Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masalah gizi muncul akibat masalah ketahanan pangan ditingkat rumah tangga
kemiskinan, pemerataan, dan kesempatan kerja. Indonesia mengalami masalah gizi ganda
yang artinya sementara masalah gizi kurang belum dapat diatasi secara menyeluruh sudah
muncul masalah baru. Masalah gizi di Indonesia terutama KEP masih lebih tinggi daripada
Negara ASEAN lainnya.Sekarang ini masalah gizi mengalami perkembangan yang sangat
pesat, Malnutrisi masih saja melatarbelakangi penyakit dan kematian anak, meskipun sering
luput dari perhatian. Sebagian besar anak di dunia 80% yang menderita malnutrisi bermukim
di wilayah yang juga miskin akan bahan pangan kaya zat gizi, terlebih zat gizi mikro
Keadaan kesehatan gizi tergantung dari tingkat konsumsi yaitu kualitas hidangan yang
mengandung semua kebutuhan tubuh. Akibat dari kesehatan gizi yang tidak baik, maka
timbul penyakit gizi, umumnya pada anak balita diderita penyakit gizi buruk.
Gizi seseorang dapat dipengaruhi terhadap prestasi kerja dan produktivitas. Pengaruh
gizi terhadap perkembangan mental anak. Hal ini sehubungan dengan terhambatnya
pertumbuhan sel otak yang terjadi pada anak yang menderita gangguan gizi pada usia sangat
muda bahkan dalam kandungan. Berbagai factor yang secara tidak langsung mendorong
terjadinya gangguan gizi terutama pada balita. Ketidaktahuan akan hubungan makanan dan
penduduk dunia berpikir “hendak makan dimana” sementara kelompok lain masih berkutat
memeras keringat untuk memperoleh sesuap nasi. Dibandingkan orang dewasa, kebutuhan
akan zat gizi bagi bayi, balita, dan anak – anak boleh dibilang sangat kecil. Namun, jika
diukur berdasarkan % berat badan, kebutuhan akan zat gizi bagi bayi, balita, dan anak –
anak ternyata melampaui orang dewasa nyaris dua kali lipat. Kebutuhan akan energi dapat
ditaksir dengan cara mengukur luas permukaan tubuh/menghitung secara langsung konsumsi
energi itu ( yang hilang atau terpakai ). Asupan energi dapat diperkirakan dengan jalan
Kekurangan berat badan yang berlangsung pada anak yang sedang tumbuh merupakan
masalah serius. Keparahan KKP berkisar dari hanya penyusutan berat badan, terlambat
tumbuh sampai ke sindrom klinis yang nyata. Penilaian antropometris status gizi dan
didasarkan pada berat, tinggi badan, dan usia. Ukuran antropometris bergantung pada
berkaitan dengan bahan pangan yang sangat parah, semikelaparan yang berkepanjangan, dan
kekurangan protein. Penanganan KKP berat dikelompokan menjadi dua yaitu pengobatan
awal ditujukan untuk mengatasi keadaan yang mengancam jiwa dan fase rehabilitasi
manuasia ( SDM ) yang di lakukan secara berkelanjutan. Upaya peningkatan kualitas SDM
dimulai dengan perhatian utama pada proses tumbuh kembang anak sejak pembuahan
sampai mencapai dewasa muda. Pada masa tumbuh kembang ini, pemenuhan kebutuhan
dasar anak seperti perawatan dan makanan bergizi yang diberikan dengan penuh kasih
dapat dilakukan dengan pendekatan medis dan pelayanan kesehatan saja. Masalah gizi
disamping merupakan sindroma kemiskinan yang erat kaitannya dengan masalah ketahanan
pangan di tingkat rumah tangga juga menyangkut aspek pengetahuan dan perilaku yang
Keadaan gizi masyarakat akan mempengaruhi tingkat kesehatan dan umur harapan
hidup yang merupakan salah satu unsur utama dalam penentuan keberhasilan pembangunan
negara yang dikenal dengan istilah Human Development Index ( HDI ). Secara umum di
Indonesia terdapat dua masalah gizi utama yaitu kurang gizi makro dan kurang gizi mikro
Kurang gizi makro pada dasarnya merupakan gangguan kesehatan yang disebabkan oleh
kekurangan asupan energi dan protein. Masalah gizi makro adalah masalah gizi yang
utamanya disebabkan ketidakseimbangan antara kebutuhan dan asupan energi dan protein.
