Anda di halaman 1dari 8

ALUR 1

Di suatu pagi di rumah Dafa, Dafa nampak bosan dengan tugas sekolah yang harus ia kerjakan di
hadapannya.Dengan Raut muka lesu, Sembari mengacak-acak rambutnya, ia berkata,
Dafa : “Gua bosen nih hidup gini mulu. Maen diluar ajalah.” (sembari beranjak pergi)
Dafa : “Ma, aku mau maen diluar.” (berteriak)
Amel : “ya gini anak jaman sekarang. Kerjaannya maiinn terus.” (sambil geleng kepala)
Tanpa menghiraukan mamanya, Dafa langsung pergi dari rumah dengan kesal dan pergi menuju
warkop.
Sesampainya di warkop, Dafa melihat ada teman-temannya sedang mengerjakan tugas dan
menonton sesuatu. Melihat itupun dafa semakin kesal.
Dafa : “Rek ayo mabar, nugas terooss.”
Arif : “Mabar aja terooss, lihat nih tugas numpuk gak selesai-selesai.”
Naval : “Tau tuh, nih ikutan lihat.”
Dafa : “Gak ah males, buat apa.”
Naval : “Udahlah, sini lihat.” (sembari menarik tangan dafa duduk di sampingnya)
Setelah itupun dafa terpaksa ikut menikmati video bersama teman-temannya.
MASUK CERITA ALUR 2......
ALUR 2
Dahulu kala, di suatu desa terpencil hiduplah seorang pemuda yang bernama Joko. Joko
merupakan pemuda anak dari kepala desa itu. Dia merupakan anak yang malas, selalu bolos
sekolah, dan tidak peduli pada masa depannya. Di kesehariannya ia selalu mementingkan dirinya
sendiri dan kesenangannya sendiri.
Suatu hari Joko berjalan keluar jauh dari desanya menuju tempat peramaian. Tiba-tiba ia melihat
seorang gadis Belanda yang sangat cantik. Ketika melihatnya ia pun seketika terpana. Tanpa
berpikir panjang, Joko pun langsung menghampirinya dan mengajaknya berkenalan. Singkat
cerita keduanya sudah sangat akrab.
Semenjak hari itu, keduanya semakin akrab dan Joko jatuh cinta pada gadis itu semenjak
pertama kali. Karena mereka sudah sangat akrab, Joko mengira bahwa gadis itupun mencintainya
dan mempercayainya, begitupun sebaliknya,
Suatu ketika Joko berniatan untuk mengajak gadis itu ke desanya.
Kikik : “Apa kau mau kuajak pergi main ke desaku?”
Latus : “Tentu saja Joko. I akan sangat senang.”
Kikik : “Tetapi kau harus berjanji padaku dulu, jangan beritahukan lokasi desaku ke pasukan
Belanda.”
Latus : “Of course Joko. You lebih penting dari mereka para Belanda.” (TANGGAL
SYUTING SABTU,31 OKTOBER 2020)
Setelah keduanya sepakat, Joko pun langsung saja mengajak gadis tersebut pergi ke desanya.
Sesampainya di sana, mereka berdua berjalan mengelilingi desa. Keduanya pun tak
menghiraukan tatapan warga desa yang terkejut karena keduanya. Tanpa disadari oleh Joko,
ternyata dari tadi ayahnya melihat keduanya dengan tatapan garang. Dan di saat yang sama pula,
sahabat dekatnya, yakni Muji juga melihat mereka berdua.
Singkat cerita, setelah Joko selesai mengajak gadis itu berjalan-jalan di desanya dan
mengantarnya kembali, ia pun pulang ke rumah. Baru selangkah ia menginjakkan kakinya ke
dalam rumah, ia sudah disuguhi dengan tatapan garang ayahnya.
Ripaldo : (menarik tangan Joko) “Ngapain kau ajak noni Belanda itu kemari? Kau tidak ingat
apa yang dilakukan mereka?! Mereka itu pengkhianat!”
Kikik : “Aku percaya sama dia, Pak. Dia sudah berjanji padaku. Aku jamin dia tidak akan
berkhianat.”
Ripaldo : “Omong kosong! Dia itu membohongimu! Jangan terlalu bodoh karena terpana
kecantikannya. Itu hanya tipu muslihatnya!
Intan : “Bapakmu benar, nak. Dengarkan dia. Itu untuk kebaikan kita semua.”
Kikik : “Aku percaya sama dia, Buk, Pak. Sudahlah, kalian memang tidak pernah mengertiku.
Lebih baik aku pergi!”
