Nama Kelompok
FAKULTAS PSIKOLOGI
2020
i
DAFTAR ISI
BAB I......................................................................................................................... 1
DAFTAR DIRI PSIKOLOG.......................................................................................1
BAB II........................................................................................................................ 2
RANGKUMAN HASIL WAWANCARA.....................................................................2
2.1 Rangkuman Wawancara Client Person Centered............................................2
2.2 Rangkuman Wawancara Feminis Radikalisasi..............................................3
BAB III...................................................................................................................... 5
TEORI KONSELING DAN PSIKOTERAPI...............................................................5
3.1 Pendekatan Client Centered................................................................................5
3.2 Teknik Client Centered.......................................................................................6
3.3 Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan Client Centered.....................................6
3.4 Human Capital...................................................................................................7
3.5 Pendekatan Feminis Radikalisasi........................................................................8
3.6 Prinsip-prinsip Terapi Feminis Radikalisasi..................................................9
3.7 Tujuan Feminis Radikalisasi..............................................................................9
BAB IV..................................................................................................................... 11
KETERKAITAN ANTARA HASIL WAWANCARA DENGAN TEORI....................11
4.1 Keterkaitan teori konseling dengan Pendekatan Person Center.........................11
4.2 Keterkaitan Teori Konseling dengan Pendekatan Feminis Radikalis.................12
BAB V...................................................................................................................... 14
LAMPIRAN HASIL WAWANCARA.......................................................................14
4.1 Hasil Wawancara.......................................................................................14
4.1.1 Pendekatan person center..........................................................................14
4.1.2 Pendekatan feminis radikalisasi.................................................................16
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................17
LAMPIRAN............................................................................................................. 18
i
BAB I
1
BAB II
2
Sebagai seorang konselor yang menggunakan pendekatan Client Person
Centered berprinsip sebagai problem solver diantara kliennya, dimana konselor
harus mampu meyelesaikan permasalahan yang terjadi pada klien. Selain menjadi
problem solver, konselor juga memfokuskan dirinya terhadap klien seperti
permasalahan apa yang dialami oleh klien tersebut.
Mengingat metode pendekatan ini cukup efektif dilakukan, akan tetapi juga
terdapat keterbatasan dalam melaksanakan pendekatan ini. Keterbatasan tersebut
adalah building rapport yang sangat baik harus dapat dilakukan agar seorang klien
dapat secara terbuka menceritakan permasalahan apa yang terjadi. Karena untuk
membuat seseorang mampu menceritakan apa yang dialaminya dengan orang lain
itu tidak mudah, seseorang akan mudah bercerita ketika kita mampu mengambil
hatinya. Maksud dari mengambil hatinya disini adalah kita mampu membangun
kepercayaan diantaranya, hal tersebutlah yang seringkali menjadi tantangan
tersendiri dalam menggunakan metode ini.
Pada pendekatan ini seorang konselor berperan sebagai pendengar, namun
tidak hanya itu saja, seorang konselor juga berperan sebagai penengah yang
mampu membantu menyelesaikan permasalahan yang dialami oleh klien,
memantau bagaimana proses penyelesaian masalahnya apakah harus memerlukan
evaluasi yang lebih lanjut. Dalam menggunakan metode pendekatan ini juga
terdapat pertimbangan diterapkannya pendekatan ini, seperti kita sebagai konselor
memandang bahwa setiap individu itu unik dan bukan sebagai objek melainkan
sebagai subjek.
Satu hal penting lainnya yang harus diperhatikan dalam menggunakan
pendekatan ini adalah menciptakan pemahaman yang sama antara klien dengan
konselor sehingga tidak ada anggapan buruk dari klien kepada konselor.
Pentingnya melakukan building rapport yang baik dan juga komunkasi yang baik
akan mempermudah dalam pelaksanaan pendekatan Client Person Centered ini.
3
Pada saat wawancara, konselor tidak terlalu memahami dengan metode
pendekatan feminis radikalisasi, beliau merasa pendekatan ini tidak terlalu
familiar dengan metode ini. Namun, konselor memberikan pemahaman terkait
metode ini, menurutnya metode ini sudah ada sejak awal konsep konseling itu
ada, pandangan ini terkait dengan pandangan terhadap wanita lebih rendah
dibanding laki laki. Metode ini memiliki pandangan yang berbeda dengan kondisi
tersebut, metode konseling ini bisa melihat posisi wanita jika terdapat
permasalahan sosial secara bebas dan konselor akan memberikan solusi untuk
permasalahannya.
