Anda di halaman 1dari 52

KONSEP, TEORI DAN PRINSIP

KEPEMIMPINAN DALAM KEPERAWATAN

Diajukan untuk memenuhi salah Satu Tugas Kelompok Mata Kuliah


Kepemimpinan dan Manajemen dalam Keperawatan Semester I

Disusun oleh :
KELOMPOK II
1. Obar : 215116007
2 Nuriati Sarlota A : 215116008
3. Sri Hartati : 215116009

PROGRAM PASCASARJANA ILMU KEPERAWATAN ANAK


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN AHMAD YANI
CIMAHI
2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada kehadirat Allah SWT, karena atas
rahmat dan hidayah-Nya, makalah yang berjudul konsep teori dan prinsip kepemimpinan
dalam keperawatan telah terselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Adapun tujuan dari
pembuatan makalah ini sebagai proses pembelajaran tetang konsep, teori dan
prinsip kepemimpinan dalam keperawatan yang dilahirkan menurut beberapa ahli
keperawatan.

Dalam penyususnan makalah ini penulis menyadari bahwa banyak pihak yang
membantu baik langsung atau tidak langsung. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima
kasih kepada :

1. Dedi S. Djamuri, dr.,Sp.B selaku Ketua STIKES Jend Ahmad Yani


Cimahi.
2. Nunung Nurjanah, S.Kp.,M.Kep.,Ns,Sp.Kep.An selaku Ketua Program
Magister Ilmu Keperawatan Anak.
3. Dr.Iin Inayah, S.Kp., M.Kep, Selaku koordinator dan Dosen mata kuliah
Kepemimpinan dan Manajemen dalam Keperawatan.
4. Serta tidak lupa rekan-rekan seangkatan yang selalu memberikan masukan
dan arahan.
Penulis menyadarai bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak
kekurangan yang perlu diperbaiki, maka dari itu penulis mengharapkan masukan
yang bersifat membangun umumnya untuk pengembangan profesi perawat dan
khususnya kepada penulis.

Bandung, September 2016


Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................................ii
BAB I. PENDAHULUAN.................................................................................................1
A. Latar Belakang........................................................................................................1
B. Tujuan.....................................................................................................................4
C. Manfaat...................................................................................................................4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................................5
A. Pengertian Kepemimpinan......................................................................................5
B. Pengertian Manajemen...........................................................................................7
C. Teori Kepemimpinan..............................................................................................9
D. Hubungan Kepemimpinan dan Kekuasaan...........................................................14
E. Penerapan Kepemimpinan Dalam Keperawatan...................................................15
F. Pimpinan dan Kepemimpinan...............................................................................15
G. Hubungan Antar Manusia Ada Dua Jenis :...........................................................16
H. Tugas - Tugas Pimpinan :.....................................................................................16
I. Peranan Pemimpin Terhadap Kelompok :.............................................................16
J. Issue Kepemimpinan.............................................................................................17
K. Kumpulan Jurnal Internasional.............................................................................19
L. Kumpulan Jurnal Nasional....................................................................................23
BAB III. PENOMENA PELAYANAN KESEHATAN SAAT INI.................................27
A. Fenomena Pelayanan Keperawatan Saat Ini..........................................................27
B. Kebijaksanaan Pemerintah....................................................................................27
C. Perubahan Profesi Keperawatan Di Indonesia......................................................29
D. Dampak Perubahan...............................................................................................32
E. Permasalahan........................................................................................................35
BAB IV. PEMBAHASAN...............................................................................................40

ii
A. Langkah Strategis Dalam Menghadapi Fenomena................................................40
B. Kepemimpinan Organisasi Keperawatan :............................................................41
BAB V. SIMPULAN DAN SARAN..............................................................................45
A. Simpulan...............................................................................................................45
B. Saran.....................................................................................................................45
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................47

iii
BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keperawatan sebagai profesi merupakan bagian dari masyarakat, ini
akan terus berubah seirama dengan berubahnya masyarakat yang terus-
menerus berkembang dan mengalami perubahan, demikian pula dengan
keperawatan. Keperawatan dapat dilihat dari berbagai aspek, antara lain
keperawatan sebagai bentuk asuhan profesional kepada masyarakat,
keperawatan sebagai iptek, serta keperawatan sebagai kelompok
masyarakat ilmuwan dan kelompok masyarakat profesional. Dengan
terjadinya perubahan atau pergeseran dari berbagai faktor yang
memengaruhi keperawatan, maka akan berdampak pada perubahan dalam
pelayanan/asuhan keperawatan, perkembangan iptekkep, maupun
perubahan dalam masyarakat keperawatan, baik sebagai masyarakat
ilmuwan maupun sebagai masyarakat profesional.

Seperti telah dipahami bahwa tuntutan kebutuhan masyarakat akan


pelayanan kesehatan pada Milenium III, termasuk asuhan keperawatan
akan terus berubah karena masalah kesehatan yang dihadapi masyarakat
terus-menerus mengalami perubahan. Masalah keperawatan sebagai
bagian masalah kesehatan yang dihadapi masyarakat juga terus-menerus
berubah, karena berbagai faktor-faktor yang mendasarinya juga terus
mengalami perubahan. Dengan berkembangnya masyarakat dan berbagai
bentuk pelayanan profesional serta kemungkinan adanya perubahan
kebijakan dalam bidang kesehatan yang juga mencakup keperawatan,
maka mungkin saja akan terjadi pergeseran peran keperawatan dalam
sistem pemberian pelayanan kesehatan kepada masyarakat

Tanpa memperhatikan industri, ukuran atau lokasi, memasuki abad


21, organisasi bisnis dihadapkan pada berbagai tantangan bisnis yang kritis
2

dan secara kolektif tantangan-tantangan tersebut menuntut organisasi


membangun kemampuan baru. Tantangan yang paling kompetitif adalah
penyesuaian kepada perubahan yang tiada henti-hentinya. Faktor-faktor
lingkungan bisnis yang terus mengalami perubahan, menjadikan masa
depan bisnis semakin tidak pasti dan mengalami turbulansi. Perubahan-
perubahan yang terjadi menuntut organisasi untuk membangun
kemampuan baru. Organisasi harus selalu dalam kondisi transformasi yang
tidak pernah berakhir, bersifat fundamental, dan kontinyu.

Mendasarkan pada gambaran di atas, kepemimpinan yang efektif


menjadi faktor kritis yang sangat menentukan keberhasilan organisasi.
Untuk mengantisipasi perubahan-perubahan yang terjadi, organisasi
membutuhkan pemimpin dan kepemimpinan yang cocok dengan karakter-
istik organisasi masa depan. Pertanyaannya, kepemimpinan yang
bagaimana yang harus dimiliki yang bisa membawa organisasi mencapai
tujuannya? Untuk menjawab hal itu, tulisan ini akan mencoba mencari dan
menelusuri jawaban, serta menyodorkan karakteristik kepemimpinan yang
efektif organisasi masa depan. Pembahasan berturut-turut meliputi teori
kepemimpinan, karakteristik kepemimpinan yang efektif, pendekatan
peningkatan keefektifan kepemimpinan, dan disertai model diagnosis
perilaku organisasi yang mendukung kepemimpinan yang efektif.

Kepemimpinan merupakan lokomotif organisasi yang selalu menarik


dibicarakan.Daya tarik ini didasarkan pada latar historis yang
menunjukkan arti penting keberadaan seorang pemimpin dalam setiap
kegiatan kelompok dan kenyataan bahwa kepemimpinan merupakan
sentrum dalam pola interaksi antar komponen organisasi.Lebih dari itu,
kepemimpinan dan peranan pemimpin menentukan kelahiran,
pertumbuhan dan kedewasaan serta kematian organisasi.

Pelayanan keperawatan di rumah sakit merupakan bagian integral


dari pelayanan rumah sakit secara menyeluruh, yang sekaligus merupakan
tolak ukur keberhasilan pencapaian tujuan rumah sakit, bahkan sering

2
3

menjadi faktor penentu citra rumah sakit di mata masyarakat.Hal ini


berkaitan dengan kepemimpinan perawat dalam pelayanan keperawatan
dan tuntutan profesi sebagai tuntutan global, bahwa setiap perkembangan
dan perubahan memerlukan pengelolaan secara profesional, dengan
memperhatikan setiap perubahan yang terjadi di Indonesia.

Peran dan fungsi perawat merupakan tingkah laku yang diharapkan


oleh orang lain terhadap seseorang sesuai dengan kedudukan dalam sistem,
dimana dapat dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari profesi perawat
maupun luar profesi keperawatan yang bersifat konstan. Peran perawat
menurut konsorsium ilmu kesehatan tahun 1989 terdiri dari peran sebagai
pemberi asuhan keperawatan, advokat pasien, pendidik, koordinator,
kolaborator, konsultan dan peneliti. Melihat fungsinya yang luas
sebagaimana tersebut di atas, maka perawat profesional harus dipersiapkan
dengan mendapatkan pengetahuan dan keterampilan tentang
kepemimpinan.Pemimpin keperawatan dibutuhkan baik sebagai pelaksana
asuhan keperawatan, pendidik, manajer, ahli, dan bidang riset keperawatan
(Aziz Alimul, 2004).

Manajemen keperawatan pada dasarnya berfokus  pada perilaku


manusia. Untuk mencapai tingkat tertinggi dari produktivitas pada
pelayanan keperawatan, pasien membutuhkan manajer perawat yang
terdidik dalam pengetahuan dan ketrampilan tentang perilaku manusia
untuk mengelola perawat profesional serta pekerja keperawatan non
profesional. Mc. Gregor menyatakan bahwa setiap manusia merupakan
kehidupan individu secara keseluruhan yang selalu mengadakan interaksi
dengan dunia individu lainnya. Apa yang terjadi dengan orang tersebut
merupakan akibat dari perilaku orang lain. Sikap dan emosi dari orang lain
mempengaruhi orang tersebut. Bawahan sangat tergantung pada pimpinan
dan berkeinginan untuk diperlakukan adil. Suatu hubungan akan berhasil
apabila dikehendaki oleh kedua belah pihak.

3
4

Bawahan memerlukan rasa aman dan akan memperjuangkan untuk


melindungi diri dari ancaman yang bersifat semu  atau yang benar - benar
ancaman terhadap tidak terpenuhinya kebutuhan dalam situasi kerja.
Atasan / pimpinan menciptakan kondisi untuk mewujudkan kepemimpinan
yang efektif dengan membentuk suasana yang dapat diterima oleh
bawahan, sehingga bawahan tidak merasa terancam dan ketakutan.Untuk
dapat melakukan hal tersebut di atas, baik atasan maupun bawahan perlu
memahami tentang pengelolaan kepemimpinan secara baik, yang pada
akhirnya akan terbentuk motivasi dan sikap kepemimpinan yang
profesional.

