Anda di halaman 1dari 34

MAKALAH

MATA KULIAH KOMUNIKASI KEPERAWATAN


KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA REMAJA

Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Komunikasi Keperawatan


Diampu oleh :
Dion Kunto Adi Patria, S.Kep.Ners.,M.Kep.

Disusun oleh :
Kelompok 5
1. Indah Setyowati (191209)
2. Irzani Rachmah Zulfanda (191210)
3. Khikhik Dwi Novianto (191211)
4. Lailatun Rasih Hamidah (191212)
5. Laora Widyawati (191213)
6. Mery Dwi Ambarwati (191214)

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


INSTITUT TEKNOLOGI SAINS DAN KESEHATAN
RS DR. SOEPRAOEN KESDAM V BRAWIJAYA MALANG
2020/2021
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas
segala limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada kelompok kami sehingga dapat
menyelesaikan makalah ini yang berjudul :“Komunikasi Terapeutik Pada
Remaja”. Makalah ini kami susun untuk memenuhi tugas mata ajar Komunikasi
Keperawatan.
Makalah ini terwujud berkat adanya kerjasama dan bantuan dari berbagai
pihak. Oleh karena itu, saya mengucapkan terimakasih kepada yang terhormat:
1. Bapak Letnan Kolonel Ckm Arief Efendi, SMPH,SH,.Kep.,
Ners,MM.,M.Kes selaku Rektor ITSK RS Dr. Soepraoen.
2. Bapak Ns.Kumoro Asto Lenggono, M.Kep selaku ketua progam studi D3
Keperawatan ITSK RS Dr. Soepraoen.
3. Bapak Riki Ristanto, M.Kep selaku wali kelas 2D keperawatan ITSK RS
Dr. Soepraoen.
4. Dion Kunto Adi Patria, S.Kep.Ners.,M.Kep selaku dosen pembimbing
mata kuliah komunikasi keperawatan di ITSK RS Dr. Soepraoen.
5. Seluruh staff karyawan ITSK RS Dr. Soepraoen.
6. Tak lupa pula saya mengucapkan terimakasih kepada rekan-rekan satu
kelompok yang telah banyak membantu menyelesaikan makalah dan ppt.
Kami menyadari bahwa didalam proses penulisan makalah ini masih jauh
dari kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian,
kami telah berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki
sehingga dapat selesai dengan baik dan oleh karena itu dengan rendah hati kami
berharap kepada pembaca untuk memberikan masukan, kiritik dan saran yang
membangun guna penyempurnaan makalah ini. Akhirnya kami berharap semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca.

Malang, 21 September 2020

Penulis

1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 2
1.3 Tujuan Penulisan 2
1.4 Manfaat Penulisan 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Komunikasi 4
2.1.1 Pengertian Komunikasi 4
2.1.2 Faktor-Faktor Penunjang Komunikasi Efektif 5
2.1.3 Hambatan Komunikasi 6
2.2 Komunikasi Terapeutik 7
2.2.1 Pengertian Komunikasi Terapeutik 7
2.2.2 Hubungan Terapeutik 8
2.2.3 Tujuan Hubungan Terapeutik 9
2.2.4 Tahapan dalam Hubungan Terapeutik 9
2.2.5 Tujuan Komunikasi Terapeutik 10
2.2.6 Manfaat Komunikasi Terapeutik 11
2.2.7 Fungsi Komunikasi Terapeutik 11
2.2.8 Syarat-Syarat Komunikasi Terapeutik 11
2.2.9 Hambatan Komunikasi Terapeutik 12
2.3 Komunikasi Terpeutik Pada Usia remaja 13
2.3.1 Pengertian Fase Remaja 13
2.3.2 Perkembangan Komunikasi pada Usia Remaja 14
2.3.3 Tujuan Komunikasi Remaja 14
2.3.4 Faktor yang Mempengaruhi Komunikasi Remaja 14
2.3.5 Teknik Komunikasi pada Remaja 15
2.3.6 Sikap Komunikasi Terapeutik dengan Remaja 17
2.3.7 Penerapan Komunikasi Terapeutik Sesuai Tingkat
Perkembangan Remaja 18

2
BAB III TINJAUAN KASUS 20
3.1 Contoh Kasus 20
3.2 Dialog Roleplay 20
BAB IV PEMBAHASAN 26
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan 28
4.2 Saran 28
DAFTAR PUSTAKA 30

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam menjalani kehidupan manusia perlu untuk berinteraksi dengan
orang lain. Interaksi pada manusia terjadi dimulai pada usia bayi sampai
lansia. Untuk berinteraksi dengan orang lain dibutuhkan komunikasi yang
baik, terutama pada saat berinteraksi dengan anak remaja. Menurut
Soetjiningsih (2004), masa remaja merupakan masa peralihan antara
anak-anak yang dimulai saat terjadinya kematangan seksual yaitu antara usia
10 atau 12 tahun sampai dengan 20 tahun, yaitu masa menjelang dewasa
muda.
Masa remaja untuk setiap anak terkadang mejadi periode yang sulit,
dikarenakan anak remaja mulai mengalami beberapa hal baru dalam hidupnya
seperti mengembangkan identitas mereka sendiri secara individu, adanya
perubahan biologis dan fisiologis, menghadapi tekanan dari teman sebayanya
mengalami ketertarikan pada lawan jenis dan lain sebagainya. Pada masa ini,
terkadang orang tua kesulitan untuk berkomunikasi dua arah dengan anak
karena anak remaja cenderung menutup diri ketika mendapati sebuah
masalah.
Pada saat mengatasi masalah menutup diri yang seringkali dialami
remaja, pelayanan keperawatan perlu diberikan. Keperawatan merupakan
bentuk pelayanan profesional berupa pemenuhan kebutuhan dasar yang
diberikan kepada individu yang sehat maupun sakit yang mengalamí
gangguan fisik, psikis, dan sosial agar dapat mencapai derajat kesehatan yang
optimal. Bentuk pemenuhan kebutuhan dasar dapat berupa meningkatkan
kemampuan yang ada pada individu, mencegah, memperbaiki, dan
melakukan rehabilitasi dari suatu keadaan yang dipersepsikan sakit oleh
individu (Nursalam, 2008). Pelayanan keperawatan tersebut dapat diberikan
dengan melakukan komunikasi yang efektif pada anak remaja.
Di dunia kesehatan terutama disiplin ilmu keperawatan erat kaitannya
dengan melakukan komunikasi yang efektif dengan klien. Kita sangat perlu

1
untuk mempelajari bagaimana teknik berkomunikasi dengan pasien. Dengan
mempelajari teknik komunikasi terapeutik, kita sebagai perawat harus mampu
membuat asuhan keperawatan yang benar-benar berfokus pada pasien,
terutama pada anak usia remaja yang memang memerlukan perhatian khusus
karena sedang dalam masa peralihan dari usia anak-anak. Berdasarkan
permasalahan tersebut penulis akan mengkaji lebih dalam lagi tentang
“Komunikasi Terapeutik pada Remaja”

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam penulisan ini
adalah:
1. Apa yang dimaksud dengan komunikasi pada remaja?
2. Bagaimana prinsip komunikasi pada remaja?
3. Bagaimana komunikasi terapeutik pada remaja?
4. Bagaimana teknik komunikasi pada remaja?

