Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Dosen Pembimbing :
Disusun Oleh :
KELOMPOK 22
i
HALAMAN PENGESAHAN
TUGAS IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
Disusun Oleh :
KELOMPOK 22
Dosen Pembimbing
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia- Nya karena
berkat rahmat dan hidayah-Nya sehingga Tugas Rekayasa Irigasi dan Bangunan Air
dapat kami selesaikan dan dapat kami susun sebagaimana yang direncanakan
melalui kerja keras penuh semangat yang tak pernah pudar.
Tugas ini kami susun guna melengkapi Persyaratan Yudisium Program Pendidikan
Strata Satu (S-1) dan merupakan salah satu mata kuliah dasar dalam bidang teknik,
khususnya Teknik Sipil.
Pada kesempatan ini penyusun ingin mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah banyak membantu dalam penyusunan laporan Tugas Irigasi dan
Bangunan Air. Untuk itu penyusun mengucapkan terima kasih kepada :
1. Kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kekuatan dan
kemudahan sehingga laporan ini dapat terselesaikan dengan baik.
2. Orang tua yang telah memberi dorongan baik dari segi moril maupun dari
segi materiil.
3. Dr. Tania Edna Bhakty, ST., M.T, selaku dosen pembimbing Tugas
Rekayasa Irigas.
4. Teman-teman yang telah membantu penulisan laporan ini.
Semoga setiap data dari tugas ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang membaca
dan memahami laporan tugas ini, serta yang paling utama adalah kami dapat
memahami tentang Irigasi dan Bangunan Air di Indonesia dan dapat kami
aplikasikan dalam pekerjaan kami nantinya.
Penyelesaian tugas ini masih jauh dari kesempurnaan, maka penyusun tidak
menutup kepada pihak-pihak yang sudi memberikan kritik dan saran guna
membangun agar tugas ini tersusun dengan sempurna. Atas kritikan dan saran
penyusun mengucapkan banyak terima kasih.
iii
LEMBAR ASISTENSI TUGAS IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
Kelompok : KELOMPOK 22
iv
v
DAFTAR ISI
vi
Lokasi Daerah Aliran Sungai....................................................................... 27
vii
BAB 7. PERHITUNGAN CURAH HUJAN MAKSIMUM ............................... 63
Distribusi Gumbel........................................................................................ 73
Metode Hasper............................................................................................. 84
viii
Perhitungan Patok 12 ................................................................................... 87
ix
DAFTAR TABEL
x
Tabel 7. 2 Data curah hujan harian maksimum tahunan ...................................... 66
Tabel 7. 3 Rangking data CH maks rerata ............................................................ 66
Tabel 8. 1 Uji Abnormalitas Data Hujan .............................................................. 68
Tabel 8. 2 Uji abnormalitas untuk data paling maksimum .................................. 68
Tabel 8. 3 Derajat Abnormalitas .......................................................................... 69
Tabel 8. 4 Data Uji abnormalistas dara paling minimum ..................................... 70
Tabel 8. 5 Uji abnormalitas untuk data paling minimum ..................................... 71
Tabel 8. 6 Derajat Abnormalitas .......................................................................... 72
Tabel 8. 7 Data Distribusi Gumbel ....................................................................... 73
Tabel 8. 8 Menentukan jenis sebaran .................................................................... 74
Tabel 8. 9 Menghitung Curah Hjan Rancangan dengan Metode Log Pearson Tipe
III ........................................................................................................................... 74
Tabel 9. 1 Tabel Nilai Parameter Chi-Kuadrat Kritis, X2CR (Uji Satu Sisi) .......... 79
Tabel 9. 2 Uji Smirnov Kolmogorov .................................................................... 80
Tabel 10. 1 Hasil Perhitungan Nilai G .................................................................. 83
Tabel 10. 2 Hasil Perhitungan CH Rancangan ..................................................... 83
Tabel 11. 1 Hasil Perhitungan Metode Hasper ..................................................... 85
Tabel 11. 2 Hasil Perhitungan Metode Melchior .................................................. 86
Tabel 11. 3 Hasil Perhitungan Metode Melchior .................................................. 86
Tabel 11. 4 Hasil perhitungan untuk Pataok 12 .................................................... 87
Tabel 11. 5 Rekapitulasi Perhitungan Debit ......................................................... 89
Tabel 11. 6 Hubungan Q dan W ........................................................................... 90
Tabel 11. 7 Hasil Perhitungan Debit, ∆h = 0,2 m ................................................. 90
Tabel 12. 1 Koefisien Debit (Cd) ......................................................................... 96
Tabel 12. 2 Hasil Perhitungan Hubungan Elevasi Muka Air dengan Tinggi Jatuh
............................................................................................................................. 100
Tabel 12. 3 Hasil Perhitungan Metode Standar Step .......................................... 101
xi
DAFTAR GAMBAR
xii
BAB 1. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Bendung adalah bangunan air yang dibangun melintang sungai atau sudetan
sungai untuk meninggikan muka air sehingga air sungai dapat disadap dan dialirkan
secara gravitasi ke daerah yang membutuhkan. Oleh karena itu bendung merupakan
salah satu elemen yang terkait dalam pembangunan wilayah. Mengacu pada
pentingnya fungsi bendung dalam perencanaan suatu wilayah, diperlukan upaya
untuk dapat memahami permasalahan dan potensi yang terkandung dalam suatu
sistem bendung. Tidak hanya itu saja, perlu adanya identifikasi dan analisis yang
berkaitan serta menjadi masukan berharga bagi 2 perencanaan pembangunan dari
bendung. Oleh karena itulah diperlukan orientasi ke kondisi riil lapangan tentang
sistem pembangunan dari bendung itu sendiri.
1
1. Pemerintah Pusat mempunyai wewenang dan Tanggung Jawab melakukan
Pengembangan dan Pengelolaan sistem Irigasi Primer dan Sekunder pada
Daerah Irigasi yang luasnya lebih dari 3000 Ha, Dareah Irigasi lintas daerah
Propinsi Daerah Irigasi lintas Negara dan Daerah Irigasi strategis Nasional.
2. Pemerintah Daerah Provinsi mempunyai wewenang dan Tanggung Jawab
melakukan Pengembangan dan Pengelolaan sistim irigasi Primer dan
Sekunder pada irigasi yang luasnya 1.000 Ha – 3.000 Ha, dan Daerah
Irigasi lintas Kabupaten / Kota.
3. Pemerintah daerah Kabupaten / Kota mempunyai wewenang dan Tanggung
Jawab melakukan Pengembangan dan Pengelolaan sistem Irigasi Primer
dan Sekunder pada Daerah Irigasi yang luasnya kurang dari 1000 Ha dalam
satu daerah Kabupaten / Kota.
1. Maksud :
a. Melaksanakan inventarisasi data / informasi yang sudah ada.
b. Melaksanakan penelusuran / walktrough untuk identifikasi lapangan.
c. Melaksanakan survei topografi.
d. Melaksanakan investigasi geoteknik.
2. Tujuan :
a. Mengetahui langkah-langkah dalam merencanakan sebuah bendung
tetap.
b. Mampu menganalisis data dalam merencanakan sebuah bendung tetap.
c. Perhitungan dan penggambaran untuk mendapatkan desain yang
mantap.
d. Mengetahui kebutuhan air untuk irigasi.
e. Mengetahui dimensi saluran yang diperlukan.
f. Dapat mendesain bendung beserta komponen-komponen
pelengkapnya.
g. Mengetahui kestabilan bendung yang direncanakan dalam keadaan
normal dan banjir serta pada kondisi gempa.
2
h. Ruang Lingkup.
Secara garis besar lingkup pekerjaan Tugas Besar Irigasi dan bangunan air adalah
sebagai berikut:
1. Perencanaan Bangunan Utama
a. Bendung
b. Saluran Pengelak
c. Kolam Olak
d. Pembilas Bendung
e. Pintu Pengambilan
f. Kantong Lumpur
2. Perencanaan Jaringan Utama
a. Saluran Primer
b. Saluran Sekunder
c. Saluran Tersier
3. Perencanaan Bangunan Pelengkap di Jaringan Utama
a. Bangunan Bagi
b. Bangunan Sadap
c. Bangunan Ukur
d. Pintu Sadap
Metodologi yang digunakan dalam laporan ini agar dapat mencapai tujuan
yang tertulis diatas adalah sebagai berikut :
3
Data yang dikumpulkan merupakan data yang merepresentasikan keadaan
wilayah studi, yaitu Daerah Irigasi Grembyangan, Sleman. Data-data yang
digunakan untuk melakukan analisis antara lain :
a. Data curah hujan untuk menghitung curah hujan efektif regional yang
didapat dari tujuh stasiun disekitar daerah irigasi, yaitu stasiun
Adimulyo, Kedungsamak, Sempor, Bruno, Kalimeneng,
Ngombol,Sumpiuh.
b. Peta topografi daerah hilir Sungai Gajahwong.
c. Data klimatologi yang mencakup kecepatan angin rata-rata, penyinaran
matahari dalam %, kelembapan rata-rata, dan temperatur udara rata-
rata.
3. Analisis Hidrologi dan Klimatologi
Pada bagian ini kesuluruhan metode yang telah digunakan beserta hasilnya
akan dievaluasi. Evaluasi didasarkan pada tujuan laporan dan hubungannya dengan
hasil analisis.
Sistematika Penyusunan
Bab 1 . Pendahuluan
4
1.2. Maksud dan Tujuan
5
4.1.4. Skema Petak, Saluran Irigasi dan Bangunan Air
6.1. Kesimpulan
6.2. Saran
Daftar Pustaka
Lampiran
6
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA PERENCANAAN DAERAH
IRIGASI
Sistem Irigasi
Irigasi merupakan suatu usaha teknis untuk mengontrol kandungan air pada
tanah di dalam zona akar dengan maksud agar tanaman dapat tumbuh secara baik.
Dimana usaha teknis yang dimaksud adalah penyediaan sarana dan prasarana irigasi
untuk membawa, membagi air secara teratur dengan jumlah yang cukup, waktu
yang tepat ke petak irigasi untuk selanjutnya diberikan dan dipergunakan oleh
tanaman.
Dalam perkembangannya sampai saat ini, ada 4 jenis sistem irigasi yang
biasa digunakan. Keempat sistem irigasi itu adalah sebagai berikut :
1. Irigasi Gravitasi
Sistem ini memanfaatkan efek dari gravitasi untuk mengalirkan air. Bentuk
rekayasa ini tidak memerlukan tambahan energi untuk mengalirkan air sampah ke
petak sawah.
Tanah akan dialiri dibawah permukaannya. Saluran yang ada disisi petak
sawah akan mengalirkan air melalui pori-pori tanah. Sehingga air akan sampai ke
akar tanaman.
3. Irigasi Siraman
4. Irigasi Tetesan
Sistem ini mirip dengan irigasi siraman. Hanya saja air akan langsung
diteteskan/ disemprotkan ke bagian akar. Pompa air dibutuhkan untuk mengalirkan
7
air.Selain itu jaringan irigasi mempunyai klasifikasi yang didasarkan pada hal-hal
seperti dijelaskan dalam tabel berikut.
