Portofolio Fraktur Radius
Portofolio Fraktur Radius
B. Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Kesan Umum : Cukup
Keadaan Umum : Compos mentis
Tanda Vital
Tensi : 130/80 mmHg
Nadi : 80 x/menit, simetris, regular
Suhu : 36,5 °C
Frekuensi Pernapasan : 20 x/menit, teratur
Pemeriksaan Fisik
Kulit : Sawo matang, ikterik (-), sianosis (-), turgor normal
Kepala dan Leher
Kepala : Normosefali, rambut warna hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut
Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-
Hidung : Bentuk normal, septum deviasi (-), nafas cuping hidung -/-, sekret +/+
Mulut : Bibir merah muda, kering (-), sianosis (-)
THT : Tidak dinilai
Leher : KGB tidak teraba membesar
Thorax
Paru
Inspeksi : Bentuk dada normal, simetris, gerak pernapasan simetris
Palpasi : Vocal fremitus simetris
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : Suara napas vesikuler, ronchi -/-, wheezing -/-
Jantung
Inspeksi
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tak teraba
Perkusi : Redup
Auskultasi : SISII reguler, suara tambahan (-)
Abdomen
Inspeksi : Datar
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-)
Perkusi : Timpani
Ekstremitas : Akral dingin (-), edema (-), CRT < 2 detik
Status Lokalis:
Regio: antebrachii dekstra
Look : Tampak adanya pembengkakan, terdapat deformitas, tidak ada
angulasi dan rotasi, tidak ada luka terbuka
Feel : Terdapat nyeri lokal dan nyeri tekan. Keadaan neurovaskular
distal pada arteri radialis dan arteri ulnaris baik. Krepitasi (-), nyeri tekan (+),
pulsasi a.radialis (+), suhu kulit sama dengan sekitar
Movement: Gangguan pada range of motion pasien.
C. Clinical Assesment
Close Fraktur Radius Distal Dekstra
D. Plan
Plan Diagnostik
Rontgen Antebrachii AP/Lateral
Plan Monitoring
Awasi keluhan
Avaskular nekrosis distal
Plan Terapi
Bidai
Inj. Ketorolac 1 amp
Plan Edukasi
Rencana ORIF
E. Pemeriksaan penunjang
Laboratorium (03 Desember 2019):
Jenis Pemeriksaan Hasil Unit Nilai Normal
Hematologi WBC 7,1 x 109 /L 05,0 – 14,0
Lymph# 2,0 x 109 /L 00,8 – 7,00
Mid# 0,7 x 109 /L 00,1 – 1,50
Gran# 4,4 x 109 /L 02,0 – 8,00
Lymph% 27,8 % 20,0 – 60,0
Mid% 10,2 % 03,0 – 15,0
Jenis Pemeriksaan Hasil Unit Nilai Normal
Gran% 62,0 % 50,0 – 70,0
HGB 12,3 gr/Dl 10,8 – 12,8
RBC 4,34 x 1012 /L 3,50 – 5,20
HCT 37,1 % 35,0 – 49,0
MCV 85,5 fL 074,0 – 102,0
MCH 28,3 Pg 23,0 – 31,0
MCHC 33,1 gr/dL 31,0 – 37,0
RDW-CV 12,6 % 11,0 – 16,0
RDW-SD 46,2 fL 35,0 – 56,0
PLT 246 x 109 /L 229 – 553
MPV 9,1 fL 06,5 – 12,0
PDW 14,9 09,0 – 17,0
PCT 0,225 % 0,108 – 0,282
Hematologi
Bleeding Time 4 menit 1-5 menit
11
Cloting Time 5-11 menit
menit
Kadar Gula Darah
Gula Darah Acak 97 90-139 mg/dl
HBsAg
Negatif Negatif
(RPHA/ELIZA)
Rontgen Antebrachii dan Thorax (03 Desember 2019):
F. Assessment
Close Fraktur Radius Distal Dekstra
G. Plan
Rencana ORIF Radius Distal
H. Hasil Pembelajaran
• Mampu melakukan diagnosis awal pada pasien kejang demam
• Mampu memberikan penatalaksanaan awal (terapi pendahuluan)
I. Pendekatan Diagnosis
A. Definisi Fraktur
Fraktur adalah kerusakan atau patah tulang yang disebabkan oleh adanya trauma ataupun
tenaga fisik. Pada kondisi normal, tulang mampu menahan tekanan, namun jika terjadi
penekanan ataupun benturan yang lebih besar dan melebihi kemampuan tulang untuk
bertahan, maka akan terjadi fraktur.