1.3 Tujuan Penulisan


Berdasarkan rumusan masalah, kami menentukan tujuan dalam pembuatan
makalah ini, adalah:
1. Agar mahasiswa mengetahui apa yang dimaksud dengan komunikasi
pada remaja
2. Agar mahasiswa mengetahui dan mampu menerapkan prinsip-prinsip
komunikasi pada remaja
3. Agar mahasiswa mengetahui bagaimana komunikasi terapeutik pada
remaja
4. Agar mahasiswa mengetahui dan mampu menerapkan teknik
komunikasi yang baik dan benar pada remaja

1.4 Manfaat Penulisan


Adapun manfaat yang diharapkan dari penulisan ini adalah :
1. Manfaat teoritis

2
Penulisan makalah ini diharapkan dapat memberi pengetahuan
dan informasi kepada mahasiswa dan kepada para pembaca yang
berkaitan dengan materi ini terutama dalam bidang kesehatan tentang
komunikasi terapeutik pada remaja.
2. Secara praktis
Penulisan ini diharapkan dapat menjadi masukan secara praktis
bagi para pembaca terutama perawat dalam upaya untuk meningkatkan
pemahaman tentang bagaimana cara berkomunikasi yang efektif dengan
remaja serta dapat mengaplikasikan dalam memberikan asuhan
keperawatan yang profesional.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Komunikasi
2.1.1 Pengertian Komunikasi
Sebagai mahkluk sosial setiap manusia secara alamiah
memiliki potensi komunikasi, bahkan ketika manusia itu sedang
berkomunikasi, mengkonsumsikan keadaan perasaannya. Baik secara
sadar maupun tidak manusia pasti berkomunikasi, komunikasi pun
data kita temukan di semua sendi-sendi kehidupan, dimana setiap
proses interaksi antara manusia dengan manusia lain pasti terdapat
komunikasi. Ilmu Komunikasi merupakan ilmu sosial terapan,
bukanilmu sosial murni, ilmu komunikasi tidak bersifat absolut, saat
ilmu komunikasi data berubah-ubah sesuai dengan perkembangan
zaman, hal tersebut dikarenakan ilmu komunikasi sangat erat
kaitannya dengan tindak-tanduk perilaku manusia, sedangkan perilaku
atau tingkah laku manusia dapat dipengaruhi oleh lingkungan,
termasuk perkembangan zaman.
Pengertian komunikasi berasal dari bahasa latin
communication yang berarti pemberitahuan, pemberian bagian,
pertukaran, ikut ambil bagian, pergaulan, peran serta, atau kerja
sama. Asal katanya sendiri berasal dari ​communis yang berarti
common (bersifat umum, sama, atau bersama-sama). Sedangkan kata
kerjanya ​communicare yang berarti berdialog, berunding atau
bermusyawarah. Berdasarkan buku mengenai Ilmu Komunikasi,
komunikasi menurut Sir Geral Barry (2010:15) menyatakan :
“Dengan komunikasi orang akan memperoleh informasi,
pengetahuan, pengalaman, terbentuknya saling pengertian
berlangsungnya sebuah percakapan, keyakinan, kepercayaan, dan
control juga sangat diperlukan”.

4
Dan menurut Effendi (1993:28) menyatakan :
“Hakikat komunikasi adalah proses pernyataan antar manusia,
dimana orang dinyatakan itu adalah pikiran, perasaan seseorang
kepada orang lain dengan menggunakan bahasa sebagai alat
penyalurnya”.
Definisi Komunikasi yang dikemukakan itu belum mewakili
definisi-definisi yang dibuat oleh para ahli, karena komunikasi
menyangkut banyak tahap sehingga sifatnya dinamis atau
berkembang, karena itu sebuah kegiatan komunikasi disebut sebagai
sebuah proses komunikasi. Dari definisi yang telah dikemukakan
tersebut kita sedikit memperoleh gambaran tentang komunikasi
tersebut, bahwa kegiatan komunikasi yang dilakukan mempunyai
tujuan seperti mendapatkan informasi yang menggunakan bahasa
sebagai alat bertukar informasi tersebut.

2.1.2 Faktor-Faktor Penunjang Komunikasi Efektif


Wilbur Schramm menampilkan apa yang ia sebut ​“the
condition of ​success in communication”,​ yakni kondisi yang harus
​ enginginkan agar suatu pesan membangkitkan
dipenuhi jika kita m
tanggapan yang kita kehendaki.
Kondisi tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut:
a) Pesan harus dirancang dan disampaikan sedemikian rupa, sehingga
dapat menarik perhatian komunikan.
b) Pesan harus menggunakan lambang-lambang tertuju kepada
pengalaman yang sama antara komunikator dan komunikan,
sehingga sama-sama mengerti.
c) Pesan harus membangkitkan kebutuhan pribadi komunikan dan
menyarankan beberapa cara untuk memperoleh kebutuhan tersebut.
d) Pesan harus menyarankan suatu jalan untuk memperoleh kebutuhan
tadi yang layak bagi situasi kelompok dimana komunikan berada
pada saat ia digerakkan untuk memberikan tanggapan yang
dikendaki.

5
2.1.3 Hambatan Komunikasi
1. Gangguan
Ada dua jenis gangguan terhadap jalannya komunikasi yang
sifatnya dapat diklasifikasikan sebagai gangguan mekanik dan
gangguan semantic.
a.) Gangguan Mekanik
Yang dimaksud dengan gangguan mekanik ialah
gangguan yang disebabkan saluran komunikasi atau
kegaduhan yang bersidat fisik. Sebagai contoh bunyi
mengaung pada pengeras suara atau riuh hadirin atau
bunyi kendaraan lewat ketika seseorang berpidato dalam
suatu pertemuan.
b.) Gangguan Semantik
Gangguan jenis ini bersangkutan dengan pesan
komunikasi yang pengertiannya jadi rusak. Gangguan
semantic tersaring kedalam pesan melalui penggunaan
bahasa. Lebih banyak kekacauan mengenai pengertian
sesuatu istilah atau konsep yang terdapat pada komunikator,
akan lebih banyak gangguan semantic dalam pesannya.
Gangguan semantic terjadi dalam salah pengertian.
2. Kepentingan
Interest atau kepentingan akan memebuat seseorang selektif
dalam menanggapi atau menghayati suatu pesan. Orang hanya akan
memperhatikan perangsang yang ada hubungannya dengan
kepentingannya. Apabila kita tersesat didalam hutan dan beberapa
hari tak menemukan makanan sedikitpun, maka kita akan lebih
memperhatikan perangsang-perangsang yang mungkin dapat
dimakan daripada yang lainnya. Andai kata dalam situasi demikian
kita dihadapkan pada pilihan antara makanan dan sekantong
berlian, maka pastilah kita akan memilih makanan, berllian barulah
akan diperhatikan kemudian.

