Anda di halaman 1dari 15

Bimbingan Pra Perkawinan KBI

1
Bimbingan Pra Perkawinan KBI

MEMBANGUN LANDASAN KELUARGA


SEJAHTERA DAN BAHAGIA (HITA SUKHAYA)
Oleh: U.P Wandi Guna, S.Pd.B.,M.Si.,M.Pd.B

1. PENDAHULUAN
1. 1. Latar Belakang
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, manusia adalah makhluk yang
berakal budi (mampu menguasai makhluk lain). Secara individu manusia
bisa menguasai dirinya sendiri, namun manusia juga merupakan makhluk
yang membutuhkan interaksi satu sama lainnya. Dengan kata lain, manusia
merupakan makhluk sosial yang hidup bergantung dengan yang lain.
Kehidupan manusia pada dasarnya berkelompok, hidup dengan orang tua,
hidup dengan istri atau suami, hidup dengan anak dan ini merupakan
kelompok kecil yang disebut dengan keluarga.
Setiap anggota keluarga menginginkan hidup bersama, yang harmonis
dan bahagia. Tetapi, tidak menuntut kemungkinan setiap manusia memiliki
sifat dan cara hidup yang berbeda. Cara hidup yang berbeda ini adalah
prinsip yang bawa sejak lahir, karena berbagai faktor lingkungan, sosial dan
lingkungan keluarga. Didalam keluarga tentunya harus memiliki
pemahaman yang baik dalam menjalani kehidupan sehari-hari.
Buddha mengajarkan bagaimana cara hidup yang baik dan hidup
bersama dalam keluarga. Dalam hal ini, Buddha mengajarkan kebahagiaan
yang mengarah pada surga, mengarah pada apa yang di harapkan, dan
menyenangkan, dan mengarah pada kebahagiaan dan kesejahteraan.
(A.ii.55)

1
Bimbingan Pra Perkawinan KBI

1. 2. Tujuan
2. Peserta dapat memahami konsep diri dalam persiapan berumah tangga.
3. Peserta dapat memahami konsep keluarga yang Bahagia dan sejahtera
4. Peserta dapat memahami hakikat perkawinan
5. Peserta dapat memahami makna cinta sebagai landasan perkawinan
6. Peserta dapat mempraktikan hidup sadar penuh dalam menghadirkan
keluarga Bahagia dan harmonis

2. PEMBAHASAN
2. 1. Konsep Diri
Konsep diri adalah gambaran yang unik yang dimiliki seseorang tentang
keseluruhan dirinya mencakup; karakteristik fisik, psikologis, sosial dan
emosi. Konsep diri bisa di pandang sebagai konsep diri positif dan konsep
diri yang negatif. Ini tergantung pada penerimaan diri masing-masing
individu. Yang perlu dipahami adalah bahwa konsep diri mengandung aspek
jasmani dan batin.
Dalam memahami konsep diri tidak terlepas dari konsep manusia yang
harus dipahami. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup
sendiri. Artinya manusia berinteraksi satu sama lain. Setiap individu saling
bergantungan dalam kehidupan ini. Bahkan lebih dalam lagi, bahwa diri kita
pun tidak berdiri sendiri, tidak ada inti yang kekal dan saling bergantungan.
Setiap jasmani akan berkaitan dengan batin dan setiap batin akan berkaitan
dengan jasmani. Dalam Agama Buddha ini juga disebut dengan batin dan
jasmani. Konsep diri tidak hanya dipahami hanya dari segi fisik semata,
namun batin juga dapat mempengaruhi kondisi fisik, begitu juga sebaliknya.
Gambaran lebih jelasnya sebagaimana terdapat dalam kitab Dhammapada:

“anak-anak ini, milikku, kekayaan ini milikku, demikianlah pikiran


orang bodoh. Apabila dirinya sendiri sebenarnya bukan merupakan

2
Bimbingan Pra Perkawinan KBI

miliknya, bagaimana mungkin anak dan kekayaanya itu menjadi


miliknya?” (Dh.62).

