Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Membaca adalah salah satu keterampilan dasar yang berkaitan erat

dengan keterampilan dasar manusia yaitu berbahasa. Dengan berbahasa,

manusia dapat berkomunikasi dengan sesamanya, terlebih lagi pada era

informasi dan komunikasi seperti sekarang ini perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi berkembang dengan sangat pesat. Berbagai

informasi disampaikan dalam berbagai media dan salah satunya media tertulis

berupa buku, majalah, surat kabar dan lainnya. Untuk dapat mengikuti

perkembangan tersebut dibutuhkan kemampuan membaca.

Disamping untuk mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi, membaca juga merupakan kemampuan dasar yang harus dimiliki

siswa untuk dapat mengikuti seluruh kegiatan dalam proses pembelajaran.

Keberhasilan siswa dalam proses pembelajaran sangat dipengaruhi oleh

kemampuan membacanya. Oleh karena itu, pembelajaran membaca

mempunyai peran yang penting dan strategis dalam proses belajar mengajar

di sekolah.

Pengajaran membaca bertujuan agar siswa dapat memahami pesan,

pada dasarnya bukanlah suatu kegiatan pembelajaran yang mudah. Banyak

hal yang menjadi kendala saat kita membaca sehingga kita mengalami

kesulitan dalam memahami isi sebuah bacaan. Kegiatan membaca tidak

hanya berhenti pada pengenalan bentuk, melainkan harus sampai pada tahap

1
2

pengenalan makna dari bentuk-bentuk yang dibaca. Makna atau arti bacaan

berhubungan erat dengan maksud, tujuan atau keintensifan dalam membaca

(Tarigan 1979:9).

Pembelajaran membaca bagi siswa tunarungu merupakan kegiatan

yang sulit karena mereka memiliki keterbatasan dalam penguasaan kosa kata

dan memaknai kata. Sebagaimana dikemukakan oleh Queril dan

Forschhammer tahun 1992 (Bunawan, 2000:52) :

Anak yang mendengar tidak mengalami masalah dalam memperoleh


masukan bahasa dalam jumlah yang besar, lengkap dan jelas karena
sepanjang hari akan dibanjiri dengan bahasa melalui pendengarannya,
sedangkan bagi kaum tunarungu keadaan itu hanya dapat dicapai bila
diimbangi dengan membaca.

Sejalan dengan pernyataan di atas, Somad, P (1996 :64)

mengemukakan bahwa :

Adanya kesulitan membaca dan memahami bacaan akan


mengakibatkan ketidakmampuan menangkap pesan-pesan tulisan,
padahal hampir semua mata pelajaran pesannya disampaikan melalui
(huruf, angka-angka, dan simbol-simbol lain)

Dari hasil pengamatan di kelas, diperoleh temuan bahwa kemampuan

siswa tunarungu kelas II SDLB di SLB X yang berjumlah delapan siswa,

menunjukkan pada umumnya mereka sulit memahami isi bacaan, hal ini

terbukti pada saat siswa diberikan evaluasi berupa pertanyaan yang berkaitan

dengan isi bacaan, jawaban mereka tidak sesuai dengan isi bacaan. Siswa

tidak dapat menjawab pertanyaan sesuai dengan isi bacaan disebabkan oleh

ketidakmampuan siswa dalam memaknai pertanyaan dan ketidakmampuan

memahami isi bacaan.


3

Menurut guru kelas, sebenarnya siswa kelas II telah menguasai kosa

kata yang terdiri dari beberapa jenis kata seperti ; kata benda, kata kerja, kata

sifat, kata bilangan dan beberapa kata keterangan tempat dan keterangan

waktu. Dengan dikuasainya kosa kata tersebut sebenarnya mereka sudah

memiliki bekal untuk memahami isi bacaan sederhana, namun kenyataannya

mereka masih sulit memahami isi bacaan tersebut. Selanjutnya guru

menyatakan bahwa, : “Ketika mengajarkan membaca, saya mengalami

kesulitan dalam proses pembelajarannya terutama dalam memahami isi

bacaan dan akhirnya pembelajaran membaca selalu diulang-ulang sehingga

materi sulit dikembangkan, apalagi untuk memberikan materi yang baru”.

