Anda di halaman 1dari 35

KAJIAN ISLAM

1. Iman, Islam, Ihsan


2. Islam dan Sains
3. Islam dan Penegakan Hukum
4. Kewajiban Menegakkan Amar Makruf dan Nahi Munkar
5. Fitnah Akhir Zaman

Disusun sebagai tugas terstruktur Mata Kuliah: Pendidikan Agama Islam


Dosen Pengampuh:
Dr. Taufiq Ramdani, S.Th.I., M.Sos

Disusun Oleh :
Nama : M. SYAHRUL
NIM : G1D020037
Fakultas&Prodi : MIPA & MATEMATIKA
Semester : 1 (SATU)

PROGRAM STUDI MATEMATIKA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS MATARAM
T.A. 2020/2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah saya haturkan kepada ALLAH SWT Karena telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas artikel
ini tepat pada waktunya.

Sholawat dan Salam tak lupa tercurahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW
yang telah menyampaikan petunjuk Allah SWT untuk kita semua, yang merupakan sebuah
petunjuk yang paling benar yakni syariat agama islam yang sempurna dimana merupakan
satu-satunya karunia paling besar bagi seluruh alam semesta.

Terimakasih saya sampaikan atas bimbingan Bapak Dr. Taufiq Ramdani,


S.Th.I.,M.Sos sebagai dosen pengampuh mata Kuliah Pendidikan Agama Islam. Tugas
yang telah diberikan ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan terkait tentang
keislaman.

Besar harapan saya tugas ini akan memberikan manfaat bagi pembaca. Penulis menyadari
bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun akan penulis terima demi kesempurnaan artikel ini.

Mataram, 12 Desember 2020

M. SYAHRUL
G1D020037

ii
DAFTAR ISI

KAJIAN ISLAM .................................................................................................................................. i


KATA PENGANTAR ........................................................................................................................ ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................................................... iii
ISI ........................................................................................................................................................ 1
I. Iman, Islam, Ihsan ................................................................................................................... 1
II. Islam dan Sains ....................................................................................................................... 6
III. Islam dan Penegakan Hukum ............................................................................................ 13
IV. Kewajiban Menegakkan Amar Makruf dan Nahi Munkar ................................................ 17
V. Fitnah Akhir Zaman .............................................................................................................. 25
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................................... 31

iii
ISI

I. Iman, Islam, Ihsan

Pada dunia pendidikan Islam, materi dalam suatu pembelajaran menjadi salah satu
unsur penting dalam proses pembelajaran. Di Indonesia, materi ilmu agama yang
dimaksudkan adalah Akidah, al-Quran, Hadis, Fikih, Akhlaq, Sejarah Islam, dan Bahasa
Arab. Namun, tetap yang menjadi pondasi ilmu agama Islam adalah pendidikah
akidah.Secara umum, ruang lingkup pengajaran agama Islam itu meliputi rukun Iman yang
enam, yaitu Iman kepada Allah, Iman kepada RasulNya,Iman kepada malaikat-Nya, Iman
kepada kitab-kitab suci yang diturunkan kepada Rasul Allah dan Iman kepada qadha
danqadar. Tentu saja termasuk segala sesuatu yang berkaitan dengan iman tersebut seperti
masalah kematian, syaithan, jin, iblis, azab kubur, alam barzakh dan sebagainya. Dalam
pelaksanaan pengajaran ini tentu disesuaikan dengan tingkat perkembangan peserta didik.
Pendidikan akidah menuntut setiap insan muslim agar mereka dapat mempertahankan iman
dan agama Islam serta keistiqomahannya dalam beribadah.

Dasar agama Islam memiliki tiga tingkatan yaitu Islam, Iman, dan Ihsan. Tiap-tiap
tingkatan memiliki rukun-rukun yang membangunnya. Jika Islam dan Iman disebut secara
bersamaan, maka yang dimaksud Islam adalah amalan-amalan yang tampak (lahir) dan
mempunyai lima rukun. Sedangkan yang dimaksud Iman adalah amal-amal batin yang
memiliki enam rukun. Dan jika keduanya berdiri sendiri-sendiri, maka masing-masing
menyandang makna dan hukumnya tersendiri.Ketiga konsep di atas, yaitu islam, iman dan
ihsan telah menjadi pokok ajaran agama Islam sendiri yang juga sangat berperang penting
dalam proses pendidikan Islam.
 Tingkatan Islam

Di dalam hadits tersebut, ketika Rosululloh ditanya tentang Islam beliau


menjawab, “Islam itu engkau bersaksi bahwa tidak ada sesembahan (yang haq) selain
Alloh dan bahwasanya Muhammad adalah utusan Alloh, engkau dirikan sholat, tunaikan

1
zakat, berpuasa romadhon dan berhaji ke Baitulloh jika engkau mampu untuk menempuh
perjalanan ke sana”. Syaikh Ibnu Utsaimin menjelaskan: Diantara faedah yang bisa
dipetik dari hadits ini ialah bahwa Islam itu terdiri dari 5 rukun (Ta’liq Syarah
Arba’in hlm. 14). Jadi Islam yang dimaksud disini adalah amalan-amalan lahiriyah yang
meliputi syahadat, sholat, puasa, zakat dan haji.

 Tingkatan Iman

Selanjutnya Nabi ditanya mengenai iman. Beliau bersabda, “Iman itu ialah engkau
beriman kepada Alloh, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para Rosul-Nya, hari akhir
dan engkau beriman terhadap qodho’ dan qodar; yang baik maupun yang buruk”. Jadi
Iman yang dimaksud disini mencakup perkara-perkara batiniyah yang ada di dalam hati.

 Tingkatan Ihsan

Nabi juga ditanya oleh Jibril tentang ihsan. Nabi bersabda, “Yaitu engkau
beribadah kepada Alloh seolah-olah engkau melihat-Nya, maka apabila kamu tidak bisa
(beribadah seolah-olah) melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu”. Syaikh Ibnu
Utsaimin menjelaskan: Diantara faedah yang bisa dipetik dari hadits ini adalah penjelasan
tentang ihsan yaitu seorang manusia menyembah Robbnya dengan ibadah yang dipenuhi
rasa harap dan keinginan, seolah-olah dia melihat-Nya sehingga diapun sangat ingin
sampai kepada-Nya, dan ini adalah derajat ihsan yang paling sempurna. Tapi bila dia tidak
bisa mencapai kondisi semacam ini maka hendaknya dia berada di derajat kedua yaitu:
menyembah kepada Alloh dengan ibadah yang dipenuhi rasa takut dan cemas dari tertimpa
siksa-Nya, oleh karena itulah Nabi bersabda, “Jika kamu tidak bisa melihat-Nya maka
sesungguhnya Dia melihatmu” artinya jika kamu tidak mampu menyembah-Nya seolah-
olah kamu melihat-Nya maka sesungguhnya Dia melihatmu.” (Ta’liq Syarah Arba’in hlm.
21). Jadi tingkatan ihsan ini mencakup perkara lahir maupun batin.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan yang maknanya, Bila dibandingkan


dengan iman maka Ihsan itu lebih luas cakupannya bila ditinjau dari substansinya dan

2
lebih khusus daripada iman bila ditinjau dari orang yang sampai pada derajat ihsan.
Sedangkan iman itu lebih luas daripada islam bila ditinjau dari substansinya dan lebih
khusus daripada islam bila ditinjau dari orang yang mencapai derajat iman. Maka di dalam
sikap ihsan sudah terkumpul di dalamnya iman dan islam. Sehingga orang yang bersikap
ihsan itu lebih istimewa dibandingkan orang-orang mu’min yang lain, dan orang yang
mu’min itu juga lebih istimewa dibandingkan orang-orang muslim yang lain… (At Tauhid
li shoffil awwal al ‘aali, Syaikh Sholih Fauzan, hlm. 63)

Diriwayatkan dalam sebuah hadits, Rasulullah Nabi Muhammad SAW pernah


menjelaskan tentang Islam, iman dan ihsan dalam majelis yang dihadiri para sahabat dan
didatangi Malaikat Jibril. Islam, iman, dan ihsan ini tidak bisa dipisahkan karena semuanya
adalah satu kesatuan yang disebut agama Islam.

Ustadz Galih Maulana dalam buku Antara Fiqih dan Tasawuf terbitan Rumah Fiqih
Publishing menjelaskan mengapa Islam, iman dan ihsan adalah satu kesatuan yang disebut
agama Islam. Ia menerangkan, meski Islam, iman dan ihsan disebut bertingkat-tingkat tapi
bukan berarti maknanya mengerjakan satu level ke level berikutnya. Jadi yang dimaksud
tingkatan adalah tingkatan keimanan.

"Artinya yang tadinya keimanannya lemah, mengerjakan ibadah tidak optimal,


masih suka bermaksiat, sampai pada tingkat keimanan tinggi yang mana mampu merasakan
muroqobatullah," kata Ustadz Galih dalam bukunya. Ia mencontohkan orang yang imannya
masih lemah. Maka orang tersebut akan mengerjakan sholat, namun sholatnya tidak
khusyuk, tidak menjaga adab-adab dan sebagainya.

