PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Infeksi SSP merupakan masalah kesehatan serius yang perlu segera diketahui dan diobati untuk
meminimalkan gejala sisa neurologis yang serius dan memastikan keselamatan pasien, salah satunya
adalah meningitis. Meningitis adalah infeksi pada selaput pelindung yang mengelilingi otak dan
sumsum tulang belakang (meninges). Selaput pelindung otak adalah selaput duramater, araknoid dan
piamater. Selain selaput, infeksi ini juga melibatkan cairan serebrospinal yang mengelilingi otak dan
sumsum tulang belakang. Meningitis dapat menjadi serius bila tidak ditangani dengan cepat. Hal ini
menyebabkan kerusakan permanen pada saraf dan otak. Meningitis disebabkan oleh bakteri, virus
atau jamur.1 Infeksi pada meninges menunjukkan gejala kaku kuduk, sakit kepala, demam,
sedangkan bila parenkim otak yang terkena akan memperlihatkan penurunan tingkat kesadaran,
kejang, defisit neurologis fokal, dan kenaikan tekanan intrakranial. Meningitis dapat menyerang
siapa saja, tetapi paling sering terjadi pada bayi, anak - anak, remaja dan dewasa muda.2
Meningitis tuberkulosis merupakan manifestasi tuberkulosis yang paling ditakuti, dan
merupakan infeksi sistem saraf pusat (SSP) yang umum terjadi khususnya di negara-negara
berkembang seperti Indonesia di mana tuberkulosis masih cukup endemis. Insidensi sesuai dengan
tuberkulosis paru yang mempunyai angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi.4
Meningitis tuberkulosis adalah radang selaput otak akibat komplikasi tuberkulosis primer.
Secara histologi meningitis tuberkulosis merupakan meningoensefalitis (tuberkulosis) dengan
invasi ke selaput dan jaringan susunan saraf pusat.3
Penyakit ini disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Pada jaringan tubuh kuman
ini berbentuk batang halus berukuran 3 x 0,5 µm, dapat juga terlihat seperti berbiji-biji).2,9
1.2 Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui anatomi serta untuk mengetahui
manifestasi meningitis TB mulai dari definisi, etiologi, diagnosis, manifestasi klinis, dan
penatalaksanaannya.
1.3 Manfaat
Makalah ini adalah bermanfaat bagi para pembaca, khususnya yang terlibat dalam bidang
medis dan masyarakat secara umumnya. Diharapkan dengan makalah ini pembaca dapat lebih
mengetahui dan memahami lebih mendalam mengenai meningitis TB sehingga penanganan yang
lebih cepat dan tepat dapat dilakukan untuk mengurangi angka morbiditas dan mortalitas pasien.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
dapat diidentifikasi oleh peningkatan kadar leukosit dalam liquor cerebrospinal (LCS).3
2.2 Anatomi Fisiologis
Otak dan sumsum tulang belakang diselimuti oleh meninges yang berasal dari mesodermal.
Fungsinya yang melindungi struktur saraf, membawa pembuluh darah dengan sekresi sejenis cairan
yaitu cairan serebrospinal. Tiga lapisan meninges dari yang terluar ke dalam :
1. Duramater
Lapisan paling luar, kuat dan keras dan disebut juga “pachymeninx” (membran yang kuat)
Araknoid Membran avaskular yang tipis dan rapuh yang memisahkan duramater piamater.
Membran ini disebut juga dengan “leptomeninges” (membran yang tipis,rapuh
Ruangan antara araknoid dan piamater (ruangan subaraknoid) berisi cairan serebrospinal.
