Anda di halaman 1dari 13

DIMENSI – DIMENSI KOMITMEN RELIGIUS (GLOCK & STRAK)

Diajukan Untuk Memenuhi Mata Kuliah Psikologi Agama


Dosen Pengampu : Iin Yulianti, MA

Disusun Oleh :
1. Ferdi Putra Yanda (1931080079)
2. Nurhalimah Fitria Zahra (1931080345)
3. Wahyu Laina Fitria (1931080227)

Semester/Kelas : 3 C

PSIKOLOGI ISLAM
FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI AGAMA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG
TAHUN AJARAN 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena telah
melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga makalah ini bisa
selesai pada waktunya.
Terimakasih juga kami ucapkan kepada ibu Iin Yulianti, MA selaku Dosen Mata
Kuliah Psikologi Agama yang telah membimbing dan memberikan kami mata kuliah demi
lancarnya tugas ini.
Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca.
Makalah ini berisikan “Dimensi - dimensi Keagamaan”. Namun terlepas dari itu, kami
memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, sehingga kami sangat
mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun demi terciptanya makalah
selanjutnya menjadi lebih baik lagi. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha
kita. Aamiin.

Bandar lampung, 22 Oktober 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI ............................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................... 1
A. Latar Belakang ..................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................................ 1
C. Tujuan Penulisan ......................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................... 2
A. Ideological Dimension .................................................................................. 3
B. Intellectual Dimension .................................................................................. 4
C. Experiental Dimension .................................................................................. 6
D. Ritualistic Dimension .................................................................................... 7
E. Consequencial Dimension ............................................................................ 7
BAB III PENUTUP ................................................................................................... 9
A. Kesimpulan ...........................................................................................................9
B. Saran .................................................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 10

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam merupakan masyarakat
religius yang berpegang pada nilai-nilai yang ada dalam ajaran agamanya dalam sikap
atau tingkah laku serta keadaan hidup pada umumnya (Daradjat 1975). Perilaku
masyarakat Indonesia yang religius dapat dilihat dari adanya kenyataan yang
menunjukkan kepedulian yang sangat tinggi terhadap isu agama. Pada umumnya,
masyarakat Indonesia suka dengan produk yang mengusung simbol-simbol agama, dan
ritual-ritual keagamaan yang banyak dilakukan. Kesempurnaan manusia tidak diukur
secara individual, tetapi juga bagaimana keadaannya di tengah makhluk lain serta
bagaimana tingkat keharmonisannya dalam hubungannya secara vertikal dengan Sang
Pencipta, atau lebih lanjut disebut dengan religiusitas. Dengan demikian individu yang
ideal adalah individu yang bisa berhubungan secara harmonis dengan dirinya sendiri, dan
secara horizontal harmonis dengan orang lain atau masyarakat, serta secara vertikal
berhubungan secara harmonis dengan Tuhannya. Setiap agama mengajarkan kebaikan
bagi setiap pemeluknya, maka seseorang yang mempunyai religiusitas yang tinggi akan
selalu berusaha berbuat baik dengan menolong sesamanya dan berperilaku altruis atau
sosial (Saputro,2006).

B. Rumusan Masalah
1) Apa itu Ideological Dimension ?
2) Apa itu Intellectual Dimension ?
3) Apa itu Experiental Dimension ?
4) Apa itu Ritualistic Dimension ?
5) Apa itu Consequencial Dimension ?

