Anda di halaman 1dari 38

UNIVERSITAS INDONESIA

PROBLEM SOLVING CYCLE

Diajukan sebagai salah satu tugas mata kuliah


Perencanaan Pemantauan dan Penilaian Program Kesehatan

Adhe Fadilla 1806268843


Ghariza A. Samara 1806269096
Nadia Trisna 1806269190
Rifa Fadhilah 1806269354

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

PROGRAM STUDI SARJANA KESEHATAN MASYARAKAT

DEPOK

SEPTEMBER 2020
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI............................................................................................................................. 2
A. PENDAHULUAN ............................................................................................................. 3
B. PROBLEM SOLVING CYCLE...................................................................................... 4
a. Analisis Situasi................................................................................................................ 4
b. Identifikasi Masalah ........................................................................................................ 6
c. Prioritas Masalah ............................................................................................................ 7
d. Penetapan Tujuan ............................................................................................................. 17
e. Rencana Operasional .................................................................................................... 21
f. Penggerakkan dan pelaksanaan..................................................................................... 23
g. Pemantauan ................................................................................................................... 24
h. Pengawasan ................................................................................................................... 25
i. Evaluasi ......................................................................................................................... 27
C. CONTOH KASUS .......................................................................................................... 28
1. Analisis Situasi.............................................................................................................. 28
2. Identifikasi Masalah dan Menetapkan Prioritas Masalah ............................................. 30
4. Alternatif Pemecahan Masalah ..................................................................................... 32
5. Penggerakan dan Pelaksanaan ...................................................................................... 33
6. Pemantauan ................................................................................................................... 34
7. Pengawasan ................................................................................................................... 36
8. Evaluasi ......................................................................................................................... 36
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 37

2
A. PENDAHULUAN
Perencanaan merupakan inti kegiatan manajemen, karena semua kegiatan
manajemen diatur dan diarahkan oleh perencanaan tersebut. Dengan perencanaan
tersebut memungkinkan para pengambil keputusan atau manajer untuk menggunakan
sumber daya mereka secara berhasil guna dan berdaya guna (Notoatmodjo, 2007).
Sedangkan perencanaan kesehatan adalah sebuah proses untuk merumuskan masalah-
masalah kesehatan yang berkembang di masyarakat, menentukan kebutuhan dan
sumber daya yang tersedia, menetapkan tujuan program yang paling pokok dan
menyusun langkah-langkah praktis untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan
(Muninjaya, 2004).
Keberhasilan suatu kegiatan, seberapa besarnya, sangat tergantung pada
perencanaan yang seksama artinya merencanakan sesuatunya sebelum mulai,
memikirkan tindakan secara terus-menerus, mengubah rencana apabila perlu, dan
menilai seberapa efektif kegiatan yang dilakukan.
Professional di bidang kesehatan masyarakat harus mampu mengidentifikasi,
menyelesaikan dan mengkomunikasikan sejumlah isu atau masalah di bidang kesehatan
masyarakat. Kompetensi yang harus dikuasai oleh para calon alumni kesehatan
masyarakat antara lain melakukan penyelesaian masalah kesehatan masyarakat
(problem solving) secara terus menerus dalam sebuah siklus untuk memperbaiki
kondisi kesehatan masyarakat.
Problem Solving Cycle (PSC) atau siklus solusi masalah adalah proses mental
yang melibatkan penemuan masalah, analisis dan pemecahan masalah. Tujuan utama
dari pemecahan masalah adalah untuk mengatasi kendala dan mencari solusi yang
terbaik dalam menyelesaikan masalah (Reed, 2000).
Bentuk Problem Solving Cycle (PSC) dalam dunia kesehatan salah satunya
adalah siklus manajemen masalah kesehatan. Siklus manajemen masalah kesehatan
terdiri dari berbagai tahap siklus yang meliputi analisis situasi, identifikasi masalah dan
penyebabnya, penentuan prioritas masalah, penetapan tujuan, alternatif pemecahan
masalah dan prioritas pemecahan masalah, pembuatan rencana operasional,
penggerakan dan pelaksanaan (aktuasi), serta pemantauan, pengendalian dan penilaian
(Sulaeman, 2015).

3
B. PROBLEM SOLVING CYCLE

a. Analisis Situasi
Menurut Sudirman (2019), Analisis situasi adalah analisis untuk
mengetahui masalah kesehatan yang ada di suatu kelompok masyarakat tertentu
dan juga faktor-faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan tersebut,
keadaan upaya yang sudah dilakukan, bagaimana keadaan sumber daya yang
tersedia, apa hasil dan hambatan yang dihadapi dan hal-hal yang mendukung
upaya tersebut. Kemudian untuk tujuan dari analisis situasi ini sendiri adalah:
● Memahami masalah kesehatan secara jelas dan spesifik
● Mempermudah penentuan prioritas
● Mempermudah penentuan alternatif pemecahan masalah
Jenis data yang harus dikumpulkan dalam analisis situasi menurut
Herijulianti dkk (2002) perlu memperhatikan waktu, tenaga, sarana, dan dana
yang tersedia. Apabila sumber daya di atas mencukupi data dapat diambil sesuai
kebutuhan. Jenis data yang dikumpulkan dapat dibagi menjadi:
● Data umum: wilayah, demografi, sosial budaya, sosial ekonomi,
transportasi dan komunikasi
● Data khusus: fasilitas kesehatan, keadaan sakit/penyakit, institusi
pendidikan kesehatan, anggaran yang tersedia untuk kesehatan, tenaga
kesehatan
● Data tentang perilaku: melihat perilaku masyarakat yang menjadi faktor
dalam timbulnya masalah kesehatan.
Berdasarkan cara mendapatkan data, maka dibedakan atas 2 yaitu data
primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diambil atau diperoleh
secara langsung oleh pengambil data, sedangkan data sekunder adalah data yang
diperoleh dari pihak lain yang telah memiliki data tersebut. Untuk mendapatkan
data primer dapat dilakukan dengan berbagai cara, contohnya adalah survei
cepat (rapid survey) dan penilaian kebutuhan (need assesment). Sedangkan
untuk data sekunder, dapat diperoleh pada sarana kesehatan atau instansi yang
telah melakukan pengumpulan data secara rutin di unit 5 kerjanya seperti data
Susenas, Laporan kegiatan, profil kesehatan Dinkes dan Puskesmas (Sudirman,
2019).

4
Need Assessment (penilaian kebutuhan) berasal dari kata need dan
assessment. Need adalah kebutuhan, sedangkan assessment adalah kemampuan
mengukur. Jadi need assessment adalah kemampuan mengukur kebutuhan
masyarakat. Dalam bidang kesehatan need assessment adalah kemampuan
mengukur pelayanan dan program kesehatan yang dibutuhkan oleh masyarakat.
Need assessment adalah pengukuran kebutuhan masyarakat, yang digambarkan
dengan harapan dan keadaan masyarakat yang dikumpulkan melalui wawancara
atau survei. Selain itu juga menurut Sudirman (2019), Langkah-langkah
pengukuran kebutuhan (Need Assessment) meliputi:
1. Tahap Persiapan
a. Bentuklah tim 5 atau 6 orang
b. Tentukan tujuan pengukuran
■ Masalah yang akan diukur
■ Kebutuhan yang akan diukur
■ Harapan yang akan diukur
c. Tentukan sasaran (sampel dan daerah pengukuran)
d. Buatlah kuesioner sesuai tujuan, dengan memperhatikan
■ Tujuan pengukuran
■ Sasaran pengukuran
■ Persyaratan kuesioner yang baik
2. Tahap Pelaksanaan
a. Pilih sampel (responden) yang menjadi sumber informasi secara
acak sederhana pada daerah sasaran
b. Lakukan wawancara dengan memberikan penjelasan yang
lengkap dan mudah dipahami oleh responden
3. Tahap Analisis Data
a. Data yang diperoleh dari kuesioner dikelompokkan sesuai
jenisnya
b. Lakukan tabulasi
c. Lengkapilah data kebutuhan dengan data sekunder
Pengolahan dan penyajian data
1. Pengolahan: secara manual, elektrikal.
2. Penyajian data:
a. Deskriptif: narasi dengan kalimat yang tepat dan mencukupi

5
b. Alat bantu: table, diagram, gambar, model, dan ilustrasi.