Kekurangan zat gizi makro umumnya disertai dengan kekurangan zat gizi mikro.
krisis ekonomi yang berkepanjangan telah menyebabkan penurunan kegiatan produksi yang
drastis akibatnya lapangan kerja berkurang dan pendapatan perkapita turun. Hal ini jelas
berdampak terhadap status gizi dan kesehatan masyarakat karena tidak terpenuhinya
kecukupan konsumsi makanan dan timbulnya berbagai penyakit menular akibat lingkungan
penjaringan kasus, rujukan dan perawatan gratis di Puskesmas maupun Rumah Sakit,
Pemberian Makanan Tambahan ( PMT ) serta upaya-upaya lain yang bersifat Rescue.
Bantuan pangan ( beras Gakin dll ) juga diberikan kepada keluarga miskin oleh sektor lain
untuk menghindarkan masyarakat dari ancaman kelaparan. Namun semua upaya tersebut
nampaknya belum juga dapat mengatasi masalah dan meningkatkan kembali status gizi
masyarakat, khususnya pada balita. Balita gizi buruk dan gizi kurang yang mendapat
bantuan dapat disembuhkan, tetapi kasus-kasus baru muncul yang terkadang malah lebih
banyak sehingga terkesan penanggulangan yang dilakukan tidak banyak artinya, sebab
Masalah gizi buruk masih dialami oleh anak-anak di berbagai tempat di Indonesia dari
tahun ke tahun. Ini menjadi potret buruk pemenuhan kebutuhan mendasar bagi masyarakat
Indonesia. Gizi buruk menjadi perhatian masyarakat ketika media mengangkat kasus-kasus
setidaknya tinggal 18% penduduk yang mengalami malnutrisi pada tahun 2015, di mana
angka tahun ini masih 28%, sementara pelaksanaan MDGs tahun ini sudah memasuki
a. Tujuan Umum
kepada masyarakat hal – hal apa saja yang menjadi ruang lingkup dari masalah gizi
buruk, menambah pengetahuan bagi masyarakat agar lebih luas wawasannya mengenai
gizi buruk, memberitahukan jumlah penurunan penderita gizi buruk dari tahun 2004 –
2007, memberikan gambaran yang jelas mengenai penyakit gizi buruk, juga tidak lupa
untuk menambah nilai mahasiswa, dan lain – lain yang bisa berdampak positif bagi
b. Tujuan Khusus
di posyandu.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Gizi
Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara
pertumbuhan dan fungsi normal dari organ – organ serta menghasilkan energi. Akibat
kekurangan gizi, maka simpanan zat gizi pada tubuh digunakan untuk memenuhi
kebutuhan apabila keadaan ini berlangsung lama maka simpanan zat gizi akan habis dan
akhirnya terjadi kemerosotan jaringan. Pada saat ini orang bisa dikatakan malnutrisi. KEP
seseorang yang gizi buruk disebakan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam
makanan sehari – hari. Pada umumnya penderita KEP berasal dari keluarga yang
berpenghasilan rendah, tanda – tanda klinis gizi buruk dapat menjadi indicator yang sangat
Kebutuhan tubuh akan zat gizi ditentukan oleh banyak factor. Data komposisi zat
gizi bahan makanan yang berhubungan dengan berbagai proses pengolahan belum cukup
tersedia, pemeriksaan zat gizi spesifik bertujuan untuk menilai status gizi. Zat gizi yang
terdapat pada Angka Kecukupan Gizi ( AKG ) hanyalah gizi yang penting yaitu energi,
protein, vit A, C, B 12, Tiamin, Riboflavin, Niasin, Asam Folat, Kalsium, Fosfor, Zat Besi,
Ada beberapa penyakit yang berhubungan dengan gizi yaitu penyakit gizi
lebih (obesitas), gizi buruk ( malnutrisi ), metabolic bawaan, keracunan makanan, dan lain
– lain. Gangguan gizi buruk menggambarkan suatu keadaan pathologis yang terjadi akibat
ketidaksesuaian/tidak terpenuhinya antara zat gizi yang masuk kedalam tubuh dengan
