Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

Kehamilan ektopik ialah suatu kehamilan dengan pertumbuhan sel telur


yang telah dibuahi dan tidak menempel pada dinding endometrium kavum uteri.
Bila kehamilan tersebut mengalami proses pengakhiran (abortus) maka disebut
dengan kehamilan ektopik terganggu (KET).

Sebagian besar wanita yang mengalami kehamilan ektopik berumur antara


20-40 tahun dengan umur rata-rata 30 tahun. Lebih dari 60% kehamilan ektopik
terjadi pada wanita 20-30 tahun dengan sosio-ekonomi rendah dan tinggal
didaerah dengan prevalensi gonore dan prevalensi tuberkulosa yang tinggi.

Trias gejala dan tanda dari kehamilan ektopik adalah riwayat


keterlambatan haid atau amenorrhea yang diikuti perdarahan abnormal (60-80%),
nyeri abdominal atau pelvik (95%). Biasanya kehamilan ektopik baru dapat
ditegakkan pada usia kehamilan 6–8 minggu saat timbulnya gejala tersebut di
atas. Gejala lain yang muncul biasanya sama seperti gejala pada kehamilan muda,
seperti mual, rasa penuh pada payudara, lemah, nyeri bahu, dan dispareunia.
Selain itu pada pemeriksaan fisik didapatkan pelvic tenderness, pembesaran uterus
dan massa adneksa.

Faktor risiko yang diperkirakan sebagai penyebabnya ialah: Infeksi saluran


telur (salpingitis) dapat menimbulkan gangguan pada motilitas saluran telur;
riwayat operasi tuba; cacat bawaan pada tuba seperti tuba sangat panjang;
kehamilan ektopik sebelumnya; aborsi tuba; pemakaian IUD; kelainan zigot, yaitu
kelainan kromosom; bekas radang pada tuba menyebabkan perubahan –
perubahan pada endosalping sehingga walaupun fertilitas dapat terjadi, gerakan
ovum ke uterus terlambat; operasi plastik pada tuba; dan abortus buatan.

Penanganan kehamilan ektopik pada umunya ialah laparotomi. Dalam


tindakan demikian, beberapa hal harus diperhatikan dan dipertimbangkan yaitu:
kondisi penderita, keinginan penderita akan fungsi reproduksinya, lokasi
kehamilan ektopik, kondisi anatomik organ pelvis, kemampuan teknik bedah
mikro dari dokter operator, dan kemampuan teknologi fertilisasi invitro setempat.
Hasil perimbangan ini menentukan apakah perlu dilakukan salpingektomi pada
kehamilan tuba, atau dapat dilakukan ppembedahan konservatif dalam arti hanya
dilakukan salpingostomi atau reanastomosis tuba.

Kehamilan ektopik dapat mengancam nyawa; oleh karena itu deteksi dini
dan pengakhiran kehamilan merupakan tatalaksana yang disarankan yaitu dengan
obat-obatan atau operasi.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Kehamilan Ektopik adalah suatu keadaan dimana hasil konsepsi
berimplantasi, tumbuh dan berkembang diluar endometrium kavum uteri. Bila
kehamilan tersebut mengalami proses pengakhiran (abortus) maka disebut
dengan kehamilan ektopik terganggu (KET) (Chrisdiono, 2004). Kehamilan
ektopik merupakan kehamilan yang berbahaya karena tempat implantasinya
tidak memberikan kesempatan untuk tumbuh kembang mencapai aterm.
Berdasarkan lokasi terjadinya, kehamilan ektopik dapat dibagi menjadi 5
yaitu :1
 Kehamilan tuba, meliputi ¿ 95 % yang terdiri atas : Pars ampullaris (55%),
pars ismika (25%), pars fimbriae (17%) dan pars interstisialis (2%).
 Kehamilan ektopik lain (¿ 5 % ¿ antara lain terjadi di serviks uterus,
ovarium, atau abdominal. Untuk kehamilan abdominal lebih sering
merupakan kehamilan abdominal sekunder dimana semula merupakan
kehamilan tuba yang kemudian abortus dan meluncur ke abdomen dari
ostium tuba pars abdominalis ( abortus tubaria) yang kemudian
embrio/buah kehamilannya mengalami reimplantasi di kavum abdomen,
misalnya di mesenterium/mesovarium atau diomentum.
 Kehamilan intraligamenter jumlahnya sangat sedikit
 Kehamilan heterotopik merupakan kehamilan ganda dimana satu janin
 Kehamilan ektopik bilateral. Kehamilan ini pernah dilaporkan walaupun
sangat jarang terjadi

