Anda di halaman 1dari 18

ARTIKEL TEMA KEISLAMAN BUKAN KAJIAN TEMA KEISLAMAN

Dosen Pengampu:
Dr.Taufik Ramdani, S.Th.I., M.Sos

Disusun Oleh :

Nama : Ahmad Satriadi


NIM : F1B020010
Fakultas & Prodi : Fakultas Teknik, Prodi Teknik Elektro
Semester :1

TEKNIK

T.A 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat ALLAH SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahNya sehingga
saya dapat menyelesaikan tugas makalah Pendidikan Agama Islam ini tepat pada wakunya

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Dr.Taufik Ramdani,
S.Th.I., M.Sos pada mata kuliah Agama Islam. Selain itu, makalah ini bertujuan untuk
menambah wawasan bagi pembaca dan juga bagi penulis.

Saya mengucapkan terima kasi kepada bapak Dr.Taufik Ramdani, S.Th.I., M.Sos selaku dosen
mata kuliah Pendidiksn Agama Islam yang telah membimbing dan memberikan tugas ini
sehihingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan

Besar harapan saya makalah ini akan memberikan manfaat dan saya juga menyadari, makalah
yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun akan saya nantikan demi kesempurnan makalah ini

Penyusun, Mataram 12 oktober 2020

Nama : Ahmad Satriadi


NIM : F1B020010

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN COVER ......................................................................................................... i


KATA PENGANTAR ....................................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................................... iii
I. Keistimewaan dan Kebenaran Konsep Ketuhanan dalam Islam ........................... 4
II. Sains dan Teknologi dan Al-Quran dan Hadis ........................................................ 10
III. Generasi Terbaik Menurut Al-Hadis ........................................................................ 12
IV. Pengertian Salaf Menurut Al-Hadis ......................................................................... 13
V. Ajaran Tentang Berbagi serta Keadilan Penegakan Hukum .................................. 14

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 17


LAMPIRAN ...................................................................................................................... 18

iii
I. Keistimewaan dan Kebenaran Konsep Ketuhanan dalam Islam
1. ALLAH Swt.
Dalam konsep Islam, Tuhan disebut Allah (bahasa Arab: ‫ )هللا‬dan diyakini sebagai Zat Maha Tinggi
Yang Nyata dan Esa, Pencipta Yang Maha Kuat dan Maha Tahu, Yang Abadi, Penentu Takdir, dan
Hakim bagi semesta alam.
Islam menitikberatkan konseptualisasi Tuhan sebagai Yang Tunggal dan Maha Kuasa
(tauhid).Dia itu wahid dan Esa (ahad), Maha Pengasih dan Maha Kuasa. Menurut Al-
Quran terdapat 99 Nama Allah (asma'ul husna artinya: "nama-nama yang paling baik")
yang mengingatkan setiap sifat-sifat Tuhan yang berbeda.Semua nama tersebut
mengacu pada Allah, nama Tuhan Maha Tinggi dan Maha Luas. Di antara 99 nama
Allah tersebut, yang paling terkenal dan paling sering digunakan adalah "Maha
Pengasih" (ar-rahman) dan "Maha Penyayang" (ar-rahim).[5][6]
Penciptaan dan penguasaan alam semesta dideskripsikan sebagai suatu tindakan
kemurahhatian yang paling utama untuk semua ciptaan yang memuji keagungan-Nya
dan menjadi saksi atas keesan-Nya dan kuasa-Nya. Menurut ajaran Islam, Tuhan
muncul di mana pun tanpa harus menjelma dalam bentuk apa pun. Al-Quran
menjelaskan, "Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat
segala yang kelihatan; dan Dialah Yang Maha Halus lagi Maha Mengetahui." (Al-
'An'am 6:103).
Tuhan dalam Islam tidak hanya Maha Agung dan Maha Kuasa, namun juga Tuhan
yang personal: Menurut Al-Quran, Dia lebih dekat pada manusia daripada urat
nadi manusia. Dia menjawab bagi yang membutuhkan dan memohon pertolongan jika
mereka berdoa pada-Nya. Di atas itu semua, Dia memandu manusia pada jalan yang
lurus, “jalan yang diridhai-Nya.”
Islam mengajarkan bahwa Tuhan dalam konsep Islam merupakan Tuhan sama yang
disembah oleh kelompok agama Abrahamik lainnya seperti Kristen dan Yahudi. Namun,
hal ini tidak diterima secara universal oleh kalangan kedua agama tersebut.