kebutuhan tubuh akan zat gizi dalam jangka waktu yang relatif lama. Ilmu gizi adalah
suatu cabang ilmu pengetahuan yang khusus mempelajari hubungan antara makanan yang
kita makan dan kesehatan tubuh. Hubungan antara makanan dan kesehatan tubuh sudah
diketahui sejak berabad – abad yang lampau.. Penyakit – penyakit yang timbul akibat
makanan kurang baik seperti makanan yang tidak cukup gizinya atau kadar zat gizinya tak
seimbang disebut penyakit gangguan gizi yang pertama kali dikenal adalah penyakit
skorbut/sariawan
Kesehatan yang baik tidak terjadi karena ada perubahan yang berupa kekurangan zat
lemak, protein, dan gula. Untuk mencapai kondisi anak perlu/cukup gizi harus
memperhatikan kebersihan diri dan lingkungan serta melakukan kegiatan yang baik seperti
olah raga, dan lain – lain. Konsumsi yang kurang baik kualitas dan kuantitasnya akan
tergantung pada tingkat konsumsi ditentukan oleh kualitas dan kuantitas hidangan.
Penyakit gizi di Indonesia terutama tergolong ke dalam kelompok penyakit defisiensi yang
sering dihubungkan dengan infeksi yang bisa berhubungan dengan gangguan gizi.
Defisiensi gizi merupakan awal dari gangguan system imun yang menghambat reaksi
imunologis. Gangguan gizi dan infeksi sering saling bekerja sama akan memberikan
prognosis yang lebih buruk. Ada berbagai zat gizi yang sangat mempengaruhi kondisi
kesehatan manusia. Masalah kesehatan gizi dapat timbul dalam bentuk penyakit dengan
Gizi buruk adalah bentuk terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun.
Status gizi balita secara sederhana dapat diketahui dengan membandingkan antara berat
badan menurut umur maupun menurut panjang badannya dengan rujukan (standar) yang
telah ditetapkan. Apabila berat badan menurut umur sesuai dengan standar, anak disebut
gizi baik. Kalau sedikit di bawah standar disebut gizi kurang. Apabila jauh di bawah
standar dikatakan gizi buruk gizi buruk yang disertai dengan tanda-tanda klinis
a. marasmus adalah gangguan gizi karena kekurangan karbohidrat. Gejala yang timbul
diantaranya muka seperti orangtua (berkerut), tidak terlihat lemak dan otot di bawah
kulit (kelihatan tulang di bawah kulit), rambut mudah patah dan kemerahan, gangguan
kulit, gangguan pencernaan (sering diare), pembesaran hati dan sebagainya. Anak
tampak sering rewel dan banyak menangis meskipun setelah makan, karena masih
merasa lapar. Pada stadium lanjut yang lebih berat anak tampak apatis atau kesadaran
yang menurun.
dimana menyusuinya kurang baik karena daya isapnya belum baik. Juga terjadi
apabila terus-menerus hanya diberi susu ibu tanpa tambahan. Infeksi terutama diare,
Tanda – tanda:
o Cengeng, rewel
o Perut cekung
o Kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada.
o Sering disertai diare kronik atau konstipasi / susah buang air, serta penyakit kronik.
Pada marasmus kalori yang dibutuhkan kurang sekali. Pada diet yang sempurna, kalori
didapat dari :
Lemak : 30-35%
Apabila hidrat arang kurang, maka depot glycogen yang akan digunakan. Bila
depot sudah habis, maka akan menggunakan subcutant fat akibatnya anak akan
menjadi kurus. Bila protein lemak sudah habis, maka akan menggunakan protein
jaringan, akibatnya otot-otot menjadi atrophy. Lemak yang terakhir menghilang yaitu
Pengobatan :
2. Makanan dengan porsi kecil tapi sering,dengan tinggi protein dan kalori, misalkan
susu bubuk skim. Gula dan minyak makan dapat di tambahkan dari bahan-bahan
badannya.