B. Epidemiologi
Penelitian Cunningham di Amerika Serikat melaporkan bahwa kehamilan
ektopik terganggu (KET) lebih sering dijumpai pada wanita kulit hitam dari
pada kulit putih karena prevalensi penyakit peradangan pelvis lebih banyak
pada wanita kulit hitam. Frekuensi kehamilan ektopik terganggu yang
berulang 1-14,6%.2
Menurut World Health Organization (2007), kehamilan ektopik adalah
penyebab hampir 5% kematian di negara maju. Namun kematian akibat
kehamilan ektopik di Amerika Serikat kini semakin jarang terjadi sejak tahun
1970-an. Kematian kasus kehamilan ektopik turun tajam dari tahun 1980
hingga 1992.3

C. Etiologi
Etiologi kehamilan ektopik sudah banyak disebutkan karena secara
patofisiologi mudah dimengerti sesuai dengan proses awal kehamilan sejak
pembuahan sampai nidasi. Bila nidasi terjadi diluar kavum uteri atau diluar
endometrium maka terjadilah kehamilan ektopik.Dengan demikian, faktor-
faktor yang menyebabkan terjadinya hambatan dalam nidasi embrio ke
endometrium menjadi penyebab kehamilan ektopik ini. Faktor-faktor yang
disebutkan adalah sebagai berikut :1
 Faktor Tuba
Adanya peradangan atau infeksi pada tuba menyebabkan lumen
tuba menyempit atau buntu. Keadaan uterus yang mengalami hipoplasia
dan saluran tuba yang berkelok-kelok panjang dapt menyebabkan fungsi
silia tuba tidak berfungsi dengan baik. Juga pada keadaan pasca operasi
rekanalisasi tuba dapat merupakan predisposisi terjadinya kehamilan
ektopik.1
 Faktor abnormalitas dari zigot
Apabila tumbuh terlalu cepat atau tumbuh dengan ukuran besar,
maka zigot akan tersendat dalam perjalanan pada saat melalui tuba,
kemudian terhenti dan tumbuh disaluran tuba.1
 Faktor ovarium
Bila ovarium memproduksi ovum dan ditangkap oleh tuba yang
kontralateral, dapat membutuhkan proses khusus atau waktu yang lebih
panjang sehingga kemungkinan terjadinya kehamilan ektopik lebih besar.1
 Faktor hormonal
Pada akseptor, pil KB yang hanya mengandung progesteron dapat
mengakibatkan gerakan tuba melambat. Apabila terjadi pembuahan dapat
menyebabkan terjadinya kehamilan ektopik.1
 Faktor lain
Termasuk disini antara lain adalah pemakaian IUD dimana proses
peradangan yang dapat timbul pada endometrium dan endosalping dapat
menyebabkan terjadinya kehamilan ektopik. Faktor umur penderita yang
sudah menua dan faktior perokok juga sering dihubungkan dengan
terjadinya kehamilan ektopik.1

