kedua, pengembangan
kelembagaan yang mencakup pada aspek menganalisis postur struktur organisasi
berdasarkan peran dan fungsi, proses pengembangan SDM, dan gaya manajemen
organisasi. Ketiga, pengembangan jejaring kerja (networking) yang dilakukan melalui
penguatan koordinasi, memperjelas fungsi jejaring, serta interaksi formal dan informal
antar kelembagaan.
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 286
MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
Dalam proses pengembangan kapasitas, salah satu cara yang cukup efektif
untukmeningkatkan kemampuan membangun jejaring kerja adalah dengan meniru
Peristilahan capacity building sesungguhnya berkembang mulai dari fase 1950-an dan
1960-an yang dimaksudkan untuk menyebut proses pengembangan masyarakat yang
berfokus pada peningkatan kapasitas penguasaan teknologi di daerah pedesaan.
Pada1970-an, laporan badan organisasi PBB menekankan pentingnya pembangunan
kapasitas untuk keterampilan teknis di daerah pedesaan, dan juga di sector administrasi
negara berkembang. Pusatnya, pada 1990-an, UNDP menjadikan gerakan capacity
building sebagai konsep pembangunan untuk meningkatkan kapasitas pemberdayaan
dan partisipasi keseluruhan unit organisasi.
Pendamping Lokal Desa yang berkualitas dan handal dicirikan antara lain oleh kinerja
yang tinggi, khususnya kompetensi teknis, kompetensi berinteraksi dengan masyarakat,
mengelola pemangku kepentingan dan kompetensi kewirausahaan (entrepreneurship),
serta memiliki daya fisikal handal. Sebelum dan selama berkiprah melakukan kegiatan
pengembangan masyarakat, maka kompetensi tertentu yang dimiliki Pendamping Lokal
Desa perlu lebih ditajamkan dan ditingkatkan sedemikian rupa, sehingga memiliki
penampilan sederhana, low profile, berjiwa kritis, arif, terbuka, berkepribadian tinggi,
ramah, kooperatif, mampu bekerja dalam tim, menghargai dan menghormati orang-
orang lain, memiliki daya penguasaan dan pengendalian diri yang kuat.
Merujuk pada gagasan Rotwell, maka Pendamping Lokal Desa dituntut memiliki empat
kompetenasi, yaitu:
1. Kompetensi Teknis (Technical Competence), yaitu kompetensi mengenai
bidang yang menjadi tugas pokok dalam mendampingi masyarakat;
2. Kompetensi Manajerial (Managerial Competence) adalah kompetensi yang
berhubungan dengan berbagai kemampuan manajerial yang dibutuhkan
dalam menangani tugas organisasi atau tim kerja;
3. Kompetensi Sosial (Social Competence) yaitu kemampuan melakukan
komunikasiyang dibutuhkan oleh masyarakat dalam pelaksanaan tugas
pokoknya;
4. Kompetensi lntelektual/Strategik (Intelectual/Strategic Competence) yaitu
kemampuan untuk berpikir secara stratejik dengan visi jauh ke depan.
yang perlu internalisasikan kepada Pendamping Lokal Desa. Pada tahap ini
diidentifikasi dan dipilah-pilah materimateri pembelajaran yang diperlukan, diantaranya
mencakup kompetensi umum dan kompetensi khusus termasuk dalam keterampilan
sosial.
Secara lebih rinci rencana peningkatan kapasitas dijabarkan secara rinci dalam bentuk
kurikulum, berupa GBPP (Garis-garis Besar Program Pembelajaran), TIU (Tujuan
Instruksional Umum dan TIK (Tujuan Instruksional Khusus), serta Kerangka Acuan dari
program yang akan diselenggarakan. Semua kegiatan ini dilandaskan kepada materi
pembelajaran sesuai dengan upaya peningkatan kompetensi khusus.
Efektivitas dan efisiensi proses belajar hendaklah dijadikan pedoman di dalam upaya
meningkatkan kapasitas dan kualitas Pendamping Lokal Desa. Oleh karena itu, semua
pihak terkait, yakni SKPD, Pemerintah Kabupaten/Kota, pakar perguruan tinggi, LSM
dan sukarelawan terkait serta lembaga penyandang dana (donor), perlu sepakat
damendukung gagasan pengembangan kapasitas yang lebih bersifat bottom-up
program planning.
Dalam pemberdayaan pendamping ada dua istilah yang perlu dipahami yaitu
―pemberdayaan‖ dan ―pendamping‖. Dua kata ini memiliki makna yang sangat
strategis terkait upaya memperkuat posisi dan peran dalam masyarakat. Pemberdayaan
mengandung makna bahwa terjadi perubahan dinamis dan berkelanjutan dari
ketidakmampuan menuju kesuksesan atau kemandirian. Sedangkan, kata pendamping
bermakna subjek dan objek yang memiliki peran, kemampuan (competency) dan
mandat dalam mendukung pembangunan dan pemberdayaan Desa.
1. Memberi Peran
Setiap unit lembaga pasti ada yang ditunjuk untuk sebagai peran dalam melaksanakan
pekerjaan yang sesuai dengan tingkat yang ada dalam lembaga tersebut. Seseorang
yang diberi peran dalam pekerjaan akan merasa ada perhatian khusus dari lembaga
yang dapat mempengaruhi psikologi pelakunya dan secara langsung dia mempunyai
tuntutan agar orang lain berperilaku kepadanya yang sesuai dengan kondidi perannya.
Misal seorang guru akan bererilaku sebagai guru yang baik dalam setiap waktu. Kondisi
yang seperti itu dapat mempengaruhi dari dorongan pemberian peran. Dan jangan
sampai peran yang diberikan bertentangan dengan kompetensi yang dimiliki dan
kemauan jiwa yang dimiliki. Begitu pula peran yang diberikan tidak over load . Agar
semua bisa teratasi dengan baik diperlukan :
a. Rancangan beban tugas harus jelas dan pas.
b. Mempunyai tujuan peran yang jelas seperti program promosi
c. Jabatan dan lain-lainnya.
d. Menerapkan manajemen kinerja yang efektif.
e. Merancang sesuai dengan kebutuhan tugas pendamping.
f. Menjelaskan keseluruhan kepada pemangku kepentingan.
g. Membuat struktur organisasi kerja yang jelas.
Ada beberapa metode yang dapat digunakan dalam pelaksanaan program pelatihan
dan pengembangan antara lain :
a. On the job atau pelatihan dalam jabatan, merupakan teknik pelatihan di mana
para peserta dilatih langsung di tempat dia bekerja. Sasarannya adalah
meningkatkan kemampuan peserta latihan mengerjakan tugasnya yang
sekarang. Yang bertindak sebagai pelatih bisa seorang pelatih formal, atasan
langsung, atau rekan sekerja yang lebih senior dan berpengalaman. Pelatihan
dalam jabatan ini meliputi empat tahap yaitu:
- peserta pelatihan memperoleh informasi tentang pekerjaan yang
menjadi tanggung jawabnya dan hasil yang diharapkan, kesemuanya
dikaitkan dengan relevansi pelatihan dengan peningkatan kemampuan
peserta pelatihan yang bersangkutan.