Lain halnya dengan orang yang sudah mencapai derajat ihsan. Ketika orang tersebut
sholat, hatinya khusyuk, adab-adabnya dijaga, sunah-sunahnya dijaga, dan sholatnya akan
membentenginya dari berbuat maksiat. Inilah yang sangat sulit dilakukan oleh kebanyakan
orang. Karena dalam praktiknya meskipun telah mengerjakan suatu ibadah lengkap dengan
semua rukun dan sunahnya, tetapi belum tentu mampu menghadirkan hati sepenuhnya
untuk tunduk dan merendahkan diri di hadapan Allah SWT.

3
"Mungkin saja raga kita melaksanakan sholat tetapi hati kita sibuk bersama dunia,"
ujar Ustaz Galih.

Ia menjelaskan, begitu juga dalam bermuamalah dengan manusia dan alam.


Mungkin orang berakhlak baik hanya ketika ada kepentingan. Mungkin orang berakhlak
baik hanya kepada golongannya saja. Padahal berakhlak baik adalah jenis ibadah juga.

Rasulullah bersabda, "Tidak ada sesuatu pun yang lebih berat dalam timbangan
seorang mukmin di hari kiamat melainkan akhlak yang baik, dan sesungguhnya Allah
sangat membenci orang yang suka berbicara keji lagi kotor." Ustadz Galih mengingatkan,
inilah pentingnya belajar tasawuf di samping belajar fikih. "Barang siapa bertasawuf tanpa
fiqih maka akan menjadi zindiq, barang siapa berfiqih tanpa tasawuf maka akan menjadi
fasiq, dan barang siapa mengamalkan keduanya maka akan mencapai hakikat."

Ustadz Galih mengatakan, meski penisbatan ucapan (kutipan) tersebut kepada Imam
Malik masih diperbincangkan, namun maknanya memang benar adanya. Ketika orang
bertasawuf namun tidak mempunyai pengetahuan tentang fiqih akan menjadi zindiq, ia
akan seenaknya meninggalkan sholat karena merasa sudah dekat dengan Allah.

Begitu juga orang yang tahu fiqih namun tidak bertasawuf. Orang itu akan
bermudah-mudahan dalam menjalankan syariat, sholat asal-asalan yang penting sah.
"Intinya Islam, iman dan ihsan adalah satu kesatuan yang dinamakan agama Islam,
semuanya berjalan bersama beriringan, barang siapa memisahkannya maka telah berkurang
sebagian dari agama," jelasnya.

Dari hadits serta penjelasan di atas maka teranglah bagi kita bahwasanya
pembagian agama ini menjadi tingkatan Syari’at, Ma’rifat dan Hakikat tidaklah dikenal
oleh para ulama baik di kalangan sahabat, tabi’in maupun tabi’ut tabi’in; generasi terbaik
ummat ini. Pembagian yang syar’i adalah sebagaimana disampaikan oleh Nabi yaitu islam,
iman dan ihsan dengan penjelasan sebagaimana di atas. Maka ini menunjukkan pula
kepada kita alangkah berbahayanya pemahaman sufi semacam itu. Lalu bagaimana

4
mungkin mereka bisa mencapai keridhoan Alloh Ta’ala kalau cara beribadah yang mereka
tempuh justeru menyimpang dari petunjuk Rosululloh ? Alangkah benar Nabi yang telah
bersabda, “Barangsiapa yang mengamalkan suatu amalan yang tidak ada dasarnya dari
kami maka amalan itu tertolak.” (HR. Muslim). Barangsiapa yang ingin mencapai derajat
muhsin maka dia pun harus muslim dan mu’min. Tidak sebagaimana anggapan tarekat
sufiyah yang membolehkan orang yang telah mencapai Ma’rifat untuk meninggalkan
syari’at. Wallohu a’lam.

***

5
II. Islam dan Sains

Hubungan antara Islam dan sains dapat diketahui melalui banyak sudut pandang.
Keduanya ini mempunyai pengaruh pada manusia, di antaranya: Islam dan Sains sama-
sama memberikan kekuatan, sains memberi manusia peralatan dan mempercepat laju
kemajuan, Islam menetapkan maksud tujuan upaya manusia dan sekaligus mengarahkan
upaya tersebut. Sains membawa revolusi lahiriah (material), Islam membawa revolusi
batiniah (spiritual). Sains memperindah akal dan pikiran, Islam memperindah jiwa dan
perasaan.

Sains melindungi manusia dari penyakit, banjir, badai, dan bencana alam lain. Islam
melindungi manusia dari keresahan. Sains mengharmoniskan dunia dengan manusia dan
Islam menyelaraskan dengan dirinya. Seiring berkembangnya zaman, Eropa modern
membangun sebuah sistem yang realistis, bahwa pengalaman yang diungkapkan dengan
menggunakan akal saja tidak mampu memberikan semangat yang ada dalam keyakinan
hidup, dan ternyata keyakinan itu hanya dapat diperoleh dari pengetahuan personal yang
bersifat spiritual. Hal inilah yang kemudian membuat akal semata tidak memberikan
pengaruh pada manusia, sementara agama selalu meninggikan derajat orang dan mengubah
masyarakat.

Dasar dari gagasan-gagasan tinggi kaum muslim adalah wahyu, Bagi intelektual
muslim, basis spiritual dari kehidupan adalah tentang keyakinan. Demi keyakinan inilah
seorang muslim yang kurang tercerahkan pun dapat mempertaruhkan jiwanya. Al-Qur'an
sebagai wahyu Allah yang bersumber langsung dari Allah telah memberikan informasi-
informasi tentang alam semesta, khususnya yang berhubungan dengan matahari, bulan dan
bumi. Ada 20 ayat yang menyebut kata matahari, dan ada 463 ayat yang menyebut kata
bumi serta ada 5 ayat yang menyebut kata bulan. Belum lagi ayat yang menjelaskan tentang
langit, pergantian siang dan malam, serta ayat yang menyebut tentang bintang-bintang.

Dalam hal ini Islam secara terang melalui al-Qur’an mendorong umatnya untuk
senantiasa melakukan pembaharuan di berbagai aspek kehidupan. Sebab dengan

6
mempelajari dan mengembangkan sains (ilmu pengetahuan) umat Islam dapat mencapai
kesadaran akan keagungan Allah. dan sains dapat mengharmoniskan dunia dengan
manusia, dan Islam menyelaraskan dengan dirinya.

Hubungan Islam dan Sains tidak lepas dari kemajuan dan kemunduran sains dalam
peradaban Islam. Umat Islam mulai mempelajari atau melakukan penafsiran ilmiah sejak
generasi pertama sampai abad ke-lima hijriyah hingga menjadikan diri mereka sebagai
pelopor Ilmu pengetahuan di seluruh penjuru dunia, umat Islam telah menjadi pelopor
dalam research tentang alam, sekaligus sebagai masyarakat pertama dalam sejarah ilmu
pengetahuan yang melakukan experimental science atau ilmu thabi’i berdasarkan
percobaan yang kemudian berkembang menjadi applied science atau technology.

Islam mendorong ummatnya untuk selalu berupaya mengembangkan sains seperti


tercantum dalam QS Al-'Alaq: 1-5 :

Artinya : “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan. Dia telah
menciptakan manusia dari 'alaq. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha Pemurah. Yang
mengajar manusia dengan pena, mengajar manusia apa yang tidak diketahuinya.”

Iqra' terambil dari akar kata yang berarti menghimpun. Dari menghimpun lahir aneka
makna seperti menyampaikan, menelaah, mendalami, meneliti, mengetahui ciri sesuatu,
dan membaca baik teks tertulis maupun tidak. Wahyu pertama itu tidak menjelaskan apa
yang harus dibaca, karena Al-Quran menghendaki umatnya membaca apa saja selama
bacaan tersebut bismi Rabbik, dalam arti bermanfaat untuk kemanusiaan. Iqra' berarti
bacalah, telitilah, dalamilah, ketahuilah ciri-ciri sesuatu; bacalah alam, tanda-tanda zaman,
sejarah, maupun diri sendiri, yang tertulis maupun yang tidak. Alhasil, objek perintah iqra'
mencakup segala sesuatu yang dapat dijangkaunya.

Q.S. Ali-Imran: 190-191 :

7
Artinya : “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya malam
dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal. Yaitu orang-orang yang
mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka
memikirkan tentang penciptaan lanjut dan bumi (seraya berkata), “Ya Robb kami, tiadalah
Engkau ciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka dipeliharalah kami dari
siksa neraka.”

Salah satu cara mengenal dan mendekatkan diri kepada Allah adalah dengan
membaca dan merenungkan ayat-ayat-Nya yang terbentang di alam semesta. Dalam ayat
ini, Allah menyuruh manusia untuk merenungkan alam, langit dan bumi. Langit yang
melindungi dan bumi yang terhampar tempat manusia hidup. Juga memperhatikan
pergantian siang dan malam. Semuanya itu penuh dengan ayat-ayat, tanda-tanda kebesaran
Allah SWT.

