Tesis Layanan Perpustakaan
Tesis Layanan Perpustakaan
TESIS
Oleh:
SARLIAJI CAYARAYA
NIM 1104495
Pembimbing 1
Pembimbing 2
Mengetahui,
Ketua Program Studi Pendidikan Kebutuhan Khusus
Sekolah Pasca Sarjana
Sarliaji Cayaraya
NIM. 1104495
i
ABSTRACT
There are two aspects that be face to face background this research. First is
the nasty conditon of school library in SLB. The second is some studies show
many ideally school library services that can be implemented in SLB from
literacy study by the researcher. The purpose of this research is to make students,
teachers, and parents in SLB easier to get information services from the library by
formulating a library service model. This research uses qualitative approach and
descriptive method. Based on these, it results a hypothetical library service model
in SLB. In a hypothetical library service model, some library services are included
by vision, mision, goals, and the functions of the services. It is also determined in
school policy that SLB’s library should cooperate with general school library or
other institutions that have information of accessibility and literacy development.
The main component of library service is a collection of books which are suitable
and adoptable with the needs of people in the library environment, a service
facilities, and operational funds. The research uses integrated service accessibility
system that uses two services system at once. Opened and closed services. There
are kinds of library services, such as circulation, reading guidence, information
service system, consists of library time, story time, audio-visual service, internet
service, cross service program, and centered service in school library. The results
recommend the Education Institution of West Java Province to plan a training
program about the library management and to arrange and carry on monitoring
system software and to evaluate the implementation of standard fullfilment. For
SLB, the library services implementation should be conducted based on the result
of need assessment in order to fullfil the needs of students, teachers, and parents
in the case of information accessibility to support learning. For researcher, it
recommend to view the school library role in supporting inclusive education
implementation by being resource center institution.
ii
ABSTRAK
iii
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur penulis panjatkan ke-Khadirat Allah SWT. karena atas
rakhmat dan karunia-Nya-lah peneliti dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.
Alhamdulillah penulisan penelitian ini dapat selesai berkat dukungan dan
bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini peneliti
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Djuang Sunanto, M.A., Ph.D. Selaku Pembimbing I yang telah banyak
memberikan bimbingan dan sumbangan pemikiran untuk membantu peneliti
dalam menyelesaikan tesis ini
2. Ibu DR. Permanarian Somad, M.Pd, selaku pembimbing II yang telah banyak
pula memberikan bimbingan dan sumbangan pemikiran dalam penyelesaian
tesis ini.
3. Bapak DR. Djadja Rahardja, M.Ed Selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Kebutuhan Khusus yang telah banyak memberikan saran dan motivasi
kepada peneliti dalam penyelesaian tesis ini
4. Seluruh Staf Dosen di Program Studi Pendidikan Kebutuhan Khusus yang
telah banyak memberikan ilmu pengetahuan, wawasan baru dan segar selama
peneliti menempuh kuliah di Sekolah Pascasarjana UPI Bandung.
5. Semua Kepala SLB dimana sekolahnya dijadian tempat peneliti melakukan
penelitian atas izin yang diberikan kepada peneliti untuk melakukan
penelitian.
6. Bapak Asep Saepul Rohman dan Bapak Abdul Kholik yang mau menjadi ahli
dalam memberikan masukan-masukan terhadap rumusan model dalam
penelitian ini, terima kasih.
Akhirnya kepada semua pihak, rekan serta sahabat yang tidak dapat
disebutkan namanya peneliti mengucapkan terima kasih dan penghargaan atas
bantuan dan motivasinya.
Bandung, Desember 2013
Peneliti,
iv
KATA PENGANTAR
Penulis
v
DAFTAR ISI
PERNYATAAN ..................................................................................................... i
ABSTRACT ........................................................................................................... ii
ABSTAK ................................................................................................................ iii
UCAPAN TERIMA KASIH ................................................................................ iv
KATA PENGANTAR ........................................................................................... v
DAFTAR ISI .......................................................................................................... vi
DAFTAR TABEL dan GAMBAR ....................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... ix
vi
B. Rekomendasi ...................................................................................................... 73
1. Bagi Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat .................................................... 73
2. Bagi SLB .......................................................................................................... 73
3. Bagi Peneliti Selanjutnya ................................................................................. 74
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
vii
ABSTRACT
There are two aspects that be face to face background this research. First is the nasty
conditon of school library in SLB. The second is some studies show many ideally school
library services that can be implemented in SLB from literacy study by the researcher. The
purpose of this research is to make students, teachers, and parents in SLB easier to get
information services from the library by formulating a library service model. This research
uses qualitative approach and descriptive method. Based on these, it results a hypothetical
library service model in SLB. In a hypothetical library service model, some library services
are included by vision, mision, goals, and the functions of the services. It is also determined
in school policy that SLB’s library should cooperate with general school library or other
institutions that have information of accessibility and literacy development. The main
component of library service is a collection of books which are suitable and adoptable with
the needs of people in the library environment, a service facilities, and operational funds. The
research uses integrated service accessibility system that uses two services system at once.
Opened and closed services. There are kinds of library services, such as circulation, reading
guidence, information service system, consists of library time, story time, audio-visual
service, internet service, cross service program, and centered service in school library. The
results recommend the Education Institution of West Java Province to plan a training
program about the library management and to arrange and carry on monitoring system
software and to evaluate the implementation of standard fullfilment. For SLB, the library
services implementation should be conducted based on the result of need assessment in order
to fullfil the needs of students, teachers, and parents in the case of information accessibility
to support learning. For researcher, it recommend to view the school library role in
supporting inclusive education implementation by being resource center institution.
i
2. Perumusan Model Layanan Perpustakaan SLB ............................................... 44
B. Pembahasan ........................................................................................................ 64
1. Kondisi Objektif Perpustakaan SLB ................................................................ 64
2. Model Layanan Perpustakaan SLB .................................................................. 68
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
3
Sarliaji Cayaray, 2014
Model layanan perpustakaan sekolah luar biasa
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Menurut Memans dan Lamang (2008:4) seiring dengan perkembangan
zaman dan tuntutan pendidikan yang semakin mendesak dan mengalami
paradigma baru dalam praktik antara lain:
1. Waktu berubah, dan kebutuhan berubah pula, yakni pendidikan selalu
berkembang dan berubah. Dari pendekatan mengajar secara tradisionl ke arah
aspek modern yang melibatkan sitem multimedia dan komunikasi elektronik.
Pencarian jawaban yang tepat sekarang ini tidak cukup dari satu sumber saja.
Begitu juga keseimbangan antara “content dan “process” dalam ruang lingkup
filsafat pendidikan. Yang dimaksud “content” adalah text book (bahan ajar)
dan examination (ujian) . Sedangkan “process” mengedepankan proses
penggunaan aneka ragam sumber belajar dalam pembelajaran ( teaching).
2. Landasan filosofis pendidikan yang berubah akan membuat perubahan dalam
pedagogi, yakni:
a. Dari berpusat pada guru menjadi berpusat pada siswa. Siswa lebih banyak
terlibat dalam pembelajaran dan guru bertindak sebagai fasilitator.
b. Dari pembelajaran berdasarkan bahan ajar menjadi pembelajaran
berdasarkan sumber belajar (from text book based learning to resource
based learning);
c. Dari penilaian sumatif produk menjadi penilaian formatif proses (From
summative assessment of products to formative assessment of process).
Dan apabila perubahan dalam pedagogi ini terjadi, maka peran
perpustakan sekolah akan menjadi signifikan dalam pembelajaran di sekolah
khususnya sistem belajar mengajar. Selanjutnya akan terimbas perubahan
perpustakaan sekolah dari hanya berperan sebagai ‘layanan penunjang”
(supportive service) menjadi mitra proses pembelajaran yang aktif. Dan juga
perpustakaan sekolah berubah dari penyedia informasi tercetak menjadi koleksi
multimedia dinamis yang menyediakan informasi lengkap yang berhubungan
kegiatan kurikulum.
4
Sarliaji Cayaray, 2014
Model layanan perpustakaan sekolah luar biasa
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Sejalan dengan keinginan untuk mewujudkan sebuah perpustakaan
sekolah sebagaimana disebutkan di atas, tentu harus ada kerja sama dan sinergi,
termasuk apresiasi, terhadap perpustakaan sekolah di antara para pustakawan
sekolah, guru, kepala sekolah serta komite sekolah. Dalam menjembatani upaya
ini International Federation of Library Association (IFLA), sebuah asosiasi
perpustakaan tingkat dunia yang bernaung dalam UNESCO, tahun 2000 telah
menyusun sebuah panduan untuk digunakan oleh berbagai pihak yang
berkepentingan dalam pengembangan perpustakaan sekolah, yang dinamakan
Manifesto Perpustakaan Sekolah dalam pendidikan dan tenaga pendidikan untuk
semua atau lebih dikenaldengan Panduan Perpustakaan Sekolah. Panduan
tersebut untuk meningkatkan peran perpustakaan sekolah di daerah dan negara
masing-masing.
Panduan Perpustakaan Sekolah (Tove Pemmer Saetre dan Glenys
Willars, 2002:5) mengatakan bahwa “Setiap Pemerintah melalui kementerian
yang bertanggung jawab atas bidang pendidikan harus mengembangkan strategi,
kebijakan dan perencanaan yang berkaitan dengan pelaksanaan prinsip-prinsip
Manifesto ini”. Panduan ini disusun agar para pengambil kebijakan di tingkat
nasional dan lokal di seluruh dunia mengetahui dan memberikan dukungan serta
bimbingan kepada komunitas perpustakaan. Panduan ini juga ditulis guna
membantu sekolah-sekolah agar dapat menerapkan prinsip yang dinyatakan
dalam manifesto ini. Penulisan naskah panduan tersebut melibatkan banyak
orang di banyak negara dengan latar belakang situasi yang berbeda-beda serta
mencoba memenuhi kebutuhan semua jenis sekolah, baik sekolah umum
maupun sekolah khusus. Panduan ini harus dibaca dan digunakan dalam konteks
setempat.
Panduan Perpustakaan Sekolah yang dirumuskan oleh IFLA UNESCO
didalamnya mengungkapkan aspek-aspek yang harus dikembangkan dalam
penyelenggaraan perpustakaan sekolah, yaitu meliputi kebijakan dan misi
penyelengaraan perpustakaan sekolah, pengelolaan sumber daya yang ada di
5
Sarliaji Cayaray, 2014
Model layanan perpustakaan sekolah luar biasa
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
perpustakaan sekolah, peningkatan ketenagaan (staf) dalam penyelenggaraan
perpustakaan sekolah, pengembangan program layanan dan kegiatan
perpustakaan sekolah, dan bagaimana mempromosikan layanan perpustakaan
sekolah juga mempromosikan kemampuan peserta didik melalui kegiatan-
kegiatan perpustakaan sekolah.
Nasution (Memans dan Lamang, 1992:2) mengatakan bahwa “layanan
perpustakaan merupakan titik sentral kegiatan perpustakaan sekolah. Dengan
kata lain, perpustakaan sekolah identik dengan layanan karena tidak ada
perpustakaan sekolah jika tidak ada kegiatan layanan”. Layanan perpustakaan
sekolah adalah pemenuhan kebutuhan dan keperluan kepada pengguna jasa
perpustakaan. Tugas yang mulia dan tujuan sebenarnya layanan perpustakaan
sekolah adalah melayani pengunjung dan pengguna perpustakaan.
