2264 5019 1 SM PDF
2264 5019 1 SM PDF
Biosantifika
Berkala Ilmiah Biologi
http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/biosaintifika
Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Semarang,
Indonesia
Abstract
Stress is a condition where the demands to be met is beyond the capabilities of a
person, and something that causes a stress is called stressor. Stress can occur as
a result of the inability of a person in responding a stressor, and the stress can
cause physical or mental disorders. Addiction is a strong drive, forced to repeat a
particular action even it is known that it will harm the body. Stress and adicction
to drug abuse will be responded by the hypothalamus-pituitary-adrenalin (HPA-
axis), causing the levels of the hormone cortisol to rise. The study design was a
randomized Quasi-Experimental Control Pretest-posttest design with 22 addict
recovery study subjects who meet the inclusion and exclusion criteria in the National
Narcotics Agency Jakarta.The variabel to be measured was cortisol secreted by the
HPA-axis. The examination of the cortisol levels was using a radioimmunoassay
(RIA). The results showed that the cortisol levels in the addict recovery subjects with
and without rehabilitation were 9.2 to 13.97 mg / dl and 16.5 to 16.9 mg / dl,
respectively. It was concluded that the levels of cortisol, secreted by HPA-axis in
conditions of stress and addiction, have lowered.
Alamat korespondensi: ISSN 2085-191X
FMIPA UNNES Gd D6 Lantai 1 Jln. Raya Sekaran- Gunungpati- Semarang
50229 Telp./Fax. (024) 8508033; E-mail: lisdiana_512@yahoo.com
Lisdiana / Biosaintifika 4 (1) (2012)
19
Lisdiana / Biosaintifika 4 (1) (2012)
Kriteria eksklusi adalah kriteria yang Addict recovery yang menjalani rehabilitasi
digunakan untuk mengeluarkan addict dibandingkan dengan kadar kortisol pada
recovery dari keanggotaan sampel penelitian. Addict recovery non rehab, yakni Addict
Dalam penelitian ditetapkan kriteria eksklusi recovery yang berstatus sebagai consellor.
sebagai berikut 1) diketahui mengkonsumsi Analisis statistik yang digunakan adalah uji
narkotika selama menjalani rehabilitasi 2) independent t test.
melanggar tata tertib yang telah ditentukan
di BKS Pamardi Siwi BNN Jakarta. HASIL DAN PEMBAHASAN
Sampel diambil dari populasi yang
telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi Diskripsi hasil pemeriksaan kadar
yang telah ditentukan seperti tersebut di kortisol disajikan dalam Tabel 1 dan Tabel 2
atas dan bersedia mengikuti program dalam serta diilustrasikan pada Gambar 1.
penelitian dengan menandatangi lembar Menurut Maramis (1999), stres adalah
persetujuan (informed consent). Sampel yang segala masalah atau tuntutan penyesuaian
diperoleh sebanyak 22 personil. Sampel diri dan karena itu sesuatu yang mengganggu
dikelompokkan menjadi dua kelompok, keseimbangan, jika tidak dapat mengatasinya
yakni kelompok perlakuan dan kontrol. dengan baik, maka akan memunculkan
Pada kelompok perlakuan, sampel menjalani gangguan badan ataupun gangguan jiwa.
rehabilitasi (medis dan sosial). Kelompok Berbagai reaksi stres meliputi gangguan
kontrol adalah addict recovery yang berstatus kognisi, emosi dan perilaku (Akil & Morano
sebagai Counsellor Addict dan tinggal di 1995; Bear et al. 1996). Gangguan ini akan
BBKS Pamardi Siwi BNN Jakarta. Variabel direspon oleh hipotalamus dan melalui
dalam penelitian adalah program rehabilitasi Hipotalamus-Pituitary- Adrenalis-Axis akan
medis dan sosial sebagai variabel bebas dan meningkatkan kadar kortisol. Addiction dapat
perubahan kadar kortisol pada addict recovery menyebabkan Addict recovery mengalami
sebagai variabel tergantung. gangguan perilaku dan emosi seperti kondisi
Bahan dalam penelitian ini meliputi stres. Kondisi stres berkaitan erat dengan
sampel darah addict recovery dan reagen- penyalahgunaan narkotika (Hanson 2002).