6
3. Motivasi Terpendam
Motivasi akan mendorong sesorang berbuat sesuatu yang
sesuai dengan keinginan, kebutuhan dan kekurangannya. Semakin
sesuai komunikasi dengan motivasi seseorang akan semakin besar
kemungkinan komunikasi itu dapat diterima dengan baik oleh
pihak yang bersangkutan. Sebaliknya, komunikan akan
mengabaikan suatu komunikasi yang teak sesuai dengan
motivasinya.
4. Prasangka
Prasangka merupakan salah satu rintangan atau hambatan
berat bagi suatu kejadian komunikasi, oleh karena orang yang
mempunyai prasangka belum apa-apa sudah bersikap curiga dan
menentang komunikator yang hendak menjalankan komunikasi.
Emosi seringkali membutakan pikiran dan pandangan kita terhadap
fakta yang nyata, oleh karena sekali prasangka itu sudah
mencekam, maka seseorang tak dapat berfikir secara objektif dan
segala apa yang dilihatnya selalu akan dinilai secara negative.

2.2 Komunikasi Terapeutik


2.2.1 Pengertian Komunikasi Terapeutik
“Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan
secara sadar, bertujuan dan kegiatannya difokuskan untuk
kesembuhan pasien, dan merupakan komunikasi profesional yang
mengarah pada tujuan untuk penyembuhan pasien” (Heri
Purwanto,1994).
Terapeutik merupakan kata sifat yang dihubungkan dengan seni
dari penyembuhan As Hornby (dalam intan, 2005). Maka disini dapat
diartikan bahwa terapeutik adalah segala sesuatu yang memfasilitasi
proses penyembuhan seseorang. Sehingga komunikasi terapeutik itu
sendiri dapat di definisikan sebagai komunikasi yang direncanakan
dan dilakukan untuk membantu klien atau pasien dalam

7
penyembuhan/pemulihan klien atau pasiennya. Komunikasi terapeutik
merupakan komunikasi profesional bagi perawat.
Di dalam bukunya Stuart G.W mengatakan : “Pada profesi
keperawatan komunikasi menjadi sangat penting karena komunikasi
merupakan alat dalam melaksanakan proses keperawatan. Dalam
asuhan keperawatan, komunikasi ditunjukan untuk mengubah perilaku
klien dalam mencapai tingkat kesehatan yang optimal” (Stuart,
G.W.,1998). Karena bertujuan untuk terapi maka komunikasi dalam
keperawatan disebut dengan komunikasi terapeutik.

2.2.2 Hubungan Terapeutik


Hubungan terapeutik berbeda dari hubungan dimana perawat
lebih memaksimalkan keterampilan komunikasinya, pemahaman
tingkah laku manusia dan kekuatan pribadi untuk meningkatkan
pertumbuhan klien. Fokus hubungan adalah ide klien, pengalaman dan
perasaan klien. Perawat dan klien mengidentifikasi area yang
memerlukan eksplorasi dan evaluasi secara periodik terhadap tingkat
perubahan klien. Peran tidak akan berubah dan hubungan tetap
konsisten berfokus pada masalah klien. King cit. Varcarolis (1990)
menggambarkan hubungan terapeutik sebagai pengalaman belajar
baik bagi klien dan perawat. Dia mengidentifikasi empat tindakan
yang harus diambil diantara perawat dan klien :
1. Tindakan diawalli oleh perawat
2. Respon reaksi dari klien
3. Interaksi dimana perawat dan klien mengkaji kebutuhan klien dan
tujuan
4. Transaksi dimana hubungan timbal balik pada akhirnya dibangun
untuk mmencapai tujuan hubungan.

8
2.2.3 Tujuan Hubungan Terapeutik
Menurut Stuart dan Sundeen (dalam Keliat, 2003) yang di kutip
dalam buku Komunikasi Terapeutik Dalam Praktik Keperawatan,
2009:21 adalah :
1. Realisasi diri, penerimaan diri, dan rasa hormat terhadp diri sendiri.
2. Identitas diri yang jelas dan rasa integritas diri yang tinggi.
3. Kemampuan membina hubungan interpersonal yang intim,
saling tergantung dan mencintai.
4. Peningkatan fungsi dan kemampuan memuaskan kebutuhan
serta mencapai tujuan personal yang realistis.(Mukhripah
Damiyanti, 2008:21).

2.2.4 Tahapan dalam Hubungan Terapeutik


Dalam membina hubungan terapeutik (berinteraksi) perawat
mempunyai empat tahap yang pada setiap tahapannya mempunyai
tugas yang harus diselesaikan oleh perawat (Stuart dan Sundeen,
dalam Christina, dkk., 2003).
1. Fase Pra-Interaksi
Prainteraksi merupakan masa persiapan sebelum
berhubungan dan berkomunikasi dengan klien.
2. Fase Orintasi/Perkenalan
Perkenalan merupakan kegiatan yang anda lakukan saat
pertama kali bertemu dengan klien.
3. Fase Kerja
Fase kerja merupakan inti hubungan perawatan klien yang
terkait erat dengan pelaksanaan rencana tindakan keperawatan
yang akan dilaksanakan sesuai dangan tujuan yang akan dicapai.
4. Fase Terminasi
Terminasi merupakan akhir dari setiap pertemuan perawat
dengan klien. Terminasi dibagi dua, yaitu terminasi sementara
dan terminasi akhir.

9
a) Terminasi Sementara
Terminasi sementara adalah akhir dari tiap pertemuan
perawat dan klien. Pada terminasi sementara, perawat akan
bertemu lagi dengan pasien pada waktu yang telah
ditentukan.
b) Terminasi Akhir
Terminasi akhir terjadi jika klien akan pulang dari rumah
sakit atau setelah klien selesai praktek dirumah sakit.
(Mukhripah Damiyanti, 2008:22).