Personalitas, kesadaran diri, dan penerimaan diri perlu kita sadari


sebagai bentuk gambaran diri sendiri akan hubungan diri sendiri dengan
orang lain. Sikap dan perilaku yang kita miliki juga sebagai gambaran diri
sendiri termasuk hubungan sosial dalam lingkungan keluarga, masyarakat
dan pasangan hidup.

2. 1. 1. Macam-macam konsep diri dalam praktik spiritual


Ada tiga macam konsep diri yang harus kita pahami termasuk karakter
yang kita miliki saat ini. Sebagian dari diri kita tidak mengenal sifat dan
karakter sendiri, namun kita sangat memahami karakter orang lain. Menilai
seseorang juga termasuk kemampuan kita mengenal karakter dan sifat
seseorang.
Tiga macam karakter dalam pembahasan ini adalah; (1) kompleks
superioritas, (2) kompleks inferioritas, (3) kompleks kesetaraan.
Kompleks superioritas adalah merasa diri sendiri yang super dari pada
orang lain. Merasa diri paling benar, merasa diri paling pintar, merasa diri
paling bisa, dan sifat mementingkan sendiri juga termasuk dari kompleks
superioritas. Karakter ini membuat seseorang tidak pernah merasa nyaman
di tengah-tengah orang lain. Kompleks superior ini bisa kita lihat dalam
pasangan kita, terkadang pasangan kita merasa dirinya paling benar
sehingga tidak memiliki ruang untuk berdamai dengan dirinya termasuk
berdamai dengan orang lain. Kompleks superioritas termasuk akar dari
permasalahan dalam rumah tangga. Yang menjadi masalahnya adalah
ketika dua-duanya dari pasangan tersebut memiliki karakter seperti ini,
maka hubungan pasangan suami istri atau pasangan kekasih tidaklah lama.
Kompleks inferioritas adalah merasa diri paling rendah dan merasa
rendah diri dari orang lain. Bahasa umumnya kita sering mendengar kata

3
Bimbingan Pra Perkawinan KBI

introvert yaitu tidak memiliki rasa percaya diri di tengah orang-orang. Dalam
hubungan kekasih juga pernah kita berada dalam posisi seperti ini. Kita tidak
mau ketemu dengan pasangan kita ataupun keluarga pasangan, karena
merasa diri tidak cocok atau merasa dirinya jelek dan kurang percaya diri
terhadap keluarga pasangan.
Kesepadanan adalah tidak merasa diri paling superior atau tidak
merasa dirinya inferior. Karakter ini terkadang bisa membuat kita nyaman
dengan orang lain. Hubungan menjadi harmonis dan bisa menerima
kekurangan dan kelebihan satu sama lain. Ini yang disebut dengan
kesepadanan atau kesetaraan.

2. 2. Konsep Keluarga Bahagia


Undang-undang No.10 tahun 1992 tentang perkembangan
kependudukan dan pembangunan keluarga sejahtera menuangkan definisi
dari keluarga. Keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat yang
terdiri dari suami istri, atau suami dan istri beserta anaknya, atau ayah dan
anaknya, atau ibu dan anaknya. Keluarga sejahtera adalah keluarga yang
dibentuk berdasarkan atas perkawinan yang sah, mampu memenuhi
kehidupan spiritual dan materil yang layak, bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, memiliki hubungan yang serasi, selaras, dan seimbang antar
anggota keluarga dan antar keluarga dengan masyarakat dan lingkungan.
Istilah lain keluarga adalah seorang pria dan wanita yang terikat dalam
satu kelembagaan yang dikenal dengan perkawinan. Di saat perumah
tangga mau membangun suatu keluarga yang utuh, harmoni dan bahagia
termasuk juga yang tahan terhadap masalah-masalah, dapat diumpamakan
seperti halnya membangun suatu gedung. Gedung akan menjadi kokoh dan
tahan berbagai goncangan, tentu karena adanya pondasi yang kokoh dan
kuat terlebih dahulu. Seperti halnya pondasi yang menjadi dasar suatu
bangunan, demikianlah halnya dalam membangun bahtera keluarga.