Dari temuan di atas, dapat diduga bahwa kesulitan siswa dalam

memahami isi bacaan disebabkan oleh keterbatasan mereka dalam memaknai

kata dan kalimat sehingga mereka sulit memahami isi bacaan secara

keseluruhan, disamping itu kesulitan siswa dalam memahami isi bacaan

diduga karena kurang bervariasinya penggunaan strategi pembelajaran

membaca yang selama ini digunakan serta belum ditemukannya strategi

pembelajaran yang sesuai dalam pembelajaran untuk memahami isi bacaan

bagi siswa tunarungu. Selama ini dalam pembelajaran membaca, guru hanya

menjelaskan kata-kata sukar yang belum dipahami maknanya oleh siswa.

Pada tahap pertama siswa diberi tugas untuk membaca teks bacaan secara

bergilir, dan setelah membaca teks bacaan tersebut, siswa hanya diminta

menjawab pertanyaan-pertanyaan. Dengan proses pembelajaran seperti ini


4

siswa belum terlatih untuk menemukan pola hubungan antar ide dalam

bacaan.

Kurang bervariasinya penggunaan strategi pembelajaran membaca

pada siswa Kelas II SDLB di SLB-X seperti yang telah dikemukakan di atas,

kiranya perlu segera diatasi dan diperbaiki. Perbaikan tersebut perlu

dilakukan secara menyeluruh meliputi aspek perencanaan, pelaksanaan dan

evaluasi. Pembelajaran membaca di kelas ini perlu beralih dari strategi

pembelajaran konvensional yang dilandasi asumsi bahwa “pengetahuan dapat

dipindahkan secara utuh dari pikiran guru ke pikiran siswa” ke strategi

pembelajaran yang modern yang memandang bahwa pengetahuan dibangun

di dalam pikiran siswa dan memperhatikan pengetahuan yang sudah ada

dalam diri siswa. Oleh karena itu, maka perlu dicobakan strategi lain dalam

pembelajaran membaca sampai ditemukannya strategi yang paling efektif

dalam meningkatkan kemampuan memahami isi bacaan bagi siswa

tunarungu.

Sebagaimana dikemukakan Ogle (Asrori,2008 : 54) sebagai berikut :

‘Seringkali bahan bacaan yang dipakai untuk mengajarkan membaca pada

anak-anak di sekolah mengabaikan pentingnya pengetahuan tentang apa

yang telah dibawa anak-anak dari rumah berkaitan dengan materi bacaan’.

Untuk menumbuhkan motivasi siswa tunarungu dalam proses

pembelajaran bahasa Indonesia, guru dituntut untuk kreatif dan inovatif dalam

menggunakan strategi pembelajaran sehingga anak tidak mengalami


5

kejenuhan dalam belajar. Tercapai tidaknya tujuan pembelajaran yang

diharapkan tergantung dari strategi yang digunakan guru.

Penggunaan strategi pembelajaran pada siswa tunarungu pada dasarnya

sama dengan strategi pembelajaran siswa pada umumnya, tetapi dalam

pelaksanaannya harus bersifat visual. Proses pembelajaran siswa tunarungu

harus lebih memanfaatkan indera penglihatannya sehingga semua

pembelajaran hendaknya dapat diilustrasikan dalam bentuk visual.

Berpijak pada penggunaan beberapa strategi pembelajaran membaca,

peneliti mencoba menerapkan strategi pembelajaran Know-Want-Learned

(KWL) yang dikembangkan oleh Ogle dan digunakan Asrori pada siswa

sekolah dasar untuk diterapkan kepada siswa tunarungu dalam pembelajaran

membaca sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan memahami isi

bacaan sederhana. Strategi pembelajaran KWL dalam pembelajaran membaca

dipandang dapat meningkatkan kemampuan memahami bacaan sederhana

karena dalam proses pembelajarannya siswa berpartisipasi aktif dalam

membicarakan tentang apa yang sedang mereka pelajari dalam ruang lingkup

tema. Yang terpenting dalam penggunaan strategi ini adalah memperhatikan

pengetahuan yang telah dimiliki siswa berkaitan dengan materi bacaan serta

dikaitkan dengan pengalaman dalam kehidupan siswa sehari-hari. Penggunaan

Strategi pembelajaran KWL dalam pembelajaran membaca pada siswa

tunarungu disertai dengan bantuan media yang bersifat visual. Media visual

sangat berperan dalam memudahkan siswa tunarungu memaknai setiap kata


6

yang ada sehingga mereka akan memahami kalimat dengan utuh dan

memahami isi bacaan.