2. Piamater.
Terdiri dari lapisan – lapisan tipis mesodermal yang menyerupai
Tanda Klinis
Kaku Kuduk 40 – 80%
Kebingungan 10 – 30%
Koma 30 – 60%
Kelumpuhan Nervus Kranial 30 – 50%
VI 30 – 40 %
III 5 – 15%
VII 10 – 20%
Hemiparesis 10 – 20%
Paraparesis 5 – 10%
Kejang
Anak-Anak 50%
Dewasa 5%
Cairan Serebrospinal
Kejernihan 80 – 90%
Tekanan > 25 cm H2O 50%
Hitung Leukosit (x 103/ml) 5 – 1000
Netrofil 10 – 70%
Limfosit 30 – 90%
Protein (g/l) 0,45 – 3,0*
Laktat (mmol/l) 5,0 – 10,0
Glukosa CSS ; Glukosa darah < 0,5 95%
* Protein Serebrospinal dapat > 10 g/l dengan sumbatan medulla spinal
2.6 Diagnosis
Diagnosis ditegakan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan neurologi dan
pemeriksaan penunjang.3
1. Pemeriksaan Laboratorium
Laju endap darah yang meningkat lebih dari 80% pada kasus meningitis tuberkulosis, tapi
ini bukan nilai diagnostik. Sebagian besar anak dengan meningitis tuberkulosis memiliki
nilai hitung darah lengkap yang normal, sementara anemia lebih umum, leukopenia dan
trombositopenia jarang dengan tidak adanya penyebaran menigitis tuberkulosis.6
2. Tes Tuberkulin
Penempelan tes kulit intradermal Mantoux, meskipun cukup sederhana dan rutin pada orang
dewasa yang kooperatif, dapat lebih sulit dilakukan pada anak-anak. Tes ini dinilai setelah
48-72 jam penempelan dengan pengukuran dan pencatatan jumlah indurasi (bukan eritma).
Jumlah indurasi dianggap sebagai tes kulit positif tergantung pada risiko infeksi
tuberkulosis dan risiko infeksi tuberkulosis berkembang menjadi penyakit tuberkulosis.
Secara umum, indurasi yang lebih dari 5 mm dianggap positif untuk orang dengan tanda
klinis atau radiografi dengan tanda-tanda penyakit tuberkulosis.6
3. Pemeriksaan Cairan Serebrospinalis
Pungsi lumbal pada meningitis tuberkulosis biasanya menunjukkan peningkatan opening
pressure dan jernih, serta tidak berwarna. Kebanyakan pasien memiliki tingkat pleositosis
moderat, biasanya kurang dari 500 sel/mm 3. Leukosit CSS lebih besar dari 1000 sel/mm 3
jarang pada meningitis tuberkulosis. Walaupun sel PMN lebih banyak pada awal perjalanan
penyakit. Namun pada saat dilakukan pungsi lumbal tampak limfositosis.6
Rentang tingkat protein CSS biasanya berada pada 100 sampai 500 mg/dl, protein
meningkat selama perjalanan penyakit dan sangat meningkat bila terjadi obstruksi CSS,
kadar glukosa jarang turun di bawah 20 mg/dl sehingga kadar glukosa yang rendah ini dapat
membedakan meningitis tuberkulosis dengan penyebab lain, kecuali penyebab bakteri.
4. Pemeriksaan Radiologi
Pada penelitian oleh Etlik Ö et al (2004). Pada 16 pasien meningitis tuberkulosis
menemukan bahwa hanya ditemukan 2 pasien (12,5%) yang memiliki kelainan pada
rontgen toraks seperti TBC milier, limfadenopati, konsolidasi pada paru-paru sebelah
kanan. CT scan dan MRI tidak dapat menegakkan diagnosis mikobakterium tuberkulosis
tetapi dapat membantu menyingkirkan gangguan SSP dan dapat memberi petunjuk
mengenai tuberkulosis SSP (Starke RJ, 2010). Sebagian besar pasien yang diperiksa dengan
MRI ditemukan hasil radiologi abnormal yang sesuai dengan meningitis tuberkulosis
termasuk hidrosefalus (25%), enhancement sisterna basalis (18%), dan infark bilateral pada
ganglia basalis (43%). Sebaliknya, sebagian besar pasien yang diperiksa dengan CT scan
tidak ditemukan hasil radiologi yang abnormal kecuali hidrosefalus. Pada pemeriksaan CT
scan sering ditemukan ventrikel melebar, eksudat, dan meninges yang menebal terutama di
daerah basilar otak.2
2.6 Diagnosis Banding
Ada beberapa yang dapat menjadi diagnosis banding dari meningitis tuberkulosis antara lain6:
Infeksi bakteri disebabkan oleh meningitis yang tidak diobati atau diobati secara setengah-
setengah, abses otak (brain abscess), leptospirosis, brucellosis.