- pelatih mendemonstrasikan cara yang baik melaksanakan pekerjaan
tertentu untuk dicontoh oleh pegawai yang sedang dilatih.
- peserta pelatihan disuruh mempraktekkannya sendiri apa yang telah
didemonstrasikan pelatih.
- pendamping menunjukkan kemampuan bekerja menurut cara yang
telah dipelajarinya secara mandiri.
Daftar Pustaka:
Pokok Bahasan 9
PENDAMPINGAN
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat menjelaskan:
1. Pengertian pendampingan;
2. Tujuan pendampingan;
3. Misi pendampingan;
4. Tanggungjawab dan tugas Pendamping;
5. Klasifikasi dan jenis pendamping;
6. Posisi Pendamping Lokal Desa.
Waktu
45Menit
Metode
Curah pendapat, Diskusi kelompok dan Paparan
Media
Lembar tayang dan Lembar diskusi
Alat Bantu
Flipt Chart, Spidol, Laptop danInfocus
Proses Penyajian
Kegiatan 1: Pembukaan (5 Menit)
1. Antarkan peserta dalam pertemuan ini dengan menjelaskan tujuan
yang akan dicapai dalam sesi belajar bersama.
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Mengelola dinamika kelompok;
2. Membangun kesadaran kritis;
3. Merumuskan gagasan bersama.
Waktu
5 JPL (225Menit)
Metode
Curah pendapat, Diskusi kelompok, Paparan dan Praktek
Media
Lembar tayang dan Bahan bacaan
Alat Bantu
Flipt Chart, Spidol, Laptop danInfocus
Proses Penyajian
Kegiatan 4: Pembukaan
8. Jelaskan materi yang akan dibahas dan tujuan yang akan dicapai
dalam sesi belajar bersama kali ini.
2. Longsor
3. Gizi buruk
4. Putus Sekolah
Dst.
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Menjelaskan pengertian kinerja;
2. Mengetahui ketentuan dan mekanisme evaluasi kinerja;
3. Mengetahui aspek-aspek yang dievaluasi;
4. Mengetahui tindaklanjut hasil evaluasi kineja.
Waktu
2 JPL (90Menit)
Metode
Curah pendapat, Diskusi kelompok dan Paparan
Media
Lembar tayang dan Bahan bacaan
Alat Bantu
Flipt Chart,Spidol, Laptop danInfocus
Proses Penyajian
Kegiatan 9: Pembukaan
23. Jelaskan tujuan yang akan dicapai dalam sesi belajar bersama ini.
PB Bahan Bacaan
9 Pendampingan
Bahan Bacaan1
PENDAMPINGAN DESA
Oleh: Sutoro Eko
Dalam diskusi para pihak di berbagai ruang dan tempat, pendampingan desa berpijak
kepada dua argumen dan tujuan. Pertama, pendampingan desa merupakan tindakan
meningkatkan kemampuan desa dalam mengelola pemerintahan, pembangunan,
pemberdayaan, dan kemasyarakatan. Kedua, banyak pihak khawatir dana desa yang
diamanatkan UU desa tak efektif dan berpotensi menimbulkan korupsi besar-besaran
oleh kepala desa. Karena itu, pendampingan desa merupakan tindakan untuk
mengawal efektivitas dan akuntabilitas dana desa.
Pembangunan adalah instrumen teknis, proyek dan industri yang anti politik. Di satu
sisi, pembangunan adalah instrumen representasi ekonomi dan rekayasa sosial yang
mengabaikan representasi politik. Depolitisasi dilakukan dengan mengabaikan realitas
dan aspirasi politik, menyingkirkan rakyat dari politik, sekaligus menggiring mereka
sibuk dalam dunia sosial dan ekonomi. Di sisi lain pembangunan dirancang canggih
oleh teknokrat dan dijalankan oleh birokrat untuk ekspansi kekuasaan birokrasi negara.
Dengan demikian, mesin anti politik mengandung depolitisasi (kebijakan,
pembangunan dan rakyat) dan ekspansi kontrol birokrasi negara.
Anti Politik
Karya Ferguson itu tentu sudah kedaluwarsa, tetapi penting saya angkat sebagai
perspektif kritis atas jebakan teknokratis-birokratis dalam pemerintahan,
pembangunan, pemberdayaan, dan juga pendampingan desa. Belajar dari pengalaman
pendampingan program nasional pemberdayaan masyarakat (PNPM) dan proyek-
proyek sejenis selama ini, ada sejumlah gejala operasi mesin anti politik.
Instrumen good governance hanya dipakai dalam proyek, tetapi tak berdampak dalam
pemerintahan desa. Tingkat kebocoran sangat rendah bukan berarti tumbuh kultur anti
korupsi, tetapi hanya pertanda keberhasilan mengamankan dana proyek. Terbukti
masyarakat sangat gemar politik uang dalam setiap proses elektoral. Peningkatan
kemampuan hanya terjadi dalam pengelolaan proyek, tetapi kemampuan desa secara
organik dalam mengelola pembangunan tak tumbuh baik. Wirausaha lokal tak tumbuh
signifikan. PNPM hanya mampu membangun istana pasir, sekaligus sebagai proyek
yang menyenangkan, tetapi tak menolong/berdayakan rakyat.
Propolitik
Saya berulang kali berdiskusi tentang pendampingan desa dengan Menteri Marwan
Jafar maupun tim teknokrat-birokrat di Kementerian Desa, PDT, dan Transmigrasi. Kami
Pertama, Marwan berulang kali menegaskan pendampingan desa jangan terjebak pada
proyek, tetapi harus menjadi jalan ideologis memuliakan dan memperkuat desa,
termasuk mewujudkan idealisme Nawacita di ranah desa, dengan spirit "Desa
Membangun Indonesia". Kami menjabarkan gagasan ini dengan menegaskan bahwa
pendampingan desa bukan sekadar berurusan dengan kapasitas dan efektivitas, tetapi
hendak mempromosikan desa sebagai "masyarakat berpemerintahan" (self governing
community) yang maju, kuat, mandiri, dan demokratis.
Di balik perencanaan desa ada pembelajaran bagi orang desa membangun impian
kolektif dan mandiri mengambil keputusan politik. Demikian juga sistem informasi desa
(SID) yang kaya data, aplikasi dan disertai jaringan online. SID tak hanya alat dan
teknologi. Di balik SID ada pembelajaran bagi orang desa untuk membangun
kesadaran kritis terhadap diri mereka sendiri sekaligus memperkuat representasi hak
dan kepentingan rakyat.
PB Bahan Bacaan
9 Pendampingan
Bahan Bacaan 2
PENDAMPINGAN
A. Pengertian Pendampingan
Masyarakat pedesaan seringkali merupakan kelompok yang tidak berdaya baik karena
hambatan internal dari dalam dirinya maupun tekanan eksternal dari lingkungannya.
Pendamping desa kemudian hadir sebagai agen perubah yang turut terlibat membantu
memecahkan persoalan yang dihadapi mereka. Pendampingan desa dengan demikian
dapat diartikan sebagai interaksi dinamis antara masyarakat pedesaan kelompok miskin
dan pekerja sosial untuk secara bersama-sama menghadapi beragam tantangan
seperti; (a) merancang program perbaikan kehidupan sosial ekonomi pedesaan, (b)
memobilisasi sumber daya pedesaan (c) memecahkan masalah sosial pedesaan, (d)
menciptakan atau membuka akses bagi pemenuhan kebutuhan masyarakat desa (e)
menjalin kerjasama dengan berbagai pihak yang relevan dengan konteks
pemberdayaan desa.
