Anda di halaman 1dari 17

Nama Peserta: dr.

Ahmad Zaki Romadlon


Nama Wahana: RSU “Darmayu” Ponorogo
Topik: Close Fraktur Radius Distal
Tanggal (kasus): 03 Desember 2019
Nama Pasien: Ny. A No. RM: 1162XX
Tanggal Presentasi: 28 Januari 2020 Pendamping: dr. Djemiran
Tempat Presentasi: Aula RSU “Darmayu” Ponorogo
Obyektif Presentasi:
Penyegar
☑Keilmuan Keterampilan ☑Tinjauan Pustaka
an
☑Diagnostik ☑Manajemen Masalah  Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja ☑Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi: Pasien datang dengan keluhan nyeri pada lengan kanan bawah. Keluhan sudah
dirasakan sejak 1 hari SMRS. Pasien menyatakan 1 hari yang lalu terjatuh di kamar mandi
dengan posisi punggung tangan kanan menumpu badan. Pasien sadar saat kejadian. Keluhan
pusing mual dan muntah disangkal.
Tujuan: Menegakkan diagnosis serta memberikan tatalaksana dengan tepat & tuntas.
Bahan bahasan: ☑Tinjauan Pustaka Riset ☑Kasus  Audit
☑Presentasi dan
Cara membahas: Diskusi  E-mail Pos
Diskusi
Nama: Ny. A No. RM: 1162XX
Data
Terdaftar sejak:
Pasien Tempat: RSU Darmayu Ponorogo Telp: -
03 Desember 2019

DATA UTAMA UNTUK BAHAN DISKUSI


A. Anamnesa
 Keluhan Utama : Nyeri lengan kanan bawah
 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSU Darmayu dengan keluhan nyeri pada lengan kanan bawah.
Keluhan sudah dirasakan sejak 1 hari SMRS. Pasien menyatakan nyeri pada lengan kanan
bawah dirasakan memberat terutama ketika digerakkan. Pasien menyatakan 1 hari yang lalu
terjatuh di kamar mandi dengan posisi punggung tangan kanan menumpu badan. Pasien
sadar saat kejadian. Keluhan pusing mual dan muntah disangkal. Makan dan minum dalam
batas normal. BAK dan BAB tidak ada keluhan.

 Riwayat Penyakit Dahulu


- Riwayat keluhan yang sama sebelumnya disangkal
- Riyawat hipertensi disangkal
- Riwayat diabetes mellitus disangkal
- Riwayat alergi dan asma disangkal
 Riwayat Penyakit Keluarga
- Riwayat alergi disangkal
- Riwayat hipertensi disangkal
- Riwayat asma disangkal
- Riwayat diabetes mellitus disangkal
 Riwayat Sosial
Pasien bekerja sebagai petani
 Review Sistem
1. Sistem serebrospinal : tidak ada keluhan
2. Sistem kardiovaskuer : tidak ada keluhan
3. Sistem respirasi : tidak ada keluhan
4. Sistem gastrointestinal : tidak ada keluhan
5. Sistem muskuloskeletal : nyeri pada lengan kanan bawah
6. Sistem urogenital : tidak ada keluhan
7. Sistem integumentum : tidak ada keluhan

B. Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Kesan Umum : Cukup
Keadaan Umum : Compos mentis
Tanda Vital
Tensi : 130/80 mmHg
Nadi : 80 x/menit, simetris, regular
Suhu : 36,5 °C
Frekuensi Pernapasan : 20 x/menit, teratur
Pemeriksaan Fisik
Kulit : Sawo matang, ikterik (-), sianosis (-), turgor normal
Kepala dan Leher
Kepala : Normosefali, rambut warna hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut
Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-
Hidung : Bentuk normal, septum deviasi (-), nafas cuping hidung -/-, sekret +/+
Mulut : Bibir merah muda, kering (-), sianosis (-)
THT : Tidak dinilai
Leher : KGB tidak teraba membesar
Thorax
Paru
Inspeksi : Bentuk dada normal, simetris, gerak pernapasan simetris
Palpasi : Vocal fremitus simetris
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : Suara napas vesikuler, ronchi -/-, wheezing -/-
Jantung
Inspeksi
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tak teraba
Perkusi : Redup
Auskultasi : SISII reguler, suara tambahan (-)
Abdomen
Inspeksi : Datar
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-)
Perkusi : Timpani
Ekstremitas : Akral dingin (-), edema (-), CRT < 2 detik

Status Lokalis:
Regio: antebrachii dekstra
 Look : Tampak adanya pembengkakan, terdapat deformitas, tidak ada
angulasi dan rotasi, tidak ada luka terbuka
 Feel : Terdapat nyeri lokal dan nyeri tekan. Keadaan neurovaskular
distal pada arteri radialis dan arteri ulnaris baik. Krepitasi (-), nyeri tekan (+),
pulsasi a.radialis (+), suhu kulit sama dengan sekitar
 Movement: Gangguan pada range of motion pasien.

C. Clinical Assesment
Close Fraktur Radius Distal Dekstra

D. Plan
 Plan Diagnostik
Rontgen Antebrachii AP/Lateral
 Plan Monitoring
Awasi keluhan
Avaskular nekrosis distal
 Plan Terapi
Bidai
Inj. Ketorolac 1 amp
 Plan Edukasi
Rencana ORIF

E. Pemeriksaan penunjang
 Laboratorium (03 Desember 2019):
Jenis Pemeriksaan Hasil Unit Nilai Normal
Hematologi WBC 7,1 x 109 /L 05,0 – 14,0
  Lymph# 2,0 x 109 /L 00,8 – 7,00
  Mid# 0,7 x 109 /L 00,1 – 1,50
  Gran# 4,4 x 109 /L 02,0 – 8,00
  Lymph% 27,8 % 20,0 – 60,0
Mid% 10,2 % 03,0 – 15,0
Jenis Pemeriksaan Hasil Unit Nilai Normal
Gran% 62,0 % 50,0 – 70,0
HGB 12,3 gr/Dl 10,8 – 12,8
RBC 4,34 x 1012 /L 3,50 – 5,20
HCT 37,1 % 35,0 – 49,0
MCV 85,5 fL 074,0 – 102,0
MCH 28,3 Pg 23,0 – 31,0
MCHC 33,1 gr/dL 31,0 – 37,0
RDW-CV 12,6 % 11,0 – 16,0
RDW-SD 46,2 fL 35,0 – 56,0
PLT 246 x 109 /L 229 – 553
MPV 9,1 fL 06,5 – 12,0
PDW 14,9 09,0 – 17,0
PCT 0,225 % 0,108 – 0,282
Hematologi
Bleeding Time 4 menit 1-5 menit
11
Cloting Time 5-11 menit
menit
Kadar Gula Darah
Gula Darah Acak 97 90-139 mg/dl
HBsAg
Negatif Negatif
(RPHA/ELIZA)
 Rontgen Antebrachii dan Thorax (03 Desember 2019):

Interpretasi foto antebrachii


 Alignment antebrachii tak tampak intak
 Tampak diskontinuitas pada radius distal
 Mineralisasi tulang normal
 Celah sendi yang tervisualisasi baik
 Tampak soft tissue swelling pada radius distal
Kesan
Close fraktur radius distal dekstra
Interpretasi foto thorax
 Sistema tulang intak
 Tampak kedua apex paru tenang
 Tampak corakan bronkhovaskular di kedua lapang paru normal
 Sinus costophrenicus kanan dan kiri tajam
 Diafragma kanan dan kiri licin
 Cor: CTR kurang dari 0,50
Kesan
Paru dan Cor dalam batas normal

F. Assessment
Close Fraktur Radius Distal Dekstra

G. Plan
Rencana ORIF Radius Distal

Monitoring selama perawatan


 Tanggal 03 Desember 2019
S : Pasien datang ke IGD RSU Darmayu menyatakan nyeri pada lengan kanan bawah
O : KU : sedang, GCS 456
TD: 130/80 mmhg HR: 80x/menit; RR: 20 x/menit; T: 36,5 C
A : Close Fraktur Radius Distal
P :
Konsul dr. Farhat Sp. OT
 Infus RL 16 tpm
 Injeksi Ceftriaxon 2 gram
 Rencana ORIF Radius Distal jam 15.00
 Tanggal 04 Desember 2019
S : Pasien mengeluhkan nyeri post operasi
O : KU : sedang, GCS 456
TD: 110/70 mmhg HR: 80x/menit; RR: 20 x/menit; T: 36,5 C
A : Close Fraktur Radius Distal Post Orif Radius Distal
P :
 Infus RL 16 tpm
 Injeksi Ceftriaxon 2 x 1 gram
 Injeksi Ketorolac 3 x 1 ampul
 Tanggal 05 Desember 2019
S : Pasien mengeluhkan nyeri post operasi sudah berkurang
O : KU : sedang, GCS 456
TD: 110/70 mmhg HR: 80x/menit; RR: 20 x/menit; T: 36,5 C
A : Close Fraktur Radius Distal Post Orif Radius Distal
P :
 Infus RL 16 tpm
 Injeksi Ceftriaxon 2 x 1 gram
 Injeksi Ketorolac 3 x 1 ampul
 Tanggal 06 Desember 2019
S : Pasien mengeluhkan nyeri post operasi sudah lebih baik dari hari sebelumnya
O : KU : sedang, GCS 456
TD: 110/70 mmhg HR: 80x/menit; RR: 20 x/menit; T: 36,5 C
A : Close Fraktur Radius Distal Post Orif Radius Distal
P :
 KRS
 Cefadroxil 3 x 500 mg
 Meloxicam 2 x 15 mg
 Paracetamol 3 x 500 mg

H. Hasil Pembelajaran
• Mampu melakukan diagnosis awal pada pasien kejang demam
• Mampu memberikan penatalaksanaan awal (terapi pendahuluan)

I. Pendekatan Diagnosis
A. Definisi Fraktur
Fraktur adalah kerusakan atau patah tulang yang disebabkan oleh adanya trauma ataupun
tenaga fisik. Pada kondisi normal, tulang mampu menahan tekanan, namun jika terjadi
penekanan ataupun benturan yang lebih besar dan melebihi kemampuan tulang untuk
bertahan, maka akan terjadi fraktur.

B. Etiologi
1. Trauma langsung
Yaitu apabila fraktur terjadi di tempat dimana bagian tersebut mendapat ruda paksa
(misalnya benturan, pukulan yang mengakibatkan patah tulang).
2. Trauma tidak langsung
Bila titik tumpu berbentuhan dengan lokasi terjadinya fraktur berjauhan. Misalnya
penderita jatuh dengan lengan dalam keadaan ekstensi dapat terjadi fraktur pada
pegelangan tangan.
3. Trauma ringan
Trauma ringan pun dapat menyebabkan terjadinya fraktur bila tulang itu sendiri rapuh/
ada resiko terjadinya penyakit yang mendasari dan hal ini disebut dengan fraktur
patologis.
4. Akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat berupa
pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan
penarikan.

C. Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk menahan.
Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka
terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas
tulang.
Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur
 1.      Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap besar,
waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur.
 2.      Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk timbulnya
fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisitas, kelelahan, dan kepadatan atau
kekerasan tulang.

D. Manifestasi Klinis
1. Rasa nyeri pada daerah fraktur
2. Hilangnya fungsi pada daerah yang cidera
3. Tampak deformitas bila dibandingkan dengan bagian yang normal
4. Timbulnya krepitasi
5. Edema setempat
6. Shock bila terjadi perdarahan hebat

E. Klasifikasi Fraktur
1. Berdasarkan sifat luka
 Fraktur tertutup
Bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar, disebut
juga fraktur bersih karena kulit masih utuh tanpa komplikasi. Klasifikasi fraktur
tertutup berdasarkan keadaan jaringan lunak disekitar trauma:
 Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan lunak
sekitarnya.
 Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan
subkutan.
 Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian
dalam dan pembengkakan
 Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata dan
ancaman sindroma kompartemen.
 Fraktur terbuka
Bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya
perlukaan kulit. Fraktur terbuka terbagi atas 3 derajat menurut Gustilo, yaitu:
 Tipe I: luka bersih dengan Panjang luka < 1cm
 Tipe II: Panjang luka > 1cm tanpa kerusakan jaringan lunak yang berat
 Tipe III: Kerusakan jaringan lunak yang berat dan luas, fraktur segmental
terbuka, trauma amputasi, luka tembak dengan kecepatan tinggi, fraktur
terbuka dipertanian, fraktur yang perlu repair vaskuler dan fraktur yang
lebih dari 8 jam setelah kejadian.
 Tipe IIIA: periosteum masih membungkus fragmen tulang dengan
kerusakan jaringan lunak yang luas
 Tipe IIIB: kehilangan jaringan lunak yang luas, kontaminasi berat,
periosteal stripping atau terjadi bone exposure
 Tipe IIIC: Disertai kerusakan arteri yang memerlukan repair tanpa
melihat tingkat kerusakan jaringan lunak.
2. Berdasarkan garis patahan
 Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan merupakan
akibat trauma angulasi atau langsung.
 Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap sumbu
tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga.
 Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang disebabkan
trauma rotasi.
 Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang
mendorong tulang ke arah permukaan lain.
 Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot
pada insersinya pada tulang.
3. Berdasarkan komplit dan tidak komplit
 Fraktur komplit: bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui
kedua korteks tulang
 Fraktur Inkomplit: bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang.
Hair Line Fraktur.
 Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan kompresi
tulang spongiosa di bawahnya.
 Green Stick Fraktur, mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya yang
terjadi pada tulang panjang.
4. Berdasarkan pergeseran fragmen tulang
 Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap tetapi kedua fragmen
tidak bergeser dan periosteum masih utuh.
 Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang
5. Klasifikasi fraktur antebrachia menurut Arif Mansjoer (2000: 351)
 Fraktur Monteggia
Fraktur sepertiga proksimal ulna disertai dislokasi ke anterior dari
kapitulum radius. Penyebabnya biasanya trauma langsung terhadap ulna, misalnya
sewaktu melindungi kepala pada pukulan, sehingga disebut patah tulang tangkis.
 Fraktur Galeazzi
Fraktur ini merupakan fraktur distal radius disertai dislokasi atau
subluksasi sendi radioulnar distal. Terjadinya fraktur ini biasanya akibat trauma
langsung sisi lateral ketika jatuh.
Ujung bagian bawah ulna yang menonjol merupakan tanda yang
mencolok. Gambaran klinisnya bergantung pada derajat dislokasi fragmen fraktur.
Bila ringan. nyeri dan tegang hanya dirasakan pada daerah fraktur; bila berat,
biasanya terjadi pemendekan lengan bawah. Tampak tangan bagian distal dalam
posisi angulasi ke dorsal. Pada pergelangan tangan dapat diraba tonjolan ujung
distal ulna.
 Fraktur Colles
Cedera yang diuraikan oleh Abraham Colles pada tahun 1814 adalah
fraktur melintang pada radius tepat diatas pergelangan tangan dengan pergeseran
dorsal fragmen distal.
Dikenal dengan sebutan deformitas garpu makan malam, dengan
penonjolan punggung pergelangan tangan dan depresi di depan. Pada pasien
dengan sedikit deformitas mungkin hanya terdapat nyeri tekan lokal dan nyeri bila
pergelangan tangan digerakkan, kekakuan, gerakan yang bebas terbatas, dan
pembengkakan di daerah yang terkena
 Fraktur Smith
Fraktur smith merupakan fraktur dislokasi ke arah anterior (volar), karena
itu sering disebut reverse Colles fracture. Penonjolan dorsal fragmen proksimal,
fragmen distal di sisi volar pergelangan, dan deviasi tangan ke radial (garden
spade devormity).
F. Proses Penyembuhan Tulang
Ada beberapa tahapan dalam penyembuhan tulang yaitu: (1) Fase 1: inflamasi, (2)
Fase 2: proliferasi sel, (3) Fase 3: pembentukan dan penulangan kalus (osifikasi), (4) Fase
4: remodeling menjadi tulang dewasa.
1. Inflamasi
Respons tubuh pada saat mengalami fraktur sama dengan respons apabila
ada cedera di bagian tubuh lain. Terjadi perdarahan pada jaringan yang cedera dan
pembentukan hematoma pada lokasi fraktur. Tempat cedera kemudian akan
diinvasi oleh makrofag (sel darah putih besar) yang akan membersihkan daerah
tersebut dari zat asing. Pada saat ini terjadi inflamasi, pembengkakan, dan nyeri.
Tahap inflamasi berlangsung beberapa hari dan hilang dengan berkurangnya
pembengkakan dan nyeri.
2. Proliferasi sel
Dalam sekitar lima hari, hematoma akan mengalami organisasi. Terbentuk
benang-benang fibrin pada darah dan membentuk jaringan untuk revaskularisasi,
serta invasi fibroblast dan osteoblast. Fibroblast dan osteoblast (berkembang dari
osteosit, sel endostel, dan sel periosteum) akan menghasilkan kolagen dan
proteoglikan sebagai matriks kolagen pada patahan tulang. Terbentuk jaringan ikat
fibrus dan tulang rawan (osteoid). Dari periosteum tampak pertumbuhan
melingkar.
3. Pembentukan kalus
Pertumbuhan jaringan berlanjut dan lingkaran tulang rawan tumbuh
mencapai sisi lain sampai celah terhubungkan. Fragmen patahan tulang
digabungkan dengan jaringan fibrus, tulang rawan, dan serat tulang imatur.
Bentuk kalus dan volume yang dibutuhkan untuk menghubungkan defek secara
langsung berhubungan dengan jumlah kerusakan dan pergeseran tulang.
Pembentukan kalus mulai mengalami penulangan dalam dua sampai tiga
minggu patah tulang melalui proses penulangan endokondrial. Mineral terus-
menerus ditimbun sampai tulang benar-benar telah bersatu dengan keras. Pada
patah tulang panjang orang dewasa normal, penulangan memerlukan waktu tiga
sampai empat bulan.
4. Remodeling
Tahap akhir perbaikan patah tulang meliputi pengambilan jaringan mati
dan reorganisasi tulang baru ke susunan struktural sebelumnya. Remodeling
memerlukan waktu berbulan-bulan sampai bertahun-tahun bergantung pada
beratnya modifikasi tulang yang dibutuhkan, fungsi tulang, dan stres fungsional
pada tulang.

G. Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan fraktur terdiri dari 4R yaitu:
1. Recognition
Prinsip pertama adalah mengetahui dan menilai keadaan fraktur
dengan anamnesis, pemeriksaan klinis dan pemeriksaan penunjang. Pada
awal pengobatan perlu diperhatikan: lokasi fraktur, bentuk fraktur,
menentukan tehnik yang sesuai untuk pengobatan, dan komplikasi yang
mungkin terjadi.
2. Reduction
Tujuannya untuk mengembalikan panjang & kesegarisan tulang.
Dapat dicapai dengan reduksi tertutup/reduksi terbuka. Reduksi tertutup
bertujuan untuk mengembalikan kesegarisan tulang seperti sediakala.
Reduksi terbuka diindikasikan jika reduksi tertutup gagal/tidak
memuaskan. Reduksi terbuka berfungsi untuk mempertahankan tulang
dalam posisinya sampai penyembuhan tulang yang solid.
3. Retention
Imobilisasi fraktur tujuannya mempertahankan supaya tidak terjadi
pengeseran fregmen setelah dilakukan reduksi. Metodenya dapat
menggunakan continuous traction, cast splintage, internal fixation dan
external fixation.
4. Rehabilitation
Mengembalikan aktivitas fungsional seoptimal mungkin.

Penatalaksanaan fraktur antebrachii:


1. Fraktur Monteggia: Dilakukan reduksi terbuka dan pemasangan plat.
2. Fraktur Galeazzi: Dilakukan reduksi terbuka dan pemasangan plat pada
dewasa. Dilakukan reposisi tertutup dan imobilisasi dengan gips di atas
siku dalam jangka waktu 4-6 minggu pada anak-anak.
3. Fraktur Colles:
 Tanpa pergeseran
Imobilisasi dengan gips setinggi bawah siku selama 6 minggu. Pada
hari pertama atau hingga hari kedua pasca fraktur cukup dipasang bidai
setelah itu kemudian dipasang gips pasca bengkak berkurang. Lakukan
pengecekan posisi tulang untuk memastikan tidak timbul pergeseran
fraktur dengan rontgen pada hari ke 10-14.
 Pergeseran
Periosteum tetap intak pada salah satu sisi fraktur memungkinkan
reduksi tertutup. Reduksi dilakukan dengan anestesi lokal maupun umum.
Prosedur reduksi dengan cara memegang erat tangan pasien kemudian
lakukan traksi longitudinal. Kemudian lakukan penekanan dorsum bagian
tulang yang bergeser secara kuat disertai manipulasi posisi pergelangan
tangan menjadi fleksi, deviasi ke arah ulnar serta pronasi. Periksa posisi
reduksi dengan menggunakan x-ray.
Gips dipasang dari bawah siku hingga leher os metacarpal dan
mengelilingi pergelangan tangan tersebut. Awasi neurovaskular distal. Jika
tampak sianosis atau sangat nyeri, gips terlalu kencang.
Reduksi tertutup biasanya berhasil tetapi biasanya cenderung bergeser
hingga mengakibatkan malunion. Lakukan pengecekan radiologi ulang
pada minggu pertama atau kedua untuk memastikan posisi reduksi.
4. Fraktur Smith: Reduksi tertutup berupa supinasi pergelangan tangan.
Kemudian dipasang gips hingga melewati siku selama 6 minggu.

H. Komplikasi
1. Komplikasi Dini
a. Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi,
CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada
ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi
pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.
a. Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena
terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini
disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan pembuluh
darah. Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan pembebatan yang terlalu
kuat.
b. Fat Embolism Syndrom
Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi
pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak yang
dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat
oksigen dalam darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan,
tachykardi, hypertensi, tachypnea, demam.
c. Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma
orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini
biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan
bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
d. Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau
terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang.
e. Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini
biasanya terjadi pada fraktur.

2. Komplikasi Lanjut
a. Delayed Union
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan
waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karena
penurunan supai darah ke tulang.
b. Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan memproduksi
sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan. Nonunion ditandai
dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi
palsu atau pseudoarthrosis. Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang.
c. Malunion
Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya
tingkat kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas). Malunion dilakukan dengan
pembedahan dan reimobilisasi yang baik

Daftar Pustaka

Apley, A. Graham. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem APLEY. Ed.7. Jakarta: Widya

Medika.1995
Bagian Bedah Staf Pengajar Fakultas kedokteran Universitas Ind onesia. Kumpulan Kuliah Ilmu

Bedah. Jakarta: Binarupa Aksara.1995.

Rasjad, Chairuddin. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Jakarta: PT. Yarsif Watampone. 2007

Sjamsuhidajat R, De Jong Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-2. Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran EGC.2004.

Schwartz, Shires, Spencer. Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah, Edisi 6. Jakarta: EGC.2000.

Sabi ston, David C. Buku Ajar Bedah bagian 2. Jakarta: EGC 1994.

Anda mungkin juga menyukai