Aktivitas layanan perpustakaan sekolah dan informasi berarti
penyediaan bahan pustaka secara tepat dan akurat dalam rangka memenuhi
kebutuhan informasi bagi para pengguna perpustakaan sekolah. Perpustakaan
memberikan layanan bahan pustaka kepada warga sekolah adalah agar bahan
pustaka tersebut yang telah diolah dapat dimanfaatkan dengan cepat oleh warga
sekolah pengguna perpustakaan.
Bagaimana keberadaan dan peran perpustakaan sekolah di
Sekolah Luar Biasa (SLB) yang berada di Provinsi Jawa Barat?, fakta yang
ada keberadaan perpustakaan SLB di Provinsi Jawa Barat terabaikan bahkan
terlupakan sebagai penunjang proses belajar dan mengajar di sekolah. Sebagai
bukti tidak ada satupun dalam program kerja Bidang PLB Dinas Pendidikan
Provinsi Jawa Barat yang mencantumkan rencana pengembangan perpustakaan
SLB sebagai sarana prasarana penunjang proses belajar mengajar di SLB.
Padahal berdasarkan instrument evaluasi diri sekolah (EDS untuk SLB) di
Provinsi Jawa Barat tahun 2010-2011 yang salah satu aspeknya mengungkap
tentang standar sarana prasarana, ditemukan hanya beberapa SLB saja yang
mempunyai ruang perpustakaan sesuai dengan standar. Peneliti pun
6
Sarliaji Cayaray, 2014
Model layanan perpustakaan sekolah luar biasa
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
mendapatkan data dari Gugus 50 SLB Kabupaten Bandung, bahwa dari enam
SLB yang berada di wilayahnya hanya dua SLB yang mempunyai ruangan
perpustakaan sesuai standar. Jadi dalam satu gugus SLB Provinsi Jawa Barat
keberadaan perpustakaan SLB menurut peneliti dari segi fasilitas belum
memadai, apalagi dalam segi kemudahan akses memperoleh informasi sesuai
dengan kebutuhan peserta didik, guru dan orangtua sehingga dapat menjadi
sarana prasarana penunjang proses belajar mengajar di SLB.
Belum lagi permasalahan fasilitas perpustakaan SLB mulai dari
ruangan yang tidak mengakomodir kebutuhan pengguna yakni peserta didik,
guru dan orangtua. Kemudian desain tata letak yang tidak memperhatikan aspek
estetika dan tidak menunjukkan perpustakaan dapat difungsikan dengan baik.
Arus “lalu lintas” pengguna terutama peserta didik dengan hambatan tunadaksa
kurang memperhatikan kenyamanan, keselamatan, dan keamanan. Ketiadaan
sarana prasarana pendukung layanan perpustakaan yang ramah seperti rak buku
yang mudah di jangkau, kursi atau tempat duduk yang nyaman, serta meja yang
terlalu tinggi untuk digunakan. Secara umum penampilan estetis perpustakaan
SLB kurang memberikan rasa nyaman dan merangsang komunitas sekolah untuk
memanfaatkan waktunya di perpustakaan.
Selain itu selama ini SDM pengelola perpustakaan SLB mengandalkan
peran guru. Sedangkan pengetahuan guru tentang tata cara pengelolaan
perpustakaan sangat minim. Tidak adanya kerjasama antara guru SLB dengan
pustakawan sebagai tenaga profesional di bidang pengelolaan perpustakaan.
Kerjasama antara guru dan pustakawan di sekolah merupakan hal penting dalam
memaksimalkan potensi layanan perpustakaan sebagai sarana prasarana
pendukung proses pembelajaran.
Peranan perpustakaan SLB belum berfungsi sebagai sarana
prasarana penunjang proses belajar mengajar. Seperti yang terjadi di SLB
peneliti dimana peneliti mengajar di SLB tersebut. Peserta didik tidak tertarik
untuk masuk ke ruang perpustakaan, apalagi mencari informasi dalam rangka
7
Sarliaji Cayaray, 2014
Model layanan perpustakaan sekolah luar biasa
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
proses pembelajaran. Guru tidak pernah memanfatkan perpustakaan sekolah
sebagai pendukung proses mengajar atau mencari bahan dan media untuk
kegiatan mengajarnya. Apalagi orangtua peserta didik, mungkin tidak
terpikirkan oleh mereka untuk mencari pengetahuan dan informasi di
perpustakaan SLB dalam rangka membimbing dan membantu anaknya
mengatasi permasalahan belajarnya di rumah. Guru dan orang tua peserta didik
belum menyadari akan pentingnya peranan perpustakaan sekolah sebagai
penunjang kelancaran dan keberhasilan proses belajar mengajar.
Kemudahan akses informasi yang dibutuhkan oleh peserta didik,
guru, dan orangtua yang tidak didapatkan di perpustakaan SLB selama ini.
Hal ini karena ketiadaan koleksi bahan pustaka atau buku-buku yang memenuhi
kebutuhan pengguna terutama peserta didik yang mempunyai hambatan
sehingga memerlukan bahan pustaka atau buku yang sesuai dan dapat diakses
dengan mudah oleh mereka. Kemudian guru dan orang tua peserta didik yang
membutuhkan informasi berkaitan dengan pendidikan, informasi dan
pengembangan pribadi berdasarkan kurikulum yang berlaku. Tidak adanya
kerjasama perpustakaan SLB dengan perpustakaan umum atau perpustakaan
daerah, taman bacaan masyarakat, dan perpustakaan lainnya dalam rangka saling
mengisi dan bertukar koleksi bahan pustaka. Sehingga perkembangan koleksi
yang terus menerus menjamin pengguna memperoleh pilihan terhadap materi
baru secara tetap.
Kalau permasalahan yang terjadi pada perpustakaan SLB ini
dibiarkan maka keberadaan dan peranan perpustakaan SLB sebagai
penunjang proses belajar mengajar tidak berfungsi secara optimal.
Sesungguhnya peranan perpustakaan SLB dapat dibuat sebagai sarana bagi
peserta didik berkebutuhan khusus (PDBK) dalam mengatasi hambatan
belajarnya, menemukan sendiri pemahaman dalam proses belajarnya, dan
menciptakan suasana yang menyenangkan yang bersifat rekreatif sehingga tidak
merasakan mereka sesungguhnya sedang belajar.
8
Sarliaji Cayaray, 2014
Model layanan perpustakaan sekolah luar biasa
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Bethany Lafferty (2011:2) dalam posting blognya mengatakan bahwa:
Dibeberapa negara sudah banyak sekali program-program untuk anak-
anak dengan kebutuhan khusus dan orang tua mereka, dan berhasil
mengintegrasikan populasi ini ke dalam program layanan perpustakaan
sekolah yang ada. Sistem layanan perpustakaan sekolah sangat aksesibel
terhadap kebutuhan anak dengan kebutuhan khusus baik dari koleksi pustaka
atau buku yang sudah disesuaikan dengan kemampuan dan hambatan anak
berkebutuhan khusus. Sedangkan tujuan utama dari program kegiatan yang
dilakukan perpustakaan sekolah bertujuan untuk memberikan prilaku
pemodelan bagi orangtua dalam mengembangkan kemampuan dan
keterampilan anak-anak mereka.
Oleh karena itu atas dasar kondisi perpustakaan SLB di atas dan dalam
upaya mewujudkan layanan perpustakaan SLB yang aksesibel baik dari aspek
koleksi pustaka atau buku-bukunya yang disesuaikan dengan kemampuan dan
kebutuhan anak berkebutuhan khusus di SLB, juga dari aspek fasilitas yang
memperhatikan aksesibilitas mereka, serta dari aspek-aspek lainnya seperti
program kegiatan dan lain sebagainya, dan mengakomodir kebutuhan guru di
SLB dan orangtua peserta didik di SLB, maka melalui penelitian ini, peneliti
bermaksud membuat rancang bangun suatu model layanan perpustakaan SLB
yang menarik, mudah di akses, dan mampu mengakomodir kebutuhan pengguna
yaitu peserta didik, guru, dan orangtua.
B. Fokus Penelitian
1. Kondisi objektif perpustakaan sekolah selama ini di 10 SLB yang berada di
Kabupaten Bandung. Kondisi objektif yang akan diungkap yaitu mengenai:
a. Kebijakan mengenai penyelenggaraan layanan perpustakaan SLB
b. Pendanaan dan Fasilitas Layanan perpustakaan SLB
c. Tenaga Pengelola Perpustakaan SLB
d. Kegiatan Layanan Perpustakaan SLB
2. Perumusan model layanan perpustakaan SLB berdasarkan kondisi objektif
dan kajian-kajian pustaka mengenai pengembangan perpustakaan sekolah
dan konsep layanan perpustakaan sekolah yang ideal.
9
Sarliaji Cayaray, 2014
Model layanan perpustakaan sekolah luar biasa
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
C. Tujuan Penelitian
Penelitian yang dilakukan bertujuan merumuskan model layanan
perpustakaan SLB untuk mempermudah akses layanan informasi di
perpustakaan SLB bagi peserta didik, guru, dan orangtua.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun
praktis tentang layanan perpustakaan sekolah bagi abk. Manfaat penelitian ini
diuraikan sebagai berikut:
1. Manfaat teoritis
Dapat menghasilkan model layanan perpustakaan SLB yang fleksibel,
adaptif, proaktif, dan kreatif.
2. Manfaat praktis
Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan bagi SLB dan lembaga
induk pembina sekolah (Dinas Pendidikan) dalam menyelenggarakan layanan
perpustakaan sekolah yang fleksibel, adaptif, proaktif, dan kreatif untuk
mempermudah akses layanan informasi sesuai dengan kebutuhan pengguna
yaitu peserta didik di SLB, guru dan tenaga kependidikan, serta orangtua
peserta didik demi menunjang dan mendukung keberhasilan proses
pembelajaran.
E. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif kolaboratif dengan pendekatan kualitatif. Metode berfokus pada
pengumpulan dan analisis data kualitatif, tergambarkan pada tahapan penelitian
sebagai berikut:
Tahap I
Pada tahap I dilakukan proses pengumpulan data mengenai kondisi
objektif layanan perpustakaan di SLB saat ini. Data tersebut diperoleh melalui
10
Sarliaji Cayaray, 2014
Model layanan perpustakaan sekolah luar biasa
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
tehnik wawancara dan observasi di 10 SLB yang berada di Kabupaten Bandung.
Hasil data yang diperoleh adalah data kualitatif dan akan dianalisis.
Tahap II
Tahap II ini peneliti merumuskan model hipotetik layanan perpustakaan
SLB yang fleksibel, adaptif, proaktif, dan kreatif berdasarkan kondisi objektif
perpustakaan SLB saat ini dan kajian-kajian pustaka tentang konsep layanan-
layanan perpustakaan sekolah yang ideal. Kemudian divalidasi melalui tehnik
Delphi dengan sumber informasi tenaga ahli yaitu seorang pustakawan dan
seorang praktisi yang berpengalaman mengelola perpustakaan sekolah.