Salah satu pendekatan yang kini sering digunakan dalam meningkatkan kualitas
kehidupan dan mengangkat harkat martabat masyarakat desa adalah pemberdayaan
masyarakat desa. Konsep ini menjadi sangat penting terutama karena memberikan
perspektif positif terhadap desa. Masyarakat desa tidak dipandang sebagai orang yang
serba kekurangan (misalnya, kurang makan, kurang pendapatan, kurang sehat, kurang
dinamis) dan objek pasif penerima pelayanan belaka. Melainkan sebagai masyarakat
yang memiliki beragam kemampuan yang dapat dimobilisasi untuk perbaikan
hidupnya. Konsep pemberdayaan memberi kerangka acuan mengenai matra kekuasaan
(power) dan kemampuan (kapabilitas) yang melingkup aras sosial, ekonomi, budaya,
politik dan kelembagaan desa.
1Edi Suharto, PhD Dosen STKS, UNPAS dan UNLA Bandung. International Policy Analyst, Centre for
Policy Studies (CPS), Central European University, Hungary Makalah Pemberdayaan Masyarakat.
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 309
MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
B. Tujuan Pendampingan
Bila kembali pada inti pengertian pendampingan yaitu terjadinya proses perubahan
kreatif yang diprakarsai oleh masyarakat desa sendiri, jelas menunjukan adanya proses
inisiatif dan bentuk tindakan yang dilakukan oleh masyarakat desa sendiri, tanpa
adanya intervensi dari luar.
C. Fokus Pendampingan
• Penyadaran berfikir kritis dan analitis. Yaitu mengajak anggota kelompok di desa
terbiasa untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi masyarakat di desa
dengan meneliti hubungan sebab-akibat yang ditimbulkan dari masalah tersebut.
• Penggunaan atas hak dan kewajiban individu dan kolektif. Yaitu mengajak anggota
masyarakat desa dan kelompok terbiasa bertindak atas dasar hak dan
kewajiban yang dimiliki (tidak mengatas namakan secara tidak tepat). 2
D. Misi Pendampingan
Paska pengesahan tahun 2014 desa akan menjadi titik sentral pembangunan di
Indonesia. UU No 6 tahun 2014 atau yang lebih dikenal dengan undang-undang desa
maka kewenangan dan anggaran desa akan ditambah.Penambahan kewenangan dan
anggaran desa tersebut harus diikuti dengan peningkatan kapasitas pengelolaan
program dan anggaran. Tanpa hal tersebut maka inisiatif pemberian kewenangan
tersebut tidak akan memberi hasil yang baik.
Pada sisi lain saat ini tengah berkembang paradigma baru pemberdayaan masyarakat,
yaitu lewat program peningkatan financial literacy. Financial literacy adalah upaya
untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat yang akan diberi bantuan tentang
pengetahuan keuangan. Orang-orang yang tidak paham mengenai keuangan (financial
illiterate) maka ketika diberi bantuan maka akan jadi dana yang cepat habis. Setelah
mengetahui financial liter.
Misi besar pendampingan desa adalah memberdayakan desa menjadi maju, kuat,
mandiri, dan demokratis. Kegiatan pendampingan menurut Heri Susanto membentang
dari pengembangan kapasitas pemerintahan, mengorganisasi dan membangun
kesadaran kritis warga masyarakat, serta memperkuat organisasi-organisasi
warga.Selain itu juga memfasilitasi pembangunan partisipatif, memfasilitasi dan
memperkuat musyawarah desa sebagai arena demokrasi dan akuntabilitas lokal,
merajut jaringan dan kerja sama desa, hingga mengisi ruang-ruang kosong di antara
pemerintah dan masyarakat.Intinya pendampingan desa adalah menciptakan suatu
frekuensi dan kimiawi yang sama antara pendamping dengan yang didampingi. UU No.
2M.RHIDO–PERDESAANSEHAT.COM, http://www.bintan-s.web.id/2010/12/tujuan-
pendampingan.html
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 311
MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA
6/2014 tentang Desa mengembangkan paradigma dan konsep baru kebijakan tata
kelola desa secara nasional.
UU Desa tidak lagi menempatkan desa sebagai latar belakang Indonesia, tapi halaman
depan Indonesia. UU Desa juga mengembangkan prinsip keberagaman,
mengedepankan asas rekognisi dan subsidiaritas desa. UU Desa ini mengangkat hak
dan kedaualatan desa yang selama ini terpinggirkan karena didudukkan pada posisi
subnasional. Desa pada hakikatnya adalah entitas bangsa yang membentuk Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Secara empiris, desa-desa di Indonesia memiliki
modal sosial yang tinggi. Masyarakat desa sudah lama mempunyai ikatan sosial dan
solidaritas sosial yang kuat sebagai penyangga penting kegiatan pemerintahan,
pembangunan, dan kemasyarakatan.
Swadaya dan gotong royong adalah sebagai penyangga utama ”otonomi asli” desa.
Ketika kapasitas negara tidak sanggup menjangkau sampai level desa, swadaya dan
gotong royong merupakan alternatif permanen yang memungkinkan berbagai proyek
pembangunan prasarana desa tercukupi. Berdaulat secara politik mengandung
pengertian desa memiliki prakarsa dan emansipasi lokal untuk mengatur dan mengurus
dirinya meski pada saat yang sama negara tidak hadir. Kehadiran negara kadang
berlebihan sehingga berpotensi memaksakan kehendak prakarsa kebijakan pusat yang
justru melumpuhkan prakarsa lokal.
Tugas pokok Pendamping Desa yang utama adalah mengawal implementasi UU Desa
dengan memperkuat proses pelaksanaan pemberdayaan masyarakat desa. Fungsi
Pendamping Desa yaitu:
Heri Susanto dalam artikelnya disalah satu media lokal Jawa Tengah menawarkan
program desa wirausaha (desapreneur) sebagai salah satu program yang dapat
dikembangkan untuk mengatasi pengangguran, pendapatan rendah, dan menambah
keragaman jenis usaha di desa. Kewirausahaan masyarakat desa ini bermakna untuk
mengorganisasi struktur ekonomi perdesaan. Seluruh aset desa seperti tanah, air,
lingkungan, dan tenaga kerja dapat menjadi modal pengembangan usaha baru yang
digerakkan bersama-sama oleh seluruh elemen desa. Masyarakat kita masih banyak
yang memilih jadi pekerja ketimbang membuka usaha sendiri, padahal jauh-jauh hari
pemerintah sudah membuka peluang untuk membangun kemandirian masyarakat desa
sehingga diharapkan terbentuk desapreneur. ADD sebagian didistribusikan per desa
dalam bentuk program usaha ekonomi desa. Kalau masyarakat desa mau berwirausaha,
ini menjadi tanda mereka siap berhadapan dengan situasi Masyarakat Ekonomi ASEAN
(MEA).