reagen kimia yang diperlukan dalam Secara sistematis istilah stres dapat
pemeriksaan kortisol. Pengukuran kadar dikaji melalui tiga pendekatan, yakni
kortisol dilakukan dengan menggunakan pendekatan engineering, psikologis dan
Radioimmunoassay (RIA) dari darah tepi medikofisiologis. Pendekatan engineering
yang dilakukan di Laboratorium Makmal stres diartikan sebagai keadaan dari suatu
Terpadu Immuno-Endokrinologi Fakultas lingkungan yang dapat menyebabkan
Kedokteran Universitas Indonesia. individu yang hidup di lingkungan tersebut
Hasil pengukuran kadar kortisol pada sakit. Jadi stres identik dengan stimulus
18
pre, 16.9 post, 16.5
16
14
kadar kortisol (ug/dl)
pre, 13.97
12
10
post, 9.2
8
6 perlakuan
4 kontrol
2
0
pre pemberian treatment post
Gambar 1. Rerata kadar kortisol pada Addict recovery pada kelompok rehabilitasi dan non
rehabilitasi
21
Lisdiana / Biosaintifika 4 (1) (2012)
gai akibat dari perubahan yang bersifat sehingga jumlah kortisol meningkat. Pada
penyesuaian, yang berkembang di dalam keadaan stres akut terjadi peningkatan
tubuh karena paparan zat yang terus katekolamin dan kortisol, Semakin tinggi
menerus. Ketergantungan juga diartikan tingkat keparahan stres semakin tinggi
sebagai suatu sindrom dengan manifestasi kadar kedua hormon tersebut (Cance et al.
pola perilaku yang memerlukan penggunaan 1994; Gerra et al. 2002). Peningkatan kadar
zat, di mana perilaku itu paling menonjol kortisol pada stress psikis dianggap sebagai
dibanding perilaku lain pada seseorang, dan akibat dari naiknya aktivitas system limbic,
perilaku itu paling diutamakan. Jadi secara khususnya dalam region amigdala dan
ringkas ketergantungan dapat disebut sebagai hipokampus (NIDA 2002)
perilaku penggunaan obat secara kompulsif Addict recovery adalah individu
(Kosten & George 2002; William et al. 2002). dengan defek pada ego, sehingga tidak
Ketergantungan fisik merupakan suatu mampu mengenal perasaan “sakit” (rasa
fenomena alami, seseorang akan mengalami malu, bersalah, marah, cemas). Ego yang
ketergantungan fisik apabila menggunakan lemah berkaitan dengan emosi yang labil,
suatu zat atau obat dalam dosis yang cukup reaktivitas berlebihan, hipersensitivitas,
besar dan berjangka lama. Hal ini karena sel kurangnya kepercayaan diri dan sikap yang
tubuh yang terpapar obat akan beradaptasi pesimistis. Dengan demikian mengkonsumsi
sehingga terjadi suatu keseimbangan biologik narkotika merupakan suatu usaha untuk
baru. Penghentian penggunaan secara tiba- mengobati diri sendiri, menghidupkan
tiba akan memberikan kekacauan terhadap kembali kekuatannya, sehingga menjadikan
mekanisme yang sudah ada, sehingga adanya perubahan perilaku. Penggunaan
timbul reaksi hebat yang pada umumnya narkotika kemudian digambarkan sebagai
memberikan efek yang berlawanan dengan keputusasaan dalam upaya mengkompensasi
efek obat tersebut, sedangkan pada defisit-defisit dalam fungsi ego, harga diri
ketergantungan psikologis yakni apabila yang rendah, dan masalah dalam hubungan
pemakain zat dihentikan akan menimbulkan interpersonal. Menurut Freud maupun
gangguan pada perilaku seperti cemas, Horney, untuk menghadapi harapan
gelisah, dan emosi yang sangat labil yang tidak terpenuhi, seseorang akan
(PPIKB/CME 2002). Pada tahun 2003 data melakukan berbagai mekanisme pembelaan.