11
Sarliaji Cayaray, 2014
Model layanan perpustakaan sekolah luar biasa
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
c. Pendekatan Penelitian
d. Definisi Operasional
e. Teknik Pengumpulan Data
f. Instrumen Penelitian
g. Analisis Data
Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan
a. Hasil Penelitian
b. Pembahasan
Bab V Kesimpulan dan Rekomendasi
a. Kesimpulan
b. Rekomendasi
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
12
Sarliaji Cayaray, 2014
Model layanan perpustakaan sekolah luar biasa
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
BAB III
METODE PENELITIAN
B. Desain Penelitian
Desain penelitian ini dilakukan dalam dua tahap sebagai berikut:
a. Tahap I
Pada tahap I dilakukan proses pengumpulan data mengenai kondisi
objektif layanan perpustakaan di SLB saat ini. Data tersebut diperoleh melalui
Hasil data yang diperoleh adalah data kualitatif dan akan dianalisis.
34
Sarliaji Cayaray, 2014
Model layanan perpustakaan sekolah luar biasa
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Gambar 3.1
Alur Desain Penelitian
C. Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan kualitatif, sedangkan metode yang digunakan adalah metode
deskriptif kolaboratif, dimana metode deskriptif kolaboratif adalah metode
penelitian yang berupaya memecahkan masalah dari berbagai pertanyaan yang
timbul dari masalah yang sedang dihadapi pada masa tersebut atau pada masa
sekarang, bersama-sama dengan subjek penelitian.
Pendekatan kualitatif yang digunakan dalam penelitian ini bertujuan
untuk memperoleh data yang komprehensif dan mendalam mengenai kebijakan
penyelenggaraan layanan perpustakaan SLB, pendanaan dan fasilitas layanan
perpustakaan SLB, tenaga pengelola perpustakaan SLB, dan kegiatan layanan
perpustakaan SLB.
D. Definisi Operasioal
1. Model Layanan
Model layanan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah model hipotetik,
dimulai dengan penetapan kebijakan yang tertuang dalam visi misi
perpustakaan SLB, prosedur pelaksanaan kegiatan layanan, dan kerjasama
perpustakaan SLB dengan instansi-instansi terkait. Kemudian teknis layanan
perpustakaan SLB dengan menentukan komponen utama layanan, tujuan dan
fungsi layanan, sistem akses layanan, kemudian jenis kegiatan layanan
perpustakaan SLB. Kegiatan layanan perpustakaan SLB yang dimaksud
dalam model hipotetik ini adalah layanan sirkulasi bahan pustaka, layanan
bimbingan pembaca, layanan jam perpustakaan, layanan jam bercerita,
layanan audio visual, layanan internet, layanan silang layan, layanan terpusat
pepustakaan SLB.
2. Perpustakaan SLB
35
Sarliaji Cayaray, 2014
Model layanan perpustakaan sekolah luar biasa
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Perpustakaan SLB adalah perpustakaan yang berada dalam suatu SLB yang
kedudukan dan tanggung jawabnya berada ditangan Kepala SLB.
Perpustakaan SLB melayani peserta didik di SLB, guru dan tenaga
kependidikan lainnya, serta orangtua peserta didik dalam memperoleh akses
informasi, sumber dan media belajar, referensi dalam melakukan kegiatan
pemecahan permasalahan belajar, dan penunjang keberhasilan proses
pembelajaran.
3. Layanan perpustakaan SLB adalah salah satu kegiatan teknis yang terdiri dari
unsur komponen utama layanan, menentukan tujuan, fungsi layanan dan
sistem akses layanan perpustakaan SLB, kemudian melaksanakan jenis
kegiatan layanan di perpustakaan SLB yang memenuhi kebutuhan dan
keperluan pengguna jasa perpustakaan SLB yakni peserta didik di SLB, guru
dan tenaga kependidikan, serta orangtua peserta didik dalam memperoleh
kemudahan akses informasi, sumber dan media belajar, referensi untuk
mendukung dan menunjang keberhasilan proses pembelajaran. Jenis kegiatan
yang dimaksud seperti yang tercantum pada definisi operasional no 1.
E. Instrument Penelitian
Dalam penelitian kualitatif yang menjadi instrumen utama yaitu peneliti
sendiri. Peneliti sekaligus menjadi perencana, pelaksana pengumpul data,
menganalisis, dan pada akhirnya menjadi pelapor hasil penelitian. Dalam
penelitian ini peneliti menggunakan pedoman wawancara dan pedoman
observasi.
37
Sarliaji Cayaray, 2014
Model layanan perpustakaan sekolah luar biasa
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
berdasarkan kajian-kajian literasi yang ada, maka dirumuskan rancangan model
layanan perpustakaan SLB.
G. Analisis Data
1. Tahap I
Data yang diperoleh dari tahap I ini adalah data kualitatif yang
diperoleh melalui proses wawancara dan observasi. Data yang terkumpul akan
dianalisis dan diolah dengan teknik sebagai berikut:
1. Reduksi data, yakni untuk memisahkan data yang diperlukan dan kurang
diperlukan.
2. Display data dalam bentuk deskripsi sehingga memudahkan untuk membaca
dan memaknai data yang terkumpul.
3. Interpretasi data yakni menafsirkan data yang terkumpul untuk disimpulkan
dengan melihat keterkaitan atau hubungan antara bagian/aspek yang satu
dengan yang lainnya sehingga dapat diambil makna penting dari penelitian
yang telah dilakukan.
Agar informasi yang diperoleh sesuai dengan kebutuhan dan tujuan
maka dilakukan langkah-langkah secara sistematis dalam Tahap I ini yaitu:
1. Orientasi lapangan
Orientasi bertujuan untuk mengetahui pemetaan masalah yang akan
diteliti sehingga jelas dan terarah. Dari kegiatan orientasi ini terinventarisir
segala sesuatu yang berhubungan dengan rencana penelitian. Kegiatan
orientasi memberikan bekal bagi peneliti untuk merumuskan fokus masalah
dengan tahapan-tahapan yang akan dilakukan dalam penelitian dan inilah
embrio dari masalah penelitian yang akan diteliti.
2. Eksplorasi
Pada langkah ini peneliti melakukan kegiatan-kegiatan yang akan
mendukung pelaksanaan penelitian dalam rangka pengumpulan data. Peneliti
melakukan aktivitas wawancara dengan informan, mengumpulkan dokumen-
38
Sarliaji Cayaray, 2014
Model layanan perpustakaan sekolah luar biasa
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
dokumen penting yang berhubungan dengan penelitian dan fokus masalahnya
serta melakukan pengamatan langsung/observasi terhadap aktivitas yang
berhubungan dengan fokus masalah penelitian. Pada tahap ini peneliti dapat
mengumpulkan data/informasi selengkap mungkin sehingga dapat dijadikan
bahan analisis dan pembahasan.
3. Member check
Pada langkah ini, yang dilakukan adalah membuat laporan hasil
penelitian. Maksudnya setelah seluruh data yang diinginkan telah berhasil
dikumpulkan, kemudian dilakukan pengecekan dengan benar untuk mencapai
keabsahan, serta relevansi data dengan permasalahan yang diajukan
sebelumnya. Kegiatan ini bertujuan agar data-data yang diperoleh menjadi
valid, reliable dan obyektif, serta hasil penelitian terhindar dari bias-bias
tertentu. Sarana operasional pada langkah member check adalah:
a. Melakukan pengecekan ulang semua data yang terkumpul dengan
melakukan perbandingan substansi penelitian seperti yang disusun dalam
pedoman penelitian dan relevansinya dengan permasalahan penelitian.
b. Apabila data yang dikumpulkan ada yang belum lengkap, maka peneliti
meminta ulang kepada sumber utama sebagaimana yang telah disebutkan
sebelumnya.
c. Meminta kejelasan dan kepastian, apabila terdapat pernyataan yang tidak
jelas dari subyek penelitian dan tidak menjawab pertanyaan yang diajukan
kepada pihak lainnya.
d. Jika pada saat member check berlanjut ternyata ditemukan data dan
informasi yang belum lengkap maka akan dihimpun kembali melalui
klarifikasi dengan subyek penelitian melalui media komunikasi yang
memungkinkan seperti telepon, email, dan sebagainya.
e. Triangulasi
Triangulasi yang dilakukan peneliti adalah dengan melakukan
pembandingan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi
39
Sarliaji Cayaray, 2014
Model layanan perpustakaan sekolah luar biasa
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode
kualitatif (Moleong, 2005:330). Untuk dapat mencapai hal tersebut, maka
Moleong (2005:331) memberikan cara-cara yaitu:
1) Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara.
2) Membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa
yang dikatakannya secara pribadi .
3) Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai
pendapat dan pandangan orang.
4) Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang
berkaitan.
2. Tahap II
Rumusan model layanan perpustakaan SLB divalidasi melalui tehnik
Delphi, yaitu meminta pendapat dan masukan dari para ahli untuk perbaikan
dengan tidak menghadirkan ahli tersebut pada suatu forum diskusi, tetapi
melalui media sosial, email, dan lainnya, sehingga terciptanya model layanan
perpustakaan SLB yang dapat mempermudah akses layanan informasi bagi
peserta didik di SLB, guru, dan orangtua peserta didik.
Para ahli yang diminta pendapat dan masukannya tentang rumusan
model layanan perpustakaan SLB yaitu satu orang pustakawan dan satu orang
praktisi tenaga pengelola perpustakaan SLB yang sudah lama mengurusi
bidang perpustakaan.
40
Sarliaji Cayaray, 2014
Model layanan perpustakaan sekolah luar biasa
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
41
Sarliaji Cayaray, 2014
Model layanan perpustakaan sekolah luar biasa
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan
Berdasarkan deskripsi hasil penelitian mengenai model layanan
perpustakaan SLB disimpulkan hal-hal sebagai berikut:
1. Kondisi objektif layanan perpustakaan SLB hanya memprioritaskan layanan
pada hal menyediakan buku-buku pelajaran yang dibutuhkan peserta didik
maupun guru. Perpustakaan SLB dapat mengembangkan program layanan
bukan hanya sebatas pinjam meminjam buku tetapi program layanan yang
lebih proaktif, inovatif, rekreatif, kreatif, dan adaptif. Sarana dan prasarana
yang minim merupakan kondisi pada umumnya di setiap perpustakaan SLB.
Luas lahan sekolah yang terbatas mempengaruhi kondisi sarana prasarana
perpustakaan SLB, ada juga luas lahan sekolah yang memadai tetapi
penempatan ruangan perpustakaan yang sulit dijangkau oleh peserta didik
yang menggunakan kursi roda dan tunanetra, tidak aksesibel. Perpustakaan
SLB hanya menyediakan buku yang berkitan dengan pelajaran dan kurikulum
saja., tidak mengembangkan untuk mempunyai koleksi buku dengan
teknologi adaptif seperti buku-buku audio, buku dengan CD, buku, film, buku
dengan piktogram, atau buku video dengan gambar sistem isyarat tangan,
buku gambar sentuh (taktil), buku-buku bergambar dalam huruf Braile untuk
anak-anak, dan materi perpustakaan lainnya yang adaptif bagi anak
berkebutuhan khusus. Pengelola perpustakaan SLB tidak banyak mengetahui
bagaimana cara mengelola perpustakaan Slb dan memberikan layanan
perpustakaan yang baik sesuaidengan kebutuhan para penggunanya di SLB.
Perpustakaan SLB belum menggupayakan untuk menjalin kerjasama dengan
berbagai lembaga dan organisasi yang terkait dengan pengadaan literasi dan
minat baca, dalam rangka mengembangkan koleksi dan meningkatkan
layanan perpustakaannya.