C. Tujuan Penulisan
1) Mengetahui Ideological Dimension.
2) Mengetahui Intellectual Dimension.
3) Mengetahui Experiental Dimension.
4) Mengetahui Ritualistic Dimension.
5) Mengetahui Consequencial Dimension.
1
BAB II
PEMBAHASAN

Kata agama secara harfiah berasal dari bahasa sansekerta yakni: dari kata a dan gama,
a artinya tidak dan gama artinya kacau. Jadi agama berarti tidak kacau atau tertib. Dengan
kata lain agama berarti peraturan. Kata agama sekarang sudah berarti lain, bukan hanya
peraturan, tetapi lebih mendekati kata religi.1
Kata religi berasal dari kata latin religare yang berarti ikatan manusia terhadap
sesuatu. Kata religi jadinya personalistis, artinya langsung mengenai dan menunjuk pribadi
manusia dan lebih menunjuk eksistensi manusia.
Menurut Glock & Stark (1965) adalah kesadaran beragama yang meliputi kepatuhan
dalam mengerjakan kegiatan ritual, keyakinan terhadap kebenaran agama serta aplikasi
dari pengetahuan agama yang dimilikinya, yakni pengalaman religius.
Dister, mengartikan religiusitas sebagai keberagamaan, yang berarti adanya unsur
intemalisasi agama itu dalam diri individu. Allfort dan Ross mengemukakan bahwa
kegagalan kehidupan religious karena suasana kehidupan keagamaan lebih diwarnai oleh
orientasi keagamaan yang bersifat ekstrinsik dari pada intrinsik. Orientasi keberagamaan
ektrinsik menurut Allfort memandang agama sebagai sesuatu untuk dimanfaatkan dan bukan
untuk kehidupan. Agama digunakan untuk menunjang motif-motif lain, seperti kebutuhan
akan status, rasa aman atau harga diri. Sebaliknya orientasi keberagamaan intrinsic
memandang agam sebagai "comprehensive commitment" dan "driving integrative motive"
yakni mengatur seluruh hidup seseorang. Agama diterima sebagai factor pemadu (unifYing
factor).
Religiusitas menurut Japar sebagai kualitas penghayatan seseorang dalam beragama
atau dalam memeluk agama yang diyakininya, semakin mendalam seseorang dalam
beragama makin religious dan sebaliknya semakin dangkal seseorang dalam beragama akan
makin kabur religiusitasnya. Seseorang dengan keberagamaan secara intens akan menjadikan
agama sebagai pembimbing perilaku sehingga perilakunya selalu diorientasikan dan
didasarkan pada ajaran agama yang diyakini tersebut.
Drajat, mengemukakan bahwa orang yang religious akan merasa Allah selalu ada dan
mengetahui apa saja. Konsep ini sejalan dengan pandangan filsafat keTuhanan yang

1
Baharuddin dan Mulyono, Psikologi Agama Dalam Perspektif Islam, (Malang:UIN-Malang Press, 2008),
hlm.67

2
mengatakan bahwa manusia disebut "Homo Divians", yaitu mahluk yang berkeTuhanan,
yang berarti manusia dalam sepanjang sejarahnya senantiasa memiliki kepercayaan terhadap
Tuhan atau hal-hal yang gaib. Definisi lain mengatakan bahwa religiusitas merupakan sebuah
proses untuk mencari sebuah jalan kebenaran yang berhubungan dengan sesuatu yang sacral.
Menurut Majid religiusitas adalah tingkah laku manusia yang sepenuhnya dibentuk
oleh kepercayaan kepada kegaiban atau alam gaib. Chaplin mengatakan bahwa religi
merupakan system yang konfleks yang terdiri dari kepercayaan, keyakinan yang tercermin
dalam sikap dan melaksanakan upacara-upacara keagamaan yang dengan maksud untuk dapat
berhubungan dengan Tuhan.
Ananto menerangkan religious seseorang terwujud dalam berbagai bentuk dan
dimensi, yaitu:
a. Seseorang boleh jadi menempuh religiusitas dalam bentuk penerimaan ajaran-ajaran
agama yang bersangkutan tanpa merasa perlu bergabung dengan kelompok atau
organisasi penganut agama tersebut. Boleh jadi individu bergabung dan menjadi anggota
suatu kelompok keagamaan, tetapi sesungguhnya dirinya tidak menghayati ajaran agama
tersebut.
b. Pada aspek tujuan, religiusitas yang dimiliki seseorang baik berupa pengamatan ajaran-
ajaran maupun penggabungan diri kedalam kelompok keagamaan adalah semata-mata
karena kegunaan atau manfaat intrinsic religiusitas tersebut.
Dari beberapa definisi yang diungkapakan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa
religiusitas merupakan suatu bentuk hubungan manusia dengan penciptanya melalui ajaran
agama yang sudah terinternalisasi dalam diri seseorang dan tercermin dalam sikap
dan perilakunya sehari-hari.2