3. Obati penykit penyertanya, misalnya pemberian cairan pada enteritis, vitamin A
besi, dll.
Pencegahan :
2. Pemberihan makanan sapihan yang sesuai dan memadai, harus segera dimulai
3. Deteksi dini oleh petugas kesehatan setempat, dan penatalaksanaan yang sesuai
B. Kwasiokor
Kwashiorkor adalah gangguan gizi karena kekurangan protein biasa (KEP) sering
disebut busung lapar. Kalori sedikit atau malah tinggi, kebutuhan vitamin dan
mineralnya sedikit. Kwashiorkor yang murni dijumpai pada anak yang sudah di sapih
tangan dan kaki bengkak, perut buncit, rambut rontok dan patah, gangguan
kulit. Terdapat juga gangguan perubahan mental yang sangat mencolok. Pada umumnya
penderita sering rewel dan banyak menangis. Pada stadium lanjut anak tampak apatis
mempertahankan keseimbangan dalam tubuh saja. Protein dari makanan sering kali
mahal, bisa tidak di berikan pada anak-anak karena ketidak tahuan atau karena
kwasiorkor, sering kali berhubungan dengan defisiensi vitamin, anemia infestasi parasit
1. Sesudah defisiensi diet selama 1 minggu, lalu berat badan menurun. 3 minggu
kemudian produksi enzyme pancreas menurun, yang pertama menurun ialah lipase,
3. Timbulnya oedema, mula-mula pada kaki (Pre tibial) , kemudian ekstremitas alas.
o Otot-otot mengecil, lebih nyata apabila diperiksa pada posisi berdiri dan duduk, anak
o Pembesaran hati
o Gangguan kulit berupa bercak merah yang meluas dan berubah menjadi hitam terkelupas
Pengobatan :
pengencer ½ , beriakan semuanya, sampai mencapai 90 kkal/kg untuk 1-2 hari. Seringkali
3. Pada saat nafsu makan sudah kembali, naikkan masukan volume dan energinya, berikan protein
2g/kg, campuran mineral (termasuk Mg, K, Zn, Cu) dan multivitamin, termasuk asam folat.
Campuran yang dapat bermanfaat adalah susu bubuk skim, gula dan minyak
4. Sesudah 7-10 hari, berikan susu beserta minyak makan, paling sedikit 150 kkal/kg. Pada saat itu
masukan disesuaikan denag nafsu makan. Berikanlah campuran makanan dari bahan setempat
Terapy Kwashiorkor
1. Diet
a. Cara Pemberian :
b. Bentuk diet
c. Jumlah diet tergantung dari BB rata-rata.
BB ideal + BB sebenarnya
2
4. Transfusi darah
Pencegahan :
2. Pemberihan makanan sapihan yang sesuai dan memadai, disertai cukup protein.
3. Pencegahan dan pemantauan terhadap penyakit infeksi dan infestasi parasit, misalkan dengan
imunisasi.
4. Deteksi dini oleh petugas kesehatan setempat, dan penatalaksanaan yang sesuai bagi bayi yang
Marasmus Kwashiorkor
1. Kurus Kering 1. Berat badan menurun, oedeme, subcutant fat
1. Penyebab utama gizi kurang dan gizi buruk tidak satu. Ada banyak!. Penyebab pertama adalah
faktor alam. Secara umum tanah terkenal sebagai daerah tropis yang minim curah hujan. Kadang
curah hujannya banyak tetapi dalam kurun waktu yang sangat singkat. Akibatnya, hujan itu
bukan menjadi berkat tetapi mendatangkan bencana banjir. Tetapi, beberapa tahun belakangan
ini tidak ada hujan menjadi kering kerontang! Tanaman jagung yang merupakan penunjang
ekonomi keluarga sekaligus sebagai makanan sehari-hari rakyat gagal dipanen. Akibatnya,
banyak petani termasuk anak-anak, terutama yang tinggal di daerah pelosok, memakan apa saja
demi mempertahankan hidup. Dikhawatirkan gizi yang kurang dan bahkan buruk akan
memperburuk pertumbuhan fisik dan fungsi-fungsi otak. Kalau ini terjadi, masa depan anak-anak