Prasarana yang ada seperti bangunan pengatur debit atau pembagi sama
sekali tidak ada. Hal ini terjadi karena sumber air sangat berlimpah
sehingga hampir sama sekali tidak diperlukan rekayasa irigasi. Jaringan
utama air hanya perlu disadap sesuai keinginan sehingga petak-petak sawah
dapat tergenangi air. Selain itu tidak ada pembagi antara saluran pembuang
dan irigasi.
8
dan irigasi masih menyatu. Akan tetapi sudah dapat mengairi petak sawah
yang lebih besar daripada irigasi sederhana.
Jaringan ini jauh lebih maju daripada 2 jaringan lainnya dalam hal rekayasa
irigasi. Bangunan air banyak digunakan pada jaringan ini. Sepenuhnya
saluran irigasi dan pembuang bekerja secara terpisah. Sehingga pembagian
air dan pembuangan air optimum. Selain itu ada petak tersier yang menjadi
ciri khas jaringan teknis. Petak tersier kebutuhannya diserahkan petani dan
hanya perlu disesuaikan dengan saluran primer dan sekunder yang ada.
Keuntungan dari jaringan ini adalah pemakaian air yang efektif dan efisien,
menekan biaya perawatan, dan dibuat sesuai kondisi dan kebutuhan.
Kelemahannya adalah biaya pembuatan yang mahal dan pegoperasian yang
tidak mudah.
1. Petak Tersier
Petak ini menerima air yang disadap dari saluran tersier. Karena luasnya
yang tergolong kecil maka petak ini menjadi tanggung jawab individu untuk
eksploitasinya. Idealnya daerah yang ditanami berkisar 50-100 Ha. Jika luas
petak lebih dari itu dikhawatirkan pembagian air menjadi tidak efisien.
Petak tersier dapat dibagi menjadi petak kuarter, masing-masing seluas 8-
15 Ha. Dimana bentuk dari tiap petak kuarter adalah bujur sangkar atau segi
empat. Petak tersier haruslah juga berbatasan dengan petak sekunder. Yang
harus dihindari adalah petak tersier yang berbatasan langsung dengan
saluran irigasi primer. Selain itu disarankan panjang saluran tersier tidak
lebih dari 1500 m.
2. Petak Sekunder
Petak sekunder adalah petak yang terdiri dari beberapa petak tersier yang
berhubungan langsung dengan saluran sekunder. Petak sekunder
mendapatkan airnya dari saluran primer yang airnya dibagi oleh bangunan
9
bagi dan dilanjutkan oleh saluran sekunder. Batas sekunder pada umumnya
berupa saluran drainase. Luas petak sekunder berbeda-beda tergantung dari
kondisi topografi.
3. Petak Primer
1. Saluran Pembawa
a. Saluran Primer
Saluran ini merupakan saluran pertama yang menyadap air dari sumbernya.
Dan selanjutnya dibagikan kepada saluran sekunder yang ada. Saluran ini
dapat menyadap dari sungai, waduk, atau waduk. Bangunan sadap terakhir
yang terdapat di saluran ini menunjukan batas akhir dari saluran ini.
b. Saluran Sekunder
Air dari saluran primer akan disadap oleh saluran sekunder. Saluran
sekunder nantinya akan memberikan air kepada saluran tersier. Akan
sangat baik jika saluran sekunder dibuat memotong atau melintang
10
terhadap garis tinggi tanah. Sehingga air dapat dibagikan ke kedua sisi dari
saluran.
c. Saluran Tersier
2. Saluran Pembuang
Fungsinya membuang air yang telah terpakai ataupun kelebihan air yang
terjadi pada petak sawah. Umumnya saluran ini menggunakan saluran
lembah. Saluran lembah tersebut memotong garis tinggi sampai ketitik
terendah daerah sekitar.
1. Dimensi Saluran
b. Rumus Strickler
2 1
V = k.R 3 .S 2
Keterangan :
V = Kecepatan aliran
R = Jari-jari hidraulik
S = Kemiringan saluran
11
K = Koefisien saluran
V = 0, 42.Q 0,182
Q
A=
V
h = 3.V 1,56
b = n.h.m
A’ = ( b + t.h ) h
k. Keliling basah
(
P = b + (2h (1 + m 2 )
0,5
)
l. Jari-jari hidraulis
A'
R=
P
12
Q
V’ =
A'
I = V 2 / ( k 2 .R4/3 )
H = h +W
B = b + 2(h + w)
13
Tabel 2. 4 Nilai W
Debit Rencana
W
(m3/detik)
0,00<Q<0,5 0,40
0,5<Q<1,5 0,50
1,5<Q<5,0 0,60
5,0<Q<10 0,75
10<Q<15 0,85
Q>15 1,00
Perhitungan dimensi saluran ini ada dua tahap yaitu tahap penentuan
dimensi untuk setiap ruas saluran dan tahan perhitungan ketinggian muka air pada
tiap-tiap ruas saluran. Hasil perhitungan tersebut lebih efisien ditampilkan dalam
bentuk tabel dimana urutan pengerjaan sudah diurutkan perkolom.
1. Bangunan Utama
a. Bangunan bagi
14
b. Bangunan sadap
c. Bangunan bagi-sadap
2. Bangunan Pelengkap
Bangunan Pelengkap terdiri atas :
a. Bangunan pengatur
Bangunan/pintu pengatur akan berfungsi mengatur taraf muka air yang
melaluinya di tempat-tempat dimana terletak bangunan sadap dan
bangunan bagi. Khususnya di saluran-saluran yang kehilangan tinggi
energinya harus kecil, bangunan pengatur harus direncanakan sedemikian
rupa sehingga tidak banyak rintangan tinggi energi dan sekaligus mencegah
penggerusan, disarankan membatasi kecepatan di bangunan pengatur
sampai + 1,5 m/dt. Bangunan pengatur tingggi muka air terdiri dari jenis
bangunan dengan sifat sebagai berikut :
b. Bangunan yang dapat mengontrol dan mengendalikan tinggi muka air di
saluran. Contoh : pintu schot balk, pintu sorong.
c. Bangunan yang hanya mempengaruhi tinggi muka air. Contoh : mercu
tetap, kontrol celah trapesium.
d. Bangunan pembawa
Bangunan pembawa adalah bangunan yang digunakan untuk membawa air
melewati bawah saluran lain, jalan, sungai, ataupun dari suatu ruas ke ruas
lainnya. Bangunan ini dibagi menjadi 2 kelompok :
1) Bangunan aliran subkritis : gorong-gorong, flum, talang, dan sipon.
2) Bangunan aliran superkritis : bangunan pengukur dan pengatur
debit, bangunan terjun, dan got miring.
15
Teori Perhitungan Ketersediaan Air
Sumber air yang digunakan untuk pengairan atau untuk irigasi umumnya
berasal dari sungai. Sungai tersebut memperoleh tambahan air dari air hujan yang
jatuh ke sungai dan daerah di sekitar sungai tersebut. Daerah di sekitar sungai yang
mempengaruhi jumlah air yang ada di sungai dan bilamana curah hujan yang jatuh
di daerah tersebut mengalir ke sungai, maka daerah tersebut dinamakan daerah
aliran sungai.
Untuk menganalisis ketersediaan air diperlukan data-data curah hujan
selama beberpa tahun minimal dari tiga stasiun pengamat hujan yang ada di daerah
aliran sungai. Dari data-data tersebut dapat diketahui debit air yang dapat mengairi
luas daerah aliran sungai. Debit tersebut merupakan sejumlah air yang tersdia dan
dapat dimanfaaatkan manusia sesuai kebutuhan. Ada 3 metode yang biasa
digunakan dalam menentukan hujan regional, yaitu:
1. Metoda Thiessen
2. Metoda Arithmatik
3. Metoda Isohyet
RH =
n
i =1Hl i i
n
l
i =1 i
Dimana :
Hi = hujan pada masing-masing stasiun
Li = luas poligon/wilayah pengaruh masing-masing stasiun
N = jumlah stasiun yang ditinjau
RH = Curah hujan rata-rata.
16
Teori Perhitungan Kebutuhan Air
1. Evapotranspirasi potensial
17
f(u) : Fungsi kecepatan angin = 0,27.(1 + u/100)
f(ed) : Efek tekanan uap pada radiasi gelombang panjang
f(n/N) : Efek lama penyinaran matahari pada radiasi gelombang
panjang
f(t) : Efek temperature pada radiasi gelombang panjang
ea : Tekanan uap jenuh tergantung temperature
ed : ea.Rh/100
Rh : Curah hujan efektif
Untuk irigasi tanaman padi, curah hujan efektif tengah bulanan diambil 80%
dari curah hujan rata-rata tengah bulanan dengan kemungkinan tak
terpenuhi 20%. Sedangkan untuk palawija nilai curah hujan efektif tengah
bulanan diambil P=50% Curah hujan dianalisis dengan analisis curah hujan.
Analisis curah hujan dilakukan dengan maksud untuk menentukan :
Jika tidak adalah curah hujan dengan P=50% dan P=80% maka digunakan
interpolasi menggunakan nilai curah hujan dengan tingkat probabilitas
terdekat.
18
3. Pola Tanam
4. Koefisien tanaman
19
5. Perkolasi
Untuk petak tersier, jangka waktu yang dianjurkan untuk penyiapan lahan
adalah 1,5 bulan. Bila penyiapan lahan terutama dilakukan dengan peralatan
mesin, jangka waktu 1 bulan dapat dipertimbangkan.Kebutuhan air untuk
pengolahan lahan sawah (puddling) bisa diambil 200 mm. Ini meliputi
penjenuhan (presaturation) dan penggenangan sawah, pada awal
transplantasi akan ditambahkan lapisan 50 mm lagi.Angka 200 mm
diatas mengandaikan bahwa tanah itu bertekstur berat, cocok digenangi dan
bahwa lahan itu belum ditanami selama 2,5 bulan. Jika tanah itu dibiarkan
berair lebih lama lagi maka diambil 250 mm sebagai kebutuhan air untuk
20
penyiapan lahan. Kebutuhan air untuk penyiapan lahan termasuk kebutuhan
air untuk persemaian.
Dalam penentuan kebutuhan air, dibedakan antara kebutuhan air pada masa
penyiapan lahan dan kebutuhan air pada masa tanam. Penjelasannya sebagai
berikut:
21
Metode tersebut didasarkan pada laju air yang konstan l/dt selama
periode penyiapan lahan dan menghasilkan rumus sebagai berikut :
dimana :
M = Eo + P
Eo = 1.1 * Eto
P = perkolasi
K = M.T/S
diterangkan diatas.
T=30 hr T=45 hr
Eo +P (mm/hr)
S =250 mm S =300 mm S =250 mm S =300 mm
22
8,00 13,00 14,50 10,50 11,40
23
d) Menghitung ETc = Eto * c, dimana c adalah koefisien tanaman.
NFR
IR =
0.64
IR
DR ( a ) =
8.64
Kebutuhan air untuk palawija diperhitungkan dari harga Etc dan Re,
dimana langkah pengerjaannya sama seperti pada padi. Jadi yang sangat
mempengaruhi adalah evapotranspirasi dan curah hujan efektif saja.
