Anda di halaman 1dari 68

PENENTUAN SPESIFIKASI TEKNIK PADA POMPA

Dalam perencanaan sebuah pompa, beberapa tahapan yang harus dilakukan adalah

pertama jenis pompa yang didasarkan pada tujuan kondisi kerja pompa yang direncanakan,

baik karakteristik fluidanya maupun instalasi yang direncanakan. Kemudian setelah jenis

pompa ditentukan, langkah selanjutnya menentukan kapasitas dan head pompa yang

direncanakan. Selanjutnya adalah menentukan jenis penggerak pompa, putaran pompa dan

kondisi yang direncanakan sehingga akan diperoleh kerja yang efektif dan kemudian dapat

ditentukan daya yang dibutuhkan.

1.1 Penentuan Kapasitas Pompa

Dalam perencanaan ini kapasitas yang direncanakan adalah jumlah lateks yang

dialirkan dari tangki truk ke tangki penampungan (storage tank) persatuan waktu dan dari

kapasitas aliran ini ditentukan kapasitas pompa yang direncanakan.

Dari hasil survey yang dilakukan pada PT.Industri Karet nusantara didapat bahwa pabrik

beroperasi dalam 24 jam per hari untuk memproduksi benang karet dengan 4 unit mesin

produksi. Waktu untuk mempompakan lateks dari 1 tangki truk dengan kapasitas 14 ton lateks

adalah ± 1,5 jam. Jumlah lateks yang dipompakan dalam 1 hari untuk kebutuhan produksi

benang karet adalah 56 ton lateks(4 truk 1 hari). Adapun lapisan dalam tangki truk dilapisi

dengan aspal atau paraffin dan lateks yang dibeli sudah dicampur dengan zat pengawet seperti

amoniak yang menyebabkan lateks:

- tahan terhadap pengaruh suhu (perubahan temperatur dapat diminimalkan)

- tahan terhadap perubahan bentuk seperti penggumpalan lateks

- kerusakan lateks dapat dihindari untuk jangka waktu tertentu


Lateks yang dibeli dari supplier dengan massa jenis lateks 1100 kg/m3 dan viskositas

kinematik 0,84 . 10-4 m2/det

Maka kapasitas aliran (Q) aliran:

𝑚
Q = ...............[Lit 14 hal. 170].
𝜌

dimana 𝑚 = massa aliran lateks

ρ = massa jenis lateks

Maka kapasitas aliran (Q) diperoleh :

56.10 3 kg /hari
Q=
1100kg /m 3

= 51m3/hari

Dimana lamanya pompa beroperasi 6 jam per hari; maka kapasitas aliran perjam adalah :

51 m 3 /hari
Q=
6jam /hari

= 8,5 m3 /jam

≈ 9 m3/jam

Untuk kesempurnaan pompa perlu diantisipasi kemungkinan kerugian kapasitas akibat

kebocoran sepanjang pipa serta penurunan efisiensi pompa setelah pemakaian yang cukup

lama. Menurut [lit. 10 hal. 15] besarnya harga faktor keamanan berkisar (10-15)%. Pada

perancangan ini kapasitas pompa direncanakan ditambah sebesar 15%.

Maka kapasitas pompa adalah:

Qp = (15% x 9 m3 / jam) + 9 m3 /jam

= 10,35 m3 /jam
1.2 Pemilihan Jumlah Pompa

Dalam penentuan jumlah pompa, ada beberapa hal yang harus diperhatikan, antara

lain:

1. Pertimbangan Ekonomi

Pertimbangan ekonomi menyangkut biaya investasi untuk pembangunan instansi maupun

biaya operasi dan pemeliharaannya. Agar biaya dapat ditekan maka jumlah pompa harus

sesuai dengan kebutuhan.

2. Batas Kapasitas Pompa

Kapasitas suatu pompa tergantung pada:

a. Berat dan ukuran pompa

b. Lokasi dan cara pemasangan pompa

c. Jenis penggerak dan cara mentransmisikan daya dari penggerak ke pompa

3. Pembagian Resiko

Menggunakan hanya satu pompa untuk keseluruhan dalam instalasi mempunyai resiko yang

tinggi untuk keperluan pabrik. Instalasi tidak akan berfungsi sama sekali jika pompa satu-

satunya itu rusak.

Tabel 3.1 Pemilihan Jumlah Pompa

Debit yang Jumlah Pompa Jumlah Pompa Jumlah Pompa


direncanakan (m3 /jam) Cadangan Keseluruhan
Sampai 2800 1 1 2
2.500-10.000 2 1 3
lebih 9.000 3 1 4

Untuk memperkecil resiko dan sesuai dengan pertimbangan-pertimbangan di atas, untuk

kapasitas pompa 10,35 m3/jam (248,4 m3/hari), maka direncanakan pompa sebanyak dua

buah, yaitu satu buah pompa yang beroperasi dan satu buah lagi sebagai cadangan.
1.3. Penentuan Head Pompa

Head pompa adalah kemampuan suatu pompa untuk memindahkan fluida dari tempat

yang rendah ke tempat yang lebih tinggi atau dari tempat yang bertekanan rendah ke tempat

yang bertekanan tinggi. Head pompa dinyatakan dalam satuan tinggi kolom air (dalam meter)

yang harus dialirkan untuk memperoleh jumlah energi yang sama dengan yang dikandung

fluida oleh satuan berat fluida.

Dari gambar 3.1 dengan menentukan titik Z1 pada permukaan fluida pada tangki truk

dan titik Z2 pada permukaan fluida pada tangki penampungan, maka head pompa (Hp)

menurut [lit. 9 hal. 202] dinyatakan dengan :

𝑃1 𝑉2
1 𝑃2 𝑉2
+ 2𝑔 + 𝑧1 + 𝐻𝑃 = + 2𝑔2 + 𝑧2 + 𝑕𝑛 −2
𝛾 𝛾

𝑃2 −𝑃1 𝑉22 −𝑉12


𝐻𝑃 = + + 𝑧2 − 𝑧1 + 𝑕𝑛 −2
𝛾 2𝑔

Δ𝑃 Δ𝑉 2
𝐻𝑃 = + + Δ𝑍 + 𝑕𝑛 −2
𝛾 2𝑔

Dimana :
Δ𝑃
=Perbedaan head tekanan
𝛾

Δ𝑉 2
= Perbedaan head kecepatan
2𝑔
Δ𝑍 = Perbedaan head potensial pada kedua permukaan fluida

𝑕𝑛 −2 = Kerugian head

Untuk menentukan besarnya head yang harus disediakan oleh pompa rancangan

haruslah didasarkan pada kondisi instalasi, sifat fluida yang dipompakan dan rencana operasi

pompa.
1.3.1. Perbedaan Head Tekanan

Perbedaan head tekanan yang dimaksud adalah perbedaan tekanan pada tangki truk

dengan tekanan pada tangki penampungan. Dari survey didapat bahwa tekanan pada tangki

truk (P1) adalah sebesar 1 bar (1 x 105 N/m2) dan tekanan dalam tangki penampungan (P2)

= (1 x 105 N/m2) - (0,25 x 105 N/m2)

= 0,75 x 105 N/m2

Dengan demikian head akibat perbedaan tekanan (ΔHP) adalah :


𝑃1 −𝑃2
Δ𝐻𝑃 = 𝛾

dimana :

γ = berat jenis fluida = ρ.g

ρ = massa jenis lateks = 1100 kg/m3

maka :

1−0,75 𝑥10 5 𝑁 𝑚 2
𝛥𝐻𝑃 = 1100 𝑘𝑔/𝑚 3 𝑥 9,81𝑚/𝑠 2

Δ𝐻𝑃 = 2,3 m

1.3.2. Head Statis

Head statis adalah perbedaan ketinggian permukaan lateks pada tangki truk dengan

ketinggian permukaan lateks yang dipompakan pada tangki penampungan.

Pada gambar 3.1 dapat dilihat bahwa tinggi permukaan fluida (Z1) pada tangki truk

adalah Z1 =2m

Sedangkan tinggi permukaan fluida (Z2) pada tangki penampungan adalah :

Z2 = 16 m Maka besarnya head statis (Hs) adalah :

Hs = Z2 – Z1

= 16 m – 2 m

= 14 m
Gambar instalasi pemipaan dan gambar diagram isometris dapat dilihat pada gambar 3.1 dan

3.2
1.3.3 Perbedaan Head Kecepatan

Head ini timbul sebagai akibat adanya perbedaan kecepatan aliran lateks antara titik Z 1

dan titik Z2 dalam menentukan perbedaan kecepatan aliran, terlebih dahulu diketahui besarnya

kecepatan aliran dalam pipa. Umumnya kecepatan aliran di dalam pipa yang diizinkan

menurut [lit. 10 hal. 63] adalah sebesar (1 - 2) m/det untuk pipa diameter kecil dan (1,5 - 3)

m/det untuk pipa berdiameter besar. Untuk memperoleh kecepatan aliran dan diameter pipa

isap yang sesuai, perhitungan awal sementara diambil batas kecepatan rata-rata 1,4 m/det.