B. Tujuan
Untuk mendeskripsikan, memberikan gambaran, dan
membandingkan antara konsep, teori dan prinsip kepemimpinan dalam
keperawatan yang dilahirkan menurut beberapa ahli keperawatan

C. Manfaat
Kepemimpinan dalam keperawatan merupakan penerapan pengaruh
dan bimbingan yang ditujukan kepada semua staf keperawatan untuk
menciptakan kepercayaan dan ketaatan sehingga timbul
kesediaan melaksanakan tugas dalam rangka mencapai tujuan bersama
secara efektif dan efisien

4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
Konsep,Teori dan Prinsip Kepemimpinan dalam Keperawatan

A. Pengertian Kepemimpinan

Kepemimpinan dalam keperawatan merupakan bagian dari sistem


manajemen keperawatan, dimana bagian dari sistem manajemen keperawatan
meliputi pengumpulan data, perencanaan, pengaturan, kepegawaian,
kepemimpinan dan pengawasan. Konsep kepemimpinan dalam keperawatan
merupakan penerapan pengaruh dan bimbingan yang ditunjukkan kepada
semua staf keperawatan. Untuk mencipatakan kepercayaan dan ketaatan
sehingga timbul kesediaan melaksanakan tugas dalam rangka mencapai
tujuan pelayanan keperawatan yag efektif, efesien dan berkualitas. Sedangkan
manajemen keprawatan adalah proses bekerja melalui anggota staf
keperawatan untuk memberikan asuha keperawatan secara professional,
sehingga keduanya dapat saling mendukung ( Imanuddin, 2009).
Fungsi kepemimpinan yang berkualitas dalam manajemen pada
umumnya diartikan hanya berfungsi pada kegiatan supervisi, tetapi dalam
keperawatan fungsi tersebut sangatlah luas, apabila posisi sebagai ketua tim,
kepala ruangan atau perawat pelaksana dalam suatu ruang, maka diperlukan
pemahaman tentang bagaimana mengelola dan memimpin orang lain dalam
mencapai tujuan asuhan keperawatan yang berkualitas (Sriyanti, 2003)..

Kepemimpinan merupakan proses mempengaruhi dan mengarahkan


berbagai tugas yang berhubungan dengan aktivitas anggota kelompok.
Kepemimpinan juga diartikan sebagai kemampuan mempengaruhi berbagai
strategi dan tujuan, kemampuan mempengaruhi komitmen dan ketaatan
terhadap tugas untuk mencapai tujuan bersama; dan kemampuan
mempengaruhi kelompok agar mengidentifikasi, memelihara dan

5
6

mengembangkan budaya organisasi (Shegdill dalam Stoner dan Freeman


1989: 459-460).

Banyak definisi diberikan tentang kepemimpinan, antara lain: George


R.Terry, Leadership is the activit of influencing people to strive willingly for
group objectives. Stoner, kepemimpinan adalah suatu proses pengarahan dan
pemberian pengaruh pada kegiata-kegiatan dari sekelompok anggota yang
saling berhubungan tugasnya.

Harold Koontz and Cyril O’Donnell, state that leadership is


influencing people to follow in the achivement of a common goal. Handbook
of Leadership, memberikan definisi kepemimpinan sebagai“suatu interaksi
antar anggota suatau kelompok.

Kepemimpinan dapat terjadi di luar konteks organisasi dan


didefinisikan sebagai proses menggerakkan satu atau beberapa kelompok
dalam beberapa arahan tanpa melalui tekanan.

1. Gardner (1990, hlm.1) mendefinisikan kepemimpinan sebagai “proses


persuasif dan peneladanan oleh individu (atau tim kepemimpinan) yang
memengaruhi suatu kelompok untuk mengikuti arahan pemimpin atau
diberikan oleh pemimpin dan bawahan”.
2. Robbins (1991, hlm. 104) sependapat dengan pernyataan “kepemimpinan
adalah proses pemberdayaan kepercayaan dan mengajarkan orang lain
untuk menggunakan seluruh kemampuannya dengan menyingkirkan
kepercayaan yang membatasi mereka”.
3. Bennis (2001) menyatakan bahwa pemimpin membuat suatu visi yang
jelas dan menarik orang lain untuk mengikutinya.
Karena tidak ada titik temu antara penelitian dan teoretikus tentang
definisi pasti kepemimpinan, ada baiknya untuk berfokus pada peran apa
yang terkandung dalam kepemimpinan.

Berikut ini sebagian daftar peran pemimpin:

Pengambilan keputusan Instruktur Mampu meramal

6
7

Komunikator Konselor Berpengaruh


Evaluator Pengajar Penyelesaian masalah
yang kreatif
Fasilitator Pemikir kritis Agens pengubah
Pengambilan risiko Buffer (penengah) Diplomat
Penasihat Advokat Model peran
Penambah semangat Berpandangan ke depan

B. Pengertian Manajemen
Manajemen merupakan suatu pendekatan yang dinamis dan proaktif
dalam suatu kegiatan di organisasi. Didalam menajemen mencakup POAC
(Planning, Organizing, Actuating, Controlling) terhadap staf, sarana,
prasarana dalam mencapai tujuan organisasi (Grant dan Massey,1999).

Manajemen didefinisikan sebagai proses dalam menyelesaikan


pekaryaan melalui orang lain, sedangkan manajemen keperawatn adalah suatu
proses bekerja melalui anggota staf keperawatan untuk memberikan asuhan
kepeawatan secara professional. (Gillies, 1986)

Filosofi manajemen yaitu Totall Quality Management (TQM) menurut


Edwards Deming (2002) memiliki karakteristik sebagai berikut :

1. Hak Otonomi dalam pemngambilan keputusan tentang


tugas yang diemban
2. Membuat keputusan dalam upaya meningkatkan kualitas
dan produktivitas kerja
3. Memonitoring secara berkesinambungan dengan
pendekatan ilmiah
4. Adanya rencana Strategis
5. Memenuhi kebutuhan pasar /masyarakat.
Proses manajemen yang mendukung proses keperwatan
(Gillies,1996:2)

7
8

Pengkajian Diagnosis Perencanaan Pelaksanaan Evaluasi

PROSES KEPERAWATAN

Pengumpulan
Perencanaan Pengelolaan Kepegawaian Kepemimpinan Pengawasan
data

Dalam mengelola manajemen diperlukan Manajemen Hubungan


antar Manusia.

Berikut beberapa teori dasar terkait :

1. Elton mayo (1930) menekankan manajemen kepada pegawai,


dengan tidak mengabaikan lingkungan kerja.
2. Douglas Mc. Gregor (1960) menekankan pendapat Mayo (1930)
tentang manajemen perilaku pegawai terhadap kepuasan pegawai ,
teori ini dinamakan teoi X dan Y. Dimana Teori X adalah pegawai
dengan perilaku pasif dan Teori Y adalah pegawai dengan perilaku
aktif. Teori ini merupakan komponen yang berkesinambungan dan
tidak akan berjalan dengan baik tanpa adanya keputusan yang tepat
dan akurat dari manajer dalam mengasumsikan / menilai
bawahannya.
3. Chris Argyris (1964) mendukug teori Mc. Gregor (1981) dan Mayo
yang menyatakan bahwa manajer yang terlalu dominan
menyebabkan pegawai tidak termotivasi dan cenderung pasif.

C. Teori Kepemimpinan
Pengembangan Teori Kepemimpinan

8
9

1. Teori Bakat ini adalah teori klasik dari kepemimpinan. Di sini


disebutkan bahwa seorang pemimpin dilahirkan, artinya bakat-bakat
tertentu yang di perlukan seseorang untuk menjadi pemimpin
diperolehnya sejak lahir. Kemampuan seorang pemimpin di tentukan
oleh bakat, intelegensi, stabilitas emosi dan kebugaran fisik.
Teori Bakat (Trait Theory) atau Great Man Theory: Menekankan
bahwa setiap orang adalah pemimpin (yang dibawa sejak lahir) dan
mereka mempunyai karakteristik tertentu yang membuat mereka lebih
baik dari orang lain (Marquis dan Huston,1998).
Ciri-ciri :
a) Intelegensi
1) Pengetahuan
2) Keputusan
3) Kelancaran berbicara
b) Kepribadian
1) Adaptasi
2) Kreatif
3) Kooperatif
4) Siap / siaga
5) Rasa percaya dri
6) Integritas
7) Keseimbangan emosi dan mengontrol
8) Independen
9) Tenang
c) Perilaku
1) Kemampuan bekerja sama
2) Kemampuan interpersona;
3) Kemampuan diplomasi
4) Partisipasi sosial
5) Prestise

9
10

2. Teori Perilaku: teori ini menekankan apa yang dilakukan pemimpin dan
bagaimana seorang manajer menjalankan fungsinya . teori ini
dinamakan Gaya Kepemimpinan seorang manajer dalam suatu
organisasi ( Vestal, 1994 ).
Gaya kepemimpinan dapat didefinisikan berdaarkan perilaku pemimpin
itu sendiri ( Gillis,1970 ).
Gaya kepemimpinan menurut beberapa ahli:
a) Gaya Kepemimpinan menurut Tannenbau dan Warrant H. Schmitdt
Bahwa kepemimpinan berfokus pada atasan dan kepemimpinan
bawahan, yang dipengaruhi oleh faktor manajer, karyawan, dn
situasi.
b) Gaya Kepemimpinan menurut Likert :
Mengelompokkan menjadi empat sistem ;
1) Sistem Otoriter – Eksploitatif
2) Sistem Benevolent – Otoritatif
3) Sistem konsultatif
4) Sistem partisipatif
c) Gaya Kepemimpinan menurut Teori X dan Teori Y :
1) Gaya Kepemimpinan diktator
2) Gaya Kepemimpinan otokratis
3) Gaya Kepemimpinan santai

d) Gaya Kepemimpinan menurut Robert House :


1) Direktif
2) Suportif
3) Partisipatif
4) Berorientasi tujuan
e) Gaya Kepemimpinan menurut Hersey dan Blanchard :
1) Intruksi
2) Konsultasi