Dimensi-Dimensi Keagamaan
Menurut R. Stark dan C. Y. Glock dalam Ancok, religius mempunyai lima dimensi
yang terdiri dari:
1. Dimensi Ideologi (Ideological Dimension)
Ideologi adalah “pengelompokan konsep politik yang diperebutkan” (Freeden, 1996:
82). Konsep politik yang diperebutkan tersebut dijelaskan melalui sistem yang
mengklasifikasikan posisi dan persepsi politik yang berbeda yang disebut spektrum
politik. Spektrum politik saat ini mengklasifikasikan posisi dan persepsi kanan, kiri dan

2
https://www.academia.edu/8479629/Dimensi_dimensi_Religius_Psikologi_Agama.html, Selasa, 20/10/2020,
pukul 20 : 08 WIB

3
tengah. Namun melalui penerapan pendekatan whole brain dalam spektrum politik,
sebuah sistem baru tampaknya muncul yang tidak hanya menambahkan elemen keempat
yang disebut Limbic ke dalam spektrum politik tetapi juga mengarah pada pembentukan
spektrum politik yang sama sekali baru.
Dimensi yang terkandung dalam ideologi menurut dr Alfian-Kekuatan suatu ideologi
tergantung pada 3 dimensi, yaitu: Dimensi realita, Dimensi Idealisme, dan dimensi
fleksibilitas.
Dimensi Idealisme mengandung makna bahwa nilai-nilai dasar ideologi tersebut
mengandung idealisme, bukan hanya lambungan angan-angan (utopia) yang memberikan
harapan tentang masa depan yang lebih baik melalui perwujudan atau pengalamannya
dalam praktik kehidupan bersama mereka sehari-hari dengan berbagai dimensinya.3
Dimensi ini merupakan bagian dari keberagamaan yang berkaitan dengan apa yang
harus dipercayai dan menjadi sistem keyakinan (creed). Doktrin mengenai kepercayaan
atau keyakinan adalah yang paling dasar yang bisa membedakan agama satu dengan
lainnya. Dalam Islam, keyakinan-keyakinan ini tertuang dalam dimensi akidah. Akidah
Islam dalam istilah Al-Qur’an adalah iman. Iman tidak hanya berarti percaya melainkan
keyakinan yang mendorong munculnya ucapan dan perbuatan-perbuatan sesuai dengan
keyakinan tadi. Iman dalam Islam terdapat dalam rukun iman yang berjumlah enam.
2. Dimensi Intelektual (Intellectual Dimension).
Setiap agama memiliki sejumlah informasi khusus yang harus diketahui oleh para
pemeluknya. Dalam Islam, misalnya ada informasi tentang berbagai aspek seperti
pengetahuan tentang Al-qur’an dengan segala bacaan, isi dan kandungan maknanya, al-
Hadits, berbagai praktek ritual atau ibadah dan muamalah, konsep keimanan, berbagai
konsep dan bentuk akhlak, tasawuf, sejarah dan peradaban masyarakat Islam.
Glock menjelaskan analisis komitmen keberagamaan ini dalam lima dimensi :
belief (kepercayaan), practice (perilaku beragama), feeling (perasaan), knowledge
(pengetahuan), dan effect (akibat). Agama dilihat sebagai sebuah variabel
multidimensional, yang tersusun dari lima factor ini, dan hal ini pun dinyatakan secara
tidak langsung oleh karakterisasi keberagamaan yang lebih baru.
a) Dimensi keyakinan atau belief
Berisi pengharapan-pengaharapan dimana orang religius berpegang teguh pada
pandangan teologis tertentu dan mengakui kebenaran doktrin-doktrin tersebut.