Badan usaha milik desa (BUM desa) menjadi salah satu wadah untuk menyalurkan
inisiatif masyarakat desa, mengembangkan potensi desa, mengelola dan
memanfaatkan potensi sumber daya alam desa, mengoptimalkan sumber daya manusia
(warga desa) dalam pengelolaannya, dan penyertaan modal dari pemerintah desa
dalam bentuk pembiayaan dan kekayaan desa yang diserahkan untuk dikelola sebagai
bagian dari BUM desa.
Menurut Heri salah satu solusi penting yang mampu mendorong gerak ekonomi desa
adalah mengembangkan desapreneur atau kewirausahaan bagi masyarakat desa.
Pengembangan desa wirausaha menawarkan solusi untuk mengurangi kemiskinan,
migrasi penduduk, dan pengembangan lapangan kerja di desa. Kewirausahan menjadi
strategi dalam pengembangan dan pertumbuhan kesejahteraan masyarakat. Sumber
daya dan fasilitas disediakan secara spontan oleh masyarakat desa menuju perubahan
kondisi sosial ekonomi perdesaan. Apabila desa wirausaha menjadi suatu gerakan masif
akan menjadi hal yang sangat mungkin untuk mendorong perkembangan ekonomi
perdesaan menjadi desa yang mandiri, menjadi desapreneur.( Heri Susanto, Solo Post). 3
• Fasilitasi Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) untuk mendampingi desa dalam
mendayagunakan teknologi tepat guna.
Salah satu agenda besar pendamping lokal desa adalah mengawal implementasi UU
No. 6/2014 Desa secara sistematis, konsisten, dan berkelanjutan dengan fasilitasi,
supervisi, dan pendampingan. Pendamping lokal desa itu bukan sekadar menjalankan
amanat UU Desa, tetapi juga modal penting untuk mengawal perubahan desa demi
mewujudkan desa yang mandiri dan inovatif.
Untuk itu posisi Pendamping Lokal Desa (PLD) pada Kementerian Desa, Pembangunan
Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kementerian Desa) adalah sangat penting dan
menjadi ujung tombak keberhasilan program pemberdayaan masyarakat desa. Para
PLD yang professional ini diharapkan bisa memberikan solusi untuk mempercepat
penyerapan Dana Desa (DD). Selain itu PLD juga di tuntut untuk bisa
mengimplementasikan UU Desa. Khususnya, memantau realisasi anggaran dan
kegiatan yang dibiayai dari sumber dana desa (dari APBN) dan alokasi dana desa (dari
APBD).
4https://pendaftaran-cpns.blogspot.co.id/2015/08/tugas-pokok-pendamping-desa.html
Seorang PLD mendampingi 4 desa didukung oleh dua orang tenaga Pendamping Desa
(PD) di Kecamatan. PLD bertugas untuk memfasilitasi regulasi UU Desa ke dalam
implementasi atau praktik berdesa. PLD diharapakn dapat mengembangkan skema
pendampingan yang memberdayakan masyarakat desa hingga dapat menumbuhkan
partisipasi masyarakat desa, sebagai roh gerakan pembangunan desa yang
berkelanjutan demi terwujudnya cita-cita kemandirian Negara kita.
ADD adalah dana yang dialokasikan pemerintah kabupaten/kota untuk desa yang
bersumber dari bagian dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima
kabupaten/kota. Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APB Desa) adalah rencana
keuangan tahunan pemerintahan desa yang dibahas dan disetujui bersama oleh
pemerintah desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) yang ditetapkan dengan
peraturan desa. ADD merupakan dukungan dana dari pemerintah pusat dan daerah
kepada pemerintah desa dalam meningkatkan pelayanan dasar kepada masyarakat dan
pemberdayaan masyarakat desa.
Pengalokasian dana desa butuh fungsi PLD sebagai pengawas agar dana tersebut
benar-benar tersalurkan untuk kepentingan pembangunan desa. Pengawasan oleh PLD
terhadap anggaran desa dilakukan dengan melihat rencana awal program dan
realisasinya. Kesesuaian antara rencana program, realisasi program, pelaksanaan, serta
nilai dana yang digunakan dalam pembiayaan adalah ukuran yang dijadikan patokan
PLD dalam pengawasan.[]
Pokok Bahasan 10
MEMBANGUN TIM KERJA DI DESA
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat menjelaskan:
1. Para pelaku kunci di Desa;
2. Fungsi dan peran pelaku;
3. Hubungan/relasi antar pelaku.
Waktu
1 JPL (45Menit)
Metode
Ceramah dan Tanya jawab
Media
Lembar tayang dan Bahan bacaan
Alat Bantu
Flipt Chart, Spidol, Laptop danInfocus
Proses Penyajian
Kegiatan 1: Pembukaan
1. Jelaskan tujuan pembahasan mengenai sub pokok bahasan yang akan
disampaikan.
Kegunaan dari teknik ini adalah untuk membantu identifikasi para pihak (individu,
kelompok atau lembaga baik internal maupun eksternal) dan pola hubungannya dalam
suatu wilayah tertentu. Indentifikasi interaksi dan hubungan lembaga terhadap
permasalahan tertentu.
Prosesnya: persiapan alat bantu berupa lingkaran karton dengan berbagai ukuran.
Persilahkan peserta menulis individu, kelompok atau lembaga yang ada di Desa.
Tuliskan dalam karton lingkaran berdasarkan pengaruhnya. Lingkaran besar
menunjukkan pengaruh besar dan sebaliknya.
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Mengidentifikasi pihak-pihak yang potensial sebagai jejaring kerja;
2. Mengembangkan kerjasama dengan pihak-pihak dimaksud.
Waktu
1 JPL (45Menit)
Metode
Paparan
Media
Lembar tayang
Alat Bantu
Flipt Chart, Spidol, Laptop danInfocus
Proses Penyajian
Kegiatan 3: Pembukaan
6. Jelaskan tujuan yang akan dicapai dalam sesi belajar bersama ini.
Bahan Bacaan
PB
Membangun Tim Kerja di
10
Desa
Bahan Bacaan 1
1. Konsepsi Dasar Membangun Tim yang Efektif dengan subbahasan Pengertian Tim;
Perbedaan Kelompok dan Tim; Hakikat dan Ciri Organisasi sebagai Tim Efektif; Kriteria
Tim yang efektif; dan Manfaat Membangun Tim yang Efektif.
2. Kerjasama Dalam Membangun Tim Dinamis dengan subbahasan meliputi: Pengertian
Tim yang Dinamis; Unsur-Unsur Tim yang Dinamis; Tahapan Perkembangan Tim;
Membangun Rasa Kebersamaan Tim; Peran Individu dalam Tim; dan Membangun
Kebanggaan Tim.
3. Pemecahan Masalah Secara Win-win Solution dengan subbahasan meliputi: Pengertian
Konflik; Mengenali Konflik, Respon terhadap Konflik, Sumber-sumber Konflik, Langkah-
Langkah Penyelesaian Konflik, dan Gaya Tanggapan Konflik.
Mengapa ada tim yang mampu bertahan lama dan ada yang tidak dapat bertahan lama?