4
Bimbingan Pra Perkawinan KBI

Pondasi yang kokoh, bukan hanya berasal dari semennya, atau hanya dari
batunya, juga bukan hanya dari pasir atau hanya dari besi saja, akan tetapi
dari kesatuan itu semua yang membuat pondasi menjadi kokoh dan kuat.
Demikian pula dalam membangun suatu keluarga yang utuh, harmoni,
dan bahagia tidak hanya bergantung dari suami atau istri tetapi dari masing-
masing anggota keluarga. Jika hanya bergantung dari suami semata atau
istri semata tentu masih kurang kokoh. Dalam hal ini adalah peran dari
suami, istri dan masing-masing anggota keluarga perlu bersatu agar
terbentuknya keluarga yang utuh, harmoni, dan bahagia.
Mengenai dua pasangan yang bahagia sebagai suami istri, Buddha
juga menjelaskan pasangan yang bahagia dalam kehidupan saat ini dan
kehidupan yang akan datang. Dalam Khotbah Bersama Dalam Hidup kepada
Nakulapita dan istrinya, Buddha memberikan nasihat kepada mereka;
Buddha mengajarkan kepada dua pasangan suami istri yaitu kepada
saudara Nakulapita dan istrinya saudari Nakulamita. Mereka menginginkan
hubungan mereka selalu ingin bersama tidak hanya dalam kehidupan ini,
bahkan mereka ingin selalu bersama dalam kehidupan yang akan datang.
Kemudian Sang Buddha menjelaskan kepada mereka tentang apa yang
harus di miliki jika mereka ingin saling bertemu dalam kehidupan sekarang
dan kehidupan akan datang. Mereka harus sama dalam hidup yaitu
memiliki; (1) keyakinan yang sama, (2) perilaku bermoral yang, (3)
kedermawanan yang sama, dan (4) kebijaksanaan yang sama.
“Baik suami dan istri memiliki keyakinan, murah hati dan terkendali
oleh diri sendiri, menjalani kehidupan mereka dengan kebaikan, saling
menyapa satu sama lain dengan kata-kata menyenangkan,”..setelah
mempraktikkan Dhamma disini, dalam perilaku bermoral dan
pelaksanaan yang sama, bergembira setelah kematian di alam dewa,
mereka bersukacita, menikmati kenikmatan-kenikmatan indria.
(A.ii.62).

Empat hal ini yang mengarah pada apa yang di harapkan, diinginkan,
dan menyenangkan, yang mengarah pada kesejahteraan dan kebahagiaan