Dari persamaan kontinuitas diperoleh :

Qp = Vs . As………….(lit. 3 hal. 94)

dimana:

Qp = kapasitas pompa = 10,35 m3/jam = 3.10-3 m3/det

As = luas penampang pompa isap (m2)

Vs = kecepatan aliran dalam pipa isap (m/det)

Sehingga diameter pipa isap adalah:


𝜋
Qp = Vs4 𝑑𝑠2

4.𝑄𝑝 4𝑥3𝑥10−3
ds = =
𝑉𝑠 .𝜋 1,4.𝜋

ds = 0,0539 m = 2,12 in

ds = 2 in (direncanakan)

Menurut [lit. 5 hal.23] berdasarkan ukuran pipa standar ANSI B36.19 Shedule 40, maka

dipilih pipa nominal 2 in dengan dimensi pipa :

• diameter pipa dalam (di) = 2,067 in = 0,0525 m

• diameter pipa luar (do) = 2,375 in = 0,0603 m

Dengan menggunakan pipa tersebut di atas, maka kecepatan aliran yang sebenarnya sesuai

dengan persamaan kontinuitas adalah :


𝑄𝑝 4.𝑄𝑝
Vs = =
𝐴 𝜋𝑑 𝑠2
4𝑥3𝑥10 −3 𝑚 3 𝑑𝑒𝑡
= 𝜋.(0,0525)2

Vs = 1,47 m/det

Bila kecepatan aliran pada sisi masuk (v1) adalah kecepatan pada saat fluida dari

tangki truk memasuki ujung pipa isap dan kecepatan pada sisi keluar (v2) adalah kecepatan

fluida pada ujung pipa tekan saat memasuki tangki penampungan, akibat kapasitas aliran

lateks dari tangki truk ke tangki penampungan sama dan ukuran pipa yang digunakan sama

maka v1 = v2 = 1,47 m/det. Maka besarnya head kecepatan aliran adalah :

Δ𝑣 2 𝑣22 −𝑣12
𝐻𝑣 = =
2𝑔 2𝑔

(1,47)2 −(1,47)2
= =0
2.9,81

1.3.4 Kerugian Head sepanjang Pipa

1.3.4.1 Kerugian Head pada pipa isap

Kerugian head pada sisi isap terdiri dari kerugian head karena gesekan dan kerugian

head karena kelengkapan pipa.

a. Kerugian head karena gesekan sepanjang pipa isap

Besarnya kerugian head akibat gesekan pada sisi isap diperoleh menurut rumus “darcy-

Weisbach” yaitu :

𝐿 𝑉2
𝑠
Hfl =𝑓. 𝑑 . 2𝑔 ……….(lit. 9 hal. 202)
𝑖

Dimana :

f = faktor gesekan

L = panjang pipa isap = 1,4 m

di = diameter pipa dalam = 0,0525 m

Vs = kecepatan aliran fluida = 1,47 m/det

g = percepatan gravitasi = 9,81 m/det2


Faktor gesekan (f) didapat dari diagram Moody dengan terlebih dahulu mengetahui

bilangan Reynold (Re) menurut [lit. 9 hal. 208] dicari dengan rumus :

𝑉𝑠 .𝑑 𝑖
Re = 𝜗

Dimana :

Re = bilangan reynold

𝜗 = viskositas kinematik fluida

= 0,84x10-4 m2/det [Lit 1 hal. 46].

maka :

1,47 𝑚/𝑑𝑒𝑡 ⁡
(0,0525𝑚)
Re = 0,84𝑥10 −4 𝑚 2 /𝑑𝑒𝑡

= 0,091875.104

Berdasarkan lit 9 hal 43(Re < 2000 → aliran laminar) dengan bilangan Reynold sebesar
0,091875.104 maka alirannya laminar.

Bahan pipa isap yang direncanakan adalah Stainless Steel dengan standart ANSI
B36.19 Shedule 40 dengan kekasaran 0,046 mm.
Maka kekasaran relatif pipa yang digunakan (ε/di) adalah :
𝜀 0,046𝑚𝑚
=
𝑑𝑖 52,5𝑚𝑚

= 8,76.10-4

Dari diagram Moody untuk Re = 9,187.104 dan (ε/di) = 8,76.10-4 diperoleh faktor gesekan (f)

= 0,022. Besarnya kerugian head gesekan sepanjang pipa isap menurut rumus Darcy

Weisbach :

1,4 (1,47)2
Hfl =0,022. 0,0525 . 2.9,81

= 0,0646 m

b. Kerugian Head karena kelengkapan pipa isap

Besarnya kerugian head karena kelengkapan pipaisap dihitung dengan persamaan:

𝑉2
Hm = 𝑠
𝑛𝑘 2.𝑔 ……………[lit. 9 hal. 212]
Dimana : n = jumlah kelengkapan pipa

k = koefisien kerugian akibat kelengkapan pipa

Untuk mengetahui berapa besarnya kerugian head yang terjadi akibat adanya kelengkapan

pipa, maka perlu diketahui terlebih dahulu jenis kelengkapan pipa yang digunakan sepanjang

jalur pipa isap. Jenis dan jumlah kelengkapan tersebut adalah :

Tabel 3.2 Koefisien kerugian kelengkapan pipa isap

Jenis Jumlah (n) k n.k


Mulut lonceng 1 0,05 0,05

Elbow 90o 3 0,36 1,08

Katub pintu (gate 1 0,15 0,15


valve)

Σnk = 1,28
(Howard frase, ”proses perencanaan pemipaan,” John Willey and Sons Inc, New York 1963)

Maka besarnya kerugian akibat kelengkapan pada pipa isap adalah :

(1,47)𝟐
hms = 1,28𝑥 2.9,81

= 0,141 m

Dengan demikian besar kerugian head sepanjang pipa isap pompa adalah sebesar :

H1-s = hfs + hms

= 0,0646 + 0,141

= 0,2056 m

1.3.4.2 Kerugian Head pipa Tekan

a. Kerugian head akibat gesekan pipa

Dengan ukuran yang sama dengan pipa isap untuk fluida pada temperatur yang sama

(35 oC) dapat diperoleh dengan persamaan :

𝐿 𝑠𝑉2
hf-s = 𝑓. 𝑑 . 2𝑔
𝑖
16,9 (1,47)2
hf-s = 0,022. 0,0525 . 2.9,81

= 0,78 m

b. Kerugian head akibat kelengkapan pipa

Adapun kelengkapan pada instalasi pipa tekan dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 3.3 Koefisien kerugian head pada kelengkapan pipa

Jenis Jumlah (n) k n.k


Elbow 90o 3 0,36 1,08

Katub cegah (check valve) 1 2,4 2,4

Katub pintu (gate valve) 4 0,15 0,6

Σn.k = 4,08

(Howard frase, ”proses perencanaan pemipaan,” John Willey and Sons Inc, New York 1963)

Besarnya kerugian head akibat kelengkapan pipa tekan adalah :

(1,47)2
Hm-d = 4,08. 2.9,81

= 0,4493

Kerugian head sepanjang pipa tekan adalah :

h1-d = hf-s + hm-d

= 0,78 + 0,449

= 1,229 m

Maka kerugian head yang terjadi pada instalasi pemipaan adalah :

h1 = hl-s + hl-d

= 0,2056 + 1,229

= 1,435 m

Besarnya head yang harus dihasilkan pompa untuk mengalirkan lateks dari tangki truk ke

tangki penampungan adalah :

Hp = ΔHp +ΔHv + hl + Hs

= 2,3 + 0 + 1,435 + 14
= 17,735 m

Untuk mengkoreksi perubahan gesekan pipa yang bergantung pada umur pipa,

pembulatan angka-angka perhitungan dan ketelitian membaca grafik, maka dalam

perancangan head pompa haruslah ditambah sebesar (10 - 25) %. Dalam hal ini head

rancangan pompa ditambah 13 % sehingga besar head yang diperoleh:

Hp = (13 % x 17,735) + 17,735

= 20,04 m

Jadi besar head pompa yang dirancang adalah 20 m.

1.4 Alat Penggerak Pompa

Ada beberapa jenis penggerak mula yang digunakan untuk menggerakkan pompa,

antara lain : turbin uap, motor bakar, motor listrik. Dalam perencanaan ini motor listrik yang

digunakan untuk menggerakkan pompa dengan pertimbangan :

1. Energi listrik untuk menggerakkan motor listrik dengan mudah dapat diperoleh dari

pembangkit tenaga listrik yang ada baik dari PLN maupun pembangkit tenaga uap.

2. Keuntungan menggunakan motor listrik adalah : dapat dikopel langsung dengan pompa,

pengoperasiannya mudah, putaran yang dihasilkan konstan, getaran yang ditimbulkan kecil,

biaya peralatan murah serta tidak menimbulkan polusi udara dan suara.

Besarnya putaran motor listrik dapat ditentukan dengan mengetahui frekwensi dan jumlah

katup pada motor listrik. Pada umumnya frekwensi listrik di Indonesia adalah 50 hz. Putaran

motor listrik dapat diperoleh dengan persamaan :

𝑓𝑥 120
n = (rpm)………(lit. 10 hal. 40)
𝑃

dimana :

f = frekwensi listrik (50 hz)

P = jumlah kutup motor listrik (2,4,6,8,12) dipilih 2 buah.


Maka :

50𝑥120
n =
2

= 3000 rpm

Putaran motor akan menentukan putaran spesifik pompa yang selanjutnya akan

menentukan efisiensi pompa. Oleh sebab itu dalam pemilihan putaran motor dilakukan

pertimbangan yang menyangkut ukuran pompa untuk dapat memberikan putaran spesifik

yang sesuai dan menghasilkan efisiensi pompa yang optimum.

Putaran motor akan menjadi sama dengan putaran pompa karena pompa dikopel

langsung dengan motor listrik sehingga putaran pompa adalah 3000 rpm.

1.5 Pemilihan Jenis Impeler

Jenis impeler pompa ditentukan dari putaran spesifik pompa dimana putaran spesifik

ini dipengaruhi oleh putaran pompa tersebut. Putaran spesifik pompa adalah putaran pompa

yang menghasilkan head sebesar 1 m dengan kapasitas 1 m 3/det.

Berdasarkan bentuk atau modelnya, impeler dibedakan atas :

 impeler terbuka (completely open impeler)

 impeler semi terbuka (semiopen impeler)

 impeler tertutup (close impeler)

Bentuk-bentuk (model) impeler dapat dilihat pada gambar 3.3 :


Gambar 3.3 Jenis(model) Impeler

Impeler yang direncanakan adalah impeler radial jenis open impeler.