72
2. Berdasarkan kondisi objektif perpustakaan SLB saat ini, dan setelah
melakukan kajian-kajian pustaka mengenai konsep layanan perpustakaan
sekolah, maka melalui proses validasi yang dilakukan dengan meminta
pendapat ahli ilmu perpustakaan dan praktisi pengelola perpustakaan sekolah,
maka terciptalah model layanan perpustakaan SLB seperti tergambar dalam
bagan alir sebagai berikut:
73
Sarliaji Cayaray, 2014
Model layanan perpustakaan sekolah luar biasa
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Komponen Utama Layanan:
1. Bahan pustaka/koleksi buku yang disesuaikan dengan
hambatan peserta didik di SLB
2. Tenaga pengelola / guru pustakawan
3. Sarana prasarana perpustakaan
4. Fasilitas layanan
5. Dana operasional
Tujuan dan Fungsi Layanan Sistem Akses Layanan Jenis Kegiatan Layanan
Perpustakaan SLB Perpustakaan SLB Perpustakaan SLB
74
Sarliaji Cayaray, 2014
Model layanan perpustakaan sekolah luar biasa
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Guru Peserta Didik Orang Tua
B. Rekomendasi
76
Sarliaji Cayaray, 2014
Model layanan perpustakaan sekolah luar biasa
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
77
Sarliaji Cayaray, 2014
Model layanan perpustakaan sekolah luar biasa
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
DAFTAR PUSTAKA
Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat. (2004). Action Plan Kepala Dinas
Pendidikan Provinsi Jawa Barat 2005, Program Percepatan Penuntasan
Wajar Dikdas 9 tahun. Bandung: Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat.
Memans dan Lamang. (2008). Layanan Perpustakaan Sekolah dan Jasa Rujukan.
[Online]. Tersedia di http://www.fajar.co.id/ Powered by WordPress.com/.
[13 Febuari 2013].
Pyper, J. (2011). Planning Library Programs For Children With Special Needs.
[Online].
Tersedia di http:// www.ontarioearlyyears.ca./2011. [13 Febuari
2013].
3
Sarliaji Cayaray, 2014
Model layanan perpustakaan sekolah luar biasa
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Menurut Memans dan Lamang (2008:4) seiring dengan perkembangan
zaman dan tuntutan pendidikan yang semakin mendesak dan mengalami
paradigma baru dalam praktik antara lain:
1. Waktu berubah, dan kebutuhan berubah pula, yakni pendidikan selalu
berkembang dan berubah. Dari pendekatan mengajar secara tradisionl ke arah
aspek modern yang melibatkan sitem multimedia dan komunikasi elektronik.
Pencarian jawaban yang tepat sekarang ini tidak cukup dari satu sumber saja.
Begitu juga keseimbangan antara “content dan “process” dalam ruang lingkup
filsafat pendidikan. Yang dimaksud “content” adalah text book (bahan ajar)
dan examination (ujian) . Sedangkan “process” mengedepankan proses
penggunaan aneka ragam sumber belajar dalam pembelajaran ( teaching).
2. Landasan filosofis pendidikan yang berubah akan membuat perubahan dalam
pedagogi, yakni:
a. Dari berpusat pada guru menjadi berpusat pada siswa. Siswa lebih banyak
terlibat dalam pembelajaran dan guru bertindak sebagai fasilitator.
b. Dari pembelajaran berdasarkan bahan ajar menjadi pembelajaran
berdasarkan sumber belajar (from text book based learning to resource
based learning);
c. Dari penilaian sumatif produk menjadi penilaian formatif proses (From
summative assessment of products to formative assessment of process).
Dan apabila perubahan dalam pedagogi ini terjadi, maka peran
perpustakan sekolah akan menjadi signifikan dalam pembelajaran di sekolah
khususnya sistem belajar mengajar. Selanjutnya akan terimbas perubahan
perpustakaan sekolah dari hanya berperan sebagai ‘layanan penunjang”
(supportive service) menjadi mitra proses pembelajaran yang aktif. Dan juga
perpustakaan sekolah berubah dari penyedia informasi tercetak menjadi koleksi
multimedia dinamis yang menyediakan informasi lengkap yang berhubungan
kegiatan kurikulum.
4
Sarliaji Cayaray, 2014
Model layanan perpustakaan sekolah luar biasa
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Sejalan dengan keinginan untuk mewujudkan sebuah perpustakaan
sekolah sebagaimana disebutkan di atas, tentu harus ada kerja sama dan sinergi,
termasuk apresiasi, terhadap perpustakaan sekolah di antara para pustakawan
sekolah, guru, kepala sekolah serta komite sekolah. Dalam menjembatani upaya
ini International Federation of Library Association (IFLA), sebuah asosiasi
perpustakaan tingkat dunia yang bernaung dalam UNESCO, tahun 2000 telah
menyusun sebuah panduan untuk digunakan oleh berbagai pihak yang
berkepentingan dalam pengembangan perpustakaan sekolah, yang dinamakan
Manifesto Perpustakaan Sekolah dalam pendidikan dan tenaga pendidikan untuk
semua atau lebih dikenaldengan Panduan Perpustakaan Sekolah. Panduan
tersebut untuk meningkatkan peran perpustakaan sekolah di daerah dan negara
masing-masing.
Panduan Perpustakaan Sekolah (Tove Pemmer Saetre dan Glenys
Willars, 2002:5) mengatakan bahwa “Setiap Pemerintah melalui kementerian
yang bertanggung jawab atas bidang pendidikan harus mengembangkan strategi,
kebijakan dan perencanaan yang berkaitan dengan pelaksanaan prinsip-prinsip
Manifesto ini”. Panduan ini disusun agar para pengambil kebijakan di tingkat
nasional dan lokal di seluruh dunia mengetahui dan memberikan dukungan serta
bimbingan kepada komunitas perpustakaan. Panduan ini juga ditulis guna
membantu sekolah-sekolah agar dapat menerapkan prinsip yang dinyatakan
dalam manifesto ini. Penulisan naskah panduan tersebut melibatkan banyak
orang di banyak negara dengan latar belakang situasi yang berbeda-beda serta
mencoba memenuhi kebutuhan semua jenis sekolah, baik sekolah umum
maupun sekolah khusus. Panduan ini harus dibaca dan digunakan dalam konteks
setempat.
Panduan Perpustakaan Sekolah yang dirumuskan oleh IFLA UNESCO
didalamnya mengungkapkan aspek-aspek yang harus dikembangkan dalam
penyelenggaraan perpustakaan sekolah, yaitu meliputi kebijakan dan misi
penyelengaraan perpustakaan sekolah, pengelolaan sumber daya yang ada di
5
Sarliaji Cayaray, 2014
Model layanan perpustakaan sekolah luar biasa
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
perpustakaan sekolah, peningkatan ketenagaan (staf) dalam penyelenggaraan
perpustakaan sekolah, pengembangan program layanan dan kegiatan
perpustakaan sekolah, dan bagaimana mempromosikan layanan perpustakaan
sekolah juga mempromosikan kemampuan peserta didik melalui kegiatan-
kegiatan perpustakaan sekolah.
Nasution (Memans dan Lamang, 1992:2) mengatakan bahwa “layanan
perpustakaan merupakan titik sentral kegiatan perpustakaan sekolah. Dengan
kata lain, perpustakaan sekolah identik dengan layanan karena tidak ada
perpustakaan sekolah jika tidak ada kegiatan layanan”. Layanan perpustakaan
sekolah adalah pemenuhan kebutuhan dan keperluan kepada pengguna jasa
perpustakaan. Tugas yang mulia dan tujuan sebenarnya layanan perpustakaan
sekolah adalah melayani pengunjung dan pengguna perpustakaan.
Aktivitas layanan perpustakaan sekolah dan informasi berarti
penyediaan bahan pustaka secara tepat dan akurat dalam rangka memenuhi
kebutuhan informasi bagi para pengguna perpustakaan sekolah. Perpustakaan
memberikan layanan bahan pustaka kepada warga sekolah adalah agar bahan
pustaka tersebut yang telah diolah dapat dimanfaatkan dengan cepat oleh warga
sekolah pengguna perpustakaan.
Bagaimana keberadaan dan peran perpustakaan sekolah di
Sekolah Luar Biasa (SLB) yang berada di Provinsi Jawa Barat?, fakta yang
ada keberadaan perpustakaan SLB di Provinsi Jawa Barat terabaikan bahkan
terlupakan sebagai penunjang proses belajar dan mengajar di sekolah. Sebagai
bukti tidak ada satupun dalam program kerja Bidang PLB Dinas Pendidikan
Provinsi Jawa Barat yang mencantumkan rencana pengembangan perpustakaan
SLB sebagai sarana prasarana penunjang proses belajar mengajar di SLB.
Padahal berdasarkan instrument evaluasi diri sekolah (EDS untuk SLB) di
Provinsi Jawa Barat tahun 2010-2011 yang salah satu aspeknya mengungkap
tentang standar sarana prasarana, ditemukan hanya beberapa SLB saja yang
mempunyai ruang perpustakaan sesuai dengan standar. Peneliti pun
6
Sarliaji Cayaray, 2014
Model layanan perpustakaan sekolah luar biasa
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
mendapatkan data dari Gugus 50 SLB Kabupaten Bandung, bahwa dari enam
SLB yang berada di wilayahnya hanya dua SLB yang mempunyai ruangan
perpustakaan sesuai standar. Jadi dalam satu gugus SLB Provinsi Jawa Barat
keberadaan perpustakaan SLB menurut peneliti dari segi fasilitas belum
memadai, apalagi dalam segi kemudahan akses memperoleh informasi sesuai
dengan kebutuhan peserta didik, guru dan orangtua sehingga dapat menjadi
sarana prasarana penunjang proses belajar mengajar di SLB.
Belum lagi permasalahan fasilitas perpustakaan SLB mulai dari
ruangan yang tidak mengakomodir kebutuhan pengguna yakni peserta didik,
guru dan orangtua. Kemudian desain tata letak yang tidak memperhatikan aspek
estetika dan tidak menunjukkan perpustakaan dapat difungsikan dengan baik.
Arus “lalu lintas” pengguna terutama peserta didik dengan hambatan tunadaksa
kurang memperhatikan kenyamanan, keselamatan, dan keamanan. Ketiadaan
sarana prasarana pendukung layanan perpustakaan yang ramah seperti rak buku
yang mudah di jangkau, kursi atau tempat duduk yang nyaman, serta meja yang
terlalu tinggi untuk digunakan. Secara umum penampilan estetis perpustakaan
SLB kurang memberikan rasa nyaman dan merangsang komunitas sekolah untuk
memanfaatkan waktunya di perpustakaan.
Selain itu selama ini SDM pengelola perpustakaan SLB mengandalkan
peran guru. Sedangkan pengetahuan guru tentang tata cara pengelolaan
perpustakaan sangat minim. Tidak adanya kerjasama antara guru SLB dengan
pustakawan sebagai tenaga profesional di bidang pengelolaan perpustakaan.
Kerjasama antara guru dan pustakawan di sekolah merupakan hal penting dalam
memaksimalkan potensi layanan perpustakaan sebagai sarana prasarana
pendukung proses pembelajaran.