Intan : “Tunggu, Nak....”
Ripaldo : “Dasar cah bodoh!” (TANGGAL SYUTING SELASA, 3 NOBEMBER 2020)
Dengan kesal pun akhirnya Joko meninggalkan bapak dan ibunya. Tidak peduli kesedihan
ibunya karena ia pergi. Mungkin ia berencana untuk tidak pulang ke rumah hari ini. Joko pun
berjalan ke rumah sahabatnya yang bernama ucup, tempat yang selalu ia percaya untuk melepas
segalanya. Menurut Joko, dengan Ucuplah ia selalu bisa menenangkan diri.
Sesampainya di rumah Ucup, dilihatnya pemuda itu sedang belajar dengan giat. Begitulah Ucup,
anak yang sangat rajin menuntut ilmu demi masa depan negara. Berbeda dengan Joko yang
sebaliknya.
Kikik : “He, Cup.” (dengan raut muka kesal)
Rangga : “Kau kenapa? Lagi ada masalah?”
Kikik : “Tau tuh kesal aku sama bapak ibukku. Memangnya gak boleh apa memepercayai orang?
Siapa tahu memang dia tidak seperti yang lainnya. Lagipula dia sudah berjanji denganku.”
Rangga : “Percaya dengan siapa? Tadi siang aku melihatmu pergi dengan seorang noni Belanda.
Siapa dia?”
Kikik : “Dia temanku dan aku menyukainya.”
Rangga : “Kau serius? Dia itu Belanda loh. Tak seharusnya kau percaya semudah itu. Kau tidak
ingat apa yang Belanda lakukan pada negara ini?
Kikik : “Aku tahu, tapi menurutku dia berbeda. Dia sangat mencintai tanah air ini, aku tahu
persis. Bahkan sebenarnya dia ingin menyelesaikan perselisihan negara ini dengan negaranya.”
Rangga : “Karena aku tahu kau bagaimana, aku selalu percaya padamu. Karena kita sahabat, aku
selalu mempercayai yang kau lakukan. Tapi ingatlah, negara ini tetap menjadi tanggung
jawabmu. Berhati-hatilah.”
Kikik : “Tentu saja, aku tidak ingin itu terjadi lagi. Aku jamin dia lebih memilihku daripada
perselisihan yang tidak ada habisnya ini.”
Rangga : “Sebenarnya aku khawatir, tapi itu wajar. Setidaknya kau tahu apa yang perlu kau
lakukan, aku pasti akan mendukungmu.”
Kikik: “Yoii, memang kau orang yang bisa kupercaya. Yaudah aku mau pergi dulu.”
Ucup mengangguk. Membiarkan sahabatnya yang sudah sedikit tenang itu pergi dari rumahnya.
Namun, di dalam hatinya ia sebenarnya risau dengan Joko. Sejauh ini ia hanya bisa
mendukungnya karena bagaimanapun yang Joko lakukan adalah keputusan dirinya sendiri.
Sementara Joko yang lebih tenang hatinya pergi ke warung di luar desa untuk sedikit meminum
kopi dan nongkrong sebentar sendirian. Jarang-jarang ia bisa keluar seperti ini. Biasanya bapak
ibunya pasti melarang untuk nongkrong malam-malam. Karena kelewat bandelnya ia, bapak
ibunya memberikan jam malam tersendiri untuk Joko karena mereka khawatir. (TANGGAL
SYUTING RABU,4 NOVEMBER 2020)
Beberapa jam setelah sepenuhnya tenang dan puas nongkrong, Joko pergi dari warung itu dan
kembali ke desanya. Namun, sesampainya di sana ia terkejut dengan pemandangan di
hadapannya. Semuanya berantakan acak-acakan. Sayur-mayur dimana-mana, banyak kursi meja
di pinggir jalan yang kacau. Teringat dan takut akan sesuatu, Joko langsung berlari menuju
rumahnya.
Sesampainya di sana, ia mendobrak pintu rumahnya dan betapa terkejutnya ia mendapati
beberapa orang warga desa yang ia kenal sudah tergeletak tak bernyawa. Dengan panik ia
kembali mengedarkan pandangannya. Betapa tertusuk hatinya, ia mendapati kedua orang tuanya
tergeletak bersebelahan satu sama lain seperti yang lainnya, tanpa nyawa. Tak jauh dari tempat
kedua orang tuanya itu, Joko melihat 3 orang jendral Belanda berkulit putih dan satunya lagi
yang betapa membuat dirinya terkejut hebat. Gadis itu … gadis yang ia putuskan untuk
mempercayainya. Tersulutlah kemarahan Joko seketika saat itu.