3
Vishal Sharma, Limbic Ideological Dimension: A Brief Description,(Walles: NOTION PRESS, 2019), hlm 1-3.

4
Setiap agama mempertahankan seperangkat kepercayaan, dan para penganut
diharapkan akan taat. Walaupun demikian, isi dan ruang lingkup keyakinan
bervariasi tidak hanya diantara agama-agama, tapi juga dalam tradisi-tradisi
dalam agama yang sama. Dalam Agama Islam dimensi ideologi ini dikenal
dengan Tauhid.
Dimensi keyakinan religius ini mencakup hal-hal yang diyakini sebagai bagian
dari agama, seberapa kuat keyakinan ini dipegang, hal-hal yang menjadi dasar
kesetujuan rasional, dan seberapa penting kepercayaan ini dalam kehidupan orang
tersebut. Sebagai contoh, keyakinan adanya Tuhan merupakan sebuah ideologi
religius.
b) Dimensi practice
Berhubungan dengan seperangkat perilaku yang diharapkan akan muncul dari
seseorang yang menyatakan diri menyakini suatu agama tertentu. Penekanan dalam
hal ini adalah bukan pada akibat dari adanya suatu agama terhadap aspek-aspek
"non religius" dalam kehidupan seseorang, melainkan pada perilaku-perilaku yang
spesifik yang menjadi bagian dari agama tersebut. Aspek ini dalam agama dikenal
dengan ibadah. Bermacam-macam agama mengajarkan bahwa perilaku tertentu
harus dilakukan sebagai bukti keyakinan maupun sebagai penumbuh keyakinan dan
komitmen.
Scobie (1975) menyatakan bahwa tingkat seseorang menjalankan aturan-
aturan tersebut dalam kesehariannya serine digunakan oleh orang lain sebagai
ukuran kebulatan hati maupun sebagai kedalaman komitmennya. Semakin sesuai
perilaku keseharian seseorang dengan keyakinannya, maka semakin besar
kemungkinan bahwa seseorang akan dilihat sebagai orang yang taat.
c) Dimensi feeling
Sedangkan dimensi feeling atau penghayatan adalah dimensi yang menyertai
keyakinan, pengalaman, dan peribadatan. Dimensi penghayatan menunjuk pada
seberapa jauh tingkat muslim dalam merasakan dan mengalami perasaan-
perasaan dan pengalaman-pengalaman religius.
Pada kejadian-kejadian religius yang mungkin dikatakan sebagai sebuah
"pengalaman religius" dimensi rasa ini mencakup hal-hal seperti hasrat untuk
percaya pada agama tertentu, rasa takut "tidak religius" maupun perasaan fisik,
psikologis dan kesejahteraan spiritual sebagai buah dari keyakinan. Pengalaman
internal ini hanya dapat dipersepsikan secara langsung oleh orang yang
5
mengalaminya dan orang Jain hanya dapat menduga-duga. Dimensi ini dalam
Agama Islam dikenal dengan istilah lhsan dan Tasauf.
Keadaan perasaan (feeling) memiliki berbagai fungsi dalam kehidupan
beragama. Salah satu fungsinya bersifat motivasional. Perasaan pun sering
digunakan sebagai indikator akan validitas keyakinan seseorang, sebagai contoh
orang-orang yang merasa dirinya dekat dengan Tuhan dapat menyimpulkan
bahwa keyakinan mereka merupakan keyakinan yang benar. Orang-orang yang
memiliki perasaan takut maupun kecemasan mungkin saja menyimpulkan bahwa
mereka tidak berada di jalan yang sama dengan Tuhan, atau mereka telah
berdosa, atau Tuhan telah meninggalkan mereka.
d) Dimensi knowledge