Adapun alasan pemilihan open impeler adalah :

1. Open impeler umumnya digunakan untuk pompa berkapasitas kecil.

2. Harganya tidak mahal dibanding jenis semiopen atau close impeler.

3. Digunakan untuk menangani fluida yang bersifat coagulant.

1.6 Putaran Spesifik Pompa

Putaran spesifik untuk pompa yang memiliki impeler satu tinggkat dapat dihitung dengan

persamaan berikut :

𝑄𝑝
ns = 𝑛𝑝 3 …….(lit.6 hal. 27)
(𝐻𝑝 ) 4

dimana :

np = putaran pompa = 3000 rpm

Qp = kapasitas pompa

Qp = 3.10-3m3/det = 47,54 gpm (dimana 1 m3/det = 15849,226 gpm)

Hp = head pompa = 20 m = 65,62 ft


Maka :

47,54
ns = 2964 3
(65,62) 4

= 887 rpm

Tipe impeler menurut [lit. 2 hal. 62] adalah :

1. Tipe Radial ns = 500-1500 rpm

2. Tipe Francis ns = 1500-3000 rpm

3. Tipe Aliran campur ns = 3000-7000 rpm

4. Tipe Axial ns = 7000-15000 rpm

Adapun gambar grafik hubungan bentuk impeler dengan putaran spesifik adalah :

Gambar 3.4 Grafik Hubungan Bentuk Impeler Dengan Putaran Spesifik Pompa

Dari grafik pada gambar 3.4 dapat ditentukan jenis impeler yang akan digunakan dan

juga efisiensi pompa. Untuk putaran spesifik pompa ns = 887 rpm dengan jenis impeler yang

digunakan tipe radial.


1.7 Efisiensi Pompa

Pada pemakaian pompa yang terus – menerus, masalah efisiensi pompa (ηp) menjadi

perhatian khusus. Efisiensi pompa tergantung kepada kapasitas tinggi tekan (head) dan

kecepatan aliran yang kesemuanya sudah termasuk dalam putaran spesifik. Hubungan antara

putaran spesifik dengan efisiensi pompa dapat dilihat pada gambar 3.5 berikut ini :

Gambar 3.5 Grafik Hubungan Efisiensi Dengan Putaran Spesifik Pompa

Efisiensi pompa adalah :


𝑁
𝜂𝑝 = 𝑁 𝑝 ...................(lit. 14 hal. 171)
𝑚

0,64747 𝑘𝑊
= = 85 %
0,7769 𝑘𝑊

Sehingga diperoleh efisiensi sebesar 85 %


1.8 Daya pompa

Daya pompa (Np) merupakan daya yang dibutuhkan untuk menggerakkan impeler. Besarnya

daya yang dibutuhkan dapat dihitung dengan persamaan :


𝜌.𝑔.𝐻𝑝 .𝑄𝑝
Np = 𝑘𝑊...................(lit. 10 hal. 56)
1000

Dimana :

Hp = head pompa =20 m

Qp = kapasitas pompa = 3.10-3 m3/det

ρ = kerapatan fluida = 1100 kg / m3

maka :

𝑘𝑔 𝑚 𝑚3
950 . 9,81 2 . 20𝑚 .(3.10−3 )
𝑚3 𝑠 𝑑𝑒𝑡
Np = 0,85

= 647,46 W

= 0,64746 kW

1.9 Daya motor penggerak

Besarnya daya motor pengerak dapat dihitung dengan persamaan :

𝑁𝑝 (1+𝛼)
Nm = ……….(lit. 10 hal. 60)
𝜂𝑡

dimana :

N = daya pompa = 0,64746 kW

α = faktor koreksi cadangan (0,1 -0,2), diambil 0,2

ηt = efisiensi transmisi = 1 ( dikopel langsung)

maka :

0,64746 (1+0,2)
Nm = 1

Nm = 0,7769 kW

= 0,578 Hp
Berdasarkan standard motor yang ada dipasarkan maka dipilih motor listrik dengan

daya 1 Hp.

1.10 Kavitasi

Bila tekanan pada sembarang titik didalam pompa turun menjadi lebih rendah dari

tekanan uap pada temperature cairnya, cairan itu akan menguap dan membentuk gelembung

uap. Gelembung- gelembung akan mengalir bersama- sama dengan aliran sampai daerah yang

tekanannya lebih tinggi. Saat tekanan yang lebih tinggi dicapai, gelembung akan mengecil

secara tiba-tiba atau pecah yang mengakibatkan tumbukan yang besar pada dinding yang

didekatnya yang disebut dengan kavitasi.

Selain menyebabkan menurunnya efesiensi pompa, kavitasi dapat menyebabkan

kerusakan mekanis seperti erosi pada sudutdan dinding sisi masuk impeller juga menimbulkan

suara berisik serta getaran pada pompa.

1.11 Net Positive Section Head (NPSH)

Kavitasi dipengaruhi oleh head isap (suction head) pompa. Head ini disebut dengan

head isap positif netto. Untuk mencegah kavitasi, make head isap yang tersedia pada instalasi

haruslah lebih besar dari NPSH yang dibutuhkan oleh pompa.

1.11.1 Net Positive Suction Head (NPSH) yang tersedia

NPSH yang tersedia dapat dihitung dengan persamaan :


𝑃1 𝑃𝑣
NPSHA = − − 𝑕𝑠−1 − 𝑕1−𝑠 …………….(lit.2 hal .63)
𝛾 𝛾

dimana :

P1 = tekanan didalam tangki truk = 1 bar

Pv = tekanan uap jenuh lateks pada 110 oC = 0,83 bar


γ = kerapatan fluida kerja = 10791 N/m3

h s-1 = head statis isap pompa = 0,65 m

h1-s = kerugian head sepanjang pipa isap = 0,2056 m

maka :

25000 −83000
NSPHA = − −0,65 − 0,2056
10791

= 2,268 m

3.11.2 NPSH yang diperlukan

Besarnya NPSH yang diperlukan untuk setiap pompa berbeda harganya tergantung

dari pabrik. Namun untuk penafsiran secara kasar, NPSH yang diperlukan dapat dihitung dari

konstanta Thoma (σ) yaitu :

NPSHR = σ Hp

dimana :

σ = koefisien kavitasi thoma

Hp = head pompa = 20m

Menurut [lit. 2 hal. 65], untuk pompa tunggal dengan putaran spesifik pompa

(S) ≤ (6500 – 9000), diambil S = 7000, sehingga diperoleh harga σ = 0,10.

Maka :

NPSHR = 0,10 x 20 m

= 1,4 m

Hasil yang didapat terlihat bahwa NPSHA > NPSHR (2,268 m > 1,4 m), sehingga

pompa yang direncanakan dapat beroperasi tanpa terjadi kavitasi.


3.12 Spesifikasi Pompa

Berdasarkan perhitungan-perhitungan yang telah didapat, maka spesifikasi pompa

yang akan direncanakan adalah sebagai berikut :

• Kapasitas pompa : Qp = 3L/det

• Head pompa : Hp = 20 m

• Putaran pompa : np = 3000 rpm

• Jenis pompa : Sentrifugal tingkat satu

• Putaran spesifik : ns = 897 rpm

• Efisiensi pompa : ηp= 85 %

• Tipe impeler : Radial

• Daya pompa : Np = 647,46 W

• Penggerak pompa : Motor listrik

• Daya motor : Nm = 776,9 43W

• Putaran/frekwensi motor : 3000 rpm/50 Hz


UKURAN UTAMA POMPA

4.1 Putaran Pompa

Poros merupakan elemen mesin yang berfungsi untuk memindahkan daya dan putaran

dari motor penggerak ke impeler serta mendukung pembebanan impeler. Daya yang akan

ditransmisikan adalah daya motor listrik 1,6584 kw dengan putaran 2964 rpm. Untuk dapat

menahan beban tersebut direncanakan bahan poros adalah stainless stell AISI SAE 1020 yang

biasa digunakan sebagai material pompa. Baja ini mempunyai kekuatan tarik (σ b) sebesar

517,24 x 106 N/m2. Untuk merencanakan diameter poros pompa dari daya yang

ditransmisikan dan putaran yang diketahui dapat ditentukan besarnya daya rencana, yaitu :

Nd = fc .Nm

dimana :

Nm = daya motor penggerak = 0,7769 kW

Fc = faktor koreksi daya (0,8 – 1,2) direncanakan 1,2

Sehingga :

Nd = 1,2 x 0,7769

= 0,93228 kW

Momen puntir yang terjadi pada poros (T) adalah :

𝑁𝑑
T= (N.m)
𝜛

dimana :

ϖ = kecepatan sudut

2𝜋𝑛 𝑝
=
60

2𝜋.2964
=
60

= 310,3 rad/det
maka :

932,28
T= N.m
310,3

= 3,0 N.m

Tegangan geser yang diizinkan (aτ) untuk poros, adalah :


ς𝑏
τa =
𝑆𝑓1 𝑆𝑓 2

dimana :

Sf1 = faktor keamanan batas kelelahan puntir

= 6,0 (bahan baja paduan)

Sf2 = faktor keamanan alur pasak dan perubahan diameter poros (1,3 – 3,0),

diambil 2,8

σb = kekuatan tarik bahan = 517,24 x 106 N/m2

maka :

517,24𝑥10 6
τa =
6,0𝑥2,8

= 30,78.106 N/m2

Besarnya diameter poros menurut [lit. 10 hal. 7], dapat dihitung dengan persamaan :

1
5,1 3
ds ≥ τ𝑎
𝑘𝑡. 𝑐𝑏. 𝑇

dimana :

Kt = faktor koreksi pada pembebanan yang terjadi (1,0-1,5)

= 1,4 (direncanakan)

Cb = faktor koreksi untuk beban lentur (1,2 - 2,3) diambil 2,2

T = Momen puntir yang terjadi pada poros

= 3 N.m

sehingga :
1
5,1 3
ds ≥ 𝑥1,4𝑥2,2𝑥3
30,78𝑥106

≥ 0,0147 m

≥ 14,7 mm

Harga ini merupakan harga minimal diameter poros. Dari standard diameter poros

pada lampiran (1), maka dipilih diameter poros 16 mm.