Pada metode ini, konselor harus memiliki pemikiran terbuka dan tidak
melakukan genderisasi serta memahami implementasi pada metode ini seperti apa
sehingga ketika konselor memberikan solusi, dapat sesuai dengan permasalahan
dan mencapai tujuan yang diinginkan.
4
BAB III
5
Dapat disimpulkan bahwa tujuan konseling dengan menggunakan pendekatan
client centered untuk membantu konseli menjadi pribadi yang utuh dan memiliki
karakteristik sebagai individu yang terbuka pada pengalaman, memiliki kepercayaan
terhadap diri sendiri, memiliki sumber evaluasi internal, dan memiliki keinginan
untuk berkembang.
3.2 Teknik Client Centered
Teknik dasar pada pendektan ini yaitu mencangkup mendengar, dan menyimak
secara aktif, refleksi perasaan, klarifikasi, “being here”, client centered tidak
menggunakan tes diagnostik, interpretasi, studi kasus dan kuisioner untuk
memperoleh informasi. Rogers mengemukakan untuk terlaksananya proses konseling
yang bertujuan, maka teknik atau kondisi yang diperlukan adalah :
1. Kontak psikologis, konselor menerima dan berempati pada klien.
2. Minimum state of anxiety, klien perlu memiliki kecemasan akan dirinya
yang bermasalah pada taraf minimum, apabila klien merasa tidak enak dengan
keadaan sekarang, maka ia cenderung berkehendak untuk mengubah dirinya.
3. Counselor genuiness, konselor asli tidak dibuat-buat terlihat dari ciri-ciri
jujur, tulus dan tanpa pamrih.
4. Unconditione positive regard and respect, penghargaan konselor yang tulus
pada klien.
5. Emphatic understanding, konselor benar-benar memahami kondiri internal
klien, merasakan jika seandainya konselor sendiri yang menjadi klien.
Keenamclien perception: klien perlu merasakan bahwa kondisi-kondisi diatas
memang ada.
6. Concreatness, immediacy and confrontation, merupakan teknik-teknik
khusus dalam proses konseling.
6
a. Memberikan landasan humanistik bagi usaha memahami dunia subyektif klien,
memberikan peluang yang jarang kepada klien untuk sungguh-sungguh
didengar dan mendengar.
b. Mereka bisa menjadi diri sendiri, sebab mereka tahu bahwa mereka tidak akan
di evaluasi dan dihakimi.
c. Mereka akan merasa bebas untuk bereksperimen dengan tingkah laku baru.
d. Mereka dapat diharapkan memikul tanggung jawab atas diri mereka sendiri,
dan merekalah yang memasang langkah dalam konseling.
e. Mereka yang menetapkan bidang-bidang apa yang mereka ingin
mengeksplorasinya di atas landasan tujuan-tujuan bagi perubahan.
f. Pendekatan Client-Centered menyajikan kepada klien umpan balik langsung
dan khas dari apa yang baru dikomunikasikannya.
g. Terapis bertindak sebagai cermin, mereflesikan perasaan-perasaan kliennya
yang lebih dalam.
7
konsep human capital sebaiknya dipandang sebagai jembatan yaitu mendefinisikan
hubungan antara praktik manajemen SDM dengan kinerja bisnis. Mereka
menunjukkan bahwa human capital memiliki definisi yang dinamis, implisit, tidak
baku, dan kontekstual. Karakteristik ini membuat human capital sulit di evaluasi. Ciri
human capital yang sangat penting bagi kinerja perusahaan adalah keluwesan dan
kreativitas individu, kemampuan mereka untuk mengembangkan keterampilan
seumur hidup, dan merespons berbagai kontekssituasi. Mereka menyebutkan bahwa
acuan teori human capital adalah manusia dan keterampilan, sementara acuan teori
physical capital adalah pabrik dan peralatan.
Konsep utama dari human capital menurut (Becker, 1993) adalah bahwa manusia
bukan sekedar sumber daya namun merupakan modal (capital) yang menghasilkan
pengembalian (return) dan setiap pengeluaran yang dilakukandalam rangka
mengembangkan kualitas dan kuantitas modal tersebut merupakan kegiatan investasi.