2.2.5 Tujuan Komunikasi Terapeutik


Dengan memiliki keterampilan dan kemampuan berkomunikasi
terapeutik, perawat akan lebih mudah menjalin hubungan saling
percaya dengan klien, sehingga akan lebih efektif dalam mencapai
tujuan asuhan keperawatan yang telah diterapkan, memberikan
kepuasan profesional dalam pelayanan keperawatan dan akan
meningkatkan profesi.
1. Tujuan komunikasi terapeutik (Purwanto, 1994) adalah :
a. Membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi
beban perasaan dan pikiran serta dapat mengambil
tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila pasien
percaya pada hal yang diperlukan.
b. Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil
tindakan yang efektif dan mempertahankan kekuatan
egonya.
c. Mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan dirinya
sendiridalam hal peningkatan derajat kesehatan.
Mempererat hubungan atau interaksi antara klien dengan
terapis (tenaga kesehatan) secara professional dan
proporsional dalam rangka membantu penyelesaian
masalah klien.

10
2.2.6 Manfaat Komunikasi Terapeutik
Manfaat komunikasi terapeutik (Christina, dkk, 2003) adalah:
1. Mendorong dan menganjurkan kerja sama antara perawat dengan
pasien melalui hubungan perawat-klien.
2. Mengidentifikasi, mengungkapkan perasaan dan mengkaji masalah
dan mengevaluasi tindakan yang dilakukan oleh perawat.
(Mukhripah Damiyanti, 2008:12).

2.2.7 Fungsi Komunikasi Terapeutik


Untuk mendorong dan mengajarkan kerja sama antara perawat
dan klien melalui hubungan perawat dan pasien. Perawat berusaha
bisa untuk mengungkapkan perasaan, mengidentifikasi dan mengkaji
masalah serta mengevaluasi tindakan yang dilakukan dalam perawatan
(Purwanto, 1994)

2.2.8  Syarat-Syarat Komunikasi Terapeutik


Stuart dan Sundeen (dalam Christina, dkk, 2003) mengatakan
ada dua persyaratan dasar untuk komunikasi terapeutik efektif :
1. Semua komunikasi harus ditujukan untuk menjaga harga diri
pemberi maupun penerima pesan.
2. Komunikasi yang menciptakan saling pengertian harus
dilakukan terlebih dahulu sebelum memberikan sarana,
informasi maupun masukan.
Persyaratan-persyaratan untuk komunikasi terapeutik ini
dibutuhkan untuk membentuk hubungan perawat – klien, sehingga
klien memungkinkan untuk mengimplementasikan proses
keperawatan. Komunikasi terapeutik ini akan sangat efektif bila
melalui penggunaan dan latihan yang sering. (Mukhripah Damiyanti,
2008:12)

11
2.2.9 Hambatan Komunikasi Terapeutik
Hambatan komunikasi terapeutik daam hal kemajuan hubungan
perawatklien terdiri dari tiga jenisl utama : resistens, transferens, dan
kontertransferens (Hamid, 1998). Ini timbul dari berbagai alasan dan
mungkin terjadi dalam bentuk berbeda, tetapi semuanya menghambat
komunikasi terapeutik. Perawat harus segera mengatasinya. Oleh
karena itu hambatan ini menimbulkan perasaan tegang baik bagi
perawat maupun bagi klien. Untuk lebih jelasnya marilah kita bahas
satu-persatu mengenai hambatan komunikasi terapeutik itu.
1. Resisten
Resisten adalah upaya klien untuk tetap tidak menyadari
aspek penyebab ansietas yang dialaminya. Resisten merupakan
keengganan alamiah atau seperti penghindaran verbalisasi yang
telah dipelajari atau mengalami peristiwa yang menimbulkan
masalah aspek diri seseorang. Resisten sering merupakan akibat
dari ketidaksediaan klien untuk berubah ketika kebutuhan untuk
berubah telah dirasakan. Perilaku resistens biasanya diperlihatkan
oleh klien selama fase kerja, karena fase ini sangat banyak berisi
proses penyelesaian masalah.
2. Transferens
Transferens adalah respon tidak sadar dimana klien
mengalami perasaan dan sikap terhadap perawat yang pada
dasarnya akan terkait dengan tokoh yang ada didalam
kehidupannya di masa lalu. Sifat yang paling menonjol adalah
ketidaktepatan respon klien dalam intensitas dan penggunaan
mekanisme pertahanan pengisaran (displacement) yang
maladaptif. Ada dua jenis utama reaksi bermusuhan dan
tergantung.
3. Kontertranferens
Yaitu kebutuhan terapeutik yang dibuat oleh perawat
bukan oleh klien. Konterrtransferens merujuk pada respon
emosional spesifik oleh perawat terhadap klien yang tidak tepat

12
dalam isi maupun konteks hubungan terapeutik atau
ketidaktepatan dalam intensitas emosi. Reaksi ini biasanya
berbentuk salah satu dari tiga jenis reaksi yang sangat mencintai,
reaksi yang sangat bermusuhan atau membenci dan reaksi sangat
cemas sering kali digunakan sebagai respon terhadap resisten
klien. Untuk mengatasi hambatan dalam komunikasi terapeutik,
perawat harus siap untuk mengungkapkan perasaan emosional
yang sangat kuat dalam konteks hubungan perawat-klien
(Hamid, 1998). Awalnya, perawat haruslah mempunyai
pengetahuan tentang hambatan komunikasi terapeutik dan dapat
mengenali perilaku yang tentu menunjukkan adanya hambatan
tersebut. Latar belakang perilaku digali baik klien atau perawat
bertanggung jawab atas hambatan terapeutik dan dampak negatif
pada proses terapeutik. (Mukhripah Damiyanti, 2008:38).

2.3 Komunikasi Pada Usia Remaja


2.3.1 Pengertian Fase Remaja
Fase Remaja adalah masa transisi atau peralihan dari anak-anak
menuju masa dewasa. Dengan demikian pola piker dan tingkah lakunya
merupakan peralihan dari anak-anak menjadi orang dewasa. Anak harus
diberi kesempatan untuk belajar memecahkan masalah secara positif.
Apabila anak merasa cemas dan stress, jelaskan bahwa ia dapat
mengajak bicara teman sebayanya dan/atau orang dewasa yang ia
percaya terutama orang tua dan termasuk juga perawat yang selalu
bersedia menemani dan mendengarkan keluhannya. Menghargai
keberadaan identitas diri dan harga dirinya merupakan hal yang prinsip
untuk diperhatikan dalam berkomunikasi. Luangkan waktu bersama dan
tunjukkan ekspresi wajah yang bersahabat dengannya, jangan
memotong pembicaraan saat ia sedang mengekspresikan perasaan dan
pikirannya, menghargai pandangan remaja serta menerima perbedaan.
Hindari perkataan yang menyinggung harga dirinya, hindari mengkritik
atau menghakimi, hindari pertanyaan yang menyelidiki atau interogasi.