Infeksi virus disebabkan oleh herpes simplex, mumps.
Infeksi jamur disebabkan oleh cryptococcosis, histoplasmosis.
Infeksi protozoa disebabkan oleh toxoplasmosis.
Vascular disebabkan oleh emboli, infeksi endokarditis, sinus thrombosis, stroke, systemic
vasculitis syndromes.
2.7 Tatalaksana
Saat ini telah tersedia berbagai macam tuberkulostatika, pada umumnya tuberkulostatika
diberikan dalam bentuk kombinasi, dikenal sebagai triple drugs, ialah kombinasi antara INH
dengan dua jenis tuberkulostatika lainnya. Kita harus kritis untuk menilai efektivitas masing-
masing obat terutama dalam hal timbulnya resistensi.2,3
Berikut ini adalah beberapa contoh tuberkulostatika yang dapat diperoleh di Indonesia3 :
1. Isoniazid (INH), diberikan dengan dosis 10 – 20 mg/kgBB/hari pada anak) dan pada orang
dewasa dengan dosis 400 mg/hari. Efek samping berupa neuropati, gejala-gejala psikis.
2. Rifampisin, diberikan dengan dosis 10 – 20 mg/kgBB/hari dengan dosis tunggal. Efek
samping sering ditemukan pada anak di bawah 5 tahun dapat menyebabkan neuritis optika,
muntah, kelainan darah perifer, gangguan hepar, dan flu-like-symptom.
3. Etambutol, diberikan dengan dosis 25 mg/kgBB/hari – 150 mg/hari. Efek samping dapat
menimbulkan neuritis optika.
4. PAS diberikan dengan dosis 200 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis dapat diberikan
sampai 12 g/hari. Efek samping dapat menyebabkan gangguan nafsu makan.
5. Streptomisin, diberikan intramuskuler selama lebih kurang 3 bulan. Dosisnya adalah 30 –
50 mg/kgBB/hari. Oleh karena bersifat ototoksik maka harus diberikan dengan hati-hati.
Bila perlu pemberian streptomisin dapat diteruskan 2 kali seminggu selama 2 – 3 bulan
sampai CSS menjadi normal.
6. Kotikosteroid, biasanya dipergunakan prednisone dengan dosis 2 – 5 mg/kgBB/hari (dosis
normal) 20 mg/hari dibagi dalam 3 dosis selama 2 – 4 minggu kemudian diteruskan dengan
dosis 1 mg/kgBB/hari selama 1 – 2 minggu. Pemberian kortikosteroid seluruhnya adalah
lebih kurang 3 bulan, apabila diberi deksametason maka obat ini diberikan secara intravena
dengan dosis 10 mg setiap 4 – 6 jam. Pemberian deksametason ini terutama bila ada edema
otak. Apabila keadaan membaik maka dosis dapat diturunkan secara bertahap sampai 4 mg
setiap 6 jam secara intravena.
7. Pemberian kortikosteroid efektif untuk mengurangi inflamasi, terutama di ruang
subarakhnoid, mengurangi edema otak dan tekanan intrakranial, dan mengurangi inflamasi
pembuluh darah kecil dengan demikian mengurangi kerusakan aliran darah sampai jaringan
otak. Namun, kortikosteroid dapat juga menyebabkan penekanan sistem imun. Yaitu
menekan gejala infeksi tuberkulosis juga meningkatkan pertumbuhan bakteri, mengurangi
inflamasi meninges yang akan mengurangi kemampuan obat sampai ke ruang subarakhnoid,
dan menyebabkan hemoragi gastrointestinal, ketidakseimbangan elektrolit, hiperglikemia,
dan infeksi jamur (Prasad K, Singh MB, 2009).
