Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH PENDEKATAN PERSON-CENTER DAN FEMINIS RADIKAL

KONSELING DAN PSIKOTERAPI

Dosen Pengampu : Siti Fatrinisa Hasanah, M.Psi. Psikolog

Nama Kelompok

Amalia Rahman 46117210012

Besta Citra Dwi Cahya 46117210017

Dary Daffa Naufal 46117210023

Hernita Suci Pratiwi 46117210024

Mohamad Rizal 46117210015

Natasya Ara 46117210010

FAKULTAS PSIKOLOGI

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MERCU BUANA

2020
BAB I

DAFTAR DIRI PSIKOLOG

Nama : Ika Rachmawati


Usia : 28 Tahun
Tempat Kerja : PT. Wijaya Karya (Persero) Tbk
Masa Kerja : 6 Tahun
BAB II

RANGKUMAN HASIL WAWANCARA


BAB III

TEORI KONSELING DAN PSIKOTERAPI

3.1 Pendekatan Client Centered


Di dalam konseling dan psikoterapi adanya pendekatan untuk melakukan
konseling pada client, pendekatan yang dilakukan psikolog pada hasil wawancara
yaitu psikolog menggunakan pendekatan client centered. Client Centered Teraphy
dikenal juga sebagai teori nondirektif atau berpusat pada pribadi, Client Centered
sebagai model pendekatan dalam konseling yang merupakan hasil dari pemikiran
Carl Rogers. Menurut Carl R. Rogers terapi Client Centered sebagai suatu reaksi
terhadap keterbatasan yang mendasar dari psikoanalisis. pendekatan Client Centered
adalah cabang khusus dari terapi humanistik yang menekankan tindakan yang di
alami oleh klien sebagai dunia subjektif dan fenomenalnya. Konsep yang mendasari
teori Client Centered adalah hal yang menyangkut konsep-konsep mengenai diri
(self), aktualisasi diri, teori kepribadian, dan kecemasan. Menurut Rogers kontruk inti
Client Centered adalah konsep tentang diri dan konsep menjadi diri atau perwujudan
diri.
Tujuan dasar pendekatan client centered terlihat dari pendapat Rogers
(Komalasari, 2011) tentang individu yang dapat mengaktualisasikan diri, dimana
seorang individu yang dapat mengaktualisasikan diri mempunyai karakteristik
sebagai berikut :
1. Memiliki keterbukaan terhadap pengalaman (opennes to experience)

2. Kepercayaan terhadap diri sendiri (self-trust)

3. Sumber evaluasi internal (internal source of evaluation)

4. Keinginan yang berkelanjutan untuk berkembang (willingness to continue


growing)
Dapat disimpulkan bahwa tujuan konseling dengan menggunakan pendekatan
client centered untuk membantu konseli menjadi pribadi yang utuh dan memiliki
karakteristik sebagai individu yang terbuka pada pengalaman, memiliki kepercayaan
terhadap diri sendiri, memiliki sumber evaluasi internal, dan memiliki keinginan
untuk berkembang.
3.2 Teknik Client Centered
Teknik dasar pada pendektan ini yaitu mencangkup mendengar, dan menyimak
secara aktif, refleksi perasaan, klarifikasi, “being here”, client centered tidak
menggunakan tes diagnostik, interpretasi, studi kasus dan kuisioner untuk
memperoleh informasi. Rogers mengemukakan untuk terlaksananya proses konseling
yang bertujuan, maka teknik atau kondisi yang diperlukan adalah :
1. Kontak psikologis, konselor menerima dan berempati pada klien.
2. Minimum state of anxiety, klien perlu memiliki kecemasan akan dirinya
yang bermasalah pada taraf minimum, apabila klien merasa tidak enak dengan
keadaan sekarang, maka ia cenderung berkehendak untuk mengubah dirinya.
3. Counselor genuiness, konselor asli tidak dibuat-buat terlihat dari ciri-ciri
jujur, tulus dan tanpa pamrih.
4. Unconditione positive regard and respect, penghargaan konselor yang tulus
pada klien.
5. Emphatic understanding, konselor benar-benar memahami kondiri internal
klien, merasakan jika seandainya konselor sendiri yang menjadi klien.
Keenamclien perception: klien perlu merasakan bahwa kondisi-kondisi diatas
memang ada.
6. Concreatness, immediacy and confrontation, merupakan teknik-teknik
khusus dalam proses konseling.