4.2 DIMENSI IMPELER

Penentuan ukuran impeler tidak terlepas dari aliran yang terjadi di dalam impeler

tersebut. Analisa perhitungan impeler berhubungan dengan kecepatan aliran pada impeler.

Diagram kecepatan aliran fluida pada impeler dapat dilihat pada gambar 4.1 berikut :

Gambar 4.1 Kecepatan Fluida Masuk Dan Keluar Impeler

Keterangan gambar :

u = kecepatan tangensial impeler relative terhadap tanah

v = kecepatan absolute fluida melalui impeler relative terhadap tanah

w = kecepatan fluida relative terhadap impeler

α = sudut yang dibentuk oleh v dan u

β = sudut yang dibentuk w dengan perpanjangan u


vr = komponen radial v

vu = komponen tangensial v

Bentuk penampang impeler dapat dilihat pada gambar 4.2 berikut:

Gambar 4.2 Bentuk Penampang Impeler

Keterangan gambar :

Ds = diameter poros impeler

DH = diameter hub impeler

Do = diameter mata impeler

D1 = diameter sisi masuk impeler

D2 = diameter sisi keluar impeler

b1 = lebar sisi masuk impeler

b2 = lebar sisi keluar

4.2.1 Diameter Hub Impeler (DH)

Diameter hub impeler menurut [lit.3 hal 260] dihitung dengan persamaan :

DH = (1,2 – 1,4) x Ds

dimana :

Ds = diameter poros = 16 mm

maka :

DH = (1,2 – 1,4) x 16 mm
= (19,2 – 22,4) mm, diambil 22 mm.

4.2.2 Diameter mata impeler

Diameter mata impeler menurut [lit. 3 hal.261], dihitung berdasarkan hukum

kontinitas dengan persamaan sebagai berikut :

4𝑄𝑡𝑠
Do = + 𝐷𝐻2
𝜋𝑉𝑜

dimana :

Qts= kapasitas aliran melalui impeler dibuat lebih besar (1,02 – 1,05) dari harga

kapasitas.

= (1,02 – 1,05) Qp

= (1,02 – 1,05) x 3,194.10-3 m3/det

= (0,00325 – 0,00335) m3/det, diambil 0,00335 m3/det

Vo = kecepatan fluida sebelum memasuki impeler (2- 5) m/det, diambil 2,0 m/det.

maka :

4𝑥0,00335
Do = + (0,022)2
2,0𝑥𝜋

= 0,047 m

= 47 mm

4.2.3 Diameter Sisi Masuk Impeler

Menurut [lit. 3 hal 94], besarnya diameter sisi masuk impeler yang memiliki

kelengkungan dapat dicari dari mengambil diameter rata-rata diantara mata impeler (Do) dan

diameter hub (DH) yaitu:

𝐷𝑜2 +𝐷𝐻2
D1 =
2

dimana :

Do = diameter mata impeler = 47 mm


DH = diameter hub impeler = 22 mm

maka :

47 2 +22 2
D1 =
2

= 36.7 mm

37 mm

4.2.4 Diameter sisi keluar impeler

Diameter sisi keluar impeler menurut [lit. 3 hal.96] diperoleh dari persamaan:

60𝛷 2𝑔.𝐻𝑝
D2 =
𝜋.𝑛 𝑝

dimana :

Φ = koefisien tinggi tekan overall yang besarnya 0,96

Hp = head pompa = 20 m

np = putaran pompa = 3000 rpm

maka :

60(0,96) 2.(9,81).20
D2 =
𝜋 .3000

= 0,138 m

= 138 mm

4.2.5 Lebar Impeler Sisi Masuk

Dari hukum kontinitas, lebar impeler sisi masuk dapat dihitung dengan persamaan :

𝑄𝑡𝑠
b1 =
𝜋𝐷1 .𝑉𝑟1

dimana :

Qts = kapasitas aliran melalui impeler = 0,00335 m3/det


D1 = diameter sisi masuk impeler = 37 mm

Vr1 = kecepatan fluida radial pada sisi masuk

= Vo + (5% ÷ 10%)Vo

= 2,0 + (0,1 ÷ 0,2)2,0 m/det

= (2,1 – 2,2) m/det, diambil 2,1 m/det.

sehingga :

0,00335
b1 =
𝜋(0,037).2,1

= 0,0137 m

= 13,7 mm

≈ 14 mm

4.2.6 Lebar Impeler Pada Sisi Keluar

Menurut [lit.10 hal. 98], lebar impeler sisi keluar diperoleh dari rumus :

𝑄𝑡𝑠
b2 =
𝜋𝐷2 .𝑉𝑟2

dimana :

Qts = kapasitas aliran melalui impeler = 0,00335 m3/det

D2 = diameter luar impeler = 0,138 m

vr2 = kecepatan radial pada sisi keluar

= (0,85 – 1,0) vr1

= (0,85 – 1,0) x 2,1 m/det

vr2 = (1,785 – 2,1) m/det, diambil 1,8 m/det

maka :

0,00335
b2 =
𝜋(0,138).1,9

= 4,06.10-3 m
= 0,00406 m

≈ 5 mm

4.2.7 Kecepatan dan Sudut Aliran Fluida Masuk Impeler

4.2.7.1 Kecepatan absolut aliran masuk impeler (v1)

Pada pompa dengan radial, besar sudut masuk absolut (α1) = 90o dan kecepatan aliran

absolute (v1) adalah sama dengan kecepatan radial aliran pada sisi masuk (vr1) = 2,1 m/det.

4.2.7.2 Kecepatan tangensial aliran (u1)

𝜋.𝐷1 𝑛 𝑝 3,14𝑥0,037𝑥3000
u1 = =
60 60

= 5,74 m/det

4.2.7.3 Sudut tangensial aliran (β1)


𝑣𝑟1
β1 = arctan
𝑢1

2,1
= arctan = 20o
5,74

Besar sudut β1 berkisar antara 10o sampai 25o.

4.2.7.4 Kecepatan relatif aliran (w1)


𝑣𝑟1
w1 =
𝑠𝑖𝑛𝛽 1

2,1
=
𝑠𝑖𝑛 20 0

= 6,14 m/det

Dari hasil perhitungan kecepatan aliran fluida masuk impeler, dapat digambar

segitiga kecepatan sebagai berikut :


Gambar 4.3 Segitiga Kecepatan Fluida Pada sisi masuk Impeler

4.2.8 Kecepatan dan Sudut Aliran Fluida Keluar Impeler

4.2.8.1 Kecepatan radial aliran (vr2)

Dari perhitungan sebelumnya telah didapat vr2 = 1,8 m/det.

4.2.8.2 Kecepatan tangensial (u2)

𝜋𝐷2. 𝑛𝑝
u2 = 60

𝜋.0,138.2964
= 60

u2 = 21,4 m/det

4.2.8.3 Sudut tangensial (β2)

Dalam merencanakan besar sudut (β2), harus didasarkan pada head teoritis pompa.

Hal ini diperlukan untuk menjaga agar head pompa yang dihasilkan (aktual) sesuai dengan

yang dibutuhkan. Besar sudut ini antara 15o – 40o. Head teoritis pompa dapat dihitung dengan

persamaan :

𝑢2 𝑣
𝑟2
Htr = 𝑢2 − 𝑎𝑟𝑐 tan
𝑔 𝛽 2

Hubungan head teoritis (Htr) dengan head pompa (Hp) menurut [lit. 10 hal. 96]

adalah :

𝐻𝑝
Htr =
𝑘

dimana :
Hp = head pompa = 20 m

k = faktor kerja (0,6 – 0,7), diambil 0,65

sehingga :

20
Htr = = 40 m
0,65

maka :

21,4 1,8
40 = 21,4 − 𝑎𝑟𝑐 tan 𝛽
9,81 2

−18
Arctanβ2 =
−3,064

= 0,587

β2 = 30,4o

4.2.8.4 Sudut absolut keluar impeler (α2)


𝑣𝑟2
α2 = arctan
𝑣𝑢 2

dimana :

vu2 = kecepatan tangensial keluar impeler

maka :

𝑣𝑟2
vu2 = 𝑢2 −
tan 𝛽 2

1,8
= 21,4 −
tan 30,4 0

= 17,04 m/det

sehingga :

1,8
α2 = arc tan
17,04

= 5,6o

= 6o

4.2.8.5 Kecepatan absolut aliran (v2)


𝑣𝑟2
v2 =
𝑠𝑖𝑛𝛼 2

1,8
=
𝑠𝑖𝑛 6𝑜

= 18,3 m/det

4.2.8.6 Kecepatan relative keluar (w2)

𝑣𝑟2 1,8
w2 = = = 3,55 m/det
sin 𝛽 2 𝑠𝑖𝑛 3𝑜,4 𝑜

4.2.9 Kecepatan Sudut Keluar Akibat adanya Aliran Sirkulasi


4.2.9.1 Kecepatan radial (𝑣u2 )

Menurut [lit. 10 hal 33], komponen kecepatan tangensial pada sisi keluar impeler dapat dicari

dengan persamaan :


𝑣u2 = ηs. vu2

dimana :

ηs = koefisien sirkulasi (0,65 – 0,75), diambil 0,7

maka :

v'u2 = 0,7x18,3

= 12,8 m/det

4.2.9.2 Kecepatan Absolut (𝑣2′ )

′ ′ 2
v'2 = (𝑣u2 )2 + (𝑣r2 )