Tabel 2 Beberapa Regimen yang dianjurkan untuk
pengobatan meningitis tuberkulosis3
Obat Dosis Frekuensi Lamanya
Kemungkinan resistensi obat yang rendah
A INH 300 mg Setiap hari 6 bulan
RIF 600 mg Setiap hari 6 bulan
PRZ 15 – 30 Setiap hari 2 bulan
mg/kg
B INH Setiap hari 9 bulan
RIF 300 mg Setiap hari 9 bulan
Etambutol 600 mg Setiap hari 2 bulan
atau streptomisin 25 mg/kgBB Setiap hari 2 bulan
1g
C INH Setiap hari 1 bulan
300 mg 2 x 8 bulan
RIF 900 mg seminggu 1 bulan
600 mg Setiap hari 8 bulan
600 mg 2 x
seminggu
Kemungkinan resistensi obat yang tinggi
A INH 300 mg Setiap hari 1 tahun
RIF 600 mg Setiap hari 1 tahun
Kasus dengan resistensi obat, diberikan setelah tes resistensi
2.8 Prognosis
Prognosis meningitis tuberkulosis ditentukan oleh stadiumnya, makin lanjut stadiumnya
prognosanya makin jelek.3,4
Beberapa indikator prognosis yang buruk seperti – usia yang terlalu tua, stadium lanjut
penyakit, TB ekstrameningeal yang terjadi bersamaan, dan peningkatan tekanan intrakranial.
Penelitian menunjukkan bahwa variabel yang signifikan untuk memprediksi hasil meningitis
tuberkulosis adalah usia, stadium penyakit, kelemahan fokal, kelumpuhan nervus kranial, dan
hidrosefalus.7,8
Prognosis meningitis tuberkulosis secara langsung berhubungan dengan derajat penyakit
yang muncul dan awal pengobatan. Sebagian besar pasien yang diterapi pada derajat I memiliki
hasil luaran (outcome) yang baik. Sebaliknya, sebagian besar pasien yang didiagnosis pada derajat
III akan meninggal atau cacat. Beberapa pasien yang didiagnosis pada derajat II memiliki hasil
yang baik, sedangkan yang lain memiliki defisit neurologi yang persisten. Angka kematian pada
meningitis tuberkulosis dengan terapi yang adekuat adalah 10 – 20% di negara maju, tapi dapat
lebih tinggi sebesar 30 – 40% di negara berkembang. Secara umum prognosis yang buruk terjadi
pada bayi, lanjut usia, pasien malnutrisi, dan pasien dengan penyakit yang menular atau dengan
peningkatan tekanan intracranial.6
Kerusakan penglihatan dan pendengaran merupakan perjalanan yang secara umum lambat.
Kerusakan penglihatan biasanya karena tekanan edema pada nervus optik atau kiasma, tapi kadang
secara sekunder akibat peningkatan tekanan intrakranial. Kehilangan pendengaran dihasilkan dari
kerusakan nervus yang disebabkan oleh eksudat basalis.6
Defisit motorik setelah meningitis tuberkulosis lebih umum terjadi pada anak-anak dari pada
orang dewasa, telah dilaporkan pada 10 – 25% orang yang selamat hidup. Endokrinopati dapat
menjadi jelas setelah beberapa bulan atau tahun membaik dari meningitis tuberkulosis.6,9
2.9 Komplikasi
Beberapa komplikasi yang akan terjadi pada meningitis tuberkulosis dijelaskan pada tabel di
bawah ini.
Tabel 3 Frekuensi komplikasi pada 104 pasien meningitis tuberkulosis1
N (%)
Hyponatraemia 51 49
Hydrocephalus 44 42
Stroke 34 33
Cranial nerve palsies 30 29
Epileptic seizures 29 28
Diabetes insipidus 6 6
Tuberculoma 3 3
Myeloradiculopathy 3 3
Hypothalamic syndrome 3 3
Addison’s disease 1 1
Syringomyelia 1 1
Cavernous sinus syndrome 1 1
Acute tubular necrosis 1 1
Severe metabolic acidosis
BAB III
KESIMPULAN