5
Bimbingan Pra Perkawinan KBI

seseorang maupun suami istri. Disini seorang suami istri memiliki keyakinan
yang tak tergoyahkan kepada Sang Buddha, sebagai berikut: Sang Bhagava
adalah seorang Arahat, tercerahkan sempurna, sempurna dalam
pengetahuan sejati dan perilaku, sempurna menempuh sang jalan, pengenal
dunia, guru para deva dan manusia. Disini suami istri memiliki keyakinan tak
tergoyahkan kepada Dhamma, yaitu ajaran kebenaran yang dibabarkan
dengan baik oleh Sang Buddha, terlihat langsung, mengundang seseorang
untuk melihat, dapat diterapkan, untuk dialami secara pribadi oleh para
bijaksana. Disini suami istri memiliki keyakinan tak tergoyahkan kepada
Sangha yang mempraktikkan jalan yang baik, lurus dan benar, layak
menerima persembahan, layak menerima keramahan, layak menerima
penghormatan dan lahan jasa yang tiada taranya di dunia ini.
Kemudian hal yang sama dimiliki oleh suami istri adalah perilaku
bermoral yang baik. Bagaimanakah caranya suami istri memiliki perilaku
bermoral yang sama? Disini suami istri tidak memiliki moral yang cacat yaitu
suami dan istri dapat menghindari pembunuhan, ia tidak menghina dan
mencela para pertapa dan brahmana. Ketika keduanya tidak bermoral, kikir
dan kasar, suami istri hidup bersama sebagai seseorang yang malang
hidupnya.
Hal yang sama dalam hidup yang ketiga adalah kedermawanan. Suami
istri memiliki kedermawanan yaitu tidak kikir dan kasar dengan seseorang.
Mempraktikkan derma di wihara juga merupakan latihan yang
mendatangkan kebahagiaan dan kesejahteraan dalam hidup berumah
tangga.
Hal yang ke empat yang harus sama dalam hidup berumah tangga adalah
kebijaksanaan. Ketika suami istri mempraktikkan Dhamma ini, maka mereka
akan memiliki kebijaksanaan dalam hidup berumah tangga. Akan bijak dalam
menghadapi permasalahan yang muncul serta tidak diskriminasi satu sama
lain.

6
Bimbingan Pra Perkawinan KBI

2. 3. Hidup Itu Pilihan


“Memilih Jalan Hidup Berumah Tangga”
Masyarakat Buddhis terbagi menjadi dua jalan kehidupan yaitu menjadi
perumah tangga dan bukan perumah tangga. Perumah tangga yaitu
mempraktikkan ajaran Buddha dengan mengambil jalan hidup menikah dan
memiliki keluarga. Sedangkan atau kita kenal dengan Biku mengambil jalan
hidup tidak menikah dan meninggalkan kehidupan duniawi. Menjadi
perumah tangga maupun bukan perumah tangga adalah suatu pilihan hidup
berdasarkan kecocokan masing-masing. Ketika seseorang memilih untuk
menjadi perumah tangga, dan membangun bahtera rumah tangga tentu
memiliki harapan agar terbentuk suatu keluarga yang utuh, harmoni, dan
bahagia.
Perumah tangga dan para bhikkhu sama-sama melaksanakan dan
mempraktikkan Dharma yaitu ajaran Buddha. Hanya saja dalam masing-
masing jalan hidup memiliki aturan moral yang berbeda. Apakah hidup
sebagai perumah tangga tidak memiliki kesempatan untuk mempraktikkan
dharma? Tentu tidak. Perumah tangga bisa mempraktikkan meditasi untuk
mencapai pembebasan dan menghadirkan kebahagiaan setiap hari. Lima
latihan moralitas yang sering kita bacakan pada saat puja bakti merupakan
aturan moral bagi perumah tangga untuk mempraktikkan ajaran Buddha
guna mencapai kebahagiaan sejati yaitu pembebasan.
Buddha menjelaskan ada lima permusuhan menakutkan hal yang harus
disingikirkan yaitu; (1) menghindari pembunuhan, (2) tidak mengambil barang
yang tidak diberikan, (3) tidak terlibat dalam perbuatan seksual yang salah, (4)
tidak berkata-kata yang tidka benar, (5) tidak meminum anggur, alkohol,
minuman keras yang menyebabkan kelengahan. (S.ii.68-69)

7
Bimbingan Pra Perkawinan KBI

2. 4. Hakikat Perkawinan
Menurut UU no.1 thn 1974 tentang perkawinan, perkawinan adalah
Ikatan lahir dan batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan
tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang Bahagia dan kekal berdasar
ketuhan Yang maha Esa.