D. Patofisiologi

Pada proses awal kehamilan apabila embrio tidak bisa mencapai


endometrium untuk proses nidasi, maka embrio dapat tumbuh disaluran tuba
dan kemudian akan mengalami beberapa proses seperti pada kehamilan
umumnya. Karena tuba bukan merupakan suatu media yang baik untuk
pertumbuhan embrio dan mudigah maka pertumbuhan dapat mengalami
beberapa perubahan dalam bentuk berikut ini :
 Hasil konsepsi mati dini dan direabsorbsi
Pada implantasi secara kolumner, ovum yang dibuahi cepat mati
karena vaskularisasi kurang dan dengan mudah terjadi resorbsi total.
Dalam keadaan ini penderita tidak mengeluh apa-apa,hanya haidnya
terlambat untuk beberapa hari.
 Abortus kedalam lumen tuba (Abortus tubaria)
Perdarahan yang terjadi karena pembukaan pembuluh-pembuluh
darah oleh vili korialis pada dinding tuba ditempat implantasi dapat
melepaskan mudigah dari dinding tersebut bersama-sama dengan
robeknya pseudokapsularis. Pelepasan ini dapat terjadi sebagian atau
seluruhnya bergantung pada derajat perdarahan yang timbul. Bila
pelepasan menyeluruh, mudigah dengan selaputnya dikeluarkan dalam
lumen tuba dan kemudian didorong oleh darah kearah ostium tuba pars
abdominalis. Frekuensi abortus dalam tuba bergantung pada implantasi
telur yang dibuahi. Abortus ke lumen tuba lebih sering terjadi pada
kehamilan pars ampularis sedangkan penembusan dinding tuba oleh vili
korialis kearah peritoneum biasanya terjadi pada kehamilan pars ismika.
Perbedaan ini disebabkan oleh lumen pars ampularis yang lebih luas
sehingga dapat mengikuti lebih mudah pertumbuhan hasil konsepsi jika
dibandingkan dengan bagian ishmus dengan lumen sempit.1
 Ruptur dinding tuba
Ruptur tuba sering terjadi bila ovum berimplantasi pada ismus dan
biasanya pada kehamilan muda. Sebaliknya, ruptur pada pars interstisialis
terjadi pada kehamilan yang lebih lanjut. Faktor utama yang
menyebabkan ruptur ialah penembusan vili korialis kedalam lapisan
muskularis tuba terus keperitoneum. Ruptur dapat terjadi secara spontan
atau karena trauma ringan seperti koitus dan pemeriksaan vaginal. Dalam
hal ini akan terjadi perdarahan dalam rongga perut, kadang-kadang
sedikit, kadang-kadang banyak sampai menimbulkan syok dan kematian.
Bila pseudokapsularis ikut pecah, maka terjadi perdarahan dalam lumen
tuba. Darah dapat mengalir kedalam rongga perut melalui ostium tuba
abdominal.1