13
Kita harus menghormati privasinya dan berikan dukungan atas hal yang
telah dicapainya secara positif dengan selalu memberikan reinforcement
positif.

2.3.2 Perkembangan Komunikasi pada Usia Remaja


Perkembangan komunikasi pada usia remaja dapat ditunjukkan
dengan kemampuan berdiskusi atau berdebat. Pada usia remaja, pola
perkembangan kognisinya sudah mulai berpikir secara konseptual
mengingat masa ini adalah masa peralihan anak menjadi dewasa
sedangkan secara emosional sudah mulai menunjukkan perasaan malu.
Anak usia remaja seringkali merenung tentang kehidupan yaitu tentang
masa depan yang direfleksikan dalam komunikasi.
Sehubungan dengan perkembangan komunikasi ini, maka yang
dapat kita lakukan adalah mengizinkan remaja berdiskusi atau curah
pendapat pada teman sebaya. Hindari beberapa pertanyaan yang
menimbulkan rasa malu dan jaga kerahasiaan dalam komunikasi karena
akan menimbulkan ketidakpercayaan remaja.

2.3.3​ ​Tujuan Komunikasi Remaja


Tujuan melakukan komunikasi terapeutik pada klien remaja
adalah sebagai berikut.
1. Membangun hubungan yang harmonis dengan remaja
2. Membentuk suasana keterrbukaan dan mendengar
3. Membuat remaja mau berbicara ketika mempunyai masalah
4. Membuat remaja mau mendengar dan menghargai saat mereka
berbicara
5. Membantu remaja menyelesaikan masalah

2.3.4 Faktor yang Mempengaruhi Komunikasi Remaja


Ada beberapa faktor yang mempengaruhi komunikasi pada
remaja, yaitu sebagai berikut.
1. Pendidikan

14
Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka komunikasi
berlangsung secara efektif
2. Pengetahuan
Semakin banyak pengetahuan yang didapat maka komunikasi
berlangsung secara efektif
3. Sikap
Bila komunikan bersifat pasif atau tertutup maka komunikasi tidak
berlangsung efektif
4. Usia tumbang dan status kesehatan remaja
Bila ingin berkomunikasi, maka harus sesuaikan dengan tingkat
usia agar komunikasi tersebut berlangsung efektif
5. Saluran
Saluran sangat penting dalam berkomunikasi agar pesan dapat
tersampaikan ke komunikan dengan baik
6. Lingkungan

2.3.5 Teknik Komunikasi pada Remaja


Komunikasi dengan remaja merupakan sesuatu yang penting
dalam menjaga hubungan dengan remaja, melalui komunikasi ini pula
perawat dapat memudahkan mengambil berbagai data yang terdapat
pada diri remaja yang selanjutnya dapat diambil dalam menentukan
masalah keperawatan. Beberapa cara yang digunakan dalam
berkomunikasi dengan remaja, yaitu sebagai berikut.
1. Melalui orang lain atau pihak ketiga
Cara berkomunikasi ini pertama dilakukan oleh remaja
dalam menumbuhkan kepercayaan diri remaja, dengan
menghindari secara langsung berkomunikasi dengan melibatkan
orang tua secara langsung yang sedangberada disamping anak.
Selain itu dapat digunakan dengan cara memberikan komentar
tentang sesuatu.
2. Bercerita

15
Melalui cara ini pesan yang akan disampaikan kepada
anak remaja dapat mudah diterima, mengingat anak sangat suka
sekali dengan cerita, tetapi cerita yang disampaikan hendaknya
sesuai dengan pesan yang akan disampaikan, yang akan
diekspresikan melalui tulisan.
3. Memfasilitasi
Memfasilitasi adalah bagian cara berkomunikasi, malalui
ini ekspresi anak atau respon anak remaja terhadap pesan dapat
diterima, dalam memfasilitasi kita harus mampu mengekspresikan
perasaan dan tidak boleh dominan , tetapi anak harus diberikan
respons terhadap pesan yang disampaikan melalui mendengarkan
dengan penuh perhatian dan jangan mereflisikan ungkapan
negatif yang menunjukan kesan yang jelek pada anak remaja
tersebut.
4. Meminta untuk menyebutkan keinginan
Ungkapan ini penting dalam berkomunikasi dengan anak
dengan meminta anak untuk menyebutkan keinginan dapat
diketahui berbagai keluhan yang dirasakan anak dan keinginan
tersebut dapat menunjukan persaan dan pikiran anak pada saat itu.
5. Pilihan pro dan kontra
Penggunaan teknik komunikasi ini sangat penting dalam
menentukkan atau mengetahui perasaan dan pikiran anak, dengan
mengajukan pasa situasi yang menunjukkan pilihan yang positif
dan negatif yang sesuai dengan pendapat anak remaja.
6. Penggunaan skala
Pengunaan skala atau peringkat ini digunakan dalam
mengungkapkan perasaan sakit pada anak seperti pengguaan
perasaan nyeri, cemas, sedih dan lain-lain, dengan menganjurkan
anak untuk mengekspresikan perasaan sakitnya.
7. Menulis

16
Melalui cara ini remaja akan dapat mengekspresikan
dirinya baik pada keadaan sedih, marah atau lainnya dan biasanya
banyak dilakukan pada remaja yang jengkel, marah dan diam.

2.3.6 Sikap Komunikasi Terapeutik dengan Remaja


Remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke dewasa. Pada
masa transisi ini remaja banyak mengalami kesulitan yang
membutuhkan kemampuan adaptasi. Remaja sering tidak mendapat
tempat untuk mengekspresikan ungkapan hatinya dan cenderung
tertekan. Hal ini akan dapat mempengaruhi komunikasi remaja
terutama komunikasi dengan orang tua atau orang dewasa lainnya.
Terkait dengan permasalahan di atas, maka dalam
berkomunikasi dengan remaja perawat atau orang dewasa lain harus
mampu bersikap sebagai “SAHABAT” untuk remaja. Tidak
meremehkan atau memperlakukan dia sebagai anak kecil dan tidak
membiarkan dia berperilaku sebagai orang dewasa. Pola asuh remaja
perlu dibuat khusus. Walau usia masih tergolong anak-anak,ia tak bisa
diperlakukan seperti anak kecil. Remaja sudah mulai menunjukkan
jati diri. Biasanya remaja lebih senang berkumpul bersama teman
sebaya dari pada orang dewasa.
Berikut ini sikap perawat, orang tua atau orang dewasa lain
yang perlu diperhatikan saat berkomunikasi dengan remaja :
1. Menjadi pendengar yang baik dan memberi kesempatan pada
mereka untuk mengekspresikan perasaan, pikiran dan sikapnya.
2. Mengajak remaja berdiskusi terkait dengan perasaan, pikiran dan
sikapnya.
3. Jangan memotong pembicaraan dan jangan berkomentar atau
berespon berlebihan pada saat remaja menunjukkan sikap
emosional
4. Memberikan support atas segala masalah yang dihadapi remaja
dan membantu untuk menyelesaikan dengan mendiskusikannya.