10
11

3) Partisipasi
4) Delegasi
f) Gaya Kepemimpinan menurut Lippits dan K. White:
1) Otoriter
2) Demokratis
3) Libera; / Laissez Faire
g) Gaya Kepemimpinan berdasarkan kekuasan dan wewenang
( Gillis,1996):
1) Direktif
2) Suportif
3) Partisipatif
4) Bebas bertindak
3. Teori Kontingensi dan situasional: menekankan bahwa manajer yang
efektif adalah manajer yang melaksanakan tugasnya dengan
mengkombinasikan faktor bawaan, perilaku dan situasi
4. Teori Kontemporer: menekankan pada empat kompoen penting dalam
pengelolaan yaitu, manajer/pemimpin, staf dan atasan, pekerjaan, serta
lingkungan yang didukung oleh teori motivasi, interaksi, dan teori
transformasi.
5. Teori Motivasi:
Perbandingan beberapa teori motivasi berdasarkan isinya :

Teori Penjelasan
1. Hierarki kebutuhan (Maslow) Fisiologi = gaji pokok
Aman = perencanaan yang
regular (gaji)
Kasih sayang = kerja sama
secara tim
Harga diri = pencapaian
posisi
Aktualisasi = tantangan alam
bekerja

11
12

2. Teori ERG (Clayton Alderfer) E = Existence (fisiologis)


R = Relatedness ( kasih
sayang)
G = Growth (tantangan dalam
bekerja)
3. Teori Dua Faktor (Frederich Herzberg) Motivators = kepuasan kerja
Hyiene = lingkungan yang
kondusif
4. Teori Belajar (Mc Clelleand) Affiliation = bersahabat
Power = memerintah orang
lain
Achievement = suka
tantangan, kompetisi dan
menyelesaikan masalah
secara detail

Perbandingan beberapa teori motivasi berdasarkan Prosesnya :

Teori Penjelasan
1. Teori keadilan (Adams) Berdasarkan nilai-nilai dan
kadilan terhadap karyawan
2. Teori Harapan (Georgopoulos Moheny, M = Job Outcomes x
Jones dan Vroom) Valences x Expectancy x
Intrumentality
3. Teori Penguatan (B.F.Skinner) Stimulus-Respons-
Konsekuensi
4. Teori Belajar (Mc Clelleand) Tujuan yang harus dicapai
suatu organisasi

6. Teori Z
Teori Z dikemukakan oleh Ouchi (1981). Teori ini merupakan
pengembangan teori Y dari Mc. Gregor (1460) dan mendukung gaya
kepemimpinan demokratis. Komponen teori Z meliputi pengambilan

12
13

keputusan dan kesepakatan, menempatkan pegawai sesuai keahliannya,


menekankan pada keamanan pekerjaan, promosi yang lambat, dan
pendekatan yang holistik terhadap staf.
7. Teori Interaktif
Teori ini dikemukakan oleh Schein (1970), menekankan bhawa staf
atau pegawai adalah manusia sebagai suatu sistem terbuka yang selalu
berinteraksi dengan sekitarnya dan berkembang secara dinamis.
Hollande (1978) menekankan bahwa antara peran pemimpin dan staf
dipengaruhi oleh peran lainnya. Pemimpin yang efektif memerlukan
kemampuan unutk menggunakan proses penyelesaian masalah,
memepertahankan kelompok secara efektif, mempunyai kemampuan
komunikasi yang baik, kejujuran dalam memimpin, kompeten, kreatif,
dan kemampuan mengembangkan indentifikasi kelompok.

8. Teori Situasi
Bertolak belakang dengan teori bakat ialah teori situasi (situasional
theory). Teori ini muncul sebagai hasil pengamatan, dimana seseorang
sekalipun bukan keturunan pemimpin, ternyata dapat pula menjadi
pemimpin yang baik. Hasil pengamatan tersebut menyimpulkan bahwa
orang biasa yang jadi pemimpin tersebut adalah karena adanya situasi
yang menguntungkan dirinya, sehingga ia memiliki kesempatan untuk
muncul sebagai pemimpin.

9. Teori Ekologi
Sekalipun teori situasi kini banyak dianut, dan karena itu masalah
kepemimpinan banyak menjadi bahan studi, namun dalam kehidupan
sehari-hari sering ditemukan adanya seorang yang setelah berhasil
dibentuk menjadi pemimpin, ternyata tidak memiliki kepemimpinan
yang baik. Hasil pengamatan yang seperti ini melahirkan teori ekologi,
yang menyebutkan bahwa seseorang memang dapat dibentuk untuk
menjadi pemimpin, tetapi untuk menjadi pemimpin yang baik memang

13
14

ada bakat-bakat tertentu yang terdapat pada diri seseorang yang di


peroleh dari alam.

D. Hubungan Kepemimpinan dan Kekuasaan


Kepemimpinan dan kekuasaan adalah dua hal yang berbeda tetapi tidak
dapat dipisahkan antara satu dengan lainnya. Kepemimpinan dapat
dijalankan hanya bila pada diri pemimpin terdapat kekuasaan karena
jabatan yang diembannya dan penerimaan atau pengakuan bawahan atas
perannya sebagai pemimpin ( Gilles, 1996 )
Kekuasaan seorang pemimpin dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Reward power atau kekuasaan memberikan penghargaan terhadap
bawahan baik berupa insentif material, memenuhi permintaan rotasi
tugas atau kesempatan untuk mengikuti program pengembangan staf.
Pimpinan yang menggunakan kekuasaan legitimasi dapat menggunakan
penghargaan untuk memperoleh kerja sama dari bawahan. Bawahan
mungkin akan menanggapi petunjuk atau permintaan apabila pimpinan
dapat menyediakan penghargaan yang bernilai , misalnya: kenaikan
gaji, pemberian bonus, pemberian hari libur dan lain - lain.
2. Coecieve power atau kekuasaan untuk menerapkan perintah atau
hukuman secara paksa kepada bawahan berupa penurunan atau
penundaan kenaikan pangkat, skorsing maupun pemecatan. Bawahan
akan tunduk karena ketakutan. Walaupun kekuasaan paksaan mungkin
digunakan untuk memperbaiki perilaku yang tidak produktif dalam
organisasi, namun seringkali menghasilkan akibat yang sebaliknya.
3. Referent power merupakan kemampuan untuk menjadi panutan
bawahan sehingga dapat menimbulkan kebanggaan dan upaya bawahan
untuk mengidentifikasikan diri sesuai dengan pemimpinnya
4. Expert power merupakan kemampuan untuk menyakinkan,
membimbing dan mengarahkan bawahan berdasarkan keahlian yang
dimiliki seorang pemimpin.

14
15

E. Penerapan Kepemimpinan Dalam Keperawatan


Menurut Kron (1981), ruang lingkup kegiatan kepemimpinan keperawatan
meliputi :
1. Perencanaan dan pengorganisasian
2. Membuat penugasan dan memberi pengarahan
3. Pemberian bimbingan
4. Mendorong kerjasama dan partisipatif
5. Kegiatan koordinasi
6. Evaluasi hasil kerja

F. Pimpinan dan Kepemimpinan


Manajer atau kepemimpinan adalah orang yang bertugas melakukan proses
atau fungsi manajemen. Berdasarkan hierarki tugasnya pimpinan
dikelompokkan sebagai berikut :

1. Pimpinan tingkat pertama ( Lower Manager )


Adalah pimpinan yang langsung berhubungan dengan para pekerja
yang menjalankan mesin peralatan atau memberikan pelayanan
langsung pada konsumen. Pimpinan ini diutamakan memiliki proporsi
peranan technical skill yang terbesar dan konseptual skill yang terkecil.

2. Pimpinan tingkat menengah ( Middle Manager )


Adalah pimpinan yang berada satu tingkat di atas Lower Manager.
Pimpinan ini menjadi saluran informasi dan komunikasi timbal balik
antara Lower Manager dan Top Manager , yakni pimpinan puncak (  di
atas Middle Manager ) sehingga pimpinan ini diutamakan memiliki
kemampuan mengadakan hubungan antara keduanya. Konseptual skill
adalah ketramp[ilan dalam penyusunan konsep - konsep, identifikasi,
dan penggambaran hal - hal yang abstrak. Sedangkan techmnical skill
adalah ketrampilan dalam melakukan pekerjaan secara teknik.
Hubungan antara manusia merupakan ketrampilan dalam melakukan
komunikasi dengan sesama  manusia lain.

3. Pimpinan puncak ( Top Manager )

15
16

Pimpinan puncak adalah manajer yang menduduki kewenangan


organisasi tertinggi dan sebagai penanggung jawab utama pelaksanaan
administrasi. Pimpinan ini memiliki proporsi peranan konseptual skill
yang terbesar dan technical skill yang terkecil.

     
G. Hubungan Antar Manusia Ada Dua Jenis :
1. Human Relations
Adalah hubungan antar manusia intern dalam organisasi guna membina
lancarnya tim kerja.

2. Public Relations
Adalah hubungan antar manusia ekstern keluar organisasi.

H. Tugas - Tugas Pimpinan :


1. Sebagai pengambil keputusan
2. Sebagai pemikul tanggung jawab
3. Mengerahkan sumber daya untuk mencapai tujuan sebagai pemikir
konseptual
4. Bekerja dengan atau melalui orang lain
5. Sebagai mediator, politikus, dan diplomat.

I. Peranan Pemimpin Terhadap Kelompok :


1. Sebagai penghubung interpersonal, yaitu merupakan simbul suatu
kelompok dalam melakukan tugas secara hukum dan sosial,
mempunyai tanggung jawab dan memotivasi, mengatur tenaga dan
mengadakan pengembangan serta merupakan penghubung jaringan
kerja di luar kelompok.
2. Sebagai inovator atau pembaharu
3. Sebagai pemberi informasi, yaitu memonitor informasi yang ada di
lingkungan organisasi, menyebarluaskan informasi dari luar kepada
bawahan dan mewakilikelompok sebagai pembicara.

16
17

4. Menghimpun kekuatan
5. Merangsang perdebatan masyarakat
6. Membuat kedudukan perawat di media massa
7. Memilih suatu strategi utama yang paling efektif, bertindak di saat
yang tepat
8. Mempertahankan kegiatan
9. Memelihara formaf desentralisasi organisasi
10. Mendapatkan dan mengembangkan data penelitian yang terbaik
11. Mempelajari pengalaman
12. Jangan menyerah tanpa mencoba.

J. Issue Kepemimpinan
Ada atau tidak adanya kepercayaan menjadi isu kepemimpinan yang
sangat penting dalam organisasi dewasa ini.
Adapun lima dimensi kunci kepercayaan :
1. Integritas : merujuk pada kejujuran dan kebenaran
2. Kompetensi : mencakup pengetahuan dan keterampilan tehnis
dan interpersonal
3. Konsistensi : terkait dengan kehandalan dalam menangani
situasi.
4. Loyalitas : keinginan melindungi orang lain (biasanya atasan)
5. Keterbukaan : kejujuran terhadap orang lain
Isu terkait kepemimpinan kontemporer:
1. Kepemimpinan Kharismatis : pengikut terpicu kemampuan
kepemimpinan heroic/luar biasa ketika mereka mengamati perilaku
pemimpin mereka.
2. Kepemimpinan transformasional : pemimpin yang menginpirasi
pengikut untuk melampaui kepentingan pribadi mereka dan mampu
membawa dampak mendalam dan luar biasa pada para pengikut.

17
18

3. Kepemimpinan Visioner : kemampuan menciptakan dan


mengartikulasikan visi yang realistis, kredibel dan menarik mengenai
masa depan organisasi.
4. Gaya kepemimpinan yang dapat diterapkan dalam organisasi, seperti
kepemimpinan karismatik dan kepemimpinan transformasional.
Kedua jenis kepemimpinan ini pertama kali diungkapkan oleh burn
pada tahun 1978 dalam konteks politik, yang kemudian dikembangkan
oleh bass:1985 serta berry dan houston:1993 yang membawanya
dalam konteks organisasional. Kepemimpinan karismatik dan
transformasional sering disebutkan secara berdampingan satu dengan
yang lainnya ini karena pada dasarnya keduanya memilki perspektif
yang sama dalam hal seorang pemimpin harus memberikan “sesuatu”
agar anggota bergerak menuju tujuan organisasi, yang membedakan
keduanya adalah apa “sesuatu” yang diberikan tersebut.
5. Pemimpin di Indonesia yang berkarisma salah satunya yakni soeharto.
Karisma memiliki komponen etika. Pemimpin yang etis menggunakan
karisma mereka untuk menguasai para pengikutnya yang bertujuan
untuk melayani sesama. Sedangkan pemimpin yang tidak etis
menggunakan karisma mereka untuk kepuasan diri mereka sendiri.

K. Kumpulan Jurnal Internasional


Jurnal 1

a Journey to Leadership: designing a nursing Leadership development


program

18
19

Sandra Swearingen, PhD, RN

abstract

Nursing leadership development is important in today’s changing health care


climate. Nurse leaders affect staff satisfaction, patient outcomes, and the
fiscal status of most health care organizations. This article delineates why
leadership development is important to nursing, how to strengthen nursing
leadership, how to design a methodology for building an internal nursing
leadership development program based on levels of curriculum content, and
what members of an organization can help teach the curriculum.

Kesimpulan :

Pengembangan kepemimpinan keperawatan penting dalam iklim perawatan


kesehatan berubah hari ini. pemimpin perawat mempengaruhi kepuasan staf,
hasil pasien, dan status fiskal dari kebanyakan organisasi perawatan
kesehatan. Artikel ini melukiskan mengapa pengembangan kepemimpinan
penting untuk keperawatan, bagaimana memperkuat kepemimpinan
keperawatan, bagaimana merancang metodologi untuk membangun program
pengembangan kepemimpinan keperawatan internal berdasarkan tingkat isi
kurikulum, dan apa anggota organisasi dapat membantu mengajar kurikulum.

Jurnal 2

Leadership styles in nursing management: implications for staff outcomes

James Avoka Asamani*, Florence Naab, Adelaide Maria Ansah Ofei

Human Resources Directorate, Ghana Health Service, Accra, Ghana

ABSTRACT Introduction: Nursing is a people-centred profession and


therefore the issue of leadership is crucial for success. Nurse managers’
leadership styles are believed to be important determinant of nurses’ job
satisfaction and retention. In the wake of a global nursing shortage,

19
20

maldistribution of health workforce, increasing healthcare costs and


expanding workload, it has become imperative to examine the role of nurse
managers’ leadership styles on their staff outcomes. Using the Path-Goal
Leadership theory as an organising framework, this study investigated the
leadership styles of nurse managers and how they influence the nursing staff
job satisfaction and intentions to stay at their current workplaces. Methods:
The study employed a cross-sectional survey design to collect data from a
sample of 273 nursing staff in five hospitals in the Eastern Region of Ghana.
Descriptive and regression analyses were performed using SPSS version 18.0.
Results: Nurse managers used different leadership styles depending on the
situation, but were more inclined to the supportive leadership style, followed
by the achievement-oriented leadership style and participative leadership
style. The nursing staff exhibited moderate levels of job satisfaction. The
nurse managers’ leadership styles together explained 29% of the variance in
the staff job satisfaction. The intention to stay at the current workplace was
low (2.64 out of 5) among the nursing staff. More than half (51.7%) of the
nursing staff intended to leave their current workplaces, and 20% of them
were actively seeking the opportunities to leave. The nurse managers’
leadership styles statistically explained 13.3% of the staff intention to stay at
their current job position. Conclusions: These findings have enormous
implications for nursing practice, management, education, and human
resource for health policy that could lead to better staff retention and job
satisfaction, and ultimately improve patient care. Keywords: Nurse manager;
leadership style; job satisfaction; intention to stay; staff outcomes; nursing
leadership

Kesimpulan :

manajer Perawat digunakan gaya kepemimpinan yang berbeda tergantung


pada situasi, tapi lebih cenderung ke gaya kepemimpinan suportif, diikuti
oleh gaya kepemimpinan berorientasi prestasi dan gaya kepemimpinan
partisipatif. Staf perawat menunjukkan tingkat moderat kepuasan kerja. gaya
kepemimpinan perawat manajer bersama-sama menjelaskan 29% dari varians
dalam kepuasan staf pekerjaan. Niat untuk tinggal di tempat kerja saat ini

20
21

rendah (2,64 dari 5) di antara staf perawat. Lebih dari setengah (51,7%) dari
staf perawat dimaksudkan untuk meninggalkan tempat kerja mereka saat ini,
dan 20% dari mereka aktif mencari peluang untuk meninggalkan. gaya
kepemimpinan perawat manajer statistik menjelaskan 13,3% dari niat staf
untuk tinggal di posisi
Kesimpulan: Temuan ini memiliki implikasi yang sangat besar untuk praktek
keperawatan, manajemen, pendidikan, dan sumber daya manusia untuk
kebijakan kesehatan yang dapat menyebabkan lebih baik staf retensi dan
kepuasan kerja, dan pada akhirnya meningkatkan perawatan pasien.

Jurnal 3

SENIOR NURSING LEADERS: UNDERSTANDING THEIR


EMOTIONAL INTELLIGENCE, LEADERSHIP PRACTICES, AND HOW
BOTH MAY BE ASSOCIATED WITH ENGAGEMENT OF THEIR
DIRECT REPORTS

By

CRAIG S. LASER

A DISSERTATION IN PRACTICE

Submitted to the faculty of the Graduate School of Creighton University in


Partial Fulfillment of the Requirements for the degree of Doctor of Education
in Interdisciplinary Leadership

Omaha, NE

March 9, 2016

Abstract

Leadership by its nature is a social interaction and is present in every


interaction between people. Leader behaviors and actions are observed and
judged by followers during every interaction. For senior nursing leaders in
healthcare organizations, how they practice leadership influences how
followers connect with the senior leader. Senior nursing leaders must

21
22

practice leadership in a way that fully incorporates emotional intelligence


domains. The integration of emotional intelligence with follower-centric
leadership practices creates a powerful combination of outcomes that
influence engagement. This Dissertation in Practice research study was
designed using a qualitative approach to understand how senior nursing
leaders’ self-perceptions of their emotional intelligence (EI) and leadership
practices may be associated with direct report leader engagement. The value
of this research was to understand the meaning and essence of the
phenomenon experienced by senior nursing leaders and the information was
extracted by using semi structured interview questions to create categories,
codes, and conceptual themes. This research revealed that the self-
perceptions and meaning of senior nursing leaders helped to validate that a
leadership development program focused on this type of affective, cognitive,
and behavioral learning would help improve emotional intelligence,
leadership practices, and engagement of direct report leaders. This research
demonstrated the need for an integrated leadership development program for
senior nursing leaders to develop their EI and leadership practices.

Keywords: Leadership, emotional intelligence, engagement, leader


development

Kesimpulan :

Nilai dari penelitian ini adalah untuk memahami makna dan esensi dari
fenomena yang dialami oleh para pemimpin keperawatan senior dan
informasi yang diekstraksi dengan menggunakan pertanyaan wawancara semi
terstruktur untuk membuat kategori, kode, dan tema konseptual. Penelitian ini
mengungkapkan bahwa persepsi diri dan makna pemimpin keperawatan
senior yang membantu untuk memvalidasi bahwa program pengembangan
kepemimpinan difokuskan pada jenis afektif, kognitif, dan belajar perilaku
akan membantu meningkatkan kecerdasan emosional, praktik kepemimpinan,
dan keterlibatan pemimpin laporan langsung. Penelitian ini menunjukkan
kebutuhan untuk program pengembangan kepemimpinan terpadu bagi para

22
23

pemimpin keperawatan senior untuk mengembangkan praktek kecerdasan


emosional dan kepemimpinan mereka.

L. Kumpulan Jurnal Nasional

HUBUNGAN KEPEMIMPINAN KEPALA RUANGAN DAN


LINGKUNGAN KERJA DENGAN KEPUASAN KERJA PERAWAT DI
PAVILIUM CATELIA RSUD UNDATA

Surianto1, Ni Putu Pranita Sari1, Jurni1

Bagian Keperawatan, Program Studi Ilmu Keperawatan, Sekolah Tinggi Ilmu


Kesehatan Widya Nusantara Palu,

ABSTRAK Rumah sakit merupakan bagian internal dari keseluruhan sistem


pelayanan kesehatan yang melayani pasien dengan berbagai jenis pelayanan.
Masalah-masalah yang terdapat di dalam lingkup kerja keperawatan
berhubungan dengan kekurangan jumlah perawat, ketidakpuasan kerja
perawat dan buruknya lingkungan kerja perawat. Keluhan perawat mengenai
fungsi manajemen dari segi kepemimpinan kepala ruangan dan lingkungan
kerja terhadap kepuasan perawat sangat menarik untuk diteliti dengan tujuan
untuk mengetahui hubungan kepemimpinan dan lingkungan kerja dengan
tingkat kepuasan kerja perawat di Paviliun Catelia RSUD Undata. Jenis
penelitian ini kuantitatif dengan metode komparatif, pendekatan cross
sectional. Instrument penelitian menggunakan kuesioner terhadap 22 perawat
pelaksana di Paviliun Catelia RSUD Undata. Variabel independennya adalah
kepemimpinan kepala ruangan dan lingkungan kerja. Variabel dependennya
adalah tingkat kepuasan. Penelitian ini menunjukkan persentase tinggi tentang
kepemimpinan baik, merasa puas (52,4%) dan persentase lingkungan kerja
baik, merasa puas (62,5%). Hasil uji statistik menunjukkan nilai p value
masing-masing sebesar 1.000 dan 0,384. Hal ini menunjukkan bahwa nilai p≥
0,05. Tidak ada hubungan antara kepemimpinan dan lingkungan kerja dengan

23
24

kepuasan perawat di Paviliun Catelia RSUD Undata. Hal ini terjadi ruangan
tersebut merupakan contoh pelaksana model praktek keperawatan
professional yang diterapkan secara optimal, ditunjang dari lingkungan kerja
pun sarana dan prasaranya mampu memenuhi pelaksanaan asuhan
keperawatan. Berdasarkan hasil penelitian disarankan menjadi masukan dan
bahan evaluasi untuk pihak manajemen dalam pengelolaan kepuasan kerja
perawat khususnya di Paviliun Catelia sehingga perawat tersebut dapat
bekerja sesuai dengan peraturan rumah sakit dan melaksanakan tugas-tugas
sesuai yang telah ditetapkan.

Kata Kunci: Kepuasan Kerja, Perawat, Kepemimpinan, Lingkungan Kerja

Jurnal 2

HUBUNGAN GAYA KEPEMIMPINAN KEPALA RUANG DENGAN


KEPUASAN KERJA PERAWAT DI RUMAH SAKIT SWASTA DI
DEMAK

Maryanto, Tri Ismu Pujiyanto, Singgih Setyono

Program Studi S1 Keperawatan STIKES Karya Husada Semarang Program


Studi S1 Keperawatan STIKES Karya Husada Semarang Dinas Kesehatan
Kabupaten Demak

ABSTRAK

Kepuasan kerja adalah sikap emosional yang menyenangkan dan mencintai


pekerjaannya. Kepuasan kerja perawat merupakan sasaran penting dalam
manajemen sumber daya manusia. Kepuasan kerja karyawan banyak
dipengaruhi sikap pimpinan dalam kepemimpinannya. Hasil survey awal
tahun 2010 terdapat 6 tenaga keperawatan keluar dari Rumah Sakit Swasta di
di Demak dan BOR turun 25 % dari tahun sebelumnya. Tujuan penelitian
adalah untuk mengetahui hubungan gaya kepemimpinan kepala ruang dengan
kepuasan kerja perawat di Rumah Sakit Swasta di di Demak. Metode

24
25

penelitian adalah jenis penelitian ini adalah analitik korelasional dengan


desain cross sectional, teknik sampling yang digunakan pada penelitian ini
adalah purposive sampling dengan jumlah sampel 43 responden. Instrumen
penelitian menggunakan kuesioner. Uji statistik yang digunakan adalah chi
square dengan taraf signifikan 5%. Hasil penelitian adalah menunjukkan ada
hubungan yang signifikan gaya kepemimpinan kepala ruang dengan kepuasan
kerja perawat dengan p – value 0,005. Kesimpulan adalah penelitian ini
diharapkan dapat bermanfaat bagi kepala ruang dalam menampilkan gaya
kepemimpinannya sehingga terwujud kepuasan kerja para anggotanya.

Kata kunci : gaya kepemimpinan, kepuasan kerja perawat.

Jurnal 3

Universitas Diponegoro Fakultas Kedokteran Program Studi Magister


Keperawatan Konsentrasi Manajemen Keperawatan Januari, 2016

ABSTRAK

Milkhatun

Upaya Meningkatkan Kepemimpinan Transformasional Kepala Ruang di RSI


Sultan Agung Semarang

Penerapan kepemimpinan transformasional merupakan kepemimpinan yang


mampu memunculkan rasa bangga dan kepercayaan bawahan, menginspirasi
dan memotivasi bawahan, merangsang kreativitas dan inovasi bawahan,
memperlakukan setiap bawahan secara individual serta selalu melatih dan
memberi pengarahan kepada bawahan melalui karakteristik idealized
influence,inspirational motivation, intelectual stimulation, individual
consideration. Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh pelatihan
kepemimpinan transformasional terhadap penerapan kepemimpinan
transformasional kepala ruang. Penelitian dilakukan di RSI Sultan Agung
Semarang terhadap 16 perawat sebagai kepala ruang dan 39 perawat

25
26

pelaksana. Penelitian ini menggunakan desain pra eksperimen (pre-


experimental designs) dengan bentuk one group pretest-posttes design. Hasil
penelitian menunjukan peningkatan bermakna pada penerapan kepemimpinan
transformasional sesudah mendapatkan pelatihan kepemimpinan
transformasional (p value : 0.000). Kesimpulannya, pelatihan kepemimpinan
transformasional berpengaruh terhadap penerapan kepemimpinan
transformasional kepala ruang di Rumah Sakit Islam Sultan Agung
Semarang.

26
BAB III. PENOMENA PELAYANAN KESEHATAN SAAT INI

A. Fenomena Pelayanan Keperawatan Saat Ini

Keperawatan Indonesia sampai saat ini masih berada dalam proses


mewujudkan keperawatan sebagai profesi. Ini merupakan proses jangka
panjang yang ditujukan untuk memenuhi tuntutan dan kebutuhan masyarakat
Indonesia. Perubahan yang terjadi akan mencakup seluruh aspek keperawatan
yakni: (1) penataan pendidikan tinggi keperawatan; (2) pelayanan dan asuhan
keperawatan; (3) pembinaan dan kehidupan keprofesian; dan (4) penataan
lingkungan untuk perkembangan keperawatan. Pengembangan dalam
berbagai aspek keperawatan ini bersifat saling berhubungan, saling
bergantung, saling memengaruhi, dan saling berkepentingan. Inovasi dalam
keempat aspek di atas merupakan fokus utama keperawatan Indonesia dalam
proses profesionalisasi serta mepersiapkan diri dengan sebaik-baiknya dalam
menghadapi tantangan keperawatan di masa depan.

B. Kebijaksanaan Pemerintah
Paradigma sehat yang diartikan di sini adalah pemikiran dasar sehat,
berorientasi pada peningkatan dan perlindungan penduduk sehat dan bukan
hanya penyembuhan pada orang sakit, sehingga kebijakan akan lebih
ditekankan pada upaya promotif dan preventif dengan maksud melindungi
dan meningkatkan orang sehat menjadi lebih sehat dan produktif serta tidak
mudah jatuh sakit. Di sisi lain, dipandang dari segi ekonomi, melakukan
investasi dan intervensi pada orang sehat atau pada orang yang tidak sakit
akan lebih efektif dari segi biaya daripada intervensi terhadap orang sakit.
Pada masa mendatang, perlu diupayakan agar semua kebijakan pemerintah
selalu berwawasan kesehatan, motonya akan menjadi “Pembangunan
Berwawasan Kesehatan.”

27
28

Sebagai profesi, keperawatan dituntut untuk memiliki kemampuan


intelektual, interpersonal kemampuan teknis, dan moral. Hal ini bisa
ditempuh dengan meningkatkan kualitas perawat melalui pendidikan lanjutan
pada program Pendidikan Ners. Dengan demikian, diharapkan terjadi
perubahan yang mendasar dalam upaya berpartisipasi aktif untuk
menyukseskan program pemerintah dan berwawasan yang luas tentang
profesi keperawatan. Perubahan tersebut bisa dicapai apabila pendidikan
tinggi keperawatan tersebut dilaksanakan dengan memperhatikan
perkembangan pelayanan dan program pembangunan kesehatan seiring
dengan perkembangan iptek bidang kesehatan serta diperlukan proses
pembelajaran baik institusi pendidikan maupun pengalaman belajar klinik di
rumah sakit dan komunitas.

Perubahan-perubahan yang terjadi di era global akan berdampak


positif dan negatif terhadap pelayanan keperawatan.

Dampak positif akibat perubahan yang terjadi meliputi:

1) Makin meningkatnya mutu pelayanan keperawatan yang


diselenggarakan.

2) Makin sesuainya jenis dan keahlian tenaga kesehatan/keperawatan yang


tersedia sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat. 3)
Bertambahnya kesempatan kerja bagi tenaga kesehatan.

Sedangkan dampak negatif yang perlu diperhatikan meliputi:

1) Terjadinya persaingan yang makin ketat antartenaga


kesehatan/keperawatan bangsa sendiri dan asing.

2) Berubahnya filosofi pelayanan kesehatan/keperawatan, yang semula


berorientasi sosial menjadi sepenuhnya bersifat komersial.

3) Makin sulit mewujudkan pemerataan pelayanan kesehatan/keperawatan.


Terjadinya ketimpangan pemerataan pelayanan ini erat kaitannya dengan
tenaga ahli/tenaga asing untuk berkiprah di daerah-daerah terpencil.

28
29

4) Tidak sesuainya pelayanan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan


masyarakat.

C. Perubahan Profesi Keperawatan Di Indonesia


Era kesejagatan oleh tenaga keperawatan hendaknya dipersiapkan
secara benar dan menyeluruh, mencakup seluruh aspek keadaan dan kejadian
atau peristiwa yang terjadi atau sedang dan akan berlangsung dalam era
tersebut. Dalam beberapa tahun terakhir dan menghadapi masa depan,
khususnya memasuki Milenium III, perkembangan iptek terjadi dengan
sangat cepat. Proses penyebaran iptek, serta penyebaran berbagai macam
barang dan jasa menjadi bertambah cepat, bahkan terjadi dengan sangat cepat.
Hal ini disebabkan adanya perkembangan pesat dari teknologi transportasi
dan telekomunikasi serta perkembangan teknologi lainnya. Hal ini
mencerminkan terjadinya proses pensejagatan dengan segala ciri dan
konsekuensinya.

Keperawatan sebagai pelayanan/asuhan profesional bersifat humanistik,


menggunakan pendekatan holistik, dilakukan berdasarkan ilmu dan kiat
keperawatan, berorientasi pada kebutuhan objektif klien, mengacu pada
standar profesional keperawatan dan menggunakan etika keperawatan sebagai
tuntutan utama. Demikianlah kira-kira secara umum tentang keperawatan
profesional yang merupakan tanggung jawab seorang perawat profesional
yang selalu mengabdi kepada manusia dan kemanusiaan. Perawat dituntut
untuk selalu melaksanakan asuhan keperawatan dengan benar atau rasional
dan baik atau etikal. Apabila ditinjau dari perkembangan iptekkep dan
ditinjau dari etika keprofesian dan sosial, bertolak dari pengertian singkat di
atas, empat faktor yang terkait erat dengan proses profesionalisasi adalah:

(1) Pengembangan Pendidikan Tinggi Keperawatan.

(2) Pengembangan Pusat Penelitian Keperawatan.

29
30

(3) Penataan standar praktik keperawatan profesional melalui Undang-


undang Praktik Keperawatan.

(4) Pendayagunaan Konsil Keperawatan-Pokja Keperawatan.

Pendidikan keperawatan merupakan institusi yang berperan besar dalam


mengembangkan dan menciptakan proses profesionalisasi para tenaga
keperawatan. Pendidikan keperawatan mampu memberikan bentuk dan corak
tenaga keperawatan pada lulusannya berupa tingkat kemampuan yang
sekaligus mampu untuk memfasilitasi pembentukan komunitas keperawatan
dalam memberikan suara dan sumbangsih bagi profesi dan masyarakat
(Ma’rifin, 1999). Dengan kata lain pengembangan pendidikan keperawatan
yang profesional merupakan salah satu unsur strategis dalam mencapai
profesionalisme keperawatan.

Keperawatan di Indonesia di masa depan perlu mendapatkan prioritas


utama dalam pengembangan keperawatan. Hal ini berkaitan dengan tuntutan
profesi dan tuntutan global, mengingat setiap perkembangan dan perubahan
memerlukan pengelolaan yang profesional serta memperhatikan setiap
perubahan yang terjadi di Indonesia.

Sebagaimana kita ketahui bahwa sistem pelayanan kesehatan mengalami


perubahan mendasar dalam memasuki abad 21 ini. Perubahan tersebut
merupakan dampak perubahan ekonomi, kependudukan, dan perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi.

(1) Perubahan Ekonomi

Perubahan ekonomi membawa dampak terhadap pengurangan berbagai


anggaran untuk pelayanan kesehatan, sehingga berdampak terhadap
orientasi manajemen kesehatan/keperawatan dari lembaga sosial ke
orientasi “bisnis.” Pelayanan kesehatan dihadapkan pada suatu dilema, di
satu sisi harus mengurangi beberapa alokasi anggaran, sementara di sisi
lain mutu asuhan kesehatan/keperawatan harus ditingkatkan. Keadaan ini
ditunjang dengan keadaan politik yang semakin tidak menentu. Para elit

30
31

politik, baik eksekutif maupun legislatif, lebih berperan sebagai seorang


penguasa yang selalu membenarkan semua tindakannya untuk kepentingan
golongan/kelompok tertentu, sedikit sekali peduli dengan masalah yang
dihadapi anak bangsa, khususnya masalah kesehatan.

(2) Kependudukan

Perubahan kependudukan dengan bertambahnya jumlah penduduk di


Indonesia dan bertambahnya umur harapan hidup, maka akan membawa
dampak terhadap masalah kesehatan dan lingkup dari praktik keperawatan.
Masalah kesehatan ditandai dengan munculnya penyakit baru (re-merging
diseases), yaitu penyakit lama yang timbul lagi karena pengaruh faktor
lingkungan dan mutasi gen, seperti flu burung, HIV/AIDS, chikungunya,
dan penyakit lainnya. Lingkup praktik terjadi pergeseran yang dulunya
lebih menekankan pada pemberian pelayanan kesehatan/keperawatan pada
“hospitalbased” ke “community-based.” Keadaan ini menuntut perawat
untuk lebih mandiri dan berpandangan jauh ke depan dalam melaksanakan
perannya secara profesional.

(3) Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi Kesehatan/Keperawatan

Era kesejagatan identik dengan era komputerisasi, sehingga perawat


dituntut untuk menguasai teknologi komputer di dalam melaksanakan MIS
(Management Information System) baik di tatanan pelayanan maupun
pendidikan keperawatan.

(4)Tuntutan Profesi Keperawatan

Keyakinan bahwa keperawatan merupakan profesi yang harus disertai


dengan realisasi pemenuhan karakteristik keperawatan sebagai profesi
yang disebut dengan profesionalisasi (Kelly dan Joel, 1995). Karakteristik
profesi yaitu:

1. Memiliki dan memperkaya tubuh pengetahuan (body of


knowledge) melalui penelitian.

31
32

2. Memiliki kemampuan memberikan pelayanan yang unik kepada


orang lain.

3. Pendidikan yang memenuhi standar.

4. Terdapat pengendalian terhadap praktik.

5. Bertanggung jawab dan bertanggung gugat (accountable)


terhadap tindakan keperawatan yang dilakukan.

6. Merupakan karier seumur hidup.

7. Mempunyai fungsi mandiri dan kolaborasi.

Praktik keperawatan sebagai tindakan keperawatan profesional masyarakat


dalam penggunaan pengetahuan teoretis yang mantap dan kokoh dari
berbagai ilmu dasar serta ilmu keperawatan sebagai landasan untuk
melakukan pengkajian, menegakkan diagnosis, menyusun perencanaan,
melaksanakan asuhan keperawatan, dan mengevaluasi hasil tindakan
keperawatan serta mengadakan penyesuaian rencana keperawatan untuk
menentukan tindakan selanjutnya. Selain memiliki kemampuan intelektual,
interpersonal, dan teknikal, perawat juga harus mempunyai otonomi yang
berarti mandiri dan bersedia menanggung risiko, bertanggung jawab, dan
bertanggung gugat terhadap tindakan yang dilakukannya, termasuk dalam
melakukan dan mengatur dirinya sendiri.

D. Dampak Perubahan
Perubahan sosial ekonomi dan politik, kependudukan, dan iptek akan
berdampak terhadap perubahan praktik keperawatan, pendidikan keperawatan
dan perkembangan iptek keperawatan. Perawat pada abad mendatang akan
menghadapi suatu kesempatan dan tantangan yang sangat luas sekaligus
suatu ancaman (Chitty, 1997: 470).

1. Praktik Keperawatan

32
33

Tantangan terhadap praktik keperawatan dapat diidentifikasi sebagai


tantangan terhadap: (1) Pengurangan anggaran dalam sistem pelayanan
kesehatan; (2) Otonomi dan akuntabilitas; (3) Perkembangan teknologi; (4)
Tempat praktik; dan (5) Perbedaan batas kewenangan praktik.

1) Pengurangan anggaran

Perawat Indonesia saat ini dihadapkan pada suatu dilema, disatu sisi
dia harus terus mengupayakan peningkatan kualitas layanan
kesehatan, di lain pihak pemerintah memotong alokasi anggaran untuk
pelayanan keperawatan. Dalam melaksanakan tugasnya, sering kali
perawat jarang mengadakan hubungan interpersonal yang baik karena
mereka harus melayani pasien lainnya dan dikejar oleh waktu.
Keadaan tersebut sebagai suatu tantangan bagi perawat dalam
berpegang terus dalam nilai-nilai moral dan etik.

2) Otonomi dan Akuntabilitas

Melibatkan perawat dalam pengambilan suatu keputusan di


Pemerintahan merupakan hal yang sangat positif dalam meningkatkan
otonomi dan akuntabilitas perawat Indonesia. Peran serta tersebut
perlu terus ditingkatkan dan dipertahankan. Kemandirian perawat
dalam melaksanakan perannya sebagai suatu tantangan. Semakin
meningkatnya otonomi perawat berarti semakin tingginya tuntutan
kemampuan yang yang harus dipersiapkan.

3) Teknologi

Penguasaan dan keterlibatan dalam perkembangan iptek dalam praktik


keperawatan bagi perawat Indonesia merupakan suatu keharusan.
Penguasaan IPTEK juga akan berperan dalam menepis dan meyeleksi
iptek yang sesuai dengan kebutuhan dan sosial budaya masyarakat
Indonesia yang akan diadopsi. Apabila kita tetap tidak mampu
menerapkan teknologi yang ada, maka kita akan menjadi orang yang
tertinggal dan ditinggalkan oleh konsumennya.

33
34

4) Tempat Praktik

Tempat praktik keperawatan di masa depan meliputi pada tatanan


klinik

(RS); komunitas; dan praktik mandiri di rumah/berkelompok (sesuai


SK Menkes R.I 1239/2001 tentang registrasi dan praktik keperawatan
dan diharapkan sudah berlakunya tentang Undang-undang Praktik
Keperawatan bagi perawat Indonesia). Gambaran tempat praktik dapat
dilihat pada diagram di bawah ini:

5) Perbedaan Batas Kewenangan Praktik

Belum jelasnya batas kewenangan praktik keperawatan pada setiap


jenjang pendidikan, sebagai suatu tantangan bagi profesi keperawatan.
Berdasarkan hasil kajian penulis, hal tersebut terjadi karena belum
dipahaminya atau dikembangkannya “body of knowledge”
keperawatan. Selama menempuh pendidikan, perawat mendapatkan
ilmu dan pola pikir yang hampir sama dengan profesi kedokteran.
Sehingga bukan sesuatu yang aneh setelah lulus, para perawat akan
praktik melakukan hal yang sama seperti apa yang didapatkannya di
sekolah. Perawat sering dihadapkan pada suatu dilema karena tidak
jelasnya batas kewenangan dalam pelaksanaan tindakan keperawatan.
Keadaan ini jelas akan berdampak terhadap peran perawat dalam
peningkatan kualitas pelayanan keperawatan.

2. Tantangan Pendidikan Keperawatan

Di masa depan, pendidikan keperawatan dihadapkan pada suatu tantangan


dalam meningkatkan kualitas lulusannya. Para lulusan pendidikan
keperawatan ini juga dituntut untuk menguasai kompetensi-kompetensi
profesional. Isi kurikulum progam pendidikan ke depan, juga harus
menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang terjadi. Misalnya,

34
35

tren bertambahnya umur penduduk juga akan menjadi isu sentral dalam
pengembangan kurikulum pendidikan keperawatan di masa depan. Dengan
demikian, isi kurikulum harus menyentuh aspek asuhan keperawatan
gerontik, home care, penyakit-penyakit kronis, dan AIDS. Tantangan lain
adalah menjadikan bahasa asing, khususnya bahasa Inggris menjadi
kompetensi wajib yang harus dimiliki bagi lulusannya dan ini merupakan
suatu keharusan.

3. Tantangan Perubahan Iptek

Riset keperawatan akan menjadi suatu kebutuhan dasar yang harus


dilaksanakan oleh perawat di era global. Meningkatnya kualitas layanan,
sangat ditentukan oleh hasil kajian-kajian dan pembaharuan yang
dilaksanakan berdasarkan hasil penelitian. Berkembangnya ilmu
keperawatan akan berpengaruh signifikan terhadap kualitas dan
kemandirian perawat dalam melaksanakan tugasnya.