Sistematika laporan hasil analisis situasi:


1. Gambaran umum wilayah: administrasi, batas wilayah, kondisi geografi,
tata guna lahan, dll.
2. Analisis derajat/masalah kesehatan: morbiditas dan mortalitas
3. Analisis lingkungan kesehatan: fisik, sosial, kimia, air bersih, sampah,
dll
4. Analisis perilaku kesehatan: kepercayaan, perilaku, kebiasaan, dll
5. Analisis faktor keturunan: analisis kependudukan seperti: jumlah,
kepadatan, pertumbuhan, proporsi muda/tua,dll
6. Analisis program dan pelayanan kesehatan: sarana layanan kesehatan,
cakupan program, dll
7. Daftar masalah.

b. Identifikasi Masalah
Definisi masalah yang baik sangat penting untuk menemukan penyebab
yang tepat, sehingga mendapatkan sebuah solusi yang efektif. Untuk
penggambaran masalah yang jelas, tim perlu mengetahui masalah mana yang
harus diselesaikan, dimana masalah itu terjadi, dan aspek apa saja yang berperan
dalam masalah tersebut. Kumpulkan semua informasi, analisis, dan tentukan
gambaran area masalah, tentukan masalah sekonkret mungkin. Dapat
menggunakan 5W dan 1H (What, When, Where, Who, Why, How). Apa
masalahnya? Kapan masalah tersebut terjadi? apa penyebabnya? Siapa yang
terkena masalah tersebut? Siapa yang harus bertanggung jawab mencari jalan
keluar? Mengapa hal itu terjadi? Mengapa harus diselesaikan? Bagaimana cara
menyelesaikannya? (Rumpersad, 2003).
Identifikasi masalah dapat dilakukan dengan menggabungkan hasil data
primer dan sekunder, kemudian dilakukan suatu analisis perbandingan dan
analisis trend masalah kesehatan. Lalu setelah itu, dapat dibuat list/daftar
masalah apa saja yang terjadi di masyarakat terutama yang sedang berlangsung
(yang sedang hangat di masyarakat).
Tujuan dilakukannya identifikasi masalah adalah untuk memperoleh
informasi tentang faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kejadian suatu

6
masalah dari berbagai aspek yaitu lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan
dan herediter (kependudukan).
Dalam identifikasi masalah, di dalamnya juga terdapat gap analysis. Gap
analysis/analisis kesenjangan adalah suatu alat analisis internal yang dapat
memberikan kerangka kerja untuk kita, guna membantu kita menentukan
dimana kita ingin berada nantinya (sesuai visi) dan bagaimana cara
mencapainya. Gap analysis juga termasuk sebagai proses membandingkan
keadaan kita saat ini dengan keadaan yang kita inginkan di masa depan,
kemudian menciptakan serangkaian tindakan yang akan menjembatani
gap/kesenjangan yang diidentifikasi. Manfaat utama dari gap analysis adalah
memaksa kita untuk berpikir tentang keadaan kita saat ini , keadaan di masa
depan yang kita harapkan, menilai kesenjangan dan kemudian dapat
menentukan rencana tindakan kita dalam bentuk yang sangat jelas dan
terstruktur.

c. Prioritas Masalah
Penentuan prioritas masalah kesehatan adalah prioritas suatu proses
yang dilakukan oleh sekelompok orang dengan menggunakan metode tertentu.
Penetapan prioritas memerlukan perumusan masalah yang baik yakni spesifik,
jelas ada kesenjangan yang dinyatakan secara kualitatif dan kuantitatif serta
dirumuskan secara sistematis. Tujuan penetapan prioritas sendiri adalah untuk
menentukan urutan masalah dari yang paling penting sampai dengan yang
kurang penting.
Pemilihan prioritas masalah dapat dilakukan dengan dua cara yaitu
teknik skoring/kuantitatif dan non skoring kualitatif. Teknik skoring yakni
memberikan nilai (skor) terhadap masalah tersebut dengan menggunakan
ukuran (parameter), parameter yang dimaksud adalah prevalensi penyakit
(prevalence) atau besarnya masalah, kenaikan atau meningkatnya prevalensi
(rate of increase), keinginan masyarakat untuk menyelesaikan masalah tersebut
(degree of unmeet need), keuntungan sosial yang diperoleh bila masalah
tersebut diatasi (social benefit), teknologi yang tersedia dalam mengatasi
masalah (technical feasibility), sumber daya yang tersedia yang dapat
dipergunakan untuk mengatasi masalah (resources availability). . Menentukan

7
prioritas masalah dengan teknik skoring/kuantitatif terdiri dari berbagai macam
cara misalnya PAHO, CARL, USG dan lain sebagainya.
a. Metode PAHO
yaitu singkatan dari Pan American Health Organization, karena
digunakan dan dikembangkan di wilayah Amerika Latin. Dalam
metoda ini dipergunakan beberapa kriteria untuk menentukan
prioritas masalah kesehatan di suatu wilayah berdasarkan:
1) Luasnya masalah (Magnitude)
Menunjukkan berapa banyak penduduk yang terkena masalah
atau penyakit tersebut. Ini ditunjukan oleh angka prevalensi atau
insiden penyakit. Makin luas atau banyak penduduk terkena atau
semakin tinggi prevalensi, maka semakin tinggi prioritas yang
diberikan pada penyakit tersebut.
2) Beratnya kerugian yang timbul (Severity)
Seberapa besar kerugian yang ditimbulkan. Pada masa lalu yang
dipakai sebagai ukuran severity adalah Case Fatality Rate (CFR)
masing-masing penyakit. Sekarang Severity tersebut bisa juga
dilihat dari jumlah disability days atau disability years atau
disease burden yang ditimbulkan oleh penyakit bersangkutan.
HIV/AIDS misalnya akan mendapat nilai skor tinggi dalam skala
prioritas yaitu dari sudut pandang severity ini.
3) Tersedianya sumberdaya untuk mengatasi masalah kesehatan
tersebut (Vulnerability)
Menunjukan sejauh mana tersedia teknologi atau obat yang
efektif untuk mengatasi masalah tersebut. Tersedianya vaksin
cacar yang sangat efektif misalnya, merupakan alasan kuat
kenapa penyakit cacar mendapat prioritas tinggi pada masa lalu.
Sebaliknya Dari segi vulnerability penyakit HIV/AIDS
mempunyai nilai prioritas rendah karena sampai sekarang belum
ditemukan teknologi pencegahan maupun pengobatannya.
Vulnerability juga bisa dinilai dari tersedianya infrastruktur
untuk melaksanakan program seperti misalnya ketersediaan
tenaga dan peralatan.

8
4) Ketersediaan Data (Affordability).
Menunjukkan ada tidaknya dana yang tersedia. Bagi negara
maju masalah dana tidak merupakan masalah akan tetapi di
negara berkembang seringkali pembiayaan program kesehatan
tergantung pada bantuan luar negeri. Kadang kala ada donor
yang mengkhususkan diri untuk menunjang program kesehatan
atau penyakit tertentu katakanlah program gizi, HIV/AIDS dan
lainnya.
Dalam Penerapan Metode Ini Untuk Prioritas masalah kesehatan,
maka masing-masing kriteria tersebut diberi skor dengan nilai
ordinal, misalnya antara angka 1 menyatakan terendah sampai angka
5 menyatakan tertinggi, Pemerian Skor ini dilakukan oleh panel
expert yang memahami masalah kesehatan dalam forum curah
pendapat (brainstorming). Setelah diberi skor, masing-masing
penyakit dihitung nilai skor akhirnya yaitu perkalian antara nilai skor
masing-masing kriteria untuk penyakit tersebut. Perkalian ini
dilakukan agar perbedaan nilai skor akhir antara masalah menjadi
sangat kontras, sehingga terhindar keraguan manakala perbedaan skor
tersebut terlalu tipis. Contoh simulasi untuk perhitungan
menggunakan metode ini dijelaskan sebagai berikut:

.
Sumber: Penentuan Prioritas Masalah Kesehatan dan
Prioritas Jenis Intervensi Kegiatan Dalam Pelayanan Kesehatan di
Suatu Wilayah (jurnal).