2. Etimologi
1. Beberapa teori mencoba menganalisis etimologi dari kata "Allah". Salah satunya mengatakan bahwa
kata Allāh (‫ )هللا‬berasal dari gabungan dari kata al- (sang) dan ʾilāh (tuhan) sehingga berarti "Sang
Tuhan". Namun teori ini menyalahi bahasa dan kaidah bahasa Arab. Bentuk ma'rifat (definitif) dari
ilah adalah al-ilah, bukan Allah. Dengan demikian kata al-ilah dikenal dalam bahasa Arab.
Penggunaan kata tersebut misalnya oleh Abul A'la al-Maududi dalam Mushthalahatul Arba'ah fil
Qur'an (h. 13) dan Syaikh Abdul Qadir Syaibah Hamad dalam al-Adyan wal Furuq wal Dzahibul
Mu'ashirah (h. 54).
2. Kedua penulis tersebut bukannya menggunakan kata Allah, melainkan al-ilah sebagai
bentuk ma'rifat dari ilah. Dalam bahasa Arab pun dikenal kaidah, setiap isim (kata benda atau kata
sifat) nakiroh (umum) yang mempunyai bentuk mutsanna (dua) dan jamak, maka isim ma'rifat kata
itupun mempunyai bentuk mutsanna dan jamak. Hal ini tidak berlaku untuk kata Allah, kata ini tidak
mempunyai bentuk ma'rifat mutsanna dan jamak. Sedangkan kata ilah mempunyai bentuk ma'rifat
baik mutsanna (yaitu al-ilahani atau al-ilahaini) maupun jamak (yaitu al-alihah). Dengan demikian
kata al-ilah dan Allah adalah dua kata yang berlainan.
3. Teori lain mengatakan kata ini berasal dari kata bahasa Aram Alāhā. Cendekiawan muslim kadang-
kadang menerjemahkan Allah menjadi "God" dalam bahasa Inggris. Namun, sebagian yang lain
4
mengatakan bahwa Allah tidak untuk diterjemahkan, dengan berargumen bahwa kata tersebut
khusus dan agung sehingga mesti dijaga, tidak memiliki bentuk jamak dan gender (berbeda
dengan God yang memiliki bentuk jamak Gods dan bentuk feminin Goddess dalam bahasa inggris).
Isu ini menjadi penting dalam upaya penerjemahan Al-Qur'an.
4. Wujud dan Keberadaan ALLAH Swt
Para salafush sholeh atau tiga generasi Muslim awal dan terbaik, meyakini bahwa Allah
memiliki wajah, mata ,tangan jari dan kaki, hanya saja hal-hal tersebut sangatlah berbeda dengan
makhluk ciptaan-Nya.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin menjelaskan: “Wajah (Allah) merupakan sifat yang
terbukti keberadaannya berdasarkan dalil al-kitab, as-sunnah dan kesepakatan ulama salaf.” Ia
menyebutkan ayat ke-27 dalam surah Ar-Rahman. Ia menjelaskan di dalam kitabnya yang lain:
“Nash-nash yang menetapkan wajah dari al-kitab dan as-sunnah tidak terhitung banyaknya,
semuanya menolak ta’wil kaum Mu'tazilah yang menafsirkan wajah dengan arah, pahala atau dzat.
Kemudian mereka meyakini pula Allah berada di atas 'Arsy,letak 'Arsy ada di atas air, dan tidak ada
satu pun dari makhluk yang serupa dengan-Nya. Dijelaskan dalam sebuah hadits, telah dijelaskan
bahwa Allah diliputi oleh cahaya yang sangat terang.
Keagungan dan kebesaran sifat-sifat-Nya jelas terlampau agung untuk bisa ditembus oleh akal
pikiran manusia yang paling hebat sekalipun. Karena itu ada riwayat hadits yang melarang untuk
memikirkan Allah, mengingat semua akal dan pikiran pasti tidak akan mampu
menjangkaunya. Berpikir yang diperintahkan di sini, seperti yang dijelaskan oleh Ibnu Qayyim
rahimahullahu, adalah yang bisa menimbulkan dua pengetahuan dalam hati dan berkembang
daripadanya pengetahuan ketiga. [Miftah Dar al-Sa’adah hal 181] Hal itu menjadi jelas dengan
contoh sebagai berikut. Apabila hati seorang muslim dapat merasakan akan kebesaran makhluk
seperti langit, bumi, tahta kursi, ‘Arsy dan sebagainya, kemudian timbul dalam hatinya rasa
ketidakmampuan memikirkan dan menjangkau semua itu, maka akan muncul pengetahuan ketiga
yakni kebesaran dan keagungan Tuhan yang menciptakan jenis makhluk-makhluk tersebut yang
tidak mungkin dapat diliput serta dicerna oleh akal pikiran.
5. Konsep Tentang ALLAH Swt
Konsep ketuhanan dalam Islam digolongkan menjadi dua: konsep ketuhanan yang berdasar Al-
Quran dan hadis secara harafiah dengan sedikit spekulasi sehingga banyak pakar ulama bidang
akidah yang menyepakatinya, dan konsep ketuhanan yang bersifat spekulasi berdasarkan
penafsiran mandalam yang bersifat spekulatif, filosofis, bahkan mistis.
6. ALLAH Maha Esa

Keesaan Allah atau Tauḥīd adalah mempercayai dan mengimani dengan sepenuh hati
bahwa Allah itu Esa dan (wāḥid). Al-Qur'an menegaskan keberadaan kebenaran-Nya yang tunggal
dan mutlak yang melebihi alam semesta sebagai; Zat yang tidak tampak dan wahid yang tidak
diciptakan.Menurut Al-Quran


...dan Tuhanmu Maha Kaya lagi mempunyai rahmat. Jika Dia menghendaki niscaya
Dia memusnahkan kamu dan menggantimu dengan siapa yang dikehendaki-Nya
setelah kamu (musnah), sebagaimana Dia telah menjadikan kamu dari keturunan
orang-orang lain. (al-An'am 6:133) ”
Menurut Vincent J. Cornell, Al-Quran juga memberikan citra monis Tuhan dengan menjelaskan
realitas-Nya sebagai medan semua yang ada, dengan Tuhan menjadi sebuah konsep tunggal yang
akan menjelaskan asal-muasal semua hal yang ada: "Dialah Yang Awal dan Yang Akhir Yang Akhir
dan Yang Batin; dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu. (al-Hadid 57:3). Sebagian Muslim walau
begitu, mengkritik intepretasi yang mengacu pada pandangan monis atas Tuhan sebagai
pengkaburan antara Pencipta dan dicipta, dan ketidakcocokannya dengan monoteisme redikal
Islam.
5
Ketidakmampuan Tuhan mengimplikasikan ketidakmahakuasaan Tuhan dalam mengatur konsepsi
universal sebagai keuniversalan moral yang logis dan sepantasnya daripada eksistensial dan
kerusakan moral (seperti dalam politeisme). Dalam hal serupa, Al-Quran menolak bentuk pemikiran
ganda sebagai gagasan dualitas atas Tuhan dengan menyatakan bahwa kebaikan dan
kejahatan diturunkan dari perilaku Tuhan dan bahwa kejahatan menyebabkan tidak adanya daya
untuk menciptakan. Tuhan dalam Islam sifatnya universal daripada tuhan lokal, kesukuan, atau
paroki; zat mutlak yang mengajarkan nilai kebaikan dan melarang kejahatan.
Tauhid merupakan pokok bahasan Muslim. Menyamakan Tuhan dengan ciptaan adalah satu-
satunya dosa yang tidak dapat diampuni seperti yang disebutkan dalam Al-Quran. Umat Muslim
percaya bahwa keseluruhan ajaran Islam bersandar pada prinsip Tauhid, yaitu percaya "Allah itu
Esa, dan tidak ada sekutu bagi-Nya." Bahkan tauhid merupakan kosep teoretis yang harus
dilaksanakan karena merupakan syarat mutlak setiap Muslim.
7. Sifat Tuhan
Al-Qur'an merujuk sifat Tuhan ada pada asma'ul husna (lihat QS. Al-A'raf 7:180, Al-Isra' 17:110, Ta
Ha [20]:8, Al-Hasyr 59:24). Menurut Gerhard Böwering, "Nama-nama tersebut menurut tradisi
dijumlahkan 99 sebagai nama tertinggi (al-ism al-aʿẓam), nama tertinggi Tuhan, Allāh. Perintah
untuk menyeru nama-nama Tuhan dalam sastra tafsir Qurʾān ada dalam Surah Al-Isra' ayat 110,
"Katakanlah: "Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman. Dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia
mempunyai asma'ul husna (nama-nama yang terbaik)," dan juga Surah Al-Hasyr ayat 22-24, yang
mencakup lebih dari selusin nama Tuhan.
Sesungguhnya sifat-sifat Allah yang mulia tidak terbatas/terhingga. Di antaranya juga tercantum
dalam Asma'ul Husna. Sebagian ulama merumuskan 20 Sifat Allah yang wajib dan mustahil bagi
Allah yang dipahami dan diimani oleh umat Islam, di antaranya adalah:
1. Wujud (ada) dan mustahil Allah itu tidak ada ('adam).


Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi
dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas Arsy. Dia menutupkan malam
kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari,
bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah,
menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta
alam. ”
— (Al A'raf 7:54)

2. Qidam (terdahulu) dan mustahil Allah itu huduts (baru).

Dialah Yang Awal…


“ ”
— (Al Hadid 57:3)

3. Baqo’ (kekal) dan mustahil Allah itu fana’ (binasa/hilang). Allah sebagai Tuhan Semesta Alam
akan hidup terus menerus. Kekal abadi mengurus makhluk ciptaan-Nya. Jika Tuhan itu fana’ atau
mati, bagaimana nasib ciptaan-Nya seperti manusia?

...dan bertawakkallah kepada Allah Yang Hidup (Kekal) Yang tidak mati…
“ ”
— (Al Furqan 25:58)

4. Mukhollafatuhu lil hawaadits (tidak serupa dengan makhluk-Nya) dan mustahil Allah itu sama
dengan makhluk-Nya (mumaatsalaatuhu lil hawaadits).

6
Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia…
“ ”
— (Asy-Syura 42:11)

5. Qiyamuhu binafsihi (berdiri dengan sendirinya) dan mustahil Allah itu qiyamuhu bi ghairihi (berdiri-
Nya dengan yang lain).

…Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari


“ alam semesta.

— (Al ‘Ankabut 29:6)

6. Wahdaaniyah (esa atau satu) dan mustahil Allah itu banyak (ta’addud) misalnya 2, 3, 4, dan
seterusnya. Allah itu Maha Kuasa.


Allah sekali-kali tidak mempunyai anak, dan sekali-kali tidak ada tuhan yang lain
beserta-Nya. Kalau ada tuhan beserta-Nya, masing-masing tuhan itu akan
membawa makhluk yang diciptakannya, dan sebagian dari tuhan-tuhan itu akan
mengalahkan sebagian yang lain. Maha Suci Allah dari apa yang mereka sifatkan
itu. ”
— (Al Mu’minun 23:91)


Katakanlah, "Dia-lah Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung
kepada-Nya segala sesuatu. Dia tidak beranak dan tidak diperanakkan, dan tidak
ada seorangpun yang setara dengan Dia." ”
— (Al Ikhlas 112:1-4)

7. Qudrah (Maha Kuasa) dan mustahil Allah itu ‘ajaz (lemah). Jikalau Allah itu lemah, tentu saja
makhluk ciptaan-Nya dapat mengalahkan-Nya.

“ ”
Jika Dia kehendaki, niscaya Dia musnahkan kamu dan mendatangkan makhluk baru
(untuk menggantikan kamu), dan yang demikian tidak sulit bagi Allah.

— (Fathir 35:16-17)

8. Iradah (Berkehendak) dan karahah (terpaksa)


9. Ilmu (Maha Mengetahui) dan mustahil Allah itu jahal (bodoh). Allah Maha Mengetahui segala
sesuatu, karena Dialah yang menciptakan-Nya.

…dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang
“ mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di
lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya… ”
— (Al An'am 6:59)

10. Hayat (Hidup) dan mustahil Allah itu maut (mati). Hidupnya Allah tidak seperti hidupnya
manusia. Manusia dihidupkan oleh Allah yang kemudian akan mati, sedangkan Allah tidak akan
mati. Ia akan hidup terus selama-lamanya.

...dan bertawakkallah kepada Allah Yang Hidup (Kekal) Yang tidak mati…
“ ”
— (Al Furqan 25:58)

7
11. Sama’ (Mendengar) dan mustahil Allah bersifat shumam (tuli).

…Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui


“ ”
— (Al Baqarah 2:256)

12. Bashar (Melihat) dan mustahil Allah mustahil bersifat ‘amaa (buta).

“ ”
Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ghaib di langit dan bumi, dan Allah Maha
Melihat apa yang kamu kerjakan.