menunjukkan dari 4,649 penderita gangguan Ini merupakan reaksi normal manusia
mental dan perilaku 56,3% diakibatkan oleh (Muljohardjono 2005).
penggunaan narkotika ( Dep Kes RI 2004). Ketergantungan adalah suatu penya-
Mengkonsumsi obat adiktif, se- kit akibat penggunaan narkotika yang
perti narkotika secara berulang akan mengganggu fungsi otak, sehingga terganggu
menimbulkan perubahan sensitifitas pada fungsi perilaku seseorang. Perilaku adalah
system saraf, sama seperti stres berulang, serangkaian aksi yang berurutan dengan
sehingga diduga antara zat adiktif dan stres tujuan adaptasi terhadap suatu situasi atau
memiliki patofisiologi dan berhubu-ngan situasi yang dihadapi (Aswin 1990). Pada
dengan sistem saraf yang sama (Kauer addict recovery terjadi perubahan perilaku
2003; William et al. 2002). Selama respon yang dinamakan perilaku adiksi atau addiction
stres sistem saraf simpatik dibangkitkan, behaviour. Addiction behaviour ditandai
dan menyebabkan hipotalamus mensekresi dengan adanya drug seeking behaviour, secara
corticotrophin releasing factor (CRF) lebih kompulsif mencari drug, menggunakannya
banyak. Menurut Koffler & Bartlett dan relapse serta berakibat addict berlabel
(2012) CRF telah dikaitkan dengan stres manipulatif. Selain itu pada addict juga
akibat penguatan narkotika. CRF akan sering dijumpai perilaku antisosial. Perilaku
menstimuli pituitary untuk mensekresikan antisosial adalah perilaku yang berulang-
adenocorticotropin hormone (ACTH), ACTH ulang menimbulkan konflik, sering
akan mengaktifkan korteks adrenal untuk melanggar norma sosial, bersikap impulsif,
mensekresi glukokortikoid terutama kortisol, egosentris, tidak bertanggungjawab terhadap
22
Lisdiana / Biosaintifika 4 (1) (2012)
apa yang telah dilakukan, sulit mengubah (Haass & Bartlett 2012).
diri melalui pengalaman maupun hukuman, Pemberian treatmen berupa reha-
toleransi terhadap kekecewaan rendah dan bilitasi akan direspon oleh nuklei lateral
cenderung menyalahkan orang lain atau dan nuklei ventromedial di hipotalamus
menyusun alasan untuk merasionalisasikan sebagai positive reinforcing, menjadikan Addict
perilakunya agar diterima oleh orang lain recovery tenang dan menimbulkan respon
dan atau masyarakat (Maramis 1999). emosional yang positive dan coping menjadi
Perilaku antisosial sering dijumpai pada efektif atau terjadi positive coping mechanism.
penyalahguna narkotika dengan tahapan Keadaan tenang dengan emosi positif akan
ketergantungan. Untuk mengatasi kondisi direspon oleh neurosekretori di hipotalamus
ini para penyalahguna narkotika menjalani yang menyebabkan sekresi CRF menurun.
rehabilitasi, yang dimulai dari rehabilitasi Penurunan kadar CRF akan memicu
medis dan kemudian dilanjutkan dengan penurunan sekresi ACTH oleh kelenjar
rehabilitasi sosial. Penelitian ini mencoba pituitary, dan akhirnya menjadikan sekresi
mengukur kadar kortisol sebagai salah satu kortisol oleh kelenjar adrenalis menurun.