9
Dari angka tabel diatas didapatkan angka skor tertinggi adalah
216 maka penyakit TB Paru menjadi prioritas 1 dan angka 144
penyakit malaria mendapatkan prioritas masalah kesehatan nomor 2
dan begitu seterusnya.
Ada beberapa kelemahan dan kritikan terhadap metode
tersebut. Pertama penentuan nilai skor sebetulnya didasarkan pada
penilaian kualitatif atau keilmuan oleh para pakar yang bisa saja tidak
objektif, kedua masih kurang spesifikasinya kriteria penentuan pakar
tersebut. Kelebihan cara ini adalah mudah dilakukan dan bisa
dilakukan dalam tempo relatife cepat. Disamping itu dengan metoda
ini beberapa kriteria penting sekaligus bisa dimasukkan dalam
pertimbangan penentuan prioritas.
b. Metode CARL
Menurut Jamil (2007), CARL merupakan singkatan dari
Capability, Accessibility, Readiness, dan Leverage. Capability
merupakan ketersediaan sumber daya (dana, sarana, peralatan
dan sebagainya). Accessibility adalah kemudahan masalah yang
ada untuk diatasi, kemudahan dapat didasarkan pada ketersediaan
metode/ cara/ teknologi serta penunjang pelaksana seperti peraturan.
Readiness merupakan kesiapan dari sumber daya manusia, motivasi,
kompetensi, kesiapan sasaran/masyarakat. Leverage merupakan
pengaruh masalah yang satu terhadap yang lain. Metode ini
digunakan untuk menentukan prioritas masalah jika data yang
tersedia adalah data kualitatif dengan menentukan skor atas
kriteria tertentu. Semakin besar skor semakin besar masalahnya,
sehingga semakin tinggi letaknya pada urutan prioritas.
Penggunaan metode CARL untuk menetapkan prioritas masalah
dilakukan apabila pengelola program menghadapi hambatan
keterbatasan dalam menyelesaikan masalah. Penggunaan metode
ini menekankan pada kemampuan pengelola program. Tidak
semua masalah kesehatan akan mampu diatasi oleh Puskesmas
maupun Dinas Kesehatan Kabupaten. Untuk itu perlu dilakukan
penentuan prioritas masalah dengan menggunakan salah satu

10
dari berbagai cara yang biasanya digunakan. Metode CARL
didasarkan pada serangkaian kriteria yang harus diberi skor 0 – 10.
Setelah masalah atau alternatif pemecahan masalah
diidentifikasi, kemudian dibuat tabel kriteria CARL dan diisi
skornya. Bila ada beberapa pendapat tentang nilai skor yang
diambil adalah rerata. Nilai total merupakan hasil perkalian: C x A x
R x L, urutan ranking atau prioritas adalah nilai tertinggi sampai nilai
terendah. Contoh simulasi untuk perhitungan menggunakan metode
ini dijelaskan sebagai berikut:

Sumber : Penentuan Prioritas Masalah Kesehatan dan Jenis Intervensi di RW 13 dan


RW 14 Kelurahan ampel Kecamatan Semampir Surabaya Tahun 2018 (jurnal).
Berdasarkan penentuan prioritas masalah dengan metode CARL,
didapat hasil urutan prioritas masalah adalah sebagai berikut :

Sumber : Buku Ajar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Bandung: Pusat


Penerbitan Universitas Unisba

11
Dari urutan prioritas masalah kesehatan di atas, diambil 2
permasalahan teratas yaitu penyakit diare dan ISPA.
Kelebihan metode CARL adalah solusi yang relatif banyak,
bisa ditentukan peringkat atas masing - masing masalah sehingga
dapat diperoleh prioritas solusi yang akan dilakukan. Kekurangan
metode CARL meliputi: penentuan skor sangat subyektif sehingga
sulit distandarisasikan, penilaian atas masing - masing kriteria yang
diskor perlu kesepakatan agar diperoleh hasil maksimal dalam
penentuan peringkat (Azhari AD,2015).

c. Metode USG
Metode Urgency, Seriousness, Growth (USG) caranya dengan
menilai 1 – 5 atau 1 – 10. Isu yang memiliki total skor tertinggi
merupakan isu prioritas. Untuk lebih jelasnya, dapat diuraikan
sebagai berikut:
1) Urgency
Seberapa mendesak isu tersebut harus dibahas dikaitkan dengan
waktu yang tersedia dan seberapa keras tekanan waktu tersebut
untuk memecahkan masalah yang menyebabkan isu tadi.
Urgency dilihat dari tersedianya waktu, mendesak atau tidak
masalah tersebut diselesaikan.
2) Seriousness
Seberapa serius isu tersebut perlu dibahas dikaitkan dengan
akibat yang timbul dengan penundaan pemecahan masalah yang
menimbulkan isu tersebut atau akibat yang menimbulkan
masalah-masalah lain kalau masalah penyebab isu tidak
dipecahkan. Perlu dimengerti bahwa dalam keadaan yang sama,
suatu masalah yang dapat menimbulkan masalah lain adalah
lebih serius bila dibandingkan dengan suatu masalah lain yang
berdiri sendiri. Seriousness dilihat dari dampak masalah tersebut
terhadap produktivitas kerja, pengaruh terhadap keberhasilan,
dan membahayakan sistem atau tidak.

12
3) Growth
Seberapa kemungkinannya isu tersebut menjadi berkembang
dikaitkan kemungkinan masalah penyebab isu akan makin
memburuk kalau dibiarkan. Data atau informasi yang
dibutuhkan dalam pelaksanaan metode USG, yakni sebagai
berikut:
● Hasil analisa situasi
● Informasi tentang sumber daya yang dimiliki
● Dokumen tentang perundang-undangan, peraturan, serta
kebijakan pemerintah yang berlaku. (Permenkes RI No
44 Tahun 2016 Tentang Pedoman Manajemen
Puskesmas)

Sumber : Rencana Usulan Kegiatan (RUK) Puskesmas Tembalang

Menurut Kemenkes RI (2014), menentukan prioritas masalah juga dapat


dilakukan dengan teknik non skoring atau kualitatif, yaitu :
a. Metode Delphi
Masalah-masalah didiskusikan oleh sekelompok orang yang
mempunyai keahlian yang sama. Melalui diskusi tersebut akan
menghasilkan prioritas masalah yang disepakati bersama. Pemilihan
prioritas dilakukan melalui pertemuan khusus. Setiap peserta yang
sama keahliannya diminta untuk mengemukakan beberapa masalah

13
pokok, masalah yang paling banyak dikemukakan adalah prioritas
masalah yang dicari. Dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1) Identifikasi masalah yang hendak/ perlu diselesaikan
2) Membuat kuesioner dan menetapkan peserta/ para ahli yang
dianggap mengetahui dan menguasai permasalahan
3) Kuesioner dikirim kepada para ahli, kemudian menerima
kembali jawaban kuesioner yang berisikan ide dan alternatif
solusi pemecahan masalah.
4) Pembentukan tim khusus untuk merangkum seluruh respon yang
muncul dan mengirim kembali hasil rangkuman kepada
partisipan
5) Partisipan menelaah ulang hasil rangkuman, menetapkan skala
prioritas/ memeringkat alternatif solusi yang dianggap terbaik
dan mengembalikan kepada pemimpin kelompok/ pembuat
keputusan.
Kelemahan cara ini adalah waktunya yang relatif lebih lama
dibandingkan dengan metode Delbeque serta kemungkinan
pakar yang dominan mempengaruhi pakar yang tidak dominan.
Kelebihannya metode ini memungkinkan telaahan yang
mendalam oleh masing-masing pakar yang terlibat.
b. Metode Delbeq
Metode kualitatif dimana prioritas masalah penyakit ditentukan
secara kualitatif oleh panel expert. Caranya sekelompok pakar diberi
informasi tentang masalah penyakit yang perlu ditetapkan
prioritasnya termasuk data kuantitatif yang ada untuk masing-masing
penyakit tersebut. Dalam penentuan prioritas masalah kesehatan di
suatu wilayah pada dasarnya kelompok pakar melalui langka-langkah
sebagai berikut:
1) Penetapan Kriteria yang disepakati bersama oleh para pakar
2) Memberikan bobot masalah
3) Menentukan skoring setiap masalah. Dengan demikian dapat
ditentukan masalah mana yang menduduki peringkat prioritas
tertinggi.