— (Al Hujurat 49:18)

13. Kalam (Berkata-kata/berfirman) dan mustahil bukmon


14. Qadirun (Maha Kuasa) dan mustahil'ajizun (lemah)
15. Muridun (Maha Berkehendak) dan mustahil karihun (terpaksa)
16. ‘Alimun (Maha Mengetahui) dan mustahiljahilun (bodoh)
17. Hayyun (Maha Hidup) dan mustahilmaiyiton (yang mati)
18. Sami’un (Maha Mendengar) dan mustahilashamma (tuli)
19. Basirun (Maha Melihat) dan mustahila’ma (buta)
20. Mutakallimun (Maha Berkata-kata) dan mustahilabkam (bisu)
21. Allah Maha Tahu
Al-Quran menjelaskan Allah Maha Tahu atas segala sesuatu yang terjadi di alam semesta,
termasuk hal pribadi dan perasaan, dan menjelaskan bahwa tidak ada sesuatu yang dapat
sembunyi dari-Nya:


Kamu tidak berada dalam suatu keadaan dan tidak membaca suatu ayat dari Al Quran dan
kamu tidak mengerjakan suatu pekerjaan, melainkan Kami menjadi saksi atasmu di waktu
kamu melakukannya. Tidak luput dari pengetahuan Tuhanmu biarpun sebesar zarrah
(atom) di bumi ataupun di langit. Tidak ada yang lebih kecil dan tidak (pula) yang lebih
besar dari itu, melainkan (semua tercatat) dalam kitab yang nyata (Lauh
Mahfuzh). (Yunus 10:61)

9. Sufisme
Sebagian ulama berbeda pendapat terkait konsep Tuhan. Namun begitu, perbedaan tersebut
belum sampai mendistorsi Al-Quran. Pendekatan yang bersifat spekulatif untuk menjelaskan konsep
Tuhan juga bermunculan mulai dari rasionalitas hingga agnostisisme, panteisme, mistisme, dan
lainnya dan juga ada sebagian yang bertentangan dengan konsep tauhid sehingga dianggap sesat
oleh ulama terutama ulama syariat.
Dalam Islam, bentuk spekulatif mudah dibedakan sehingga jarang masuk ke dalam konsep tauhid
sejati. Beberapa konsep tentang Tuhan yang bersifat spekulatif di antaranya adalah Hulul, Ittihad,
dan Wahdatul Wujud.
10. Hulul
Hulul atau juga sering disebut "peleburan antara Tuhan dan manusia" adalah paham yang
dipopulerkan Mansur al-Hallaj. Paham ini menyatakan bahwa seorang sufi dalam keadaan tertentu,
dapat melebur dengan Allah. Dalam hal ini, aspek an-nasut Allah bersatu dengan aspek al-
8
lahut manusia. Al-Lahut merupakan aspek Ketuhanan sedangkan An-Nasut adalah aspek
kemanusiaan. Sehingga dalam paham ini, manusia maupun Tuhan memiliki dua aspek tersebut
dalam diri masing-masing.
Dalam sufistik-mistis, orang yang mengalami hulul akan mengeluarkan gumaman-
gumaman syatahat (kata-kata aneh) yang menurut para mistikus disebabkan oleh rasa cinta yang
melimpah. Para sufi yang sepaham dengan ini menyatakan gumaman itu bukan berasal dari Zat
Allah namun keluar dari roh Allah (an-nasut-Nya) yang sedang mengambil tempat dalam diri
manusia.
Mansur al-Hallaj menggunakan ayat Al-Quran semisal surah Al-Baqarah ayat 34 untuk menjelaskan
pahamnya. Dalam ayat itu berbunyi, "Sujudlah wahai para malaikat kepada Adam...". Al-Hallaj
menjelaskan bahwa mengapa Allah memerintahkan bersujud kepada Adam padahal seharusnya
hanya bersujud kepada Allah dikarenakan saat itu Allah telah mengambil tempat dalam diri Adam
sehingga Adam memiliki kemuliaan Allah. Al-Hallaj juga menyebutkan hadits yang mendukung
pendapatnya, seperti, "Sesungguh-Nya Allah menciptakan Adam sesuai bentuk-Nya," dan juga
menurutnya hulul pernah terjadi pada diri Isa, di mana Allah mengambil tempat pada dirinya.
11. Ittihad
Ittihad adalah paham yang dipopulerkan Abu Yazid al-Bustami. Ittihad sendiri memiliki arti
"bergabung menjadi satu", sehingga paham ini berarti seorang sufi dapat bersatu dengan Allah
setelah terlebih dahulu melebur dalam sandaran rohani dan jasmani (fana) untuk kemudian dalam
keadaan baqa, bersatu dengan Allah. Dalam paham ini, seorang untuk mencapai Ittihad harus
melalui beberapa tingkatan yaitu fana dan baqa'. Fana merupakan peleburan sifat-sifat buruk
manusia agar menjadi baik. Pada saat ini, manusia mampu menghilangkan semua kesenangan
dunia sehingga yang ada dalam hatinya hanya Allah (baqa). Inilah inti ittihad, "diam pada kesadaran
ilahi".
Berbeda dengan Hulul, jika dalam Hulul "Tuhan turun dan melebur dalam diri manusia", maka
dalam Ittihad manusia-lah yang naik dan melebur dalam diri Tuhan.

12. Wahdatul Wujud


Wahdatul Wujud merupakan paham yang dibawa Ibnu Arabi. Wahdatul Wujud bermula dari hadits
Qudsi, "Aku pada mulanya adalah harta yang tersembunyi, kemudian Aku ingin dikenal. Maka Ku-
ciptakan makhluk, maka mereka mengenal Aku melalui diri-Ku." Menurutnya, Tuhan tidak akan
dikenal jika tidak menciptakan alam semesta. Alam merupakan penampakan lahir Tuhan.[26]
Menurut paham ini, Tuhan dahulu berada dalam kesendirian-Nya yang mutlak dan tak dikenal. Lalu
Dia memikirkan diri-Nya sehingga muncul nama dan sifat-Nya. Kemudian Dia menciptakan alam
semesta. Maka seluruh alam semesta mengandung diri Allah, sehingga Allah adalah satu-satunya
wujud yang nyata dan alam semesta hanya bayang-bayang-Nya. Bedasar pikiran tersebut, Ibnu
Arabi berpendapat seorang sufi dapat keluar dari aspek kemakhlukan dan dapat melebur dalam diri
Allah. (1)

9
II. Sains dan Teknologi dan Al-Quran dan Hadis

Ilmu, sains, atau ilmu pengetahuan adalah usaha-usaha sadar untuk menyelidiki,
menemukan dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam
alam manusia. Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu
memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian ilmu-ilmu
diperoleh dari keterbatasannya. lmu pengetahuan dalam Islam merupakan sederet
penjabaran mengenai pandangan Islam yang tercantum dalam ayat-ayat suci Al-Qur’an dan
berkenaan dengan ilmu pengetahuan modern, diantaranya:

1. Teori Bing Bang


“Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya
dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air Kami
jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?” (al-anbiya:30)
Saat itu orang tidak ada yang tahu bahwa langit dan bumi itu awalnya satu. Ternyata ilmu
pengetahuan modern seperti teori Big Bang menyatakan bahwa alam semesta (bumi dan langit)
itu dulunya satu. Kemudian akhirnya pecah menjadi sekarang ini.
2. Garis Edar Planet
“Dan Dialah yang telah menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan. Masing-masing dari
keduanya itu beredar di dalam garis edarnya.” (Al-Quran,21:33)
Disebutkan pula dalam ayat yang lain bahwa matahari tidaklah diam, tetapi bergerak dalam garis
edar tertentu:
“Dan matahari berjalan di tempat peredarannya. Demikianlah ketetapan Yang Maha Perkasa lagi
Maha Mengetahui.” (Qs.36:48)
3. Langit yang mengembang (Expanding Universe)
“Dan langit itu Kami bangun dengan kekuasaan (Kami) dan sesungguhnya Kami benar-benar
meluaskannya.” (Al-Quran,51:47)
Menurut Al Qur’an langit diluaskan/mengembang. Dan inilah kesimpulan yang dicapai ilmu
pengetahuan masa kini.
Sejak terjadinya peristiwa Big Bang, alam semesta telah mengembang secara terus-menerus
dengan kecepatan maha dahsyat. Para ilmuwan menyamakan peristiwa mengembangnya alam
semesta dengan permukaan balon yang sedang ditiup.
Hingga awal abad ke-20, satu-satunya pandangan yang umumnya diyakini di dunia ilmu
pengetahuan adalah bahwa alam semesta bersifat tetap dan telah ada sejak dahulu kala tanpa
permulaan. Namun, penelitian, pengamatan, dan perhitungan yang dilakukan dengan teknologi
modern, mengungkapkan bahwa alam semesta sesungguhnya memiliki permulaan, dan ia terus-
menerus “mengembang”.
Pada awal abad ke-20, fisikawan Rusia, Alexander Friedmann, dan ahli kosmologi Belgia, George
Lemaitre, secara teoretis menghitung dan menemukan bahwa alam semesta senantiasa bergerak
dan mengembang.

10
Fakta ini dibuktikan juga dengan menggunakan data pengamatan pada tahun 1929. Ketika
mengamati langit dengan teleskop, Edwin Hubble, seorang astronom Amerika, menemukan bahwa
bintang-bintang dan galaksi terus bergerak saling menjauhi.
4. Gunung yang bergerak
“Dan kamu lihat gunung-gunung itu, kamu sangka dia tetap di tempatnya, padahal ia berjalan
sebagai jalannya awan.” (Qs.27:88)
14 abad lampau seluruh manusia menyangka gunung itu diam tidak bergerak. Namun dalam Al
Qur’an disebutkan gunung itu bergerak.
Gerakan gunung-gunung ini disebabkan oleh gerakan kerak bumi tempat mereka berada. Kerak
bumi ini seperti mengapung di atas lapisan magma yang lebih rapat. Pada awal abad ke-20, untuk
pertama kalinya dalam sejarah, seorang ilmuwan Jerman bernama Alfred
Wegener mengemukakan bahwa benua-benua pada permukaan bumi menyatu pada masa-masa
awal bumi, tetapi kemudian bergeser ke arah yang berbeda-beda sehingga terpisah ketika mereka
bergerak saling menjauhi.
Para ahli geologi memahami kebenaran pernyataan Wegener baru pada tahun 1980, yakni 50
tahun setelah kematiannya. Sebagaimana pernah dikemukakan oleh Wegener dalam sebuah
tulisan yang terbit tahun 1915, sekitar 500 juta tahun lalu seluruh tanah daratan yang ada di
permukaan bumi awalnya adalah satu kesatuan yang dinamakan Pangaea. Daratan ini terletak di
kutub selatan.
Sekitar 180 juta tahun lalu, Pangaea terbelah menjadi dua bagian yang masing-masingnya
bergerak ke arah yang berbeda. Salah satu daratan atau benua raksasa ini adalah Gondwana,
yang meliputi Afrika, Australia, Amerika Utara dan Asia, kecuali India. Selama 150 tahun setelah
pemisahan ini, Gondwana dan Laurasia terbagi menjadi daratan-daratan yang lebih kecil.
Benua-benua yang terbentuk menyusul terbelahnya Pangaea telah bergerak pada permukaan
Bumi secara terus-menerus sejauh beberapa sentimeter per tahun. Peristiwa ini juga
menyebabkan perubahan perbandingan luas antara wilayah daratan dan lautan di Bumi.
Pergerakan kerak Bumi ini diketemukan setelah penelitian geologi yang dilakukan di awal abad
ke-20. Para ilmuwan menjelaskan peristiwa ini sebagaimana berikut:
Kerak dan bagian terluar dari magma, dengan ketebalan sekitar 100 km, terbagi atas lapisan-
lapisan yang disebut lempengan. Terdapat enam lempengan utama, dan beberapa lempengan
kecil. Menurut teori yang disebut lempeng tektonik, lempengan-lempengan ini bergerak pada
permukaan bumi, membawa benua dan dasar lautan bersamanya. Pergerakan benua telah diukur
dan berkecepatan 1 hingga 5 cm per tahun. Lempengan-lempengan tersebut terus-menerus
bergerak, dan menghasilkan perubahan pada geografi bumi secara perlahan. Setiap tahun,
misalnya, Samudera Atlantic menjadi sedikit lebih lebar.[6] Ada hal sangat penting yang perlu
dikemukakan di sini: dalam ayat tersebut Allah telah menyebut tentang gerakan gunung
sebagaimana mengapungnya perjalanan awan. (Kini, Ilmuwan modern juga menggunakan istilah
“continental drift” atau “gerakan mengapung dari benua” untuk gerakan ini. (2)