2. Penyebab kedua adalah faktor manusiawi yaitu berasal dari kultur sosial masyarakat setempat.
Kebanyakan masyarakat petani bersifat ‘one dimensional,’ yakni masyarakat yang memang
sangat tergantung pada satu mata pencaharian saja. Banyak orang menanam makanan
‘secukup’nya saja, artinya hasil panen itu cukup untuk menghidupi satu keluarga sampai masa
panen berikutnya. Belum ada pemikiran untuk membudidayakan hasil pertanian mereka demi
meraup keuntungan atau demi meningkatkan pendapatan keluarga. Adanya budaya ‘alternatif’
yaitu memanfaatkan halaman rumah untuk menanam sayur-mayur demi menunjang kebutuhan
sehari-hari. Penyebab ketiga masih berkisar soal manusiawi tetapi kali ini lebih berhubungan
dengan persoalan struktural, yaitu kurangnya perhatian pemerintah. Pola relasi rakyat dan
pemerintah masih vertikal bukan saja menghilangkan kontrol sosial rakyat terhadap para pejabat,
tetapi juga membuka akses terhadap penindasan dan ketidakadilan dan, yang paling berbahaya,
menciptakan godaan untuk menyuburkan budaya korupsi. Tentu saja tidak semua aparat dan
pejabat seperti itu!. Terlepas dari itu semua nampaknya masyarakat membutuhkan
pendampingan agar mereka memahami hak-hak individu dan hak-hak sosial mereka sebagai
warganegara.
3. Malnutrisi primer
Penyebab gizi buruk di daerah pedesaan atau daerah miskin lainnya sering disebut
malnutrisi primer, yang disebabkan karena masalah ekonomi dan rendahnya pengetahuan. Gejala
klinis malnutrisi primer sangat bervariasi tergantung derajat dan lamanya kekurangan energi dan
protein, umur penderita dan adanya gejala kekurangan vitamin dan mineral lainnya. Kasus
tersebut sering dijumpai pada anak usia 9 bulan hingga 5 tahun. Pertumbuhan yang terganggu
dapat dilihat dari kenaikkan berat badan terhenti atau menurun, ukuran lengan atas menurun,
pertumbuhan tulang ( maturasi ) terlambat, perbandingan berat terhadap tinggi menurun. Gejala
dan tanda klinis yang tampak adalah anemia ringan, aktifitas berkurang, kadang di dapatkan
gangguan kulit dan rambut. Pada penderita malnutrisi primer dapat mempengaruhi metabolisme
perkembangan mental dan kecerdasan anak. Mortalitas atau kejadian kematian dapat terjadi pada
4. Malnutrisi sekunder
Malnutrisi sekunder adalah gangguan pencapaian kenaikkan berat badan yang bukan
disebabkan penyimpangan pemberian asupan gizi pada anak karena adanya gangguan pada
fungsi dan sistem tubuh yang mengakibatkan gagal tumbuh. Gangguan sejak lahir yang terjadi
pada sistem saluran cerna, metabolisme, kromosom atau kelainan bawaan jantung, ginjal dan
lain-lain. Kasus gizi buruk di kota besar biasanya didominasi oleh malnutrisi sekunder.
Malnutrisi sekunder ini gangguan peningkatan berat badan yang disebabkan karena karena
adanya gangguan di sistem tubuh anak. pada malnutrisi sekunder tampak anak sangat lincah,
tidak bisa diam atau sangat aktif bergerak. Tampilan berbeda lainnya, penderita malnutrisi
sekunder justru tampak lebih cerdas, tidak ada gangguan pertumbuhan rambut dan wajah atau
Kasus malnutrisi sekunder sering terjadi overdiagnosis (diagnosis yang diberikan terlalu
berlebihan padahal belum tentu mengalami infeksi tuberkulosis). Overdiagnosis tersebut terjadi
Secara medis penanganan kasus malnutrisi sekunder lebih kompleks dan rumit.