17
5. Perawat atau orang dewasa lain harus dapat menjadi sahabat buat
remaja, tempat berbagi suka dan duka.
6. Duduk bersama remaja, memeluk, merangkul, mengobrol dan
bercengkrama dengan mereka serta sering melakukan makan
bersama.

2.3.7 Penerapan Komunikasi Terapeutik sesuai tingkat Perkembangan


Remaja
Berkomunikasi dengan anak yang sudah masuk usia remaja
(praremaja) sebenarnya lebih mudah. Pemahaman mereka sudah
memadai untuk bicara tentang masalah yang kompleks. Dalam
berkomunikasi dengan remaja kita tidak bisa mengendalikan alur
pembicaraan, mengatur atau memegang kendali secara otoriter.
Remaja sudah punya pemikiran dan perasaan sendiri tentang hal yang
ia bicarakan pada orang tua.
Contoh respon yang sering diungkapkan oleh orang tua
kepada anaknya yang bisa menyebabkan terputusnya komunikasi
adalah mengancam, memperingatkan, memerintah, menilai,
mengkritik, tidak setuju, menyalahkan, menghindar-mengalihkan
perhatian, menertawakan, mendesak, memberi kuliah, mencemooh,
membuat malu, menyelidiki-mengusut.
Perhatikanlah bagaimana penerapan komunikasi terapeutik pada
remaja berikut ini:
1. Komunikasi terbuka, “Bagaimana sekolahmu hari ini?”, “Apa
yang membuatmu merasa senang hari ini di sekolah?”
2. Komunikasi Dua arah, yaitu bergantian yang berbicara dan yang
mendengarkan. Jangan mendominasi pembicaraan, sediakan
waktu untuk remaja untuk menyampaikan pendapatnya.
3. Mendengar aktif artinya tidak hanya sekedar mendengar tapi juga
memahami dan menghargai apa yang diungkapkan remaja.
Terima dan refleksikan emosi yang ditunjukkan misalnya dengan

18
mengatakan “saya tahu, kamu merasa kesal karena diejek seperti
itu..”
4. Sediakan waktu yang cukup untuk berkomunikasi dengan remaja.
Jika sedang tidak bisa, katakan terus terang daripada tidak fokus
dan dapat memutus komunikasi dengan remaja.
5. Jangan memaksa mereka untuk mengungkapkan sesuatu yang dia
rahasiakan karena akan membuatnya tidak nyaman dan enggan
bermunikasi. Anak remaja sudah mulai memiliki privasi yang
tidak boleh diketahui orang lain termasuk orang tuanya.
6. Ungkapkan perasaan anda jika ada suatu perilaku remaja yang
kurang tepat dan jangan memarahi atau membentak. Misalnya,
“Mama khawatir sekali kalau kamu tidak langsung pulang ke
rumah. Kalau mau ke rumah teman, telepon dulu agar mama
tenang”.
7. Dorong anak untuk mengatakan hal-hal positif tentang dirinya.
Misalnya, “Aku sedang berusaha menguasai matematika” dari
pada “Aku payah dalam matematika.
8. Perhatikan bahasa tubuh remaja. Orang dewasa harus bisa
menangkap signal-signal emosi dari bahasa tubuhnya.
9. Hindari komentar menyindir atau meremehkan anak. Berikan
pujian pada aspek terbaik yang dia lakukan sekecil apapun.
Hindari ceramah panjang dan menyalahkan remaja.

19
BAB III
TINJAUAN KASUS
3.1 Contoh Kasus
Suatu hari di Ruang Rawat Inap Mawar Rumah Sakit A terdapat
seorang remaja putri berusia 17 tahun yang mengalami kecelakaan sepeda
motor. Pasien nampak mengalami luka pada bagian wajah dan fraktur pada
kakinya. Pasien nampak cemas, sedih, dan juga acuh tak acuh terhadap
lingkungan sekitar, bahkan pasien nampak tidak mau berbicara dengan
ibunya dan juga teman-teman yang datang berkunjung untuk menjenguknya.
Pasien cemas karena takut dimarahi oleh orang tuanya karena sepeda
motor yang dikendarainya mengalami kerusakan yang cukup parah, dan sedih
karena takut jika di wajahnya terdapat bekas luka yang sulit atau bahkan tidak
bisa hilang. Pasien merasa malu bertemu dengan temannya dan takut dibully
karena kakinya yang mengalami patah tulang sehingga tidak bisa berjalan dan
wajahnya yang tidak lagi cantik seperti sebelum mengalami kecelakaan.
Semenjak mengalami kecelakaan pasien menjadi lebih menutup diri dan
sulit untuk diajak berkomunikasi dengan orang lain. Keluarga pasien cemas
dengan keadaan pasien yang selalu terlihat murung dan sedih, bahkan
perawat yang bertugas untuk merawat pasien tersebut merasa sedikit kesulitan
untuk melakukan pengkajian guna membuat rencana asuhan keperawatan dan
pengobatan pasien.

3.2 Dialog Roleplay


Contoh Dialog
Narator : Laora Widyawati
Perawat 1 : Irzani Rachmah Zulfanda
Pasien : Indah Setyowati
Ayah : Khikhik Dwi Novianto
Ibu : Lailatun Rasih Hamidah
Perawat 2 : Mery Dwi Ambarwati
Siang hari pada pukul 14.00 WIB terdapat pergantian shift antara perawat
yang berjaga pagi dan berjaga sore. Perawat yang berjaga pagi membacakan

20
laporan tentang pasien dan menyerahkan tanggung jawab pasien yang ada di
ruang rawat inap mawar pada perawat yang ber-shift sore. Pada waktu itu
perawat Irzani bertanya pada perawat Mery apakah ada pasien baru yang
dirawat inap.