11
III. Generasi Terbaik Menurut Al-Hadis
Rasulullah SAW bersabda: “sebaik-baik generasi adalah masaku”
Artinya bahwa kualitas manusia mempunyai titik optimal kebaikan agamanya ada di masa
hidup Rasulullah, berarti sebaik-baiknya manusia adalah Rasulullah dan yang hidup di masa
beliau (sahabat). Kemudian yang terbaik berikutnya adalah sesudahnya (yang kemudian
disebut sebagai generasi tabiin),Kemudian yang sesudahnya. Beliau mengatakannya
sebanyak 3 kali. Jadi manusia yg terbaik adalah manusia di masa beliau dan sahabat , lalu
yang hidup sesudah mereka (kemudian disebut Sebagai generasi tabiin) kemudian terbaik
ketiga adalah generasi sesudahnya lagi (yang kemudian disebut sebagai generasi tabiittabiin).
Jadi konsekuansi epistemologis dari hadits ini bersifat dualitas mutual, konsekuensi pertama
yaitu terhadap tentang cara kita memilih siapa yang harus didengar dalam istimbat ajaran dan
hukum Islam, maksud istimbat contohnya adalah siapa yang harus lebih kita dengar terkait
hukum qunut?. Konsekuensi kedua yaitu terhadap cara kita memandang sifat kontinum dari
ilmu agama.
Penjelasan ontologisnya seperti ini
Secara sosial historis, generasi tabiin dan tabiittabiin adalah orang yang dapat secara
langsung melihat praktek ibadah dan ajaran Islam dari para sahabat Rasulullah, sehingga
akan lebih terhindar dari kesalahan tafsir, salah tulis riwayat, dll. Sedangkan sehebat-hebatnya
ulama dan manusia zaman sekarang tidak mungkin lebih tau dan memahami maksud dan
praktek ibadah dari Rasulullah, Karena bagaimanapun ulama dan manusia zaman sekrag
hanya dapat dari teks, yang mana penafsiran merekapun didapat dari analisis teks, berbeda
dengan ulama zaman Tabiin dan tabiittabiin yang tafsirnya terhadap teks hadits maupun Al-
Qur'an didapatkan langsung dari praktek para sahabat Rasulullah Saw.
Siapakah generasi Tabiin dan tabiittabiin itu?
Mereka itu salah satunya adalah para imam Mazhab seperti Imam Malik, Imam Syafi'i,
Hambali.
Jarang mungkin disampaikan bahwa seperti imam Malik beliau pernah bertemu secara
langsung dengan sahabat Rasulullah yaitu Anas Bin Malik, bahkan beberapa ulama yg
menjadi pemeriksa kitab beliau Al-muatta' beberapa adalah termasuk generasi sahabat. Yang
namanya generasi sahabat tentu mereka lebih paham jika ada kesalahan tafsir dari suatu teks
hadits karena mereka melihat langsung tafsirnya dari perbuatan para sahabat Rasulullah.
Karena itulah,jika kalian mempelajari tentang bagaimana para imam Mazhab baik Syafi'i,
Maliki, Hambali dalam hal turun sujud dari posisi berdiri, maka semuanya mendahulukan lutut
daripada tangan. Namun ulama zaman yang jauh dari masa Rasulullah termasuk imam Albani
malah meyakini hadits secara berbeda dan justru mengajarkan tangan lebih dahulu baru lutut.
Imam Bukhari justru memilih mengikuti salah satu Mazhab dari pada harus membuat Mazhab
sendiri. Beliau bermazhab Syafi'i. Ini artinya apa? Beliau sadar kepada pesan Rasulullah
bahwa tidak mungkin beliau lebih tau dan paham ttg ibadah dan syariah dari ulama yg
hidupnya lebih dekat dengan masa Rasulullah.
Muhammad Nashiruddin al-Albani adalah seorang ulama Hadits terkemuka dari era
kontemporer (modern) yang sangat berpengaruh, dikenal di kalangan kaum Muslimin dengan
nama Syaikh al-Albani atau Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani, sebutan al-Albani ini
merujuk kepada daerah asalnya yaitu Albani, lahir 194 hijriah, 44 tahun setelah imam syafii

12
Antara ulama yang sebegitu Soleh dan hidup di masa anak-anak dan cucu-cucu para sahabat
masih hidup rasanya tidak pantas jika kita kesampingkan penafsiran dan istimbathnya karena
lebih memilih mempercayai tafsir ulama yg hidup di tahun 1800 an, yang mana kemampuan
tafsirnya didapat semata-mata dari teks yg tersedia. Lalu bagaimana jika seandainya ada teks
hadits yang memang tidak beliau tau. Mengapa para imam Mazhab seragam dalam hal turun
sujud mendahulukan lutut daripada tangan? Mungkin karena dimasa itu mereka tidak melihat
satupun anak-anak sahabat atau tabiin yang sujud mendahulukan tangan, sehingga itulah
ulama Mazhab Syafi'i ada yang berpendapat bahwa ada teks yg tertukar di dalam hadits
menyatakan tentang sujud mendahulukan tangan kemudian lutut.
IV. Pengertian Salaf Menurut Al-Hadis
Salaf (bahasa Arab: ‫ السلف الصلح‬Salaf aṣ-Ṣālih) adalah tiga generasi Muslim awal yaitu para
sahabat, tabi'in dan tabi'ut tabi'in. Kemudian istilah salaf ini dijadikan sebagai salah
satu manhaj (metode) dalam agama Islam, yang mengajarkan syariat Islam secara murni tanpa
adanya tambahan dan pengurangan, yaitu Salafiyah. Seseorang yang mengikuti tiga generasi
tersebut di atas, ini disebut Salafy (as-Salafy), jamaknya adalah Salafiyyun (as-Salafiyyun).[1] Di
dalam manhaj salaf dikenal pendapat dari beberapa Mujtahid yang biasa disebut Madzhab,
seperti Imam Malik, Imam Hanafi, Imam Syafi'i, Imam Ahmad, dan lain-lain. Kemudian
para salafy beranggapan bahwa, jika seseorang melakukan suatu ibadah tanpa adanya
ketetapan dari Allah dan rasul-Nya, bisa dikatakan sebagai perbuatan bid'ah.
 Arti salaf menurut bahasa
Salafa Yaslufu Salfan artinya madli (telah berlalu). Dari arti tersebut kita dapati kalimat Al Qoum
As Sallaaf yaitu orang – orang yang terdahulu. Salafur Rajuli artinya bapak moyangnya. Bentuk
jamaknya Aslaaf dan Sullaaf.
Dari sini pula kalimat As Sulfah artinya makanan yang didahulukan oleh seorang
sebelum ghadza` (makan siang). As salaf juga, yang mendahuluimu dari kalangan bapak
moyangmu serta kerabatmu yang usia dan kedudukannya di atas kamu. Bentuk tunggalnya
adalah Saalif. Firman allah Ta’ala:

“ ”
...dan kami jadikan mereka sebagai pelajaran dan contoh bagi
orang-orang yang kemudian. (Az Zukhruf :56)

Artinya, kami jadikan mereka sebagai orang–orang yang terdahulu agar orang–orang yang
datang belakangan mengambil pelajaran dengan (keadaan) mereka. Sedangkan arti Ummamus
Saalifah adalah ummat yang telah berlalu. Berdasarkan hal ini, maka kata salaf menunjukan
kepada sesuatu yang mendahului kamu, sedangkan kamu juga berada di atas jalan yang di
dahuluinya dalam keadaan jejaknya.

 Arti salaf menurut istilah


Allah telah menyediakan bagi ummat ini satu rujukan utama di mana mereka kembali dan
menjadikan pedoman. Firman allah Ta’la:


Sesungguhnya telah ada pada (diri) rasullah itu suri teladan
yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat)
allah dan (kedatangan) hari kiamat. (Al-Ahzab: 21) ”
Allah juga menerangkan bahwa ummat ini mempunyai generasi pendahulu yang telah lebih
dahulu sampai kepada hidayah dan bimbingan. Allah berfirman:

13
Orang – orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk islam) di antara
“ orang-orang muhajirin dan anshar mengikuti mereka dengan baik allah ridha
kepada mereka dan mereka ridha kepada allah. (At-Taubah 100) (3)

V. Ajaran tentang berbagi serta keadilan penegakan hukum


Syariat Islam merupakan panduan integral/ menyeluruh dan sempurna seluruh permasalahan
hidup manusia dan kehidupan dunia ini. Syariat Islam (bahasa Arab: ‫ )شريعة إسالمية‬yakni berisi
hukum dan aturan Islam yang mengatur seluruh sendi kehidupan umat manusia, baik muslim
maupun non- muslim. Selain berisi hukum dan aturan, Syariat Islam juga berisi penyelesaian
masalah seluruh kehidupan ini.
Sebagaimana tersebut dalam Al Quran Surat Al Ahzab ayat 36, bahwa sekiranya Allah dan
Rasul- Nya sudah memutuskan suatu perkara, maka umat Islam tidak diperkenankan mengambil
ketentuan lain. Oleh sebab itu secara implisit dapat dipahami bahwa jika terdapat suatu perkara
yang Allah dan Rasul- Nya belum menetapkan ketentuannya maka umat Islam dapat
menentukan sendiri ketetapannya itu. Pemahaman makna ini didukung oleh ayat dalam Surat Al
Maidah QS 5:101 yang menyatakan bahwa hal-hal yang tidak dijelaskan ketentuannya sudah
dimaafkan Allah SWT.
Dengan demikian perkara yang dihadapi umat Islam dalam menjalani
hidup beribadahnya kepada Allah itu dapat disederhanakan dalam dua kategori, yaitu apa yang
disebut sebagai perkara yang termasuk dalam kategori Asas Syara' dan perkara yang masuk
dalam kategori Furu' Syara'.

 Asas Syara'
Yaitu perkara yang sudah ada dan jelas ketentuannya dalam Al Quran atau Al
Hadits. Kedudukannya sebagai Pokok Syari'at Islam dimana Al Quran itu Asas Pertama Syara'
dan Al Hadits itu Asas kedua Syara'. Sifatnya, pada dasarnya mengikat umat Islam seluruh
dunia dimanapun berada, sejak kerasulan Nabi Muhammad SAW hingga akhir zaman, kecuali
dalam keadaan darurat.

 Furu' Syara'
Yaitu perkara yang tidak ada atau tidak jelas ketentuannya dalam Al Quran dan Al
Hadist. Kedudukannya sebaga Cabang Syari'at Islam. Sifatnya pada dasarnya tidak mengikat
seluruh umat Islam di dunia kecuali diterima Ulil Amri setempat sebagai peraturan / perundangan
yang berlaku dalam wilayah kekuasaanya.
 Sumber hukum islam

1. Al-Qur’an
Al- Quran sebagai kitab suci umat Islam adalah firman Allah SWT yang diturunkan kepada
Nabi Muhammad SAW untuk disampaikan kepada seluruh umat manusia hingga akhir
zaman.[2] Selain sebagai sumber ajaran Islam, Al- Quran disebut juga sebagai sumber
pertama atau asas pertama syara'.

14
Quran merupakan kitab suci terakhir yang turun dari serangkaian kitab suci lainnya yang
pernah diturunkan ke dunia. Dalam upaya memahami isi Al- Quran dari waktu ke waktu telah
berkembang tafsiran tentang isi-isi Quran namun tidak ada yang saling bertentangan.
2. Hadis
Hadis terbagi dalam beberapa derajat keasliannya, di antaranya adalah:

 Sahih
 Hasan
 Daif (lemah)
 Maudu' (palsu)
Hadis yang dijadikan acuan hukum hanya hadis dengan derajat sahih dan hasan, kemudian
hadis daif menurut kesepakatan Ulama salaf (generasi terdahulu) selama digunakan untuk
memacu gairah beramal (fadilah amal) masih diperbolehkan untuk digunakan oleh umat Islam.
Adapun hadis dengan derajat maudu dan derajat hadis yang di bawahnya wajib ditinggalkan,
namun tetap perlu dipelajari dalam ranah ilmu pengetahuan.
Perbedaan Al- Quran dan Hadis adalah Al- Quran, merupakan kitab suci yang berisikan
kebenaran, hukum- hukum dan firman Allah SWT, yang kemudian dibukukan menjadi satu, untuk
seluruh umat manusia. Sedangkan Hadis merupakan kumpulan yang khusus memuat sumber
hukum Islam setelah Quran berisikan aturan pelaksanaan, tata cara ibadah, akhlak, ucapan yang
dinisbatkan kepada Nabi Muhammad SAW. Walaupun ada beberapa perbedaan ulama
ahli fikih dan ahli hadis dalam memahami makna di dalam kedua sumber hukum tersebut tetapi
semua merupakan upaya dalam mencari kebenaran demi kemaslahatan ummat , namun hanya
para ulama mazhab (ahli fiqih) dengan derajat keilmuan tinggi dan dipercaya ummat yang bisa
memahaminya dan semua ini atas kehendak Allah.

3. Ijtihad
Ijtihad adalah sebuah usaha para ulama, untuk menetapkan sesuatu putusan hukum Islam,
berdasarkan Al- Quran dan Hadis. Ijtihad dilakukan setelah Nabi Muhammad SAW wafat
sehingga tidak bisa langsung menanyakan pada beliau tentang sesuatu hukum maupun perihal
peribadatan. Namun, ada pula hal- hal ibadah tidak bisa di ijtihadkan. Beberapa macam ijtihad,
antara lain :

 Ijma', kesepakatan para ulama


 Qiyas, diumpamakan dengan suatu hal yang mirip dan sudah jelas hukumnya
 Maslahah Mursalah, untuk kemaslahatan umat
 'Urf, kebiasaan
Terkait dengan susunan tertib syariat, Quran dalam Surah Al-Ahzab ayat 36 mengajarkan
bahwa sekiranya Allah dan Rasul-Nya sudah memutuskan suatu perkara, maka umat Islam
tidak diperkenankan mengambil ketentuan lain. Oleh sebab itu, secara implisit dapat dipahami
bahwa jika terdapat suatu perkara yang Allah dan Rasul- Nya belum menetapkan ketentuannya,
maka umat Islam dapat menentukan sendiri ketetapannya itu. Pemahaman makna ini didukung
oleh ayat Quran dalam Surah Al-Mai'dah yang menyatakan bahwa hal-hal yang tidak dijelaskan
ketentuannya sudah dimaafkan Allah SWT.

15
Mahkamah Syar'iyah Aceh mempertimbangkan perkara pidana dan perdata yang menggunakan hukum
Islam.
Dengan demikian, perkara yang dihadapi umat Islam dalam menjalani
hidup beribadahnya kepada Allah SWT itu dapat disederhanakan dalam dua kategori, yaitu apa
yang disebut sebagai perkara yang termasuk dalam kategori Asas syara' (ibadah Mahdah) dan
perkara yang masuk dalam kategori Furuk syara (Gairu Mahdah).

 Asas syara' (Mahdah)


Yaitu perkara yang sudah ada dan jelas ketentuannya dalam Al- Quran atau Hadis.
Kedudukannya sebagai Pokok Syariat Islam di mana Al- Quran itu asas pertama Syara` dan
Hadis itu asas kedua syara'. Sifatnya, pada dasarnya mengikat umat Islam seluruh dunia di
mana pun berada, sejak kerasulan Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬hingga akhir zaman, kecuali dalam
keadaan darurat.
Keadaan darurat dalam istilah agama Islam diartikan sebagai suatu keadaan yang
memungkinkan umat Islam tidak mentaati Syariat Islam, ialah keadaan yang terpaksa atau
dalam keadaan yang membahayakan diri secara lahir dan batin, dan keadaan tersebut tidak
diduga sebelumnya atau tidak diinginkan sebelumnya, demikian pula dalam memanfaatkan
keadaan tersebut tidak berlebihan. Jika keadaan darurat itu berakhir maka segera kembali
kepada ketentuan syariat yang berlaku.

 Furu' Syara' (Ghoir Mahdhoh)


Yaitu perkara yang tidak ada atau tidak jelas ketentuannya dalam Al- Quran dan Hadis.
Kedudukannya sebagai cabang Syariat Islam. Sifatnya pada dasarnya tidak mengikat
seluruh umat Islam di dunia kecuali diterima Ulil Amri setempat menerima sebagai
peraturan/perundangan yang berlaku dalam wilayah kekuasaannya. Perkara atau masalah
yang masuk dalam furu' syara' ini juga disebut sebagai perkara ijtihadiyah.
Menurut Tahir Azhary, ada tiga sifat hukum islam :

 bidimensional, artinya mengandung segi kemanusiaan dan segi ketuhanan (ilahi)


 adil, artinya salam hukum islam keadilan bukan saja merupakan tujuan, tetapi sifat yang
melekat sejak kaidah-kaidah salam syariah di tetapkan.
 individualistik dan kemasyarakatan yang di ikat dengan nilai-nilai transendental yaitu wahyu
Allah Subhanahu wa Ta'ala yang disampaikan kepada Nabi Muhammad ‫ﷺ‬. (4)
16
DAFTAR PUSTAKA

1. Wikipedia. Allah (Islam). id.wikipedia.org. [Online] 04 Oktober 2020. [Dikutip: 16 Oktober 2020.]
https://id.wikipedia.org/wiki/Allah_(Islam).
2. —. Islam dan ilmu pengetahuan. id.wikipedia.org. [Online] Juni 07, 2019. [Cited: Oktober 16, 2020.]
https://id.wikipedia.org/wiki/Islam_dan_ilmu_pengetahuan#cite_note-4.
3. —. Salaf. id.wikipedia.org. [Online] Julu 03, 2020. [Cited: Oktober 16, 2020.]
https://id.wikipedia.org/wiki/Salaf#cite_note-salafy-or-id-2.
4. —. Syariat Islam. id.wikipedia.org. [Online] Oktober 4, 2020. [Cited: Oktober 16, 2020.]
https://id.wikipedia.org/wiki/Syariat_Islam.

17
Lampiran 1

18

Anda mungkin juga menyukai