Peranan perpustakaan SLB belum berfungsi sebagai sarana
prasarana penunjang proses belajar mengajar. Seperti yang terjadi di SLB
peneliti dimana peneliti mengajar di SLB tersebut. Peserta didik tidak tertarik
untuk masuk ke ruang perpustakaan, apalagi mencari informasi dalam rangka
7
Sarliaji Cayaray, 2014
Model layanan perpustakaan sekolah luar biasa
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
proses pembelajaran. Guru tidak pernah memanfatkan perpustakaan sekolah
sebagai pendukung proses mengajar atau mencari bahan dan media untuk
kegiatan mengajarnya. Apalagi orangtua peserta didik, mungkin tidak
terpikirkan oleh mereka untuk mencari pengetahuan dan informasi di
perpustakaan SLB dalam rangka membimbing dan membantu anaknya
mengatasi permasalahan belajarnya di rumah. Guru dan orang tua peserta didik
belum menyadari akan pentingnya peranan perpustakaan sekolah sebagai
penunjang kelancaran dan keberhasilan proses belajar mengajar.
Kemudahan akses informasi yang dibutuhkan oleh peserta didik,
guru, dan orangtua yang tidak didapatkan di perpustakaan SLB selama ini.
Hal ini karena ketiadaan koleksi bahan pustaka atau buku-buku yang memenuhi
kebutuhan pengguna terutama peserta didik yang mempunyai hambatan
sehingga memerlukan bahan pustaka atau buku yang sesuai dan dapat diakses
dengan mudah oleh mereka. Kemudian guru dan orang tua peserta didik yang
membutuhkan informasi berkaitan dengan pendidikan, informasi dan
pengembangan pribadi berdasarkan kurikulum yang berlaku. Tidak adanya
kerjasama perpustakaan SLB dengan perpustakaan umum atau perpustakaan
daerah, taman bacaan masyarakat, dan perpustakaan lainnya dalam rangka saling
mengisi dan bertukar koleksi bahan pustaka. Sehingga perkembangan koleksi
yang terus menerus menjamin pengguna memperoleh pilihan terhadap materi
baru secara tetap.
Kalau permasalahan yang terjadi pada perpustakaan SLB ini
dibiarkan maka keberadaan dan peranan perpustakaan SLB sebagai
penunjang proses belajar mengajar tidak berfungsi secara optimal.
Sesungguhnya peranan perpustakaan SLB dapat dibuat sebagai sarana bagi
peserta didik berkebutuhan khusus (PDBK) dalam mengatasi hambatan
belajarnya, menemukan sendiri pemahaman dalam proses belajarnya, dan
menciptakan suasana yang menyenangkan yang bersifat rekreatif sehingga tidak
merasakan mereka sesungguhnya sedang belajar.
8
Sarliaji Cayaray, 2014
Model layanan perpustakaan sekolah luar biasa
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Bethany Lafferty (2011:2) dalam posting blognya mengatakan bahwa:
Dibeberapa negara sudah banyak sekali program-program untuk anak-
anak dengan kebutuhan khusus dan orang tua mereka, dan berhasil
mengintegrasikan populasi ini ke dalam program layanan perpustakaan
sekolah yang ada. Sistem layanan perpustakaan sekolah sangat aksesibel
terhadap kebutuhan anak dengan kebutuhan khusus baik dari koleksi pustaka
atau buku yang sudah disesuaikan dengan kemampuan dan hambatan anak
berkebutuhan khusus. Sedangkan tujuan utama dari program kegiatan yang
dilakukan perpustakaan sekolah bertujuan untuk memberikan prilaku
pemodelan bagi orangtua dalam mengembangkan kemampuan dan
keterampilan anak-anak mereka.
Oleh karena itu atas dasar kondisi perpustakaan SLB di atas dan dalam
upaya mewujudkan layanan perpustakaan SLB yang aksesibel baik dari aspek
koleksi pustaka atau buku-bukunya yang disesuaikan dengan kemampuan dan
kebutuhan anak berkebutuhan khusus di SLB, juga dari aspek fasilitas yang
memperhatikan aksesibilitas mereka, serta dari aspek-aspek lainnya seperti
program kegiatan dan lain sebagainya, dan mengakomodir kebutuhan guru di
SLB dan orangtua peserta didik di SLB, maka melalui penelitian ini, peneliti
bermaksud membuat rancang bangun suatu model layanan perpustakaan SLB
yang menarik, mudah di akses, dan mampu mengakomodir kebutuhan pengguna
yaitu peserta didik, guru, dan orangtua.
B. Fokus Penelitian
1. Kondisi objektif perpustakaan sekolah selama ini di 10 SLB yang berada di
Kabupaten Bandung. Kondisi objektif yang akan diungkap yaitu mengenai:
a. Kebijakan mengenai penyelenggaraan layanan perpustakaan SLB
b. Pendanaan dan Fasilitas Layanan perpustakaan SLB
c. Tenaga Pengelola Perpustakaan SLB
d. Kegiatan Layanan Perpustakaan SLB
2. Perumusan model layanan perpustakaan SLB berdasarkan kondisi objektif
dan kajian-kajian pustaka mengenai pengembangan perpustakaan sekolah
dan konsep layanan perpustakaan sekolah yang ideal.
9
Sarliaji Cayaray, 2014
Model layanan perpustakaan sekolah luar biasa
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
C. Tujuan Penelitian
Penelitian yang dilakukan bertujuan merumuskan model layanan
perpustakaan SLB untuk mempermudah akses layanan informasi di
perpustakaan SLB bagi peserta didik, guru, dan orangtua.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun
praktis tentang layanan perpustakaan sekolah bagi abk. Manfaat penelitian ini
diuraikan sebagai berikut:
1. Manfaat teoritis
Dapat menghasilkan model layanan perpustakaan SLB yang fleksibel,
adaptif, proaktif, dan kreatif.
2. Manfaat praktis
Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan bagi SLB dan lembaga
induk pembina sekolah (Dinas Pendidikan) dalam menyelenggarakan layanan
perpustakaan sekolah yang fleksibel, adaptif, proaktif, dan kreatif untuk
mempermudah akses layanan informasi sesuai dengan kebutuhan pengguna
yaitu peserta didik di SLB, guru dan tenaga kependidikan, serta orangtua
peserta didik demi menunjang dan mendukung keberhasilan proses
pembelajaran.
E. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif kolaboratif dengan pendekatan kualitatif. Metode berfokus pada
pengumpulan dan analisis data kualitatif, tergambarkan pada tahapan penelitian
sebagai berikut:
Tahap I
Pada tahap I dilakukan proses pengumpulan data mengenai kondisi
objektif layanan perpustakaan di SLB saat ini. Data tersebut diperoleh melalui
10
Sarliaji Cayaray, 2014
Model layanan perpustakaan sekolah luar biasa
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
tehnik wawancara dan observasi di 10 SLB yang berada di Kabupaten Bandung.
Hasil data yang diperoleh adalah data kualitatif dan akan dianalisis.
Tahap II
Tahap II ini peneliti merumuskan model hipotetik layanan perpustakaan
SLB yang fleksibel, adaptif, proaktif, dan kreatif berdasarkan kondisi objektif
perpustakaan SLB saat ini dan kajian-kajian pustaka tentang konsep layanan-
layanan perpustakaan sekolah yang ideal. Kemudian divalidasi melalui tehnik
Delphi dengan sumber informasi tenaga ahli yaitu seorang pustakawan dan
seorang praktisi yang berpengalaman mengelola perpustakaan sekolah.
11
Sarliaji Cayaray, 2014
Model layanan perpustakaan sekolah luar biasa
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
c. Pendekatan Penelitian
d. Definisi Operasional
e. Teknik Pengumpulan Data
f. Instrumen Penelitian
g. Analisis Data
Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan
a. Hasil Penelitian
b. Pembahasan
Bab V Kesimpulan dan Rekomendasi
a. Kesimpulan
b. Rekomendasi
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
12
Sarliaji Cayaray, 2014
Model layanan perpustakaan sekolah luar biasa
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Pengertian Model
Model adalah representasi dari suatu objek, benda, atau ide-ide dalam
bentuk yang disederhanakan dari kondisi atau fenomena alam. Model berisi
informasi- informasi tentang suatu fenomena yang dibuat dengan tujuan untuk
mempelajari fenomena sistem yang sebenarnya. Model dapat merupakan tiruan
dari suatu benda, sistem atau kejadian yang sesungguhnya yang hanya berisi
informasi- informasi yang dianggap penting untuk ditelaah. (Mahmud Achmad,
2008: 1).
Kata ”model” diturunkan dari bahasa latin mold (cetakan) atau pettern
(pola). Menurut Mahmud Achmad (2008: 2) bahwa bentuk model secara umum
ada empat, yaitu model sistem, model mental, model verbal, dan model
matematika.
Model sistem adalah alat yang kita gunakan untuk menjawab pertanyaan-
pertanyaan tentang sistem tanpa melakukan percobaan. Sebagai contoh sebuah
model dari perilaku seseorang untuk mengatakan bahwa dia orang ”baik”. Model
ini membantu kita untuk menjawab pertanyaan bagaimana dia akan bereaksi
apabila kita bertanya padanya.
Model mental adalah model-model untuk sistem teknik yang berdasarkan
pada pada pengalaman dan perasaan. Sebagai contoh bagaimana mengendarai
sebuah mobil merupakan sebagian dari pengembangan mental model dari
sifatsifat mengemudi mobil.
Model verbal adalah sebuah model perilaku sistem pada kondisi yang
berbeda dideskripsikan dengan kata-kata. Sebagai cotoh apabila suku bank naik,
maka tingkat penggangguran akan naik.
Sedangkan yang dimaksud dengan model matematika yaitu dimana kita
menghubungkan antara besaran (jarak, arus, aliran pengganguran dan lain
12
Sarliaji Cayaray, 2014
Model layanan perpustakaan sekolah luar biasa
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Jenis klasifikasi model hipotetik dalam penelitian ini lebih mendekati
pada model empiris, dimana model hipotetik yang dirumuskan berdasarkan data-
data dan saran-saran atau masukan dari kondisi objektif yang ada di lapangan
yakni perpustakaan SLB.
B. Layanan Perpustakaan Sekolah
Dalam UU No 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan pasal 20
mengatakan bahwa “salah satu jenis perpustakaan adalah perpustakaan
sekolah/madrasah”. Selanjutnya pada pasal 23 di katakan “Setiap
sekolah/madrasah menyelenggarakan perpustakaan yang memenuhi standar
nasional perpustakaan dengan memperhatikan standar nasional pendidikan”.
Menurut Memans dan Lamang (2008:6) Tujuan dan fungsi layanan
perpustakaan sekolah adalah menyajikan informasi guna kepentingan
pelaksanaan proses belajar mengajar dan rekreasi bagi siswa-siswi, dengan
menggunakan bahan pustaka yang ada di perpustakaan tersebut. Kegiatan
layanan di perpustakaan sekolah meliputi, peminjaman buku-buku, melayani
kebutuhan pelajar dalam kelas, menyediakan sumber informasi bagi murid dan
guru serta tenaga administrasi sekolah, membimbing siswa untuk mahir dalam
mencari informasi secara mandiri.
Pendidikan selalu berkembang dan berubah. Dari pendekatan mengajar
secara tradisionl ke arah aspek modern yang melibatkan sistem multimedia dan
komunikasi elektronik. Pencarian jawaban yang tepat sekarang ini tidak cukup
dari satu sumber saja. Begitu juga keseimbangan antara content dan process
dalam ruang lingkup filsafat pendidikan. Yang dimaksud content adalah text
book (bahan ajar) dan examination (ujian), belajar dalam pembelajaran
(teaching).
