Anda di halaman 1dari 2

Rencana Aksi Komunitas dalam Promosi Kesehatan

Dosen Pemateri : Dr.H.Rustam Adjie Rochmat,SKP.,M.Kes

Beberapa pendekatan inovatif dalam upaya pencegahan HIV dan AIDS perlu untuk dilakukan
seperti yang dinyatakan dalam salah satu dokumen Best Practice dari UNAIDS, bahwa jika
hanya memberikan informasi kepada masyarakat umum mengenai bagaimana cara untuk
melindungi dan melawan infeksi HIV, telah terbukti tidak cukup. Masyarakat perlu adanya
lingkungan yang mendukung untuk mengurangi kerentanannya dan memungkinkan mereka
untuk melakukan perubahan perilaku berdasarkan pengetahuan yang telah mereka peroleh.
Dengan demikian, akan mampu menciptakan suatu kondisi masyarakat yang menjadikan isu
HIV dan AIDS sebagai kepedulian bersama. Pengalaman global menunjukkan bahwa
elemen-elemen penting untuk pencegahan HIV yang efektif adalah 1) peningkatan kesadaran
untuk memberikan informasi dan melawan reaksi negatif di dalam populasi umum; 2) aksi-
aksi persuasif yang berfokus untuk memenuhi kebutuhan yang khusus bagi kelompok rentan
dan masyarakat; 3) kemitraan multi sektor dan multi level untuk memberikan program dan
layanan lintas isu; 4) pelibatan masyarakat dalam pengembangan program dan intervensi, dan
membangun kemauan dari kelompok atau individu untuk berkontribusi dalam upaya
pencegahan di level nasional; 5) integrasi antara pencegahan dan perawatan untuk
mengurangi biaya dan menurunkan tingkat stigma dan diskriminasi; 6) aksi untuk
membangun resistensi masyarakat terkait penularan HIV dan mengurangi kerentanan yang
sistematik pada sebagian individu, kelompok dan masyarakat.[1]

Pusat Promosi Kesehatan Kemenkes RI bekerja sama dengan Subdirektorat Pengendalian


AIDS dan Penyakit Menular Seksual telah mengembangkan sebuah buku pedoman : Rencana
Operasional Promosi Kesehatan dalam Pengendalian HIV dan AIDS. Pedoman ini
merupakan rencana 5 tahun ke depan (2010-2014) yang diselenggarakan secara berjenjang di
pusat, provinsi dan kabupaten/kota dalam upaya pengendalian HIV dan AIDS. Setidaknya
terdapat 4 strategi yang dikembangkan dalam upaya pengendalian HIV dan AIDS. Strategi
tersebut adalah advokasi, bina suasana, pemberdayaan masyarakat dan kemitraan. Penentuan
keempat strategi tersebut berdasarkan atas isu strategis yang ditetapkan berdasarkan situasi
epidemi pada kelompok usia muda dan populasi berisiko tinggi. Keempat strategi tersebut
kemudian diturunkan menjadi kegiatan-kegiatan yang bervariasi pada tingkat provinsi hingga
ke tingkat kabupaten / kota.[2] Namun demikian, apa yang dijabarkan dalam buku pedoman
tersebut dirasakan masih sangat umum. Dengan kondisi epidemiologi yang berbeda-beda di
tiap daerah, tentu memerlukan pendekatan dan strategi yang berbeda-beda pula dalam upaya
pencegahan HIV. Perlu disesuaikan dengan konteks dan pengalaman yang ada selama ini.

Hal ini diperkuat dengan adanya hasil penelitian yang dilakukan oleh Tim AIDS PKMK FK
UGM bekerja sama dengan 9 universitas di 8 provinsi, yang menyatakan bahwa ada
kecenderungan respon pencegahan HIV dan AIDS di beberapa daerah memiliki pola yang
hampir sama, terkait dengan model intervensi dan targetnya, padahal situasi epidemiologinya
berbeda-beda di masing-masing daerah. Misalnya, di Papua dan Papua Barat, fokus
pencegahan masih tetap menyasar pada populasi kunci dengan target yang sama besarnya dan
model penjangkauan yang sama dengan di daerah di luar Papua, padahal situasi epidemi di
Papua sudah pada kondisi generalized epidemic. Belum ditemukan sebuah model pendidikan
masyarakat yang secara khusus mengantisipasi pola penularan pada populasi umum. Selama
ini jenis-jenis respon pencegahan yang ada di daerah meliputi tes dan konseling HIV,
Program Pencegahan dari Ibu ke Anak (PPIA), program Pencegahan Melalui Transmisi
Seksual (PMTS) dengan pendistribusian kondom, program LASS dan terapi metadon untuk
kelompok penasun, serta berbagai program komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) yang
menyasar kepada popolasi umum khususnya remaja, ibu-ibu rumah tangga dan laki-laki
resiko rendah.[3]