E. Diagnosis
kehamilan ektopik dapat ditegakkan diagnosisnya secara dini yaitu sebelum
gejala-gejala klinik muncul, artinya sebelum kehamilan ektopik pecah. Dalam
hal ini pemeriksaan prenatal dini dalam trimester pertama sangat penting bagi
pasien-pasien yang beresiko tinggi terhadap kejadian kehamilan ektopik.
Mereka yang dianggap beresiko tinggi terhadap kehamilan ektopik antara lain
adalah wanita yang pernah menjalani bedah mikro saluran telur, pernah
menderita peradangan dalam rongga panggul, menderita penyakit pada tuba,
pernah menderita kehamilan ektopik sebelumnya, akseptor AKDR atau pil
bila terjadi kehamilan tidak sengaja,dan pada kehamilan yang terjadi dengan
teknik-teknik reproduksi
 Anamnesis
Terjadi amenorea, yaitu haid terlambat mulai beberapa hari sampai
beberapabulan atau hanya haid yang tidak teratur. Kadang-kadang
dijumpai keluhan hamil muda dan gejala hamil lainnya. Nyeri perut
bagian bawah, nyeri bahu, tenesmusdan perdarahan pervaginam terjadi
setelah nyeri perut bagian bawah
 Pemeriksaan fisik
Penderita tampak kesakitan dan pucat, pada perdarahan dalam rongga
perutdapat ditemukan tanda-tanda syok
 Pemeriksaan genikologi
Tanda-tanda kehmilan muda mungkin ditemukan. Pergerakan
serviksmenyebabkan rasa nyeri. Bila uterus dapat diraba maka akan terasa
sedikitmembesar dan kadang-kadang teraba tumor di samping uterus
dengan batas yang sukar ditentukan. Cavum douglasi yang menonjol dan
nyeri raba menunjukkan adanya hematocele retrouterina. Suhu kadang-
kadang bisa naik sehingga menyukarkan perbedaan dengan infeksi pelvic.
 Terapi medikamentosa dan penatalaksanaan bedah
Penanganan kehamilan ektopik pada umumnya adalah laparotomi.
Dalam tindakan demikian, beberapa hal harus diperhatikan dan
dipertimbangkan kondisi penderita pada saat itu, keinginan penderita akan
fungsi reproduksinya, lokasi kehamilan ektopik, kondisi anatomic rongga
pelvis, kemampuan teknik bedah mikro, dokter operator, dan kemampuan
teknologi fertilisasi invirto setempat.
dewasa ini penanganan kehamilan ektopik yang belum terganggu
dapat dilakukan secara medis ataupun bedah. Secara medis dengan
melakukan injeksi lokalmethotrexate (MTX), kalium klorida, glukosa
hiperosmosis, prostaglandin, aktimiosin D dan secara bedah dilaksanakan
melalui
 Pembedahan konservatif
Dimana integritas tuba dipertahankan. Pembedahan konservatif
mencakup 2 teknik yang kita kenal sebagai salpingostomi dan
salpingotomi. Salpingostomi adalah suatu prosedur untuk mengangkat
hasil konsepsi yang berdiameter kurang dari 2 cm dan berlokasi di
sepertiga distal tuba fallopii. Pada prosedur ini dibuat insisi linear
sepanjang 10-15 mm pada tuba tepat di atas hasil konsepsi, di
perbatasan antimesenterik. Setelah insisi hasil konsepsi segera
terekspos dan kemudian dikeluarkan dengan hati-hati. Perdarahan
yang terjadi umumnya sedikit dan dapat dikendalikan dengan
elektrokauter. Insisi kemudian dibiarkan terbuka (tidak dijahit
kembali) untuk sembuh per sekundam. Prosedur ini dapat dilakukan
dengan laparotomi maupun laparoskopi.Pada dasarnya prosedur
salpingotomi sama dengan salpingostomi, kecuali bahwa pada
salpingotomi insisi dijahit kembali. Beberapa literatur menyebutkan
bahwa tidak ada perbedaan bermakna dalam hal prognosis, patensi
dan perlekatan tuba pasca operatif antara salpingostomi dan
salpingotomi.
 Pembedahan radikal
Salpingektomi dilakukan apabila ibu penderita kehamilan ektopik
pada keadaan berikut ini: 1) kehamilan ektopik mengalami ruptur
(terganggu), 2) pasien tidak menginginkan fertilitas pasca operatif, 3)
terjadi kegagalan sterilisasi, 4) telah dilakukan rekonstruksi atau
manipulasi tuba sebelumnya, 5) pasien meminta dilakukan sterilisasi,
6) perdarahan berlanjut pascasalpingotomi, 7) kehamilan tuba
berulang, 8) kehamilan heterotopik, dan 9) massa gestasi berdiameter
lebih dari 5 cm. Metode ini lebih dipilih daripada salpingostomi, sebab
salpingostomi dapat menyebabkan jaringan parut dan penyempitan
lumen pars ismika yang sebenarnyasudah sempit.

F. Penatalaksanaan
Penanganan kehamilan ektopik pada umumnya adalah laparotomi.
Dalam tindakan demikian beberapa hal harus diperhatikan dan
dipertimbangkan yaitu kondisi penderita saat itu, keinginan penderita akan
fungsi reproduksinya, lokasi kehamilan ektopik, kondisi anatomik organ
pelvis, kemampuan teknik bedah mikro dokter operator, dan kemampuan
teknologi fertilisasi invitro setempat. Hasil pertimbangan ini menentukan
apakah perlu dilakukan salpingektomi pada kehamilan tuba atau dapat
dilakukan pembedahan konservatif dalam arti hanya dilakukan
salpingostomi atau reanastomosis tuba. Apabila kondisi penderita buruk
misalnya dalam keadaan syok lebih baik dilakukan salpingektomi.1
Pada kasus kehamilan ektopik di pars ampularis tuba yang belum
pecah pernah dicoba ditangani dengan menggunakan kemoterapi untuk
menghindari tindakan pembedahan. Kriteria kasus yang diobati dengan
cara ini ialah (1) kehamilan di pars ampularis tuba belum pecah, (2)
diameter kantong gestasi ≤ 4 cm, (3) Perdarahan dalam rongga perut
≤ 100 ml , (4) tanda vital baik dan stabil. Obat yang digunakan adalah
metotreksat 1 mg/kg IV dan faktor sitrovorum 0,1 mg/kg I.M berselang-
seling setiap hari selama 8 hari. Dari seluruh 6 kasus yang diobati, 1 kasus
dilakukan salpingektomi pada hari ke- 12 karena gejala abdomen akut,
sedangkan 5 kasus berhasil diobati dengan baik.1