Landasan filosofis pendidikan juga berubah dari berpusat pada guru
menjadi berpusat pada peserta didik. Peserta didik lebih banyak terlibat dalam
pembelajaran dan guru bertindak sebagai fasilitator. Dari pembelajaran
berdasarkan bahan ajar menjadi pembelajaran berdasarkan sumber belajar (from
13
Sarliaji Cayaray, 2014
Model layanan perpustakaan sekolah luar biasa
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
text book based learning to resource based learning) Dari penilaian sumatif
produk menjadi penilaian formatif proses (From summative assessment of
products to formative assessment of process).
Maka peran perpustakan sekolah akan menjadi signifikan dalam
pembelajaran di sekolah khususnya sistem belajar mengajar. Selanjutnya akan
terimbas perubahan perpustakaan dari hanya berperan sebagai layanan
penunjang (supportive service) menjadi mitra proses pembelajaran yang aktif.
Dan juga perpustakaan berubah dari penyedia informasi tercetak menjadi koleksi
multimedia dinamis yang menyediakan informasi lengkap yang berhubungan
kegiatan kurikulum.
Menurut tim dari MarkPlus Institute dalam bukunya tentang
Meningkatkan Performansi Perpustakaan, mengatakan perpustakaan sekolah
haruslah menjadi tempat belajar dan bertukar pikiran. Didukung oleh suasana
yang nyaman, tidak terkotak-kota, tetapi dengan suasana yang lebih lepas, bantal
dimana-mana, dengan ruangan silent maupun interaksi. Selanjutnya dikatakan
“kalo di Sidney, perpustakaan sangat berguna buat pelajar, tidak cuma yang di
sekolah-sekolahnya, tetapi yang di sediakan di daerah-daerah dari
pemerintahnya, mungkin di Indonesia harus mulai dari perpustakaan sekolah,
anak-anak tidak harus beli buku tapi bisa pinjem buku dari perpustakaan
sekolah, tugas juga cari bahan dari buku-buku di perpustakaan sekolah, dan yang
penting dari perpustakaan itu adalah bersih, rapih dan terang (tidak remang-
remang), termasuk pemilihan furniture nya. Yang kedua bukunya lengkap dan
update, sambil ada musik yang tenang tapi volumenya kecil, maka peserta didik
akan senang untuk duduk disana selama berjam-jam.
Yusuf dan Pawit M (1995:12) menerangkan tujuan dan fungsi layanan
perpustakaan sekolah adalah menyajikan informasi guna kepentingan
pelaksanaan proses belajar mengajar dan rekreasi bagi peserta didik, dengan
menggunakan bahan pustaka yang ada di perpustakaan tersebut yang sesuai
dengan kebutuhan pengguna. Kegiatan layanan di perpustakaan sekolah
14
Sarliaji Cayaray, 2014
Model layanan perpustakaan sekolah luar biasa
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
meliputi, peminjaman buku-buku, melayani kebutuhan peserta didik dalam
kelas, menyediakan sumber informasi bagi murid dan guru serta tenaga
administrasi sekolah, membimbing siswa untuk mahir dalam mencari informasi
secara mandiri.
Sedangkan dalam Surat Keputuan Menteri Pendidikan dan Kebudayan
Nomor: 0103/O/1981, tanggal 11 Maret 1981, membagi beberapa fungsi
perpustakaan sekolah sebagai berikut:
1. Sebagai Pusat kegiatan belajar-mengajar untuk mencapai tujuan pendidikan
seperti tercantum dalam kurikulum sekolah;
2. Pusat penelitian sederhana yang memungkinkan para siswa mengembangkan
kreativitas dan imajinasinya;
3. Pusat membaca buku-buku yang bersifat rekreatif dan mengisi waktu luang
(Buku-buku hiburan).
Dari beberapa pendapat tentang fungsi dan tujuan perpustakaan sekolah
tersebut di atas, ada salah satu fungsi yang sangat menarik dan perlu
dikembangkan adalah sebagai fungsi sumber informasi. Fungsi ini memiliki
multifungsi karena dapat dijadikan sebagai sarana belajar untuk membantu
menyelesaikan tugas-tugas sekolah bagi peserta didik dan juga dapat berfungsi
menambah wawasan dan mewujudkan kreativitas, bakat yang dimiliki sehingga
dapat menghasilkan prakarya sederhana bagi diri pribadi yang mandiri kelak.
Layanan perpustakaan sekolah merupakan salah satu kegiatan teknis
yang pada pelaksanaannya perlu adanya perencanaan dalam
penyelenggaraannya. Layanan perpustakaan sekolah akan berjalan dengan baik
apabila akses layanan digunakan tepat dan sesuai dengan kebutuhan
penggunanya yaitu peserta didik, guru dan orangtua.
Ada tiga jenis akses dalam layanan perpustakaan, yakni akses layanan
terbuka (Open Access), akses layanan tertutup (Close Access), dan akses layanan
campuran(Memans dan Lamang, 2008:17). Ketiga akses layanan ini ada
hubungannya dengan cara bagaimana perpustakaan sekolah memberikan
15
Sarliaji Cayaray, 2014
Model layanan perpustakaan sekolah luar biasa
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
kesempatan kepada pembacanya untuk menemukan bahan pustaka yang
dibutuhkannya dalam mencari informasi. Masing-masing akses tersebut
mempunyai kelebihan dan kelemahannya, dan berbeda dalam pelaksanaannya.
1. Akses layanan terbuka (Open Acces)
Akses layanan ini memberikan kebebasan kepada pengguna untuk
menemukan dan mencari bahan pustaka yang diperlukan. Pengguna diizinkan
langsung ke ruang koleksi perpustakaan, memilih dan mengambil bahan
pustaka yang diinginkan. Tujuan akses layanan terbuka adalah memberikan
kesempatan kepada pengguna untuk mendapatkan koleksi seluas-luasnya, tidak
hanya sekedar membaca-baca di rak, tetapi juga mengetahui berbagai alternatif
dari pilihan koleksi yang ada di rak, yang kira-kira dapat mendukung
penelitiannya. Akses layanan terbuka biasanya diterapkan untuk layanan di
perpustakaan umum, perpustakaan sekolah, dan perpustakaan perguruan tinggi.
Ada beberapa kelebihan yang dapat diambil, apabila perpustakaan sekolah
menggunakan akses layanan terbuka, antara lain adalah :
a. Pengguna bebas memilih bahan pustaka di rak.
b. Pengguna tidak harus menggunakan katalog
c. Pengguna dapat mengganti bahan pustaka yang isinya mirip, jika bahan
pustaka yang dicari tidak ada.
d. Pengguna dapat membandingkan isi bahan pustaka dengan judul yang
dicarinya.
e. Bahan pustaka lebih bermanfaat dan didayagunakan
f. Menghemat tenaga pustakawan.
Selain kelebihan tersebut, akses layanan terbuka juga memiliki beberapa
kelemahan antara lain adalah:
a. Pengguna cenderung mengembalikan bahan pustaka seenaknya, sehingga
mengacaukan dalam penyusunan bahan pustaka di rak.
b. Lebih besar kemungkinan kehilangan bahan pustaka.
16
Sarliaji Cayaray, 2014
Model layanan perpustakaan sekolah luar biasa
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
c. Tidak semua pengguna paham benar dalam mencari bahan pustaka di rak
apalagi jika koleksinya sudah banyak.
d. Bahan pustaka lebih cepat rusak.
e. Terjadi perubahan susunan bahan pustaka di rak, sehingga perlu
pembenahan terus menerus.
2. Akses layanan tertutup (Close Access)
Pada akses layanan koleksi tertutup, berarti pengguna tidak boleh
langsung mengambil bahan pustaka di rak, tetapi petugas perpustakaan yang
akan mengambil. Dengan menggunakan akses ini petugas akan lebih sibuk
karena harus mancari bahan pustaka di rak, terutama pada jam-jam sibuk pada
saat banyak pengguna yang memerlukan bahan pustaka. Tujuan akses layanan
ini adalah memberikan layanan secara terbatas kepada pengguna, sehingga
pengguna tidak dapat mencari bahan pustaka yang dibutuhkannya di rak, tetapi
akan dilayani oleh petugas. Oleh karena itu, pengguna harus mencari nomor
panggil bahan pustaka melalui katalog yang disediakan.
Kelebihan dengan menggunakan akses layanan tertutup adalah sebagai
berikut:
a. Bahan pustaka tersusun rapi di rak, karena hanya petugas yang mengambil.
b. Kemungkinan kehilangan bahan pustaka sangat kecil.
c. Bahan pustaka tidak cepat rusak
d. Penempatan kembali bahan pustaka yang telah digunakan ke rak lebih cepat
e. Pengawasan dapat dilakukan secara longgar.
f. Proses temu kembali lebih efektif.
Adapun kekurangan dengan menggunakan akses layanan tertutup adalah
sebagai berikut:
a. Pengguna tidak bebas dan kurang puas dalam menemukan bahan pustaka.
b. Bahan pustaka yang didapat kadang-kadang tidak sesuai dengan kebutuhan
pengguna.
c. Katalog cepat rusak.
17
Sarliaji Cayaray, 2014
Model layanan perpustakaan sekolah luar biasa
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
d. Tidak semua pengguna paham dalam menggunakan tehnik mencari bahan
pustaka melalui katalog.
e. Tidak semua koleksi dimanfaatkan dan didayagunakan oleh pengguna.
f. Perpustakaan lebih sibuk.
3. Akses layanan campuran (Mixed Access)
Pada akses layanan campuran perpustakaan dapat menerapkan dua sistem
pelayanan sekaligus, yaitu layanan terbuka dan layanan tertutup. Perpustakaan
yang menggunakan sistem layanan campuran biasanya memberikan layanan
secara tertutup untuk koleksi skripsi, koleksi referens, deposit, atau tesis,
sedangkan untuk koleksi lainnya menggunakan akses layanan terbuka.
Sistem layanan campuran ini biasanya diterapkan di perpustakaan
perguruan tinggi dan perpustakaan sekolah.
Kelebihan akses layanan campuran adalah sebagai berikut:
a. Pengguna dapat langsung menggunakan koleksi referens dan koleksi umum
secara bersamaan.
b. Tidak memerlukan ruang baca khusus koleksi referens.
c. Menghemat tenaga layanan.
Adapun kelemahan akses layanan campuran adalah sebagai berikut :
a. Petugas sulit mengontrol pengguna yang menggunakan koleksi referens dan
koleksi umum sekaligus.
b. Ruang koleksi referens dan koleksi umum menjadi satu.
c. Perlu pengawasan yang lebih ketat.
Sedangkan jenis-jenis layanan perpustakaan sekolah adalah sebagai
berikut:
1. Layanan sirkulasi bahan pustaka
Kegiatan pada layanan sirkulasi merupakan ujung tombak jasa perpustakaan
sekolah, karena pada bagian sirkulasi pertama kali harus berhubungan dengan
masalah administrasi peminjaman bahan pustaka. Kegiatan peminjaman ini
sering dikenal dengan istilah sirkulasi. Bagian sirkulasi berkaitan dengan
18
Sarliaji Cayaray, 2014
Model layanan perpustakaan sekolah luar biasa
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
masalah peredaran koleksi yang dimiliki perpustakaan sekolah. Tujuan layanan
sirkulasi adalah memperlancar dan mempermudah proses peminjaman bahan
pustaka untuk dibawa pulang oleh pengguna yakni peserta didik, guru dan
orangtua.