Pengalaman dari negara Cina terkait dengan upaya pencegahan HIV, barangkali dapat
menjadi salah satu referensi dalam pengembangan strategi promosi kesehatan untuk
pencegahan HIV secara lebih tepat. Dengan mempergunakan model logis (logic model) dapat
mereview evolusi yang terjadi dalam pengelolaan dan pencegahan HIV di Cina.Logic model
merupakan salah satu model perencanaan untuk menjelaskan dan menggambarkan maksud
dan tujuan suatu program dan apa yang diharapkan diselesaikan dan mempunyai dampak.
Logic model dapat meringkas elemen-elemen kunci dari suatu program, dapat menjelaskan
rasionalisasi dibalik kegiatan-kegiatan program yang dilakukan, dapat menjelaskan hasil-
hasil yang diharapkan, serta memberikan ‘communication tool’.[4] Dari hasil penerapan logic
model di Cina, diketahui bahwa intervensi HIV di Cina secara khusus dibagi dalam 2
tahapan, yaitu sebelum dan sesudah tahun 2003, berdasarkan respon awal secara resmi dari
pemerintah Cina terhadap epidemi HIV. Dengan mempergunakan strategi-strategi promkes
yang berasal dari Ottawa Charter, logic model yang digambarkan untuk pencegahan dan
manajemen HIV di Cina memberikan sebuah ilustrasi secara konsepsual keterkaitan logis
antara aksi-aksi yang direncanakan dengan hasil-hasil yang diperkirakan akan tercapai. Goal
yang ditetapkan dalam logic model tersebut adalah mengurangi epidemi infeksi HIV dan
menyediakan pengobatan yang layak serta terjangkau bagi siapa saja yang terinfeksi HIV.
Untuk mencapai kedua tujuan utama tersebut, aksi-aksi promkes yang perlu dilakukan adalah
pendidikan dan komunikasi publik, community mobilization, serta kepemimpinan politik.
Harapannya akan menghasilkan pengetahuan yang akurat di masyarakat dan kemampuan
personal praktis; terciptanya lingkungan sosial dan ekonomi yang mendukung serta adanya
kebijakan publik yang berwawasan kesehatan. Hasil tersebut akan mengarah pada perilaku
pencegahan yang berkelanjutan serta reorientasi layanan kesehatan dan akses untuk
pengobatan. Dengan urutan logis seperti itu, maka kedua tujuan utama dari pencegahan dan
pengelolaan HIV dapat terwujud. Kelebihan dari model tersebut adalah dari
kekomprehensifannya, sehingga dapat memberikan sebuah gambaran secara luas dari aksi-
aksi yang dilakukan dengan hasil yang diharapkan dari sebuah urutan logis.[5]

Sebenarnya pedoman yang telah dikembangkan Kemenkes RI melalui Pusat Promkes telah
mengacu pada acuan dasar pengembangan strategi promkes, yaitu The Ottawa Charter for
Health Promotion (1986) untuk mencapai Health for All. Strategi utama dalam piagam
tersebut adalah mewujudkan kebijakan kesehatan yang berwawasan kesehatan, menciptakan
lingkungan yang mendukung, penguatan aksi-aksi komunitas, pengembangan kemampuan
personal dan reorientasi layanan kesehatan.[6] Namun, dari apa yang telah tertuang dalam
buku pedoman Rencana Operasional Promkes Untuk Pencegahan HIV dan AIDS,
nampaknya masih memerlukan pendetailan lebih lanjut, disesuaikan dengan konteks lokal
dan situasi epidemi yang ada di masing-masing daerah serta didasarkan pada kelompok
sasaran yang dituju. Logic model sebenarnya merupakan salah satu alternatif cara yang dapat
dipergunakan oleh Pusat Promosi Kesehatan Kemenkes RI serta pihak-pihak yang bekerja di
bidang upaya penanggulangan HIV dan AIDS, untuk membantu merumuskan strategi
promosi kesehatan bagi pencegahan HIV yang lebih efektif dan dapat menjawab kebutuhan-
kebutuhan yang ada, khususnya untuk pengembangan strategi promkes pencegahan HIV .

Anda mungkin juga menyukai