3.3 Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan Client Centered


Pendekatan Client-Centered dengan berbagai cara memberikan sumbangan-
sumbangan kepada situasi-situasi konseling individual maupun kelompok atau
dengan kata lain memiliki beberapa kelebihan, antara lain:
a. Memberikan landasan humanistik bagi usaha memahami dunia subyektif klien, 
memberikan peluang yang jarang kepada klien untuk sungguh-sungguh
didengar dan mendengar.
b. Mereka bisa menjadi diri sendiri, sebab mereka tahu bahwa mereka tidak akan
di evaluasi dan dihakimi.
c. Mereka akan merasa bebas untuk bereksperimen dengan tingkah laku baru.
d. Mereka dapat diharapkan memikul tanggung jawab atas diri mereka sendiri,
dan merekalah yang memasang langkah dalam konseling.
e. Mereka yang menetapkan bidang-bidang apa yang mereka ingin
mengeksplorasinya di atas landasan tujuan-tujuan bagi perubahan.
f. Pendekatan Client-Centered menyajikan kepada klien umpan balik langsung
dan khas dari apa yang baru dikomunikasikannya.
g. Terapis bertindak sebagai cermin, mereflesikan perasaan-perasaan kliennya
yang lebih dalam.

Adapun kelemahan pendekatan Client-Centered, yaitu :


a. Cara sejumlah pemratek menyalahtafsirkan atau menyederhanakan sikap-sikap
sentral dari posisi Client-Centered.
b. Tidak semua konselor bisa mempraktekan terapi Client-Centered, sebab banyak
konselor yang tidak mempercayai filsafat yang melandasinya.
c. Membatasi lingkup tanggapan dan gaya konseling mereka sendiri pada refleksi-
refleksi dan mendengar secara empatik.
d. Adanya jalan yang menyebabkan sejumlah pemraktek menjadi terlalu terpusat
pada klien sehingga mereka sendiri kehilangan rasa sebagai pribadi yang unik.

3.4 Human Capital


Human Capital diartikan sebagai manusia itu sendiri yang secara personal
kepada perusahaan dengan kapabilitas individunya, komitmen, pengetahuan, dan
pengalaman pribadi. Walaupun tidak semata-mata dilihat dari individual tapi juga
sebagai tim kerja yang memiliki hubungan pribadi baik didalam maupun luar
perusahaan (Stewart, 1997). Seperti dideskripsikan oleh Scarborough & Elias (2009),
konsep human capital sebaiknya dipandang sebagai jembatan yaitu mendefinisikan
hubungan antara praktik manajemen SDM dengan kinerja bisnis. Mereka
menunjukkan bahwa human capital memiliki definisi yang dinamis, implisit, tidak
baku, dan kontekstual. Karakteristik ini membuat human capital sulit di evaluasi. Ciri
human capital yang sangat penting bagi kinerja perusahaan adalah keluwesan dan
kreativitas individu, kemampuan mereka untuk mengembangkan keterampilan
seumur hidup, dan merespons berbagai kontekssituasi. Mereka menyebutkan bahwa
acuan teori human capital adalah manusia dan keterampilan, sementara acuan teori
physical capital adalah pabrik dan peralatan.
Konsep utama dari human capital menurut (Becker, 1993) adalah bahwa manusia
bukan sekedar sumber daya namun merupakan modal (capital) yang menghasilkan
pengembalian (return) dan setiap pengeluaran yang dilakukandalam rangka
mengembangkan kualitas dan kuantitas modal tersebut merupakan kegiatan investasi.
Pada saat mengoptimalkan dan mengukur Return On Investment (ROI) pada human
capital, perlu memahami bagaimana hal tersebut berinteraksi dengan bentuk capital
lainnya, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud. HC ROI merupakan
benefit yang diperoleh organisasi atau tingkat pengembalian / profitabilitas dari
sejumlah uang yang dikeluarkan untuk membiayai tenaga kerja.