Kemudian islam juga menempatkan orang yang beriman, berilmu dan beramal
shalih pada derajat yang tinggi, seperti dalam Q.S. Al-Mujadilah: 11 :

Artinya : "Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan
orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui
apa yang kamu kerjakan."

Kedudukan orang-orang beriman jauh lebih tinggi dibandingkan dengan orang-


orang kafir meski mereka memiliki kelebihan yang bersifat keduniaan dari orang-orang
beriman. Namun derajat orang-orang beriman yang berilmu akan menempati posisi yang
lebih baik lagi ketimbang orang yang hanya beriman saja. Hal tersebut dikarenakan hanya
dengan sarana ilmu lah, seseorang dapat mengetahui mana yang haq dan mana yang bathil.

Pandangan Al-Qur’an terhadap Sains :


1. Seluruh pengetahuan, termasuk pengetahuan kealaman (sains) ada dalam al-Qur’an.
Pendapat ini didukung antara lain oleh al-Ghazali, al-Suyuti, dan Maurice Bucaile.
2. Al-Qur’an hanya sebagai petunjuk untuk mengembangkan ilmu pengetahuan.
Pendapat ini didukung antara lain oleh Ibnu Sina, al-Biruni, dan al-Haitam.

Faktor-faktor pendorong kemajuan sains dalam peradaban islam adalah :

8
1. Universalisme

Tolong-menolong secara universal memang telah menjadi satu bagian yang tidak dapat
di hilangkan dari ajaran Islam. Islam mewajibkan umatnya untuk saling menolong satu
dengan yang lain. Segala bentuk perbedaan yang mewarnai kehidupan manusia
merupakan salah satu isyarat kepada umat manusia agar saling membantu satu sama
lain sesuai dengan ketetapan Islam.

Saling membantu dalam kesusahan demi tercapainya tujuan hidup bersama merupakan
hal yang sangat mulia, hal tersebut merupakan karakter daripada islam itu sendiri,
menjadikan Ikatan Kebersamaan Umat Islam kemudian menjadikannya sebagai batu
lompatan demi tercapanya tujuan hidup bersama.

2. Toleransi

Sesungguhnya sikap toleransi dalam Islam sangat nampak pada setiap perintah dan
larangannya. Bahkan sampai kedetailnya, maka seharusnyalah sikap ini menjadi
kebangkitan baru untuk mengubah suatu bangsa menjadi bangsa yang bisa saling
bertoleransi apalagi dalam hal ilmu. Berbagi ilmu itu tidaklah sulit, tidak akan rugi,
malah akan mendapatkan wawasan baru dan juga teman-teman tentunya yang akan
sangat berterimakasih karna telah diajarkan. Dengan saling bertoleransi tentu tidak akan
teriolasi dari orang-orang karna kita mau berbagi apa yang kita punya untuk membantu
mereka, tidakkah itu baik,..??? Dan mungkin ada dari setiap orang yang diajarkan akan
membalas kebaikan yang telah kita diberikan.

3. Karakter Pasar Internasional

Sejarah mencatat bahwa kaum pedagang memegang peranan penting dalam persebaran
agama dan kebudayaan Islam. Letak suatu negara yang strategis menyebabkan
timbulnya bandarbandar perdagangan yang turut membantu mempercepat persebaran
tersebut. Di samping itu, cara lain yang turut berperan ialah melalui dakwah yang
dilakukan para mubaligh. Rihlah ilmiyah (perjalanan untuk mencari ilmu pengetahuan)
sudah banyak dijadikan metode dalam pembelajaran di setiap institusi pendidikan hal
ini tentu akan menjadikan sains dan teknologi di dunia Islam menjadi maju.

4. Perhargaan Terhadap Sains dan Saintis

Memberikan penghargaan kepada sains maupun saintis menjadikan mereka tahu bahwa
mereka dibutuhkan dalam perkembangan dunia yang semakin maju ini, membuat
mereka menjadi semakin semangat untuk menemukan hal baru lagi. Seperti Khalifah
Al-Makmun membangun Baitul Hikmah di Baghdad, beliau mengirim wakil-wakilnya
ke segala penjuru daerah untuk mencari naskah-naskah tentang materi pendidikan dan
Sains, motif dasarnya adalah kepentingan orang lain (altruistic) dan bukan materialistic.
Tentu saja, kemungkinan adanya balasan materi dalam bentuk teknologi maju atau baru

9
sebenarnya tidak ada karena hubungan Sains kuno dengan teknologi kuno jauh terpisah,
tidak seperti sekarang. Hingga melahirkan para Saintis Muslim terkemuka dibidang
Alkimia, Astronomi, Matematika dan kedokteran.

5. Keterpaduan Antara Tujuan dan Cara

Sangatlah penting dapat membedakan antara tujuan dan cara. Seperti contoh jikalau kita
punya tujuan yang jelas mengapa kita sekolah, tentunya kita tidak akan nyontek, karena
dengan cara tersebut kita tidak akan mendapatkan pelajaran yang berguna bagi
kehidupan kita kedepannya. Jadi harus ada keterpaduan antara tujuan dan cara, apabila
kita memiliki tujuan yang benar tentu kita juga harus meraihnya dengan cara yang
benar juga. Sangatlah jelas bahwa tujuan akan membedakan cara kita melakukan
sesuatu, sehingga tujuan sangatlah penting didalam kehidupan. Kalau kita tidak
mempunyai tujuan yang jelas kehidupan kita juga akan menjadi tidak jelas karena tidak
ada arah yang jelas.

Ketika sains dan teknologi mengalami proses sekularisasi, dikosongkan dari nilai-nilai
ketuhanan, seperti sains Barat pada umumnya, maka tujuan akhir dari sains itu ialah
semata-mata manfaat (nafiyyah), baik yang bersifat fisik – seperti kenikmatan,
keindahan, dan kenyamanan – maupun kepuasan intelektual dan kebanggaan.
Sedangkan ukuran manfaat itu bersifat relatif, dan sangat sulit dipenuhi secara hakiki.
Karena itu, perkembangan sains cenderung sangat liar. Seorang dokter yang ahli
rekayasa genetik, misalnya, mungkin belum merasa memperoleh manfaat dan kepuasan
sebelum berhasil melakukan clonning, dan mendistorsi proses penciptaan manusia
secara konvensional.

Sebaliknya, ketika nilai-nilai ketuhanan dimasukkan ke dalam proses sains, di samping


menghasilkan teori, baik dalam ilmu-ilmu eksaskta maupun non-eksak (sosial,
ekonomi, politik, ekonomi, dan lain-lain) yang sesuai dengan sudut pandang dan
pemahaman Islam (hadhoroh Islam), juga akan menghasilkan produk yang bersifat
materi (kebendaan) dari proses eksperimen, yang sarat dengan nilai-nilai ruhiah yang
puncaknya bermuara pada tercapainya keridhoan Allah. Karena itu, seorang ilmuan
muslim akan mengintegrasikan antara penemuan ilmiah yang bersifat materi dengan
kesadaran ruhiah (majhu al- maddah bi ar-ruh). Nilai ruhiah yang paling tinggi ialah
ketika seseorang merasa dekat dengan Allah dan merasa mendapat ridho Allah.

Kemunduran Sains
Konflik terjadi pada masa akhir kemunduran sains Islam yakni kemunculan sains
modern (Newton), konflik juga terjadi saat"Kitab Ihya Ulumuddin" karya Imam Al-
Ghazali. Siapa yang tidak mengenal kitab Ihya Ulumuddin? Ya, kitab hasil karya Imam
Abu Hamid Al-Ghazali yang sering dijadikan sebagai sandaran dan rujukan bagi sebagian
ummat Islam terutama di Indonesia. Imam Al-Ghazali sering sekali dianggap sebagai ahli
filsafat Islam dan ilmu kalam. Dan kitabnya yang berjudul Ihya Ulumuddin itu pun
dianggap sebagai ‘masterpiece’ Imam Al-Ghazali dalam hal ilmu kalam dan filsafat. Ihya’
ulumiddin menyerukan umat Islam untuk kembali menghidupkan ajaran agama, pendapat

10
ini menyebabkan kesalahpahaman bahwa adanya larangan untuk mempelajari sains,
sehingga budaya mempelajari sains ditinggalkan. Kesalahpahaman ini berdampak pada
ketimpangan posisi ilmu seperti terpisahnya tradisi filsafat kelompok (ilmu duniawi)
dengan tradisi pemikiran keagamaan (ilmu ukhrawi ). Dampak dari kesalah pahaman
agama dan sains menimbulkan ketimpangan posisi ilmu sehingga terpisahnya tradisi filsafat
dengan tradisi pemikiran keagamaan, keduanya berada pada tempat yang berbeda, filsafat
dan sains berada dalam satu kelompok (ilmu duniawi) dan agama berada dalam kelompok
lain (ilmu ukhrawi).

Topik hubungan Islam dengan sains masih jadi satu bahasan menarik dalam kajian-
kajian Islam hingga saat ini. Pengajian yang disampaikan Ustaz Abdul Somad di UII
minggu lalu, setelah dibatalkan di UGM, juga mengambil tema tersebut. Dia juga pernah
berceramah dengan tema yang sama di Masjid Salman, ITB.