Dimensi knowledge atau ilmu merujuk pada seberapa tingkat
pengetahuan dan pemahaman muslim terhadap ajaran-ajaran pokok dari agamanya,
sebagaimana termuat dalam kitab sucinya.
Atau dalam Agama Islam disebut dengan llmu, mencakup informasi yang
dimiliki seseorang mengenai keyakinannya. Orang yang sangat dogmatik
kemungkinan tidak akan bersikap terbuka terhadap literatur-literatur yang
mengkritik tradisi mereka.
e) Dimensi effect
Yang dalam Islam lebih dikenal dengan amal. Dimensi ini mengacu pada
identifikasi akibat-akibat keyakinan keagamaan, praktek, pengalaman dan
pengetahuan seseorang dari hari ke hari. Meskipun agama banyak menggariskan
bagaimana pemeluknya seharusnya bertindak, berpikir dalam kehidupan sehari-hari,
tidaklah sepenuhnya jelas sebatas mana konsekuensi-konsekuensi agama merupakan
bagian dari komitmen keagamaan atau semata-mata berasal dari agama.
Menurut Dr. Jamaludin Ancok dan Fuad Anshori S, dimensi religiusitas dari
rumusan Glock & Stark yang membagi keberagamaan menjadi lima dimensi dalam
tingkat tertentu mempunyai kesesuaian dengan Islam. Walaupun tidak
sepenuhnya sama, namun kelima dimensi yang dikemukakan oleh Glock & Stark
dapat disejajarkan dengan dimensi- dimensi yang ada dalam Islam.
3. Dimensi Eksperiensial (Experiental Dimension).
Dimensi ini adalah bagian dari keberagamaan yang berkaitan dengan perasaan
keagamaan seseorang. Psikologi agama menyebutnya sebagai pengalaman keagamaan
(religious experience) yaitu unsur perasaan dalam kesadaran agama yang membawa pada
6
suatu keyakinan (Zakiah Darajat, 1996). Pengalaman keagamaan ini bisa terjadi dari yang
paling sederhana seperti merasakan kekhusukan pada waktu shalat dan ketenangan
setelah menjalankannya, atau merasakan nikmat dan bahagia ketika memasuki bulan
Ramadlan.
Pengalaman keagamaan ini muncul dalam diri seseorang dengan tingkat keagamaan
yang tinggi. Dalam Islam pola keberagamaan bisa dibedakan dari yang paling rendah
yaitu syari’ah, kemudian thariqah dan derajat tertinggi adalah haqiqah. Pola
keberagamaan thariqah dan haqiqah adalah pola keberagamaan tasawuf. Tasawuf
bertujuan memperoleh hubungan langsung dan disadari dengan Tuhan.
4. Dimensi Ritual (Ritualistic Dimension).
Dimensi ini merupakan bagian dari keberagamaan yang berkaitan dengan perilaku
yang disebut ritual keagamaan seperti pemujaan, ketaatan dan hal-hal lain yang dilakukan
untuk menunjukkan komitmen terhadap agama yang dianutnya. Perilaku di sini bukan
perilaku dalam makna umum, melainkan menunjuk kepada perilaku-perilaku khusus yang
ditetapkan oleh agama seperti tata cara beribadah dan ritus-ritus khusus pada hari-hari
suci atau hari-hari besar agama.
Dimensi ini sejajar dengan ibadah. Ibadah yang berkaitan dengan ritual adalah
ibadah khusus atau ibadah mahdhah, yaitu ibadah yang bersifat khusus dan langsung
kepada Allah dengan tatacara, syarat serta rukun yang telah ditetapkan dalam Al-Qur’an
serta penjelasan dalam hadits nabi. Ibadah yang termasuk dalam jenis ini adalah shalat,
zakat, puasa dan haji.