Penanganannya harus melibatkan beberapa disiplin ilmu kedokteran anak seperti bidang
buruk memang merupakan masalah klasik bangsa ini sejak dulu. Tanpa data dan informasi yang
cermat dan lengkap sebaiknya jangan terlalu cepat menyimpulkan bahwa adanya gizi buruk
identik dengan kemiskinan. Karena, gizi buruk bukan saja disebabkan karena masalah ekonomi
Berdasarkan data Departemen Kesehatan (2004), pada tahun 2003 terdapat sekitar 27,5% (5 juta
balita kurang gizi), 3,5 juta anak (19,2%) dalam tingkat gizi kurang, dan 1,5 juta anak gizi buruk
(8,3%).\
Data penderita gizi kurang dan buruk di Indonesia dari tahun 1989-2004 (Susenas):
Tabel 1
buruk
1989 177.614.965 7.986.279 1.324.769
1992 185.323.456 7.910.346 1.607.866
1995 95.860.899 6.803.816 2.490.567
1998 206.398.340 6.090.815 2.169.247
1999 209.910.821 5.256.587 1.617.258
2000 203.456.005 4.415.158 1.348.181
2001 206.070.000 4.733.028 1.142.455
2002 211.567.577 5.014.028 1.469.596
2004 211.567.577 5.119.935 1.528.676
Catatan: Jumlah balita tahun 2003 diperkirakan 8,5% dari jumlah penduduk
WHO (1999) mengelompokkan wilayah berdasarkan prevalensi gizi kurang ke dalam 4 kelompok
yaitu rendah (di bawah 10%), sedang (10-19%), tinggi (20-29%) dan sangat tinggi (30%).
Dengan menggunakan pengelompokan prevalensi gizi kurang berdasarkan WHO, Indonesia tahun
2004 tergolong negara dengan status kekurangan gizi yang tinggi karena 5.119.935 (atau
28.47%) dari 17.983.244 balita di Indonesia termasuk kelompok gizi kurang dan gizi buruk.
Gizi masih merupakan masalah serius pada sebagian besar Kabupaten/Kota, Data 2004
menunjukkan masalah gizi terjadi di 77,3% Kabupaten dan 56% Kota, dan besarnya angka ini
Jumlah kasus gizi buruk yang dilaporkan Dinas Kesehatan Propinsi selama Januari-Desember
tapi juga karena aspek sosial dan budaya hingga menyebabkan tindakan yang tidak menunjang
tercapainya gizi yang memadai untuk balita (masalah individual dan keluarga).
Di Pidie Aceh, Dinas Kesehatan dan UNICEF menemukan 454 balita dari 45.000 balita
mengalami gizi buruk akibat konflik dan tsunami. Di Gianyar, 80% balita yang mengalami gizi
gizi. Dampak lain dari gizi kurang adalah menurunkan produktivitas, yang diperkirakan antara
20-30%.
Anak yang kekurangan gizi pada usia balita akan tumbuh pendek, dan mengalami
gangguan pertumbuhan dan perkembangan otak yang berpengaruh pada rendahnya tingkat
kecerdasan, karena tumbuh kembang otak 80 % terjadi pada masa dalam kandungan sampai usia
2 tahun.
Risiko meninggal dari anak yang bergizi buruk 13 kali lebih besar dibandingkan anak yang
normal. WHO memperkirakan bahwa 54% penyebab kematian bayi dan balita didasari oleh
keadaan gizi anak yang jelek. 6.7 juta balita atau 27.3% dari seluruh balita di Indonesia
menderita kurang gizi akibat pemberian ASI dan makanan pendamping ASI yang salah. 1.5 juta
Kurang Energi Protein (KEP) ringan sering dijumpai pada anak usia 9 bulan hingga 2
tahun, meskipun dapat juga dijumpai pada anak lebih besar.Beberapa penelitian menunjukkan
pada KEP berat resiko kematian cukup besar, yaitu sekitar 55%. Kematian ini seringkali terjadi
karena penyakit infeksi ( seperti Tuberculosis, Madang paru, infeksi saluran cerna) atau karena
DEFISIENSI
Buta senja Vitamin A Mata kabur atau buta
(xeroftalmia)
Beri-beri Vitamin B1 Badan bengkak, tampak rewel, gelisah,
pembesaran jantung kanan
Ariboflavinosis Vitamin B2 Retak pada sudut mulut, lidah merah jambu
dan licin
Defisiensi B6 Vitamin B6 Cengeng, mudah kaget, kejang, anemia
mulut
Defisiensi Niasin Niasin Gejala 3 D (dermatitis /gangguan kulit,
rasa bingung.