Kajian dengan tema ini tidak menghasilkan hal-hal baru. Semua hanya bicara soal
ayat-ayat Quran yang selaras dengan sains. Di Indonesia kajian dengan tema ini mulai
populer sejak buku tulisan Maurice Bucaille diperkenalkan ke publik pada tahun 80-an.
Dalam buku berjudul Bible, Quran, dan Sains Modern itu Bucaille menyampaikan
sejumlah tafsir atas ayat-ayat Quran. Berdasar tafsirnya itu Bucaille menyimpulkan bahwa
ayat-ayat Quran cocok dengan sains.

Di mimbar ceramah, secara internasional ada Zakir Naik. Ia sangat populer sebagai
pembahas tema ini. Ia pernah hadir di Indonesia, dan mendapat sambutan hangat.

Bagaimanakah wujud kecocokan itu? Bucaille misalnya menulis bahwa ayat tentang
manusia yang diciptakan dari tanah itu bermakna bahwa tubuh manusia ini tersusun dari
unsur-unsur yang sama dengan unsur-unsur penyusun tanah. Bagi saya, tafsir itu tidak tepat
bila dibandingkan dengan dalil-dalil hadis yang lebih detil soal penciptaan dari tanah tadi.

Klaim soal kecocokan Quran dengan sains itu terasa janggal, karena di sisi lain ada
opini bahwa sains modern adalah sains yang jauh dari nilai-nilai ketuhanan, karena
dikembangkan oleh kaum sekuler, bahkan ateis. Karena itu sains perlu diwarnai dengan
nilai-nilai Islam. Bagi saya ada semacam paradoks.

Kajian soal Islamisasi sains yang sempat populer pada tahun 90-an, kini nyaris tak
terdengar. Gagasan ini terdengar indah dalam ruang diskusi, tapi mungkin akan
membingungkan bila dibawa ke ruang riset sains. Bagaimana, misalnya, rumusan teori
atom kalau faktor Islam dimasukkan? Lalu, bagaimana rumusan teori big bang atau teori
evolusi dengan memasukkan kuasa Tuhan dalam rumusannya? Saya pernah menanyakan
soal ini dalam berbagai forum diskusi, tapi tak pernah ada yang memberi jawaban yang
jelas.

Bagi saya, tema-tema kajian seperti kecocokan Quran dengan sains maupun
Islamisasi sains terasa lebih menghibur ketimbang serius. Setelah puluhan tahun tema itu
dikumandangkan dalam berbagai pengajian dan diskusi, dengan berbagai buku dan

11
makalah diterbitkan, fakta di dunia sains tidak berubah, yaitu bahwa kontribusi dari negara-
negara Islam pada perkembangan sains tetap minim. Saat ini baru ada 3 pemenang Hadiah
Nobel di bidang sains dari negara-negara muslim, dan semuanya bekerja di luar negara
mereka sendiri. Sementara itu Israel saja sudah memiliki 6 pemenang Hadiah Nobel Kimia,
ditambah 2 pemenang Hadiah Nobel Ekonomi.

Dalam suasana itu, kajian tentu saja ada hiburan lain, yaitu mengenang kontribusi ilmuwan
muslim di masa lalu, seperti kontribusi Ibnu Sina, Al-Khawarizmi, dan sebagainya. Tentu
saja dengan klaim, bahwa tanpa kontribusi mereka dunia sains modern tidak akan ada.

Yang harus dikaji secara serius oleh umat Islam sebenarnya adalah bagaimana
meningkatkan kontribusi terhadap perkembangan sains. Bagaimana kebijakan yang harus
dibuat oleh negara-negara berpenduduk muslim agar sains berkembang. Berapa besar
anggaran, bagaimana peneliti diperlakukan, apa yang harus dijadikan prioritas, bagaimana
strategi untuk mengejar ketertinggalan, dan sebagainya.

Yang tak kalah serius adalah bagaimana muslim harus bersikap terhadap sains dan
komunitas ilmuwan internasional. Apakah terus-menerus mengatai sains sebagai sesuatu
yang jauh dari nilai ketuhanan akan menghasilkan sains baru, atau malah menjauhkan
muslim dari sains?

Kajian-kajian seperti itu punya konsekuensi. Ketika sudah didapatkan rumusan,


maka rumusan itu harus dilaksanakan. Melaksanakannya berarti mengubah sikap dan
kebiasaan-kebiasaan yang selama ini dipraktikkan. Berubah bukanlah hal mudah. Berubah
bukanlah hal yang disukai. Berubah memerlukan energi besar, dan tentu saja itu
mengganggu kenyamanan.

Itu mungkin sebabnya kenapa kajian-kajian dengan tema-tema tersebut tidak


menarik. Tak ada hiburan di situ. Yang ada hanyalah tuntutan untuk bekerja lebih keras
lagi, dan itu tidak enak. Lebih enak mendengar kajian-kajian yang menghibur tadi.

12
III. Islam dan Penegakan Hukum

Pada masa Rasulullah dan para sahabatnya hukum Islam berjalan sebagaimana
mestinya, diterima dan dijalankan oleh masyarakatnya dengan kesadaran penuh sehingga
kondisi wilayah yang dikuasai oleh Islam merupakan wilayah yang adil, tertib dan makmur.
Kondisi demikian dapat menjadi sumber inspirasi bagi penguasa dan masyarakat Indonesia
dalam menegakkan hukum yang adil dan diterima oleh seluruh bangsa Indonesia.

Islam adalah ajaran Allah yang diturunkan melalui wahyu kepada nabi Muhammad
saw untuk disampaikan kepada ummat manusia, sebagai pedoman hidup demi kebahagiaan
mereka di dunia dan di akhirat. Ajaran Islam menurut Mahmud Syaltut, dapat dibagi ke
dalam dua kelompok besar, akidah dan syariat, atau seperti dalam bukunya yang lain dibagi
menjadi akidah, ahkam (hukum syariat), dan ahlak. Dari pembagian ini jelas bahwa hukum
Islam merupakan bag ian dari totalitas ajaran Islam yang bersumber dari wahyu. Oalam
kajian Ushul Fiqih yang dimaksud hukum Islam adalah seperangkat aturan yang ditetapkan
secara Iangsung dan tegas oleh Allah atau ditetapkan pokok-pokoknya untuk mengatur
hubungan antara manusia dan Tuhannya, manusia dengan sesamanya, dan manusia dengan
alam semesta. Hukum Islam telah ada sejak manusia (masyarakat) ada (qadim) karena ia
adalah firman Allah yang tidak berhuruf dan tidak bersuara.

Oleh karena hukum itu dibuat untuk manusia, Allah menurunkan sesuatu yang
berfungsi untuk mengerahui hukum tersebut, yang dalam Ushul Fiqh dikenal dengan istilah
dalil , yang terdiri dari dua yaitu bersifat qath'i dan manlli. Oleh karena itu hukum Islam
pun ada dua macam. Pertama, hukum Islam yang ditetapkan secara langsung dan tegas oleh
Allah , yaitu hukum-hukum yang diturunkan dari dalil yang qath 'j, Hukum ini jUll1lahnya
tidak banyak dan dalam perkembangannya dikenal dengan syariah. Kedua, hukum yang
ditetapkan pokok-pokoknya saja, maksudnya ialah hukum yang ditetapkan oleh dalil yang
zhalllli. Hukum jenis ini jumlahnya sangat banyak, dan dapat atau perlu dikembangkan
dengan ijtihad. Hasil pengembangannya itulah yang kemudian dikenal dengan istilah fiqih.

13
Hukum Islam kategori syariat bersifat tsabat (konstan, tetap), artinya tetap berlaku
universal di sepanjang zaman, tidak mengenal perubahan dan tidak boleh disesuaikan
dengan situasi dan kondisi. Situasi dan kondisilah yang harus menyesuaikan diri dengan
syariat. Sedangkan hukum Islam kategori fiqih bersifat murunah (fleksibel, elastis), tidak
(harus) berlaku universal, mengenal peru bahan, serta dapat disesuaikan dengan situasi dan
kondisi. Sungguhpun demikian sebagai ajaran samawi, hukum Islam dengan kedua
macamnya itu mempunyai sifat dan karakteristik yang secara umum berbeda dengan
hukum budaya (hukum wad'i, produk manusia).

Menurut M. Natsir (demokrasi dibawah hukum cet.III, 2002) adalah suatu


penegasan, ada undang-undang yang disebut Sunnatullah yang nyatanyata berlaku dalam
kehidupan manusia pada umumnya. Perikehidupan manusia hanya dapat berkembang maju
dalam berjama’ah (Society). Man is born as a social being. Hidup perorangan dan hidup
bermasyarakat berjalin, yang satu bergantung pada yang lain. Kita mahluk sosial harus
berhadapan dengan berbagai macam persoalan hidup, dari persoalan rumah tangga, hidup
bermasyarakat, berbangsa, bernegara, berantara negara, berantar agama dan sebagainya,
semuanya problematika hidup duniawi yang bidangnya amat luas. Maka risalah
Muhammad Saw, meletakkan beberapa kaidah yang memberi ketentuan-ketentuan pokok
guna memecahkan persoalan-persoalan.