Pada saat mengoptimalkan dan mengukur Return On Investment (ROI) pada human
capital, perlu memahami bagaimana hal tersebut berinteraksi dengan bentuk capital
lainnya, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud. HC ROI merupakan
benefit yang diperoleh organisasi atau tingkat pengembalian / profitabilitas dari
sejumlah uang yang dikeluarkan untuk membiayai tenaga kerja.
8
wanita untuk mengembangkan sebuah model pada depresi wanita (Stiver & Miller,
1997). Model Stone Center bersumber dari kolaborasi beberapa kelompok konseling
dan psikoterapi, namun model tersebut merefleksikan banyak ide dan tema yang
muncul dalam tulisan berbagai terapis feminis, seperti karya Taylor (1990, 1991,
1995, 1996) dan karya Lawrence dan Maguire (1997) yang mempresentasikan
pendekatan psikodinamik Feminis. Terapi Feminis Radikal memberikan penekanan
kepada relasional, konsentrasi utama pendekatan Stone Center adalah proses
psikologis yang melingkupi hubungan dengan significant other (pribadi-pribadi
dalam lingkungan dekat yang memberikan pengaruh psikologis pada seseorang.
3.6 Prinsip-prinsip Terapi Feminis Radikalisasi
a. Masalah individu bersumber dari konteks politis :
Prinsip ini didasari oleh asumsi bahwa masalah yang dibawa oleh klien ke
dalam terapi bersumber dari konteks politik dan social, khususnya untuk
perempuan. Masalah tersebut berasal dari pandangan mengenai konteks
politik dan social terhadap kehidupan individu yang memiliki prinsip
fundamenta.
b. Komitmen pada perubahan social :
Para konselor memandang bahwa praktik terapinya tidak hanya untuk
membantu klien menyelesaikan masalahnya secara individual tetapi untuk
mewujudkan transformasi social, dengan adanya aksi nyata untuk melakukan
perubahan social merupakan tanggung jawab para konselor
c. Mengenali semua bentuk tekanan :
Konselor memahami bahwa dengan adanya social dan politik bias berdampak
negative bagi semua orang, konselor harus berusaha untuk membantu individu
membuat perubahan dalam hidupnya serta perubahan social yang akan
membebaskan masyarakat dari stereotyping.
9
mengenal diri mereka sendiri, dengan demikian klien dapat membebaskan diri
mereka dari tekanan social (gender) dan mengembangkan alternative dan pilihan
hidup.
a. Penghilang symptom (symptom removal)
Tujuan terapi tradisional yang dapat digunakan dalam terapi femis asalkan
tidak mengganggu tumbuh kembang wanita.
b. Self-esteem (harga diri)
Tidak menggantungkan diri pada sumber eksternal (apa yang dipikirkan oleh
orang lain) tetapi yang berdasar pada perasaan pribadi terhadap dirinya
sendiri.
c. Kualitas hubungan interpersonal
Kualitas hubungan interpersonal harus meningkat setelah melaksanakan
terapi, harus lebih ekspresif tetapi tidak sampai mengorbankan kebutuhan
pribadi.
10
BAB IV
11
4.2 Keterkaitan Teori Konseling dengan Pendekatan Feminis Radikalis
Konselor yang diwawancarai belum pernah menggunakan pendekatan feminis
radikalis dalam proses konseling nya sehingga tidak terlalu paham mengenai
pendekatan ini. Namun konselor memberikan sedikit pendapatnya terkait pendekatan
feminis radikalis. Menurutnya, pendekatan ini sudah ada sejak lama saat awal konsep
konseling ada, pada waktu dimana sisi sosial masih menganggap bahwa kaum wanita
lebih rendah dibandingkan laki-laki. Proses konseling ini dilakukan untuk melihat
posisi wanita yang setara dan mengatasi permasalahan sosial yang ada dengan
memberikan solusi untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
Konselor juga berpendapat mengenai sifat dan sikap yang harus dimiliki
seorang konselor dalam pendekatan feminis radikalis. Beliau mengatakan bahwa
seorang konselor harus mempunyai pemikiran yang terbuka secara luas dan tidak
memiliki pemikiran yang membuat gender menjadi terkotakkan, serta memahami
implementasi dari metode feminis radikalis ini seperti apa sehingga dapat
memberikan solusi dan penyelesaian masalah yang sesuai serta dapat mencapai
tujuan yang diinginkan.