2. 4. 1. Pengakuan atas perkawinan


Buddha tidak menetapkan hukum mengenai perkawinan termasuk
hukum perceraian. Buddha hanya memberikan petunjuk mengenai
bagaimana menempuh kehidupan perkawinan yang bahagia dan sejahtera.
Sangat jelas dalam ajaran Buddha yang di ajarkan pertama kali kepada lima
orang murid pertamanya adalah bagaimana kita memahami penderitaan
yang muncul, akar dari penderitaan, lenyapnya penderitaan, dan Buddha
juga menjelaskan bagaimana kita dapat terbebas dari penderitaan dan
mencapai pembebasan sejati.
Mengenai sahnya suatu perkawinan dalam Agama Buddha di tentukan
oleh komitmen jangka panjang, saling pengertian dan memiliki praktik
moralitas yang baik. Kemudian Agama Buddha mengakui perkawinan dari
orang yang telah menikah secara adat atau tradisi setempat, walaupun
negara belum sah karena tidak dicatatkan secara hukum.

2. 4. 2. Tujuan perkawinan
Tentunya dalam hati dan komitmen anda sudah menyiapkan tujuan
perkawinan anda. Apa tujuan anda menikah? Saya tidak tau sepenuhnya, anda
sendiri yang akan mencapainya dengan hal-hal yang anda rencankan. Satu hal
yang pasti tujuan perkawinan kita adalah menghadirkan kebahagiaan,
kesejahteraan dan keharmonisan. Kita adalah manusia yang memiliki karakter
yang berbeda tentunya ada perbedaan-perbedaan yang akan kita temukan
dalam berumah tangga. Dan hal ini juga akan menjadi akar dari penderitaan kita.

8
Bimbingan Pra Perkawinan KBI

Untuk menghadirkan kebahagiaan dalam berumah tangga tentunya kita harus


memahami satu sama lain, mengetahui kekurangan dan kelebihan pasangan
kita. Mempraktikkan ajaran Buddha bagi perumah tangga adalah cara kita
untuk menghadrikan kebahagiaan dalam hidup sehari-hari.

2. 5. Cinta Sebagai Landasan Perkawinan


2. 5. 1. Pengertian Cinta
Dasar perkawinan adalah cinta. Cinta menjadi dasar utama dalam
berkomitmen menjalani hidup berumah tangga. Cinta adalah manifestasi dari
perasaan bahagia kepada objek, dalam hal ini adalah seseorang yang kita
cintai. Selama ini kita telah menggunakan kata “cinta” untuk mengungkapkan
perasaan kita terhadap seseorang baik secara langsung maupun tindakan yang
kita berikan. Cinta adalah sesuatu yang muncul dalam batin kemudian
berkembang menjadi perasaan menyukai. Akar dari cinta adalah pengertian.
Cinta adalah pengertian. Pengertian ini muncul bukan karena dari nafsu birahi
semata, tetapi pengertian ini berasal dari keinginan untuk memberikan
kebahagiaan dan suka cita kepada orang yang kita cintai.

2. 5. 2. Empat Elemen Cinta Sejati


a. Cinta sejati
Elemen cinta sejati yang pertama adalah Cinta sejati, yang diartikan
sebagai cinta kasih. Cinta adalah sebuah kata yang indah, kita harus
mengembalikan ke arti sebenarnya. Kata “maitri” berakar pada kata “mitra”
atau “mita” yang artinya teman. Maitri adalah keinginan dan kemampuan
untuk memberikan sukacita dan kebahagiaan. Untuk mengembangkan
kemampuan ini, Anda harus berlatih melihat dan mendengar secara
mendalam sehingga Anda tahu apa yang harus dilakukan untuk membuat
pasangan Anda bahagia. Tanpa pengertian, cinta bukanlah cinta sejati.