14
Penetapan kriteria berdasarkan seriusnya permasalahan menurut
pendapat para pakar dengan contoh kriteria persoalan masalah
kesehatan berupa (1) Kemampuan menyebar/menular yang
tinggi (2) mengenai daerah yang luas (3) mengakibatkan
penderitaan yang lama (4) mengurangi penghasilan penduduk
(5) mempunyai kecenderungan menyebar meningkat dan lain
sebagainya sesuai kesepakatan para pakar.
Para expert kemudian menuliskan urutan prioritas masalah
dalam kertas tertutup. Kemudian dilakukan semacam
perhitungan suara. Hasil perhitungan ini disampaikan kembali
kepada para expert dan setelah itu dilakukan penilaian ulang oleh
para expert dengan cara yang sama. Diharapkan dalam penilaian
ulang ini akan terjadi kesamaan/konvergensi pendapat, sehingga
akhirnya diperoleh suatu konsensus tentang penyakit atau
masalah mana yang perlu diprioritaskan. Jadi metoda ini
sebetulnya adalah suatu mekanisme untuk mencapai suatu
konsensus.
Kelemahan cara ini adalah sifatnya yang lebih kualitatif
dibandingkan dengan metode matematik yang disampaikan
sebelumnya. Juga dipertanyakan kriteria penentuan pakar untuk
terlibat dalam penilaian tertutup tersebut. Kelebihannya adalah
mudah dan dapat dilakukan dengan cepat. Penilaian prioritas
secara tertutup dilakukan untuk memberi kebebasan kepada
masing-masing pakar untuk member nilai, tanpa terpengaruh
oleh hirarki hubungan yang mungkin ada antara para pakar
tersebut.
Sebelum menentukan alternatif solusi maka dilakukan identifikasi akar
masalah agar masalah diselesaikan berdasarkan penyebab dasarnya, dan bukan
hanya menyelesaikan masalah yang timbul di permukaan. Terdapat beberapa
cara yang dapat untuk mengidentifikasi akar masalah, diantaranya adalah pohon
masalah, 5 whys analysis system atau fishbone analysis.
a. Pohon Masalah
Pohon masalah merupakan gambar yang menggambarkan masalah,
sebab, dan akibat. Ini dilakukan setelah masyarakat menyusun prioritas

15
masalah. Pohon masalah adalah teknik yang digunakan untuk
memecahkan konsep apa saja, seperti kebijakan, target, tujuan, sasaran,
gagasan, persoalan, atau aktivitas secara lebih rinci ke dalam sub-sub
komponen atau tingkat yang lebih rendah dan rinci. Dimulai dengan satu
item yang bercabang menjadi dua atau lebih, masing-masing cabang
kemudian bercabang lagi menjadi dua atau lebih dan seterusnya
sehingga nampak seperti pohon dengan banyak batang dan cabang.

Gambar Ilustrasi Pohon Masalah


Sumber : Buku Ajar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Bandung: Pusat
Penerbitan Universitas Unisba
b. Fishbone analysis
Fishbone diagram atau diagram tulang ikan, merupakan suatu alat untuk
mengidentifikasi, mengeksplorasi, dan secara grafik menggambarkan
secara detail semua penyebab yang berhubungan dengan suatu
permasalahan. Menurut Scarvada (2004), kategori penyebab
permasalahan yang sering digunakan sebagai start awal meliputi
materials (bahan baku), machines and equipment (mesin dan peralatan),
man (sumber daya manusia), methods (metode), Mother
Nature/environment (lingkungan).

16
Sumber : Keterlambatan Pengumpulan Berkas Verifikasi Klaim BPJS di RS X: Apa
Akar Masalah dan Solusinya (jurnal)

d. Penetapan Tujuan
Menurut Kemenkes RI (2014), pada umumnya dibagi dalam tujuan umum dan
tujuan khusus. Tujuan Umum adalah suatu tujuan masih bersifat umum dan masih dapat
dijabarkan ke dalam tujuan-tujuan khusus dan pada umumnya masih abstrak.
Contoh : Menurunkan angka kesakitan dan kematian malaria di Provinsi x.
Tujuan Khusus adalah tujuan-tujuan yang dijabarkan dari tujuan umum. Tujuan
khusus merupakan jembatan untuk tujuan umum, artinya tujuan umum yang ditetapkan
akan tercapai apabila tujuan-tujuan khususnya tercapai. Contoh : Apabila tujuan umum
seperti contoh tersebut di atas dijabarkan ke dalam tujuan khusus menjadi sebagai
berikut :
- Meningkatkan persentase pengobatan malaria sesuai standar sebesar 90% pada
tahun 2014.
- Meningkatkan cakupan pemeriksaan sediaan darah malaria sebesar 100% pada
tahun 2014
Salah satu konsep yang terkenal untuk merumuskan tujuan secara efektif adalah konsep
S.M.A.R.T (Specific, Measurable, Attainable, Relevant and Timely). Konsep ini
pertama kali digunakan oleh George T. Doran pada tahun 1981.
Paul J. Meyer mendeskripsikan karakteristik pengukuran SMART sebagai berikut :
1) Specific

17
Poin pertama adalah menekankan pentingnya menetapkan target yang spesifik;
benar-benar spesifik. Hindari target yang terlalu umum atau kurang mendetail.
Target tidak boleh ambigu, harus jelas, dan dipaparkan dengan bahasa yang
lugas. Kriteria tujuan (target) yang spesifik, yaitu: Buat tujuan terfokus dan
definisikan tujuan tersebut dengan baik – tujuan yang lebih spesifik memiliki
kesempatan lebih besar untuk dicapai dibandingkan tujuan yang masih bersifat
umum. Saat menetapkan tujuan, pastikan bisa menjawab pertanyaan 6W ini:
a. Who (Siapa yang terlibat?)
b. What (Target apa yang ingin dicapai?)
c. Where (Dimana target akan dicapai?)
d. When (kapan target ini akan dicapai?)
e. Which (Persyaratan dan hambatan yang akan anda temui dalam proses?
Identifikasi hal tersebut.)
f. Why (mengapa anda menetapkan tujuan ini? Tuliskan alasan dan
manfaat jika anda berhasil mencapai target anda)
2) Measurable
Yaitu pengukuran yang konkrit seperti berapa banyak atau kapan sebuah
sasaran bisa diketahui telah dicapai. Hal ini mesti dapat diperhitungkan dari
awal penetapan targetnya. Untuk itu, ukurlah progress dengan:
● Menanyakan pertanyaan How – Berapa banyak dan bagaimana anda
mengetahui bahwa target tersebut telah tercapai.
● Membuat daily reminder untuk menilai dan memastikan progress anda
– buatlah jurnal harian untuk menuliskan hal-hal penting yang terjadi
dalam proses anda mencapai target. Sehingga, anda dapat mengetahui
sudah seberapa dekat anda kepada target anda.
3) Attainable
Yaitu menekankan pada pentingnya seberapa realistis sebuah target itu. Jika
sasarannya terlalu jauh diluar standar, bisa menjadi demotivator karena tidak
sesuai dengan keahlian, kapasitas, kemampuan, serta perilaku yang dimiliki
untuk meraih sasaran tersebut. Sehingga kemungkinan bagaimana sebuah
tujuan dapat diraih bisa terjawab ketika mulai menilai sebuah kelayakan target.
Untuk membuat target anda tercapai anda perlu:
● Menilai apakah tujuan yang sudah anda tetapkan dapat dicapai atau
tidak, dengan mengukurnya dari beban kerja tim, pengetahuan dan

18
kemampuan tim atau dari sumber daya lain yang mendukung . Jika tidak,
maka anda bisa menetapkan tujuan lain yang bisa anda capai di masa
sekarang.
● Target yang attainable juga akan menjawab pertanyaan, seperti: Apakah
anda sudah memiliki komitmen kuat untuk mencapai tujuan anda?
Apakah ada target lain yang lebih besar yang ingin anda capai?
4) Relevant
Sebuah tujuan bisa saja spesifik, terukur, realistis, dan ada batas waktu, namun
jika tidak relevan terhadap atasan, manajemen dan perusahaan secara
keseluruhan maka tidak akan didukung penuh oleh tim kerja atau rekan/mitra
kerja yang lain. Sebuah target yang relevan akan memberikan jawaban ‘ya’
untuk semua pertanyaan ini:
● Apakah target ini layak diperjuangkan?
● Apakah target ini ada di waktu yang tepat?
● Apakah target ini sesuai dengan kebutuhan dan target anda yang lain?
● Apakah anda orang yang tepat untuk mengejar target ini?
5) Time Bound
Ukuran waktu dengan kerangka waktu dalam memulai serta tenggat waktu yang
diharapkan untuk bisa menyelesaikan sasaran yang telah ditetapkan.
Perhitungan ini bisa diuraikan dengan memilah strategi menjadi taktik jangka
pendek atau aktivitas harian, lalu taktik jangka menengah, dan jangka panjang
atau tahunan serta lima tahunan supaya indikator-indikator yang menunjukkan
kemajuan menuju pencapaian dapat dievaluasi dan dire-evaluasi.

d. Alternatif Pemecahan Masalah


Menurut Evans (1991) dalam Suharnan (2005) pemecahan masalah
adalah sebuah kegiatan yang mengharuskan seseorang untuk memilih jalan
keluar yang bisa dilakukan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki oleh
seseorang itu sendiri. Salah satu bagian dari proses pemecahan masalah adalah
pengambilan keputusan (decision making), yang didefinisikan sebagai memilih
solusi terbaik dari sejumlah alternatif yang tersedia (Hunsaker, 2005).
Keputusan yang efektif akan dihasilkan apabila kita sepenuhnya mengetahui,
dan telah mempertimbangkan risiko-risiko yang meliputi keputusan itu.

19
Seseorang yang berhasil guna dalam menentukan keputusan memiliki
kemampuan sebagai berikut (Gomulya, 2012):
1. Menyadari sepenuhnya bahwa sebuah keputusan harus diambil
2. Mempelajari dengan cermat tujuan, sasaran, dan kriteria yang akan
menjadi tolak ukur keberhasilan keputusannya
3. Mengidentifikasi semua pilihan atau alternatif yang ada
4. Membandingkan pilihan terhadap sasaran
5. Mempelajari risiko yang terkandung pada setiap pilihan
6. Mengidentifikasikan dengan jelas pilihan yang diambil
7. Melibatkan pihak lain dalam proses penentuan keputusan, saat
diperlukan
Pengambilan keputusan hendaknya dapat menganalisis sebuah
keputusan sebagai suatu pilihan terbaik dari alternatif yang ada pada saat itu.
Analisis keputusan adalah proses yang melibatkan sejumlah pertanyaan, dengan
tujuan menghindari kesalahan-kesalahan dalam mengambil keputusan, serta
mengoptimalkan peluang keberhasilan. Dengan menyatukan komponen dari
pengambil keputusan yang efektif, analisis keputusan membantu semua pihak
yang berkepentingan menjadi pengambil keputusan yang lebih baik. Analisis
keputusan terdiri atas delapan proses utama, yaitu:
1. Mendeskripsikan tujuan keputusan
Tujuan keputusan merupakan penjelasan singkat yang menggambarkan
hasil yang ingin dicapai.
2. Membuat sasaran
Sasaran yang kita identifikasi menjadi dasar saat kita mengevaluasi
pilihan. Dalam menyusun sasaran pertimbangkan dengan cermat hasil
yang diinginkan, sumber data yang dimiliki, dan relevansinya dengan
tujuan keputusan.
3. Mengklasifikasi sasaran mutlak dan sasaran keinginan
Sasaran yang bersifat mutlak harus dapat diukur dengan jelas. Sasaran
lain di luar itu masuk ke dalam kategori keinginan apabila tercapai.
Semakin akurat sasaran yang ditentukan dan klasifikasikan, semakin
baik pula kesempatan kita untuk memilih alternatif yang terbaik.
4. Menentukan bobot sasaran keinginan

20
Bobot mencerminkan tingkat kepentingan antar sasaran keinginan bagi
pengambil keputusan. Bobot tinggi diberikan kepada sasaran keinginan
yang berkontribusi besar terhadap tujuan dan hasil keputusan.
5. Mengelaborasi alternatif
Semakin banyak alternatif yang ada, semakin baik proses pengambilan
keputusan. Pengalaman, informasi dan teknik berpikir kreatif
digunakan untuk mendapatkan pilihan alternatif.
6. Menyeleksi dan memberi nilai alternatif
Menyeleksi semua alternatif yang ada dengan sasaran mutlak dan
memberi nilai dengan sasaran keinginan. Untuk dapat
mengelompokkan dan menganalisis informasi sebaiknya digunakan
matriks penilaianm yang menunjukkan secara spesifik apabila ada
informasi yang kurang lengkap, serta membantu memperjelas sejauh
mana alternatif sesuai dengan sasaran.
7. Mempertimbangkan risiko merugikan
Memperkirakan risiko dari suatu alternatif membuat kita dapat
membuat pertimbangan yang lebih berimbang. Risiko merugikan
adalah hal-hal yang bisa menjadi hambatan di kemudian hari jika
alternatif itu dipilih. Beri nilai setiap konsekuensi merugikan dengan
mempertimbangkan tingkat keparahan dan tingkat kemungkinan bila
terjadi.
8. Menetapkan pilihan akhir
Semua alternatif beserta kemungkinan risiko yang mungkin terjadi,
kemudian dipilih mana yang faktor risiko dan manfaatnya paling
seimbang.

e. Rencana Operasional

Suprianto dan Damayanti (2003) menyatakan bahwa berdasarkan luas


ruang lingkup masalah, maka perencanaan dikelompokkan ke dalam
perencanaan komprehensif (strategi), perencanaan program & perencanaan
proyek. Perencanaan strategi adalah perencanaan yang terfokus pada
pemecahan masalah lingkungan (di luar organisasi) sebagai titik sentralnya.
Perencanaan strategis harus didasarkan pada perumusan strategi atau rencana

21
strategi (renstra). Perencanaan program adalah penjabaran dari rencana strategis
yang dilaksanakan organisasi berdasarkan program. Sedangkan perencanaan
proyek adalah salah satu dari perencanaan program yang sifatnya spesifik dan
jangka pendek.

Rencana operasional meliputi perencanaan terhadap kegiatan kegiatan


operasional yang berjangka pendek guna menopang pencapaian tujuan jangka
panjang baik dalam perencanaan global maupun perencanaan strategis. Hal-hal
yang harus ada pada rencana operasional adalah tujuan kegiatan, mengapa
kegiatan itu harus dilaksanakan (why), sasaran (what), siapa yang bertanggung
jawab dalam pelaksanaan (who), dimana kegiatan dilaksanakan (where), kapan
dilaksanakan (when), berapa targetnya dan indikator keberhasilannya (how
many), bagaimana atau cara mencapai semua rencana tersebut (How). Dalam
menyusun rencana operasional aspek yang harus diperhatikan adalah
Administrative Feasibility yaitu kemampuan sumber daya manusia, keuangan,
teknologi dan sarana yang dimiliki organisasi dan prioritas program. Setelah
rencana operasional secara rinci tersusun, maka anggaran untuk masing-masing
rencana kerja dapat disusun. Penganggaran hendaknya disusun berdasarkan
anggaran kerja, anggaran program, dan anggaran lini. (Siyoto dan Supriyanto,
2015)

Sumber: Suprianto dan Damayanti, Perencanaan dan Evaluasi (2003)

22
Dibawah ini merupakan contoh lingkup perlu dibahas mengenai rencana
operasional (Supriyanto et al., 2018):

a. Perumusan tujuan yang terdiri dari tujuan umum dan khusus


b. Penentuan target sasaran
c. Kebijaksanaan yang menjadi panduan dalam pelaksanaan kegiatan
d. Uraian terperinci setiap kegiatan yang akan dilakukan
e. Inventarisasi sarana dan fasilitas yang dibutuhkan
f. Pengorganisasian sumber daya manusia
g. Alokasi waktu yang dibutuhkan untuk setiap kegiatan
h. Penentuan lokasi pelaksanaan kegiatan
i. Menguraikan alokasi anggaran
j. Estimasi hambatan yang mungkin ditemui selama pelaksanaan kegiatan
k. Menyusun rencana penilaian keberhasilan rencana operasional

f. Penggerakkan dan pelaksanaan


Menerapkan solusi yang telah dipilih secara efektif merupakan
mendapatkan sumber daya organisasi yang sangat terfokus untuk periode waktu
tertentu. Implementasi membutuhkan pengelolaan tiga bidang pengetahuan
(Okes, 2009)
• Teknologi
Ini berarti memiliki pemahaman yang tepat tentang teknologi dalam proses
yang akan diubah bergantung pada organisasinya. Keputusan teknis yang
didasarkan pada teknologi harus dibuat, dan setiap informasi atau peralatan
yang diperlukan untuk implementasi harus diperoleh jika belum ada dalam
organisasi.
• Manajemen proyek
Ini adalah proses umum untuk membuat jadwal pelaksanaan, memperoleh
dan mengatur sumber daya, dan mengkomunikasikan serta melaksanakan
rencana tindakan.
• Manajemen perubahan organisasi
Melibatkan pengakuan bahwa setiap perubahan akan menemui beberapa
tingkat perlawanan dan dengan demikian mengambil tindakan untuk

23
mengurangi atau menengahinya sehingga perubahan akan lebih berhasil dan
tidak menimbulkan stres.

g. Pemantauan
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006, pemantauan atau
monitoring merupakan kegiatan mengamati secara seksama suatu keadaan agar
semua informasi yang diperoleh dari hasil pengamatan tersebut dapat menjadi
landasan dalam mengambil keputusan tindakan selanjutnya yang diperlukan.
Tindakan monitoring dilakukan jika hasil pengamatan menunjukkan
adanya hal yang tidak sesuai dengan yang direncanakan. Monitoring
dilaksanakan agar kegiatan dapat mencapai tujuan secara efektif dan efisien
dengan menyediakan umpan balik bagi pimpinan pada setiap tingkatan. Umpan
balik ini memungkinkan pimpinan menyempurnakan rencana operasional
kegiatan dan mengambil tindakan korektif tepat waktu jika terjadi masalah dan
hambatan (Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006).
Dunn (1994), mengemukakan bahwa monitoring memiliki tujuan
seperti berikut:
a. Compliance
Monitoring menentukan apakah tindakan administrator, staf, dan
semua yang terlibat mengikuti standar dan prosedur yang telah
ditetapkan
b. Auditing
Monitoring menetapkan apakah sumber dan layanan yang
diperuntukkan bagi pihak tertentu (target) telah mencapai mereka
c. Accounting
Menentukan perubahan sosial dan ekonomi apa saja yang terjadi
setelah implementasi sejumlah kebijakan dari waktu ke waktu
d. Explanation
Monitoring menghasilkan informasi yang membantu menjelaskan
bagaimana akibat dari kebijakan dan mengapa antara perencanaan dan
pelaksanaannya tidak cocok
Monitoring berkaitan erat dengan evaluasi, karena evaluasi memerlukan
hasil dari monitoring yang digunakan dalam melihat kontribusi program yang
berjalan untuk dievaluasi.