Kestabilan Hidup bermasyarakat memerlukan tegaknya keadilan lanjut M. Natsir.


Tiap-tiap sesuatu yang melukai rasa keadilan terhadap sebagian masyarakat, maka bisa
merusak kestabilan secara keseluruhan. Menegakkan keadilan di tengah-tengah masyarakat
dan bangsa diawali dengan kedaulatan hukum yang ditegakkan. Semua anggota masyarakat
berkedudukan sama di hadapan hukum. Jadi di hadapan hukum semuanya sama, mulai dari
masyarakat yang paling lemah sampai pimpinan tertinggi dalam Negara. “Dan janganlah
rasa benci kamu kepada suatu golongan menyebabkan kamu tidak berlaku adil. Berlaku
adilah, karena itu lebih dekat kepada taqwa. Dan bertaqwalah kepada Allah karena
sesungguhnya Allah amat mengetahui apa yang kamu kerjakan”(QS.5:8). “Dengarlah dan
taatilah sekalipun andaikata yang menjalankan hukum atasmu seseorang budak Habsyi

14
yang kepalanya seperti kismis selama dijalankannya hukum Allah Swt”. (H.R.Buchori dari
Anas)

Tidak mungkin hukum dan keadilan dapat tegak berdiri keadilan dapat tegak berdiri
kokoh apabila konsep persamaan itu diabaikan. Implementasi keadilan hukum di
masyarakat dewasa ini banyak ditemui sandungan yang menyolok atas pandangan lebih
terhadap orang yang punya kedudukan tinggi, yang punya kekayaan melimpah, sehingga
rakyat banyak telah menyimpan imej bertahun-tahun bahwa di negeri ini keadilan itu dapat
dibeli. Lebih jauh kesamaan itu dijabarkan Rachman di bukunya Political Science and
Government dalam Ramly Hutabarat di bukunya Hukum dan Demokrasi (1999) yaitu,
yakni: a. Manusia secara alamiah dilahirkan sama (Natural Equality) b. Setiap masyarakat
memiliki kesamaan hak sipil c. Semua warga negara memiliki hak yang sama mendapatkan
lapangan pekerjaan d. Semua warga Negara sama kedudukannya dalam politik.
QS.4:135.”Wahai orang-orang yang beriman jadilah kamu orang yang tegak menegakkan
keadilan, menjadi saksi kebenaran karena Allah, biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu
bapakmu atau kerabatmu”.

Keadilan menuntut kejujuran dan objektivitas, artinya tidak berpihak kecuali kepada
kebenaran dan rasa keadilan itu sendiri. Berkaitan dengan penegakan hukum, Rasulullah
SAW berpesan secara khusus kepada penegak hukum agar dapat menjalankan tugasnya
dengan baik dan benar.

Pertama, memutuskan perkara secara adil. Rasulullah SAW bersabda, "Barang siapa
yang menjadi hakim lalu menghukumi dengan adil, niscaya ia akan dijauhkan dari
keburukan." (HR Tirmidzi).

Kedua, tipologi hakim. Rasulullah SAW bersabda, "Hakim itu ada tiga, dua di
neraka dan satu di surga. Seseorang yang menghukumi secara tidak benar, padahal ia
mengetahui mana yang benar maka ia masuk neraka. Seorang hakim yang bodoh lalu
menghancurkan hak-hak manusia maka ia masuk neraka. Dan, seorang hakim yang
menghukumi dengan benar maka ia masuk surga." (HR Tirmidzi).

15
Ketiga, tidak meminta jabatan hakim. Rasulullah SAW bersabda, "Barang siapa
mengharap menjadi seorang hakim maka (tugas dan tanggung jawab) akan dibebankan
kepada dirinya. Dan barang siapa tidak menginginkannya maka Allah akan menurunkan
malaikat untuk menolong dan membimbingnya dalam kebenaran." (HR Tirmidzi).

Keempat, jangan silau menjadi hakim. Rasulullah SAW bersabda, "Barang siapa
yang diberi jabatan hakim atau diberi kewenangan untuk memutuskan suatu hukum di
antara manusia, sungguh ia telah dibunuh tanpa menggunakan pisau." (HR Tirmidzi)

. Oleh karena itu, kita sangat menaruh hormat kepada setiap aparat penegak hukum
yang masih tegar dan setia membela kebenaran dan keadilan. Wallahu a'lam.

16
IV. Kewajiban Menegakkan Amar Makruf dan Nahi Munkar

Amar ma’ruf nahi mungkar merupakan kekhususan dan keistimewaan umat Islam
yang akan mempengaruhi kemulian umat Islam. Sehingga Allah kedepankan
penyebutannya dari iman dalam firman-Nya,

“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang
ma’ruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab
beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; di antara mereka ada yang beriman dan
kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik“. [Ali Imron :110] Demikian pula,
Allah membedakan kaum mukminin dari kaum munafikin dengan hal ini. Allah Subhanahu
wa Ta’ala berfirman,

“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi
penolong sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah
dari yang mungkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka ta’at kepada Allah
dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana“.[At-Taubah:71]
Ketika membawakan kedua ayat diatas, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
berkata,”Dalam ayat ini Allah Subhanahu wa Ta’ala menjelaskan, umat Islam adalah umat
terbaik bagi segenap umat manusia. Umat yang paling memberi manfaat dan baik kepada
manusia. Karena mereka telah menyempurnakan seluruh urusan kebaikan dan kemanfaatan
dengan amar ma’ruf nahi mungkar. Mereka tegakkan hal itu dengan jihad di jalan Allah
dengan jiwa dan harta mereka. Inilah anugerah yang sempurna bagi manusia. Umat lain
tidak memerintahkan setiap orang kepada semua perkara yang ma’ruf (kebaikan) dan

17
melarang semua kemungkaran. Merekapun tidak berjihad untuk itu. Bahkan sebagian
mereka sama sekali tidak berjihad. Adapun yang berjihad -seperti Bani Israil- kebanyakan
jihad mereka untuk mengusir musuh dari negerinya. Sebagaimana orang yang jahat dan
dzalim berperang bukan karena menyeru kepada petunjuk dan kebaikan, tidak pula untuk
amar ma’ruf nahi mungkar.
Hal ini digambarkan dalam ucapan Nabi Musa Alaihissallam.

Hai kaumku, masuklah ke tanah suci (Palestina) yang telah ditentukan Allah bagimu, dan
janganlah kamu lari ke belakang (karena kamu takut kepada musuh), maka kamu menjadi
orang-orang yang merugi. Mereka berkata,”Hai Musa, sesungguhnya dalam negeri itu ada
orang-orang yang gagah perkasa. Sesungguhnya kami sekali-kali tidak akan memasukinya
sebelum mereka keluar daripadanya. Jika mereka keluar daripadanya, pasti kami akan
memasukinya”. Berkatalah dua orang diantara orang-orang yang takut (kepada Allah) yang
Allah telah memberi nikmat atas keduanya,”Serbulah mereka dengan melalui pintu gerbang
(kota) itu. Maka bila kamu memasukinya niscaya kamu akan menang. Dan hanya kepada
Allah hendaknya kamu bertawakkal, jika kamu benar-benar orang yang beriman”. Mereka
berkata,”Hai Musa, kami sekali-kali tidak akan memasukinya selama-lamanya, selagi
mereka ada di dalamnya, karena itu pergilah kamu bersama Rabbmu, dan berperanglah
kamu berdua, sesungguhnya kami hanya duduk menanti di sini saja”. [Al-Maidah : 21-24]
Tidak diragukan lagi bahwa amar ma’ruf nahi mungkar adalah upaya menciptakan
kemaslahatan umat dan memperbaiki kekeliruan yang ada pada tiap-tiap individunya.
Dengan demikian, segala hal yang bertentangan dengan urusan agama dan merusak
keutuhannya, wajib dihilangkan demi menjaga kesucian para pemeluknya.

Persoalan ini tentu bukan hal yang aneh karena Islam adalah akidah dan syariat
yang meliputi seluruh kebaikan dan menutup segala celah yang berdampak negatif bagi
kehidupan manusia.

18
Amar ma’ruf nahi mungkar merupakan amal yang paling tinggi karena posisinya
sebagai landasan utama dalam Islam. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
“Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu)
menyuruh (berbuat) yang ma’ruf, mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah.
Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka. Di antara mereka ada
yang beriman, namun kebanyakan mereka adalah orang-orang fasik.” (Ali Imran: 110)

Jadi, segala perintah Allah subhanahu wa ta’ala yang disampaikan melalui rasul-
Nya adalah perkara yang ma’ruf. Begitu pula seluruh larangan-Nya adalah perkara yang
mungkar. Kemudian, Allah subhanahu wa ta’ala menjadikan amar ma’ruf nahi mungkar
ini sebagai sifat yang melekat dalam diri nabi-Nya dan kaum mukminin secara menyeluruh.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
“Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka menjadi
penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (berbuat) yang ma’ruf dan mencegah
dari yang mungkar, melaksanakan shalat, menunaikan zakat, serta taat kepada Allah dan
Rasul-Nya. Mereka akan diberi rahmat oleh Allah. Sungguh, Allah Mahaperkasa,
Mahabijaksana.” (at-Taubah: 71)

Siapa pun meyakini bahwa kebaikan manusia dan kehidupannya ada dalam ketaatan
kepada Allah subhanahu wa ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan hal
tersebut tidak akan sempurna tercapai melainkan dengan adanya amar ma’ruf nahi
mungkar. Dengan hal inilah umat ini menjadi sebaik-baik umat di tengah-tengah manusia.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
“Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu)
menyuruh (berbuat) yang ma’ruf, dan mencegah dari yang mungkar….” (Ali Imran: 110)

 Hukum Amar Ma’ruf Nahi Mungkar


Amar ma’ruf nahi mungkar adalah kewajiban bagi tiap-tiap muslim yang memiliki
kemampuan. Artinya, jika ada sebagian yang melakukannya, yang lainnya terwakili.
Dengan kata lain, hukumnya fardhu kifayah.