Apabila berbicara tentang tim, maka ada tim yang dapat mencapai suatu prestasi yang
tinggi, namun juga ada yang hanya bertahan beberapa waktu saja. Untuk itu maka
diperlukan suatu usaha maksimal agar mampu berperan sebagai tim yang dinamis. Tim
dinamis adalah tim yang memiliki kinerja yang sangat tinggi. Tim seperti ini dapat
memanfaatkan segala energi yang ada di dalam tim tersebut untuk menghasilkan sesuatu.
Tim dinamis merupakan tim yang penuh dengan rasa percaya diri, tim yang para
anggotanya menyadari kekuatan dan kelemahannya untuk mencapai suatu tujuan yang
telah ditetapkan bersama.
Apakah manfaat membangun tim dinamis? Tim dinamis memiliki unsur-unsur yang tidak
jauh berbeda dengan tim pada umumnya. Adapun unsur-unsur tersebut menurut Richard Y.
Chang adalah sebagai berikut:
1. Menyatakan secara jelas misi dan tujuannya. Visi adalah gambaran akan datang yang
merupakan cita-cita, dan selanjutnya visi ini dijelaskan ke dalam bentuk misi. Suatu
organisasi atau tim yang dinamis harus mampu menjelaskan misi tersebut ke dalam
tujuan-tujuan tim, baik tujuan jangka pendek maupun tujuan jangka panjang. Tanpa
memiliki tujuan yang jelas, tim tidak akan mengetahui ke arah mana akan melangkah,
sehingga akan terombang-ambing oleh bertiupnya angin. Tujuan dan sasaran ini harus
dipahami oleh seluruh anggota tim, sebab hal ini akan meningkatkan komitmen
diantara mereka. Pemimpin yang dinamis harus mampu memastikan bahwa semua
anggota kelompok terlibat dalam perumusan tujuan tim.
2. Beroperasi secara kreatif. Dalam pelaksanaan, kerja tim sangat kreatif dan dinamis
dengan memperhitungkan resiko yang ada dan selalu mencoba cara berbeda dalam
melakukan sesuatu. Mereka tidak takut menghadapi kegagalan-kegagalan dan selalu
mencari peluang untuk mengimplementasikan teknik yang baru. Mereka bersikap luwes
dan kreatif dalam memecahkan masalah.
3. Memfokuskan pada hasil.Tim yang dinamis mampu menghasilkan melampaui
kemampuan jumlah individu yang menjadi anggotanya. Para anggota tim secara terus-
menerus memenuhi komitmen waktu, anggaran, produktivitas, dan mutu “produktivitas
optimum” merupakan tujuan bersama.
4. Memperjelas peran dan tanggung jawab. Peran dan tanggung jawab anggota tim jelas.
Setiap anggota tim mengetahui dengan jelas apa yang diharapkan dari dirinya, dan
mengetahui dengan jelas peran temannya dalam tim. Tim yang dinamis selalu
memperbaharui peran dan tanggung jawab anggotanya sesuai dengan perubahan
tuntutan, sasaran dan teknologi.
5. Diorganisasikan dengan baik. Tim dinamis menjalankan fungsi-fungsi manajemen
dengan baik, menetapkan prosedur secara jelas serta kebijakan dengan jelas. Tim juga
menginventarisir jenis keterampilan yang dimiliki oleh para anggota timnya.
6. Dibangun diatas kekuatan individu. Kompetensi individu sangat diperhatikan, sehingga
pimpinan tim memahami betul kekuatan dan kelemahan anggota timnya. Oleh karena
itu program Pembinaan sangat diharapkan. Pimpinan tim sangat memperhatikan
pemberdayaan timnya sehingga dalam pemberdayaan disesuaikan dengan kompetensi
anggota tim.
7. Saling mendukung kepemimpinan anggota yang lain. Dalam tim yang dinamis,
kepemimpinan dibagi diantara para anggotanya. Dalam hal ini tidak ada pimpinan yang
mutlak. Setiap anggota tim memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi pemimpin
tim. Meskipun demikian peran supervisor masih dianggap perlu ada. Dalam Tim
dinamis menghargai keunikan setiap individu.
8. Mengembangkan iklim tim. Tim yang berkinerja tinggi memiliki anggota yang secara
antusias bekerja bersama dengan tingkat keterlibatan dan energi kelompok yang tinggi
(bersinergi).
9. Menyelesaikan ketidaksepakatan. Perbedaan persepsi dan ketidaksepakatan akan
terjadi dalam setiap tim. Tim dinamis menganggap bahwa konflik merupakan suatu
wahana untuk menumbuhkan hal-hal yang lebih positif. Segala konflik akan
diselesaikan dengan pendekatan secara terbuka dengan teknik kolaborasi.
10. Berkomunikasi secara terbuka. Pembicaraannya secara asersi, yakni bicara yang lugas,
jujur tetapi tidak melukai pihak lain. Masing-masing anggota kelompok saling memberi
dan menerima saran dari anggota kelompok yang lain, komunikasi dilakukan secara
timbal balik dan untuk kepentingan bersama.
11. Membuat keputusan secara obyektif. Dalam pemecahan masalah menggunakan
pendekatan yang mantap dan proaktif. Keputusan dicapai melalui konsensus. Setiap
anggota kelompok bersedia dan mendukung keputusan tersebut. Anggota kelompok
bebas mengutarakan pendapat dan idenya dan mendukung rencana yang telah
ditetapkan.
12. Mengevaluasi efektivitasnya sendiri.Evaluasi dilaksanakan secara terus menerus dengan
tujuan untuk melihat bagaimanakah pelaksanaan rencana selama ini. Penyempurnaan
dilaksanakan secara berkelanjutan dan manajemen proaktif. Apabila muncul masalah
Pada dasarnya dalam membangun tim yang dinamis mempunyai tahapan sebagai berikut
(Peter Senge):
Mewujudkan tim yang dinamis tidak mudah, tetapi merupakan rangkaian perkembangan
setahap demi setahap. Tahapan tersebut dalam bahan ajar ini akan dijabarkan mengacu
pada pendapat Richard Y. Chang yang dimuat dalam bukunya “Membangun Tim yang
Dinamis”. Adapun tahapan perkembangan tersebut adalah sebagai berikut:
2. Bergerak (Strive)
Dalam tahap ini peran dan tanggung jawab anggota tim ditetapkan dengan jelas.
Dalam tahap ini beberapa kendala akan dihadapi dengan penuh bijaksana bersama
dengan seluruh anggota Tim, sehingga seluruh permasalahan dapat dihadapi dengan
arif dan bijaksana.
4. Sampai (Arrive)
Dengan kerja sama tim yang kompak,tim akan mencapai puncak dengan mengatasi
semua kendala-kendala yang ada, yang pada akhirnya mencapai prestasi yang luar
biasa. Namun apabila dalam fase ini belum mencapai puncak idealnya,dilakukan
peninjauan kembali tim dengan melaksanakan konsolidasi upaya, misalnya
berkoordinasi secara maksimal. Disamping itu perlu meninjau kembali sasaran-sasaran
yang telah ada, masih relevan atau tidak.
mampu untuk menerima keragaman anggota tim. Mengapa demikian? Hal ini disebabkan
setiap tim terdiri dari berbagai individu yang memiliki latar belakang, perilaku, pengalaman
yang berbeda-beda. Tidak ada seorang manusiapun yang diciptakan sama termasuk orang
yang kembar sekalipun. Tim akan efektif apabila dibangun berdasarkan kebersamaan, tidak
memandang pangkat, suku dan golongan, menunjukkan rasa saling percaya, saling
menghargai dan dilandasi oleh keterbukaan. Oleh karena itu, anggota suatu tim hendaknya
memiliki karakteristik yang berorientasi pada opini, persamaan, serta tujuan.