24
h. Pengawasan
Pengawasan adalah proses untuk menjamin bahwa tujuan organisasi
dapat tercapai (Yahya, 2006). Sedangkan menurut Siagian (2002), pengawasan
adalah proses pengamatan dari pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk
menjamin agar semua pekerjaan yang dilakukan berjalan sesuai dengan rencana
yang telah dilakukan. Pengawasan dilakukan agar kegiatan berjalan sesuai
dengan yang direncanakan.
Ada tiga jenis pengawasan, yaitu (Adikoesoemo, 2003):
1. Pengawasan pendahuluan (feedforward control)
Pengawasan ini dirancang untuk mengantisipasi penyimpangan dan
memungkinkan koreksi dibuat sebelum suatu tahap kegiatan tertentu
diselesaikan. Pendekatan pengawasan ini lebih aktif dengan mendeteksi
masalah-masalah dan mengambil tindakan yang diperlukan sebelum
suatu masalah terjadi.
2. Pengawasan yang dilakukan bersamaaan dengan pelaksanaan kegiatan
(concurrent control)
Pengawasan ini dilakukan selama kegiatan berlangsung. Tipe
pengawasan ini merupakan proses di mana aspek tertentu dari suatu
prosedur harus disetujui dulu atau syarat tertentu harus dipenuhi dulu
sebelum kegiatan bisa dilanjutkan agar lebih menjamin ketepatan
pelaksanaan suatu kegiatan.
3. Pengawasan umpan balik (feedback control)
Pengawasan ini mengukur hasil-hasil dari suatu kegiatan yang telah
diselesaikan. Pengawasan ini bersifat historis dan pengukuran dilakukan
setelah kegiatan terjadi.
Tahap-tahap proses pengawasan adalah sebagai berikut (Imam, 2009):
1. Penetapan standar pelaksanaan (Perencanaan)
Tahap pertama dalam pengawasan adalah penetapan standar
pelaksanaan. Standar mengandung arti sebagai suatu satuan
pengukuran yang dapat digunakan sebagai patokan yang
digunakan untuk penilaian hasil. Tujuan, sasaran, dan target
pelaksanaan dapat digunakan sebagai standar.

25
2. Penentuan pengukuran pelaksanaan kegiatan
Penetapan standar harus disertai dengan cara untuk mengukur
pelaksanaan kegiatan.
3. Pengukuran pelaksanaan kegiatan
Ada berbagai cara untuk melakukan pengukuran pelaksanaan
yaitu:
a. Pengamatan (observasi)
b. Laporan-laporan, baik lisan dan tertulis
c. Metode-metode otomatis dan
d. Inspeksi, pengujian (test), atau dengan pengambilan
sampel
4. Perbandingan pelaksanaan dengan standar dan analisis
penyimpangan
Penyimpangan-penyimpangan harus dianalisis untuk
menentukan standar yang tidak dapat dicapai.
5. Pengambilan tindakan koreksi bila diperlukan
Bila hasil analisis menunjukkan perlunya tindakan koreksi,
tindakan ini harus diambil. Tindakan koreksi dapat diambil
dalam berbagai bentuk.
Tindakan koreksi berupa :
1. Mengubah standar yang ada (jika terlalu tinggi atau
terlalu rendah)
2. Mengubah pengukuran pelaksanaan (inspeksi terlalu
sering frekuensinya atau kurang atau bahkan mengganti
sistem pengukuran itu sendiri)
3. Mengubah cara dalam menganalisis dan
menginterpretasikan penyimpangan

26
Gambar Tahapan Proses Pengawasan
Sumber : Aplikasi Manajemen Perusahaan Edisi kedua. Jakarta: Mitra
Wicana Media.

i. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahapan yang berkaitan erat dengan kegiatan monitoring,
karena evaluasi dapat menggunakan data yang disediakan melalui kegiatan monitoring.
Evaluasi diarahkan untuk mengendalikan dan mengontrol ketercapaian tujuan (Dunn,
2000). Sedangkan menurut Ananda (2017), evaluasi adalah kegiatan untuk
mengumpulkan informasi tentang suatu terlaksananya suatu kegiatan, yang selanjutnya
informasi tersebut digunakan untuk menentukan alternatif yang tepat dalam mengambil
keputusan.
Berdasarkan waktu dan pelaksanaanya, evaluasi dibedakan menjadi (Ananda,
2017):
a. Evaluasi formatif
Evaluasi formatif adalah evaluasi yang dilaksanakan terhadap program
atau kegiatan yang telah dirumuskan, sebelum program atau kegiatan itu
sendiri dilaksanakan.
b. Evaluasi sumatif
Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan setelah program selesai
dilaksanakan.
c. Evaluasi Internal
Evaluasi internal, yang diadakan secara internal oleh staf yang bekerja
pada program tersebut, biasanya berkembang secara alami. Tujuannya

27
adalah untuk mengumpulkan feedback pada aspek program yang
ditinjau dan kemungkinan revisi sedang berlangsung.
d. Evaluasi Eksternal
Evaluasi eksternal adalah evaluasi yang dilaksanakan oleh pihak luar,
meskipun inisiatif dilakukannya evaluasi dapat muncul dari kalangan
orang luar, atau justru diminta oleh organisasi pemilik atau pelaksana
program yang bersangkutan.

Menurut Ananda (2017), langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam


merencanakan suatu evaluasi, yaitu:
1. Menentukan tujuan evaluasi
2. Merumuskan masalah
3. Menentukan jenis data
4. Menentukan sampel evaluasi
5. Menentukan model evaluasi sesuai dengan tujuan evaluasi
6. Menentukan alat evaluasi
7. Merencanakan personal evaluasi
8. Merencanakan anggaran
9. Merencanakan jadwal kegiatan

C. CONTOH KASUS

1. Analisis Situasi
Covid-19 menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat. Penyakit
infeksi virus yang awalnya bermula di Wuhan tersebut telah ditetapkan sebagai
pandemi di berbagai negara, salah satunya Indonesia. Sejak adanya pertama kali
adanya kasus positif Covid-19 pada bulan Maret 2020 lalu, Indonesia terus
mengalami peningkatan kasus hingga saat ini.

28
Sumber : https://covid19.go.id/peta-sebaran

Berdasarkan peta sebaran kasus di atas, dapat terlihat bahwa justru


banyak kasus terjadi di Provinsi besar. DKI Jakarta menempati urutan pertama
jumlah kasus terbanyak, kemudian disusul oleh Provinsi Jawa Timur.

Sumber : https://corona.jakarta.go.id/id/data-pemantauan

Berdasarkan data yang dihimpun oleh Dinas Kesehatan Provinsi DKI


Jakarta, kasus positif Covid-19 per tanggal 20 September 2020 adalah 62.886
dan per 25 September 2020 menjadi 68.927. Artinya terjadi peningkatan kasus
sebanyak 6.091 hanya dalam kurun waktu 5 hari. Lalu, kasus yang meninggal
akibat Covid-19 per 20 September 2020 adalah 1.561 dan per 25 September
2020 menjadi 1.677. Terjadi peningkatan kasus sebanyak 116 orang.
Berdasarkan data covid19.go.id, per Sabtu (19/9/2020), tercatat CFR
untuk kasus Covid-19 di Indonesia ini mencapai 3.9%. Bahkan CFR penyakit
Covid-19 di Indonesia sempat mencapai 4.76% pada bulan Juli lalu. Data ini
menunjukkan bahwa Covid-19 merupakan masalah kesehatan yang harus

29
diprioritaskan pencegahannya untuk menghentikan jalur penularan. Terlebih,
pengobatan berupa vaksin juga masih belum ditemukan hingga saat ini.