5. Dimensi Konsekuensial (Consequencial Dimension).


Dimensi ini menunjuk pada konsekuensi-konsekuensi yang ditimbulkan oleh ajaran
agama dalam perilaku umum yang tidak secara langsung dan khusus ditetapkan oleh
agama seperti dalam dimensi ritualis. Walaupun begitu, sebenarnya banyak sekali
ditemukan ajaran Islam yang mendorong kepada umatnya untuk berperilaku yang baik
seperti ajaran untuk menghormati tetangga, menghormat tamu, toleran, inklusif, berbuat
adil, membela kebenaran, berbuat baik kepada fakir miskin dan anak yatim, jujur dalam
bekerja, dan sebagainya.
Perilaku umum ini masuk dalam wilayah hubungan manusia (hablum minannas) yang
mestinya harus tidak bisa dipisahkan dari hubungan kepada Allah (hablum minallah).
Dalam bahasa Hassan Hanafi (2003) iman dan praksis tindakan tidak boleh dipisahkan.
Iman, menurutnya bisa bertambah dan berkurang oleh tindakan-tindakan yang dilakukan
7
seseorang. Konsekuensi tindakan ini, dalam hal-hal tertentu, terkadang lebih berat
daripada keyakinan dan ritual, sehingga, menurut pendapat Asghar Ali (1997) penolakan
pemuka Makkah terhadap ajaran Muhammad bukan karena semata-mata penolakan ajaran
tauhidnya, tetapi lebih karena konsekuensi-konsekuensi ekonomis dan politis yang harus
ditanggung dari ajaran revolusioner teologi Muhammad.
Menurut Nasution (1985) tujuan ibadah atau ritual dalam Islam bukan hanya untuk
menyembah Allah semata, melainkan untuk mendekatkan diri kepada Allah agar manusia
selalu teringat kepada hal-hal yang baik dan suci sehingga mendorongnya untuk
berperilaku yang luhur, baik kepada sesama manusia maupun kepada lingkungan alam
sekitar.

8
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dimensi ini merupakan bagian dari keberagamaan yang berkaitan dengan apa yang
harus dipercayai dan menjadi sistem keyakinan (creed).
Glock menjelaskan analisis komitmen keberagamaan ini dalam lima dimensi :
belief (kepercayaan), practice (perilaku beragama), feeling (perasaan), knowledge
(pengetahuan), dan effect (akibat). Agama dilihat sebagai sebuah variabel
multidimensional, yang tersusun dari lima factor ini, dan hal ini pun dinyatakan secara
tidak langsung oleh karakterisasi keberagamaan yang lebih baru.
Dimensi ini adalah bagian dari keberagamaan yang berkaitan dengan perasaan
keagamaan seseorang. Psikologi agama menyebutnya sebagai pengalaman keagamaan
(religious experience) yaitu unsur perasaan dalam kesadaran agama yang membawa pada
suatu keyakinan (Zakiah Darajat, 1996).
Dimensi ini merupakan bagian dari keberagamaan yang berkaitan dengan perilaku
yang disebut ritual keagamaan seperti pemujaan, ketaatan dan hal-hal lain yang
dilakukan untuk menunjukkan komitmen terhadap agama yang dianutnya.
Dimensi ini menunjuk pada konsekuensi-konsekuensi yang ditimbulkan oleh
ajaran agama dalam perilaku umum yang tidak secara langsung dan khusus ditetapkan
oleh agama seperti dalam dimensi ritualis.

B. Saran
Kami dari kelompok 1 mengucapkan terimakasih kepada temen-teman dan
harapannya agar teman-teman dapat memahami dengan baik materi tentang Dimensi –
Dimensi Komitmen Religius (Glock & Strak). Yakinkan dengan iman, usahakan dengan
ilmu, sampaikan dengan amal. Dengan mengharap ridho Allah Yakin Usaha Sampai.

9
DAFTAR PUSTAKA

Mulyono, Baharuddin. 2008. Psikologi Agama Dalam Perspektif Islam. Malang: UIN-
Malang Press.

https://www.academia.edu/8479629/Dimensi_dimensi_Religius_Psikologi_Agama.html,
diakses pada Selasa, 20/10/2020, pukul 20 : 08 WIB

Sharma, Vishal. 2019. Limbic Ideological Dimension: A Brief Description. Walles:


NOTION PRESS.

10

Anda mungkin juga menyukai