Tahap Prainteraksi
Perawat 1 : Mbak, apa ada pasien baru yang dirawat di sini?
Perawat 2 : Oh.., iya mbak tadi ada pasien baru perempuan, dia
mengalami fraktur femur sinistra.
Perawat 1 : Bagaimana dengan keadaannya sekarang mbak?
Perawat 2 : Dia menjadi pendiam sejak mengalami kecelakaan, dan
orang tuanya sangat khawatir karena pasien menolak
untuk berbicara dengan orang tuanya.
Perawat 1 : Apa mbak sudah tahu kenapa pasien tidak mau berbicara
dengan orang tuanya?
Perawat 2 : Saya masih belum tahu mbak, karena pasien juga menolak
untuk berbicara dengan saya.
Perawat 1 : Baiklah, kalau begitu saya nanti akan mencoba untuk
bicara dengan pasien. Terimakasih mbak atas informasinya
Perawat 2 : Sama-sama mbak

Tahap orientasi
Perawat pun menemui kakak pasien sebelum memasuki ruangan pasien
Perawat 1 : Assalamu’alaikum Permisi. Perkenalkan saya perawat
Irzani Rachmah perawat yang akan melakukan perawatan
pada anak ibu yang bernama Indah. Apa benar ini
dengan keluarga dari pasien nona.....?
Ibu pasien : Waalaikumsalam Benar sus, saya Rasih ibu pasien, sus
tolong anak saya kenapa dia tidak mau berbicara dengan
saya maupun ayahnya.
Ayah pasien : Iya sus, saya khawatir bahkan dia tidak mau bertemu
Dengan kami.

21
Perawat 1 : Bapak dan ibu tunggu disini dulu, saya akan melakukan
perawatan luka pada anak bapak dan ibu, saya juga akan
melakukan komunikasi untuk mengetahui keadaannya
saat ini.

Tahap Kerja
Perawat pun memasuki ruangan pasien remaja perempuan bernama Indah
yang sedang berbaring ditempat tidur dan melamun dengan raut wajah sedih
Perawat : Perkenalkan nama saya Irzani Rachmah perawat yang
akan betugas pada pagi ini, saya akan melakukan
perawatan luka kepada nona Indah . Bagaimana
keadaan hari ini ?
Pasien : Iya (berbicara dengan singkat dan cuek).
Perawat : Tadi saya bertemu ibu dan ayah anda di depan, kenapa
anda tidak mau bertemu dan berbicara dengan mereka?
(sambil menyiapkan peralatan).
Pasien hanya diam tidak menjawab pertanyaan dari perawat.
Perawat : Apa mbak enggak kasihan dengan ibunya mbak, tadi ibu
mbak sempat menangis? (perawat berusaha memancing
simpati agar pasien bicara). Biasanya pasien lebih senang
bila ada yang perhatian dan mengajak berbicara, apalagi
jika ada teman yang datang berkunjung untuk menjenguk
Pasien : Saya takut dan malu bertemu mereka karena saya tidak
seperti mereka ( berbicara dengan nada suara yg sedikit
sedih)
Perawat : Kenapa mbak merasa takut dan malu, mbak juga sama
seperti teman-teman mbak. Di sini juga ada yang sama
seperti mbak, dia sangat senang jika ada keluarga dan
temannya yang datang berkunjung.
Pasien : Saya takut sama orang tua saya dan saya juga enggak suka
jika nanti mereka bilang kalau saya tidak secantik dulu,

22
apalagi sekarang saya tidak bisa berjalan (dengan nada
agak tinggi).
Perawat : Kalau mereka kesini hanya untuk bilang hal itu, tidak
mungkin mereka mengkhawatirkan keadaan mbak dan
berniat berkunjung menjenguk mbak.
Pasien : Suster tidak mengerti teman saya, mereka tidak pernah
berteman dekat dengan saya dan pasti mereka akan
mengejek keadaan saya. Dan ayah, ibu pasti mereka
akan memarahi saya karena sepedah motor saya rusak
parah. (nada tinggi dengan guratan wajah sedih dan kesal).
Perawat : Mbak yang tenang ya.., mungkin mereka sebenarnya tidak
memiliki niat untuk memarahi atau mengejek mbak
Perawat berbicara dengan pasien sambil melakukan perawatan luka pada
pasien
Pasien : Kalian semua sama. Tidak ada yang mengerti keadaan
saya. (marah).
Perawat : Apa mbak Indah pernah memikirkan perasaan mereka.
Pasti mereka merasa sakit hati karena mbak menolak
untuk bertemu. Saya liat dari dari tadi ibu mbak menangis
bahkan sampai meminta bantuan saya untuk berbicara
dengan mbak. Apa mbak tidak sayang ibunya, dia yang
merawat, menyekolahkan mbak hingga sebesar ini.
Pasien : (tetap diam)
Perawat : Berilah mereka waktu untuk bertemu, mereka sangat
khawatir. Apa mbak mau kesepian dan tidak ada yang
menjenguk mbak disini. Mungkin yang mbak pikirkan
tentang mereka tidaklah selalu benar, itu sedikit nasehat
yang dapat mbak pertimbangkan
Perawat : Baik, lukanya sudah saya bersihkan dan sudah saya ganti
` perbannya dengan yang baru. Bagaimana apa mbak
sudah bersedia untuk bertemu dengan ibu dan ayah mbak?

23
Pasien nampak memikirkan nasehat yang diberikan oleh perawat. Setelah
memikirkannya dengan berbagai pertimbangan akhirnya pasien mau bertemu
dengan kedua orang tuanya.
Pasien : Baiklah sus, saya mau bertemu dengan mereka
Perawat pun keluar dari ruangan pasien dan di luar sudah ada keluarga pasien
yang menungggu.
Ayah pasien : Sus bagaimana keadaan anak saya
Ayah pasien bertanya kepada perawat dengan wajah yang terlihat panik.
Ibu : Iya sus kenapa dia tdak mau bertemu dengan siapa pun.
Parawat : Anak ibu baik-baik saja, saya sudah melakukan perawatan
pada lukanya dan sudah berkomunikasi dengannya
(perawat menceritakan keluhan anaknya).
Ibu : Kenapa anak saya bisa berpikir begitu (menangis).
Ayah : Tenang bu, mbak Indah hanya belum mengerti maksud
kita dan mungkin juga ada sedikit kesalahpahaman dari
maksud kita dengan apa yang dipikirkan mbak Indah.
Ibu : Sus boleh saya bertemu anak saya.
Perawat : Tentu pak bu, setelah saya bujuk tadi dia mau bertemu
dengan bapak dan ibu

Tahap terminasi
Setelah beberapa menit perawat membawa keluarga pasien masuk keruangan
pasien. Ibunya datang dan langsung memeluk anaknya.
Ibu : Indah kenapa kamu sampai seperti ini.
Perawat : Mbak Indah, silahkan mbak berbicara dengan bapak dan
ibu, mungkin dengan mbak Indah menjelaskannya kepada
bapak dan ibu, masalah yang mbak Indah pendam akan
terselesaikan dengan baik.
Ayah : Ayah sudah tau semua dari suster kenapa kamu tidak mau
kami jenguk, ayah minta maaf ayah tidak pernah berniat
memarahi kamu nak..