24
2. Melakukan modifikasi dalam pola tanam
Pemberian nama pada daerah, petak, bangunan dan saluran irigasi haruslah
jelas, pendek, dan tidak multitafsir. Nama-nama dipilih sedemekian
sehingga jika ada penambahan bangunan baru tidak perlu untuk mengganti
nama yang telah diberikan. Adapun sistem tata nama (Nomenklatur) adalah
sebagai berikut:
1. Daerah Irigasi
Jaringan irigasi tersier sebaiknya dinamai sesuai dengan bangunan bagi air
tersier. Syarat-syarat dalam menentukan indeks adalah sebagai berikut :
a. Bangunan utama diberi nama sesuai dengan desa terdekat daerah irigasi
yang sungainya disadap.
b. Saluran induk diberi nama sungai atau desa terdekat dengan diberi
indeks 1,2,3 dan seterusnya yang menyatakan ruas saluran.
c. Saluran sekunder diberi nama sesuai kampong terdekat.
d. Bangunan bagi/sadap diberi nama sesuai dengan nama saluran di hulu
dengan diberi indeks 1,2,3 dan seterusnya.
e. Bangunan silang seperti sipon, talang jembatan, dan sebagainya diberi
indeks 1a, 1b, 2a, 2b, dan seterusnya.
Didalam petak tersier diberi kotak dengan ukuran 4cm x 1,25 cm. Dalam
kotak ini diberi kode dari saluran mana petak itu mendapat air. Arah saluran
tersier kanan/kiri dari bangunan sadap melihat aliran air. Kotak dibagi 2,
atas dan bawah. Bagian atas dibagi kanan dan kiri. Bagian kiri menunjukan
luas petak (Ha) dan bagian kanan menunjukan besar debit (l/dtk) untuk
menentukan dimensi saluran tersier.
26
BAB 3. DAERAH ALIRAN SUNGAI ( DAS ) GADJAHWONG
27
Lokasi DAS Gadjahwong terletak pada 110°19’30” BT sampai dengan 110°30’00”
BT dan 7°31’00” LS sampai dengan 7°48’30” LS.
Data curah hujan yang dipakai untuk menentukan curah hujan rata-rata
regional untuk DAS sungai Gadjahwong diambil dari 6 stasiun hujan terdekat
yaitu, Stasiun Hujan Bronggang, Stasiun Prumpung, Stasiun Angin-angin, Stasiun
Santan, Stasiun Gemawang, Stasiun Nyemengan. Curah hujan yang diambil dari
ke-enam stasiun tersebut adalah dari rentang 1991- 2013. Dengan data curah
hujan dari keenam stasiun tersebut, dihitung curah hujan rata-rata dengan
menggunakan metode rata-rata aritmatik dan metode Thiessen.
Rata-rata curah hujan dengan metode aritmatik dihitung dengan rumus sebagai
berikut.
Dimana :
28
RSt4 : Data curah hujan stasiun 4
Sedangkan, rata-rata curah hujan dengan metode Thiessen dihitung dengan rumus
sebagai berikut.
dimana :
Kedua metode di atas kemudian dibandingkan nilai galatnya dan metode dengan
nilai galat paling kecil digunakan untuk perhitungan berikutnya. Pada perencanaan
irigasi ini, curah hujan rata-rata yang didapat dengan metode Thiessen
menghasilkan galat paling kecil secara keseluruhan.
29
Stasiun pengukuran klimatologi
1. Evapotranspirasi
Faktor penentu yang lain pada tersedianya air permukaan setelah hujan
adalah evapotranspirasi. Evapotranspirasi merupakan banyaknya air yang
dilepaskan ke udara dalam bentuk uap air yang dihasilkan dari proses
evaporasi dan transpirasi.
d. Temperatur
e. Kelembaban Udara
f. Penyinaran matahari
Evaporasi merupakan konversi air kedalam uap air. Proses ini terjadi hampir
tanpa berhenti di siang hari dan kadangkala di malam hari. Perubahan dari
keadaan cair menjadi gas ini memerlukan input energi yaitu berupa panas
untuk evaporasi. Proses tersebut akan sangat aktif jika ada penyinaran
langsung dan matahari. Awan merupakan penghalang matahari dan akan
mengurangi input energi. Tebal penyinaran matahari dapat dilihat di
lampiran.
g. Kecepatan angin
31
berjalan terus. Jika kecepatan angin cukup tinggi untuk mememindahakan
seluruh udara jenuh, peningkatan kecepatan angin lebih lanjut tidak
berpengaruh terhadap evaporasi. Maka tingkat evaporasi meningkat seiring
dengan kecepatan angin hingga suatu kecepatan kritis, dimana kecepatan
angin tidak lagi mempengaruhi evaporasi.
Dari data-data hujan yang didapatkan, ditemukan beberapa data hujan yang
hilang. Metode yang dipakai dalam perhitungan data hujan yang hilang adalah
metode kebalikan kuadrat jarak.
HA H H
+ B + C
d 2 d BD2 dCD2
H D = AD
1 1 1
+ +
d AD2 d BD2 dCD2
Keterangan =
HA, HB, HC, = Hujan yang teramati pada masing-masing stasiun A, B dan C
dAD, dBD, dCD = Jarak dari masing-masing stasiun A, B dan C ke stasiun D (yang
hilang)
32
BAB 4. SISTEM IRIGASI RAMBUTAN
Perencanaan Petak
Petak irigasi merupakan daerah yang akan diairi oleh suatu sumber air. Baik
yang berasal dari waduk maupun satu atau beberapa sungai melalui suatu bangunan
pengambilan yang berupa bendungan, rumah pompa, ataupun pengambilan bebas.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam perencanaan petak adalah sebagai berikut.
1. Petak mempunyai batas yang jelas sehingga terpisah dari petak tersier yang
lain. Dan batas petak adalah saluran drainase.
3. Tanah dalam suatu petak tersier diusahakan dimiliki oleh satu desa atau
paling banyak tiga desa.
5. Tiap petak harus dapat menerima atau membuang air, dan gerak pembagi
ditempatkan di tempat tertinggi.
Perencanaan Saluran
Ada 2 jenis saluran, yaitu saluran pembawa dan saluran pembuang. Saluran
pembawa terdiri dari 3 macam, yaitu saluran primer, saluran sekunder dan saluran
tersier yang akan dijelaskan sebagai berikut.
33
dari bendung yang telah dibuat. Saluran ini dibuat memanjang mengikuti
kontur yang ada.
2. Saluran Sekunder berfungsi untuk menyadap air dari saluran primer untuk
mengairi daerah di sekitarnya. Saluran sekunder dibuat tegak lurus terhadap
saluran primer dan mengikuti kontur yang ada.
3. Saluran Tersier berfungsi untuk membawa air dari saluran sekunder dan
membagikannya ke petak-petak sawah dengan luas maksimum 100 hektar.
Bangunan irigasi yang dipakai adalah bangunan utama, dalam hal ini
bendung (untuk meninggikan tinggi muka air di sungai sampai ketinggian yang
diperlukan sehingga air dapat dialirkan ke lahan di sekitarnya).
Selain itu, dalam sistem irigasi daerah Sungai Bantimurung ini juga digunakan
untuk hal-hal sebagai berikut.
1. Bangunan bagi yang terletak pada saluran primer yang membagi air ke
saluran- saluran sekunder atau pada saluran sekunder yang membagi air ke
saluran sekunder lainnya. Terdiri dari pintu-pintu yang dengan teliti
mengukur dan mengatur air yang mengalir ke berbagai saluran.
Bangunan bagi sadap yang berupa bangunan bagi dan bersama itu pula
sebagai bangunan sadap. Bangunan bagi-sadap merupakan kombinasi dari
bangunan bagi dan bangunan sadap (bangunan yang terletak di saluran primer atau
sekunder yang memberi air ke saluran tersier.
34
Skema Petak, Saluran Irigasi, dan Bangunan Air
Berikut ini adalah skema petak sawah untuk Daerah Irigasi Rambutan.
1. Mengumpulkan data curah hujan bulanan selama kurun waktu n tahun dari
beberapa stasiun curah hujan yang terdekat dengan daerah rencana
pengembangan irigasi. Pada perhitungan ini, digunakan data curah hujan
selama 10 tahun dan minimal diperlukan 3 stasiun curah hujan.
3. Mengurutkan (sorting) data curah hujan per bulan tersebut dari yang
terbesar hingga terkecil, dimana data pertama berarti m = 1.
35
4. Mencari probabilitas dari data curah hujan yang telah diurutkan dengan
cara:
m
P= x100%
n +1
1. Mencari data iklim selama 10 tahun (1996-2005) untuk daerah irigasi yang
ditinjau. Untuk daerah irigasi Sungai Bantimurung data iklim diambil dari
laboratorium mekanika fluida ITB. Adapun data-data yang diperlukan
adalah sebagai berikut.
a. Temperatur rata-rata (T) oC selama 10 tahun.
b. Kelembaban rata-rata (Rh) % selama 10 tahun.
c. Kelembaban maksimum (Rhmaks) % selama 10 tahun.
d. Kecepatan angin rata-rata (U) km/hari selama 10 tahun.
e. Penyinaran matahari rata-rata (n/N) %.
2. Dari data-data dicari nilai rata-rata setiap bulannya, maka dapat dilakukan
perhitungan evatransporasi potensial setiap bulannya. Untuk menghitung
nilai evapotranspirasi potensial (ETo) digunakan metode Penman
Modifikasi. Contoh perhitungan untuk awal Bulan Januari sebagai berikut.
36
Tabel 4. 1 Perhitungan ETo dengan Metode Penman
37
Contoh perhitungan bulan Januari
38
Tabel 4. 3 Interpolasi Nilai Tekanan Uap Jenuh (ea)
87, 290
Rh mean/100 = = 0,873
100
39
Tabel 4. 4 Nilai W
40
Tabel 4. 7 Nilai Ra Ekivalen dengan Evaporasi (mm/hari)
(10, 2 + 9,8)
Nilai Ra LU 25° = = 10 mm/hr
2
n/ N
k. Langkah 11 :Mencari harga
100
n/ N 43, 699
= = 0, 437
100 100
l. Langkah 12 : Mencari Harga Rs
n
Rs = Ra 0, 25 + 0,54.
N
= 10 ( 0, 25 + 0,54.0, 437 )
= 4,860
m. Langkah 13 : Mencari Harga Rns
= (1 − 0, 25) .4,860
= 3,645
n. Langkah 14 : Mencari Harga f(ed)
41
o. Langkah 15 : Mencari Harga f(n/N)
n
f(n/N) = 0,1 + 0,9.