2. Bimbingan pembaca
Bimbingan pembaca merupakan bimbingan, petunjuk atau panduan serta
contoh-contoh kepada pengguna jasa perpustakaan tentang cara-cara membaca
yang baik, cepat, dan benar dengan menggunakan koleksi dan peralatan
perpustakaan sekolah. Tujuan bimbingan pembaca adalah menemukan buku
yang cocok bagi pembaca untuk kepentingan pendidikan, pengembang diri,
hiburan, dan lain sebagainya.
3. Program layanan informasi
a. Jam perpustakaan (Library Hour)
Program ini cocok untuk perpustakaan sekolah, yaitu dengan cara melibatkan
peserta didik dalam kegiatan penelitian sederhana atau praktikum tentang
berbagai jenis subjek yang berhubungan dengan kurikulum sekolah. Semua
kegiatan tersebut harus dilakukan di perpustakaan sekolah. Program ini dapat
dilakukan setiap minggu dengan cara bergiliran untuk setiap mata pelajaran.
b. Jam bercerita (Story Hour)
Program ini merupakan kegiatan layanan untuk anak-anak, baik
diperpustakaan umum maupun di perpustakaan sekolah. Layanan ini
bermaksud memperkenalkan buku atau bahan bacaan lainnya yang ada di
perpustakaan melalui cerita. Sumber cerita diambil dari buku yang ada di
perpustakaan. Kegiatan ini dapat dilakukan secara rutin tiap minggu dan
cerita yang diambil harus bervariasi.
4. Layanan audio visual
Layanan ini menyediakan sarana pandang dengar atau bahan khusus yang
sering disebut juga bahan non buku (non books material). Kehadiran koleksi ini
untuk memperkaya bahan pustaka dan memungkinkan perpustakaan
19
Sarliaji Cayaray, 2014
Model layanan perpustakaan sekolah luar biasa
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
memberikan layanan yang lebih beragam kepada pengguna perpustakaan
sekolah. Koleksi ini menyajikan materi berupa rekaman suara, gambar hidup
dan rekaman video, CD, DVD, bahan grafika (foto dan slide), bahan kartografi,
mikro form, (mikro film, dan mikro fich) dan Sarana televisi dan DVD Player
lainnya.
5. Layanan internet
Berdasarkan kemajuan teknologi komunikasi dan teknologi informasi yang
begitu cepat perkembangannya dan ledakan informasi yang mengglobal
sehingga sulit dibendung, maka peran dan kehadiran layanan internet di
sekolah-sekolah sangat dibutuhkan sebagai sarana penelusuran informasi cepat
dan interaktif.
6. Layanan silang layan
Perpustakaan sekolah yang satu memberikan jasa referens atas pertanyaan yang
berasal dari perpustakaan sekolah yang lain. Pinjam antar perpustakaan sekolah
berarti perpustakaan sekolah yang satu meminjam bahan pustaka yang tidak
dimiliki ke perpustakaan sekolah lain yang memilki bahan pustaka yang
diperlukan pengguna. Sistem dan cara seperti ini dapat dilakukan dengan
bekerjasama Perpustakaan Keliling, Mobil Pintar, Taman Bacaan lainnya yang
ada di wilayah masing-masing.
7. Layanan terpusat perpustakaan sekolah
Perpustakaan yang dikelola oleh beberapa sekolah yang berada dalam satu
lingkungan sekolah yang tidak terlalu berjauhan lokasi antar sekolah yang satu
dengan sekolah yang lain. Dengan demikian perpustakan tersebut diharapkan
dapat melayani semua jenis sekolah yang berlokasi di sekitar perpustakaan.
Jadi hanya ada satu perpustakaan untuk melayani beberapa sekolah.
Tidak akan jauh berbeda dengan perpustakaan sekolah, perpustakaan
SLB, dapat menerapkan salah satu akses layanan perpustakaan sekolah dan
beberapa jenis layanan perpustakaan sekolah. Yang menjadi prioritas layanan
perpustakaan di SLB yaitu mengadaptasikan jenis layanan terutama bahan-bahan
20
Sarliaji Cayaray, 2014
Model layanan perpustakaan sekolah luar biasa
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
pustakanya yang dapat dengan mudah digunakan atau diakses oleh peserta didik
di SLB dengan berbagai hambatan yang dimilikinya, antara lain bahan pustaka
dengan tulisan braille untuk peserta didik dengan hambatan penglihatan, bahan
pustaka yang menggunakan gambar dalam menjelaskan isi bahan pustakanya,
yang diperuntukkan bagi anak tunarungu maupun tunagrahita, atau yang lainnya.
Yang pasti layanan perpustakaan SLB mempunyai layanan khas sesuai dengan
kebutuhan dan kemampuan penggunanya yaitu anak berkebutuhan khusus (abk)
dalam mendukung proses pembelajaran baginya.
C. Perpustakaan SLB
Keberadaan perpustakaan SLB di atur berdasarkan Permendiknas No 33
Tahun 2008 tentang Standar Sarana Prasarana untuk SDLB, SMPLB, dan
SMALB. Dijelaskan bahwa perpustakaan adalah “ruang untuk menyimpan dan
memperoleh informasi dari berbagai jenis bahan pustaka”. Ruang perpustakaan
berfungsi sebagai tempat kegiatan peserta didik, guru dan orangtua peserta didik
memperoleh informasi dari berbagai jenis bahan pustaka dengan membaca,
mengamati dan mendengar, dan sekaligus tempat petugas mengelola
2
perpustakaan. Luas minimum ruang perpustakaan adalah 30 m . Lebar
minimum ruang perpustakaan adalah 5 m. Ruang perpustakaan dilengkapi
jendela untuk memberi pencahayaan yang memadai untuk membaca buku.
Ruang perpustakaan terletak di bagian sekolah yang mudah dicapai. Ruang
perpustakaan dilengkapi sarana sebagaimana tercantum pada Tabel 2.2 berikut:
Tabel 2.2
Jenis, Rasio, dan Deskripsi Sarana Ruang Perpustakaan
22
Sarliaji Cayaray, 2014
Model layanan perpustakaan sekolah luar biasa
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
kondisi ketunaan peserta didik. Untuk
tunanetra disediakan buku braille, cetak
awas diperbesar dan audiobook.
2 Perabot
2.1 Rak buku 1 set/sekolah Kuat, stabil, dan aman.
Dapat menampung seluruh koleksi
dengan baik.
Memungkinkan peserta didik
menjangkau koleksi buku dengan
mudah.
2.2 Rak majalah 1 buah/sekolah Kuat, stabil, dan aman.
Dapat menampung seluruh koleksi
majalah.
Memungkinkan peserta didik
menjangkau koleksi majalah dengan
mudah.
2.3 Rak surat kabar 1 buah/sekolah Kuat, stabil, dan aman.
Dapat menampung seluruh koleksi
suratkabar.
Memungkinkan peserta didik
menjangkau koleksi suratkabar dengan
mudah.
2.4 Meja baca 10 buah/sekolah Kuat, stabil, aman, dan mudah
dipindahkan oleh peserta didik.
Desain memungkinkan kaki peserta
didik masuk dengan leluasa ke bawah
meja.
2.5 Kursi baca 10 buah/sekolah Kuat, stabil, aman, dan mudah
dipindahkan oleh peserta didik.
Desain dudukan dan sandaran membuat
peserta didik nyaman belajar.
2.6 Kursi kerja 1 buah/petugas Kuat, stabil, dan aman.
Ukuran memadai untuk bekerja dengan
nyaman.
2.7 Meja kerja/ 1 buah/petugas Kuat, stabil, dan aman.
sirkulasi Ukuran memadai untuk bekerja dengan
nyaman.
23
Sarliaji Cayaray, 2014
Model layanan perpustakaan sekolah luar biasa
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
2.8 Lemari katalog 1 buah/sekolah Kuat, stabil, dan aman.
Cukup untuk menyimpan kartu-kartu
katalog.
Lemari katalog dapat diganti dengan
meja untuk menempatkan katalog.
2.9 Lemari 1 buah/sekolah Kuat, stabil, dan aman.
Ukuran memadai untuk menampung
seluruh peralatan untuk pengelolaan
perpustakaan.
Dapat dikunci.
2.10 Papan 1 buah/sekolah Kuat, stabil, dan aman.
2
pengumuman Ukuran minimum 1 m .
2.11 Meja multimedia 1 buah/sekolah Kuat, stabil, dan aman.
Ukuran memadai untuk menampung
seluruh peralatan multimedia.
3 Media
Pendidikan
3.1 Peralatan 1 set/sekolah Sekurang-kurangnya terdiri dari 1 set
multimedia komputer (CPU, monitor minimum
15 inci, printer), TV, radio, dan
pemutar VCD/DVD.
Khusus untuk SDLB-A, SMPLB-A, dan
SMALB-A komputer dilengkapi dengan
perangkat lunak screen reader, screen
review, atau text-to-speech, serta printer
braille.
4 Peralatan
Pendidikan
4.1 Papan braille 6 buah/sekolah
24
Sarliaji Cayaray, 2014
Model layanan perpustakaan sekolah luar biasa
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
4.7 Sistem Simbol 2 buah/sekolah Khusus untuk tunanetra
Braille Indonesia
4.8 Papan geometri 6 buah/sekolah Khusus untuk tunanetra
25
Sarliaji Cayaray, 2014
Model layanan perpustakaan sekolah luar biasa
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Perpustakaan SLB harus aktif mencari cara untuk memodifikasi akses
layanan dan jenis-jenis layanan perpustakaannya sehingga dapat diadaptasikan
dengan hambatan-hambatan yang dimiliki penggunanya dan dapat memenuhi
kebutuhan penggunanya terhadap akses layanannya. Menurut Arif Nurochman
(2012:10) mengatakan “perpustakaan sekolah bertujuan untuk menjadi tempat
yang hangat dan ramah untuk semua keluarga, dan aksesibilitas untuk semua
adalah prioritas”. Hal ini juga berlaku bagi perpustakaan SLB, bahkan
merupakan ciri khas dari perpustakan SLB.
Perpustakaan SLB dalam menjalankan fungsi sumber informasi, karena
fungsi ini memilki multifungsi maka perpustakaan SLB harus dapat membantu
peserta didik selain menyelesaikan tugas-tugas sekolah, juga harus dapat
menambah wawasan, dan menciptakan kegiata-kegiatan praktek yang
berorientasi pada bidang-bidang pekerjaan yang dapat dikuasai serta
keterampilan yang dapat dilakukan oleh peserta didik di SLB seperti bidang
pertukangan, pertanian, pelayanan jasa dan lain-lain yang sesuai dengan bakat
dan minatnya dan berguna untuk masa depan dan kemandirian hidup peserta
didik di SLB.
Layanan perpustakaan SLB haruslah mempunyai ciri khas sesuai dengan
kebutuhan dan kemampuan penggunanya yaitu terutama peserta didiknya baik
dari akses layanannya dan jenis-jenis layanannya. Halyang paling utama adalah
perpsutakaan SLB harus mampu menyediakan bahan pustaka atau buku-buku
yang sesuai dengan kemampuan peserta didik di SLB, seperti buku barille untuk
tunanetra, buku dengan tulisan besar untuk yang low vision, buku dengan
gambar-gambar untuk mengkongkritnya isi buku untuk tunarungu dan
tunagrahita, dan sebagainya. Selain itu fasilitas penunjang layanan perpustakaan
SLB harus disesuaikan dengan keadaan peserta didik dan kebutuhannya, seperti
memperhatikan peserta didik yang menggunakan kursi roda sehingga mereka
dapat dengan mudah mengakses layanan perpustakaan SLB.