9
Bimbingan Pra Perkawinan KBI

Anda harus melihat secara mendalam untuk melihat dan mengerti


kebutuhan, aspirasi, dan penderitaan orang yang kita cintai. Cinta
menghadirkan sukacita dan kebahagiaan. Kita semua memiliki benih-benih
cinta dalam diri kita.

b. Welas asih
Elemen kedua dari cinta sejati adalah welas asih, yaitu niat dan
kemampuan untuk mengurangi dan mentransformasikan penderitaan dan
meringankan kesedihan. Latihannya adalah kita menyentuh dimensi
penderitaan dalam diri kita terlebih dahulu kemudian kita berlatih bagaimana
cara mentransformasikannya. Ketika kita sudah memiliki kemampuan praktik
cara seperti ini, maka tidaklah sulit kita bisa mentransformasikan penderitaan
pasangan kita. Dalam praktik Buddha, kita harus mendengarkan penderitaan
kita sendiri. Ada penderitaan di dalam diri sendiri, jika kita tidak
mendengarkan penderitaan sendiri, kita tidak akan memahaminya. Dan kita
tidak akan memiliki welas asih untuk diri sendiri dan orang lain.

c. Sukacita
Elemen ketiga dari cinta sejati adalah suka cita. Cinta sejati selalu
menghadirkan sukacita bagi kita dan pasangan kita. Jika cinta tidak
menghadirkan sukacita, itu bukan cinta sejati.

d. Tanpa diskriminasi
Elemen keempat dari cinta sejati adalah non-diskriminasi, yang
artinya tanpa diskriminasi, keseimbangan batin, tanpa kemelekatan,
pikiran seimbang. Jika dalam cinta ada kemelekatan, diskriminasi, dan
prasangka itu bukanlah cinta sejati.

10
Bimbingan Pra Perkawinan KBI

2. 5. 3. Praktik Memelihara Rasa Cinta


Jika kita mencintai seseorang, kita harus mengenali dan menyentuh
benih-benih positif yang ada dalam dirinya setiap hari, dan menahan diri
untuk tidak menyirami benih-benih kemarahan, kesedihan, kekecewaan, dan
kebencian. Latihannya adalah “semoga saya belajar melihat diri saya dengan
pengertian dan cinta. Latihan ini dimulai dari kita sendiri, untuk mengerti
sifat sejati kita. Selama kita menolak diri kita sendiri, selama kita terus
menyakiti tubuh dan pikiran kita, tidak ada gunanya bicara tentang mencinta
dan menerima orang lain. Dengan Latihan sadar penuh, kita dapat melihat
sifat-sifat baik yang ada pada pasangan kita. Ini dilakukan setiap hari dalam
menghadirkan kebahagiaan dan keharmonisan rumah tangga. Latihan kedua
adalah menahan diri untuk tidak menyirami benih-benih negatif seperti
kemarahan, kesedihan, kekecewaan, dan kebencian.
Praktik memelihara rasa cinta ini juga sudah di lakukan oleh pangeran
Sidharta dan putri Yasodhara. Di masa lampau ketika mereka terlahir sebagai
Sumedha (Megha/ Sumati/Nayatikrama) dan Sumitta (Prakriti/Susvada)
semasa Buddha Dipankara masih hidup. Ketika perempuan Sumitta bertemu
dengan petapa Sumedha, ia mengucapkan sebuah tekad: “Yang mulia
petapa, selama waktu yang akan engkau jalani dalam mencapai
Kebuddhaan;semoga aku dapat selalu menjadi pendampingmu.”
Sumedha bertemu dengan Sumitta yang ketika itu datang membawa
lima tangkai bunga teratai. Ketika pertama kali bertemu, mereka berdua
sudah jatuh cinta pada pandangan pertama. Cinta dan komitmen jangka
Panjang untuk hidup berdampingan membawa pencerahan.

2.5. 4. Antara Cinta Dan Energi Seksual


Jika hubungan seksual terjadi tanpa kasih sayang yang mendalam, tanpa
komitmen jangka Panjang, dan tanpa saling pengertian, maka hubungan
pernikahan bisa mendatangkan banyak penderitaan dan kehancuran.