B. Etiologi
1. Trauma langsung
Yaitu apabila fraktur terjadi di tempat dimana bagian tersebut mendapat ruda paksa
(misalnya benturan, pukulan yang mengakibatkan patah tulang).
2. Trauma tidak langsung
Bila titik tumpu berbentuhan dengan lokasi terjadinya fraktur berjauhan. Misalnya
penderita jatuh dengan lengan dalam keadaan ekstensi dapat terjadi fraktur pada
pegelangan tangan.
3. Trauma ringan
Trauma ringan pun dapat menyebabkan terjadinya fraktur bila tulang itu sendiri rapuh/
ada resiko terjadinya penyakit yang mendasari dan hal ini disebut dengan fraktur
patologis.
4. Akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat berupa
pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan
penarikan.
C. Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk menahan.
Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka
terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas
tulang.
Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur
1. Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap besar,
waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur.
2. Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk timbulnya
fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisitas, kelelahan, dan kepadatan atau
kekerasan tulang.
D. Manifestasi Klinis
1. Rasa nyeri pada daerah fraktur
2. Hilangnya fungsi pada daerah yang cidera
3. Tampak deformitas bila dibandingkan dengan bagian yang normal
4. Timbulnya krepitasi
5. Edema setempat
6. Shock bila terjadi perdarahan hebat
E. Klasifikasi Fraktur
1. Berdasarkan sifat luka
Fraktur tertutup
Bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar, disebut
juga fraktur bersih karena kulit masih utuh tanpa komplikasi. Klasifikasi fraktur
tertutup berdasarkan keadaan jaringan lunak disekitar trauma:
Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan lunak
sekitarnya.
Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan
subkutan.
Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian
dalam dan pembengkakan
Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata dan
ancaman sindroma kompartemen.
Fraktur terbuka
Bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya
perlukaan kulit. Fraktur terbuka terbagi atas 3 derajat menurut Gustilo, yaitu:
Tipe I: luka bersih dengan Panjang luka < 1cm
Tipe II: Panjang luka > 1cm tanpa kerusakan jaringan lunak yang berat
Tipe III: Kerusakan jaringan lunak yang berat dan luas, fraktur segmental
terbuka, trauma amputasi, luka tembak dengan kecepatan tinggi, fraktur
terbuka dipertanian, fraktur yang perlu repair vaskuler dan fraktur yang
lebih dari 8 jam setelah kejadian.
Tipe IIIA: periosteum masih membungkus fragmen tulang dengan
kerusakan jaringan lunak yang luas
Tipe IIIB: kehilangan jaringan lunak yang luas, kontaminasi berat,
periosteal stripping atau terjadi bone exposure
Tipe IIIC: Disertai kerusakan arteri yang memerlukan repair tanpa
melihat tingkat kerusakan jaringan lunak.
2. Berdasarkan garis patahan
Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan merupakan
akibat trauma angulasi atau langsung.
Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap sumbu
tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga.
Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang disebabkan
trauma rotasi.
Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang
mendorong tulang ke arah permukaan lain.
Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot
pada insersinya pada tulang.
3. Berdasarkan komplit dan tidak komplit
Fraktur komplit: bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui
kedua korteks tulang
Fraktur Inkomplit: bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang.
Hair Line Fraktur.
Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan kompresi
tulang spongiosa di bawahnya.
Green Stick Fraktur, mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya yang
terjadi pada tulang panjang.
4. Berdasarkan pergeseran fragmen tulang
Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap tetapi kedua fragmen
tidak bergeser dan periosteum masih utuh.
Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang
5. Klasifikasi fraktur antebrachia menurut Arif Mansjoer (2000: 351)
Fraktur Monteggia
Fraktur sepertiga proksimal ulna disertai dislokasi ke anterior dari
kapitulum radius. Penyebabnya biasanya trauma langsung terhadap ulna, misalnya
sewaktu melindungi kepala pada pukulan, sehingga disebut patah tulang tangkis.
Fraktur Galeazzi
Fraktur ini merupakan fraktur distal radius disertai dislokasi atau
subluksasi sendi radioulnar distal. Terjadinya fraktur ini biasanya akibat trauma
langsung sisi lateral ketika jatuh.
Ujung bagian bawah ulna yang menonjol merupakan tanda yang
mencolok. Gambaran klinisnya bergantung pada derajat dislokasi fragmen fraktur.
Bila ringan. nyeri dan tegang hanya dirasakan pada daerah fraktur; bila berat,
biasanya terjadi pemendekan lengan bawah. Tampak tangan bagian distal dalam
posisi angulasi ke dorsal. Pada pergelangan tangan dapat diraba tonjolan ujung
distal ulna.
Fraktur Colles
Cedera yang diuraikan oleh Abraham Colles pada tahun 1814 adalah
fraktur melintang pada radius tepat diatas pergelangan tangan dengan pergeseran
dorsal fragmen distal.
Dikenal dengan sebutan deformitas garpu makan malam, dengan
penonjolan punggung pergelangan tangan dan depresi di depan. Pada pasien
dengan sedikit deformitas mungkin hanya terdapat nyeri tekan lokal dan nyeri bila
pergelangan tangan digerakkan, kekakuan, gerakan yang bebas terbatas, dan
pembengkakan di daerah yang terkena
Fraktur Smith
Fraktur smith merupakan fraktur dislokasi ke arah anterior (volar), karena
itu sering disebut reverse Colles fracture. Penonjolan dorsal fragmen proksimal,
fragmen distal di sisi volar pergelangan, dan deviasi tangan ke radial (garden
spade devormity).
F. Proses Penyembuhan Tulang
Ada beberapa tahapan dalam penyembuhan tulang yaitu: (1) Fase 1: inflamasi, (2)
Fase 2: proliferasi sel, (3) Fase 3: pembentukan dan penulangan kalus (osifikasi), (4) Fase
4: remodeling menjadi tulang dewasa.
1. Inflamasi
Respons tubuh pada saat mengalami fraktur sama dengan respons apabila
ada cedera di bagian tubuh lain. Terjadi perdarahan pada jaringan yang cedera dan
pembentukan hematoma pada lokasi fraktur. Tempat cedera kemudian akan
diinvasi oleh makrofag (sel darah putih besar) yang akan membersihkan daerah
tersebut dari zat asing. Pada saat ini terjadi inflamasi, pembengkakan, dan nyeri.
Tahap inflamasi berlangsung beberapa hari dan hilang dengan berkurangnya
pembengkakan dan nyeri.
2. Proliferasi sel
Dalam sekitar lima hari, hematoma akan mengalami organisasi. Terbentuk
benang-benang fibrin pada darah dan membentuk jaringan untuk revaskularisasi,
serta invasi fibroblast dan osteoblast. Fibroblast dan osteoblast (berkembang dari
osteosit, sel endostel, dan sel periosteum) akan menghasilkan kolagen dan
proteoglikan sebagai matriks kolagen pada patahan tulang. Terbentuk jaringan ikat
fibrus dan tulang rawan (osteoid). Dari periosteum tampak pertumbuhan
melingkar.
3. Pembentukan kalus
Pertumbuhan jaringan berlanjut dan lingkaran tulang rawan tumbuh
mencapai sisi lain sampai celah terhubungkan. Fragmen patahan tulang
digabungkan dengan jaringan fibrus, tulang rawan, dan serat tulang imatur.
Bentuk kalus dan volume yang dibutuhkan untuk menghubungkan defek secara
langsung berhubungan dengan jumlah kerusakan dan pergeseran tulang.
Pembentukan kalus mulai mengalami penulangan dalam dua sampai tiga
minggu patah tulang melalui proses penulangan endokondrial. Mineral terus-
menerus ditimbun sampai tulang benar-benar telah bersatu dengan keras. Pada
patah tulang panjang orang dewasa normal, penulangan memerlukan waktu tiga
sampai empat bulan.
4. Remodeling
Tahap akhir perbaikan patah tulang meliputi pengambilan jaringan mati
dan reorganisasi tulang baru ke susunan struktural sebelumnya. Remodeling
memerlukan waktu berbulan-bulan sampai bertahun-tahun bergantung pada
beratnya modifikasi tulang yang dibutuhkan, fungsi tulang, dan stres fungsional
pada tulang.
G. Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan fraktur terdiri dari 4R yaitu:
1. Recognition
Prinsip pertama adalah mengetahui dan menilai keadaan fraktur
dengan anamnesis, pemeriksaan klinis dan pemeriksaan penunjang. Pada
awal pengobatan perlu diperhatikan: lokasi fraktur, bentuk fraktur,
menentukan tehnik yang sesuai untuk pengobatan, dan komplikasi yang
mungkin terjadi.
2. Reduction
Tujuannya untuk mengembalikan panjang & kesegarisan tulang.
Dapat dicapai dengan reduksi tertutup/reduksi terbuka. Reduksi tertutup
bertujuan untuk mengembalikan kesegarisan tulang seperti sediakala.
Reduksi terbuka diindikasikan jika reduksi tertutup gagal/tidak
memuaskan. Reduksi terbuka berfungsi untuk mempertahankan tulang
dalam posisinya sampai penyembuhan tulang yang solid.
3. Retention
Imobilisasi fraktur tujuannya mempertahankan supaya tidak terjadi
pengeseran fregmen setelah dilakukan reduksi. Metodenya dapat
menggunakan continuous traction, cast splintage, internal fixation dan
external fixation.
4. Rehabilitation
Mengembalikan aktivitas fungsional seoptimal mungkin.
H. Komplikasi
1. Komplikasi Dini
a. Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi,
CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada
ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi
pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.
a. Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena
terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini
disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan pembuluh
darah. Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan pembebatan yang terlalu
kuat.
b. Fat Embolism Syndrom
Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi
pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak yang
dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat
oksigen dalam darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan,
tachykardi, hypertensi, tachypnea, demam.
c. Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma
orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini
biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan
bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
d. Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau
terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang.
e. Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini
biasanya terjadi pada fraktur.
2. Komplikasi Lanjut
a. Delayed Union
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan
waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karena
penurunan supai darah ke tulang.
b. Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan memproduksi
sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan. Nonunion ditandai
dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi
palsu atau pseudoarthrosis. Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang.
c. Malunion
Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya
tingkat kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas). Malunion dilakukan dengan
pembedahan dan reimobilisasi yang baik
Daftar Pustaka
Apley, A. Graham. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem APLEY. Ed.7. Jakarta: Widya
Medika.1995
Bagian Bedah Staf Pengajar Fakultas kedokteran Universitas Ind onesia. Kumpulan Kuliah Ilmu
Rasjad, Chairuddin. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Jakarta: PT. Yarsif Watampone. 2007
Sjamsuhidajat R, De Jong Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-2. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.2004.
Schwartz, Shires, Spencer. Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah, Edisi 6. Jakarta: EGC.2000.
Sabi ston, David C. Buku Ajar Bedah bagian 2. Jakarta: EGC 1994.