N
= 0,1 + (0,9.0, 437)
= 0, 493
p. Langkah 16 : Mencari Harga f(t)
Dengan interpolasi data didapat nilai f(t) adalah 16,119
t 27,094 27,181 28,009 27,898 27,942 27,409 26,721 26,646 27,361 27,628 27,555 27,102
f(t) 16,119 16,136 16,302 16,280 16,288 16,182 16,044 16,029 16,172 16,226 16,211 16,120
27,094 − 27
Interpolasi nilai f(t) = 16,3 + .(16,3 − 16,1) = 16,119
28 − 27
42
= 0,745
= 3, 645 − 0, 745
= 2, 9
Tabel 4. 10 Nilai c
= 4,155 mm/hr
u. Langkah 21 : Mencari Harga Et0 (evaporasi)
Et0 (evaporasi) = Et 0.31
= 4,155.31
= 128,807 mm/bln
v. Langkah 22 : Mencari Harga Et0 (evaporasi) (1-15)
Et0 (evaporasi) = Et 0.15
= 4,155.15
= 62,326 mm/0,5bln
w. Langkah 23 : Mencari Harga Et0 (evaporasi) (15-31)
Et0 (evaporasi) (15-31) = Et 0.16
= 4,155.16
= 66, 481 mm/0,5bln
43
3. Menghitung curah hujan efektif
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
Tahun
I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II
1996 69,70 183,50 62,50 109,90 120,00 150,50 185,50 69,50 137,00 95,00 61,00 33,00 42,00 18,00 79,00 18,00 11,00 37,00 7,00 7,00 35,50 78,00 143,00 256,50
1997 61,60 162,20 109,70 128,00 86,00 72,00 173,60 15,00 0,00 0,00 27,00 42,00 22,14 26,00 25,00 67,00 4,00 30,00 12,00 166,00 64,00 5,97 303,00 206,50
1998 22,14 123,50 78,00 153,00 40,00 80,00 22,14 9,00 22,14 160,00 49,00 16,00 51,00 34,00 38,00 53,00 4,00 2,00 0,00 9,00 37,00 318,00 84,00 340,00
1999 164,00 22,14 338,00 196,80 22,14 123,00 43,00 21,00 0,00 0,00 76,00 39,00 20,00 27,00 12,00 80,00 1,00 2,00 2,00 9,00 20,00 22,14 14,00 69,00
2000 47,60 323,60 22,14 204,40 56,00 125,40 171,10 86,60 102,50 31,60 18,00 23,00 14,00 53,00 27,00 68,00 22,14 0,00 0,00 13,00 22,14 0,00 191,00 85,00
2001 123,50 180,00 124,50 149,00 244,00 22,14 244,50 22,14 17,30 0,00 22,14 22,14 67,00 22,14 10,00 76,00 15,00 22,14 22,14 316,00 37,00 20,00 241,00 100,00
2002 88,00 119,00 188,00 89,00 104,00 307,00 150,00 101,00 10,00 109,00 5,00 14,00 81,00 10,00 32,00 55,00 0,00 0,00 8,00 173,00 133,00 200,00 95,00 38,00
2003 120,00 196,00 190,00 449,00 220,00 69,00 194,00 174,00 111,00 138,00 0,00 10,00 12,00 59,00 41,00 22,14 109,00 5,00 38,00 4,00 0,00 0,00 22,14 0,00
2004 35,00 222,50 177,00 249,50 114,00 215,00 342,00 171,50 45,00 85,00 137,00 29,00 10,00 63,00 72,00 13,00 138,00 0,00 0,00 22,14 0,00 0,00 0,00 22,14
2005 39,00 88,50 17,00 122,00 197,00 80,00 160,00 424,70 140,00 148,00 152,00 33,00 23,00 48,00 22,14 91,00 85,00 137,00 172,00 13,00 2,00 45,00 0,00 0,00
2006 93,00 124,00 193,00 94,00 109,00 312,00 155,00 106,00 15,00 114,00 10,00 19,00 86,00 15,00 37,00 60,00 5,00 5,00 13,00 178,00 138,00 205,00 100,00 43,00
2007 72,70 186,50 65,50 112,90 123,00 153,50 188,50 72,50 140,00 98,00 64,00 36,00 45,00 21,00 82,00 21,00 14,00 40,00 10,00 10,00 38,50 81,00 146,00 259,50
2008 39,00 88,50 17,00 122,00 197,00 80,00 160,00 424,70 140,00 148,00 152,00 33,00 23,00 48,00 22,14 91,00 85,00 137,00 172,00 13,00 2,00 45,00 0,00 0,00
44
Tabel 4. 12 Probabilitas Curah Hujan
Curah Hujan dengan Nilai Probabilitas 80
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
Probabili
No.
tas
I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II
1 7,143 164 323,60 338,00 449,00 244,00 312,00 342,00 424,70 140,00 160,00 152,00 42,00 86,00 63,00 82,00 91,00 138,00 137,00 172,00 316,00 138,00 318,00 303,00 340,00
2 14,286 123,5 222,50 193,00 249,50 220,00 307,00 244,50 424,70 140,00 148,00 152,00 39,00 81,00 59,00 79,00 91,00 109,00 137,00 172,00 178,00 133,00 205,00 241,00 259,50
3 21,429 120 196,00 190,00 204,40 197,00 215,00 194,00 174,00 140,00 148,00 137,00 36,00 67,00 53,00 72,00 80,00 85,00 40,00 38,00 173,00 64,00 200,00 191,00 256,50
4 28,571 93 186,50 188,00 196,80 197,00 153,50 188,50 171,50 137,00 138,00 76,00 33,00 51,00 48,00 41,00 76,00 85,00 37,00 22,14 166,00 38,50 81,00 146,00 206,50
5 35,714 88 183,50 177,00 153,00 123,00 150,50 185,50 106,00 111,00 114,00 64,00 33,00 45,00 48,00 38,00 68,00 22,14 30,00 13,00 22,14 37,00 78,00 143,00 100,00
6 42,857 72,7 180,00 124,50 149,00 120,00 125,40 173,60 101,00 102,50 109,00 61,00 33,00 42,00 34,00 37,00 67,00 15,00 22,14 12,00 13,00 37,00 45,00 100,00 85,00
7 50,000 69,7 162,20 109,70 128,00 114,00 123,00 171,10 86,60 45,00 98,00 49,00 29,00 23,00 27,00 32,00 60,00 14,00 5,00 10,00 13,00 35,50 45,00 95,00 69,00
8 57,143 61,60 124,00 78,00 122,00 109,00 80,00 160,00 72,50 22,14 95,00 27,00 23,00 23,00 26,00 27,00 55,00 11,00 5,00 8,00 13,00 22,14 22,14 84,00 43,00
9 64,286 47,6 123,50 65,50 122,00 104,00 80,00 160,00 69,50 17,30 85,00 22,14 22,14 22,14 22,14 25,00 53,00 5,00 2,00 7,00 10,00 20,00 20,00 22,14 38,00
10 71,429 39 119,00 62,50 112,90 86,00 80,00 155,00 22,14 15,00 31,60 18,00 19,00 20,00 21,00 22,14 22,14 4,00 2,00 2,00 9,00 2,00 5,97 14,00 22,14
11 78,571 39 88,50 22,14 109,90 56,00 72,00 150,00 21,00 10,00 0,00 10,00 16,00 14,00 18,00 22,14 21,00 4,00 0,00 0,00 9,00 2,00 0,00 0,00 0,00
12 85,714 35 88,50 17,00 94,00 40,00 69,00 43,00 15,00 0,00 0,00 5,00 14,00 12,00 15,00 12,00 18,00 1,00 0,00 0,00 7,00 0,00 0,00 0,00 0,00
13 92,857 22,14 22,14 17,00 89,00 22,14 22,14 22,14 9,00 0,00 0,00 0,00 10,00 10,00 10,00 10,00 13,00 0,00 0,00 0,00 4,00 0,00 0,00 0,00 0,00
I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II
R 80 38,200 88,500 21,112 106,720 52,800 71,400 128,600 19,800 8,000 0,000 9,000 15,600 13,600 17,400 20,112 20,400 3,400 0,000 0,000 8,600 1,600 0,000 0,000 0,000
Re 1,783 4,130 0,985 4,980 2,464 3,332 6,001 0,924 0,373 0,000 0,420 0,728 0,635 0,812 0,939 0,952 0,159 0,000 0,000 0,401 0,075 0,000 0,000 0,000
45
Probabilitas 80
(80 − 78,571)
Januari I = 39 + .(35 − 39) = 38, 20
(85,714 − 78,571)
1
Re = 0, 7. .38, 20 = 1, 783
5
(80 − 78,571)
Januari II = 88,50 + .(88,50 − 88,50) = 88,50
(85,714 − 78,571)
1
Re = 0, 7. .88,50 = 4,130
5
b. Langkah 2 :
c. Langkah 3 :
d. Langkah 4 :
Curah hujan efektif (Re) (mm/hari) Nilai Re diambil dari tabel, yaitu
Re80. Untuk bulan November periode I, Re80 = 0.07 mm/hari.
e. Langkah 5 :
Kc =
( C1 + C 2 + C3)
3
j. Langkah 10 :
Penggunaan air untuk masa penyiapan lahan (mm/hari), menggunakan
rumus,
M .ek
IR =
( ek − 1)
Dimana :
M : Kebutuhan air untuk mengganti/mengkompensasi kehilangan air
akibat evaporasi dan perkolasi di sawah yang sudah dijenuhkan
M = Eo +
47
k. Langkah 11:
ETc = Kc.ETo
m. Langkah 13 :
Kebutuhan air netto sebelum dibagi dengan efisiensi (DR x eff)
(l/det/ha)
NFR
DR =
8,64
November Periode I,
9, 48
DR = = 1.10 l/det/ha
8,64
5. Menghitung kebutuhan air masing-masing golongan
Perhitungan ini ditujukan untuk mengetahui perubahan kebutuhan air akibat
rotasi teknis. Dalam perencanaan irigasi untuk daerah irigasi Sungai
Bantimurung digunakan rotasi teknis. Adapun alternatif-alternatif tersebut
adalah sebagai berikut.