= (12,8)2 + (1,8)2

= 12,92 m/det

4.2.9.3 Sudut tangensial sisi keluar (𝛽2′ )

𝑣′r2
𝛽2′ = arctan
𝑢2 −𝑣′u2
1,8
𝛽2′ = arctan21,4−12,8

= 11,8o

= 12o

4.2.9.4 Sudut absolut (𝛼2′ )

𝑣′r2
𝛼2′ = arctan
𝑣′u2

1,8
𝛼2′ = arctan12,8

= 8o

4.2.9.5 Kecepatan relatif (𝑤2′ )

′ 2 ′ 2
𝑤2′ = (𝑣r2 ) + (𝑢2 − 𝑣u2 )

𝑤2′ = (1,8)2 + (21,4 − 12,8)2

= 8,78 m/det

Dari perhitungan kecepatan aliran dan sudut pada impeler sisi keluar, maka dapat

digambarkan diagram segitiga kecepatan seperti pada gambar 4.4 berikut :

Gambar 4.4 Diagram Segitiga Pada Sisi Keluar Impeler

Keterangan gambar :

v2 = kecepatan absolut keluar impeler

vr2 = komponen radial kecepatan absolut keluar impeler

vu2 = komponen tangensial kecepatan absolut keluar impeler

w2 = kecepatan relatif keluar impeler


u2 = kecepatan tangensial keluar impeler

α2 = sudut absolut keluar impeler

β2 = sudut tangensial keluar impeler

4.3 Perencanaan Sudu Impeler

4.3.1 Jumlah sudu

Jumlah sudu-sudu haruslah sedemikian sehingga dapat memberikan pengarahan yang

baik pada fluida. Jumlah sudu yang terlalu banyak akan menyebabkan kerugian gesek yang

besar. Menurut [lit. 10 hal 115], jumlah sudu dapat ditentukan dengan menggunakan

persamaan berikut :

𝐷2 +𝐷1 𝛽 1 +𝛽 2
Zi =6,5 𝑠𝑖𝑛
𝐷2 −𝐷1 2

dimana :

D1 = diameter luar impeler = 138 mm

D1 = diameter sisi masuk impeler = 37 mm

β1 = sudut tangensial sisi masuk impeler = 20o

β2 = sudut tangensial sisi keluar impeler = 30,4o

sehingga :

138+37 20+30,4
Zi =6,5 𝑠𝑖𝑛
138−37 2

= 4,8

5 buah
4.3.2 Tebal Sudu

Menurut [lit. 10 hal. 106], tebal sudu diperoleh dari persamaan sebagai berikut :

𝜋𝐷 (1−𝜀)
tsi = 𝑠𝑖𝑛𝛽
𝑧𝑖

dimana :

D = diameter impeler Zi = jumlah sudu

ε = faktor kontraksi β = sudut tangensial

4.3.2.1 Tebal sudu pada sisi masuk

Dari perhitungan sebelumnya pada sisi masuk impeler diperoleh :

D1 = 37 mm β1=20o

Zi = 5 buah ε= 0,8 – 0,9 (diambil 0,9)

sehingga :

𝜋40(1−0,9)
tsi-1 = 𝑥𝑠𝑖𝑛20𝑜
5

= 0,8 mm

4.3.2.2 Tebal sudu pada sisi keluar

Dari perhitungan sebelumnya pada sisi keluar impeler diperoleh :

D2 = diameter sisi keluar impeler = 138 mm

ε2 = faktor kontraksi pada sisi keluar (0,9 – 0,95), diambil 0,925

Zi = jumlah sudu = 5 buah

β2 = sudu tangensial sisi keluar = 30,4o

sehingga :

𝜋138(1−0,92)
tsi-2 = 𝑥𝑠𝑖𝑛30,4𝑜
5

= 3,5 mm
4.3.3 Jarak Antar Sudu Impeler

Jarak antar sudu dapat dihitung dengan persamaan :

πD 1
Pv =
𝑧𝑖

a. Jarak antar sudu pada sisi masuk (Pv-1)


πx37
PV-1 = = 23,25 mm
5

b. Jarak antar sudu pada sisi keluar (Pv-2)


πx138
PV-2 = = 86,7 mm
5

4.3.4 Melukis Bentuk Sudu Impeler

Menurut [lit.10 hal.106] ada dua metode yang digunakan dalam melukis bentuk sudu,

yaitu :

1. Metode arkus tangen

2. Metode koordinat polar

Dalam perencanaan ini digunakan metode arkus tangen. Pada metode ini impeler

dibagi atas beberapa lingkaran konsentris antara jari-jari R1 dan R2.

Jarak antar masing-masing lingkaran (ΔR) adalah :

𝑅2 −𝑅1
ΔR =
𝐼

dimana :

R1 = jari-jari lingkaran susu sisi masuk impeler

= D1/2 = 37/2

= 18,5 mm

R2 = jari-jari lingkaran sudu sisi keluar

= D2/2 = 138/2 = 69 mm

I = jumlah bagian yang dibentuk oleh lingkaran kosentris


= 4 bagian

maka :

69−18,5
ΔR =
4

= 12,625 mm

Perubahan besar sudut kelengkungan (Δβsi) linier terhadap perubahan ΔR dihitung

menurut persamaan :

𝛽 2 −𝛽 1
Δβsi =
𝐼

30,4−20
Δβsi =
4

= 2,6o

Jari-jari kelengkungan yang berada pada setiap lingkaran dapat dihitung menurut [lit.9

hal 111],dengan persamaan :

𝑅02 −𝑅𝑖2
Rk = 2(𝑅
𝑜 𝑐𝑜𝑠 𝛽 𝑜 −𝑅𝑖 𝑐𝑜𝑠𝛽 𝑖 )

dimana :

i = menyatakan lingkaran bagian dalam

o = menyatakan lingkaran luar

Harga-harga dari setiap busur dan sudut pada setiap bagian lingkaran yang membentuk sudut

impeler dapat dihitung dan tabel 4.1 berikut :

Tabel 4.1 Jari-jari busur sudu impeler

Lingkaran R(mm) R2 β Cosβ R Rcosβo−Rcosβi Rk(mm)


cosβ

1 18,5 342,25 20 0,939 17,37


b 31,125 968,765 22,6 0,923 28,728 11,358 27,58
c 43,75 1914,062 25,2 0,904 39,55 10,822 43,67
d 56,375 3178,14 27,8 0,884 49,835 10,285 61,45
2 69 4761 30,4 0,862 59,478 9,643 82,07
Adapun langkah-langkah melukis sudu impeler adalah sebagai berikut:

1. Gambar lingkaran 1 dan 2,jari-jari R1 = 18,5 mm dan R2 = 69 mm,

pusat titik O.

2. Gambarkan lingkaran a,b,c diantara R1 dan R2 dengan ΔR = 12,625 mm.

3. Garis OA dibuat dengan menarik garis dari titik pusat lingkaran O hingga memotong

lingkaran I.

4. Buat garis yang membentuk sudut β1 = 20oterhadap garis OA. Titik pusat busur yang

pertama adalah B terletak pada garis AB yang jaraknya sebesar kR = 27,58 mm dari titik A.

5. Gambar busur lingkaran dari titik A dengan jari-jari busur Rk = 27,58 mm sehingga

memotong lingkaran a di titik C.

6. Tarik garis dari titik C ke B dan buat titik D sejauh Rk = 43,67 mm dari titik C. Titik ini

merupakan titik pusat busur kedua.

7. Gambar busur lingkaran dari titik C dengan Rk = 43,67 mm sehingga memotong lingkaran

b di titik E.

8. Perpanjangan garis ED dan buat titik F sejauh Rk = 61,45 mm dari titik E. Titik ini menjadi

pusat busur ketiga.

9. Gambar busur lingkaran dari titik E dengan jari-jari busur Rk = 61,45 mm sehingga

memotong lingkaran c di titik G

10.Perpanjang garis GF dan buat titik H pada garis Hini sejauh Rk = 82,07 mm dari titik G.

Titik ini menjadi pusat busur keempat.

11.Gambar busur lingkaran dari titik G dengan jari-jari Rk = 82,07 mm sehingga memotong

lingkaran 2 di titik I.
Gambar 4.6 Bentuk Sudu Impeler

4.3.5 Panjang Sudu

Panjang sudu dapat dihitung dengan menjumlahkan panjang busur yang membentuk

sudut pada lingkaran konsentris.

Panjang setiap busur dapat dihitung dengan rumus:

𝜋.𝜃.𝑅𝑘
L =
180 𝑜

dimana:

θ = sudut yang dibentuk antara jari-jari yang terdekat.

Rk = jari-jari kelengkungan sudu.


Maka:

𝜋.𝜃1 .𝑅𝑘 1
L1 =
180 𝑜

𝜋.60 𝑜 .27,58
L1 = = 28,88 mm
180 𝑜

Hasil selanjutnya dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut:

Tabel 4.2 Panjang Busur

Busur θ(º) Rk(mm) L(mm)


1 60 27,58 27,58
2 43 43,67 32,77

3 23 61,45 24,66

20 82,07 28,64
4

Ln 114,95

4.4 Rumah Pompa

Rumah pompa adalah bagian yang sangat penting dari sebuah pompa, yang berfungsi

mengalirkan fluida dan mengubah energi kinetik fluida menjadi energi tekanan.

Rumah pompa dapat dibedakan atas tiga jenis yaitu:

1. Rumah pompa diffuser

Pada jenis ini terdapat pengarah disekeliling impeller dengan tujuan untuk mengubah

kecepatan fluida menjadi head tekanan. Rumah pompa jenis ini biasanya digunakan untuk

pompa-pompa dengan head yang relatif tingi atau biasanya untuk pompa-pompa bertingkat

banyak.
2. Rumah pompa volute

Jenis ini berbentuk spiral, biasanya disebut sebagai rumah keong. Rumah pompa ini

dibentuk sedemikian rupa sehingga luas penampang rumah pompa semakin luas dalam arah

radial. Jenis ini sering digunakan untuk pompa satu tinggkat dan konstruksinya sangat

sederhana.