Uraian di atas membawa implikasi terhadap perubahan sistem


pelayanan kesehatan/keperawatan dan sebagai tantangan bagi tenaga
keperawatan Indonesia dalam proses profesionalisme. Keperawatan
Indonesia sampai saat ini masih berada dalam proses mewujudkan
keperawatan sebagai profesi, yaitu suatu proses berjangka panjang,
ditujukan untuk memenuhi tuntutan dan kebutuhan masyarakat Indonesia.

Pengembangan dalam berbagai aspek keperawatan bersifat saling


berhubungan, saling bergantung, saling memengaruhi, dan saling
berkepentingan. Inovasi dalam aspek perkembangan keperawatan
merupakan fokus utama keperawatan Indonesia dalam proses
profesionalisasi. Keadaan ini akan bisa dicapai apabila para perawat
Indonesia menguasai pengelolaan keperawatan secara profesional.

35
36

E. Permasalahan
Keperawatan sebagai ilmu pengetahuan terus menerus berkembang, baik
disebabkan adanya tekanan eksternal, maupun karena tekanan internal
keperawatan. Masalah-masalah yang dihadapi oleh masyarakat menuntut
dikembangkannya pendekatan dan pelaksanaan asuhan keperawatan yang
berbeda. Hal ini menyebabkan iptek Keperawatan sebagai bentuk tekanan
eksternal, harus terus-menerus dikembangkan.

1. Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Masih Rendahnya Peran Perawat


Dalam Mana-Jemen Keperawatan

Menurut Azrul Azwar (1999) dalam Nursalam (2002) permasalahan pokok


yang dihadapi perawat Indonesia dalam sistem pelayanan kesehatan adalah
sebagai berikut:

1) Peran perawat profesional yang tidak optimal

Peran perawat profesional dalam sistem kesehatan nasional adalah


berupaya mewujudkan sistem kesehatan yang baik, sehingga
penyelenggaraan pelayanan kesehatan (health service) sesuai dengan
kebutuhan dan tuntutan kesehatan (health needs and demands)
masyarakat, sementara itu di sisi lain biaya pelayanan kesehatan sesuai
dengan kemampuan ekonomi masyarakat. Akan tetapi perawat belum
melaksanakan peran secara optimal. Di sinilah letak masalahnya, karena
dalam praktik sehari-hari penyelenggaraan pelayanan kesehatan,
termasuk pelayanan keperawatan, yang sesuai dengan kebutuhan
masyarakat tidaklah mudah. Tidak mengherankan jika pada saat ini
banyak ditemukan keluhan masyarakat terhadap pelayanan
kesehatan/keperawatan di Indonesia.

2) Terlambatnya pengakuan body of knowledge profesi keperawatan

36
37

Di Indonesia pengakuan tersebut baru terjadi pada tahun 1985, yakni


ketika PSIK untuk pertama kali dibuka di Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Padahal di negara-negara maju, banyak
pengakuan body of knowledge tersebut telah lama ditemukan. Setidak-
tidaknya sejak tahun 1869, yakni ketika Florence Nightingale untuk
pertama kali memperkenalkan teori keperawatan yang menekankan
pentingnya faktor lingkungan. Dalam keadaan ini tidak mengherankan
jika profesi kesehatan lain, hingga saat masih belum sepenuhnya apakah
keperawatan sebagai suatu ilmu.

3) Terlambatnya pengembangan pendidikan keperawatan profesional

Sekolah Perawat Kesehatan dan Akademi Keperawatan di Indonesia


telah banyak dikenal. Pendidikan S1 Keperawatan (ners) di Indonesia
baru dimulai secara bersamaan pada tahun 2000.

4) Terlambatnya pengembangan sistem pelayanan/asuhan keperawatan


profesional

Jika ditinjau dari berbagai masalah profesi keperawatan yang ditemukan


pada saat ini, terlambatnya pengembangan sistem pelayanan
keperawatan yang dipandang merupakan masalah yang amat pokok,
karena sampai saat ini harus diakui, kejelasan pelayanan keperawatan
belum dimiliki. Tidak hanya yang menyangkut bentuk praktik
keperawatan, tetapi juga kewenangan para penyelenggaranya. Model
asuhan keperawatan sesuai dengan kelompok keilmuan keperawatan
masih belum dikembangkan di tatanan pelayanan (rumah sakit maupun
Puskesmas). Meskipun model tersebut telah dilatihkan kepada para
perawat dan institusi penyelenggara pelayanan kesehatan. Sehingga di
sana–sini masih ditemukan ketidakpuasan pasien, perawat, dan
stakeholder lainnya terhadap pelayanan keperawatan.

37
38

2. Faktor-Faktor Lain Yang Memperlambat Perkembangan Peran Perawat


Secara Profesional (Nursalam, 2002)
1) Antithetical terhadap perkembangan Ilmu keperawatan

Karena rendahnya dasar pendidikan profesi dan belum


dilaksanakannya pendidikan keperawatan secara profesional, maka
perawat lebih cenderung untuk melaksanakan perannya secara rutin
dan menunggu perintah dari dokter. Mereka cenderung untuk menolak
terhadap perubahan ataupun sesuatu yang baru dalam melaksanakan
perannya secara profesional.

2) Rendahnya Rasa percaya diri/harga diri (low self-


confidence/selfesteem)

Banyak perawat yang tidak melihat dirinya sebagai sumber informasi


dari klien. Perasaan rendah diri/kurang percaya diri tersebut timbul
karena rendahnya penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
kurang memadai serta sistem pelayanan kesehatan Indonesia yang
menempatkan perawat sebagai warga negara kelas dua. Stigma inilah
yang membuat perawat dipandang tidak cukup memiliki kemampuan
yang memadai dan kewenangan dalam pengambilan keputusan di
bidang pelayanan kesehatan.

3) Kurangnya pemahaman dan sikap untuk melaksanakan riset


keperawatan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh penulis, lebih dari


90% perawat tidak melaksanakan perannya dalam melaksanakan riset.
Hal ini lebih disebabkan oleh: pengetahuan/keterampilan riset yang
sangat kurang, keterbatasan waktu, tidak adanya anggaran karena
kebijakan yang kurang mendukung pelaksanaan riset. Baru pada tahun
2000-an, Pusdiknakes memberikan kesempatan kepada para perawat
untuk melaksanakan riset, itupun hasilnya masih dipertanyakan karena
banyak hasil yang ada lebih mengarah pada riset kesehatan secara

38
39

umum. Riset tentang keperawatan hampir belum tersentuh. Faktor lain


yang sebenarnya sangat memprihatinkan adalah tugas akhir yang
diberikan kepada mahasiswa keperawatan bukan langkah-langkah
riset secara ilmiah, tetapi lebih menekankan pada laporan kasus per
kasus.

4) Pendidikan keperawatan hanya difokuskan pada pelayanan kesehatan


yang sempit

Pembinaan keperawatan dirasakan kurang memenuhi sasaran dalam


memenuhi tuntutan perkembangan zaman. Pendidikan keperawatan
dianggap sebagai suatu objek untuk kepentingan tertentu dan tidak
dikelola secara profesional. Kurikulum yang diterapkan lebih
mengarahkan perawat tentang how to work and apply, bukan how to
think and do critically.

5) Rendahnya standar gaji bagi perawat

Gaji perawat, khususnya yang bekerja di instansi pemerintah


dirasakan sangat rendah bila dibandingkan dengan negara lain, baik di
Asia ataupun Amerika. Keadaan ini berdampak terhadap kinerja
perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan yang profesional.

Sangat minimnya perawat yang menduduki pimpinan di institusi


kesehatan

Masalah ini sangat krusial bagi pengembangan profesi keperawatan,


karena sistem sangat berpengaruh terhadap kualitas pelayanan yang
baik. Hal ini tentunya akan mempengaruhi perkembangan
keperawatan di Indonesia, karena dampaknya semua kebijakan yang
ada biasanya kurang berpihak terhadap kebutuhan keperawatan

39
BAB IV. PEMBAHASAN

A. Langkah Strategis Dalam Menghadapi Fenomena

Dengan landasan penalaran yang tajam, Brill dan Worth (1997)


memberikan ramalan bahwa organisasi masa depan yang akan mampu
bersaing harus memiliki visi yang jelas dan terarah. Visi adalah suatu
pernyataan yang berisi arahan yang jelas tentang apa yang harus diperbuat
organisasi di masa yang akan datang. “A vision is a realistic, credible,
attractive future for your organization” (Nanus: 1992). Visi yang jelas dan
tepat sesuai dengan kebutuhan organisasi akan mampu menumbuhkan hal-hal
berikut: 1) menumbuhkan komitmen karyawan terhadap pekerjaan dan
mampu memupuk semangat kerja karyawan, 2) menumbuhkan rasa
kebermaknaan di dalam kehidupan kerja karyawan, 3) menumbuhkan standar
kerja yang prima, 4) menjembatani keadaan organisasi masa sekarang dan
masa depan. Penelitian Collin dan Porras (dalam Pradiansyah: 1997),
menunjukkan bahwa organisasi yang memiliki visi dapat melampaui prestasi
organisasi yang tidak memiliki visi sampai 55 kali.

Suatu survai yang dilaksanakan majalah Fortune terhadap 1500


pimpinan senior perusahaan, mengungkapkan ciri-ciri atau kemampuan
paling dominan yang harus dimiliki pimpinan pada tahun 2000 adalah ke-
mampuan merumuskan visi masa depan (Korn: 1989 dalam Chandra: 1997).
Menurut Kotter (1996) visi organisasi merupakan tanggung jawab pemimpin
organisasi. Visi adalah komponen sentral dari kepemimpinan yang hebat
(great leadership). Dengan visinya seorang pemimpin memberikan jaminan
kepastian/keamanan kepada anak buahnya dalam menyesuaikan diri dengan
perubahan karena pengaruh perubahan lingkungan (Pradiansyah: 1997).

Sudah jelas bahwa pekerjaan yang tidak ringan dan menjadi keharusan
bagi seorang pemimpin untuk dapat merumuskan visi kepemimpinannya (visi

40
41

organisasi) dengan jelas dan terarah. Untuk dapat merumuskan visi yang
jelas, kepemimpinan organisasi harus mempertanyakan hal-hal berikut
(Nanus: 1992): apa visi dan tujuan organisasi saat ini, apa manfaat organisasi
bagi masyarakat, apa ciri wilayah kerja dan kerangka kerja institusional
dimana organisasi beroperasi, apa keunikan organisasi di dalam wilayah
garapan atau di dalam struktur yang dimasuki, dan hal-hal apa yang harus
dilakukan agar organisasi maju dan berkembang?