Adapun penjabaran karakteristik anggota tim yang berorientasi pada opini, persamaan, dan
tujuan, masing-masing adalah sebagai berikut:
1. Berlawanan dengan orang yang bersifat dogmatis, akan mengarahkan pada tindakan tidak
mengutuk orang lain;
2. Memperkenalkan gagasannya tanpa mengusulkan atau bahkan mengisyaratkan agar orang
lain memberi posisi istimewa pada gagasannya;
3. Saling meminta ide dari anggota kelompok yang lain, bukan berorientasi pada gagasan
perorangan;
4. Tidak hanya memfokuskan pada idenya sendiri, tetapi menginvestigasi pendapat orang lain.
1. Anggota tim yang berorientasi pada persamaan melihat keragaman sebagai suatu
keunggulan. Perbedaan yang dimiliki dapat dipakai untuk mengecek setiap sisi, sudut,
puncak dan dasar suatu masalah;
2. Mengandalkan semua anggota;
3. Kepercayaan kepada anggota tim meningkatkan produktivitas.
1. Tim yang terdiri dari anggota yang berorientasi pada tujuan, kecil kemungkinan akan timbul
konflik di dalamnya yang disebabkan oleh keunikan masing-masing kelompok;
2. Keseluruhan anggota tim berorientasi pada tujuan yang sama;
3. Anggota tim mengakui bahwa masing-masing anggota memiliki tujuan, dan kemungkinan
tujuan tersebut bertentangan dengan tujuan tim;
4. Keunikan anggota tim yang muncul segera dapat diatasi, tidak dibiarkan melahirkan masalah
baru.
Hal apakah yang akan kita perhatikan? Dalam rangka membangun kerjasama tim, perlu
juga memperhatikan hal-hal sebagai berikut: meningkatkan umpan balik sesama anggota
tim, memiliki komitmen untuk menyelesaikan konflik, bekerja sama untuk meningkatkan
kreativitas dan menangani dalam pembuatan keputusan.
Keberhasilan suatu tim sangat tergantung dari peran individu-individu dalam tim tersebut.
Ada lima peran individu dalam suatu tim yang berhasil. Hal tersebut dapat digambarkan
sebagai berikut:
Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam pemeliharaan tim agar anggota tim mampu
membangun kebanggaannya adalah sebagai berikut:
2. Memotivasi Anggota Tim yang Tidak Termotivasi. Tidak setiap anggota tim memiliki
motivasi yang sama. Ada anggota tim yang produktif, ada pula yang enggan
berpartisipasi secara aktif. Untuk itu diperlukan beberapa strategi yang jitu. Strategi
tersebut antara lain: (1) dapatkan nasihat dari mereka, (2) jadikan mereka guru, (3)
libatkan mereka dalam presentasi dan delegasikan kepada mereka proyek bintang.
Hal lain yang perlu diperhatikan dalam membangun kerjasama tim adalah perlunya
meningkatkan kerja sama tim yang efektif. Kunci utamanya adalah adanya komunikasi yang
efektif (dibahas dalam mata sajian komunikasi yang efektif), mendengarkan secara aktif,
mampu memotivasi anggota tim serta menyelesaikan konflik secara efektif. Teknik
penanganan konflik akan dibahas dalam pokok bahasan berikutnya.
Dilihat dari tahapannya (baik menurut Peter Senge maupun Ricard Y.Chang), apabila suatu
tim telah mencapai tahap ketiga (performing maupun thrive) sampai dengan tahap keempat
(transforming maupun arrive), maka akan timbul suatu kebanggaan tim.[]
Bahan Bacaan
PB
Membangun Tim Kerja di
10
Desa
Bahan Bacaan 2
MEMBANGUN JEJARING
Pendahuluan
Jaringan sosial (social network) adalah kumpulan individu atau kelompok yang terikat
oleh kepentingan dan/atau tujuan yang sama. Membangun jaringan sosial dan
mengembangkan kerjasama merupakan agenda penting dan strategis yang harus
dipahami dengan baik oleh para pendamping desa. Pemahaman yang baik terhadap
jaringan sosial yang terbangun di pedesaan selama ini, akan sangat membantu proses-
proses pendampingan yang dilakukan di tingkat masyarakat desa. Mulai dari proses
perencanaan pembangunan sampai pada kegiatan pemberdayaan masyarakat desa.
Hal mendasar yang harus dipahami dari hubungan sosial yang melahirkan jaringan
sosial adalah setiap orang mempunyai akses yang berbeda terhadap sumber daya yang
bernilai, seperti akses terhadap sumber daya alam, informasi atau kekuasaan. Artinya
bahwa dengan memahami jaringan sosial di Desa akan memudahkan bagi pendamping
desa dalam membangun jaringan sosial baru untuk kepentingan implementasi UU
Desa, serta memudahkan untuk mengembangkan kerjasama.
Salah satu tugas dan peran penting dari pendamping desa adalah membantu desa
membentuk dan memanfaatkan jaringan sosial serta mengembangkan kerjasama, baik
kerjasama antar desa maupun dengan pihak ketiga guna mewujudkan tujuan dari
pembangunan desa, sebagaimana dinyatakan dalam UU Desa, khususnya tujuan yang
berkaitan dengan: a) Mendorong prakarsa, gerakan dan partisipasi masyarakat desa
untuk pengembangan potensi dan aset desa guna kesejahteraan bersama; b)
Meningkatkan ketahanan sosial sebagai bagian dari ketahanan nasional; c) memajukan
perekonomian masyarakat desa serta mengatasi kesenjangan pembangunan nasional;
dan d) Memperkuat masyarakat desa sebagai subjek pembangunan.
Selama ini, proses dan pola pemberdayaan desa umumnya cenderung menciptakan
ketergantungan. Akibatnya, desa tidak tumbuh menjadi desa yang mandiri dalam
mengurus dan mengelola sumber daya dan potensi yang dimilikinya, termasuk jaringan
sosial yang telah tumbuh dan berkembang di Desa. Kekuatan dari potensi jaringan
sosial, seperti semangat kegotong-royongan dan kepercayaan (trust) belum dapat
dioptimalkan untuk mengatasi berbagai persoalan yang dihadapi Desa.
Tujuan yang hendak dicapai dengan membentuk dan memanfaatkan jaringan sosial di
pedesaan adalah untuk mengatasi persoalan yang dihadapi masyarakat desa, seperti:
terbatasnya peluang kerja, struktur sumber daya ekonomi yang kurang beragam,
keterbatasan pendidikan, keterampilan, peralatan dan modal.