3.5 Pendekatan Feminis Radikalisasi


Feminisme radikal adalah sudut pandang feminis yang ingin melakukan
perubahan radikal dalam masyarakat dengan menghapuskan semua bentuk supremasi
laki-laki dalam konteks sosial dan ekonomi. Dalam literatur konseling dan
psikoterapi, secara umum dianggap merefleksikan ketidakmampuan seseorang untuk
memiliki kontrol yang cukup terhadap hidupnya sendiri, adanya kelompok stone
center yang meletakan teori perkembangan psikodinamik berdampingan dengan
pemahaman terhadap hubungan terapeutik person-centred, tapi melakukan
interpretasi ulang dengan perspektif feminis terhadap kedua ide tersebut yang
memandang terapi sebagai bagian dari dunia sosial yang ditandai dengan dominasi
pria. Model Stone Center juga digunakan untuk membangun analisis terhadap cara
wanita untuk mengembangkan sebuah model pada depresi wanita (Stiver & Miller,
1997). Model Stone Center bersumber dari kolaborasi beberapa kelompok konseling
dan psikoterapi, namun model tersebut merefleksikan banyak ide dan tema yang
muncul dalam tulisan berbagai terapis feminis, seperti karya Taylor (1990, 1991,
1995, 1996) dan karya Lawrence dan Maguire (1997) yang mempresentasikan
pendekatan psikodinamik Feminis. Terapi Feminis Radikal memberikan penekanan
kepada relasional, konsentrasi utama pendekatan Stone Center adalah proses
psikologis yang melingkupi hubungan dengan significant other (pribadi-pribadi
dalam lingkungan dekat yang memberikan pengaruh psikologis pada seseorang.
3.6 Prinsip-prinsip Terapi Feminis Radikalisasi
a. Masalah individu bersumber dari konteks politis :
Prinsip ini didasari oleh asumsi bahwa masalah yang dibawa oleh klien ke
dalam terapi bersumber dari konteks politik dan social, khususnya untuk
perempuan. Masalah tersebut berasal dari pandangan mengenai konteks
politik dan social terhadap kehidupan individu yang memiliki prinsip
fundamenta.
b. Komitmen pada perubahan social :
Para konselor memandang bahwa praktik terapinya tidak hanya untuk
membantu klien menyelesaikan masalahnya secara individual tetapi untuk
mewujudkan transformasi social, dengan adanya aksi nyata untuk melakukan
perubahan social merupakan tanggung jawab para konselor
c. Mengenali semua bentuk tekanan :
Konselor memahami bahwa dengan adanya social dan politik bias berdampak
negative bagi semua orang, konselor harus berusaha untuk membantu individu
membuat perubahan dalam hidupnya serta perubahan social yang akan
membebaskan masyarakat dari stereotyping.

3.7 Tujuan Feminis Radikalisasi


Tujuan utama feminis radikalisasi yaitu sebuah perubahan, baik secara
individu ataupun masyarakat secara menyeluruh. Dalam individual, terapi ini
memiliki tujuan untuk membantu seseorang baik itu pria ataupun wanita agar
mengenal diri mereka sendiri, dengan demikian klien dapat membebaskan diri
mereka dari tekanan social (gender) dan mengembangkan alternative dan pilihan
hidup.
a. Penghilang symptom (symptom removal)
Tujuan terapi tradisional yang dapat digunakan dalam terapi femis asalkan
tidak mengganggu tumbuh kembang wanita.
b. Self-esteem (harga diri)
Tidak menggantungkan diri pada sumber eksternal (apa yang dipikirkan oleh
orang lain) tetapi yang berdasar pada perasaan pribadi terhadap dirinya
sendiri.
c. Kualitas hubungan interpersonal
Kualitas hubungan interpersonal harus meningkat setelah melaksanakan
terapi, harus lebih ekspresif tetapi tidak sampai mengorbankan kebutuhan
pribadi.
BAB IV