Di depan telah disodorkan kompetensi yang harus dimiliki seorang


pemimpin yang terangkum dalam 5 dimensi. Mendasarkan pada fenomena
perubahan yang terus menerus terjadi, di samping harus memiliki visi yang
jelas dan terarah, pemimpin organisasi masa depan harus memiliki
kompetensi yang menonjol sesuai lingkungan perubahan. Spencer, et al.
(1994) mengidentifikasi beberapa kompetensi yang akan semakin penting
bagi pemimpin organisasi masa depan yang meliputi: 1) kemampuan berpikir
strategis, yaitu kemampuan untuk memahami kecenderungan perubahan
lingkungan yang berlangsung cepat, peluang pasar, ancaman kompetisi,
kekuatan dan kelemahan organisasi yang dipimpinnya, serta mampu
mengidentifikasi tanggapan-tanggapan strategis, 2) kepemimpinan dalam
perubahan, yaitu kemampuan untuk mengkomunikasikan visi

Strategis organisasi kepada seluruh pihak yang terkait, menciptakan


komitmen dan motivasi, penggerak inovasi dan semangat kewirausahaan,
serta mampu mengalokasikan sumber daya organisasi secara optimal untuk
mengantisipasi perubahan yang akan terjadi, 3) pengelolaan hubungan, yaitu
kemampuan untuk membina hubungan di tengah-tengah jaringan kerja yang
kompleks, baik dengan partner usaha maupun pihak lain yang memiliki
pengaruh terhadap keberlangsungan organisasi.

B. Kepemimpinan Organisasi Keperawatan :

41
42

Prinsip sukses dalam menghadapi tren perkembangan keperawatan di masa


depan, setiap perawat harus memiliki 3 unsur utama: visi (ilmu–konsep),
aktivitas yang nyata, dan motivasi yang tinggi untuk mencapai suatu tujuan.
Sehingga perlu selalu tertanam suatu prinsip “Success is my Right, … not just
only belong to other profession.” Oleh karena itu, perlu ditanamkan suatu
sikap yang konsisten, komitmen, kolaboratif, kondusif, dan disiplin yang
tinggi.

Untuk menghadapi trends-issues perubahan Pelayanan Keperawatan di masa


depan, maka manajer keperawatan perlu mempunyai “KOREK API” dengan
penjabaran sebagai berikut:

1) KOREK
(1) Kolektivitas (Kebersamaan):

Dalam mencapai tujuan peningkatan kualitas layanan keperawatan,


perawat masa depan harus menumbuhkan rasa kebersamaan dan
“emotional solidarity.” Meyakini dan berpedoman bahwa apa yang
dilakukan adalah untuk profesi, maka harus dipupuk rasa
kebersamaan. Tanpa adanya rasa kebersamaan, maka sebuah tim
akan mudah “diobok obok” orang lain dan bercerai berai.

(2) Organising (Terorganisisasi):

Segala aktivitas yang dilaksanakan harus terencana dengan baik.


Hal ini penting bagi perawat masa depan untuk selalu bertindak
berdasarkan pertimbangan dan perencanaan yang matang.

(3) Retail (Jasa Layanan):

Indikator kualitas perawat masa depan adalah meningkatnya


pengakuan masyarakat terhadap jasa layanan keperawatan. Jasa
layanan keperawatan harus dapat dirasakan dan dinikmati
masyarakat.

42
43

(4) Efektif Dan Efisien:

Prinsip pelayanan keperawatan masa depan adalah efektivitas dan


efisiensi. Perawat harus dapat memberikan asuhan keperawatan
yang cepat, tepat, dan akurat. Efisiensi dalam penggunaan sarana
dan dana dalam pelaksanaan asuhan keperawatan merupakan
indikator utama perawat masa depan.

(5) Komitmen:

Maju mundurnya suatu organisasi profesi, pendidikan keperawatan,


pelayanan keperawatan terletak pada komitmen perawat. Ilmu
keperawatan sangat tergantung pada “komitmen” perawat itu
sendiri untuk selalu bertanggung jawab secara moral dan
profesional. Komitmen merupakan kunci kesuksesan utama di
dalam mewujudkan keperawatan sebagai profesi.

2) API
(1) Aktualisasi

Dalam mempertahankan keperawatan sebagai profesi, maka


perawat harus mampu menunjukan aktualisasinya kepada
masyarakat dan profesi lainnya, khususnya para eksekutif di
wilayahnya. Aktualisasi tersebut akan dapat diterima orang lain,
jika perawat mempunyai bekal pengetahuan, sikap, dan
keterampilan profesional. Peningkatan kualitas pendidikan bagi
perawat mutlak diperlukan dalam mencapai tujuan aktualisasi diri
dan rasa percaya diri yang tinggi.

(2) Produktif

43
44

Singkatan NATO “No Action Talk Only,” harus dihindari oleh


perawat masa depan. Potret perawat masa depan adalah perawat
yang produktif, mempunyai suatu aktivitas profesional yang
bermanfaat bagi anggota profesinya.

(3) Inovatif

Selalu berpikir jauh ke depan dan terus maju merupakan ciri khas
perawat masa depan dengan belajar dari pengalaman dan kesalahan
masa lalu. Perawat masa depan harus melakukan pembaharuan-
pembaharuan dalam penataan organisasi profesi, pendidikan,
praktik, dan ilmu keperawatan.

44
BAB V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan
Organisasi masa depan yang mampu bertahan adalah organisasi
yang memiliki kepemimpinan yang efektif. Pemimpin yang efektif
memiliki 10 karakteristik: 1) mengembangkan, melatih, dan mengayomi
bawahan, 2) berkomunikasi secara efektif dengan bawahan, 3) memberi
informasi kepada bawahan mengenai apa yang diharapkan perusahaan dari
mereka, 4) menetapkan standar hasil kerja yang tinggi, 5) mengenali
bawahan beserta kemampuannya, 6) memberi peranan kepada para
bawahan dalam proses pengambilan keputusan, 7) selalu memberi
informasi kepada bawahan mengenai kondisi perusahaan, 8) waspada
terhadap kondisi moral perusahaan dan selalu berusaha untuk
meningkatkannya, 9) bersedia melakukan perubahan dalam melakukan
sesuatu, dan 10) menghargai prestasi bawahan.

Oleh karena menjadi pemimpin yang efektif membutuhkan proses,


maka sebuah organisasi dapat menggunakan strategi berikut untuk
meningkatkan keefektifan, yaitu: leadership substitues, ledaership en-
hancers, dan leadership neutralizers. Kepemimpinan yang efektif juga
memerlukan model untuk mendiagnosa perilaku organisasi. Model yang
bisa digunakan adalah “A Congruence Model for Diagnosing
Organizational Behavior”. Dengan model tersebut segala permasalahan
perilaku organisasi dapat diketahui dan ditemukan strategi pemecahannya.

B. Saran
Alternatif strategi pemimpin organisasi perawat Indonesia dalam
menghadapi asuhan keperawatan di masa mendatang adalah “the nurse
should do no harm to your self” (Nightingale). Pernyataan ini berarti
semua tindakan keperawatan harus dapat memenuhi kebutuhan pasien

45
46

tanpa adanya risiko negatif yang ditimbulkan. Strategi yang harus


ditempuh meliputi: (1) Peningkatan pendidikan bagi perawat practicioners,
(2) Pengembangan Ilmu Keperawatan, (3) Pelaksanaan riset yang
berorientasi pada masalah di klinik/komunitas, dan (4) Identifikasi peran
manajer perawat profesional di masa depan, dan (5) Menerapkan model
dan metode asuhan keperawatan profesional terbaru (MAKP).

46
DAFTAR PUSTAKA

Azrul Azwar. 2005. Pengantar Administrasi Kesehatan. Edisi kedua. Jakarta: PT.
Bina Rupa Aksara.
Christina S.I. (1990), Pengantar Manajemen Keperawatan; Akper Padjajaran
Bandung (tidak dipublikasikan).
Dee Ann Gillies. 2002. Nursing Management. Philadelphia: WB. Saunders
Company.
Eleanor J. Sullivan dan Phillip J. Decker. 1995. Effective Management in
Nursing. California: Addison-Wesley Publishing Company.
Fiedler, F.E.1967. A Theory of Leadership Effectivenss, New York: McGraw-
Hill.
Gillies, DA. (1996), Manajemen Keperawatan, Suatu Pendekatan Sistem; W.B.
Saunders Company, Philadephia.
H. Moh. Isa. 2001. Beberapa Bacaan tentang Dasar-dasar Manajemen. Jakarta:
Pusat Pendidikan dan Latihan Pegawai Depkes RI.
James A.F. Stoner, Management, Secont Editions, Prentice-Hall International,
Inc., 1982.
Lancoster, J. dan Lancoster, W. (1982), Change Agent as Leaders in Nursing; CV.
Mosby Company, St. Louis.
Prayitno, S. (1997),  Dasar-dasar Administrasi Kesehatan Masyarakat; Airlangga
University Press, Surabaya.
Robert J. Thierauf, Robert C. Klekamp, Daniel W. Gedding, Management
Principles and Practices: A Contigency and Questionnare Approach, John
Willey & Son, New York, 1997
Robbins, Stephen, et.al. 1994. Organizational Beharviour: Concepts,
Controversies and Applications, Prentice-Hall Australia and New Zealand.

Stephen J. Carrol & Henry L. Tosy, Organizational Behavior, John Willey & Son,
New York, 1977
Stoner, James A.F dan R. Edward Freeman. 1989. Management, Prentice-Hall of
India.
T. Hani Handoko. 1995. Manajemen. Edisi kedua. Yogyakarta: BPFE.

47
Vroom V. dan Yetton, P. 1974. Leadership and Decision Making, Pittsburgh, PA:
University of Pittsbyrgh Press.

Howell, J.M. dan Avolio, B.J. 1993. Transformational Leadership,Transactional


Leadership, Locus of Control Support for Innovation, Journal of Applied
Psychology 78, p. 891-902.
Nursalam, 2011. Manajemen keperawatan (Aplokasi dalam Praktik Keperawatan
professional)

Teori Sifat atau Pembawaan

(Sumber: Diadaptasi dari Chapter Seventeen, Leadership, 2001,


The McGraw-Hill Company, Inc.)
Teori Gaya Keperilakuan
(Sumber: Diadaptasi dari Chapter Seventeen, Leadership, 2001,
The McGraw-Hill Company, Inc.)

48

Anda mungkin juga menyukai