2. Identifikasi Masalah dan Menetapkan Prioritas Masalah


Jumlah kumulatif kasus positif Covid-19 di Indonesia telah mencapai
262.022 orang pada hari Kamis 24 September 2020. Angka tersebut bertambah
4.634 kasus per harinya. Dari 34 Provinsi di Indonesia DKI Jakarta masih
menjadi provinsi yang memiliki kasus positif terbanyak dengan 66.731 orang.
Disusul kemudian Jawa Timur 42.098 orang, Jawa Tengah 20.673, Jawa Barat
19.397 orang, dan Sulawesi Selatan 14.813 orang.
Sementara, Jawa Timur menjadi provinsi yang memiliki kasus kematian
terbanyak dengan 3.062 orang. Disusul DKI Jakarta 1.648 orang, Jawa Tengah
1.359 orang, Sumatera Utara 410 orang, Kalimantan Selatan 406 orang, dan
Sulawesi Selatan 405.
DKI Jakarta sebagai penyumbang terbesar dari sebaran Covid- 19 di
Indonesia telah melaporkan peningkatan kasus baru dalam dua bulan terakhir,
sebesar 33%, dan peningkatan jumlah penderita Covid-19 yang meninggal
sebesar 17% (data Pemprov DKI 11/9). Meningkatnya kasus baru Covid-19
signifikan berasal dari munculnya berbagai klaster. Antara lain klaster
perkantoran, klaster pasar atau area berkumpul publik, klaster keluarga, dan
yang sangat ironis, ialah klaster fasilitas kesehatan (faskes), seperti puskesmas
dan rumah sakit. Banyaknya dokter, perawat, dan tenaga kesehatan lainnya yang
terinfeksi oleh Covid-19 semakin menambah beban pelayanan kesehatan saat
ini. Peningkatan kasus aktif ini tidak dibarengi dengan kapasitas fasilitas
kesehatan, seperti kecukupan jumlah kamar isolasi dan ruang rawat ICU khusus
Covid dengan fasilitas yang memadai. Dengan demikian, jumlah fasilitas
perawatan yang tersedia saat ini semakin penuh terisi, dan mendekati ambang
batas.

30
Sumber : https://covid19.go.id/peta-sebaran

Berdasarkan data tersebut Presiden Joko Widodo memprioritaskan


penanganan Covid-19 serta pemulihan ekonomi nasional pada delapan
daerah dengan jumlah kasus tertinggi virus corona. Delapan daerah ini
menyumbang 74% dari total kasus positif di Indonesia. Delapan provinsi
tersebut antara lain DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur,
Sumatera Utara, Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan, dan Papua.
Mengacu data Badan Pusat Statistik (BPS) delapan daerah yang jadi
prioritas penanganan pandemi memang punya kontribusi cukup besar
terhadap perekonomian nasional. Jika kasus Covid-19 di daerah-daerah
tersebut tak bisa dikendalikan, mustahil aktivitas bisnis akan kembali normal
dan pemulihan ekonomi dapat berjalan lancar. Pemprov DKI Jakarta,
misalnya, punya kontribusi 17,17% terhadap produk domestik bruto (PDB)
namun anjlok hingga minus 8,22% pada kuartal II 2020. Kemudian, Jawa
Timur yang memiliki sumbangan kepada PDB sebesar 14,60% mengalami
pertumbuhan ekonomi minus 5,9% pada kuartal II 2020. Lalu, ada provinsi
Jawa Tengah dengan sumbangan terhadap PDB nasional sebesar 8,60%.
Pada kuartal II 2020 pertumbuhan ekonomi provinsi di bawah kepemimpinan
Ganjar Pranowo itu minus 5,94%. Sementara Jawa Barat, dengan sumbangan
terhadap PDB nasional sebesar 13,45%, mengalami pertumbuhan ekonomi
minus 5,98% pada kuartal II lalu. Selanjutnya, Kalimantan Selatan yang
memiliki andil pada PDB nasional sebesar 1,1%. Pertumbuhan ekonomi

31
wilayah ini terjungkal hingga minus 2,6% pada kuartal II. Sulawesi Selatan
dengan kontribusi terhadap PDB nasional sebesar 3,2% mengalami kontraksi
pertumbuhan ekonomi hingga minus 3,9% pada kuartal II. Lalu Papua meski
pertumbuhan ekonomi kuartal II-nya masih tumbuh 4,52% namun diprediksi
posisinya akan berbanding terbalik pada kuartal III mendatang. Terakhir,
Sumatera Utara dengan kontribusi terhadap PDB nasional mencapai 5,1%,
pada kuartal II lalu mengalami pertumbuhan negatif 2,37%.

3. Penetapan Tujuan
a. Tujuan Umum
Menurunkan angka positivity rate, menurunkan angka kematian dan
meningkatkan angka kesembuhan di DKI Jakarta.
b. Tujuan Khusus
● Menurunkan angka positivity rate Covid-19 menjadi < 5% pada
tahun 2020.
● Menurunkan angka kematian akibat Covid-19 menjadi < 1 %
pada tahun 2020.
● Meningkatkan angka kesembuhan menjadi 100% pada tahun
2020.

4. Alternatif Pemecahan Masalah


● Identifikasi dan persiapan fasilitas layanan kesehatan untuk
mengantisipasi meningkatnya jumlah kasus Covid-19 dengan
cepat
● Melatih petugas kesehatan mengenai definisi kasus, algoritme
pengobatan dan manajemen kasus Covid-19
● Memprioritaskan perawatan pasien dengan atau berisiko sakit
parah
● Penyusunan dan diseminasi panduan tentang perawatan mandiri
pasien dengan penyakit ringan
● Tinjauan rencana untuk memberikan kelangsungan bisnis dan
penyediaan layanan kesehatan penting lainnya

32
● Implementasi pertimbangan dan program khusus untuk populasi
rentan (misalnya lansia, pasien dengan penyakit kronis, wanita
hamil dan menyusui, anak-anak)

5. Penggerakan dan Pelaksanaan


Pelaksanaan strategi penanganan Covid-19 di DKI Jakarta yang
diimplementasikan dalam beberapa langkah, yakni:
1. Meningkatkan kapasitas pemeriksaan PCR per harinya
Provinsi DKI Jakarta tercatat sebagai daerah di Indonesia dengan jumlah
tes spesimen virus corona (Covid-19) tertinggi melampaui standar
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Sesuai standar WHO, rasio uji
spesimen corona adalah 1 orang per 1.000 penduduk per pekan. Saat ini
rata-rata pemeriksaan tes PCR di DKI Jakarta telah mencapai 84.110
untuk rata-rata tes PCR total per satu juta penduduk.

Jumlah pemeriksaan PCR di DKI Jakarta sampai dengan 26 September 2020


Sumber : https://corona.jakarta.go.id

2. Memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB)


Untuk memutus mata rantai penularan virus Corona, maka Pemprov
DKI Jakarta kembali memberlakukan PSBB terhitung mulai tanggal 14
September dan diperpanjang hingga 11 Oktober 2020.
• Lima faktor dalam penerapan PSBB:
1. Pembatasan aktivitas sosial, ekonomi,keagamaan, budaya,
pendidikan, dll.
2. Pengendalian mobilitas
3. Rencana isolasi terkendali
4. Pemenuhan kebutuhan pokok

33
5. Penegakan sanksi

3. Pengelolaan Sarana Isolasi Orang Tanpa Gejala (OTG)


Kasus positif tanpa gejala wajib diisolasi di tempat yang ditunjuk oleh
Gugus Tugas. Isolasi mandiri di rumah tinggal akan dihindari untuk
mencegah penularan klaster rumah. Bila kasus positif menolak isolasi di
tempat yang ditentukan maka akan dilakukan penjemputan oleh petugas
kesehatan bersama aparat penegak hukum. Dinas Kesehatan melalui
Puskesmas akan terus melakukan active case finding kepada masyarakat.
Lokasi isolasi:
1. Fasilitas Isolasi Mandiri Kemayoran
2. Hotel, penginapan, atau wisma
3. Tempat lain yang ditunjuk oleh Gugus Tugas dilakukan oleh Dinas
Kesehatan.
4. Penambahan Rumah Sakit Rujukan Covid-19
Melalui Keputusan Gubernur No. 494 Tahun 2020, Pemerintah
Provinsi DKI Jakarta menunjuk 14 RSUD dari total 59 rumah sakit
sebagai rujukan penanggulangan COVID-19. Sehingga pasien non-
COVID-19 dialihkan ke rumah sakit lain.