Secara normatif, kerjasama antar desa maupun kerjasama dengan pihak ketiga telah
diatur dalam UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa. Desa dapat mengembangkan
kerjasama meliputi: pengembangan usaha bersama yang dimiliki oleh Desa untuk
mencapai nilai ekonomi yang berdaya saing, kegiatan kemasyarakatan, pelayanan,
pembangunan dan pemberdayaan Desa, dan kerjasama juga dapat dilakukan di bidang
keamanan dan ketertiban di Desa. Prinsipnya, kerjasama dikembangkan untuk
memanfaatkan potensi Desa dan mengatasi kekurangan dari sumber daya alama dan
sumber daya manusia di Desa untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat desa.
Kerjasama ini harus dilakukan dalam prinsip saling menguntungkan dan memandirikan
masing-masing Desa.
Kerja jejaring merupakan kegiatan untuk kepentingan banyak pihak yang bersifat
memberi dan berbagi. Sedangkan definisi kerja jaringan adalah:
Untuk membangun networks, beberapa prinsip dasar yang harus diikuti adalah sebagai
berikut:
Untuk membangung jejaring sosial di pedesaan terlebih dahulu kita harus memetakan
dan mengenali siapa saja tokoh atau pihak kunci yang dapat kita ajak bersama untuk
membangun dan memajukan desa. Untuk membantu memetakan tokoh atau para
pihak tersebut, pertanyaan-pertanyaan dibawah ini diharapakan dapat membantu:
1. Siapa atau kelompok mana yang selalu terlibat membantu kegiatan di pedesaan?
Mengapa mereka selalu terlibat? Apa manfaat langsung/tidak langsung kegiatan
tersebut bagi kelompok?
2. Apakah ada kesamaan yang mengikat para anggota jaringan itu, misalnya satu
keluarga atau kerabat, tetangga, atau mata pencaharian atau lainnya?
3. Apakah orang-orang itu membentuk jaringan untuk menanggulangi hal-hal yang
lainnya juga, atau hanya untuk peristiwa yang diuraikan itu?
4. Jika untuk hal-hal lain juga, hal-hal apakah itu? Mengapa bisa menjalar ke hal-hal
lain, atau sebaliknya?
5. Apa hubungan kelompok atau jaringan ini dengan jaringan atau kelompok lain
(bersaing, saling mendukung, tidak ada kaitan sama sekali)? Apa alasan atau latar
belakang hubungan yang demikian?
6. Apa pula hubungan jaringan atau kelompok ini dengan pemerintah desa? Apakah
pemerintah memberikan dukungan nyata, pasif atau malah menghambat?
Mengapa?
7. Sejak kapan jaringan ini muncul? Bagaimana riwayat kemunculannya, atau
perubahannya dari jaringan sebelumnya? Apakah lingkup kegiatan atau
keanggotaannya saat ini mengalami perubahan dari sebelumnya? Sejak kapan
perubahan berlangsung? Mengapa?
Mengembangkan Kerjasama
Pijakan berpikir yang mendasari perlunya membangun relasi jaringan sosial dan
kerjasama dalam melakukan pembangunan desa dan pemberdayaan desa, antara lain:
Pertama, pengembangan jaringan sosial dan kerjasama di pedesaan diformulasikan
untuk mewujudkan desa yang mandiri dalam memenuhi kebutuhan dasarnya, seperti:
pangan, energi, pendidikan dan kesehatan. Kemandirian desa tidak berarti Desa
terlepas dari kesaling-tergantungan dengan desa yang lain, melainkan terjadi “net-
benefit” yang dihasilkan dari pertukaran antara desa.
Ketiga, pengembangan kerjasama dengan pihak ketiga hendaknya tidak membuat desa
mengalami ketergantungan baru. Dalam hal ini, tiga aktor yang bisa terlibat dalam
proses kerjasama, yakni:
1. Untuk mewujudkan desa yang mandiri dalam memenuhi kebutuhan dasar, seperti
pangan, energi, kesehatan, pendidikan, air bersih, dsb.
2. Untuk membangun dan menumbuhkan semangat kolektivitas, kegotongroyongan
dan trust building dari kelompok-kelompok sosial di masyarakat desa.
3. Agar desa mempunyai perencanaan pembangunan desa dan strategi
pemberdayaan masyarakat desa yang mencakup: potensi, rencana strategis,
perencanaan ruang, perencanaan pengelolaan dan pemanfaatan dan strategi aksi
yang menjadi dasar dalam mengembangkan kerjasama antar desa maupun dengan
pihak ketiga.
4. Agar desa mempunyai badan kerjasama antar desa yang dihasilkan melalui
musyawarah desa.
5. Agar berkembang aktivitas ekonomi berbasis pedesaan yang mampu bersaing
dalam pasar lokal, regional dan global serta dapat diandalkan dalam meningkatkan
kualitas hidup masyarakat secara berkelanjutan.
Selain tujuan diatas, ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan oleh para
pendamping desa dalam membangun jaringan sosial dan kerjasama, yaitu sebagai
berikut:
1. Model kontak person. Biasanya dilakukan oleh seseorang yang merupakan tokoh
kunci dari lembaga, sering menggunakan pendekatan pribadi, loby (silaturahmi),
mediasi dan lain-lain.
2. Model kerja sama. Dapat dilakukan dengan pemerintah, asosiasi, perguruan tinggi,
lembaga keuangan atau kelompok profesi lainnya dengan isu-isu yang sejenis dan
sifatnya memberikan bantuan stimulan, teknikal asistensi pada program yang sama.
3. Model aliansi. Kerja sama antar forum/lembaga untuk menyuarakan isu yang sama,
misalnya: ALIANSI GERAKAN PENGENTASAN KEMISKINAN yang terdiri dari
pendamping desa, Pemda, NGO, dll.
4. Model koalisi. Beberapa forum/lembaga melakukan merger menggunakan satu
nama, misal: KOALISI PENGENTAS KEMISKINAN PEDESAAN, bersifat sementara (ad
hoc) dipimpin oleh seorang koordinator.[]
Pokok Bahasan 11
RENCANA KERJA TINDAK LANJUT
(RKTL)
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Menjelaskan hal-hal penting yang diperoleh selama pelatihan;
2. Menguraikan keterkaitan antara apa yang diperoleh dalam pelatihan
dengan tugas-tugas pokok sebagai Pendamping Lokal Desa (PLD).
Waktu
1 JPL (45Menit)
Metode
Pemaparan, Penugasan perorangan dan Curah pendapat
Media
Lembar curah pendapat, Lembar kerja kelompok dan Slide presentasi
Alat Bantu
Flipt Chart, Spidol, Laptop danInfocus
Proses Penyajian
Kegiatan 1: Merangkum
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Memberikan umpan balik kritis dalam penyelenggaran pelatihan;
2. Menuliskan penilaian atas penyelenggaran pelatihan.
Waktu
1 JPL (45Menit)
Metode
Pemaparan, Penugasan perorangan dan Curah pendapat
Media
Lembar curah pendapat, Lembar kerja kelompok dan Slide presentasi
Alat Bantu
Flipt Chart, Spidol, Laptop danInfocus
Proses Penyajian
Kegiatan 2: Evaluasi
9. Jelaskan mengenai pokok bahasan yang akan disampaikan;
10. Ajak bebarapa peserta untuk secara bersama-sama melakukan
evaluasi, diantaranya:
• Memberikan umpan balik kritis terhadap materi/modul pelatihan.