48
Golongan II : Alternatif B, mulai tanggal 15 November
NFRmaks = 1,29
Waktu 1/2
Jan-1 Jan-2 Feb-1 Feb-2 Mar-1 Mar-2 Apr-1 Apr-2 May-1 May-2 Jun-1 Jun-2
Bulanan
Re 1,78 4,13 0,99 4,98 2,46 3,33 6,00 0,92 0,37 0,00 0,42 0,73
Alternatif 1 0,78 0,63 0,73 0,02 0,00 0,67 0,40 0,99 1,14 1,17 1,25 0,80
Alternatif 2 0,76 0,51 1,11 0,27 0,32 0,00 0,40 0,99 1,16 1,19 1,18 1,22
Alternatif 3 0,80 0,49 0,99 0,65 0,58 0,22 0,00 0,99 1,16 1,20 1,19 1,14
Alternatif 4 0,77 0,57 0,92 0,14 0,16 0,34 0,40 0,99 1,15 1,18 1,22 1,01
Alternatif 5 0,78 0,54 0,94 0,31 0,30 0,30 0,27 0,99 1,16 1,19 1,21 1,06
Alternatif 6 0,78 0,50 1,05 0,46 0,45 0,11 0,20 0,99 1,16 1,20 1,19 1,18
Tabel 4. 15 (Lanjutan)
Waktu 1/2 Jul-1 Jul-2 Aug-1 Aug-2 Sep-1 Sep-2 Oct-1 Oct-2 Nov-1 Nov-2 Dec-1 Dec-2
Bulanan
Re 0,63 0,81 0,94 0,95 0,16 0,00 0,00 0,40 0,07 0,00 0,00 0,00
Alternatif 1 0,69 0,44 0,48 0,54 0,81 0,92 0,52 0,22 1,10 1,11 0,99 0,93
Alternatif 2 0,85 0,67 0,48 0,48 0,68 0,83 0,71 0,47 0,18 1,11 0,99 0,99
Alternatif 3 1,29 0,83 0,73 0,47 0,61 0,70 0,64 0,66 0,36 0,19 0,99 0,99
Alternatif 4 0,77 0,56 0,48 0,51 0,74 0,87 0,61 0,35 0,64 1,11 0,99 0,96
Alternatif 5 0,95 0,65 0,56 0,50 0,70 0,82 0,62 0,45 0,55 0,80 0,99 0,97
Alternatif 6 1,07 0,75 0,60 0,48 0,64 0,76 0,67 0,57 0,27 0,65 0,99 0,99
49
Gambar 4. 2 Grafik Kebutuhan Air untuk Masing-Masing Golongan
50
Evaluasi Keseimbangan Air Daerah Irigasi Rambutan
Setelah mengetahui besarnya kebutuhan air di sawah (q), debit andalan 80%
(Q80) tiap periode ½ bulanan, maka dapat dihitung besarnya total daerah yang dapat
dialiri tiap periode. Dari hasil perhitungan yang penulis lakukan, diketahui besarnya
total daerah yang dapat dialiri oleh Sungai Opak adalah sebesar 1118 Ha (RRKi1)
dan 2335 Ha (RRKa1). Dengan mengetahui besarnya total daerah maksimum yang
dapat terairi, maka perencanaan luas petak sawah tidak boleh melebihi luas daerah
yang dapat terairi, atau dengan kata lain luas total petak sawah tidak boleh melebihi
1118 Ha (RRKi1) dan 2335 Ha (RRKa1) atau secara keseluruhan sebesar 3453 Ha.
Karena dalam perencanaan petak sawah yang dilakukan penulis hanya memiliki
luas total sawah sebesar 3453 Ha, maka dapat dikatakan daerah sawah yang penulis
rencanakan dapat terairi dengan baik.
51
BAB 5. PERENCANAAN PERENCANAAN DAN
PERHITUNGAN
Perencanaan Saluran
52
Untuk saluran tanah, minimum radius kelengkungan pada as saluran diambil
tujuh kali lebar permukaan air rencana.
Pendimensian Saluran
53
ditampilkan dalam bentuk tabel dimana urutan pengerjaan sudah diurutkan
per kolom.
Contoh Perhitungan
54
Q
A=
V
dimana :Q = Debit (m3/s)
V = Kecepatan(m/s)
Luas penampang basah untuk saluran A adalah sebagai berikut.
Q 11,6417
A= = = 17,73 m2
V 0,6565
55
Tabel 5. 2 Perhitungan Dimensi Saluran
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
Vmax
= Vba
B
x
b/h= D=(h b'=Dx B'=b+ B=b+ (faktor
No Saluran A Q Q h b W m k A P R V QDS Vba B(fakt I√R
n +W) m 2mh 2xb' koreksi
) or
koreks
i)
m/de
ha l/det m³/det m (m) (m) (m) (m) (m) (m) (m²) (m²) (m) m/det m³/det
t
1 RRKi1 1118 2222,509 2,223 1,307 2,04 2,667 0,6 1,907 1,5 2,861 6,589 8,389 40 1,10E-04 1,10E-04 6,049 7,380 0,820 0,367 2,223 1,050 0,9 0,945 9,96E-05
2 RRKi2 330 656,018 0,656 1,061 1,26 1,340 0,5 1,561 1 1,561 3,463 4,463 35 1,10E-04 1,10E-04 2,549 4,342 0,587 0,257 0,656 1,025 0,9 0,923 8,43E-05
10,45
3 RRKa1 2335 4641,823 4,642 1,504 2,76 4,146 0,6 2,104 1,5 3,156 8,659 40 1,44E-04 1,44E-04 9,630 9,569 1,006 0,482 4,642 1,080 0,9 0,972 1,44E-04
9
4 RRKa2 1445 2872,563 2,873 1,297 2,26 2,929 0,6 1,897 1,5 2,846 6,820 8,620 40 1,20E-04 1,65E-04 6,323 7,606 0,831 0,454 2,873 1,047 0,9 0,942 1,50E-04
5 RRKa3 550 1093,363 1,093 1,068 1,56 1,662 0,5 1,568 1 1,568 3,799 4,799 40 1,20E-04 1,65E-04 2,918 4,684 0,623 0,375 1,093 1,027 0,9 0,924 1,30E-04
6 RS1 715 1279,235 1,279 1,039 1,67 1,733 0,5 1,539 1 1,539 3,811 4,811 40 1,22E-04 2,35E-04 2,880 4,672 0,616 0,444 1,279 1,019 0,9 0,917 1,85E-04
7 RS2 510 912,461 0,912 0,995 1,43 1,423 0,5 1,495 1 1,495 3,412 4,412 35 2,01E-04 2,50E-04 2,405 4,236 0,568 0,379 0,912 0,995 0,9 0,896 1,88E-04
8 RS3 335 599,362 0,599 0,847 1,24 1,049 0,5 1,347 1 1,347 2,743 3,743 35 3,01E-04 3,15E-04 1,605 3,444 0,466 0,373 0,599 0,984 0,9 0,886 2,15E-04
9 RS4 190 339,937 0,340 0,693 1,04 0,721 0,4 1,093 1 1,093 2,108 2,908 35 3,75E-04 3,75E-04 0,981 2,682 0,366 0,347 0,340 0,920 0,9 0,828 2,27E-04
10 RD1 528 944,666 0,945 0,980 1,46 1,427 0,5 1,480 1 1,480 3,388 4,388 35 1,11E-04 2,82E-04 2,360 4,200 0,562 0,400 0,945 0,993 0,9 0,894 2,11E-04
11 RD2 381 681,662 0,682 0,880 1,27 1,120 0,5 1,380 1 1,380 2,880 3,880 35 3,33E-04 3,19E-04 1,760 3,609 0,488 0,387 0,682 0,988 0,9 0,889 2,23E-04
12 RD3 212 379,298 0,379 0,693 1,08 0,748 0,4 1,093 1 1,093 2,135 2,935 35 4,44E-04 4,44E-04 1,000 2,710 0,369 0,379 0,379 0,920 0,9 0,828 2,70E-04
13 RM1 503 899,937 0,900 1,089 1,42 1,546 0,5 1,589 1 1,589 3,723 4,723 35 1,25E-04 1,52E-04 2,868 4,625 0,620 0,314 0,900 1,060 0,9 0,954 1,20E-04
14 RM2 312 558,212 0,558 0,893 1,22 1,092 0,5 1,393 1 1,393 2,877 3,877 35 2,35E-04 2,10E-04 1,771 3,616 0,490 0,315 0,558 0,989 0,9 0,890 1,47E-04
15 RM3 117 209,329 0,209 0,586 1,00 0,586 0,4 0,986 1 0,986 1,758 2,558 35 3,65E-04 3,65E-04 0,687 2,243 0,306 0,304 0,209 0,900 0,9 0,810 2,02E-04
16 RD2KI 77 123,987 0,124 0,433 1,00 0,433 0,5 0,933 1 0,933 1,298 2,298 35 6,49E-04 0,375 1,657 0,226 0,331 0,124 0,860 0,9 0,774 3,09E-04
56
BAB 6. PERENCANAAN BANGUNAN UKUR
Agar pengelolaan air irigasi menjadi efektif, maka debit harus diukur (dan
diatur) pada hulu saluran primer, pada cabang saluran dan pada bangunan sadap
tersier. Berbagai macam bangunan dan peralatan telah dikembangkan untuk
maksud ini. Namun demikian, untuk menyederhanakan pengelolaan jaringan
irigasi hanya beberapa jenis bangunan saja yang boleh digunakan di daerah
irigasi. Bangunan – bangunan yang dianjurkan untuk dipakai diuraikan dalam
pasal 2.2 dan seterusnya.
7. Cocok dengan kondisi setempat dan dapat diterima oleh para petani.
57
Tabel 6. 1 Perbandingan Antara Bangunan-Bangunan Pengukur Debit yang
Umum dipakai
Bangunan alat ukur ambang lebar dianjurkan karena bangunan itu kokoh
dan mudah dibuat, karena bias mempunyai berbaga bentuk mercu, bangunan ini
mudah disesuaikan dengan tipe saluran apa saja. Hubungan tunggal antara muka
air hulu dan debit mempermudah pembacaan debit secara langsung dari papan
duga, tanpa memerlukan table debit.
Alat ukur ambang lebar adalah bangunan aliran atas (overflow), untuk ini
tinggi energi hulu lebih kecil dari panjang mercu. Karena pola aliran di atas alat
ukur ambang lebar dapat ditangani dengan teori hidrolika yang sudah ada sekarang,
maka bangunan ini bisa mempunyai bentuk yang berbedabeda, sementara debitnya
tetap serupa. Gambar 6.2 dan 6.3 memberikan contoh alat ukur ambang lebar. Mulut
pemasukan yang dibulatkan pada alat ukur Gambar 6.1 dipakai apabila kostruksi
permukaan melengkung ini tidak menimbulkan masalah – masalah pelaksanaan,
atau jika berakibat diperpendeknya panjang bangunan. Hal ini sering terjadi bila
bangunan dibuat dari pasangan batu. Tata letak pada Gambar 6.2 hanya
menggunakan permukaan datar saja. Ini merupakan tata letak paling ekonomis jika
bangunan dibuat dari beton. Gambar 6.1 memperlihatkan muka hilir vertikal
bendung; Gambar 6.2 menunjukkan peralihan pelebaran miring 1:6. Yang pertama
dipakai jika tersedia kehilangan tinggi energi yang cukup diatas alat ukur. Peralihan
58
pelebaran hanya digunakan jika energi kinetik diatas mercu dialihkan Bangunan
Pengatur- Debit Kriteria Perencanaan – Bangunan 30 kedalam energi potensial di
sebelah hilir saluran. Oleh karena itu, kehilangan tinggi energi harus sekecil
mungkin. Kalibrasi tinggi debit pada alat ukur ambang lebar tidak dipengaruhi oleh
bentuk peralihan pelebaran hilir.
Gambar 6. 1 Alat Ukur Ambang Lebar dengan Mulut Pemasukan yang dibulatkan
Juga, penggunaan peralihan masuk bermuka bulat atau datar dan peralihan
penyempitan tidak mempunyai pengaruh apa–apa terhadap kalibrasi. Permukaan-
permukaan ini harus mengarahkan aliran ke atas mercu alat ukur tanpa kontraksi
dan pemisahan aliran. Aliran diukur di atas mercu datar alat ukur horisontal.
Gambar 6. 2 Alat Ukur Ambang Lebar dengan Pemasukan Bermuka Data dan
Peralihan Penyempitan
59
Perencanaan Hidrolis
Persamaan debit untuk alat ukur ambang lebar dengan bagian pengontrol segiempat
adalah.