3. Rumah vorteks

Jenis ini sama dengan jenis rumah volute, hanya berbeda pada ruangan antar impeler

dengan rumah pompa yang disebut vorteks chamber.

Dalam perencanaan ini rumah pompa yang digunakan adalah rumah keong (volute

casing). Rumah pompa ini berbentuk spiral, luas penampang casing perlahan-lahan semakin

luas kearah sisi luar rumah pompa. Konstruksi rumah keong ini sederhana dan biaya

pembuatannya relative murah.

Bentuk rumah pompa keong (volute casing) dapat dilihat seperti gambar berikut :

Gambar 4.6 Rumah Pompa Keong


4.4.1 Luas Penampang Leher Volute

𝑄𝑝
Athr = 𝐶
𝑡𝑕 𝑟

dimana :

Qp = kapasitas pompa = 3,194.10-3m3/det

Cthr = kecepatan aliran fluida pada leher.

Diperoleh dari grafik hubungan Cthr dengan kecepatan spesifik (ns) = 897 rpm

Gambar 4.7 grafik harga Cthr/u2 sebagai fungsi ns

Dari grafik diperoleh :

Cthr/u2 = 0,6

Dimana harga u2 = 21,4 m/det (dari perhitungan sebelumnya)

Cthr = 0,6 x 21,4 = 12,84 m/det

maka :

3.10 −3
Athr = 12,84

= 2,4 x 10-4 m2
Jari-jari leher volute adalah :

𝐴𝑡𝑕 𝑟
Rthr =
𝜋

2,4𝑥10 −4
=
𝜋

= 8,89 x 10-3 m = 8,9 mm

4.4.1.1 Jari-jari Volute

Jari-jari volute menurut [lit.3 hal 18] dapat dihitung dengan rumus :

Rvol = Rt + 2ρ

Jari-jari dalam volute terkecil dapat dicari dengan rumus :

Rt = (1,02-1,05)x R2

Dimana :

R2= jari-jari sisi keluar impeler

= D2/2 = 138/2

= 69 mm

= 6,9 cm

maka :

Rt = (1,02 – 1,05) x 69 mm

= (70,38 – 72,45) mm

= 7,2 cm

Harga ρ dapat dicari dengan rumus :

Φ 2Φ𝑅𝑡
ρ= +
𝑥 𝑥
Sedangkan harga x diperoleh dari :
𝑢3
x = 720πR2
𝑄

dimana :

u3 = u2.k

k = faktor koreksi (0,6 – 0,9), diambil 0,65

u2 = 21,4 m/det

maka :

u3 = 0,65 x 21,4

= 13,91 m/det

= 1391 cm/det

sehingga :

1391
x = 720π.6,9
3194

= 6797o/cm

Untuk harga Φ1 = 45o didapat :

45 𝑜 2.45 𝑜
ρ1 = +
6797 6797

= 0,315 cm

maka :

Rvol = 7,2 + 2(0,315)

= 7,83 cm

Harga dari jari-jari volute untuk setiap penampang dapat dilihat pada

tabel berikut :
Tabel 4.3 Penampang dan jari-jari volute

Φ (o) Φ/x Ρ(cm) Rvol(cm)


𝟐𝜱𝑹𝒕
𝒙

45 7,023x10-3 0,308 0,315 7,83


90 0,01324 0,4366 0,449 8,098
135 0,0198 0,534 0,553 8,306
180 0,0264 0,617 0,643 8,486
225 0,0331 0,69 0,723 8,646
270 0,0397 0,756 0,795 8,79
315 0,0463 0,816 0,862 8,924
360 0,0529 0,873 0,925 9,05

4.4.1.2 Sudut Lidah Volute

Sudut lidah volute adalah sudut dimana dimulainya rumah keong dimana dapat

ditentukan dengan persamaan :

132.log ⁡
(𝑅𝑡 𝑅2
θ1v =
𝑡𝑎𝑛𝛼 2

dimana :

α2 = sudut absolut keluar impeler = 6o

sehingga :

132log ⁡
(72/69)
θ1v =
6𝑜

= 23,2o
4.4.2 Tebal Dinding Rumah Pompa

Tebal dinding rumah pompa sangat berhubungan dengan tekanan yang bekerja pada

rumah pompa dimana besarnya tekanan tersebut :

P = ρgHp

dimana :

ρ = 1100 kg/m3

Hp = head pompa = 20 m

sehingga :

P = 1100 x 9,81 x 20

= 215,820 N/m2

= 0,21582 N/mm2

Pemilihan bahan pompa dilakukan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan lain yaitu

- tahan terhadap korosi

- tahan terhadap gesekan / keausan

Berdasarkan pertimbangan diatas maka untuk bahan rumah pompa dipilih besi cor

kelabu JIS G 5501 FC 20 dengan tegangan tarik (σt) = 20 kg/mm2 = 196,2 N/mm2. Dengan

mengambil faktor keamanan 10 maka didapat tegangan tarik ijin

(σi) = 19,6 N/mm2.

Tebal dinding rumah pompa menurut [lit 9 hal. 112] dihitung dengan persamaan :

𝑃.𝐷𝑝
td = x.y. +𝑆
2.𝜍 𝑖

dimana :

x = faktor keamanan konstruksi 4,25

y = koefisien profil bentuk penampang = 1,6 (bentuk lingkaran)

Dp = diameter maksimum rumah pompa


= (Rvol 180o + Rvol 360o)

= 8,486 + 9,05

= 17,5 cm

σt = tegangan tarik ijin = 19,6 N/mm2

S = toleransi untuk ketelitian penuangan (2 – 3), dipilih 3

Sehingga :

0,215 𝑥17,5
td = 4,25x1,6
2𝑥19,6
+3

= 3,7 mm

 4 mm
ANALISA GAYA PADA POROS

Komponen-komponen pompa akan mengalami gaya-gaya yang timbul ketika pompa

beroperasi ataupun diam. Adapun gaya-gaya tersebut disebabkan oleh impeler, poros, putaran

poros dan gaya akibat fluida yang arahnya menuju sisi masuk pompa. Gaya-gaya tersebut

adalah gaya radial, gaya aksial dan gaya tangensial atau gaya sentrifugal.

5.1 Berat Impeler

5.1.1 Berat Roda Impeler

Berat roda impeler dihitung dengan cara pendekatan yaitu membagi impeler menjadi beberapa

bagian impeler, dimana alur pasak, lubang pengimbang diabaikan. Berat tiap segmen dihitung

dengan persamaan :
𝜋
w1 = 4 (𝑑 o2 – d i 2 ) .t1. γ [N]

dimana :

do = diameter luar tiap segmen

di = diameter dalam tiap segmen

t1 = tebal impeler tiap segmen

γ = berat jenis bahan impeler (dari besi tuang)

= 76800 N/m3
Gbr. 5.1 Bentuk dan Ukuran Impeler

Berat impeler (Wi) adalah jumlah dari berat segmen impeler yang ditabelkan sebagai berikut :

Tabel 5.1 Berat bagian tiap impeler

Bagian do(mm) d1(mm) t1(mm) W1 (N)

1 22 16 3 0,041

2 91 72 3,5 0,654

3 138 22 3 3,358

𝟒. 𝟎𝟓𝟖

Jadi berat impeler tanpa sudu = 4,058 N

5.1.2 Berat Sudu Impeler

Pada roda impeler terdapat 5 buah sudu, dimana masing-masing sudu mempunyai bentuk dan

ukuran yang sama. Berat sudu dapat dicari dengan persamaan :

𝑏1 +𝑏2 𝑡 1 +𝑡 2
ws = z1.L 𝛾
2 2
dimana :

ws = berat sudu

Zi = jumlah sudu = 5 buah

L = panjang sudu = 114,95 mm

b1 = lebar laluan pada sisi masuk = 14 mm

b2 = lebar laluan pada sisi keluar = 5 mm

t1 = tebal sudu pada sisi masuk = 0,8 mm

t2 = tebal sudu pada sisi keluar = 3,5 mm

𝛾 = berat jenis bahan sudu (besi tuang)

= 76,8 N/mm3

maka :

14+5 0,8+3,5
ws = 5.114,595 . . 76,8
2 2

= 9,016 N

Berat total impeler :

wis = wi + ws

= 4,085 + 9,016

= 13,074 N

5.2 Berat Poros

Sama halnya dengan perhitungan berat impeler, karena poros direncanakan

kontruksinya bertingkat dimana perbedaan diameter sepanjang poros, maka perhitungan berat

poros dilakukan untuk tiap tingkat diameter. Adapun dimensi poros yang direncanakan adalah

sebagai berikut :
Gambar 5.2 Bentuk dan Ukuran Poros

Berat poros tiap bagian dapat dihitung dengan persamaan :


𝜋
wp = 4 (𝐷𝑝 )2.lp .γ

dimana :

wp = berat poros tiap bagian

Dp = diameter poros

l p = panjang poros

γ = berat jenis bahan poros

(stainless stell AISI SAE 1020 = 7860 N/m3)

Maka berat poros dapat dilihat pada tabel 5.2 berikut :

Tabel 5.2 Berat Poros

Bagian Dp (m) lp (m) wp (N)

1 0,016 0,06 0,926

2 0,025 0,12 4,52

3 0,030 0,10 5,42

4 0,04 1,51
0,025
5 0,06 0,926

0,016

𝑤𝑝 =13,3
5.3 Gaya Radial

Gaya radial adalah gaya yang arahnya tegak lurus terhadap garis sumbu. Pada pompa

poros horizontal, gaya radial ini timbul sebagai akibat berat komponen pompa (poros dan

impeler). Dalam menghitung gaya radial pada poros, beban dianggap terbagi rata. Diagram

pembebanan digambarkan sebagai berikut :

Gambar 5.3 Pembebanan Pada Poros

Dengan menggunakan kesetimbangan momen pada titik A, maka gaya reaksi pada

tumpuan B dapat diperoleh yaitu :

ΣMB = 0

-250(Wis+Wp1)-160 (Wp2)+100RA-50(Wp3)+20(Wp4)+50Wp5)= 0

-250(12,761+0,926)-160(4,524)+100RA-50(5,429)+20(1,508)+50(0,926)=0

RA= 44,71 N

ΣFy = 0

0 = Wp+Wis-RA-RB

RB = Wp+Wis-RA

RB = -18,697 tanda (-) menandakan berlawanan arah.