24
Pasien : Ayah, ibu, Indah minta maaf ternyata kalian sayang
kepada Indah. Setelah Indah pikir ternyata Indah yang
salah. (Mereka pun berpelukan).
Perawat : Baiklah Mbak Indah, bagaimana perasaan dan keadaan
sekarang ini?
Pasien : Saya merasa lebih tenang sus. Terimakasih atas
nasehatnya ya sus.
Perawat : Sama-sama Mbak. Pak, bu, mbak Indah, tindakan yang
saya lakukan sudah selesai. Kalau begitu saya permisi
untuk kembali ke ruang perawat. Dan bila nanti ibu perlu
bantuan saya, bapak atau ibu bisa memanggil saya di
ruang perawat. Assalamuaikum
Pasien dan keluarga : Waalaikumsalam

25
BAB IV
PEMBAHASAN

Berdasarkan dari dialog roleplay diatas dapat diketahui bahwa orang tua
harus mampu memahami perasaan anaknya. Komunikasi antara orang tua dan
anak dapat terjalin dengan baik apabila ada rasa saling percaya antara orang tua
dan anak. Apabila dalam hubungan orang tua dan anak sudah terjalin rasa saling
percaya, maka remaja akan berani untuk menceritakan dan mendiskusikan
masalahnya kepada orang tuanya. Menurut Olson & de Frain (2003), remaja yang
melakukan komunikasi yang baik dengan orang tua mereka memiliki keterbukaan
diri. Mereka dapat membagi perasaannya kepada anggota keluarga lain, terutama
orang tua. Selain itu, komunikasi yang baik antara remaja dan orang tua ditandai
dengan kemampuan mendengarkan yang baik pada kedua belah pihak.
Begitu juga dengan perawat, dalam berkomunikasi dengan remaja
perawat harus memperlakukan remaja seperti layaknya sahabat, tidak
memperlakukan remaja seperti anak kecil. Perawat ketika melakukan komunikasi
dengan pasien harus menggunakan komunikasi terapeutik. Komunikasi
Terapeutik berperan penting untuk proses kesembuhan fisik dan juga psikologis
pasien. Komunikasi terapeutik yang baik dapat membuat klien meningkatkan
derajat kesehatannya. Menurut Stuart, G.W. (1998) Pada profesi keperawatan
komunikasi menjadi sangat penting karena komunikasi merupakan alat dalam
melaksanakan proses keperawatan. Dalam asuhan keperawatan, komunikasi
ditunjukan untuk mengubah perilaku klien dalam mencapai tingkat kesehatan
yang optimal.
Seperti halnya dalam dialog roleplay, perawat dalam roleplay tersebut
telah berhasil melakukan komunikasi terpeutik dengan remaja. Dalam melakukan
komunikasi terapeutik dengan remaja perawat harus mampu menerapkan sikap
dan teknik komunikasi terapeutik dengan baik, seperti menjadi pendengar yang
baik, mengajak pasien berdiskusi tentang pikiran dan perasaannya serta
mensupport remaja dengan membantu remaja dalam menyelesaikan masalahnya.
Dalam dialog roleplay tersebut, perawat tersebut telah menerapkan sikap dan juga

26
teknik berkomunikasi terapeutik dengan baik sehingga dapat membuat remaja
mau untuk kembali berbicara dengan perawat dan juga orang tuanya.

27
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Komunikasi merupakan salah satu bentuk sarana yang digunakan untuk
memberikan pelanyanan keperawatan dan juga untuk mendapatkan
kepercayaan dari pasien. Pada saat berkomunikasi dengan pasien, perawat
dituntut untuk dapat berkomunikasi dengan pasien sesuai dengan tingkatan
usia pasien. Dalam melakukan komunikasi pada remaja, perawat perlu
memperhatikan berbagai aspek diantaranya adalah cara berkomunikasi
dengan anak, tehnik komunikasi, tahapan komunikasi dan faktor yang
mempengaruhi komuikasi.
Dalam berkomunikasi dengan remaja perawat tidak boleh meremehkan
dan juga memperlakukan remaja seperti anak kecil, karena masa remaja
merupakan masa dimana anak beralih dari usia anak menuju usia dewasa.
Pada usia remaja, anak sedang membentuk jati dirinya, dia akan lebih diam
dengan orang yang dianggapnya tidak seusia dengan dia. Pada masa ini
mereka mulai mengalami berbagai perubahan, baik fisik maupun non fisik
dalam kehidupan mereka.
Sebagai seorang perawat yang professional sudah sepatutnya memiliki
kemampuan yang baik dalam berkomunikasi dan mampu untuk menjalin
hubungan yang baik antar semua pihak yang terlibat dalam dunia kesehatan.
Dengan mengenal dan mempelajari bagaimana cara berkomunikasi terapeutik
pada remaja, maka tujuan dari proses keperawatan dapat terlaksana dengan
baik sesuai dengan yang diharapkan.

5.2 Saran
a. Saran untuk perawat
Sebaiknya seorang perawat harus lebih memahami bagaimana
cara berkomunikasi yang baik dengan pasien remaja. Dalam
berkomunikasi dengan pasien remaja hendaknya perawat dapat
menggunakan komunikasi terapeutik dengan bersikap layaknya sahabat
dengan pasien.

28
b. Saran untuk mahasiswa keperawatan
Untuk mahasiswa keperawatan sebaiknya dapat mempelajari
dengan baik tentang bagaimana cara perawat dalam berkomunikasi
dengan pasien remaja, agar mahasiswa dapat menerapkannya saat
melaksanakan praktik di rumah sakit.
c. Saran untuk orang tua
Bagi orang tua yang memiliki anak usia remaja hendaknya dapat
memahami cara berkomunikasi dan memperlakukan remaja. Karena masa
remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak menuju dewasa,
dimana pada masa ini remaja cenderung tidak suka diremahkan, sehingga
para orang tua sebaiknya tidak memperlakukan remaja seperti anak kecil.

29
DAFTAR PUSTAKA

Damaiyanti, Mukhripah. 2010. ​Komunikasi Terapeutik dalam Praktik


Keperawatan.​ Bandung: PT Refika Aditama.
Kemenkes RI, 2013. ​Komunikasi dalam Keperawatan Modul 2 Penerapan
Komunikasi Berdasarkan Tingkatan Usia.​ Badan PPSDM Kesehatan
http://digilib.uinsuka.ac.id/8857/1/r.%20rachmy%20diana%20dan%20sofia%20re
tnowati%20komunikasi%20remaja-orangtua.pdf Diakses pada tanggal 23
September 2020 pukul 14.45 WIB.
Http://haqqienea.blogspot.co.id​. 2014. Komunikasi pada Usia Remaja. Diakses
pada tanggal 22 September 2020 pukul 16.00 WIB.

30

Anda mungkin juga menyukai