19
Namun, boleh jadi, hukumnya menjadi fardhu ‘ain bagi siapa yang mampu dan tidak
ada lagi yang menegakkannya. Al-Imam an-Nawawi rahimahullah mengatakan, “Amar
ma’ruf nahi mungkar menjadi wajib ‘ain bagi seseorang, terutama jika ia berada di suatu
tempat yang tidak ada seorang pun yang mengenal (ma’ruf dan mungkar) selain dirinya;
atau jika tidak ada yang dapat mencegah yang (mungkar) selain dirinya. Misalnya, saat
melihat anak, istri, atau pembantunya, melakukan kemungkaran atau mengabaikan
kebaikan.” (Syarh Shahih Muslim)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Amar ma’ruf nahi mungkar adalah
fardhu kifayah. Namun, terkadang menjadi fardhu ‘ain bagi siapa yang mampu dan tidak
ada pihak lain yang menjalankannya.”
Dengan kata lain, kewajibannya terletak pada kemampuan. Dengan demikian, setiap
orang wajib menegakkannya sesuai dengan kemampuan masing-masing. Allah subhanahu
wa ta’ala berfirman:
“Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu, dengarlah serta taatlah
dan infakkanlah harta yang baik untuk dirimu. Dan barang siapa dijaga dirinya dari
kekikiran, mereka itulah orang yang beruntung.” (at-Taghabun: 16)

Kemampuan, kekuasaan, dan kewenangan adalah tiga hal yang terkait erat dengan
proses amar ma’ruf nahi mungkar. Yang memiliki kekuasaan tentu saja lebih mampu
dibanding yang lain sehingga kewajiban mereka tidak sama dengan yang selainnya.

Al-Qur’an telah menunjukkan bahwa amar ma’ruf nahi mungkar tidak wajib bagi
tiap-tiap individu (wajib ‘ain), namun secara hukum menjadi fardhu kifayah. Inilah
pendapat yang dipegangi mayoritas para ulama, seperti al-Imam al-Qurthubi, Abu Bakar al-
Jashash, Ibnul Arabi al-Maliki, Ibnu Taimiyah, dan lain-lain rahimahumullah.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Siapa di antara kalian yang melihat suatu kemungkaran, maka cegahlah dengan tangannya.
Jika belum mampu, cegahlah dengan lisannya. Jika belum mampu, dengan hatinya, dan

20
pencegahan dengan hati itu adalah selemah-lemah iman.” (HR. Muslim no. 70 dan lain-
lain)

 Syarat dan Etika Beramar Ma’ruf Nahi Mungkar


Allah subhanahu wa ta’ala menciptakan kita agar kita beribadah dan menjalankan ketaatan
kepada-Nya sebaik mungkin. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
“(Dialah) yang menciptakan mati dan hidup untuk menguji kamu, siapa di antara kamu
yang lebih baik amalnya. Dan Dia Mahaperkasa, Maha Pengampun.” (al-Mulk: 2)

Amar ma’ruf nahi mungkar adalah ibadah, ketaatan, dan amal saleh. Karena itu,
harus dilakukan dengan benar dan penuh keikhlasan agar menjadi amalan saleh yang
diterima. Al-Imam Fudhail Ibnu Iyadh rahimahullah mengemukakan bahwa suatu amalan
meskipun benar tidak akan diterima jika tidak ada keikhlasan, begitu pun sebaliknya.
Keikhlasan berarti semata-mata karena Allah subhanahu wa ta’ala, sedangkan kebenaran
berarti harus berada di atas sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Para penegak amar ma’ruf nahi mungkar hendaknya memerhatikan dan memenuhi
beberapa syarat berikut.

 Syarat pertama: Ilmu dan pemahaman sebelum memerintah dan melarang.


Apabila tidak ada ilmu, dapat dipastikan yang ada adalah kebodohan dan
kecenderungan mengikuti hawa nafsu. Padahal siapa saja yang beribadah kepada
Allah subhanahu wa ta’ala tanpa ilmu, maka kerusakan yang diakibatkannya jauh
lebih dominan daripada kebaikan yang diharapkan.
 Syarat kedua: Lemah lembut dalam beramar ma’ruf dan bernahi mungkar.
Penyambutan yang baik, penerimaan, dan kepatuhan adalah harapan yang tidak
mustahil apabila proses amar ma’ruf nahi mungkar selalu dihiasi oleh kelembutan.
 Syarat ketiga: Tenang dan sabar menghadapi kemungkinan adanya gangguan
setelah beramar ma’ruf nahi mungkar.

21
Ada 73 golongan yang disebutkan dalam sebuah hadis yang akan selamat di hari akhir.
Riwayat hadis tersebut sangat terkenal di antara umat Islam dan sering disampaikan dalam
majelis-majelis taklim.

Riwayat hadis tersebut, yaitu dari Imam Thabrani, Orang- orang Yahudi bergolong-
golong terpecah menjadi 71 atau 72 golongan, orang Nasrani bergolong- golong menjadi 71
atau 72 golongan, dan umatku (kaum Muslimin) akan bergolong-golong menjadi 73
golongan. Yang selamat dari padanya satu golongan dan yang lain celaka.

Ditanyakan, Siapakah yang selamat itu? Rasulullah SAW menjawab, Ahlusunnah wal
jamaah. Dan kemudian ditanyakan lagi, Apakah Ahlusunnah wal jamaah itu? Beliau
menjawab, Apa yang aku berada di atasnya, hari ini, dan beserta para sahabatku (diajarkan
oleh Rasulullah SAW dan diamalkan beserta para sahabat).

Ustaz Sofyan Chalid Ruray dalam kajian di Masjid Nurul Iman Blok M, Jakarta
Selatan, menjelaskan tentang apa ciri dari orang penganut Aswaja tersebut. Salah satunya
adalah melaksanakan amar makruf nahi mungkar. "Amar makruf nahi mungkar adalah
membantah dan menjelaskan kesalahan yang menyelisihi kebenaran, ujar Ustaz Sofyan saat
mengisi materi kajian dengan tema 6 Prinsip Utama Ahlusunnah wal Jamaah (dari kitab
Sittu Duror min Ushuli Ahlil Atsar), belum lama ini.

Mereka juga akan termasuk orang dalam golongan yang beruntung. Sebagaimana dalam
surah Ali Imron ayat 104, Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang
menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang
mungkar; merekalah orang-orang yang beruntung.

Keberadaan manusia di muka bumi mempunyai tanggung jawab yang sangat besar.
Terlebih, dia menjelaskan, sebagaimana disebutkan dalam Alquran surah al- Baqarah ayat
30 bahwa manusia di dunia sebagai khalifah di bumi. "Kita umat Islam punya misi, yaitu
memerintahkan amar makruf nahi mungkar dan melarang kemungkaran dan beriman
kepada Allah, kata Ustaz Sof yan.

22
Sebaliknya, menurut Ustaz Sofyan, umat Islam yang membiarkan terjadinya
kemungkaran, dia pun akan mendapatkan imbalannya berupa keburukan. Ia mengatakan,
hal tersebut sudah dijelaskan dalam Alquran surah al-Maidah ayat 79, Mereka satu sama
lain selalu tidak melarang tindakan mungkar yang mereka perbuat.

Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu. Mengajak seseorang
untuk melakukan kebaikan dan mencegah melakukan kemungkaran, menurutnya,
merupakan investasi jangka panjang. Amar makruf nahi mungkar yang dilaksanakan oleh
seseorang selamanya akan mendapatkan posisi yang mulia.

Seperti Rasulullah SAW dan para sahabat. Mereka mendapatkan kedudukan yang mulia
hingga sekarang.Para sahabat selalu menyampaikan setiap perintah Rasulullah kepada umat
Islam lainnya. Sehingga, pahala akan terus mengalir kepada mereka.

Ustaz Sofyan juga mengajak umat Islam agar tidak mengajarkan kesesatan kepada
orang lain. Pasalnya, mereka akan ikut menanggung dosa pada setiap kesesatan yang
dikerjakan oleh seseorang.Untuk itu, ia menegaskan, mereka juga termasuk orang- orang
yang tidak berada pada posisi umat yang mulia.