Berkaitan dengan uraian di atas, Ogle (Asrori, 2008 : 227)

mengemukakan bahwa : ’Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa

kemampuan membaca dan memahami bacaan pada anak-anak sekolah di

negara berkembang masih sangat rendah’. Penelitian Gutrie tahun 1999

(Asrori,2008:227) yang dilakukan terhadap anak-anak sekolah dasar dan

sekolah menengah di negara-negara Asia-Pasifik dan Asia Tenggara

menyebutkan “rendahnya kemampuan membaca dan memahami teks, yang

tidak melampaui 37,50%”.

Disamping penelitian di atas, berikut beberapa hasil penelitian yang

telah dilakukan di Indonesia :

Penerapan pendekatan pengalaman berbahasa dalam proses


pembelajaran membaca dan menulis permulaan memiliki kelebihan yang
dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan tidak tersedianya buku
paket yang cukup bagi anak, dengan membuat sendiri bahan bacaan
antara guru dan siswa.

(Ilyas, 1997:46 )

Selanjutnya hasil penelitian yang dilakukan Asrori dan Rasyid

menunjukkan bahwa :

Dari empat mata pelajaran yang diteskan, hanya satu mata pelajaran
saja (yakni IPS) yang menunjukkan adanya perbedaan yang
signifikan. Adapun tiga mata pelajaran lainnya (yakni Bahasa
Indonesia, Matematika, dan IPA) tidak ada perbedaan yang signifikan.
Ini berarti bahwa dilihat dari perbedaan mata pelajaran yang diteskan
pun strategi pembelajaran K-W-L tetap efektif untuk mengembangkan
kemampuan siswa memahami teks. Hanya pada mata pelajaran
Matematila, K-W-L menunjukkan kurang efektif.
7

Dari uraian di atas dirasakan perlu adanya alternatif penggunaan

strategi dalam pembelajaran membaca bagi siswa tunarungu kelas II SDLB di

SLB X dalam upaya meningkatkan kemampuan mereka memahami bacaan

sederhana. Dalam penelitian ini peneliti mencoba salah satu strategi yang

belum pernah dilakukan pada siswa tunarungu yang disebut dengan strategi

pembelajaran KWL. Strategi ini didasarkan pada asumsi bahwa “makna

dibangun dari apa yang sudah siswa ketahui sebelumnya dan dekat dengan

kehidupannya”.

Pembelajaran membaca dengan menggunakan strategi KWL

dilakukan dalam tiga langkah. Pada langkah pertama (K) siswa melakukan

curah pendapat untuk menggali pengetahuan yang sudah dimilikinya sebelum

pembelajaran membaca. Curah pendapat bertujuan memberikan kesempatan

kepada siswa untuk mengembangkan motivasinya dalam topik bacaan.

Pendapat tersebut didasarkan pada pengetahuan dan pengalaman setiap siswa.

Pada langkah kedua (W) siswa menyebutkan apa yang ingin mereka ketahui

dari topik bacaan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan dan menuliskannya

kolom W. Pada tahap ini guru mengarahkan pertanyaan-pertanyaan siswa

kepada materi bacaan yang akan diberikan. Selanjutnya pada langkah ketiga

(L), siswa mencari jawaban pertanyaan-pertanyaan pada kolom W dan

menuliskan jawaban-jawaban tersebut pada kolom L.

Dari ketiga langkah pembelajaran di atas, maka peneliti beranggapan

bahwa strategi ini dapat meningkatkan kemampuan siswa tunarungu dalam

memahami bacaan karena dengan strategi ini informasi baru yang terdapat
8

pada bacaan diintegrasikan dengan apa yang sudah diketahui siswa, sehingga

setelah proses pembelajaran terdapat tiruan pengetahuan yang persis dengan

pengetahuan yang dimiliki siswa.