2 2
Q = Cd .Cv . . .g .bc .h11,50
3 3
dengan :
Q = debit (m3/det)
Cd = koefisien debit
Cd adalah 0,93 + 0,10 H1/L untuk 0,1 < H1/L<1,0 H1 adalah tinggi energi
hulu (m)
bsaluran 0= 0,433 m
h = 0,433 m
A = 0,375 m2
Cv = 1,025 coba-coba
bc = bambang = 0,8.bsaluran
= 0,8.0,433
60
= 0,346
Q
h1 = 2
2 2 3
Cd .Cv . . .g.bc
3 3
0,124
h1 = 2
= 0,356
2 2 3
0,964.1, 025. . .9,81.0,346
3 3
Q
V1 =
A
0,124
V1 = = 1,005
0,123
V12
H1 = h1 +
2.g
1, 0052
H1 = 0, 356 + = 0, 408
2.9,81
0, 408
H1/Lambang =
1, 2
H1
Cd = 0,93 + 0,1.
Lambang
A* = bc .h1
A* = 0,346.0,356 = 0,964
A = 0,375
0,123
CdA*/A = 0,964. → Cv = 1,025
0,375
61
Gambar 6. 3 Cv sebagai Fungsi Perbandingan Cd A*/A
62
BAB 7. PERHITUNGAN CURAH HUJAN MAKSIMUM
31 Agustus 1992 164 160 162 160 220 135 148 166.2168
31 Agustus 1992 164 160 162 160 220 135 148 166.2168
30 Agustus 1992 73 173 179 63 70 140 74 105.4257
31 Agustus 1992 164 160 162 160 220 135 148 166.2168
24 Desember 1993 164 160 162 160 140 135 148 158.8779
63
3 Februari 1997 6 91 64 4 6 0 49 27.7648
64
26 Januari 2003 0 0 15 185 52 4 8 59.9658
65
31 Januari 2009 19 18 42 70 17 135 36 41.4978
CH maks rerata
66
BAB 8. MEMILIH DISTRIBUSI CH YANG SESUAI
1. Data dari curah hujan harian maksimum diurutkan dari besar ke kecil atau
sebaliknya.
2. Harga perkiraan pertama dapat dihitung dengan rumus
1 n
LogX 0 = l og Xi
n i =1
3. Menghitung harga b dengan rumus :
1
b=
m
n
i =1 bi
n
dimana : m =
10
Xs. Xt − Xo 2
bi =
2 xo − ( Xs + Xt )
dengan : Xs = Harga tertinggi
Xs = Harga tertinggi
Sx = X 2 − Xo2
dengan : Xo = Harga yang akan diperiksa abnormalistasnya.
Y0 = Koefisien yang sesuai dengan derajat normalitasnya (dalam
tabel).
67
Uji abnormalitas data paling maksimum
2 Xi = 180,98
Xi2 = 8188,4
68
1 n
X0 = l og( Xi + b)
n i =1
1
X0 = .40.49858 = 2.024929
20
X o2 = 2,0249292 = 4.322180576
1 n
X2 = (log( X i + b))2
n i =1
1
X2 = .86, 4436115 = 4.322180576
20
Sx = X 2 − Xo2
yo = 4, 013959371
69
52 0.6922 1.185 1.707 2.045 2.352 2.725 2.988 3.554
54 0.6916 1.184 1.704 2.042 2.348 2.719 2.981 3.544
56 0.6909 1.183 1.702 2.039 2.344 2.714 2.974 3.534
58 0.6904 1.182 1.7 2.036 2.34 2.709 2.969 3.525
60 0.6898 1.181 1.698 2.033 2.337 2.704 2.963 3.517
65 0.6887 1.178 1.694 2.028 2.33 2.694 2.951 3.499
70 0.6876 1.177 1.691 2.023 2.323 2.686 2.94 3.483
75 0.6868 1.175 1.688 2.019 2.318 2.678 2.93 3.471
80 0.686 1.173 1.685 2.015 2.313 2.672 2.923 3.458
70
15 112.61 2.0516 1.8637 3.4734
16 113.45 2.0548 1.8686 3.4919
17 121.47 2.0845 1.9134 3.6611
18 125.83 2.0998 1.9359 3.7478
19 158.88 2.2011 2.0767 4.3129
20 166.22 2.2207 2.1027 4.4212
∑ 1900.94 37.70 32.97 58.00
1/n 95.04683 1.885 1.6482765 2.89986317
Rerata log Xi = 1.9698
Anti log Xo = 93.2831
2 Xo = 186.5662
Xo2 = 8701.7454
X o2 = 1,6482765472 = 2,71682
1 n
X2 =
n i =1
(log( X i + b)) 2
1
X2 = .58, 00 = 2,899863174
20
Sx = X 2 − Xo2
71
Tabel 8. 6 Derajat Abnormalitas
N-1 Derajat Abnormalitas Sepihak
25.00% 12.50% 5.00% 2.50% 1.25% 0.50% 0.25% 0.05%
20 0.7205 1.243 1.809 2.188 2.541 2.984 3.307 4.038
22 0.7162 1.234 1.794 2.166 2.512 2.944 3.257 3.961
24 0.7128 1.227 1.781 2.148 2.489 2.911 3.217 3.898
26 0.7099 1.221 1.77 2.133 2.469 2.884 3.183 3.847
28 0.7073 1.216 1.761 2.12 2.452 2.86 3.154 3.803
30 0.7052 1.212 1.753 2.109 2.437 2.84 3.129 3.766
32 0.7033 1.208 1.746 2.1 2.424 2.823 3.108 3.734
34 0.7015 1.204 1.74 2.091 2.413 2.808 3.089 3.705
36 0.7 1.201 1.735 2.084 2.403 2.794 3.073 3.681
38 0.6987 1.199 1.73 2.077 2.395 2.782 3.058 3.659
40 0.6975 1.196 1.725 2.071 2.386 2.771 3.045 3.639
42 0.6963 1.194 1.722 2.066 2.379 2.762 3.033 3.621
44 0.6953 1.192 1.718 2.061 2.373 2.753 3.022 3.605
46 0.6945 1.19 1.715 2.056 2.367 2.745 3.013 3.591
48 0.6936 1.189 1.712 2.052 2.362 2.738 3.004 3.577
50 0.6929 1.187 1.709 2.049 2.357 2.731 2.996 3.565
52 0.6922 1.185 1.707 2.045 2.352 2.725 2.988 3.554
54 0.6916 1.184 1.704 2.042 2.348 2.719 2.981 3.544
56 0.6909 1.183 1.702 2.039 2.344 2.714 2.974 3.534
58 0.6904 1.182 1.7 2.036 2.34 2.709 2.969 3.525
60 0.6898 1.181 1.698 2.033 2.337 2.704 2.963 3.517
65 0.6887 1.178 1.694 2.028 2.33 2.694 2.951 3.499
70 0.6876 1.177 1.691 2.023 2.323 2.686 2.94 3.483
75 0.6868 1.175 1.688 2.019 2.318 2.678 2.93 3.471
80 0.686 1.173 1.685 2.015 2.313 2.672 2.923 3.458
72
Distribusi Gumbel
X =
X 1
n
1950, 6082
X = = 97, 530409
20
Standar Deviasi (SD)
n
( Xi − X )
i =1
2
SD =
n −1
355260, 763
SD = = 30,176
20 − 1
Koefisien Skewness (CS)
73
n
n ( Xi − X )3
i =1
Cs =
(n − 1)(n − 2) S 3
20 − (355260,763)
Cs = = 0,756
(20 − 1)(20 − 2)30,1763
1 n
n
( Xi − X ) 4
CK = i =1 4
S
1
.47027321, 673
CK = 20 = 2,8358
30,1764
Tabel 8. 8 Menentukan jenis sebaran
No Jenis Sebaran Kriteria Hasil Hitungan
Cs = 0
1 Normal
CK = 3
Cs = 3 Cv Cs = 0,756
2 Log Normal
Cs > 0 Cv = 0
Cs = 1,1306 CK = 2,8358
3 Gumbel
Cv = 5,4002
4 Log Person Tipe III Kecuali Kriteria 1,2,3
Jadi, berdasarkan nilai Cs, Cv dan Ck yang diperoleh maka tidak ada
kriteria yang terpenuhi, sehingga dipakai sebaran Log Person tipe III.
Tabel 8. 9 Menghitung Curah Hjan Rancangan dengan Metode Log Pearson Tipe III
74
12 97,96 1,991 0,021 0,00045 0,00001 57,143%
13 100,55 2,002 0,033 0,00106 0,00003 61,905%
14 107,59 2,032 0,062 0,00384 0,00024 66,667%
15 112,61 2,052 0,082 0,00669 0,00055 71,429%
16 113,45 2,055 0,085 0,00723 0,00061 76,190%
17 121,47 2,084 0,115 0,01315 0,00151 80,952%
18 125,83 2,100 0,130 0,01690 0,00220 85,714%
19 158,88 2,201 0,231 0,05348 0,01237 90,476%
20 166,22 2,221 0,251 0,06294 0,01579 95,238%
∑ 39,396 0,000 0,33815 -0,00190
n = 20
Log Xi rerata =
log X 1
SD = log X 1
n −1
39,396
SD = = 0,133
20 − 1
75
Cs = 0 G= -0,552
Log x = 1,8955
X= 78,62
D. Untuk P=40% Maka Present Change 60%
Cs = -0,1 G= -0,281
Cs = -0,04690 G= -0,2744
Cs = 0 G= -0,267
Log x = 1,9332
X= 85,74
E. Untuk P=50% Maka Present Change 50%
Cs = -0,1 G= 0,000
Cs = -0,04690 G= 0,008
Cs = 0 G= 0,017
Log x = 1,9709
X= 93,51
F. Untuk P=60% Maka Present Change 40%
Cs = -0,1 G= 0,281
Cs = -0,04690 G= 0,2866
Cs = 0 G= 0,293
Log x = 2,008
X= 101,87
G. Untuk P=70% Maka Present Change 30%
Cs = -0,1 G= 0,561
Cs = -0,04690 G= 0,5652
Cs = 0 G= 0,570
Log x = 2,0452
X= 110,97
H. Untuk P=80% Maka Present Change 20%
Cs = -0,1 G= 0,842
Cs = -0,04690 G= 0,8439
Cs = 0 G= 0,846
Log x = 2,0824
X= 120,89
I. Untuk P=90% Maka Present Change 10%
Cs = -0,1 G= 1,282
Cs = -0,04690 G= 1,2764
Cs = 0 G= 1,270
Log x = 2,1401
X= 138,06
76
Uji Kecocokan DIstribusi
100%
0,00 50,00 100,00 150,00
Curah Hujan Maksimum
1%
Percent Changes (%)
77
BAB 9. UJI KESESUAIAN DISTRIBUSI
Chi Square
K = 1 + 3,322 log n
K = 5,32202= 5
n
Ef =
k
20
Ef =
5
Ef = 4
n
Ef =
k
Pembagian Internal
P1 = 49,67+23,31 = 72,98
P3 = 96,29 +23,31=119,60
P4 = 119,60 +23,31=142,91
78
P5 = 142,91 +23,31= 166,22
Tabel 9. 1 Tabel Nilai Parameter Chi-Kuadrat Kritis, X2CR (Uji Satu Sisi)
79
X2 hitung = 4,5
n = 20
=
Didapatkan X2 Teori = 31,410
Karena X2 hitung = 4,5 < X2 teori = 31,410, maka data sesuai dengan distribusi
frekuensi
19 30,144
20 31,410
21 32,671
9.7 Uji Smirnov Kolmogorov
SD = 30,1759
Dmax = 0,100
80
Gambar 9. 1 Harga Kritis untuk Smirnov Kolmogorov
20 0,29
22 0,29 (Do Kritis)
25 0,27
Dmax < Do kritis maka sebaran yang diuji dapat diterima.