Ia mengingatkan, di era media sosial (medsos) merupakan ujian tersendiri bagi


seorang Muslim. Seseorang dengan mudah melakukan dosa konten-konten negatif yang
disebarkan melalui medsos. Karena itu, umat Islam harus bijak menggunakan medsos. Di
era medsos ini mempermudah berita tersebar menjadi viral. "Ini lebih berbahaya. Di upload
dan disebarkan semua menjadi berdosa," tuturnya.

Dalam posisi ini, melaksanakan amar makruf nahi mungkar jelas sangat dibutuhkan.
Tujuannya, agar dosa seseorang tidak bertambah akibat dampak buruk dari
ketidakmampuan menggu- nakan medsos. Menurut Ustaz Sof yan, perintah amar makruf
nahi mungkar bentuk kasih sayang Allah kepada manusia.

Tujuan lainnya adalah untuk menyelematkan umat agar tak terjerumus kepada
kesesatan. Termasuk, untuk menjaga keaslian agama Islam. Karenanya mengingatkan

23
setiap kesalahan wajib dilakukan bagi setiap Muslim. Kendati demikian, mengingatkan
seseorang juga harus menggunakan cara supaya mereka tidak merasa direndahkan.

24
V. Fitnah Akhir Zaman

Fitnah adalah cobaan, Fitnah adalah ujian, harta adalah harta, anak-anak adalah
fitnah, kekafiran adalah fitnah, Fitnah itu bisa pula adalah perbedaan pendapat manusia.
Intinya fitnah itu adalah segala hal yang dapat menjadikan manusia berselisih dan menjauh
dari kebenaran agama.

Akan datang suatu masa di mana bangsa mengeroyok kalian seperti orang rakus
merebutkan makanan di atas meja, ditanyakan (kepada Rasulullah saw) apakah karena di
saat itu jumlah kita sedikit? Jawab Rasulullah saw, tidak bahkan kamu saat itu mayoritas
tetapi kamu seperti buih di atas permukaan air banjir, hanya mengikuti kemana air banjir
mengalir (artinya kamu hanya ikut-ikutan pendapat kebanyakan orang seakan-akan kamu
tidak punya pedoman hidup) sungguh Allah telah mencabut rasa takut dari dada musuh-
musuh kamu, dan mencampakkan di dalam hatimu 'al-wahn' ditanyakan (kepada
Rasulullah) apakah al-wahn itu ya Rasulullah? Jawabnya: wahn adalah cinta dunia dan
benci mati.

Marilah kita tingkatkan taqwa kita kepada Allah swt dengan melaksanakan semua
perintahnya dan menjauhi segala larangannya karena dengan taqwa, fa insyaallah kita
mendapatkan kebahgiaan di dunia dan di akhirat (allahumma amin). Salah satu mu'jizat
Rasulullah saw Nabiyyur Rahmah (seorang nabi yang paling sayang kepada umatnya)
adalah sabda beliau yang menjelaskan kondisi umat di masa yang akan datang, sabda tadi
diriwayatkan oleh sahabat Hudzaifah Ibn Yaman ra. Di mana beliau berkata:

‫ص‬ ‫ش‬
‫ج‬ ‫ش‬
‫ش‬ ‫ش‬

‫ص‬ ‫ش‬

‫ق‬
‫شج‬ ‫ص‬

25
Orang-orang bertanya kepada Rasulullah saw tentang 'kebaikan' (Islam) sedang aku
(Hudzifah) bertanya tentang 'kejelekan' karena aku khawatir kejelekan itu menimpa pada
diriku. Aku bertanya (Hudzifah) "wahai Rasulullah kita dahulu pernah hidup di zaman
jahiliyah yang penuh keburukan, kemudian ember lillah- Allah menggantikannya dengan
kebaikan (Islam), apakah setelah kebaikan (Islam) ini akan muncul suatu kejelekan
kembali? Kemudian Rasulullah saw menjawab : ya, ada. Kemudian aku (Hudzaifah)
bertanya: apakah setelah kejelekan yang terjadi itu akan muncul kembali kebaikan (Islam)?
Beliau (Rasulullah saw) menjawab: ya, masih ada, tetapi kebaikan itu tidak murni, ada
kekaburan (campuran) nya. Kemudian aku (Hudzaifah) bertanya: apa kekaburannya wahai
Rasulullah? Rasulullah menjawab: yaitu kelompok (kaum) yang mengaku muslim tetapi
perbuatannya tidak murni menurut sunnahku (ada campuran/kotoran-kotoran aqidah dan
faham yang tidak menurut sunahku), dan mereka memberi petunjuk tidak menurut
petunjukku. Sebagian perbuatan mereka ada yang kamu anggap baik karena (cocok dengan
sunahku) dan sebagiannya yang lain ada yang kamu ingkari (karena) tidak sesuai dengan
sunahku (Islam). Islam dibelokkan ajarannya oleh mereka menurut kepentingannya
(kelompok mereka) dan jangan sampai ada anggapan bahwa Islam agama yang memudar
(melemah) maka ajaran Islam dirubah-rubah oleh mereka, disesuaikan dengan
perkembangan zaman (yang tambah rusak ini) Kemudian aku (Hudzaifah) bertanya: apakah
setelah kebaikan (yaitu Islam yang dibawa oleh kaum yang tidak murni Islamnya itu)
timbul kejelekan lagi, wahai Rasulullah? Jawabannya ya, ada. Yaitu dai-dai yang berdiri di
depan pintu-pintu neraka jahannam.

Barang siapa yang melaksanakan dakwah dan ajakannya, maka mereka da'i-da'i
tersebut melempar orang tadi ke dalam neraka jahannam, dai-dai itu mengaku sebagai
muslim tetapi terang-terangan dakwahnya memusuhi Islam dan bertentangan dengan Islam.
Kemudian aku (Hudzaifah) bertanya: jelaskan kami (wahai Rasululllah) sifat/identitas da'i-
dai itu? Rasulullah menjawab, mereka itulah orang yang kulitnya sama dengan kulit kita
dan berbicara dengan bahasa kita. Kemudian aku (Hudzaifah) bertanya: apa yang kamu
perintahkan kepada kami jika keadaan seperti itu menemui kami? Jawab Rasulullah: kamu
harus (wajib) bergantung dengan kelompok orang-orang Islam dan pimpinan-pimpinannya.
Kemudian Kemudian aku (Hudzaifah) bertanya: kalau sudah tidak ada kelompok orang-

26
orang Islam dan pimpinan-pimpinannya, bagaimana wahai Rasulullah? Rasulullah saw
menjawab : tinggalkan semua kelompok-kelompok yang non muslim (semuanya),
berpegang teguhlah kepada Islam walaupun kamu sendirian.

Begitu pentingnya pendirian ini hingga Rasulullah saw menggambarkannya


(seakan-akan kamu menggigit pokok pohon sehingga kamu mati sendirian dalam keadaan
demikian) Kaum Muslimin Rahimakumullah Kondisi umat seperti yang digambarkan oleh
hadits Rasulullah yang diriwayatkan shabat Hudzaifah Ibnu Yaman di atas kini menjadi
kenyataan. Dimana sekarang ini umat Islam diterpa oleh bermacam-macam fitnah yang
menjadikan umatnya ini kembali kepada akhlaq zaman jahiliyyah. Agama masyarakat
mereka diliputi berbagai kejelekan, kejahatan, kehancuran dan perselisihan.

Akan datang suatu masa di mana bangsa mengeroyok kalian seperti orang rakus
merebutkan makanan di atas meja, ditanyakan (kepada rasulullah saw) apakah karena di
saat itu jumlah kita sedikit? Jawab rasulullah saw, tidak bahkan kamu saat itu mayoritas
tetapi kamu seperti buih di atas permukaan air banjir, hanya mengikuti kemana air banjir
mengalir (artinya kamu hanya ikut-ikutan pendapat kebanyakan orang seakan-akan kamu
tidak punya pedoman hidup) sungguh Allah telah mencabut rasa takut dari dada musuh-
musuh kamu, dan mencampakkan di dalam hatimu 'al-wahn' ditanyakan (kepada
Rasulullah) apakah al-wahn itu ya Rasulullah? Jawabnya: wahn adalah cinta dunia dan
benci mati.

Penyakit-penyakit cinta dunia ini disebabkan merasuknya rasa cinta kepada harta,
tahta, wanita, di hati manusia. Manusia ingin kaya, pangkat tinggi, punya pengaruh hebat,
terkenal dimana-mana. Manakala keinginan ini dicapai tanpa mengikuti aturan Allah, maka
inilah disebut materialistis, faha, kebenaran seperti yang disinyalir hadits Rasulullah saw:

‫ؤ‬ ‫ش‬ ‫ز‬


‫ق‬ ‫ق‬ ‫ش‬ ‫ئ‬

Akan datang kepada manusia di mana perhatianya adalah perutnya, kebanggaan


mereka adalah harta (benda) qiblatnya adalah wanita, agama mereka adalah uang dirham

27
dan dinar, mereka itulah makhluk paling jelek dan tidak mendapat bagian di sisi Allah.
Dalam kondisi di mana kaum muslimin mendiamkan semua kemungkaran ini berlangsung
di negeri nereka, maka penyakit cinta dunia merajalela. Banyak kaum muslimin yang
terjerat menjadi kapitalis matrialistis, tidakkan mereka ingat firman Allah swt.