• Memberikan umpan balik kritis terhadap Pelatih.
• Memberikan umpan balik kritis terkait penyelenggaran pelatihan.
11. Lakukan pembahasan evaluasi materi diatas secara bersama-sama
dan rumuskan secara bersama-sama;
12. Pelatih memberikan penegasan terkait sesi ini;
13. Tutup sesi ini dengan tepuk tangan meriah dan salam.
Tujuan
Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:
1. Mengidentifikasi hasil-hasil pelatihan yang masih perlu ditingkatkan
lebih lanjut dan strategi yang akan dikembangkan;
2. Menyusun rencana kerja tindak lanjut.
Waktu
1 JPL (45Menit)
Metode
Pemaparan, Penugasan perorangan dan Curah pendapat
Media
Lembar curah pendapat, Lembar kerja kelompok dan Slide presentasi
Alat Bantu
Flipt Chart, Spidol, Laptop danInfocus
Proses Penyajian
Kegiatan 3: Membuat RKTL
NAMA :
JABATAN :
LOKASI TUGAS :
Waktu
Uraian Target Langkah
No (Tahun Anggaran 2017)
Kegiatan Output Kerja
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
YANG MEMBUAT
______________________ _____________________
1. Setiap peserta WAJIB menuliskan RKTL dalam formulir diatas (2 RKTL, yaitu TA.
2017 dan TA. 2018), dan dikumpulkan kepada pelatih untuk ditanda tangani.
2. Pelatih memberikan penegasan terkait RKTL.
3. Tutup sesi ini dengan tepuk tangan meriah dan salam.
Daftar Pustaka
1. Anom Surya Putra, (2015). Buku 7 Badan Usaha Milik Desa: Spirit Usaha Kolektif
Desa. Jakarta: Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan
Transmigrasi Republik Indonesia.
2. A. Hamid S.Attamimi, Hukum tentang Peraturan Perundang-undangan dan
Peraturan Kebijaksanaan, Makalah Pidato Purna Bakti, Fakultas Hukum UI,
Jakarta, 20 September 1993.
3. A.Hamid S.Attamimi, Perbedaan antara Peraturan Perundang-undangan dan
Peraturan Kebijakan, Makalah disampaikan pada Pidato Dies Natalis PTIK ke-46,
Jakarta 17 Juni 1992.
4. Bappenas, edisi III (2011). Perkembangan Perdagangan dan Investasi, Jakarta.
5. Borni Kurniawan, (2015). Buku 5 Desa Mandiri Desa, Desa Membangun. Jakarta:
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik
Indonesia.
6. Denhardt, Kathryn G. (1988). The ethics of Public Service. Westport, Connecticut:
Greenwood Press.
7. Dindin Abdullah Ghozali, (2015). Buku 4 Penggerak Prakarsa Masyarakat Desa.
Jakarta: Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi
Republik Indonesia.
8. Dwiyanto, Agus dkk., (2003). Reformasi Tata Pemerintahan dan Otonomi Daerah,
Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
9. Eko Sri Haryanto (2016). Panduan Pendamping Kawasan Perdesaan. Jakarta:
Direkorat Jenderal Pembangunan Kawasan Perdesaan Kementerian Desa
Pembangunan Daerah Twertinggal dan Transmigrasi Bekerjasama dengan
KOMPAK.
10. Idham Arsyad, (2015). Buku 9 Membangun Jaringan Sosial dan Kemitraan.
Jakarta: Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi
Republik Indonesia.
11. Kartasasmita, Ginandjar, (2004), Administrasi Pembangunan, Jakarta: LP3ES.
12. Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 050-187/Kep/Bangda/2007 tentang
Pedoman Penilaian dan Evaluasi Pelaksanaan Penyelenggaraan Musyawarah
Perencanaan Pembangunan (Musrenbang). Jakarta: Departemen Dalam Negeri.
13. Mochammad Zaini Mustakim, (2015). Buku 2 Kepemimpinan Desa. Jakarta:
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik
Indonesia.
14. Naeni Amanulloh, (2015). Buku 3 Demokrasi Desa. Jakarta: Kementerian Desa,
Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia.
15. Nyoman Oka (2009). Perencanaan Pembangunan Desa: Seri Panduan Fasilitator
CLAPP (Community Learning And Action Participatory Process), MITRA SAMYA
dengan dukungan AusAID ACCESS.
16. Osborne, David dan Ted Gaebler, (1996). Mewirausahakan Birokrasi, Jakarta:
Pustaka Binaman Pressindo.
17. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 54/2010 tentang Pelaksanaan Peraturan
Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tatacara Penyusunan,
Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan. Jakarta:
Direktur jenderl Bina Pembangunan Deerah.
18. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2014 tentang
Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 123, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5539).
19. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan
Undang Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 213, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5539) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan
Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang
Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5717);
20. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa Yang
Bersumber Dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 168, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5558) sebagaimana telah diubah beberapa kali
terakhir dengan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2016 tentang
Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang
Dana Desa Yang Bersumber Dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 57, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5864);
21. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 247/PMK.07/2015 tentang Tatacara
Pengalokasian, Penyaluran, Penggunaan, Pemantauan, dan Evaluasi Dana Desa
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1967);
22. Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi
Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Pedoman Kewenangan
Berdasarkan Hak Asal Usul dan Kewenangan Berskala Lokal Desa (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 158);
23. Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi
Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2015 Tentang Pedoman Tata Tertib dan
35. Tim Penulis, 2015. Buku Saku Memahami Undang-Undang Desa: Tanya-Jawab
Seputar Undang-Undang Desa. Jakarta: Kementerian Desa, Pembangunan
Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia.
36. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421);
37. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5495);
38. Wahjudin Sumpeno, dkk., (2015) Modul Pelatian Penyegaran Pendamping Desa
dalam rangka Pengakhiran PNPM Mandiri Perdesaan dan Implementasi Undang-
39. Wahjudin Sumpeno. editor (2016) Draft Buku Bantu Pengelolaan Pembangunan
Desa, Jakarta: PMK, Bappenas, Kemendesa PDTT, Kemendagri, BPKP, PSF-World
Bank dan KOMPAK.
40. Wahjudin Sumpeno. Dkk., (2015) Modul Pelatihan untuk Pelatih Pendamping
Desa, Jakarta: Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan
Transmigrasi Republik Indonesia.
41. Wahjudin Sumpeno, (2012) Modul Pelatihan Harmonisasi dan Integrasi
Perencanaan Pembangunan Daerah, Banda Aceh: Kerjasama Bappeda Aceh dan
The World Bank.
42. Wahjudin Sumpeno, (2012) Modul Pelatihan Aparatur Pemerintah Daerah:
Pengelolaan Forum SKPD, Banda Aceh: Kerjasama BKPP Aceh dan The World
Bank.
43. Wahjudin Sumpeno, (2010) Panduan Penyusunan RPJM Desa Berbasis
Perdamaian, Banda Aceh: The World Bank.
44. Wahjudin Sumpeno, (2001) Perencanaan Desa Terpadu, Banda Aceh: Read
Indonesia.
45. Dll.