Melalui penelitian ini peneliti ingin mencoba menggunakan strategi

KWL yang sudah terbukti efektif dalam meningkatkan kemampuan

memahami teks bacaan pada siswa Sekolah Dasar untuk digunakan pada siswa

tunarungu. Dalam penelitian ini peneliti ingin melihat sejauh mana

penggunaan strategi pembelajaran KWL dapat meningkatkan kemampuan

memahami bacaan sederhana pada siswa tunarungu kelas II SDLB di SLB X .

Mengingat pentingnya masalah ini, peneliti bermaksud melakukan

penelitian dengan judul “Penggunaan Strategi Pembelajaran KWL (Know-

Want-Learned) dalam Upaya Meningkatkan Kemampuan Memahami Bacaan

Sederhana pada Siswa Tunarungu Kelas II SDLB di SLB-X”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penelitian ini dirumuskan

sebagai berikut : ”Apakah strategi pembelajaran KWL (Know-Want-Learned)

dapat meningkatkan kemampuan memahami bacaan sederhana pada siswa

tunarungu kelas II SDLB di SLB X?”

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan kemampuan

siswa tunarungu dalam memahami bacaan sederhana setelah menggunakan

strategi pembelajaran KWL.


9

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan harapan dapat memberikan manfaat

bagi elemen-elemen pendidikan yang terkait secara langsung dalam kegiatan

pembelajaran sebagai salah satu alternatif strategi pembelajaran yang efektif

dalam pembelajaran membaca dan memudahkan guru dalam meningkatkan

kemampuan siswa memahami bacaan sederhana bagi siswa tunarungu.

1.5 Variabel Penelitian

Variabel Bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah strategi pembelajaran KWL

(Know-Want-Learned). Strategi pembelajaran KWL adalah strategi

pembelajaran yang terdiri dari tiga langkah dasar yang menuntut siswa dalam

memberikan suatu jalan tentang apa yang telah mereka ketahui (K),

menentukan apa yang ingin mereka ketahui (W) dan mengingat kembali apa

yang mereka pelajari dari membaca. Strategi KWL merupakan salah satu

strategi pembelajaran yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran

membaca khususnya dalam memahami isi bacaan. Strategi pembelajaran

KWL dikembangkan oleh Ogle (1996) untuk membantu guru menghidupkan

latar belakang pengetahuan dan minat siswa pada suatu tema topik. Pada

strategi ini digunakan tabel yang terdiri dari tiga kolom untuk membantu

siswa berpartisipasi aktif dalam berbicara tentang apa yang sedang mereka

pelajari dalam ruang lingkup tema.


10

Variabel Terikat

Dalam penelitian ini yang menjadi variabel terikat adalah kemampuan

memahami bacaan sederhana. Kemampuan memahami bacaan sederhana

dapat diartikan sebagai kemampuan siswa dalam mengerahkan segenap

pengetahuan, kompetensi bahasa, dan khasanah pengalaman konseptualnya

untuk memproses informasi. Memahami adalah suatu proses mental sebagai

perwujudan dari aktivitas kognisi yang tidak dapat dilihat. Produk dari

pemahaman adalah perilaku yang dihasilkan setelah proses pemahaman itu

terjadi, misalnya menjawab pertanyaan, baik secara liasan maupun tulisan,

Simon dalam Mulyati (1995 : 50).

Kemampuan memahami bacaan yang dimaksudkan dalam penelitian

ini adalah kemampuan siswa dalam memahami kata-kata, kalimat dan

menghubungkan ide-ide yang terdapat dalam bacaan yang mencakup aspek

ingatan, pemahaman, penerapan dan analisis. Hal ini didasari oleh kurikulum

bahasa Indonesia kelas II SDLB-B (Tunarungu) yaitu :

Standar Kompetensi : 3. Memahami bacaan pendek (10-15 kalimat) dan

Kompetensi Dasar : 3.2 Menjawab pertanyaan dari bacaan

Anda mungkin juga menyukai