Janganlah sekali-kali hidup dunia memperdayakan kamu dan janganlah pula


penipu/syaithan memperdayakan kamu dalam menta'ati Allah. Begitu pula tidakkah mereka
igat peringatan Rasulullah saw

Dijelaskan di akhir zaman, hukum kalah dengan etika. Paling mudah, contohnya
hukum mengorder pelacur adalah haram. Namun etika di masyarakat mengatakan bahwa si
pemberi order itu disebut orang baik jika dia mau membayar. Contoh lain, haram nonton
konser yang mengumbar aurat. Namun, etika masyarakat menyatakan siapapun yang
menonton konser yang mengumbar aurat itu adalah orang baik jika dia mau membayar tiket
dan berlaku sopan selama pertunjukan. Ini yang kita takutkan. Hukum tak ada lagi karena
kalah oleh etika yang berlaku di masyarakat meski etika itu salah. Yang paling kita
takutkan adalah kebaikan dalam keburukan. Orang berlaku buruk namun masyarakat
mengatakan itu baik, sehingga orang itu tidak pernah instropeksi bahwa sebenarnya
perilakunya itu buruk.

Orang-orang di zaman dahulu berhasil menjaga iman dan ketaatannya kepada Allah
ketika diuji dengan kemiskinan. Namun gagal mempertahankan keimanan ketika diuji
dengan harta dan kekayaan seperti Tsa’labah dan Qarun. Berbeda dengan kita. Sekarang
kebanyakan dengan ujian kemiskinan saja gagal menjaga iman dan taat pada Allah.
Apalagi diuji kekayaan dan kedudukan. Tentu akan membuat lebih gagal lagi dengan sifat-
sifat kesombongan dan keangkuhan yang akan timbul karena merasa hebat dengan sedikit
kelebihan yang Allah berikan. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda yang
artinya: “Akan datang kepada manusia tahun-tahun yang penuh dengan tipuan. Ketika itu
pendusta dibenarkan sedangkan orang yang jujur didustakan. Pengkhianat dipercaya

28
sedangkan orang yang amanah justru dianggap sebagai pengkhianat. Pada saat itu
Ruwaibidhah berbicara. Ada yang bertanya, ‘Apa yang dimaksud Ruwaibidhah?’.
Rasulullah menjawab, “Orang fasik dan bodoh yang turut campur dan berbicara dalam
urusan orang banyak”.

Sementara dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Thabarani menyebutkan


bahwa salah satu tanda akhir zaman adalah banyak kematian mendadak. Rasulullah
bersabda :

‫ص‬ : :
‫ج‬

Dari Anas bin Malik, dia meriwayatkan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ,
beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Di antara dekatnya hari kiamat, hilal akan
terlihat nyata sehingga dikatakan ‘ini tanggal dua’, masjid-masjid akan dijadikan jalan-
jalan, dan munculnya (banyaknya) kematian mendadak.

Beberapa hadits tentang akhir zaman mengarahkan pada satu kesimpulan informasi
bahwa realitas akhir zaman akan banyak muncul berbagai fitnah yang terus menerus
menerpa ummat Islam ibarat sebuah gelombang ombak yang terus kejar-kejaran bahkan
semakin membesar. Istilah Nabi saw adalah ibarat malam yang semakin gelap dan pekat
gelapnya, waktu demi waktu. Fitnah-fitnah tersebut akan terus menimpa umat Islam
hingga fitnah terbesar akhir zaman yaitu munculnya Dajjal yang akan merusak keimanan
seorang muslim.

Bencana bencana yang terjadi di akhir zaman adalah fitnah bagi umat manusia
terkhusus kaum muslimin. Bencana wabah covid-19 adalah bagian dari fitnah akhir zaman.
Kenapa demikian ?. Hal ini karena covid- 19 telah menebarkan banyak fitnah ( seperti

29
pembunuhan, kematian yang mendadak serta rusaknya nama islam yang dilakukan baik
oleh ummat Islam sendiri maupun umat di luar Islam).

Perhatikan bagaimana Covid- 19 telah menjadi bagian dari fitnah Akhir Zaman ini.
Bahkan semuanya dapat difitnah dengan covid-19. Perhatikan bagaimana masjid ditutup
dengan alasan covid. Setiap malam yang biasanya banyak ummat berkumpul untuk
pengajian, saat ini dilarang dengan alasan covid. Orang yang sakitpun di fitnah dengan
covid bahkan orang yang sehat pun juga dapat difitnah dengan covid. Tidak luput pula
seseorang yang mati baik-baik di dalam masjid ataupun mati mendadak pun saat duduk-
duduk di alun-alun pun dapat di fitnah covid dan ditangani dengan menggunakan prosedur
penanganan covid dengan alasan sebagai langkah preventif. Sehingga seakan kita sulit
membedakan antara tindakan kesiagaan dengan kepanikan (fobia) yang akhirnya
menjadikan kecemasan dan kepanikan sosial yang semakin meluas. Lebih mengerikan lagi
adalah hubungan antar masyarakat yang semakin mulai renggang sebab mereka dilanda
perasaan saling curiga. Disaat seseorang bertemu dan ada seseorang yang ingin bersalaman
maka tiba-tiba dalam pikirannya muncul perasaan "jangan-jangan" orang tersebut akan
menularkan virus corona.

Fitnah covid-19 ini pun juga telah masuk ke tempat-tempat suci kaum muslimin
yaitu masjid. Shalat berjamaah di masjid dicurigai akan dapat menularkan virus corona,
hingga shaf shalat dibuat berjarak, sekalipun hal ini bisa jadi menyinggung Allah swt,
karena seakan mempersepsi buruk atas aturan Allah dan Rasul-Nya untuk meluruskan dan
merapatkan shaf sholat. Sementara seorang muslim yang hendak melakukan shalat
pastinya telah bersuci, berwudhu, berpakaian yang bersih rapi, bahkan masjid pun setiap
waktu selalu dalam keadaan bersih dan suci, namun tetap saja di fitnah dengan fitnah
covid-19 ini.

Covid-19 telah benar-benar menjadi alat fitnah terbesar bagi ummat manusia
wabilkhusus terhadap ummat Islam. Sehingga banyak aturan-aturan Allah dan rasulnya
yang tidak diindahkan dan bahkan dijauhi serta dilanggar.

30
DAFTAR PUSTAKA

https://muslim.or.id/425-islam-iman-ihsan.html

https://republika.co.id/berita/qcjm5u366/islam-iman-dan-ihsan-tak-bisa-dipisahkan

https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=&cad=rja&uact=8
&ved=2ahUKEwiU5YnMq8XtAhUXX30KHdIjADEQFjANegQIBhAC&url=https%3A%
2F%2Fejournal.iaitribakti.ac.id%2Findex.php%2Fintelektual%2Farticle%2Fdownload%2
F811%2F606&usg=AOvVaw1t4GNsMS4xw2prrI5YIOEt

https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=&ved=2ahUKEwi
XmYThrsXtAhXFdCsKHdIrB0EQFjABegQIAhAC&url=http%3A%2F%2Fjournal.uinjkt
.ac.id%2Findex.php%2Funa%2Farticle%2Fdownload%2F15193%2Fpdf&usg=AOvVaw3
J0E8PEwNPuIr3DHQXomjO

http://guardyan.blogspot.com/2012/11/hubungan-islam-dan-sains.html

https://news.detik.com/kolom/d-4744782/narasi-hubungan-islam-dan-sains

https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=&ved=2ahUKEwj
99ergs8XtAhXXXSsKHSeoDiYQFjAFegQICxAC&url=http%3A%2F%2Fjhp.ui.ac.id%2
Findex.php%2Fhome%2Farticle%2Fdownload%2F1295%2F1217&usg=AOvVaw3EzoN
OalbLZBBgQwpLs2aN&cshid=1607671730373546

https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=&cad=rja&uact=8
&ved=2ahUKEwjitve1tsXtAhXk_3MBHZ0pDvwQFjACegQIAhAC&url=https%3A%2F

31
%2Fwww.jurnalfaiuikabogor.org%2Findex.php%2Fmizan%2Farticle%2Fdownload%2F1
22%2F38&usg=AOvVaw0KdtQ6Qx6VSG2jWfguhWyG

https://republika.co.id/berita/dunia-islam/hikmah/16/11/25/oh6pth313-4-pesan-rasulullah-
untuk-penegak-hukum

https://almanhaj.or.id/2708-amar-maruf-nahi-mungkar-menurut-hukum-islam.html

https://republika.co.id/berita/peojie313/menegakkan-amar-makruf-nahi-mungkar

https://asysyariah.com/kewajiban-amar-maruf-nahi-mungkar-2/

https://islam.nu.or.id/post/read/39988/fitnah-akhir-zaman

https://smol.id/2020/07/09/ini-fitnah-akhir-zaman-yang-bikin-ulama-nangis/

32

Anda mungkin juga menyukai