Defisiensi Asam folat Asam folat Anemia, diare
Defisiensi B12 Vitamin B12 Anemia, sel darah membesar, lidah halus
konstipasi
Defisiensi C Vitamin C Cengeng, mudah marah, nyeri tungkai
hipotoni, anemia
Defisiensi K Vitamin K Perdarahan, berak darah, perdarahan hidung
dsb
Anemia Defisiensi Zat besi pucat, lemah, rewel
Besi
Defisiensi Seng Seng Mudah terserang penyakit, pertumbuhan
melitus
Hipomagnesemia magnesium Defisiensi hormon paratiroid
Defisiensi Fosfor Fosfor Nafsu makan menurun, lemas
Defisiensi Iodium Iodium Pembesaran kelenjar gondok, gangguan
Masalah gizi buruk pada anak balita yang meningkat akhir-akhir ini telah membangunkan
pemegang kebijakan untuk melihat lebih jelas bahwa anak balita sebagai sumber daya untuk
masa depan ternyata mempunyai masalah yang sangat besar. Berdasarkan angka human
development index (HDI), Indonesia menduduki peringkat ke 112 di dunia. Tidak tertutup
kemungkinan peringkat ini akan bergeser ke posisi lebih rendah (memburuk) apabila kondisi ini
Kasus gizi buruk yang meningkat dan sangat ramai dibicarakan sejak ditemukan di NTB,
telah membuka mata kita tentang masalah gizi anak balita. Kenyataan di lapangan, setelah NTB,
hamper seluruh daerah di Indonesia segera melaporkan adanya kasus gizi buruk di wilayahnya.
Fenomena ini kemungkinan berkaitan dengan pengalokasian dana yang digulirkan oleh
Gizi buruk merupakan kejadian kronis dan bukan kejadian yang tiba-tiba. Pertanyaan yang
timbul adalah di mana laporan hasil pemantauan status gizi berada dan ke mana laporan tersebut
dikirimkan selama ini? Secara teknis, mestinya laporan tersebut berada di Dinas Kesehatan
(untuk Daerah) dan Departemen Kesehatan (untuk Pusat). Secara teknis pula, lembaga-lembaga
tersebut bertanggungjawab atas kajian data hasil pemantauan yang dilakukan secara berkala
mulai dari tingkat Puskesmas, dengan Posyandu sebagai ujung tombak sumber informasi.
Demikian pula institusi rumah sakit, merupakan unit pelayanan yang juga turut berkontribusi
atas tersedianya informasi kasus tersebut karena berkaitan dengan fungsinya sebagai pusat
rujukan kasus.
dan penanggulangan gizi buruk bagi pemegang kebijakan di Batam 6-8 Oktober 2005 (Regional
I) dan di Yogyakarta 11-13 Oktober 2005 (RegionalII). Pada pertemuan yang dihadiri oleh para
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Direktur Rumah Sakit Propinsi se-Indonesia tersebut telah
dibahas Rencana Aksi Nasional (RAN) Pencegahan dan Penanggulangan Gizi Buruk 2005-2009,
yang menginformasikan 70% dari anggaran yang tersedia akan di fokuskan pada promosi
dimulai dengan orasi ilmiah bidang gizi masyarakat yang disampaikan Dosen Fakultas
pada kualitas sumber daya manusia (SDM). Namun secara bersamaan, dia mengatakan Indonesia
juga mengalami masalah gizi lebih dengan kecenderungan yang semakin meningkat dari waktu
Baru-baru ini, pemerintah kita membuat proyek Nice Indo, yang mempunyai tanggungjawab
besar untuk menemukan kasus gizi buruk disetiap wilayah Indonesia, terutama di pedesaan yang
Dengan program ini diharapkan masalah gizi buruk dapat segera diatasi salah satu
programnya adalah memberikan pengertian kepada masyarakat bahwa deteksi dini kasus gizi
buruk justru dilakukan oleh masyarakat itu sendiri sehingga ada intervensinya dapat dilakukan
sedini mungkin.
Program lainnya, disetiap puskesmas diharapkan tidak ada lagi kasus gizi buruknya terjadi.
Penderita gizi bukan semata-mata hanya sebagai symbol social, namun diamalkan dalam
7. Tingkat pendidikan yang rendah sehingga menimbulkan kurangnya pengetahuan tentang gizi
dan pola asuh anak serta tidak peduli dengan kebersihan dan kesehatan.
a) Cara menanggulangi kasus gizi buruk, di antara yang adalah sebagai berikut
Menimbulkan cakupan deteksi dini gizi buruk dengan cara penimbangan balita diposyandu
Meningkatkan kualitas dan cakupan tata laksana kasus gizi buruk di rumah sakit, puskesmas dan
rumah tangga
Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan itu terutama dalam memberikan asupan gizi
kepada anak
Melibatkan peran aktif tokoh masyarakat, pemuka adat, tokoh agama dan kelompok potensial
lainnya
Melibatkan peran aktif tokoh masyarakat, tokoh agama, pemuka adat dan kelompok potensial
lainnya.
Meningkatkan cakupan dan kualitas melalui peningkatan keterampilan tatalaksana gizi buruk
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Ada 4 faktor yang melatarbelakangi KKP yaitu : masalah social, ekonomi, biologi, dan
lingkungan. Kemiskinan salah satu determinan social – ekonomi, merupakan akar dari ketiadaan
pangan, tempat mukim yang berjejalan, dan tidak sehat serta ketidakmampuan mengakses
fasilitas kesehatan. Malnutrisi masih saja melatarbelakangi penyakit dan kematian anak. Kurang
kalori protein sesungguhnya berpeluang menyerap siapa saja, terutama bayi dan anak yang
tengah tumbuh-kembang. Marasmus sering menjangkiti bayi yang baru berusia kurang dari 1
tahun, sementara kwashiorkor cenderung menyerang setelah mereka berusia 18 bulan. Penilaian
status gizi masyarakat memerlukan kebijakan yang menjamin setiap anggota masyarakat
mendapatkan makanan yang cukup jumlah dan mutunya. Gizi yang diperoleh seorang anak
melalui konsumsi makanan setiap hari. Kecukupan zat gizi berpengaruh pada kesehatan dan
kecerdasan anak.Kasus gizi buruk bukanlah jenis penyakit yang datang tiba-tiba begitu saja.
Tetapi karena proses yang menahun terus bertumpuk dan menjadi kronik saat mencapai
puncaknya. Masalah defisiensi gizi khususnya KKP menjadi perhatian karena berbagai
penelitian menunjukan adanya efek jangka panjang terhadap pertumbuhan dan perkembangan
otak manusia
3.2 Saran
Ketidakseriusan pemerintah terlihat jelas ketika penanganan kasus gizi buruk terlambat
seharusnya penanganan pelayanan kesehatan dilakukan disaat penderita gizi buruk belum
mencapai tahap membahayakan. Setelah kasus gizi buruk merebak barulah pemerintah
melakukan tindakan ( serius ). Keseriusan pemerintah tidak ada artinya apabila tidak didukung
masyarakat itu sendiri. Sebab, perilaku masyarakat yang sudah membudaya selama ini adalah,
anak-anak yang menderita penyakit kurang mendapatkan perhatian orang tua. Anak-anak itu
hanya diberi makan seadanya, tanpa peduli akan kadar gizi dalam makanan yang diberikan.
Apalagi kalau persediaan pangan keluarga sudah menipis. Tanpa data dan informasi yang cermat
dan lengkap sebaiknya jangan terlalu cepat menyimpulkan bahwa adanya gizi buruk identik
dengan kemiskinan. Dan seharusnya para ibu mengupayakan sesuatu yang terbaik untuk anaknya
yang nantinya anak tersebut dapat menolong sang ibu. Ibu jangan mudah menyerah hadapilah
DAFTAR PUSTAKA
Short,John Rendle.1994. Ikhtisar Penyakit Anak jilid 1. Jakarta : Binarupa Aksara. Hal 142-144
334
AchaWaang,
(2009).MasalahGiziDiIndonesiaCenderungMenngkat.www//http:metrotvnews.com.read.news.