Pendapat pertama dari konselor pada paragraf pertama sesuai dengan teori
yang terdapat pada literatur konseling dan psikoterapi yaitu feminis radikalis
merupakan sudut pandang feminis yang ingin merubah pandangan masyarakat
tentang gender serta ingin menghapuskan kekuasaan lelaki yang beranggapan bahwa
wanita lebih rendah dibanding laku-laki. Model stone center melakukan
pengembangan terhadap teori perkembangan psikodinamik yang secara beiringan
dengan pemahaman pada hubungan terapeutik person center, namun diinterpretasikan
ulang dengan menambahkan persepektif feminis ide tersebut yang memiliki
pandangan bahwa terapi adalah bagian dari dunia sosial yang ditandai dengan
dominasi pria.
12
Sumber dari model stone center berasal dari bercampurnya beberapa
kelompok konseling dan psikoterapi. Model model ini memperlihatkan berbagai
macam ide dan tema yang beberapa muncul dalam karya-karya dari terapis feminis
seperti Taylor dan karya Lawrence & Maguire yang dimana karya mereka
merepresentasikan pendekatan feminis psikodinamik.
Tujuan utama dari pendekatan feminis radikalis adalah sebuah perubahan.
Perubahan individu maupun masyarakat umum. Secara individu, terapi ini akan
membantu klien pria maupun wanita untuk lebih mengenal serta mengetahui diri
mereka sendiri, ketika klien bisa mengenali dirinya sendiri maka mereka bisa terlepas
dari tekanan sosial dan memiliki alternatif serta pilihan hidup yang lain. Selain itu
terapi dengan metode ini juga berguna untuk menghilangkan symptom, menaikkan
harga diri klien agar lebih memperdulikan kelebihan apa yang ada dalam dirinya
sendiri, serta meningkatkan kualitas hubungan interpersonal.
13
BAB V
14
4. Fokus utama dan prinsip prinsip apa saja dalam karakteristik pendekatan client
centered ya bu?
Prinsipnya sebagai konselor sebagai problem solver fokus membantu
menyelesaikan masalah, fokus pada client dan permasalahannya.
5. Kelebihan dan keterbatasan apa saja yang terjadi pada pendekatan client
centered ini?
Keterbatasannya konselor harus bisa membuat client memiliki rasa percaya
pada konselor hingga bisa menceritakan permasalahannya.
6. Bagaimana peranan seorang kenselor saat terapi pendekatan client centered
ini?
Peranan sebagai konselor bisa dengan mendengarkan dan membantu
menyelesaikan permasalahan client, menjadi penengah dan memonitor atau
memantau client memastikan kelanjutannya bagaimana apa perlu evaluasi
lebih lanjut.
7. Pertimbangan apa yang menjadi acuan diterapkannya pendekatan person
centered kepada klien?
Konselor menganggap setiap individu unik, setiap individu subjek, dan fokus
pada client
8. Person center bertujuan agar klien bisa mencapai pertumbuhan yang lebih
tinggi dari segi penyelesaian masalah nya secara mandiri, bagaimana jika ada
klien yang menolak perkembangannya dalam kemandiriannya karna
mempunyai anggapan bahwa dia datang ke psikolog adalah untuk dibantu oleh
psikolog, bukan untuk menyelesaikan masalah yang ada secara mandiri. Apa
yang harus psikolog lakukan ketika terjadi hal yang seperti ini?
Menurut konselor harus menyelesaikan masalah satu persatu tidak bisa
langsung ke intinya, dan pentingnya ada pemahaman yang sama dan disepakati
bersama dengan client, bagaimana konselor berkomunikasi dengan client yang
harus diperkatikan lagi.
9. Apakah pendekatan ini lebih memfokuskan pada apa yang terjadi pada klien di
masa lalu atau pada masa kini?
15
Menurut konselor pendekatan ini bisa terjadi pada client di masa lalu dan masa
kini, selama permasalahan itu masih memberi efeknya sampai sekarang pada
client. Bisa saja permasalahan itu terbentuk dari masa lalu tetapi masih
dirasakan dan mengganggu konsidi client sampai saat ini.
16
DAFTAR PUSTAKA
Janet Tolan & Rose Cameron. (2019). Berbagai Keterampilan dalam Konseling dan
Psikoterapi Person-Centred. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
17
LAMPIRAN
18