5.4 Gaya aksial

Gaya aksial adalah gaya yang arahnya sejajar dengan garis sumbu. Pada pompa poros

horizontal, gaya aksial timbul akibat aliran fluida. Akibat aliran fluida. Akibat aliran ini
timbul perubahan momentum dan perbedaan tekanan fluida antara sisi isap dan sisi tekan

impeler. Tekanan pada sisi isap lebih kecil daripada tekanan pada sisi tekan. Oleh sebab itu

gaya ini selalu mengarah ke sisi

isap. Gaya akibat perubahan momentum berlawanan arah dengan gaya yang disebabkan

perbedaan tekanan.

5.4.1 Gaya akibat perbedaan tekanan

Gaya ini dapat diperoleh dengan menggunakan persamaan :


𝜋
Fa = 4 (Ds2 - DH2)( P1-P0)

3 (𝑢 22 −𝑢 12 )
Dimana : P1-P0 = . .γ
4 2𝑔

u1 = kecepatan tangensial pada sisi masuk impeler (5,74 m/det)

u2 = kecepatan tangensial pada sisi keluar impeler (21,4 m/det)

Ds = diameter mata impeler (47 mm)

DH = diameter hub impeler (22 mm)

γ = berat jenis fluida (9319,5 N/m3)

sehingga :

3 (21,42 −5,742 )
P1-P0 = . . 9319,5
4 2.9,84

= 151410,667 N/m2 (arah ke sisi isap)

5.4.2 Gaya Aksial Akibat Momen Fluida

Gaya ini dapat dihitung dengan persamaan :

𝑄.𝑉𝑂
Fm = γ 𝑔
0,00335 .2
= 9319,5. 9,81

Fm = 6,365 N

Besarnya gaya aksial total yang bekerja pada poros:

FA = FA-P – FAM

= 205,13– 6,365

= 198,765 N (arah ke sisi isap)

Gaya aksial yang terjadi pada pompa akan ditanggung oleh bantalan aksial. Semakin besar

gaya aksial akan semakin besar pula bantalan yang digunakan. Agar bantalan yang digunakan

tidak terlalu besar, gaya aksial ini harus dikurangi. Umumnya untuk mengatasi gaya aksial

digunakan beberapa cara antara lain :

1. Torak pengimbang

2. susunan berimbang

3. Kombinasi wearing ring (cincin penahan aus) dengan balance hole (lubang

pengimbang)

4. Cakram pengimbang

Pada perancangan ini digunakan metode kombinasi wearing ring dan balancing hole.

Pemakaian wearing ring, gaya yang dikurangi masih kecil sehingga harus dikombinasikan

dengan balancing hole yang diletakkan dibelakang impeler pada diameter yang relative sama

dengan mata impeler. Metode ini dapat mengurangi gaya aksial sebesar (75-90) %.

Besarnya gaya aksial yang terjadi :

FAF = (0,1 – 0,25) FA

= (0,1 – 0,25) x 198,765 N

= (19,876 – 49,69) N

Gaya aksial yang terjadi diambil yang maksimum yaitu FAF = 49,69 N
5.5 Perhitungan defleksi Pada Poros

Pembebanan pada poros adalah akibat dari berat impeler dan berat poros itu sendiri.

Dalam perhitungan defleksi ini poros dianggap sebagai beban terbagi rata dengan

pembebanan sebagai berikut :

Gambar 5.4 Beban pada poros

Pada analisa putaran kritis, diasumsikan bahwa poros mempunyai diameter rata-rata

dan massanya terbagi rata, sehingga berat tiap bagian yang dipisahkan oleh tumpuan dapat

dianggap sebagai beban terpusat. Beban yang menyebabkan putaran kritis adalah beban akibat

impeler dan berat poros.

Gambar 5.5 Beban Poros Terbagi Rata

Diameter rata-rata poros :

4𝑤 𝑝
Dsm =
𝜋.𝑙 𝑝 . γ

dimana :
wp = berat poros = 13,3 N

lp = panjang poros = 0,38 m

γ = berat jenis bahan poros = 76800 N/m3

sehingga :

4.13,3
Dsm =
𝜋.0,38.76800

= 0,024 m = 24 mm

Besarnya beban terbagi rata akibat beban rata-rata poros :

𝜋
q = (𝐷𝑠𝑚 )2 . γ
4

𝜋
= (0,024)2 . 76800
4

q = 34,74 N/m

q = 0,347 N/cm

Besarnya beban terbagi rata tiap poros :


𝑤 𝑝 1 +𝑤 𝑝 2 0,926+4,52
q1 = = = 3,02.10-2 N/mm
𝑙 𝑝 1 +𝑙 𝑝 2 60+120

𝑤𝑝 3 5,42
q2 = = = 0,0542 N/mm
𝑙𝑝 3 100

𝑤 𝑝 4 +𝑤 𝑝 5 1,51+0,926
q3 = = =0,0243 N/mm
𝑙 𝑝 4 +𝑙 𝑝 5 40+60

FA = 198,765 N

wis = 8,05 N

5.6 Defleksi Akibat Berat Impeler


Perhitungan defleksi poros dilakukan dengan metode superposisi yaitu membagi - bagi

pembebanan pada poros. Pada perhitungan defleksi ini diasumsikan bahwa defleksi

maksimum terjadi pada titik C. Dengan berat impeler Wis = 8,05 N dan beban aksial FAF =

49,69 N, gaya berat impeler dapat diganti dengan sebuah momen yang bekerja pada tumpuan

seperti gambar dibawah ini :

Gambar 5.6 Defleksi Akibat Beban Impeler

Momen di titik A akibat berat impeler :

Mai = wis . l3

= 8,05 x 150

= 1207,5 Nmm

• Slope tumpuan A

𝑀 𝑎𝑖 .𝑙 1 1207,5.180 72450
ϴA1 = = = mm
3.𝐸𝐼 3.𝐸𝐼 3.𝐸𝐼

• Defleksi pada titik B

𝑀 𝑎𝑖 .𝑙 2 1207,5.100 2 7546,87.100 2
yib = = = mm (kearah atas)
16.𝐸𝐼 𝐸𝐼 𝐸𝐼

• Defleksi di titik C

𝑙 1 .𝛳𝐴 1 180.72450 13,041.10 6


yic = = = mm
𝐸𝐼 𝐸𝐼 𝐸𝐼

5.6.1 Defleksi Akibat Beban Terbagi Rata q1


Gambar 5.7 Defleksi Akibat Beban Terbagi Rata q1

• Momen akibat beban terbagi rata q1

𝑞 1 .𝑙 1 2 0,0302.180 2
Mai = =
2 2

= 489,24 Nmm

• Slope tumpuan A

𝑀 𝑎𝑖 .𝑙 2 489,24.100 16308
ϴA1 = 3.𝐸𝐼
= = mm
3.𝐸𝐼 3.𝐸𝐼

• Defleksi di titik B

𝑀 𝑎𝑖 .𝑙 2 2 489,24.100 2 305775
yib = − =− =− mm
16.𝐸𝐼 𝐸𝐼 𝐸𝐼

• Defleksi di titik C

𝑙 1 .𝛳𝐴 1 16308 2935440


yic = = 180. = mm
𝐸𝐼 𝐸𝐼

5.6.2 Defleksi Akibat Beban Terbagi rata q2

Gambar 5.8 Defleksi Akibat Beban Terbagi Rata q2

• Slope tumpuan A

𝑞 2 .𝑙 2 2 0,0542.100 2 22,5833
ϴAi2 = = = mm
24.𝐸𝐼 24.𝐸𝐼 𝐸𝐼

• Defleksi di titik B

5𝑞 2 .𝑙 2 3 5.0,0542.100 3 705,73
yb2 = = = mm
384.𝐸𝐼 384.𝐸𝐼 𝐸𝐼

• Defleksi di titik C
−𝑙 1 .𝛳𝐴𝑖 2 22,5833 4064,994
yc2 = = −180. = mm
𝐸𝐼 𝐸𝐼

5.6.3 Defleksi Akibat Beban Terbagi rata q3

Gambar 5.9 Defleksi Akibat Beban Terbagi rata q3

• Momen akibat beban terbagi rata q3

𝑞 3 .𝑙 3 2 0,0243.100 2
Mb3 = = = 121,5 N mm
2 2

• Slope tumpuan A

𝑀𝐵3 .𝑙 2 121,5.100 2025


ϴAi3= = = mm
6𝐸𝐼 6𝐸𝐼 𝐸𝐼

• Defleksi di titik C

𝑙 1 .𝛳𝐴𝑖 3 2025 364500


yc3= = 180. = mm
𝐸𝐼 𝐸𝐼

• Defleksi di titik B

𝑀𝐵 3 .𝑙 2 2 121,5.100 2 75937,5
yb3 =− =− =− mm
16𝐸𝐼 16𝐸𝐼 𝐸𝐼

Selanjutnya defleksi yang terjadi akibat keseluruhan beban adalah jumlah defleksi pada setiap

pembebanan, seperti yang ditunjukkan pada tabel berikut :

Tabel 5.3 Defleksi pada titik pembebanan

Bagian Beban Defleksi (mm)

yc yb

Impeler 13,041.106/EI 7546,87.102/EI


Beban terbagi rata q1 2935440/EI -305775/EI
Beban terbagi rata q2 -4064,994/EI 705,73/EI
Beban terbagi rata q3 364500/EI -75937,5/EI
Jumlah 16336875/EI 373680,23/EI

Momen inersia polar ( I ) untuk masing-masing poros :

𝜋 𝐷𝑠1 +𝐷𝑠2 4 𝜋 0,016+0,025 4


I1 = 64 = 64
2 2

= 0,8669.10-8 m4 = 0,8669.104 mm4

𝜋 𝐷𝑠3 4 𝜋 0,03 4
I2 = = 64 = 0,2485.10-8m4
64 2 2

Dimana harga modulus elastisitas (E) untuk baja = 2,16.1011N/m2.