6. Pemantauan

34
https://corona.jakarta.go.id

Data monitoring ini didapatkan dari monitoring langsung yang


dilaksanakan oleh berbagai daerah di DKI Jakarta. Data ini kemudian akan
digunakan untuk pengambilan keputusan dalam menekan angka positivity rate
Covid 19 di DKI Jakarta.
Masih tingginya angka positif Covid 19 di DKI Jakarta, dikarenakan
masih belum berjalannya beberapa kebijakan seperti masih banyak warga yang
tidak memakai masker, masih banyak warga yang berkumpul, dan masih ada
beberapa warung makan yang menyediakan makan ditempat selama proses
PSBB.

35
7. Pengawasan
Untuk mengontrol positivity rate Covid 19 di DKI Jakarta:
• Gubernur DKI Jakarta membentuk satgas Covid 19 di berbagai RT dan
RW di DKI Jakarta
• Setiap perkantoran diharapkan untuk mempunyai satgas Covid di setiap
divisi perkantoran untuk mengawasi protokol Covid 19 sudah berjalan
atau tidak
• Memberikan denda berupa sanksi sosial dan sanksi administratif jika
tidak memakai masker dan melanggar protocol
• Satpol PP dan Polisi melakukan sidak bagi yang melanggar protokol
Covid 19 terutama di daerah keramaian seperti pasar, rumah makan,
kendaraan umum, dan jalan raya (harus memakai masker, menjaga
jarak, dan membatasi jumlah transportasi umum)
• Polisi membentuk hotline agar bagi siapa saja warga yang menemukan
pelanggaran protokol Covid-19 untuk melapor agar ditindak lanjuti

8. Evaluasi
Gubernur DKI Jakarta dan gugus tugas Covid 19 mengadakan rapat khusus
untuk mengevaluasi perkembangan terakhir kasus Covid-19 di DKI Jakarta.
Hasil evaluasi yang didapatkan adalah sebagai berikut:
• Hasil yang didapat angka positivity rate masih tinggi yaitu sebesar 12%
• Masih terdapatnya pelanggaran-pelanggaran protokol Covid 19 di DKI
Jakarta (seperti tidak memakai masker saat keluar rumah dan
berkerumunan)
• Sehingga, Gubernur DKI Jakarta menetapkan untuk melanjutkan PSBB
secara ketat selama dua minggu kedepan hingga 11 Oktober 2020 untuk
memperlandai angka positivity rate Covid 19 di DKI Jakarta

36
DAFTAR PUSTAKA

Adikoesoemo, Suparto. 2003. Manajemen Rumah Sakit. Jakarta : Pustaka Sinar


Harapan.
Ananda, Rusydi dan Tien Rafida. 2017. Pengantar Evaluasi Program Pendidikan.
Medan: Perdana Publishing.
Anderson, J. R. 1993. Rules of the Mind. Hillsdale, NJ: Lawrence Erlbaum
Argadiredja, D., Respati, T., Budiman, et.al. 2019. Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Masyarakat. Bandung: Pusat Penerbitan Universitas Unisba
Arvianti, K. 2009. Hubungan Pengetahuan dan Sikap dengan Gaya Hidup Sehat
Mahasiswa S1. Depok: FKM UI
Cahyaning Tyas, R. 2020. Penentuan Prioritas Masalah Kesehatan dan Jenis
Intervensi di RW 13 dan RW 14 Kelurahan ampel Kecamatan Semampir
Surabaya Tahun 2018. Jurnal Penelitian Kesehatan (JPK). 18(1): 11-12.
CNN Indonesia. 2020. Kasus Positif Rekor 4.634, Kematian Tembus 10.000 orang.
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200924142838-20-550439/kasus-
positif-rekor-4634-kematian-tembus-10-ribu-orang diakses pada 25 September
2020.
CNN Indonesia. 2020. 8 Daerah Prioritas Penanganan Covid-19 dan Pemulihan
Ekonomi. https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20200914171522-532-
546365/8-daerah-prioritas-penanganan-covid-19-dan-pemulihan-ekonomi
diakses pada 25 September 2020.
Dunn, William N. 1994. Public Policy Analysis: An Introduction. New Jersey: Pearson
Education.
Dunn, William N. 2000. Pengantar Analisa Kebijakan Publik. Yogyakarta: Gadjah
Mada Press.
Gomulya, Berny. 2012. Decision Making for Improvement Cara Cerdas dan Efektif
Dalam Memecahkan Masalah dan Mengambil Keputusan Untuk Meningkatkan
Kinerja Organisasi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Hariyanto, T., Putra Jaya, A., Widiyaningrum, K. Sistem Evaluasi Pasca Pelatihan di
Rumah Sakit X Malang. Jurnal Dinamika Manajemen dan Bisnis. Fakultas
Kedokteran. Universitas Brawijaya Malang
Herijulianti, e., Indriani, T., S., dan Artini, S. 2002. Pendidikan Kesehatan Gigi.
Jakarta: EGC
Imam, Indra dan Siswandi. 2009. Aplikasi Manajemen Perusahaan Edisi kedua. Jakarta:
Mitra Wicana Media.
Kementerian Kesehatan RI. 2014. Pedoman Manajemen Malaria. Jakarta : Kemenkes
RI
Kementerian Kesehatan RI. 2016. Permenkes RI No 44 Tahun 2016 tentang Pedoman
Manajemen Puskesmas. Jakarta : Kementerian Kesehatan
Khaedir, Y. 2020. Urgensi PSBB Jilid II.
https://mediaindonesia.com/read/detail/344624-urgensi-psbb-jilid-ii diakses
pada 25 September 2020.

37
Lasmahadi, Arbono. 2005. Pemecahan Masalah Secara Analitis & Kreatif.
Muninjaya, A.A. Gde., 2004. Manajemen Kesehatan. Edisi 2. EGC. Bandung.
Notoatmodjo, S., 2007. Ilmu Kesehatan Masyarakat : Prinsip-prinsip Dasar. Cetakan
Kedua, Rineka Cipta, Jakarta.
Okes, D. (2009). Root cause analysis : The core of problem solving and corrective
action. ProQuest Ebook Central https://ebookcentral.proquest.com
Pradani., Dewi. 2017. Keterlambatan Pengumpulan Berkas Verifikasi Klaim BPJS di
RS X: Apa Akar Masalah dan Solusinya?. Jurnal Medicoeticolegal dan
Manajemen Rumah Sakit. 6 (2): 107-114.
Peraturan Pemerintah No 39 Tahun 2006 Tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi
Pelaksanaan Rencana Pembangunan. Diakses pada 24 September 2020 melalui
https://peraturan.bpk.go.id.
Puskesmas Tembalang. 2019. RUK Puskesmas Tembalang 2020. Semarang:
Puskesmas Tembalang.
Reed, S.K. 2000. Problem Solving. In A. E. Kazdin (Ed.), Encyclopedia of psychology.
Washington DC: American Psychological Association and Oxford University
Press. Pp. 71-75.
Rumpersad, H,. K. 2003. Total Performance Scorecard. New York (USA): British
Library Cataloguing in Publication Data.
Rusyandi, D, Rachmawati, R. 2017. Evaluasi Penilaian Kinerja dengan Menggunakan
Metode SMART dan Dampaknya Terhadap Kepuasan Kerja. Jurnal ISEI
Business and Management Review. I(2):81– 82.
Satuan Tugas Penanganan Covid-19. 2020. Data Covid-19. https://covid19.go.id/
diakses pada 25 September 2020.
Siagian, Sondang P. (2002). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara.
Sudirman. 2019. Perencanaan dan Evaluasi Kesehatan. Universitas Muhammadiyah
Palu. https://osf.io/pkm4y/download/?format=pdf diakses pada 24 September
2020.
Suharnan. 2005. Psikologi Kognitif. Surabaya: Srikandi.
Sulaeman, E.S. 2015. Manajemen Masalah Kesehatan: Manajemen Strategik dan
Operasional Program serta Organisasi Layanan Kesehatan. Cetakan 1. Surakarta:
UNS Press.
Symond, D. 2013. Penentuan Prioritas Masalah Kesehatan dan Prioritas Jenis Intervensi
Kegiatan Dalam Pelayanan Kesehatan di Suatu Wilayah. Jurnal Kesehatan
Masyarakat. 7(2): 94-100.
Widodo, A. H. (2005). Rencana Operasional Peningkatan Pemanfaatan Puskesmas
Bades di Kabupaten Lumajang (Doctoral Dissertation, Universitas Airlangga).
Wright, T. 2019. Gap Analysis: Guide and Template. Cascade Strategy Blog.
https://www.executestrategy.net/blog/gap-analysis diakses pada 23 September
2020.
Yahya, Yohannes. 2006. Pengantar Manajemen. Yogyakarta: Graha Ilmu.

38

Anda mungkin juga menyukai