26
Sarliaji Cayaray, 2014
Model layanan perpustakaan sekolah luar biasa
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
D. Anak Berkebutuhan Khusus dan Layanan Perpustakaan
Dalam pernyataan Salamanca (2004) menyebutkan bahwa setiap anak
mempunyai karakteristik, minat, kemampuan dan kebutuhan belajar yang
berbeda-beda. Perbedaan-perbedaan anak tersebut ada yang sedemikian rupa
sehingga memerlukan kebutuhan khusus dalam kehidupannya. Istilah anak
berkebutuhan khusus mengalami perkembangan seiring dengan perubahan
kesadaran masyarakat dan budaya masyarakat dalam menyikapi berbagai
tantangan kehidupan pada era globalisasi. Istilah anak berkebutuhan khusus
mulai muncul bersamaan dengan perubahan paradigma baru pendidikan yaitu
dalam pendikan inklusif. Istilah anak berkebutuhan khusus tersebut bukan
berarti menggantikan istilah anak cacat/anak luar biasa/anak berkelainan.
Konsepnya lebih luas dan positif serta ada kaitannya dengan pendidikan.
Secara garis besar anak berkebutuhan khusus terdiri dari anak
berkebutuhan khusus yang bersifat menetap (permanen) dan anak berkebutuhan
khusus yang bersifat sementara (temporer). Anak berkebutuhan khusus yang
permanen adalah akibat dari kecacatan atau kelainan tertentu, misalnya anak
yang memiliki gangguan penglihatan (visual impairment) akan membutuhkan
huruf yang diperbesar, atau huruf Braille yang menjadi kebutuhan khususnya.
Anak yang memiliki gangguan pendengaran (hearing impairment) akan
membutuhkan keterarahwajahan ketika berkomunikasi dengan orang lain, yaitu
dengan cara melihat gerak bibir (lip reading) lawan bicaranya. Bagi anak yang
memiliki gangguan pendengaran lainnya ada yang memerlukan bahasa isyarat
untuk berkomunikasi. Anak yang memiliki hambatan intelektual, perlu
mengkongkritkan hal-hal yang perlu mereka pahami. Anak dengan hambatan
motorik, hambatan sosial, dan yang lainnya, memerlukan strategi tertentu yang
sesuai dengan kebutuhan belajarnya.
Anak berkebutuhan khusus baik yang permanen maupun yang temporer
memiliki hambatan belajar tergantung penyebab dan kondisinya. Hambatan
belajar yang dimiliki berbeda setiap anak disebabkan tiga hal yaitu faktor fisik,
27
Sarliaji Cayaray, 2014
Model layanan perpustakaan sekolah luar biasa
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
faktor psikhis dan faktor lingkungan. Faktor fisik karena adanya gangguan
fisiknya, seperti gangguan penglihatan, gangguan gerak, gangguan pendengaran.
Faktor psikhis yang dimaksud berhubungan dengan kesiapan mental anak, akan
berpengaruh pada motif belajar, minat, perhatian, konsentrasi, masalah
kepercayaan diri, kehilangan kontrol diri dan sebagainya. Faktor lingkungan
yang dimaksud merupakan tempat belajar, suasana pembelajaran, alat-alat
pembelajaran atau media pembelajaran dan strategi pembelajaran.
Berdasarkan pengertian tersebut, maka anak berkebutuhan khusus
sebenarnya bukan merupakan penghalusan terhadap anak luar biasa, tetapi
merupakan perluasan bidang kajian yang perlu mendapat perhatian bersama.
1. Anak berkebutuhan khusus yang bersifat temporer
Anak berkebutuhan khusus yang bersifat temporer atau sementara, dapat
dijelaskan sebagai berikut:
a. Kebutuhan khusus karena kondisi sosial-emosi
Anak yang karena kondisi sosial terpinggirkan mempunyai kebutuhan
khusus untuk memperoleh pelayanan pendidikan. Tentu saja pelayanan
pendidikan yang disesuaikan dengan kebutuhan mereka. Kelompok ini
misalnya para pengguna bahasa minoritas atau suku minoritas
b. Kebutuhan khusus akibat kondisi ekonomi
Mereka yang secara ekonomi kurang beruntung, akan mengalami kesulitan
dalam mengikuti pelajaran secara reguler. Saat teman sebaya mereka
belajar, mereka sibuk membantu orang tua di ladang, sawah atau bahkan
dijalanan untuk minta-minta atau ngamen. Sehingga bagi mereka diperlukan
pelayanan pendidikan yang disesuaikan dengan kondisinya.
c. Kebutuhan khusus akibat kondisi politik
Anak-anak usia belajar yang berada di daerah konflik politik, mialnya di
Aceh, Ambon atau Poso juga memiliki kebutuhan khusus dalam mendapat
pelayanan pendidikan. Semua itu memiliki kebutuhan khusus sementara.
Artinya ketika semua kondisi tersebut sudah pulih, mungkin kebutuhan
28
Sarliaji Cayaray, 2014
Model layanan perpustakaan sekolah luar biasa
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
khusus mereka terhadap layanan pendidikan pun berkurang bahkan tidak
ada.
29
Sarliaji Cayaray, 2014
Model layanan perpustakaan sekolah luar biasa
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Adalah Individu yang memiliki kelainan atau cacat yang menetap pada alat
gerak (tulang, otot dan sendi) sedemikian rupa sehingga membutuhkan
peenyesuaian layanan pendidikan
e. Individu dengan gangguan emosi dan perilaku
Adalah Individu yang mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri dan atau
bertingkah laku tidak sesuai norma-norma yang berlaku dalam masyarakat
pada umumnya sehingga membutuhkan penyesuaian layanan pendidikan.
f. Berbakat
Adalah Individu yang memiliki kemampuan unggul dan menunjukan prestasi
jauh lebih tinggi dibandingkan dengan teman seusianya, sehingga
membutuhkan penyesuaian layanan.
g. Tunaganda
Adalah Individu yang yang mempunyai kelainan lebih dari satu jenis,
sehingga membutuhkan penyesuaian layanan pendidikan
h. Berkesulitan Belajar
Adalah Individu yang berprestasi belajarnya lebih rendah dari kemampuan
kecerdasannya, terutama dalam membaca, menulis dan berhitung. Anak ini
membutuhkan penyesuaian layanan pendidikan.
i. Individu dengan Autisme
Adalah Individu yang mengalami hambatan dalam proses interaksi sosial,
komunikasi, perilaku, dan bahasa, sehingga memerlukan penyesuaian layanan
pendidikan.
j. Individu dengan gangguan konsentrasi dan perhatian (ADD/H: Attention
Deficit Disorders/Hyperactivity),
Adalah individu yang tidak mampu memusatkan perhatian pada objek, tugas
atau informasi yang dilihat dan didengar, serta mudah terangsang oleh
stimulasi dari luar sehingga memerlukan penyesuaian layanan pendidikan.
Dari poin-poin tersebut disadari konsep hambatan belajar dan
perkembangan menarik pada kesulitan dan tantangan yang dapat muncul di
30
Sarliaji Cayaray, 2014
Model layanan perpustakaan sekolah luar biasa
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
setiap kelas, kesulitan kesulitan yanag dapat dihadapi oleh semua anak. Namun
konsep ini juga membantu menyadari besarnya implikasi dari hambatan belajar
yang disebabkan oleh faktor sensori, motorik, kognitif, emosional dan
lingkungan. Ini membantu kita menyadari bahwa, misalnya penguasaan Braille
oleh seorang anak tunanetra tidak mengatasi semua hambatan akibat
ketunanetraan.
Lalu bagaimana layanan perpustakaan sekolah sebagai sarana pendukung
proses pembelajaran yang dapat melayani kebutuhan belajar yang unik dari
anak berkebutuhan khusus tersebut?. Jane Pyper (2011:2) seorang kepala
pustakawan di Toronto UAS menerapkan layanan perpustakaan bagi anak
berkebutuhan khusus. Mereka memfokuskan peningkatkan partisipasi yang
lebih besar dari anak berkebutuhan khusus serta orangtua dalam mengakses
program dan layanan perpustakaan. Langkah pertama yang dilakukan dengan
menghilangkan hambatan akses fisik terhadap perpustakaan untuk meyakinkan
bahwa perpustakaan merupakan tempat yang menyenangkan. Kemudian
menciptakan program dan layanan perpustakaan yang fleksibel, adaptif, dan
proaktif bagi anak berkebutuhan khusus. Program dan layanan perpustakaan
yang menjadi andalan mereka yaitu program layanan yang dinamakan Ready for
Reading (Siap Membaca) sebagai bentuk layanan dukungan dalam proses
pembelajaran di kelas.
Bentuk program layanan “Ready for Reading” tersebut sebagai berikut:
1. Waktu Bercerita. Waktu bercerita yang bebas mengenalkan anak dan orang
tuanya serta pengasuh kepada enam keterampilan kesiapan membaca dengan
cara yang menyenangkan dan membangkitkan semangat.
2. Koleksi. Buku-buku yang khususnya sesuai untuk membangun kesiapan
membaca diidentifikasi dengan stiker di cabang perpustakaan dan ditulis
dalam daftar buku.
3. Outreach. Sebuah kampanye yang mengenalkan perpustakaan kepada anak-
anak TK yang meliputi informasi khusus tentang kesiapan membaca.
31
Sarliaji Cayaray, 2014
Model layanan perpustakaan sekolah luar biasa
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
4. Non tradisional Outreach. Presentasi Siap Membaca dibuat untuk pengasuh di
agensi-agensi komunitas, tempat kerja dan pusat perawatan/asuhan anak.
Waktu bercerita diperuntukkan bagi anak-anak yang tidak dapat datang ke
perpustakaan.
5. KidsStop. Pusat Literasi interaktif yang membangun kesiapan membaca
melalui permainan secara aktif, dibuka pukul 4 di semua cabang Perpustakaan
Umum Toronto , dan selebihnya sedang direncanakan.
6. Website. Kid’s Space, website perpustakaan untuk anak usia 12 tahun
kebawah, termasuk informasi program Siap Membaca untuk orang tua dan
pengasuh.
Program layanan tersebut dibuat berdasarkan kebutuhan setiap anak
berkebutuhan khusus yang merupakan individu yang unik. Bekerjasama dengan
para ahli, guru, dan orang tua anak berkebutuhan khusus. Kefleksibelan dan
kemampuan adaptasi merupakan kunci penting dalam merencanakan program
bagi anak berkebutuhan khusus , serta komunikasi dengan orang tua atau
pengasuh merupakan hal penting. Biarkan orang tua memilih seprogram
perkembangan yang tepat untuk anak mereka. Tingkat sosial dan kognitif anak
mungkin tidak sesuai dengan tingkat usia mereka.
32
Sarliaji Cayaray, 2014
Model layanan perpustakaan sekolah luar biasa
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
33
Sarliaji Cayaray, 2014
Model layanan perpustakaan sekolah luar biasa
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu