Anda di halaman 1dari 31

ARTIKEL KEISLAMAN

1. Iman, Islam, Ihsan


2. Islam dan Sains
3. Islam dan Penegakan Hukum
4. Kewajiban Menegakan Amar Makruf dan Nahi Mungkar
5. Fitnah Akhir Zaman
Disusun sebagai terstruktur Kuliah: Pendidikan Agama Islam
Dosen Pengampuh:
Dr.Taufiq Ramdani, S.Th.I.,M.Sos

Disusun Oleh:
Nama : Dian Imanuddin
Nim : E1S020018
Fakultas &Prodi : Fkip&Pendidikan Sosiologi
Semester :1

PROGRAM STUDI PRNDIDIKAN SOSIOLOGI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MATARAM
T.A 2020/2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah penulis haturkan kepada ALLAH SWT atas selsainya tugas ini dengan
tepat waktu tanpa kurang suatu apapun tak lupa penulis haturkan Shalawat serta salam
kepada junjungan NABI MUHAMMAD SAW semoga safaatnya mengalir ke kita di hari akhir
kelak Terima kasih saya sampaikan atas bimbingan Bapak Dr.Taufiq Ramdani,S.Th.I.,M.Sos
sebagai dosen pengampuh mata kuliah pendidikan agama islam Besar harapan saya tugas ini
akan memberikan manfaat agar dapat menjadi motivasi dalam kehidupan

Penyusun ,Mataram 13 Desember 2020

Nama : Dian Imanuddin


Nim : E1S020018

ii
DAFTAR ISI
HALAMAN COVER……………………………………………………………………………………………… i
KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………………………….. ii
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………………………………… iii
I. Iman, Islam, Ihsan…………………………………………………………………………………. 1
II. Islam dan Sains……………………………………………………….…………………………….. 3
III. Islam dan Penegakan Hukum………….…………………………………………………….. 8
IV. Kewajiban Menegakan Amar Makruf dan Nahi Mungkar …………………….. 10
V. Fitnah Akhir Zaman…………………………………………………………………..………….. 16

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………………………………… 20

LAMPIRAN…………………………………………………………………………………………………………. 21

iii
I . Iman, Islam, Ihsan

A. Iman
Dalam hadits di atas, Rasulullah Saw mengemukakan Rukun Iman (Arkanul Iman),
yakni percaya kepada Allah SWT, para malaikat, kitab-kitab, para rasul, hari kiamat,
dan takdir. Kata iman berasal dari bahasa Arab, yaitu amana-yu'minu yang artinya
percaya atau menerima. Menurut istilah, iman adalah membenarkan dengan hati,
mengucapkan dengan lisan, dan memperbuat dengan anggota badan
(beramal). Tashdiqun bil qolbi ikrarun bil lisan wa 'amalun bil arkan. Orang beriman
disebut mukmin.
B. Islam
Islam secara bahasa artinya berserah diri dan damai. Islam adalah agama Allah SWT.
“Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam" (QS. Ali Imran:19).
Kata Islam berasal dari bahasa Arab yaitu aslama yang artinya patuh, pasrah,
menyerah diri, atau selamat. Pemeluk Islam atau orang yang tunduk dan patuh
berserah diri kepada Allah disebut Muslim.
C. Ihsan
Ihsan berasal dari bahasa Arab yaitu ahsan - yuhsinu - ihsanan yang artinya kebaikan
atau berbuat baik. Menurut istilah, ihsan ialah berbakti dan mengabdikan diri kepada
Allah SWT atas dasar kesadaran dan keikhlasan. Pelakunya disebut Muhsin. Ihsan atau
kebaikan tertinggi adalah seperti disabdakan Rasulullah Saw: "Ihsan hendaknya kamu
beribadah kepada Allah seolah-olah kamu melihat-Nya, dan jika kamu tidak dapat
melihat-Nya, sesungguhnya Dia melihat kamu.” (HR. Bukhari). Selain dalam hal ibadah
kepada Allah SWT, ihsan juga bermakna akhlak atau perilaku baik kepada sesama
sebagai pengamalan iman dan Islam. Rasulullah Saw bersabda;
َ ُ َُ َُ ُ َ ُ َُ ُ ُ ُ
‫ن َنام ْ م‬
‫ن‬ ‫لا ب ن هلل ُن ْْ م‬ ‫رخ ِموَ ْ م‬ ‫ م آلم‬، ‫ ُنَما ُن ْمؤ َلم‬، ‫ن‬ ‫ن َنام ِْ م‬‫بنولل ُن ْْ م‬
‫ْم‬ ‫ م ْر آلمخ ِموَ ْ م‬، ‫ لمْ َمر َل ُرك آلخ َما‬،
‫لا‬
َ ُ َُ ُ ُ َ َ َ َ َ ُ َ
‫ن َنام ِْ م‬
‫ن‬ ‫بنولل ُن ْْ م‬
‫ْم‬ ‫ م ْر آلمخ ِموَ ْ م‬، ‫ي ْ مِ ر ََخم رل َقمَ مل‬
‫لا‬ ‫رل ُْق م‬
‫ت )) ْوتكس م‬ ‫ِل ْم‬
"Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan kepada hari akhir, hendaknya ia tidak
menyakiti tetangganya, barangisiapa yang beriman kepada Allah dan kepada hari
akhir, hendaknya ia memuliakan tamunya, barangsiapa yang beriman kepada Allah
dan kepada hari akhir, hendaknya ia berkata baik atau diam.” (Muttafaq ‘alaih). ihsan
sendiri merupakan usaha untuk selalu melakukan yang lebih baik, yang lebih afdhal
dan bernilai lebih sehingga seseorang tidak hanya berorientasi untuk menggugurkan

1
kewajiban adalah beribadah, melainkan justru berusaha bagaimana amal ibadahnya
diterima dengan sebaik-baiknya oleh Allah. SWT. Karena dia akan merasa diawasi oleh
Allah, maka akan terus timbul dihatinya tuntutan untuk selalu meng upgrade amal
perbuatannya dari yang kurang baik menjadi yang baik, dari yang sudah baik, terus
berusaha untuk yang lebih baik demi diterimanya amal perbuatan mereka.
D. Hubungan Antara Iman, Islam, Ihsan
Islam, iman dan ihsan adalah satu kesatuan yang tidak bisa di pisahkan, ketiganya
saling berhubungan atau terdapat sangkut paut yang perlu di terapkan untuk menuju
keridhoa-Nya.Iman adalah keyakinan yang menjadi dasar akidah, keyakinan tersebut di
implementasikan melalui islam yang di dalamnya terdapat rukun-rukun yang wajib di
kerjakan, kemudian pelaksanaannya di lakukan dengan ikhlas setulus hati karena Allah
Subhanallahu ta’ala merasa seakan-akan kita melihat Allah, atau setidaknya merasa
Allah melihat dan mengawasi kita.

2
II. Sains dan Islam

A. Sains
Istilah sains diambil dari bahasa Latin scio, scire, scientia, yang bermakna ”aku tahu,
mengetahui, pengetahuan” tentang apapun oleh siapapun dengan cara apapun.Sains
berarti ilmu, sains juga dapat diartikan sebagai pengetahuan tentang suatu bidang
yang disusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu yang dapat
digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu di bidang (pengetahuan) itu dan
bersifat koheren, empiris, sistematis, dapat diukur dan dibuktikan. Berdasarkan
“Webster New Collegiate Dictionary”, definisi dari sains adalah pengetahuan yang
diperoleh melalui pembelajaran dan pembuktian atau pengetahuan yang melingkupi
suatu kebenaran umum dari hukum-hukum alam yang terjadi misalnya didapatkan dan
dibuktikan melalui metode ilmiah. Sains dalam hal ini merujuk kepada sebuah sistem
untuk mendapatkan pengetahuan yang dengan menggunakan pengamatan dan
eksperimen untuk menggambarkan dan menjelaskan fenomena-fenomena yang
terjadi di alam.
B. Pendidikan Sains yang Relevan dengan Ajaran Islam
Sains memang merupakan hal yang sangat penting, apalagi di zaman modern ini, yang
sangat menjunjung tinggi nilai rasionalitas (terutama negara Barat), sehingga segala
sesuatu harus disesuaikan dengan logika. Tapi, kita sebagai kaum Muslimin harus
selalu menjunjung tinggi nilai-nilai agama Islam, meskipun pada kenyataannya kita
juga harus menyesuaikan dengan perkembangan zaman.Sebenarnya, bila kita amati,
antara ajaran Islam dengan pendidikan sains tidak ada pertentangan, bahkan Islam
mewajibkan umatnya untuk mencari ilmu. Salah satu dasar (dalil) yang populer adalah
hadits Rasulullah SAW.
َ ََ ‫هل ِ هل َُ َل ُو َا‬ َ ‫َ ـ‬ ‫ُ َـ َ َ َ ع ع َ ـ َ َ َ َ َـ‬ َ َ َ ُ َ
‫لا‬ ‫َل َهلس ِهـ َُل لل ى ََلَل ل هللا َّ َ ل‬: ‫ٍم َ لَهـ ُر َ ٍم َ لَه ُس ِّل ِهل ٌ َةض َُلير ِ لَه لس ُهل‬
Artinya : Rasulullah SAW. bersabda : “Mencari ilmu itu hukumnya wajib bagi setiap
orang Islam laki-laki dan perempuan.”
Dalam hadits tersebut memang jelas disebutkan bahwa hukum mencari ilmu adalah
fardhu ain (harus dilakukan per individu). Tapi, banyak pendapat yang muncul dalam
menentukan ilmu mana yang dimaksud dalam hadits tersebut. Para ahli ilmu kalam
memandang bahwa belajar teologi merupakan sebuah kewajiban, sementara para
fuqaha’ berpikir bahwa ilmu fiqih dicantumkan dalam al-Qur’an.

3
Sedangkan menurut Imam Ghazali, ilmu yang wajib dicari menurut agama adalah
terbatas pada pelaksanaan kewajiban syari’at Islam yang harus diketahui dengan pasti.
Misalnya, seseorang yang bekerja sebagai peternak binatang, haruslah mengetahui
hukum-hukum tentag zakat. pendapat Shadr al-Din Syirazi. Menurutnya ada beberapa
poin yang dapat diambil dari hadits tersebut:
 Kata “ilm” (pengetahuan atau sains), memiliki beberapa makna yang bervariasi.
Kata “ilm” dalam hadits ini bermaksud untuk menetapkan bahwa pada tingkat
ilmu apapun seseorang harus berjuang untuk mengembangkan lebih jauh. Nabi
bermaksud bahwa mencari ilmu itu wajib bagi setiap Muslim, baik itu para
ilmuwan maupun orang-orang yang bodoh, para pemula mupun para sarjana
terdidik. Apapun tingkat ilmu yang dapat dicapainya, ia seperti anak kecil yang
beranjak dewasa, sehingga ia harus mempelajari hal-hal yang sebelumnya tak
wajib baginya.
 Hadits ini menyiratkan arti bahwa seorang Muslim tidak akan pernah keluar dari
tanggung jawabnya untuk mencari ilmu.
 Tidak ada lapangan pengetahuan atau sains yang tercela atau jelek dirinya sendiri,
karena ilmu laksana cahaya, dengan demikian selalu dibutuhkan. Alasan mengapa
beberapa ilmu dianggap tercela adalah karena akibat-akibat tercela yang
dihasilkannya.
Dari pendapat-pendapat diatas, dapat kita lihat bahwa ajaran Islam juga
mencakup tentang pendidikan sains yang notabennya adalah ilmu yang berguna
bagi kehidupan (dunia) manusia. Tapi, disini, ilmu (sains) yang dipelajari haruslah
bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, menyejahterakan umat,
mensyiarkan ajaran-ajaran agama Islam. Tidak dibenarkan, apabila ada orang Islam
yang menuntut ilmu pengetahuan hanya untuk mengejar pangkat, mencari gelar,
dan keuntungan pribadi. Selain itu, ilmu yang telah didapat harus disebarkan
diajarkan kepada orang lain dan diamalkan tingkah lakunya sesuai dengan
ilmunya. Dalam dunia sains, konsep sains seperti ini sering disebut sebagai konsep
sains Islam, yang notabennya adalah ilmu sains yang dalam mempelajarinya tidak
akan pernah bertentangan dengan hukum dan ajaran Islam. Karena sains itu
sendiri dijadikan sarana untuk beribadah kepadaNya, Sang Maha Pemilik Ilmu.

4
Penerapan sains Islam akan menciptakan suasana yang menggugah ingatan kita
kepada Allah, mendorong perilaku yang sesuai dengan ketentuan syariat, dan
mengingatkan nilai-nilai konseptual yang ada dalam al-Qur’an. Dalam bidang
pendidikan (khususnya Pendidikan Agama Islam), bentuk sains seperti ini sangat
diperlukan untuk mewujudkan kaum pelajar yang benar-benar memahami konsep
sains Islam, sehingga mereka tidak memiliki keraguan dan ketakutan dalam
mempelajari sains. Selain itu, untuk menghindarkan mereka dari perbuatan yang
dilarang oleh agama, yang biasanya disebabkan oleh minimnya pemahaman
mereka. Jadi, secara jelas konsep sains Islam akan menghasilkan kesempurnaan
pemahaman sains, dan mendatangkan kenikmatan kehidupan duniawi dan
ukhrowi, yang tentunya diidam-idamkan oleh semua orang yang beriman. Selain
itu, buah manis dari konsep sains Islam adalah akan melahirkan ilmuwan-ilmuwan
Islam, yang nantinya akan membangkitkan semangat kaum Muslimin dalam
bidang ilmu pengetahuan.
C. Al-Qur’an‫م‬Sebagai‫م‬Sumber‫م‬Ilmu‫م‬Sains
Di zaman sekarang, bila kita amati banyak orang yang mencoba menafsirkan beberapa
ayat al-Qur’an dalam kaitannya dengan ilmu pengetahuan modern. Tujuan utamanya
adalah untuk menunjukkan mukjizat al-Qur’an sebagai sumber segala ilmu, dan untuk
menumbuhkan rasa bangga kaum muslimin karena telah memiliki kitab yang
sempurna ini. Tetapi, pandangan yang menganggap bahwa al-Qur’an sebagai sebuah
sumber seluruh ilmu pengetahuan ini bukanlah sesuatu yang baru, sebab kita
mendapati banyak ulamak besar kaum muslim terdahulu pun berpandangan demikian.
Diantaranya adalah Imam al-Ghazali. Dalam bukunya Ihya ‘Ulum al-Din, beliau
mengutip kata-kata Ibnu Mas’ud: “Jika seseorang ingin memiliki pengetahuan masa
lampau dan pengetahuan modern, selayaknya dia merenungkan al-Qur’an”.
Selanjutnya beliau menambahkan: “Ringkasnya, seluruh ilmu tercakup di dalam karya-
karya dan sifat-sifat Allah, dan al-Qur’an adalah penjelasan esensi, sifat-sifat, dan
perbuatan-Nya. Tidak ada batasan terhadap ilmu-ilmu ini, dan di dalam al-Qur’an
terdapat indikasi pertemuannya (al-Qur’an dan ilmu-ilmu)”. Dijelaskan bahwa mukjizat
Islam yang paling utama ialah hubungannya dengan ilmu pengetahuan. Surah pertama
(al-Alaq, ayat 1-5) yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW ialah nilai tauhid,
keutamaan pendidikan

5
dan cara untuk mendapatkan ilmu pengetahuan diberikan penekanan yang mendalam.
Firman Allah SWT (Al-alaq 1-5) :
Artinya : “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan. Dia Telah
menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha
pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. Dia mengajar kepada
manusia apa yang tidak diketahuinya.
Kata “bacalah” dalam ayat tersebut mengandung arti tentang perintah menuntut ilmu,
apalagi pada saat itu (awal kenabian), bangsa Arab sedang berada pada zaman
jahiliyah (kebodohan).
Jika sains dikaitkan dengan fenomena alam, maka dalam al-Qur’an lebih dari 750 ayat
menjelaskan tentang fenomena alam. Salah satunya adalah pada Surah Luqman, ayat
10.
Artinya: “Dia menciptakan langit tanpa tiang yang kamu melihatnya dan dia
meletakkan gunung-gunung (di permukaan) bumi supaya bumi itu tidak
menggoyangkan kamu; dan memperkembang biakkan padanya segala macam jenis
binatang. dan kami turunkan air hujan dari langit, lalu kami tumbuhkan padanya segala
macam tumbuh-tumbuhan yang baik.”
Dalam ayat tersebut, menjelaskan tentang betapa besarnya kekuasaan Allah SWT.
dalam menciptakan mahluk-mahlukNya. Tidak berhenti sampai disitu, kita juga
diperintahkan untuk mempelajarinya (mahluk). Hal ini telah banyak dilakukan oleh
orang (ilmuwan) Barat, dan malah kebanyakan dari kita hanya mengikuti apa yang
mereka katakan. Padahal, kita sebagai hambaNya seharusnya memiliki keharusan yang
lebih besar dari pada mereka. Karena bila diamati, tidak sedikit dari pandangan
mereka melenceng dari ajaran agama Islam. Bila kita hanya mengikuti mereka,
dikhawatirkan kita akan terjerumus kedalam jalan kesesatan bersama mereka. Seperti
contoh, pandangan Darwin tentang teori evolusi yang menyebutkan bahwa manusia
zaman dahulu memiliki bentuk fisik menyerupai kera, itu merupakan pendapat yang
tidak sesuai dengan al-Qur’an. Karena secara jelas, manusia pertama yang diciptakan
Allah adalah Nabi Adam AS.
Mempelajari ilmu, baik itu ilmu agama maupun ilmu pengetahuan (sains) merupakan
hal yang sangat sulit, maka dari itu, Islam sangat memuliakan para ahli ilmu, sehingga
dalam Surah al-Mujadilah ayat 11, derajat mereka diangkat oleh Allah SWT.

6
Artinya : " niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan
orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha
mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
Dalam potongan ayat tersebut, Allah menjajarkan iman dengan ilmu. Disinilah terlihat
betapa pentingnya ilmu, karena orang yang beriman tanpa memiliki ilmu maka segala
ibadahnya akan ditolak. Sedangkan sebaliknya, orang berilmu tanpa beriman, maka
ilmunya dapat menyesatkannya menuju jalan yang dilarang dan dilaknatNya.
Disinilah, kita sebagai hambaNya yang beriman harus ekstra hati-hati dalam
mempelajari suatu ilmu. Kita harus selalu mengembalikan semuanya kepadaNya, kita
harus berusaha mencocokkan segala jenis ilmu dengan kalamNya (al-Qur’an) yang
sempurna. Karena sudah jelas, al-Qur’an membahas banyak Ilmu, antara lain ilmu yang
berhubungan dengan kemasyarakatan yang memberi pedoman dan petunjuk
berkaitan dengan perundang-undangan tentang halal dan haramnya suatu aktiviti,
peradaban, muamalat antara manusia dalam bidang ekonomi, perniagaan,
sosiobudaya, peperangan dan perhubungan antar bangsa. Juga terdapat maklumat
ataupun isyarat (hint-suggestions) tentang perkara-perkara yang telah menjadi
tumpuan kajian sains, misalnya, sidik jari sebagai tanda pengenal, penciptaan bumi
dan langit, dan lain-lain.
Dari sini, maka pantaslah kalau di zaman ini banyak ilmuwan (ilmuwan Barat
khususnya) yang berusaha mempelajari al-Qur’an demi memahami suatu kajian sains.
Tapi, kita sebagai umat Muslim jangan sampai kalah dengan mereka, sehingga
peradaban Islam dapat bangkit kembali. Ketika peradaban Islam mulai bangkit, maka
kemungkinan besar dunia dapat dikuasai oleh Islam, sehingga konsep Islam sebagai
agama yang “Rahmatan lil-‘Alamin” (kesejahteraan bagi seluruh dunia) dapat terwujud
secara nyata.

7
III. Islam dan Penegakan Hukum

A. Pengertian pendekatan hukum Islam


Yang dimaksud dengan pendekatan hukum Islam seperti yang disampaikan oleh Prof.
Dr. Hazairin : “Dalam negara Republik Indonesia tidak boleh terjadi atau berlaku
sesuatu yang bertentangan dengan kaidah-kaidah Islam bagi umat Islam atau kaidah-
kaidah Kristiani bagi umat kristiani/Katolik atau bertentangan dengan kaidah-kaidah
agama Hindu Bali bagi orang-orang Hindu Bali atau yang bertentangan dengan
kesusilaan agama Budha bagi orang- orang Budha”. para penegak hukum yang
menjalankan ilmu hukum harus amanah. Maksudnya adalah bahwa tugas yang
diemban merupakan tanggung jawab dari Allah yang harus dipertanggung jawabkan
diakherat kelak. Tuntunan Tuhan dalam menegakkan keadilan (dalam pandangan
Islam) ,antara lain terlihat dalam Al-Qur’an :An-Nisaa’:58 : apabila kamu menghukum
di antara manusia, maka hukumlah dengan adil; An-Nisaa’:135 : janganlah kamu
mengikuti hawa nafsumu karena ingin menyimpang dari kebenaran/keadilan; Al-
Maidah:8 : janganlah kebencianmu kepada suatu kaum/golongan, mendorong kamu
berlaku tidak adil; Asy-Syuura:15 : perlakuan adil wajib ditegakkan terhadap siapa saja,
kendati terhadap orang yang tidak seagama; Al-Maidah: 42 : Dan jika kamu
memutuskan perkara mereka (orang Yahudi), maka putuskanlah (perkara itu) di antara
mereka dengan adil, sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang adil”.
Dengan melihat ayat-ayat diatas maka dapat disimpulkan bahwa hakekat ilmu hukum
yang berketuhanan ( Islam ) adalah ilmu hukum yang menerapkan prinsip- prinsip
keadilan yang berarti tidak ada yang merasa dirugikan, objektif yaitu tidak memihak
kepada siapapaun sekalipun pada kerabatnya sendiri, impartial berarti tidak juga
memihak pada kelompoknya, sukunya, rasnya dan lain sebagainya. Dan didalam
keadilan juga termasuk didalamnya unsur kebenaran, kejujuran, kearifan dan
bijaksana.
B. Penegakan Hukum
Dalam kaitannya dengan keberlangsungan hukum pra-Islam, Nabi Muhammad tidak
melakukan tindakan-tindakan perubahan terhadap hukum yang ada sepanjang hukum
tersebut sesuai dengan prinsip-prinsip ajaran Islam yang fundamental. Dengan
demikian Nabi Muhammad dalam kapasitasnya sebagai pembuat hukum dari sebuah
agama yang baru melegalkan hukum lama di satu sisi, dan

8
mengganti beberapa hal yang tampaknya tidak konsisten dengan prinsip-prinsip
Hukum yang direvisi bahkan dirombak oleh Rasulullah antara lain: perkawinan dengan
ibu tiri, poliandri, menikahi wanita tanpa batas jumlahnya, hubungan seksual yang
tidak sah, aborsi, pembunuhan terhadap bayi perempuan, balas dendam dalam hukum
qisas, perlindungan pencuri bagi bangsawan, perceraian berulang-ulang dan lain
sebagainya. hukum ketentuan ini di tuangkan dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat
178 yang artinya; Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash
berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka,
hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang mendapat
suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara
yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diat) kepada yang memberi
maaf dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari
Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, maka
baginya siksa yang sangat pedih.
Menurut Imam al-Baidawi sebagaimana dikutip oleh as-Sayyid Sabiq, bahwa turunnya
ayat tersebut berkenaan dengan dua kabilah yang berhutang piutang. Salah satu lebih
kuat dari lainnya. Lalu Kabilah yang kuat bersumpah, “Kami harus membunuh orang
merdeka di antara kalian sebagai akibat terbunuhnya hamba sahaya kami, dan kami
akan membunuh laki-laki sebagai akibat terbunuhnya perempuan dari suku kami.
Dalam hukum hadd ditemukan adanya pembenahan sistem hukum, seperti dalam
kasus delik pencurian pada masa pra-Islam hukum yang diberlakukan sangat
diskriminasi terutama antara bangsawan dan rakyat biasa. Hadis di bawah ini dapat
dijadikan dasar pernyataan tersebut di atas ketika Uzamah binti Zaid kekasih
Rasulullah meminta maaf atas kesalahan Fatimah binti al-Aswad karena telah mencuri,
maka Rasulullah berkata, “Apakah kamu meminta syafa'at mengenai sesuatu dari
hukuman yang telah ditetapkan oleh Allah”. Kemudian Rasulullah bersabda:
“Bahwasanya yang menyebabkan kehancuran umat sebelum kamu sekalian ialah
karena apabila ada kaum bangsawan mencuri, mereka dibiarkan, tetapi sebaliknya jika
yang mencuri adalah kaum lemah, maka ditegakkan hukum yang seadil-adilnya, saya
bersumpah demi Allah seandainya Fatimah Putri Muhammad mencuri niscaya akan
kupotong tangannya.

9
IV. Kewajiban Menegakan Amar Makruf dan Nahi Mungkar

Tidak diragukan lagi bahwa amar ma’ruf nahi mungkar adalah upaya menciptakan
kemaslahatan umat dan memperbaiki kekeliruan yang ada pada tiap-tiap individunya. Dengan
demikian, segala hal yang bertentangan dengan urusan agama dan merusak keutuhannya,
wajib dihilangkan demi menjaga kesucian para pemeluknya. Persoalan ini tentu bukan hal yang
aneh karena Islam adalah akidah dan syariat yang meliputi seluruh kebaikan dan menutup
segala celah yang berdampak negatif bagi kehidupan manusia. Amar ma’ruf nahi mungkar
merupakan amal yang paling tinggi karena posisinya sebagai landasan utama dalam Islam.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

“Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu)
menyuruh (berbuat) yang ma’ruf, mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah.
Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka. Di antara mereka ada yang
beriman, namun kebanyakan mereka adalah orang-orang fasik.” (Ali Imran: 110)

Jika kita perhatikan dengan saksama, sebenarnya diutusnya para rasul dan diturunkannya Al-
Kitab adalah dalam rangka memerintah dan mewujudkan yang ma’ruf, yaitu tauhid yang
menjadi intinya, kemudian untuk mencegah dan menghilangkan yang mungkar, yaitu
kesyirikan yang menjadi sumbernya. Jadi, segala perintah Allah subhanahu wa ta’ala yang
disampaikan melalui rasul-Nya adalah perkara yang ma’ruf. Begitu pula seluruh larangan-Nya
adalah perkara yang mungkar. Kemudian, Allah subhanahu wa ta’ala menjadikan amar ma’ruf
nahi mungkar ini sebagai sifat yang melekat dalam diri nabi-Nya dan kaum mukminin secara
menyeluruh. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

“Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka menjadi penolong
bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (berbuat) yang ma’ruf dan mencegah dari yang
mungkar, melaksanakan shalat, menunaikan zakat, serta taat kepada Allah dan Rasul-Nya.
Mereka akan diberi rahmat oleh Allah. Sungguh, Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana.” (at-
Taubah: 71)

Siapa pun meyakini bahwa kebaikan manusia dan kehidupannya ada dalam ketaatan kepada
Allah subhanahu wa ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan hal tersebut tidak
akan sempurna tercapai melainkan dengan adanya amar ma’ruf nahi mungkar. Dengan hal
inilah umat ini menjadi sebaik-baik umat di tengah-tengah manusia.

10
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

“Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu)
menyuruh (berbuat) yang ma’ruf, dan mencegah dari yang mungkar” (Ali Imran: 110)

A. Hukum‫م‬Amar‫م‬Ma’ruf‫م‬Nahi‫م‬Mungkar
Amar ma’ruf nahi mungkar adalah kewajiban bagi tiap-tiap muslim yang memiliki
kemampuan. Artinya, jika ada sebagian yang melakukannya, yang lainnya terwakili.
Dengan kata lain, hukumnya fardhu kifayah. Namun, boleh jadi, hukumnya menjadi
fardhu ‘ain bagi siapa yang mampu dan tidak ada lagi yang menegakkannya. Al-Imam
an-Nawawi rahimahullah mengatakan, “Amar ma’ruf nahi mungkar menjadi wajib ‘ain
bagi seseorang, terutama jika ia berada di suatu tempat yang tidak ada seorang pun
yang mengenal (ma’ruf dan mungkar) selain dirinya; atau jika tidak ada yang dapat
mencegah yang (mungkar) selain dirinya. Misalnya, saat melihat anak, istri, atau
pembantunya, melakukan kemungkaran atau mengabaikan kebaikan.” (Syarh Shahih
Muslim).
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Amar ma’ruf nahi mungkar
adalah fardhu kifayah. Namun, terkadang menjadi fardhu ‘ain bagi siapa yang mampu
dan tidak ada pihak lain yang menjalankannya.”
Asy-Syaikh Abdul ‘Aziz bin Abdillah bin Baz rahimahullah mengemukakan hal yang
sama, “Ketika para da’i sedikit jumlahnya, kemungkaran begitu banyak, dan
kebodohan mendominasi, seperti keadaan kita pada hari ini, maka dakwah (mengajak
kepada kebaikan dan menjauhkan umat dari kejelekan) menjadi fardhu ‘ain bagi setiap
orang sesuai dengan kemampuannya.”
Dengan kata lain, kewajibannya terletak pada kemampuan. Dengan demikian, setiap
orang wajib menegakkannya sesuai dengan kemampuan masing-masing.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
“Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu, dengarlah serta
taatlah dan infakkanlah harta yang baik untuk dirimu. Dan barang siapa dijaga dirinya
dari kekikiran, mereka itulah orang yang beruntung.” (at-Taghabun: 16)
Kemampuan, kekuasaan, dan kewenangan adalah tiga hal yang terkait erat dengan
proses amar ma’ruf nahi mungkar. Yang memiliki kekuasaan tentu saja lebih mampu
dibanding yang lain sehingga kewajiban mereka tidak sama dengan yang selainnya.

11
Al-Qur’an telah menunjukkan bahwa amar ma’ruf nahi mungkar tidak wajib bagi tiap-
tiap individu (wajib ‘ain), namun secara hukum menjadi fardhu kifayah. Inilah
pendapat yang dipegangi mayoritas para ulama, seperti al-Imam al-Qurthubi, Abu
Bakar al-Jashash, Ibnul Arabi al-Maliki, Ibnu Taimiyah, dan lain-lain rahimahumullah.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
“Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh (berbuat) yang ma’ruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan
mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (Ali Imran: 104)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
‫ـ‬ ُ ‫ُ ـ‬ َ ‫َع‬ ُ َ ‫ـ‬ َ َ ُ َ ‫ـ‬ َ ‫ُ َ َ ـ َ َ َ َع‬ َ ُِ
‫َأ ََك ل ذ ٌ لهبه له لل َْ ُمط لت ُس ُس ٌ لنإ ٌ له له َم للل لل َْ ُمط لت ُس ُس ٌ لنإ لِ َـ لد لل ٌه َـي ُغ ُن َل ٍَمك ُنِ لٍمك ُس َُأر ٍَ ُن‬ َ ‫َـ للإ‬ ‫ل‬
“Siapa di antara kalian yang melihat suatu kemungkaran, maka cegahlah dengan
tangannya. Jika belum mampu, cegahlah dengan lisannya. Jika belum mampu, dengan
hatinya, dan pencegahan dengan hati itu adalah selemah-lemah iman.” (HR. Muslim
no. 70 dan lain-lain)
B. Syarat‫م‬dan‫م‬Etika‫م‬Beramar‫م‬Ma’ruf‫م‬Nahi Mungkar
Allah subhanahu wa ta’ala menciptakan kita agar kita beribadah dan menjalankan
ketaatan kepada-Nya sebaik mungkin. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
“(Dialah) yang menciptakan mati dan hidup untuk menguji kamu, siapa di antara kamu
yang lebih baik amalnya. Dan Dia Mahaperkasa, Maha Pengampun.” (al-Mulk: 2)
Amar ma’ruf nahi mungkar adalah ibadah, ketaatan, dan amal saleh. Karena itu, harus
dilakukan dengan benar dan penuh keikhlasan agar menjadi amalan saleh yang
diterima. Al-Imam Fudhail Ibnu Iyadh rahimahullah mengemukakan bahwa suatu
amalan meskipun benar tidak akan diterima jika tidak ada keikhlasan, begitu pun
sebaliknya. Keikhlasan berarti semata-mata karena Allah subhanahu wa ta’ala,
sedangkan kebenaran berarti harus berada di atas sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam.
Para penegak amar ma’ruf nahi mungkar hendaknya memerhatikan dan memenuhi
beberapa syarat berikut.
 Syarat pertama
Ilmu dan pemahaman sebelum memerintah dan melarang. Apabila tidak ada ilmu,
dapat dipastikan yang ada adalah kebodohan dan kecenderungan mengikuti hawa
nafsu.

12
Padahal siapa saja yang beribadah kepada Allah subhanahu wa ta’ala tanpa ilmu,
maka kerusakan yang diakibatkannya jauh lebih dominan daripada kebaikan yang
diharapkan.
Dalam kaitannya dengan amar ma’ruf nahi mungkar, ilmu yang harus dimiliki
meliputi tiga hal, antara lain: Mengetahui yang ma’ruf dan yang mungkar serta
dapat membedakan antara keduanya; Mengetahui dan memahami keadaan objek
yang menjadi sasarannya; serta mengetahui dan menguasai metode atau langkah
yang tepat dan terbaik sesuai dengan petunjuk jalan yang lurus (ketentuan
syariat). Tujuan utamanya adalah supaya tercapai maksud yang diinginkan dari
proses amar ma’ruf nahi mungkar dan tidak menimbulkan kemungkaran yang lain.
 Syarat kedua
Penyambutan yang baik, penerimaan, dan kepatuhan adalah harapan yang tidak
mustahil apabila proses amar ma’ruf nahi mungkar selalu dihiasi oleh kelembutan.
Bukankah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menyatakan dalam sabdanya:
َ َ َ َ ُ ‫ـ‬ ُ َ ‫ـ‬ ُ ‫ع‬ َ ‫ـ‬
‫لل َو َِل ٍَل َِهل ََ َُ لتو ا ََ ٍَل ِ ََم لَ َِهل ََ َُ لتو ا ٍَل ِ ُنٌ لف َِهل ََ َض َُ لتو ِ ُنٌف ََ لب ُل َُلٌغف ِ هل لَّإ‬
“Sesungguhnya Allah Mahalembut dan menyukai sikap lemah lembut dalam tiap
urusan. Allah subhanahu wa ta’ala akan memberikan kepada sikap lemah lembut
sesuatu yang tidak akan diberikan kepada sikap kaku atau kasar dan
Allah subhanahu wa ta’ala akan memberikan apa-apa yang tidak diberikan kepada
selainnya.” (HR. Muslim “Fadhlu ar-Rifq” no. 4697, Abu Dawud “Fi ar-Rifq” no.
4173, Ahmad no. 614, 663, 674, dan 688, dan ad-Darimi “Bab Fi ar-Rifq” no. 2673)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
َ َ ُ َ َ َ َ ََ َ َ َ ُ َ َ ََ َ
‫ٍللل لَّا ٍ ُو ُي لٍ ُن َُم َزن ََا ُِلل لَّا ٍ ُو ُي لٌو ََكوإ ا ِ ُنٌف لَّإ‬
“Tidaklah sikap lemah lembut itu ada dalam sesuatu, melainkan akan
menghiasinya, dan tidaklah sikap lemah lembut itu dicabut dari sesuatu,
melainkan akan menghinakannya.” (HR. Muslim no. 4698, Abu Dawud no. 2119,
dan Ahmad no. 23171, 23664, 23791)
Al-Imam Sufyan ibnu Uyainah rahimahullah mengatakan, “Tidak boleh beramar
ma’ruf dan bernahi mungkar selain orang yang memiliki tiga sifat: lemah lembut,
bersikap adil (proporsional), dan berilmu yang baik.”

13
Termasuk sikap lemah lembut apabila senantiasa memerhatikan kehormatan dan
perasaan manusia. Oleh karena itu, dalam beramar ma’ruf nahi mungkar
hendaknya mengedepankan kelembutan dan tidak menyebarluaskan aib atau
kejelekan. Kecuali, mereka yang cenderung senang dan bangga untuk
menampakkan aibnya sendiri dengan melakukan kemungkaran dan kemaksiatan
secara terang-terangan. Sebab itu, tidak mengapa untuk mencegahnya dengan
cara terang-terangan atau sembunyi-sembunyi.
Al-Imam asy-Syafi’i rahimahullah berkata, “Siapa yang menasihati saudaranya
dengan sembunyi-sembunyi, sungguh ia benar-benar telah menasihatinya dan
menghiasinya. Siapa yang menasihati saudaranya dengan terang-terangan (di
depan khalayak umum), sungguh ia telah mencemarkannya dan
menghinakannya.” (Syarh Shahih Muslim)
 Syarat ketiga
Tenang dan sabar menghadapi kemungkinan adanya gangguan setelah beramar
ma’ruf nahi mungkar.
Gangguan seolah-olah menjadi suatu kemestian bagi para penegak amar ma’ruf
nahi mungkar. Oleh karena itu, jika tidak memiliki ketenangan dan kesabaran,
tentu kerusakan yang ditimbulkannya jauh lebih besar daripada kebaikan yang
diinginkan.
Al-Imam ar-Razi rahimahullah menjelaskan bahwa orang yang beramar ma’ruf
nahi mungkar itu akan mendapat gangguan, maka urusannya adalah bersabar.
Al-Imam Ibnu Taimiyah rahimahullah juga mengemukakan bahwa para rasul
adalah pemimpin bagi para penegak amar ma’ruf nahi mungkar. Allah subhanahu
wa ta’ala telah memerintah mereka semua agar bersabar, seperti firman-Nya:
“Maka bersabarlah engkau (Muhammad) sebagaimana kesabaran rasul-rasul yang
memiliki keteguhan hati, dan janganlah engkau meminta agar azab disegerakan
untuk mereka. Pada hari mereka melihat azab yang dijanjikan, merasa seolah-olah
tinggal (di dunia) hanya sesaat saja pada siang hari. Tugasmu hanya
menyampaikan. Maka tidak ada yang dibinasakan, selain kaum yang fasik (tidak
taat kepada Allah subhanahu wa ta’ala).” (al-Ahqaf: 35)

14
“Dan karena Rabbmu, bersabarlah!” (al-Mudatstsir: 7)
“Dan bersabarlah (Muhammad) menunggu ketetapan Rabbmu, karena
sesungguhnya engkau berada dalam pengawasan Kami, dan bertasbihlah dengan
memuji Rabbmu ketika engkau bangun.” (at-Thur: 48)
Allah subhanahu wa ta’ala juga menyebutkan wasiat Luqman kepada putranya
dalam firman-Nya:
“Wahai anakku! Laksanakanlah shalat dan suruhlah (manusia) berbuat yang ma’ruf
dan cegahlah (mereka) dari yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang
menimpamu, sesungguhnya yang demikian itu termasuk perkara yang penting.”
(Luqman: 17)
Seseorang yang beramar ma’ruf nahi mungkar berarti telah memosisikan dirinya
sebagai penyampai kebenaran. Padahal tidak setiap orang ridha dan suka dengan
kebenaran. Oleh karena itu, ia pasti akan mendapat gangguan, dan itu menjadi
cobaan serta ujian baginya.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
“Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan hanya dengan
mengatakan, ‘Kami telah beriman’, dan mereka tidak diuji? Dan sungguh, Kami
telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka Allah pasti mengetahui orang-
orang yang benar dan pasti mengetahui orang-orang yang dusta.” (al-‘Ankabut:
2—3).

15
V . Fitnah Akhir Zaman

A. Pengertian Fitnah
Kata fitnah berarti musibah, cobaan, dan ujian. Kata ini disebutkan secara berulang di
dalam al-Qur’an pada hampir 70 ayat (lihat al-Mu’jam al-Mufahras), dan seluruh
maknanya di atas. Kata fitnah bisa juga bermakna sesuatu yang mengantarkan kepada
adzab Allah, seperti firman-Nya: “Ketahuilah, bahwa mereka telah terjerumus ke
dalam fitnah” (QS. at-Taubah: 49)
Di sisi lain, kata fitnah bermakna ujian, sebab keduanya bisa digunakan dalam konteks
kesulitan maupun kesenangan yang diterima seseorang. Hanya saja, makna “kesulitan”
lebih sering digunakan. Allah berfirman (yang artinya): “Dan Kami akan menguji kamu
dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya)…” (QS. al-
Anbiyaa’: 35)
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwasanya pengertian fitnah adalah hal-hal
dan kesulitan-kesulitan yang Allah timpakan kepada hamba-hamba-Nya sebagai ujian
dan cobaan yang mengandung hikmah. Biasanya fitnah terjadi secara umum, namun
ada juga fitnah yang terjadi secara khusus. Pada akhirnya, berkat karunia Allah, fitnah
itu diangkat sehingga meninggalkan dampak yang baik bagi orang-orang yang berbuat
kebaikan dan yang beriman, sebaliknya meninggalkan dampak yang buruk bagi mereka
yang berbuat kejahatan dan tidak beriman. Wallaahu a’lam. (Fitnah Akhir Zaman/al-
Fitnah wa Mauqif al-Muslim minhaa”, Dr. Muhammad al-‘Aqil)
B. Fitnah-Fitnah Akhir Zaman
Rasulullah Shallallahu 'Alayhi wa Sallam pernah menyampaikan tentang fase atau
periode yang dilalui umat Islam. Singkatnya, ada 5 periode yang akan dan telah dilalui
oleh umat Islam. Kelima periode tersebut adalah periode kenabian, periode
kepemimpinan dengan metode kenabian, periode kepemimpinan secara dinasti yang
memaksakan, periode kepemimpinan diktator dan kepemimpinan dengan metode
kenabian kembali.
Ketige periode yang disebutkan di atas telah kita lalui. Periode pertama adalah dimana
Rasulullah langsung yang menjadi pemimpin bagi umat Islam. Sedangkan periode
kedua adalah masa dimana 5 khalifah, Abu Bakr, Umar, Utsman, Ali dan Hasan,
memimpin kaum muslimin selepas wafatnya Rasulullah. Adapun periode ketiga, yaitu
ketika para pemimpin kaum muslimin memaksakan metode dinasti dalam

16
kepemimpinannya, namun masih menjadikan syariat Islam sebagai landasan hukum
pada pemerintahannya. Periode ini berakhir pada tahun 1924, alias hampir 100 tahun
yang lalu.
Saat ini, kita berada pada periode keempat, dimana kepemimpinan yang memimpin
kaum muslimin di berbagai penjuru dunia menunjukkan kediktatorannya. Walaupun
secara zhohirnya mereka adalah sama dengan kaum muslimin pada umumnya, akan
tetapi sangat disayangkan, ternyata kebanyakan dari mereka hanyalah sebatas
kepanjangan tangan dari Blok-blok Barat ataupun Blok-blok Timur yang tidak suka
kaum muslimin hidup dalam kebebasan.
Pada saat ini pula, kita dapat mendapati begitu banyak penindasan, tekanan dan fitnah
yang ditujukan kepada kaum muslimin dari orang-orang barat. Mulai dari tuduhan
terorisme, penghapusan etnis, pelarangan berkunjung, hingga penjajahan yang masih
diderita oleh kaum Muslim di Palestina. Kita tidak mengeluhkannya dan tidak mencela
zaman ini, karena ini sendiri merupakan bukti kebenaran sabda Rasulullah 1400 tahun
yang lalu mengenai suatu periode yang pasti dilalui oleh umat Islam. Namun, kita juga
tidak menyerah dengan apa yang menimpa kita ini.
Rasulullah menyebutkan, bahwa pada periode ini, umat Islam umpama buih di lautan.
Artinya, banyak jumlahnya, namun tidak memiliki gelombang sendiri, alias hanya
mengikut arus saja. Kita dapati, umat Islam yang saat ini berjumlah lebih dari 1 miliar
atau setara dengan 1/7 penduduk dunia tidak mampu untuk membuat dobrakan
dalam berbagai peristiwa di dunia. Bahkan, masih belum mampu membebaskan bumi
Palestina yang mulia.
"Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah
mengutus diantara mereka seorang Rasul dari golongan mereka sendiri, yang
membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan jiwa mereka, dan
mengajarkan kepada mereka Kitab (Al-Quran) dan Hikmah (As-Sunnah). Dan
sesungguhnya sebelum itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata."
Diantara fitnah akhir zaman yang dijelaskan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam adalah:
 Fitnah dalam agama, yaitu dengan mudahnya manusia berpindah dari agama
Islam. Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam menjelaskan: “Cepat-cepatlah kalian
beramal shalih sebelum datang fitnah, seperti malam yang gelap.

17
Seorang pada pagi harinya dalam keadaan mukmin, kemudian pada sore harinya
menjadi kafir. Pada sore harinya dalam keadaan mukmin, pada pagi harinya
menjadi kafir; dia menjual agamanya dengan benda-benda dunia.” (HR. Muslim)
 Fitnah kebodohan, kerakusan, dan kekacauan dengan dicabutnya ilmu agama dari
hati manusia. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Zaman semakin dekat,
ilmu dicabut, muncul fitnah-fitnah, tersebar kebakhilan-kebakhilan, banyak terjadi
al-haraj. Para sahabat bertanya, ‘Apakah al-haraj itu, ya Rasulullah?” beliau
menjawab, ‘Pembunuhan.’” (Muttafaqun ‘alaih)
 Diangkatnya amanah dari manusia. Hal ini merupakan tanda-tanda telah dekatnya
hari kiamat. Sebagaimana yang telah di kabarkan oleh Rasulullah shallallahu ’alaihi
wa sallam yang ketika itu datang seorang Badui kepada beliau dan berkata,
“Kapankah hari kiamat akan terjadi?” Beliau menjawab dengan sabdanya: “Apabila
telah disia-siakannya amanah, maka tunggulah hari kiamat! Orang tersebut
kembali bertanya, ‘Bagaimana disia-siakannya, wahai Rasulullah?’ beliau
menjawab, ‘Apabila suatu perkara diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya,
maka tungguhlah hari kiamat.” (HR.Bukhori)
Pada kenyataan yang bisa kita amati adalah dengan dicabutnya sifat amanah dari
pundak- pundak para pemimpin. Kepemimpinan merupakan amanah yang sangat
besar. Sebagaimana sabda shallahu ’alaihi wasallam: “Setiap kalian adalah
pemimpin, dan setiap kalian akan diminta pertanggungjawaban terhadap apa yang
pimpin.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hal tersebut telah muncul di zaman ini seperti yang bisa kita amati seksama, yaitu
banyaknya para pemimpin yang tidak melaksanakan amanahnya dengan baik.
Mereka malah menyelewengkan amanah itu untuk kepentingan dirinya sendiri
dan keluarganya seperti halnya korupsi yang telah merajalela dimana-mana. Hal
itu termasuk bentuk penyelewengan amanah yang seharusnya disampaikan
kepada rakyat.
 Fitnah harta. Macam-macam fitnah tersebut merupakan sebagian dari tanda-
tanda hari kiamat. Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu ia berkata: Rasulullah
shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya di antara tanda hari kiamat
ialah; diangkat ilmu (agama), tersebar kejahilan (terhadap agama), arak diminum
(secara leluasa), dan zahirnya zina (secara terang-terangan)”. (HR. al-Bukhari )

18
Fitnah-fitnah tersebut mulai muncul setelah wafatnya Umar bin al-Khattab. Karena
beliau merupakan dinding pembatas antara kaum Muslimin dengan fitnah
tersebut, sebagaimana yang diterangkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika
beliau berkata kepada ‘Umar: “Sesungguhnya antara kamu dan fitnah itu terdapat
pintu yang akan hancur.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Maka kita semua harus berhati-hati pada fitnah-fitnah tersebut, karena hal
tersebut akan menghancurkan semua umat. Sebagaimana firman Allah subhanahu
wa ta’ala: “Dan takutlah kepada fitnah yang tidak hanya menimpa orang yang
zhalim di antara kalian semata dan ketahuilah, bahwa Allah memiliki adzab yang
sangat pedih.” (QS. al-Anfal: 25)

19
DAFTAR PUSTAKA

https://www.risalahislam.com/2018/01/pengertian-iman-islam-dan-ihsan-trilogi.html

https://akademisi12.blogspot.com/2016/06/makalah-imanislam-dan-ihsan.html

http://2beahumanbeing.blogspot.com/2012/06/makalah-sains-dan-islam.html

http://repository.uin-suska.ac.id/3908/4/BAB III.pdf

https://www.neliti.com/id/publications/22774/penegakan-hukum-dalam-perspektif-hukum-
islam

https://media.neliti.com/media/publications/258941-alternatif-penegakan-hukum-dalam-
perspek-98c549bd.pdf

https://republika.co.id/berita/peojie313/menegakkan-amar-makruf-nahi-mungkar

https://almanhaj.or.id/2708-amar-maruf-nahi-mungkar-menurut-hukum-islam.html

https://asysyariah.com/kewajiban-amar-maruf-nahi-mungkar-2/

https://www.nu.or.id/post/read/39988/fitnah-akhir-zaman

http://buletin-aliman.blogspot.com/2013/02/fitnah-akhir-zaman.html

https://jurnal.unimus.ac.id/index.php/vadded/article/view/1779

https://haditsarbain.wordpress.com/2007/06/09/hadits-2-iman-islam-dan-ihsan/

https://publikasiilmiah.unwahas.ac.id/index.php/IQTISAD/article/view/1996

https://www.kompasiana.com/nettik/592f7569c723bdbb3ffd5641/kiat-menghadapi-fitnah-
akhir-zaman?page=all

20
LAMPIRAN

Tambahan Penjelasan Iman, Islam, Ihsan

1. Penjelasan definisi iman


 Membenarkan dengan hati
“Membenarkan dengan hati” maksudnya adalah menerima kebenaran atas segala
sesuatu yang di sampaikan dan di ajarkan oleh rasulullah salallahu alaihi wasalam
serta rasul sebelumnya.
Allah Subhanallahu ta’ala berfirman :
ْ َ ‫ستَيْقنَٓ َكفَ ُروآ للَّذينَٓ فتْنَةٓ إ َّّٓل ع َّدت َ ُه ْٓم َجعَ ْلنَا َو َما ۙٓ َم َٰلَئكَةٓ إ َّّٓل ٱلنَّارٓ أ‬
َٓ ‫ص َٰ َح‬
‫ب َجعَ ْلنَآ َو َما‬ َٓ َ ‫ٱ َويَ ْزدَادَ ٱ ْلك َٰت‬
ْ َ‫ب أُوت ُوآ ٱلَّذينَٓ لي‬
َٓ‫َاب َو َّٓل ۙٓ إي َٰ َمنا َءا َمنُوآ لَّذين‬ َٓ ‫ب أُوت ُوآ ٱلَّذينَٓ يَ ْرت‬ َٓ َ ‫ن ٱ ْلك َٰت‬َٓ ‫ن َّم َرضٓ قُلُوبهم فى ٱلَّذينَٓ َوليَقُو َٓل ۙٓ َوٱ ْل ُمؤْ منُو‬ َٓ ‫َما ٓذَ َوٱ ْل َٰ َكف ُرو‬
‫ى َو َما ۙٓ ه َُٓو إ َّّٓل َربكَٓ ُجنُودَ يَ ْعلَمُٓ َو َما ۙٓ يَشَا ُٓء َمن َويَهْدى يَشَا ُٓء َمن ٱللَّ ٓهُ يُضلٓ َك َٰذَلكَٓ ۙٓ َمثَلٓ ب َٰ َهذَا ٱللَّ ٓه ُ أ َ َرا َٓد ٓا‬
َٓ ‫إ َّّٓل ه‬
ٓ‫ل ْلبَشَرٓٓ ذك َْر َٰى‬
Artinya : “Dan tiada Kami jadikan penjaga neraka itu melainkan dari malaikat; dan
tidaklah Kami menjadikan bilangan mereka itu melainkan untuk jadi cobaan bagi
orang-orang kafir, supaya orang-orang yang diberi Al Kitab menjadi yakin dan
supaya orang yang beriman bertambah imannya dan supaya orang-orang yang
diberi Al-Kitab dan orang-orang mukmin itu tidak ragu-ragu dan supaya orang-
orang yang di dalam hatinya ada penyakit dan orang-orang kafir (mengatakan):
"Apakah yang dikehendaki Allah dengan bilangan ini sebagai suatu
perumpamaan?" Demikianlah Allah menyesatkan orang-orang yang dikehendaki-
Nya dan memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan tidak ada
yang mengetahui tentara Tuhanmu melainkan Dia sendiri. Dan Saqar itu tiada lain
hanyalah peringatan bagi manusia.” ( QS.AL-Mudatsir : 31 )
 Mengucapkan dengan lisan
“mengucapkan dan mengikrarkan dengan lisan” maksudnya adalah menyatakan
dengan lisan bahwa dirinya beriman kepada allah dengan mengucapkan dua
kalimat syahadat yaitu “Asyhaduallah Ilaha Illallah Wa Asyhaduanna Muhammad
Rasulullah” yang artinya ( Tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad utusan Allah )
Di riwayatkan Imam Muslim dari abu hurairah Radhiallaahu anhu,ia berkata
bahwasanya Rasulullah salallahu alaihi wasalam bersabda :”Iman itu tujuh puluh

21
cabang lebih atau enam puluh cabang lebih yang paling utama adalah ucapan “LA
ILAHA ILLALLAHU” dan yang paling rendah adalah menyingkirkan rintangan
(kotoran) dari tengah jalan, sedang rasa malu (juga) salah satu cabang dari
iman.”(HR.Muslim)
 Mengamalkan dengan perbuatan
“Mengamalkan dengan perbuatan” maksudnya adalah sesuatu yang di yakininya
dalam hati dan yang di ikrarkannya dengan lisan di implementasikan dengan
perbuatan sebagai bukti bahwa dirinya benar-benar beriman kepada allah.
Mengamalkannya dengan ibadah-ibadah yang di perintahkan allah kepadanya dan
menjauhi larangan-larangan-Nya.
Allah subhanallahu ta’ala berfirman :

ًٓ ‫ٓور ْز‬
َّ ‫ٓو َمعْف َرة‬ َ ‫أ ُ ْولَئكَ ٓهُ ُمٓا ْل ُمؤْ منُ ْونَٓحَقآلَ ُه ْمٓد ََرجَاةٓع ْند‬,ٓ َۙ‫آر َز ْقنَآهُ ْمٓيُ ْنفقُ ْون‬
َ ‫ٓربه ْم‬ َ َ ‫َۙ د ْينَ ٓيُق ْي ُم ْونَ ٓالص ََّلة‬
َ ‫ٓوم َّم‬
ٓۙ‫كَريْم‬
Artinya : “Orang-orang yang mendirikan sholat dan yang menafkahkan sebagian
dari rezeki yang kami berikan kepada mereka.Itulah orang yang beriman dengan
sebenar-benarnya. Mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi
Tuhannya dan ampunan serta rezeki (nikmat) yang mulia.
Ulama’ terdahulu yang biasa di kenal saat ini dengan sebutan Ulama’ salaf
menggolongkan amal termasuk dalam kategori pengertian Iman.Oleh sabab itu
Ulama’ salaf menganggap dan meyakini bahwa iman dapat bertambah dan
berkurang atas sesuatu yang di lakukannya.
 Bertambah dan berkurangnya iman
Dalam masalah bertambah dan berkurangnya iman dapat di ketahui dari segi amal
perbuatan meskipun hanya terkadang sedikit salah menilainya,kita dapat
mengetahui bertambahnya iman bila seseorang mengerjakan hal-hal yang baik
atau menjauhi perbuatan yang buruk, dan sebaiknya apabila seseorang melakukan
perbuatan yang menentang syari’at atau perbuatan yang dilarang oleh allah maka
imannya telah meredup dan berkurang.
Ulama’ salaf membenarkan tentang adanya bertambah dan berkurangnya
iman.dan mereka menguatkannya dengan dalil-dalil yang telah di sebutkan di atas.
 Rukun-rukun iman
Ada 6 rukun iman yang harus tertanam dan yang kita imani dalam hati. Enam

22
rukun tersebut adalah yang paling utama dan menjadi inti dari cabang-cabang
iman dan hukumnya wajib kita imani, sebagaimana yang telah di sebutkan dalam
Sabda rasulullah di atas. Adapun enam rukun tersebut ialah :
Pertama : Iman kepada Allah subhanallahu ta’ala
Kedua : Imana kepada malaikat-malaiktNya
Ketiga : Iman kepada kitab-kitabNya
Kempat : Iman kepada rasul-rasulnya
Kelima : Iman kepada hari akhir (Kiamat)
Kenam : Iman kepada Qada’ dan qadar
2. Penjelasan Definisi Islam
Defenisi dari secara etimologi berasal dari bahasa arab aslama-yuslimu-islaman yang
artinya pasrah, atau tunduk. Sedangkan secara terminologi yaitu agama yang berisi
ajaran tauhid menyerah diri serta tunduk kepada Tuhan Allah maha Esa yang di bawa
nabi Muhammad Salallahu alaihi wasalam untuk menunjukkan jalan yang lurus kepada
ummatnya.
KH Endang Saifuddin Anshari[4]. mengemukakan, setelah mempelajari sejumlah
rumusan tentang agama Islam, lalu menganalisisnya, ia merumuskan dan
menyimpulkan pengertian Islam, bahwa agama Islam adalah:
 Wahyu yang diurunkan oleh Allah SWT kepada Rasul-Nya untuk disampaikan
kepada segenap umat manusia sepanjang masa dan setiap persada.
 Suatu sistem keyakinan dan tata-ketentuan yang mengatur segala perikehidupan
dan penghidupan asasi manusia dalam pelbagai hubungan: dengan Tuhan, sesama
manusia, dan alam lainnya.
 Bertujuan: keridhaan Allah, rahmat bagi segenap alam, kebahagiaan di dunia dan
akhirat.
 Pada garis besarnya terdiri atas akidah, syariatm dan akhlak
 Bersumberkan Kitab Suci Al-Quran yang merupakan kodifikasi wahyu Allah SWT
sebagai penyempurna wahyu-wahyu sebelumnya yang ditafsirkan oleh Sunnah
Rasulullah Saw.
Orang-orang yang telah islam atau orang yang telah memeluk agama islam di sebut
muslim. Orang-orang yang telah memeluk agama islam berarti dia telah memasrahkan
dirinya kepada allah dan melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya[5].

23
Dan orang tersebut telah terbebani hukum (mukallaf)
Nama “Islam” bagi agama ini diberikan oleh Allah Subhanallahu ta’ala sendiri. Dia juga
menyatakan hanya Islam agama yang diridhai-Nya dan siapa yang memeluk agama
selain Islam kehidupannya akan merugi di akhirat nanti. Islam juga dinyatakan telah
sempurna sebagai ajaran-Nya yang merupakan rahmat dan karunia-Nya bagi umat
manusia, sehingga mereka tidak memerlukan lagi ajaran-ajaran selain Islam.Ini
membuktikan bahwa islam adalah agama yang peling benar, dan hal ini telah di
jelaskan dalam Al-qur’an surat Al-imran ayat 19.
Allah Subhanallahu ta’ala berfirman :
‫سلَم‬ ْ ‫ۙٓنَّ ٓالَّديْنَٓع ْند‬
ْ ‫َاللهٓآْل‬
Artinya : “Sesungguhnya agama di sisi allah ialah islam”.(QS. 3 : 19)
Dan Allah berfirman dalam ayat lain :
ٓ‫يٓاْلَخ َرةٓمنَ ٓا ْل َخسر ْي َن‬ َ ُ‫سلَمٓد ْينَآفَلَ ْنٓي ْقبَلٓم ْنه‬
ْ ‫ٓوه َُوٓف‬ ْ ‫َو َم ْنٓيَّ ْبت َغٓغيْرٓاْل‬
Artinya : “Dan siapa saja yang memeluk agama selain islam, tidak akan di terima (oleh
Allah) dan dia termasuk orang-orang yang merugi di akhirat nanti.” (QS. Al-imran : 85)
Di tambah lagi dalam surat lain Allah subhanallahu ta’ala berfirman :
‫سلَمٓد ْينَا‬ َ ‫ٓوأَتْ َم ْمتُ ٓعَلَ ْي ُك ْمٓن ْع َمت‬
ْ ‫ىٓو َرضيْتُ ٓل َ ُك ْمٓآْل‬ َ ‫اليَو َمٓأ َ ْك َم ْلتُ ٓٓل َ ُك ْمٓد ْينَ ُك ْم‬
Artinya : “Pada hari ini Aku telah sempurnakan agamamu (islam) dan Aku
telah limpahkan nikmat-Ku kepada mu dan Aku ridha islam sebagai agamamu.” (QS.
5:3)
Rukun-rukun islam
 Mungucapkan Syahadat
ُ َ َ َ ُ َ َ
Mengucapkan syhadat ( ‫ش‬
‫ا مد ه م‬
‫ش ْملمولل َ ْمولم م م‬
‫ا ِمده م‬ ‫موخ ُو َل ُم‬
‫ر ْحمش م م‬ َ ‫هللا‬ ) adalah
sesuatu yang harus dilakukan oleh orang islam maupun orang yang menghendaki
masuk islam. Karna syahadat adalah sebuah kesaksian diri bahwa tiada tuhan yang
berhak di sembah kecuali Tuhan (Allah) yang maha Esa, dan Nabi Muhammad
Salallahu alaihi wasalam adalah utusan-Nya.
 Mendirikan Sholat
Mendirikan sholat adalah salah satu bentuk cara berhubungan vertikal secara
langsug dari seorang hamba kepada Allah subhanallahu Ta’ala.
 Menunaikan Zakat
Menunaikan zakat adalah salah satu perintah Allah kepada hambanya untuk

24
membagi hartanya kepada orang-orang yang tidak mampu. Sehingga rasa
kepedulian antara sesama manusia terwujud. Kesolidaritasan da saling tolong
menolong akan semakin kuat ikatannya.
 Melaksanakan Puasa
Puasa adalah salah satu perintah tuhan yang sebagia besar manusia mampu
melaksanakannya. Rasa lapar dan haus, menahan hawa nafsu adalah bentuk
kepedulian atau kesetaraan semua manusia. Puasa mengajarkan kita bagaiman
rasannya lapar dan haus, agar kita peduli kepada manusia yang kelaparan dan
tidak mampu.
 Menunaikan Haji
Haji adalah perintah Allah yang dimana keharusan pelaksananya adalah bagi
orang-orang yang mampu saja untuk menunaikannya. Haji adalah ajang tempat
memper erat ukhuwah atau persaudaraan antara ummat muslim se dunia.
3. Penjelasan Defenisi Ihsan
Defenisi ihsan secara etimologi berasal dari bahasa arab (isim masdar) ahsana-
yuahsinu-ihsanan berarti baik atau penuh perhatian. Sedangkan secara terminologi
ihsan adalah menyembah Allah seakan-akan kita melihat-Nya, atau setidaknya kita
selalu merasa di awasi oleh-Nya.
ihsan sendiri merupakan usaha untuk selalu melakukan yang lebih baik, yang lebih
afdhal, dan bernilai lebih sehingga seseorang tidak hanya berorientasi untuk
menggugurkan kewajiban adalah beribadah, melainkan justru berusaha bagaimana
amal ibadahnya diterima dengan sebaik-baiknya oleh Allah. SWT. Karena dia akan
merasa diawasi oleh Allah, maka akan terus timbul dihatinya tuntutan untuk selalu
meng upgrade amal perbuatannya dari yang kurang baik menjadi yang baik, dari yang
sudah baik, terus berusaha untuk yang lebih baik demi diterimanya amal perbuatan
mereka.
Sebagai contoh, seseorang yang melakukan sholat, cukup dengn melakukan syarat dan
rukun sholat saja, tanpa harus khusu’ maupun khudu’. Orang itu sudah tidak dituntut
lagi kelak karena dia sudah melakukan kewajibannya walaupun hanya sebatas
menggugurkan kewajiban belaka. Beda dengan orang yang muhsin (ihsan), maka dia
akan melakukan sholat tersebut dengan sesempurna mungkin, dia tidak hanya
memperhatikan syarat dan rukun saja, melainkan adab dalam sholat, kekhusyu’an,

25
khudu’, dan hal-hal yang dapat menghalangi sampainya ibadah tersebut sampai
kepada hadroh sang kholiq.
Ihsan memiliki potensi untuk menjuhkan kita dari sifat buruk di hati atau bisa di sebut
penyakit hati seperti; sombong, riya’, hasud, dengki dan lain sebagainya. Ihsan juga
salah satu cara agar bagaimana Allah menerima ibadah-ibadah kita.

HADIST KEDUA
ٓ‫سٓل َّ َمٓذَاتَ ٓيَ ْو ٍمٓإ ْذٓطَلَ َع‬ َ ‫صلَّىٓاللهُٓعَلَيْه‬
َ ‫ٓو‬ َ ‫ٓبَ ْينَ َمآنَحْ نُ ٓ ُجلُ ْوسٓع ْند‬:َٓ‫ع ْنهُٓأَيْضآقَال‬
َ ٓ‫َٓرسُ ْولٓالله‬ َ ُٓ‫ٓرض َيٓالله‬ ُ ٓ‫ع َْن‬
َ ‫ع َم َر‬
َ َ‫ٓ َحت َّىٓ َجل‬،‫ٓوّلَٓيَعْرفُهُٓمنَّآأَحَد‬،
ٓ‫سٓإٓلَى‬ َ ‫ّٓلَٓيُ َرىٓعَلَيْهٓأَث َ ُرٓالسَّفَر‬،‫شعْر‬
َّ ‫س َوادٓال‬ َ َ‫علَ ْين‬
َ ُٓ‫آرجُلٓشَد ْيدُٓبَيَاضٓٓالثيَابٓشَد ْيد‬ َ
ْ ‫ح َّمدٓأ َ ْخب ْرنيٓعَنٓاْْل‬
ٓ،‫سلَم‬ َٓ ‫ٓيَآ ُم‬:َ‫ٓوقَال‬
َ ‫ض َعٓ َكفَّيْهٓعَلَىٓفَخذَيْه‬ َ ‫َٓر ْكبَتَيْهٓإلَىٓ ُر ْكبَتَيْه‬
َ ‫ٓو َو‬ ْ َ ‫النَّبيٓصلىٓاللهٓعليهٓوسلمٓفَأ‬
ُ ‫سنَد‬
َٓ‫صلَة‬
َّ ‫ٓوت ُق ْي َمٓال‬
َ ‫س ْٓولُٓالله‬ َ ‫ٓوأَنَّٓ ُم َح َّمد‬
ُ ‫آر‬ َ ُ‫ش َهدَٓأ َ ْنّٓلَٓإلَهَٓإّلَّٓالله‬
ْ َ ‫ٓاْْلسلَ ُمٓأ َ ْنٓت‬:ٓ‫س ْولُٓاللهٓصلىٓاللهٓعليهٓوسلم‬
ُ ‫فَقَالَٓ َر‬
َ ُ ‫سأَلُه‬
ٓ:َ‫ٓقَال‬،ُ‫ٓويُصَدقُه‬ ْ َ‫ٓفَعَج ْبنَآلَهُٓي‬، َ‫ص َد ْقت‬
َ ٓ:َٓ‫سبيْلٓقَال‬ َ َ ‫ست‬
َ ٓ‫طعْتَ ٓإلَيْه‬ ْ ‫ن ٓٓٓ َوت َ ُحجَّٓا ْلبَيْتَٓٓإنٓا‬
َٓ ‫ٓر َمضَا‬ َ َ ‫َوت ُؤْ ت َيٓال َّزكاَة‬
َ ‫ٓوتَص ُْو َم‬
َٓ‫ٓقَال‬.ِ‫ٓوت ُؤْٓمنَٓبا ْلقَدَرٓ َخيْرِٓٓ َوشَر‬
َ ‫ٓوا ْليَ ْومٓاآلخر‬ َ ‫ٓأ َ ْنٓت ُؤْ منَٓبالله‬:َٓ‫فَأ َ ْخب ْرنيٓعَنٓاْْل ْي َمانٓقَال‬
َ ‫ٓو َملَئكَته‬
َ ‫ٓو ُكت ُبه‬
َ ‫ٓو ُرسُله‬
ٓ‫ٓفَأ َ ْخب ْرنيٓعَن‬:َ‫ٓقَال‬.ٓ َ‫ٓأ َ ْنٓت َ ْعبُدَٓاللهَٓ َكأَنَّكَ ٓت ََرآُِفَإ ْنٓلَ ْمٓتَك ُْنٓت ََرآُِفَإٓنَّهُٓيَ َراك‬:َ‫ٓقَال‬،‫سان‬ َ ْ‫ٓقَالَٓفَأ َ ْخب ْرنيٓعَنٓاْْلح‬، َ‫ص َد ْقت‬ َ
ٓ‫َآوأ َ ْنٓت ََرى‬ َ ُ‫ٓقَالَٓأ َ ْنٓت َلدَٓاْْل َ َمة‬،‫اراتهَا‬
َ ‫ٓربَّتَه‬ َ ‫ٓقَالَٓفَأ َ ْخب ْرنيٓع َْنٓأ َ َم‬.ٓ‫سائل‬ َّ ‫ع ْنهَآبأ َ ْعلَ َمٓمنَ ٓال‬ ْ ‫ٓ َمآا ْل َم‬:َ‫ٓقَال‬،‫ساعَة‬
َ ُٓ‫سؤ ُْول‬ َّ ‫ال‬
َّ ‫ع َم َرٓأَتَدْر ٓ َمنٓال‬
ٓ‫سائلٓ؟‬ ُ ٓ‫ٓيَا‬:َٓ‫ٓث ُ َّٓمٓقَال‬،‫طلَقَٓفَلَبثْتُ ٓ َمليًّا‬
َ ‫ٓث ُ َّمٓا ْن‬،‫اولُ ْونَٓفيٓا ْلبُ ْنيَان‬
َ ‫ط‬َ َ ‫ا ْل ُحفَاةَٓا ْلع ُ َراةَٓا ْلعَالَةَٓرعَا َءٓالشَّاءٓيَت‬
ٓٓ .ٓ‫ٓقَالَٓفَإنَّهُٓجبْر ْيلُٓأَتـَا ُك ْمٓيُعَل ُم ُك ْمٓد ْينَ ُك ْم‬.َٓ‫س ْولُهُٓأ َ ْعلَم‬ َ ُ‫ٓالله‬:ٓ ُ‫قُ ْلت‬
ُ ‫ٓو َر‬
Arti hadits
Dari Umar radhiallahuanhu juga dia berkata : Ketika kami duduk-duduk disisi
Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam suatu hari tiba-tiba datanglah seorang laki-laki
yang mengenakan baju yang sangat putih dan berambut sangat hitam, tidak tampak
padanya bekas-bekas perjalanan jauh dan tidak ada seorangpun diantara kami yang
mengenalnya. Hingga kemudian dia duduk dihadapan Nabi lalu menempelkan kedua
lututnya kepada kepada lututnya (Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam) seraya
berkata: “ Ya Muhammad, beritahukan aku tentang Islam ?”, maka bersabdalah
Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam : “ Islam adalah engkau bersaksi bahwa tidak ada
Ilah (Tuhan yang disembah) selain Allah, dan bahwa Nabi Muhammad adalah utusan
Allah, engkau mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan dan pergi haji
jika mampu “, kemudian dia berkata: “ anda benar “. Kami semua heran, dia yang
bertanya dia pula yang membenarkan. Kemudian dia bertanya lagi: “ Beritahukan aku
tentang Iman “. Lalu beliau bersabda: “ Engkau beriman kepada Allah, malaikat-
malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari akhir dan engkau beriman
kepada takdir yang baik maupun yang buruk “, kemudian dia berkata: “ anda

26
benar“. Kemudian dia berkata lagi: “ Beritahukan aku tentang ihsan “. Lalu beliau
bersabda: “ Ihsan adalah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau
melihatnya, jika engkau tidak melihatnya maka Dia melihat engkau” . Kemudian dia
berkata: “ Beritahukan aku tentang hari kiamat (kapan kejadiannya)”. Beliau bersabda:
“ Yang ditanya tidak lebih tahu dari yang bertanya “. Dia berkata: “ Beritahukan aku
tentang tanda-tandanya “, beliau bersabda: “ Jika seorang hamba melahirkan tuannya
dan jika engkau melihat seorang bertelanjang kaki dan dada, miskin dan penggembala
domba, (kemudian) berlomba-lomba meninggikan bangunannya “, kemudian orang
itu berlalu dan aku berdiam sebentar. Kemudian beliau (Rasulullah) bertanya: “
Tahukah engkau siapa yang bertanya ?”. aku berkata: “ Allah dan Rasul-Nya lebih
mengetahui “. Beliau bersabda: “ Dia adalah Jibril yang datang kepada kalian
(bermaksud) mengajarkan agama kalian “.
CATATAN:
Hadits ini merupakan hadits yang sangat dalam maknanya, karena didalamnya
terdapat pokok-pokok ajaran Islam, yaitu Iman, Islam dan Ihsan.
Hadits ini mengandung makna yang sangat agung karena berasal dari dua makhluk
Allah yang terpercaya, yaitu: Amiinussamaa’ (kepercayaan makhluk di langit/Jibril) dan
Amiinul Ardh (kepercayaan makhluk di bumi/ Rasulullah)
Pelajaran yang terdapat dalam hadits
Disunnahkan untuk memperhatikan kondisi pakaian, penampilan dan kebersihan,
khususnya jika menghadapi ulama, orang-orang mulia dan penguasa.
Siapa yang menghadiri majlis ilmu dan menangkap bahwa orang–orang yang hadir
butuh untuk mengetahui suatu masalah dan tidak ada seorangpun yang bertanya,
maka wajib baginya bertanya tentang hal tersebut meskipun dia mengetahuinya agar
peserta yang hadir dapat mengambil manfaat darinya.
Jika seseorang yang ditanya tentang sesuatu maka tidak ada cela baginya untuk
berkata: “Saya tidak tahu“, dan hal tersebut tidak mengurangi kedudukannya.
Kemungkinan malaikat tampil dalam wujud manusia.
Termasuk tanda hari kiamat adalah banyaknya pembangkangan terhadap kedua orang
tua. Sehingga anak-anak memperlakukan kedua orang tuanya sebagaimana seorang
tuan memperlakukan hambanya.

27
Tidak disukainya mendirikan bangunan yang tinggi dan membaguskannya sepanjang
tidak ada kebutuhan.
Didalamnya terdapat dalil bahwa perkara ghaib tidak ada yang mengetahuinya selain
Allah ta’ala.
Didalamnya terdapat keterangan tentang adab dan cara duduk dalam majlis ilmu.

28

Anda mungkin juga menyukai