G. Prognosis
Kematian karena kehamilan ektopik terganggu cenderung turun
dengan diagnosis dini dan persediaan darah yang cukup. Helman dan kawan-
kwan (1971) melaporkan 1 kematian diantara 826 kasus, dan wilson dan
kawan-kawan (1971) 1 antara 591. Akan tetapi bila pertolongan terlambat,
angka kematian dapat tinggi. Sjahid dan Marohoesodo (1970) mendapatkan
angka kematian 2 dari 120 kasus, sedangkan Tarjiman dan kawan-kawan
(1973) 4 dari 138 kehamilan ektopik.1
Pada umumnya kelainan yang menyebabkan kehamilan ektopik
bersifat bilateral. Sebagian perempuan menjadi steril setelah mengalami
kehamilan ektopik lagi pada tuba yang lain. Angka kehamilan ektopik yang
berulang dilaporkan antara 0% Sampai 14,6%. Untuk perempuan dengan
anak sudah cukup, sebaiknya pada operasi dilakukan salpingektomi
bilateralis.1

BAB III
LAPORAN KASUS
Tanggal Masuk Rumah Sakit : 19-07 -2019 Tanggal Pemeriksaan: 20-07-2019
Ruangan : KB Jam :20.30 WITA

A. IDENTITAS
Nama : Ny. R
Umur : 25 tahun
Alamat :Jl. Dewi sartika VI
Pekerjaan : IRT
Agama : Islam
Pendidikan : SMA

B. ANAMNESIS
G4P3A0 Usia Kehamilan :8-9 minggu
HPHT :08-05-2019 Menarche : 12 tahun
TP :15-02-202110 Perkawinan : Pertama (6 tahun)

1. Keluhan Utama
Nyeri perut bawah
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien Ny.R 25 tahun, G4P3A0 usia kehamilan 9-10 minggu masuk ke
Rumah sakit Wirabuana datang dengan keluhan nyeri perut bawah yang
dirasakan hilang timbul sejak 2 minggu, sebelum masuk rumah sakit. Nyeri
perut dirasakan tembus sampai belakang. Keluhan nyeri ini dirasakan mulai
dari pagi, siang dan malam. Keluhan nyeri perut disertai dengan sedikit
perdarahan yang dialami sejak 5 hari yang lalu. Nyeri ulu hati (-), sakit kepala
(-), pusing(-), mual (-) dan muntah (-). Buang air besar dan buang air kecil
pasien lancar, dan tidak ada keluhan.
3. Riwayat pemeriksaan kehamilan
Pasien sudah pemrna memeriksakan kehamilanya
4. Riwayat menstruasi
Haid pertama kali pada umur 12 tahun, lama 5 hari, siklus haid 28 hari,
teratur, banyaknya 2-3 pembalut perhari, tidak pernah merasakan nyeri yang
hebat selama haid. Hari Pertama Haid Terakhir yaitu pada 08/05/2019.
5. Riwayat menikah
Pasien mengaku menikah satu kali.
6. Riwayat kehamilan dan Persalinan
Kehamilan ke empat dan persalinan ke tiga
7. Riwayat KB
Tidak menggunakan KB
8. Riwayat penyakit dahulu
Tidak ada riwayat Hipertensi, Diabetes Mellitus
9. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang memiliki riwayat yang sama, hipertensi (+)
10. Riwayat Kebiasaan
Pasien tidak merokok.Tidak minum alkohol dan penggunaan obat-obatan.