81
BAB 10. Perhitungan Hujan Rencana
(−0,047 − (−0,1))
2,950 + .(3,090 − 2,950) = 3,024
(0 − (−0,1))
(−0,047 − (−0,1))
1, 270 + .(1, 282 − 1, 270) = 1, 276
(0 − (−0,1))
(−0,047 − (−0,1))
0,846 + .(0,842 − 0,846) = 0,844
(0 − (−0,1))
82
i. G (Kala Ulang 2 tahun)
Nilai G dari Cs (-0,1) dan 0) didapat dari Tabel Log Person Tipe III untuk nilai Cs
Negatif. (Secara jelas dapat dilihat pada Lampiran 1).
Keterangan :
R = Kala Ulang (tahun)
Cs = dari perhitungan Log Person Tipe III
Log xirerata = dari perhitungan Log Person Tipe III
SD = dari perhitungan Log Person Tipe III
G = dari perhitungan nilai G
Log x = Log xirerata + G x SD
X = Anti Log x
83
BAB 11. PERHITUNGAN DEBIT BANJIR RANCANGAN
Metode Hasper
Metode Hasper digunakan pada luas DPS < 300 km2 Data :
Luas DPS Kali Gajahwong (A) = 109 km2
Panjang Sungai (L) = 25 km
Kemiringan Sungai (I) atau S0 = 0,001160
t = 0,1.L0,8 .i −0,30
t = 0,1.250,8.0, 001160−0,30
t = 9,977 jam
1 + (0, 012.1090,70 )
α=
1 + (0, 075.1090,70 )
α = 0, 440
= 1 + t + (3, 270.10
0,40.t
1 ) A0,75
.
t + 15 12
= 1
1
= 1
= 0,803
1
1, 245
84
Tabel 11. 1 Hasil Perhitungan Metode Hasper
r
Kala Ulang (tahun) Rn q Q (m3/s)
r=(t.Rn)/(t+1)
5 120,888 109,875 3,059 117,826
10 138,064 125,487 3,494 134,567
20 151,647 137,832 3,837 147,806
25 158,932 144,453 4,022 154,906
50 173,958 158,111 4,402 169,552
100 188,573 171,395 4,772 183,797
Keterangan :
Q = . .q. A
Metode Melchior
Data :
1970
F= − 3960 + 1720 ; F = Luas DAS
+ 0,12
Jadi,
1970
β= + 0,12
F + 2240
1970
β= + 0,12 = 0,959
109 + 2240
85
Tabel 11. 2 Hasil Perhitungan Metode Melchior
t t
Kala Ulang
Rn qn Qt qn Qt Koreksi
(tahun)
Trial hitung
Keterangan :
Rn = Hasil perhitungan X pada CH Rancangan
t (coba-coba) = Harus sama/mendekati nilai t (hitung)
qn = . .qn. A
Metode Weduwen
Data :
Kala Ulang t t
Rn β qn α Qt qn Qt Koreksi
(tahun) Coba-coba hitung
5 120,9 2,4622 0,6678 8,71 0,68 431,2 2,462 8,71 431,1765 OK
10 138,1 2,5085 0,6691 9,831 0,698 500,5 2,509 9,831 500,5201 OK
20 151,6 2,5417 0,6701 10,71 0,711 555,9 2,542 10,71 555,9244 OK
25 158,9 2,5584 0,6706 11,18 0,717 585,8 2,558 11,18 585,8099 OK
50 174 2,5907 0,6715 12,14 0,729 647,8 2,591 12,14 647,779970 OK
100 188,6 2,6199 0,6723 13,06 0,74 708,4 2,62 13,06 708,4082 OK
Keterangan :
Rn = Hasil perhitungan X pada CH Rancangan
t (coba-coba) = Harus sama/mendekati nilai t (hitung)
86
t +1
120 + .A
β = t +9
120 + A
Rn 67, 65
qn = .
240 t + 1, 45
4,1
α = 1−
.qn + 7
Qt = . .qn. A
t(hitung) = 0, 25.L.Q 0,125 .I 0,25
Perhitungan Patok 12
Data :
S0 = 0,0012
Patok = 12
87
117
116
115
114
113
112.53
112
111
111.04 110.94 110.86 111.04
110.90 110.76
110.02
110
110.07 110.19
110.25 109.99 109.88
109 109.25 109.32
108
107.95
107
Lengkung Debit
2,0
1,79
1,5 1,6
1,4
1,2
1,0 1,0
h (m)
0,8
0,5 0,6
0,2
0,0
0,0000 20,0000 40,0000 60,0000 80,0000 100,0000
Debit (Q) m3/det
Lengkung Debit
Debit Rancangan
S0 = 0,00116
m =1
T = 87,2257 m (Lebar sungai total Patok 12)
Nmaning = 0,025
88
Tabel 11. 5 Rekapitulasi Perhitungan Debit
No Kala Ulang Q
Haspers Melchior Weduwen
1 5 117,826 59,481 431,176
2 10 134,567 70,226 500,520
3 20 147,806 78,966 555,924
4 25 154,906 83,736 585,810
5 50 169,552 93,746 647,77997
6 100 183,797 103,693 708,408
H (coba-coba) = 2,892 m
1 1
= s0 . ((T − 2h + h)h)
2 2
Qhitung
( )
2
n
T − 2h + 2h 2 3
1 1
b = T − 2.m.h
b = 87, 2257 − 2.1.2,892
b = 81, 44102m
89
Tabel 11. 6 Hubungan Q dan W
Tinggi jagaan
No Q
(W)
1 < 0.5 0,4
2 0.5-1.5 0,5
3 1.5-5.0 0,6
4 5.0-10.0 0,75
5 10.0-15.0 0,85
6 > 15.0 1
3
Q50 = 647,77997m /detik, didapat W = 1 m
h W D m b' B' B
2,892 1 3,892 1 3,892 87,2257 89,2257
b = 81,44102 m
m =1
Elv. Dasar Sungai = 109,25m
90
hmax = 2,8 +
( 647, 77997 − 613, 75) .(3 − 2,8) = 2,891202
( 688,37 − 647, 77997 )
LENGKUNG DEBIT
4,5
4,0
3,5
3,0
h (m)
2,5
2,0
1,5
1,0
0,5
0,0
0,00 200,00 400,00 600,00 800,00 1000,00 1200,00 1400,00
Debit (Q) m3/det
91
BAB 12. PERANCANGAN HIDROLIS BENDUNG
Elevasi mercu bendung ditentukan berdasarkan elevasi sawah tertinggi yang akan
diairi, ditambah total kehilangan tinggi tekan pada bangunan- bangunan dan
saluran yang ada pada jaringan tersebut.
Elevasi sawah tertinggi = Elevasi dasar sungai + tinggi muka air (h50)
h max 50 = 2,891m
= 109,25m + 2,891202m
= 113,641m
Perhitungan elevasi mercu bendung dilakukan sbb (Standar perhitungan elevasi
mercu bendung)
92
Debit Banjir Rencana dan Muka Air Sungai
= + 113,641m
n = 0,013
S0 = 0,00116
m =1
B A P R V
81,44 243,82 89,62 2,72 2,66
Data Bendung
= 81,44– 4,5
= 76,94 m
93
Lebar Efektif Bendung
Be = B – 2 (nKp + Ka) H1
Dimana
Be = Lebar Efektif
Cara coba-coba,
Koefisien Debit (Cd) = 1,40271002762552
Be = 76,38261160628790
2 2
Q = . .g .Cd . f .Be.H 11,5
3 3
Didapat,
1,5
Q
H1 = ; f =1
2 2
. .g .Cd . f .Be
3 3
1,5
647, 7800
H1 =
2 2
. .9,81.1, 40271002762552.1.76,38261160628790
3 3
H1 = 33, 41 m
Be = B − 2(n.Kp + Ka ) H1
94
Be = 76,94 − 2(2.0,01 + 0,1)33, 41 = 68,923m
h1 (coba-coba) = 2,243 m
A1 = ( Be.H1 + ( p.B )
Q
V1 =
A
647, 78
V1 = = 1,32
492, 45742
V12 1, 32 2
= = 0, 09
2. g 2.9,81
Q
H1 (coba-coba) = h1 + Be.h1
2.g
647, 7800
H1 (coba-coba) = h1 + 68,923.2, 2430 = 33, 409
2.9, 81
H1 (coba-coba) = H1 ………………OK
H2 3, 43
= = 0,10 → f = 1
H 1 2, 2430
95
Tabel 12. 1 Koefisien Debit (Cd)
C2 H2/H1 f
H1/r C0 p/H1 C1
1 0,667 0,333
0,50 1,05 0,00 0,65 0,1 1,00
1,00 1,17 0,25 0,86 1,03 1,0250 1,008 0,2 0,99
2,00 1,33 0,50 0,93 1,012 1,0170 1,005 0,3 0,98
3,00 1,41 0,75 0,95 1,004 1,0100 1,004 0,4 0,97
4,00 1,46 1,00 0,97 0,998 1,0060 1,002 0,5 0,95
5,00 1,47 1,50 0,99 0,993 1,0000 1,000 0,6 0,92
0,8 0,78
0,9 0,55
1,0 0,00
r(OGEE 3) = 0,22.h1
= 0, 22.2, 243 = 0, 49m
H1 2, 2430
= = 4,55
r 0, 49
H1
Mencari C0 Berdasarkan hasil
r
C0 = 1, 46 +
( 4, 55 − 4 ) .(1, 47 − 1, 46) = 1, 46545
(5 − 4)
Tinggi bendung
p =
2
4,39
p = = 2, 20 m
2
P 2, 2
= = 0, 98
H1 2, 2430
C1 = 0,95 +
( 0,98 − 0,90 ) .(0,97 − 0,95) = 0,956310
(1,15 − 0,99)
96
Tinggi Muka Air Hulu Bendung
Q
V2 =
be .h2
647,7800
V2 = = 3, 251m
68,9228737623.2, 891
V22
H2= h2 +
2.g
(3, 251)2
= 2,891 + = 3,330m
2.9,81
Loncat Hidraulik
q =Q
be
647,78
q = = 9, 40 m3 / detik/meter
68,9228737623
y1 = 1,2305 m (coba-coba)
V1 = q
y1
V1 = 9, 40 = 7,64 m/detik
1, 2305
V12 7,642
= = 2,97 m
2.g 2.9,81
Fr1 = V1
g. y1
7,64
Fr1 = = 2,198 m
9,81.1, 2305
97
y2 = 0,5.1,2305. (1 + 8.2,1982 ) −1
Lj = 5.(0,5+y2)
Lj = 5.(0,5+2,891)
Lj = 16,95575609 m
Mencari hubungan untuk elevasi muka air dengan tinggi jatuh Z = 0, pada elevasi
113,6412 m (Elv. Mercu bendung).