indikator stres pada penyalahguna narkotika Hampir setiap jenis respon tubuh yang
yang sedang menjalani rehabilitasi atau berupa stres, baik stres fisik maupun stres
dinamakan Addict recovery. psikis dalam waktu yang relatif cepat dapat
Hasil penelitian diketahui bahwa kadar meningkatkan sekresi kortisol. Peningkatan
kortisol pada Addict recovery menunjukkan sekresi kortisol ini seringkali dapat mencapai
rerata kadar yang masih dalam range normal sampai 20 kali. Stres psikis akibat paparan
dengan urutan kadar kortisol tertinggi pada narkotika dapat menyebabkan peningkatan
pengukuran pertama pada kelompok Addict kadar ACTH dengan kecepatan yang sama
recovery yang tidak menjalani rehabilitasi. dengan stres fisik. Peningkatan kadar ACTH
Kadar kortisol terendah dijumpai pada ini disebabkan peningkatan aktivitas sistem
pengukuran kedua atau setelah menjalani limbik, khususnya amigdala dan hipokampus
rehabilitasi. Hal ini dapat dijelaskan yang keduanya menjalarkan sinyal ke bagian
sebagai berikut, bahwa tubuh akan bereaksi posterior hipotalamus (Guyton 2000; Bear et
terhadap stres dengan mengeluarkan dua al. 1996). Ditemukan perubahan kadar kortisol
jenis zat kimia yakni hormon dalam darah di dalam tubuh individu yang mengalami
dan neurotransmitter di otak. Hal ini sesuai perubahan neuropsikiatrik (Stern & Prange
dengan pernyataan Stocker (2012), bahwa 1995). Pada Addict recovery didapatkan kadar
stres merupakan faktor utama dalam kortisol berkorelasi dengan agresivitas dan
menyebabkan kambuh di semua kecanduan. kepribadian antisosial (Fieshben et al. 1992).
Stres dapat berupa banyak bentuk. Pada Kemampuan mengelola stressor atau
kondisi addict, dimana seseorang dalam coping mechanism setiap orang tergantung dari
kondisi emosi negatif, gelisah, cemas. temperamen individu dan persepsi serta kognisi
Kondisi ini akan menyebabkan sekresi CRF terhadap adanya stressor yang diterima (Singh
oleh hipotalamus meningkat, peningkatan 1999). Coping mechanism terbentuk melalui
kadar CRF akan memicu peningkatan kadar proses belajar dan mengingat. Belajar dalam
ACTH oleh pituitary, pada akhirnya akan kaitan ini adalah kemampuan menyesuaikan
mengaktifkan korteks adrenal sehingga diri pada pengaruh faktor internal dan
sekresi glukokortikoid terutama kortisol aksternal. Manusia memiliki coping mechanism
meningkat (Cance et al. 1994; Dunn 1995; disebabkan otak mempunyai plastisitas yang
Bear et al. 1996). CRF telah ditunjukkan luar biasa. Apabila coping mechanism dari
untuk mendorong perubahan perilaku yang individu dapat berlangsung efektif walaupun
berkaitan dengan berbagai adaptasi terhadap ada peningkatan stressor, maka kerentanan
stres. Disregulasi dari sistem CRF pada tubuh yang dapat menjadikan terjadinya sakit
titik tertentu dapat menyebabkan berbagai dapat ditiadakan (Notossoedirdjo 1998).
gangguan kejiwaan, termasuk gangguan Glaser (1999) melaporkan bahwa siswa yang
kejiwaan akibat penggunaan narkotika lebih banyak mengalami stress mengalami
23
Lisdiana / Biosaintifika 4 (1) (2012)
24
Lisdiana / Biosaintifika 4 (1) (2012)
25
Lisdiana / Biosaintifika 4 (1) (2012)
26