C. PEMERIKSAAN FISIK
1. PEMERIKSAAN UMUM
Keadaan Umum: Sakit sedang
Kesadaran : Composmentis
Vital sign :
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 112 kali/menit
Respirasi : 20 kali/menit
Suhu : 36,6ºC

1. Kepala – Leher :
Konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterus, edema palpebra tidak ada,
pembesaran KGB tidak ada, pembesaran kelenjar tiroid tidak ada
2. Thorax :
I : Pergerakan thoraks simetris, sikatrik (-), Simetris bilateral
P : Vokal fremitus kanan=kiri
P : Sonor pada kedua lapang paru, pekak pada area jantung, batas jantung
DBN
A : Bunyi pernapasan vesikular +/+, rhonki -/-, wheezing -/-. Bunyi jantung
I/II murni regular
3. Abdomen :
I : Tampak cembung
A : Peristaltik usus kesan normal
P : Timpani diseluruh kuadran
P : Nyeri tekantidak ada
4. Ekstremitas :
Atas : Akral hangat, tidak edema
Bawah : Akral hangat, tidak edema

2. PEMERIKSAAN OBSTETRI :
Inspekulo : Portio licin, darah (+)
VT :
 Uterus ante fleksi besar biasa
 Cavum douglas menonjol

3. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil Laboratorium:
WBC : 5,4 x 103/uL
RBC : 4.26 x 106/uL
HCT : 38.2 %
HGB : 13.3 g/dL
PLT : 254 x 103/uL
HbSAg : non reaktif
RT HIV : non reaktif
Pemeriksaan USG : -

4. RESUME
Pasien Ny.R 25 tahun, G4P3A0 usia kehamilan 9-10 minggu masuk ke
Rumah sakit Wirabuana datang dengan keluhan nyeri perut bawah yang
dirasakan hilang timbul sejak 2 minngu sebelum masuk rumah sakit. Nyeri
perut dirasakan tembus sampai belakang. Keluhan nyeri ini dirasakan mulai
dari pagi, siang dan malam. Keluhan nyeri perut disertai dengan sedikit
perdarahan yang dialami sejak 5 hari yang lalu. Buang air besar dan buang air
kecil pasien lancar.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan Keadaan Umum: Sakit sedang Kesadaran:


Komposmentis, Tekanan darah: 110/70 mmHg, Nadi: 112 kali/menit,
Respirasi: 20 kali/menit, Suhu: 36,6ºC. Pada pemeriksaan fisik Kepala, leher,
thoraks, dan abdomen tidak ditemukan kelainan, pada ekremitas tidak
ditemukan edema. Inspekulo : Portio licin, darah (+) VT : Uterus ante fleksi
besar biasa, Cavum douglas menonjol. Pada pemeriksaan lab didapatkan
WBC: 5,4 x 103/uL, RBC:4,26 x 106/uL,HCT : 13.3 %, HGB:8.2 g/dL, PLT:
254 x 103/uL, HbSAg : non reaktif, RT HIV : non reaktif
5. DIAGNOSIS
G4P3A0 + KE

6. PENATALAKSANAAN
 Bed Rest
 IVFD RL 20 TPM
 Inj. Cefotaxime 1 gr/ 12j IV
 Puasakan pasien 8 jam sebelum Operasi
 Rencana tindakan Salpingektomi dextra
Follow Up Hari 1 (19 Juli 2019)
S: Nyeri perut bagian bawah (+), Perdarahan pervaginam (-). Pusing (+), Nyeri
kepala (-), mual dan muntah (-), Bab (-), Bak lewat kateter.
O: Keadaan Umum: Sakit sedang
Kesadaran: Composmentis, GCS E4M6V5
TD: 110/70 mmHg
N: 112 x/mnt
R: 20x/mnt
S: 36,50C
A: G4P3A0
P: dilakukan tindakan Laparatomi
Follow Up Hari 2 (20 Juli 2019)
S: nyeri perut bekas OP (+), Perdarahan pervaginam (-). Nyeri kepala (-), mual
dan muntah (-). Bab (-), Flatus (-) BAK lewat kateter.
O: Keadaan Umum: Sakit sedang
Kesadaran: composmentis, GCS E4M6V5
TD: 120/80 mmHg
N: 78 x/mnt
R: 20x/mnt
S: 36,7oC
A: P3A0 Post op salfinekotomi dextra
P:
 IVFD RL 20 tpm
 Inj. Cefixime 1 gr/ 12 jam/ IV
 Inj. Ranitidin 1 amp/8 jam/ IV
 Inj. Ketorolac 1 amp/8 jam/ IV
 Inj. Kalnex 1 amp /8 jam/ IV
 Drips metronidazole 500 Mg /8 jam/ IV
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada kasus ini, didiagnosis kehamilan ektopik berdasarkan Anamnesis,


pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis didapatkan
Pasien Ny.R 25 tahun, P3A0 usia kehamilan 9-10 minggu masuk ke Rumah sakit
Wirabuana datang dengan keluhan nyeri perut bawah yang dirasakan hilang
timbul sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit. Nyeri perut dirasakan tembus
sampai belakang. Keluhan nyeri ini dirasakan mulai dari pagi, siang dan malam.
Keluhan nyeri perut disertai dengan sedikit perdarahan yang dialami sejak 5 hari
yang lalu. Buang air besar dan buang air kecil pasien lancar.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan Keadaan Umum: Sakit sedang
Kesadaran: Komposmentis, Tekanan darah: 110/70 mmHg, Nadi: 112 kali/menit,
Respirasi: 20 kali/menit, Suhu: 36,6ºC. Pada pemeriksaan fisik Kepala, leher,
thoraks, dan abdomen tidak ditemukan kelainan, pada ekremitas tidak ditemukan
edema. Inspekulo : Portio licin, darah (+) VT : Uterus ante fleksi besar biasa,
Cavum douglas menonjol
Pada pemeriksaan lab didapatkan WBC: 5.4 x 103/uL, RBC: 4.26 x 106/uL,
HCT : 38,2 %, HGB: 13.3 g/dL, PLT: 254 x 103/uL, HbSAg : non reaktif, RT HIV
: non reaktif
Hal ini sesuai teori yang dimana dinyatakan bahwa Diagnosis kehamilan
ektopik ditegakkan berdasarkan atas timbulnya gejala-gejala kehamilan muda dan
mungkin merasa nyeri sedikit di perut bagian bawah. Trias gejala dan tanda dari
kehamilan ektopik adalah riwayat keterlambatan haid atau amenorrhea yang
diikuti perdarahan abnormal (60-80%), nyeri abdominal atau pelvik (95%).
Biasanya kehamilan ektopik baru dapat ditegakkan pada usia kehamilan 6–8
minggu saat timbulnya gejala tersebut di atas. Gejala lain yang muncul biasanya
sama seperti gejala pada kehamilan muda, seperti mual, rasa penuh pada
payudara, lemah, nyeri bahu, dan dispareunia.
Pada pasien ini dianjurkan untuk istirahat baring dan diberikan terapi Ringer
Laktat 20 TPM, Inj. Cefotaxime 1 gr/ 12j IVdan dilanjutkan dengan rencana
laparotomi (salphingetomi)
Pada teori dijelaskan bahwa perawatan dan pengobatan Ibu hamil dengan
kehamilan ektopik pada umumnya adalah laparotomi. Pertama-tama pasien
dibaringkan dengan posisi supine di meja operasi dibawah pengaruh anastesi
spinal SAB. Selanjutnya desinfeksi dan draping procedure dengan kasa steril dan
betadine, pasang dook steril. Insisi abdomen dengan metode pfannensteil lapis
demi lapisan secara tajam dan tumpul. Buka peritoneum tampak darah segar dan
stolsel. Identifikasi sumber perdarahan pada tuba fallopi sinistra pars
infundibulum fimbria. Dilakukan salpingektomi sinistra, kontrol perdarahan.
Kemudian identifikasi tuba fallopi dextra tampak normal. Cuci cavum abdomen
dengan Nacl 0,5%. Jahit peritoneum dengan benang otot. Jahit fascia secara
continues, jahit kulit secara subkutikuler dengan benang kulit lalu kontrol
perdarahan. Bersihkan lapangan operasi tutup luka dengan kasa dan betadine dan
operasi selesai.
Kehamilan ektopik berperan penting dalam peningkatan mortalitas dan
morbiditas maternal pada trimester pertama.Namun pengenalan dini terhadap
faktor risiko dan diagnosis kehamilan ektopik serta tatalaksana bedah sesegera
mungkin akan membantu memperbaiki prognosis reproduksi selanjutnya.
Prognosis buruk dihubungkan dengan kurangnya keberhasilan hamil dengan baik
setelah kehamilan ektopik terjadi. 3
Kehamilan ektopik dapat mengancam nyawa oleh karena itu deteksi dini dan
pengakhiran kehamilan merupakan tatalaksana yang disarankan yaitu dengan
obat-obatan atau operasi.3

Anda mungkin juga menyukai