Be = 76,383m
H1 = 2,325m
q = 8,481m3/detik/m
hmax = 2,891m
B = 76,941 m
= + 112,1412021 m
98
Perhitungan :
Untuk z = 1,
yz = 1,4721820
Qhitung = 2.g.( z + H1 − yz ).( yz .B)
Vz = 2.g.( z + H1 − yz )
Vz = 2,909
vz
Frz =
g. yz
2,909
Frz =
9,81.2,8941592
Frz = 0,5459
= + 113,870 m
1
y y 2 2.q 2 2
y2 =− z z +
2 4 g. yz
1
2 2
2
y2 = − 1, 4721820 1, 4721820 + 2.8, 481
2 4 9,81.1, 4721820
y2 = 1,2288240
99
Elv. Muka Air = Elv. Dasar Kolam Olak + y2
El. Dasar
z Yz Qhitung Q50 Vz Fz Y2 El. Muka Air Cek
Kolam
coba coba
1 2,8941592 647,7800 647,7800 2,909023109 0,545948229 112,6412021 1,2288240 113,870 0,0000
2 1,0502696 647,7800 647,7800 8,016204134 2,497375614 111,6412021 3,2480562 114,8892583 0,0000
3 0,9039259 647,7800 647,7800 9,314010508 3,127777133 110,6412021 3,6009081 114,2421102 0,0000
4 0,8092829 647,7800 647,7800 10,40325367 3,692193818 109,6412021 3,8711366 113,512339 0,0000
5 0,7407131 647,7800 647,7800 11,36631105 4,216576785 108,6412021 4,0942811 112,7354833 0,0000
6 0,6877624 647,7800 647,7800 12,24140189 4,712782996 107,6412021 4,2862547 111,9274568 0,0000
7 0,6451367 647,7800 647,7800 13,05021979 5,187492165 106,6412021 4,4557798 111,096982 0,0000
8 0,6097944 647,7800 647,7800 13,80658 5,644947134 105,6412021 4,6082297 110,2494318 0,0000
9 0,5798343 647,7800 647,7800 14,51996794 6,088063793 104,6412021 4,7471811 109,3883832 0,0000
10 0,5539933 647,7800 647,7800 15,19725205 6,518959876 103,6412021 4,8751492 108,5163513 0,0000
Tabel 12. 2 Hasil Perhitungan Hubungan Elevasi Muka Air dengan Tinggi Jatuh
h1 = 2,243m
= + 115,884 m
m =1
100
b mercu = 76,94102 m
b sungai = 81,44102m
Nmaning = 0,025
S0 = 0,00116
115,88 6,63 510,44 90,21 5,66 1,27 0,082 6,72 0,00 0,00010 0,00106 6335,085 0,00 Segiempat
115,63 6,38 560,69 99,50 5,64 1,16 0,068 6,45 0,26 0,00008 0,00108 5991,985 5991,98 Trapesium 5,99
115,38 6,13 537,20 98,79 5,44 1,21 0,074 6,21 0,24 0,00010 0,00106 5829,605 11821,59 Trapesium 11,82
115,13 5,88 513,84 98,08 5,24 1,26 0,081 5,97 0,24 0,00011 0,00105 5676,667 17498,26 Trapesium 17,50
114,88 5,63 490,60 97,38 5,04 1,32 0,089 5,72 0,24 0,00013 0,00103 5535,728 23033,98 Trapesium 23,03
114,63 5,38 467,48 96,67 4,84 1,39 0,098 5,48 0,24 0,00015 0,00101 5410,355 28444,34 Trapesium 28,44
114,38 5,13 444,49 95,96 4,63 1,46 0,108 5,24 0,24 0,00017 0,00099 5305,673 33750,01 Trapesium 33,75
114,13 4,88 421,63 95,26 4,43 1,54 0,120 5,00 0,24 0,00020 0,00096 5229,344 38979,36 Trapesium 38,98
113,88 4,63 398,89 94,55 4,22 1,62 0,134 4,77 0,24 0,00024 0,00092 5193,361 44172,72 Trapesium 44,17
113,63 4,38 376,27 93,84 4,01 1,72 0,151 4,54 0,23 0,00029 0,00087 5217,668 49390,39 Trapesium 49,39
113,38 4,13 353,79 93,13 3,80 1,83 0,171 4,31 0,23 0,00035 0,00081 5338,117 54728,50 Trapesium 54,73
113,13 3,88 331,42 92,43 3,59 1,95 0,195 4,08 0,23 0,00044 0,00072 5626,469 60354,97 Trapesium 60,35
112,88 3,63 309,18 91,72 3,37 2,10 0,224 3,86 0,22 0,00054 0,00062 6250,807 66605,78 Trapesium 66,61
112,63 3,38 287,07 91,01 3,15 2,26 0,260 3,64 0,21 0,00069 0,00047 7720,148 74325,93 Trapesium 74,33
112,38 3,13 265,08 90,31 2,94 2,44 0,304 3,44 0,21 0,00089 0,00027 12646,021 86971,95 Trapesium 86,97
101
BAB 13. KANTONG LUMPUR
Kantong Lumpur
1. Diameter sedimen yang akan mengendap 200 m untuk sedimen kasar dan
500 m untuk sedimen yan lebih halus.
2. Topografi.
3. Kemungkinan dilakukan pembilasan.
102
Gambar 13. 1 Tata Letak Kantong Lumpur
Langkah Perencanaan
103
Data yang Dibutuhkan
= 0,07 mm
b = 7,5 m
h = 1,5 m
Vn = 0,4 m/det
Asumsi lain, bahwa air yang dielakkan mengandung 0,5% sedimen yang
harus diendapkan dalam kantong lumpur.
= 1403,6874 m3
= 672,0867 m3
104
3. Luas Permukaan Rata-rata
105
Gambar 13. 2 Kantong Lumpur Kanan
106
Seluruh panjang kantong lumpur, klasnya akan bertambah ke arah hilir.
Perbedaan elevasi yang dihasilkan sangat kecil jadi dapat diambaikan.
107
Gambar 13. 4 Kantong lumpur Kanan
108
109
6. Panjang Kantong Lumpur
110
DAFTAR PUSTAKA
Bhakty, T Edna. 1994. Laporan Tugas Hidrologi II. Malang. Universitas Brawijaya
Bhakty, T Edna. 1994. Laporan Tugas Irigasi III. Malang. Universitas Brawijaya
Pemerintah Indonesia. 2010. Standar Perencanaan Irigasi Kriteria
Perencanaan
111
PATOK 12
107.95
UNIVERSITAS JANABADRA
YOGYAKARTA
FAKULTAS TEKNIK
111.07 JURUSAN TEKNIK SIPIL 2020
TUGAS
Saluran Primer Rambutan Kiri
Kantong Lumpur
110.99
110.19
lebar sungai
110.25
109.25 87.22
109.32
109.99
110.021,00
1,25
10.00
109.88 Dr. Tania Edna Bhakty, S.T,M.T.
Saluran Pembilas kanan
A KELOMPOK 22
110.76
110.86
Kantong Lumpur
2. Robertus Safrianus Pare (17310062)
111.04
Saluran Primer Rambutan Kanan
3. Ridhan Rahmanto (17310027)
112.53
4. Bento Teorikho Simanjuntak (17310070)
JUDUL GAMBAR
SKALA NO LEMBAR
1:150 1
C
B' =6,63
B = 8,4
b= 2,7
2,7
Saluran Primer Rambutan Kiri
92,22
10,5
7,5
KOLAM LUMPUR
UNIVERSITAS JANABADRA
YOGYAKARTA
0
+116,22
1,0
0,6
Saluran Pembilas kanan
FAKULTAS TEKNIK
0
1 ,0
D = 1,9
JURUSAN TEKNIK SIPIL 2020
TUGAS
A C
+113,64
1,
00
IRIGASI
0,
B B
1,
00
1,25
DAN BANGUNAN AIR
1,00
DIPERIKSA OLEH :
+112,14
+109,25
81,44 76,94
+107,00
Dr. Tania Edna Bhakty, S.T,M.T.
KELOMPOK 22
1,00
1,25
1. Komberton Mikel Manik (17310057)
00
1,
+113,64
6
0,
0,6
1,0
0
JUDUL GAMBAR
10,5
KOLAM LUMPUR
7,5
B = 10,5
B' =8,7
b= 4,1
4,1
203,13 Saluran Primer Rambutan Kanan DENAH BENDUNG
DAN
DENAH BENDUNG DAN KANTONG LUMPUR KANTONG LUMPUR
1:100
D SKALA NO LEMBAR
D = 2,3
1:100 2
+117,89 150 150 UNIVERSITAS JANABADRA
+117,89
YOGYAKARTA
+115,88 FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL 2020
TUGAS
+113,64
IRIGASI
DAN BANGUNAN AIR
+109,25
DIPERIKSA OLEH :
1,5
1,5
5,00 5,00
POTONGAN A-A
1:50
POTONGAN B-B
1:50 SKALA NO LEMBAR
1:50 3
UNIVERSITAS JANABADRA
YOGYAKARTA
FAKULTAS TEKNIK
+118 JURUSAN TEKNIK SIPIL 2020
+117,38 +117,38 +117,38 TUGAS
+117
0,25
+116 +115,88 +115,88 +115,88 0,25
+115 IRIGASI
+114 +113,64 DAN BANGUNAN AIR
+113,64
+113
+112
DIPERIKSA OLEH :
+111 +110.57
+110
+109,25 +109,25
+109
+108,50
+108 2,00 +107,68
+107
2,00
2,00
0,5
+106 3,00
0,5
1.
1,75 3,00
50
4,5
0,5
Dr. Tania Edna Bhakty, S.T,M.T.
+110,57 +107,68
+115,88 +109,25
+115,88 +109,25
+115,88 +112,43
+110,57 +107,68
+110,57 +108,50
+115,88 +109,25
1:55
DETAIL MERCU BENDUNG
SKALA NO LEMBAR
1:55 4
10,5
UNIVERSITAS JANABADRA
YOGYAKARTA
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL 2020
TUGAS
1,5
1,5
IRIGASI
DAN BANGUNAN AIR
1,11
1,2
1,2
DIPERIKSA OLEH :
1,00 7,5 1,00
POTONGAN D-D
1:20
1,5
4. Bento Teorikho Simanjuntak (17310070)
1,2
JUDUL GAMBAR
POTONGAN KANTONG
1,00 7,5 1,00
0,53
LUMPUR
1:20
1:20 5
UNIVERSITAS JANABADRA
YOGYAKARTA
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL 2020
Ha TUGAS
Hd
0,115.Hd IRIGASI
DAN BANGUNAN AIR
R=0,48.Ha
0,214.Hd
KELOMPOK 22
Hd = Tinggi Air Diatas Pelimpah, 2.243 meter 2. Robertus Safrianus Pare (17310062)
JUDUL GAMBAR
1:15 6