Keterkaitan antara hasil wawancara dengan teori konseling dan psikoterapi


BAB V

LAMPIRAN HASIL WAWANCARA

4.1 Hasil Wawancara

4.1.1 Pendekatan person center


1. Bagaimana pendekatan yang ibu lakukan dalam konseling terhadap klien ?
Pendekatan yang sering dilakukan adalah pendekatan client centered,
berdiskusi dengan pihak kedua mencari tahu permasalahan yang memang
krusial dan harus mendengarkan penjelasan client terlebih dahulu, ketika sudah
mengetahui permasalahannya baru akan diskusikan lebih lanjut.
2. Menurut ibu apakah pendekatan client centered sangat efektif untuk
melakukan konseling? Kenapa seperti itu? Dan bagaimana ibu menangani
kasus dengan pendekatan client centered di dalam konseling ibu ?
Selama menggunakan pendekatan client centered cukup efektif, dengan
memanusiakan manusia yang memang dianggap sebagai subjek bukan objek.
Mencari tahu permasalahan client, disepakati dan didiskusian bersama.
Menangani kasus dengan fokus dan mendengarkan penjelasan permasalahan
client terlebih dahulu lalu menggali dan merumuskan dengan diskusi pada
client dan untuk solusi tidak hanya dari konselor namun juga dari client,
konselor hanya membantu menggali permasalahan dan memberi saran pada
client.
3. Menurut ibu sifat apa saja yang harus dimiliki konselor dalam pendekatan
client centered ini?
Menurut konselor sikap yang harus dimiliki yaitu empati, karna kita harus
memposisikan diri kita ke diri client dan harus mempunyai kontrol diri,
selajutnya harus memiliki kemampuan komunikasi yang baik agar client bisa
memiliki rasa percaya pada konselor.
4. Fokus utama dan prinsip prinsip apa saja dalam karakteristik pendekatan client
centered ya bu?
Prinsipnya sebagai konselor sebagai problem solver fokus membantu
menyelesaikan masalah, fokus pada client dan permasalahannya.
5. Kelebihan dan keterbatasan apa saja yang terjadi pada pendekatan client
centered ini?
Keterbatasannya konselor harus bisa membuat client memiliki rasa percaya
pada konselor hingga bisa menceritakan permasalahannya.
6. Bagaimana peranan seorang kenselor saat terapi pendekatan client centered
ini?
Peranan sebagai konselor bisa dengan mendengarkan dan membantu
menyelesaikan permasalahan client, menjadi penengah dan memonitor atau
memantau client memastikan kelanjutannya bagaimana apa perlu evaluasi
lebih lanjut.
7. Pertimbangan apa yang menjadi acuan diterapkannya pendekatan person
centered kepada klien?
Konselor menganggap setiap individu unik, setiap individu subjek, dan fokus
pada client
8. Person center bertujuan agar klien bisa mencapai pertumbuhan yang lebih
tinggi dari segi penyelesaian masalah nya secara mandiri, bagaimana jika ada
klien yang menolak perkembangannya dalam kemandiriannya karna
mempunyai anggapan bahwa dia datang ke psikolog adalah untuk dibantu oleh
psikolog, bukan untuk menyelesaikan masalah yang ada secara mandiri. Apa
yang harus psikolog lakukan ketika terjadi hal yang seperti ini?
Menurut konselor harus menyelesaikan masalah satu persatu tidak bisa
langsung ke intinya, dan pentingnya ada pemahaman yang sama dan disepakati
bersama dengan client, bagaimana konselor berkomunikasi dengan client yang
harus diperkatikan lagi.
9. Apakah pendekatan ini lebih memfokuskan pada apa yang terjadi pada klien di
masa lalu atau pada masa kini?
Menurut konselor pendekatan ini bisa terjadi pada client di masa lalu dan masa
kini, selama permasalahan itu masih memberi efeknya sampai sekarang pada
client. Bisa saja permasalahan itu terbentuk dari masa lalu tetapi masih
dirasakan dan mengganggu konsidi client sampai saat ini.

4.1.2 Pendekatan feminis radikalisasi


1. Apa yang ibu ketahui tentang pendekatan feminis radikalisasi?
Konselor tidak terlalu paham dan merasa tidak familiar dengan metode
pendekatan ini, dan sepemahaman konselor metode ini ada sejak dulu awal
konsep konseling itu ada, dimana secara lingkup sosial memang masih
memandang wanita itu lebih rendah dibandingkan laki laki. Ketika adanya
konseling ini bisa melihat posisi wanita apabila ada suatu permasalahan sosial
secara bebas kita akan memberikan solusi.
2. Sifat dan sikap yang bagaimana yang harus dimiliki konselor dalam
pendekatan feminis radikalisasi ?
Sikap yang harus dimiliki konselor dengan pendekatan ini yaitu konselor harus
berpikir secara terbuka tidak mengkotak kotakan gender dan paham
implementasi metode ini seperti apa agar ketika memberikan solusi bisa tepat
dengan tujuan yang akan dicapai.
DAFTAR PUSTAKA

Salam, T. M., & Aulia, V. (2018). KONSELING CLIENT CENTERED DALAM


MENINGKATKAN KONSEP DIRI SISWA. FOKUS (Kajian Bimbingan &
Konseling dalam Pendidikan), 1(5), 200-206.

Nunzairina, N. (2019). PENERAPAN TEORI CLIENT CENTERED DALAM


PELAYANAN KONSELING INDIVIDUAL DI MADRASAH TSANAWIYAH
NEGERI 1 KOTA BINJAI. IJTIMAIYAH Jurnal Ilmu Sosial dan Budaya, 3(1).

Janet Tolan & Rose Cameron. (2019). Berbagai Keterampilan dalam Konseling dan
Psikoterapi Person-Centred. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
LAMPIRAN

Rekaman wawancara

Jalan Ganceng No. 8.m4a

Anda mungkin juga menyukai