11
Bimbingan Pra Perkawinan KBI

Dengan perhatian penuh kesadaran dan latihan pengertian dan welas asih,
maka kehidupan seksual akan menjadi indah dan sakral.

2.5.5. Tiga jenis hubungan dalam pasangan suami


istri
Dalam hubungan keintiman antara suami istri tidak hanya kita
membahas hanya kebutuhan fisik dan seks akan tetapi ada keintiman dari segi
emosional dan spiritual. Keintiman seksual tidak bisa dipisahkan dengan
keintiman emosional. Ketiga hal ini berjalan bersamaan, ada keintiman fisik
seksual, ada keintiman spiritual, maka akan merasakan kebahagiaan
Kesehatan dan menyembuhkan. jika ada keintiman seksual tanpa ada rasa
cinta akan melahirkan penderitaan bagi diri sendiri dan orang lain. Kita
masing-masing memiliki keintiman emosional, ingin bahagia, ingin harmonis,
saling pengertian antar pasangan.

3. KESIMPULAN
Hidup adalah pilihan. Ketika kita memilih untuk hidup berumah tangga,
maka kita harus menerima segala hal yang menjadi konsekwensi dari pilihan
hidup tersebut. Perkawinan adalah sebuah komitmen jangka panjang yang
dilakukan dengan tujuan untuk menghadirkan kesejahteraan dan
kebahagiaan bersama. Tujuan tersebut dapat tercapai apabila perkawinan
didasari oleh rasa cinta, pengertian, dan dilandasi dengan Buddha Dharma,
sehingga dapat menciptakan hubungan yang intim baik secara spiritual,
emosional dan seksual .Konsep diri yang setara, saling bekerjasama dan
bersatu, saling menyentuh benih-benih positif dan menahan untuk tidak
menyirami benih-benih negatif dalam diri masing-masing pasangan,
senantiasa menghadirkan cinta sejati, saling memberikan sukacita, welas
asih, dan bersikap tanpa diskriminasi, merupakan peraktek hidup

12
Bimbingan Pra Perkawinan KBI

berkesadaran penuh , yang akan sangat mendukung tercapainya


keharmonisan, kesejahteraan dan kebahagiaan keluarga.

DAFTAR PUSTAKA :
Boddhi, Bhikkhu. 2010. Khotba-khotbah Berkelompok Sang Buddha Buku 2
Nidanavaga (Samyuta Nikaya). Terjemahan. Jakarta: DhammaCitta Press
Boddhi, Bhikkhu. 2015. Khotba-khotbah Numerikal Sang Buddha Jilid 2 (Angutara
Nikaya).Terjemahan. Jakarta: DhammaCitta Press
Dhammananda, K.Sri. 2008. Rumah Tangga Bahagia. Yogyakarta: Vidyasena
Production
Hanh. T.N. 2012. Teaching On Love. Ajaran Tentang Cinta Sejati. Jakarta:
Yayasan karaniya
Hanh. T.N. 2011. Jawaban Dari hati. Jakarta: Yayasan karaniya
Naradha, Mahathera. 2010. Dhammapada. Jakarta: Yayasan Karaniya
Wijaya-mukti, Krishnanda. 2006. Wacana Buddha Dhamma. Jakarta: Yayasan
Dharma Pembangunan.
https://www.youtube.com/watch?v=fOI_UlAm-LU&t=762s
The Book of The Gradual Saying (Angutara Nikaya Vol. I)
Translated Davids, Rhys.1989, Oxford : The Pali Text Society

DAFTAR ISTILAH
Hitta sukhaya : harmonis, bahagia dan sejahterah.
Dh.62 : Dhammapada syair 62
A.ii.55 : Angutara Nikaya , buku 2 halaman 55
S.ii.68-69 : Samyuta Nikaya, Buku 2, halaman 68 – 69
A.ii.62 : Angutara Nikaya, Buku 2, halaman 62

13
Bimbingan Pra Perkawinan KBI

14

Anda mungkin juga menyukai