Karena defleksi pada poros yang terbesar adalah pembebanan pada titik C, maka perhitungan

putaran kritis dilakukan pada titik C :

𝑦𝑐 16336875
ymaks = = 2,16.1011 (8669)
𝐸𝐼

= 8,72.10-6 m

= 8,72.10-3mm

5.7 Putaran Kritis

Perhitungan putaran kritis pada poros adalah:


60𝑤 𝑐
Nc = ……………………………….. (Lit.11 hal.19)
2𝜋

diamana:

wc = kecepatan sudut kritis

𝑐.𝑔
= 𝑌𝑚𝑎𝑘𝑠

dengan:

c = koefisien untuk dua bantalan pendukung (1-1,2685), direncanakan 1,1

maka:
1,1.9,81
wc = = 1112 rad/det
8,72.10 −6

Sehingga putaran kritis diperoleh:


60.1112
Nc = 2𝜋

= 10622,92 rpm

Batas putaran kritis yang aman adalah <30% dari putaran kritis atau 0,7x10622,92

rpm. Putaran operasi pompa 2964 rpm jauh lebih kecil dari putaran kritis, jadi pompa akan

aman terhadap putaran kritis.

5.8 Perhitungan Bantalan

Bantalan merupakan bagian dari mesin yang berfungsi untuk menumpu poros

terutama poros terbeban pada perencanaan ini menumpu poros dan impeler. dari perhitungan

sebelumnya telah diketahui besar gaya aksial (FA = 49,69 N) gaya radial pada tumpuan A (RA

= 1,99 N) dan tumpuan B (RB = 20,94 N)

5.8.1 Bantalan pada Tumpuan A dan B

Berdasarkan hasil perhitungan, gaya yang terjadi tidak begitu besar maka bantalan

yang cocok adalah bola dengan tipe 6305 05 ZZ dengan data-data sebagai berikut:

d = 25mm

D = 62mm

B = 17mm

r = 2mm

C = 1610kg (kapasitas nominal dinamik spesifik)

Co= 1080kg (kapasitas nominal statis spesifik)

Gambar 5.10 Bantalan Bola

Bantalan yang dipilih harus dioperasikan terhadap beban nominal dinamis yang

timbul. Besarnya beban yang timbul (Lit. 11 hal 136) adalah:


𝑓𝑕
C = . 𝑃𝑒
𝑓𝑛

dimana:

Pe = beban ekivalen dinamis

fh = faktor umur bantalan

fn = faktor kecepatan

Beban ekivalen dinamis bantalan bola (Lit.11 hal 135) dapat dicari dengan persamaan

Pe = X.V.Fr + Y.FA

maka:

𝐹𝐴 49,69
= 1.11,09
𝑉.𝐹𝑟

= 4,48 N

Dari tabel pada lampiran (7) diperoleh :

X = 0,56

V = 1 (beban putar pada cincin dalam)

Y = 1,71

Sehingga :

Pe = 0,56 .1.11,09 + 1,71.49,69

= 91,18 N

Besarnya faktor kecepatan fn bantalan adalah :

33,3 3/10
fn =
𝑛

dimana :

n = putaran pompa = 2964 rpm


maka :

33,3 3/10
fn = = 0,26
2964

Besarnya faktor umur bantalan adalah :

𝐿𝑕 3/10
fh =
500

dimana :

Lh = lama pemakaian, direncanakan 25000 jam

maka:

25000 3/10
fh =
500

= 3,23

Sehingga beban nominal spesifik yang timbul adalah :

3,23
C= . 91,18
0,26

= 1132,73 N

= 115,46 kg

Dapat dilihat bahwa beban dinamis spesifik yang timbul jauh lebih kecil dari kapasitas

dinamis bantalan yang digunakan aman dalam pengoperasian.\

5.9 Perencanaan Pasak

Fungsi utama pasak adalah memindahkan daya dan putaran dari poros ke impeler.

Ukuran pasak yang digunakan dipilih berdasarkan diameter poros yang digunakan

standarisasi ukuran pasak. dari satandarisasi ukuran pasak dan hubungannya dengan poros

berdiameter 16 mm, diperoleh ukuran pasak sebaagi berikut:

- lebar (b) = 5mm


- tinggi (h) = 5mm

- panjang (l0) = 20mm

- kedalaman alur pasak (t1) = 3 mm

Gambar 5.11 Pasak

Bahan pasak dipilih bahan sedikit lebih lunak dari pada bahan poros yaitu: JIS G 321

SFCM 60 S yang memiliki kekuatan terik 60 kg/mm 2 (5,88 . 108 N/mm2). Dalam operasinya

pasak akan mendapat pembebanan (gaya-gaya0 yang akan menimbulkan tegangan geser, dan

teagangan tumbuk sehingga kekuatan pasam akan diperiksa terhadap kedua tegangan tersebut

apakah dapat digunakan.

5.9.1 Pemeriksaan Terhadap Tegangan Geser

Momen reaksi yang bekerja pada poros akan menimbulkan gaya tangensial (Ft) pada

permukaan sekeliling poros. Besarnya gaya tangensial yang terjadi menurut (Lit. 11 hal 25)

𝑇
Ft = 𝑟
𝑝

dimana:

T = momen torsi pada poros = 6,4 N.mm

rp = jari-jari poros = dp/2

= 0,016/2 = 0,008 m
maka :

6,4
Ft = 0,008

= 800 N

Tegangan geser yang terjadi menurut (Lit 11 hal.25) adalah :

𝐹
τg = 𝐴𝑡
𝑔

dimana :

Ag = luas bidang geser = b x l

= 0,005 x 0,02

= 10-4m2

maka :

800
τg = 10 −4

= 8.106 N/m2

Sedangkan tegangan geser izin untuk bahan pasak adalah :


𝜍𝑏
τgi = 𝑆
𝑓1 .𝑆 𝑓2

dimana:

σb = kekuatan bahan pasak = 5,88. 108N/m2

Sf1 = faktor batas kelelahan puntir = 5,6 (untuk baja)

Sf2 = faktor keamanan terhadap konsentrasi tegangan

= (1,3-3) direncanakan 2

Besarnya tegangan izin pasak adalah :


5,88.10 8
τgi = 5,6.2

= 5,25.107 N/m2

Dapat dilihat bahwa tegangan geser yang timbul lebih kecil dari tegangan geser izin sehingga

pasak aman terhadap tegangan geser yang terjadi.

5.9.2 Pemeriksaan terhadap Tegangan Tumbuk

Gaya tangensial (Ft) yang terjadi disekeliling poros juga menyebabkan terjadinya

tegangan tumbuk pada pasak. Tegangan tumbuk yang timbul pada pasak adalah :

𝐹
τp = 𝐴𝑡
𝑏

dimana :

Ab = luas bidang tumbuk

= (1 x t)

= 0,02 x 0,003

= 6.10-5m2

maka :

800
τp = 6.10 −5

= 133,33.10-5N/m2

Sedangkan besarnya tegangan tumbuk izin :

τpi = 2 x τgi

= 2 x 5,25 . 107 N/m2

= 10,5.107N/m2

Dapat dilihat bahwa tegangan tumbuk yang terjadi jauh lebih kecil dari tegangan

tumbuk izin. Dengan demikian pasak aman terhadap teganan geser dan tegangan tumbuk

sehingga pasak aman dalam pemakaian.


BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan pada bab terdahulu maka diperoleh kesimpulan sebagai

berikut.

6.1.1 Spesifikasi Pompa

- Jenis pompa : Pompa Sentrifugal

- Kapasitas pompa : 3 L/det

- Head pompa : 20 m

- Jumlah tingkat : 1 tingkat

- Daya pompa :647,46 W

- Putaran pompa : 3000 rpm

- Putaran Spesifik : 897 rpm

- Tipe impeler : Radial

6.1.2 Spesifikasi Penggerak Pompa

- Motor penggerak : Motor listrik

- Daya motor : 776,9 W

- Putaran/frekuensi : 3000rpm/50 Hz

6.1.3 Ukuran-ukuran Impeler

- diameter poros (dp) : 16mm

- panjang pasak (l) : 20mm

- diameter hub (DH) : 22mm

- diameter impeler(Do) : 47mm

- diameter sisi masuk (D1) : 37mm

- diameter sisi keluar (D2) : 138 mm

- lebar impeler pada sisi masuk (b1) : 14 mm


- lebar impeler pada sisi keluar (b2) : 5 mm

- sudut tangensial pada sisi masuk (β1) : 20o

- sudut tangensial pada sisi keluar (β 2) : 30,4 o

- jumlah sudu (Zi) : 5 buah

- jarak antar sudu pada sisi masuk (Pv-1) : 23,25mm

- jarak antar sudu pada sisi keluar (Pv-2) : 86,7mm

- tebal sudu pada sisi masuk (tsi-1) : 0,8 mm

- tebal sudu pada sisi keluar (tsi-2) : 3,5 mm

- panjang sudu (Ln) : 114,95mm

- bahan impeler : besi tuang

Anda mungkin juga menyukai