Kikik : “Ke-kenapa kau mengkhianatiku??!!!”
Latus : “Bodoh. Orang pribumi of course sangat bodoh. Mana mungkin I mau berbaur with
orang pribumi rendahan seperti you are.” (sambil tersenyum puas)
Kikik : “Kau sudah berjanji kepadaku.”
Latus : “Janji with orang pribumi seperti you mana mungkin kuhitung sebagai promise.”
Kikik : “PENGKHIANAT KAU!!!! PENGKHIANAT SIALAANNN….!!!!”
Tanpa menghiraukan teriakan maki-maki kesal dari Joko, pasukan Belanda serta noni itu
beranjak pergi dari rumah Joko. Meninggalkan mayat-mayat tak berdosa yang selesai mereka
bantai habis-habisan. Dengan senyum puas terukir di wajah biadab orang-orang Belanda itu.
Sementara Joko menghampiri mayat kedua orang tuanya sambal menangis hebat. Menyesal atas
segalanya.
Kikik : “Ibu….bapakkk…bangun. Maafkan Joko. Seharusnya Joko dengar kata-kata kalian.
Banguunn Bu, Pak.” (sambal menangis tersendu-sendu)
Tetap saja, sehebat apapun Joko meneriakkan nama mereka berdua. Nyawa keduanya telah
melayang, bersama warga desa yang menjadi korban di tempat itu juga. Di dalam hati, Joko
teramat menyesal, mengutuk dirinya karena betapa ia sangat bodoh.
(Suara dalam hati)
Kikik : “Ya Tuhan, hukuman seperti apa lagi ini. Seharusnya hari itu aku memercayai kalian,
Bu, Pak juga kau Ucup. Bahkan sekarang, bagaimana caraku meminta maaf kepada kalian?
Apa yang bisa kuperbuat? Tidak ada! Aku tidak bisa menjadi anak membanggakan yang seperti
kalian inginkan. Maafkan Joko, maafkan Joko. Aku anak paling gagal untuk bangsa ini, juga
untuk kalian semua.”
Sungguh, tangisan Joko tidak pernah terhenti di hadapan mayat orang tuanya. Menyesal, marah,
dan merutuki segalanya. Mungkin tangisan pilu itu mustahil reda sampai beberapa saat kemudian
teman-teman Joko menghampirinya, termasuk Ucup. Melihat kejadian pilu yang terjadi di
hadapan Joko, mereka langsung memeluk pemuda itu dan menenangkannya.
Rangga : “Jok, bangun. Kau tidak bisa seperti ini terus.”
Kikik : “Bagaimana bisa? Mengapa aku tida bisa menjadi seperti dirimu? Mengapa aku tidak
rajin ke sekolah, rajin belajar, rajin menuntut ilmu untuk masa depan bangsa ini. Kau sudah
mengajariu, tapi kuhiraukan itu semua. Andai aku bisa sepertimu, ini semua tidak akan terjadi.”
Rangga : Sudahlah, tidak berguna kau menyesali yang sudah terjadi. Yang penting sekarang kau
harus bangkit, perjuangkan apa yang ingin kau perjuangkan! Aku selalu bilang begitu, bukan?
Bangkitlah Joko, kau harapan satu-satunya bapak ibumu, jangan sia-siakan pengorbanan
mereka!”
Nazar : “Benar Joko. Kau harus bangkit. Balaskan dendam kita, dendam warga desa kita. Kita
semua harus bangkit.”
Tri Aji : “Benar Joko, Bankitlahh!!!”
Mendengar seruan dari teman-temannya. Joko mengusap air mata. Hatinya tergerak untuk teguh.
Mereka benar. Jika ia terus terpuruk, pengorbanan mereka akan sia-sia. Ia harus
memperjuangkan negara ini, untuk bapak ibunya, untuk warga desanya, untuk seluruh bangsa
ini. Joko telah bertekad di dalam hatinya. Ia dan teman-temannya akan berjuang, membalas
penderitaan bangsa ini.
Joko dan teman-temannya pun pergi menyusun strategi mereka untuk membalaskan penderitaan
bangsa ini. Segala persiapan mereka lakukan. Segala strategi matang mereka bentuk dan
rencanaan. Setelah beberapa hari, setelah semuanya matang sempurna. Pada dini hari, mereka
berangkat untuk merealisasikan rencana mereka dengan keteguhan hati, keyakinan, dan
semangat berjuang untuk bangsa ini. (TANGGAL SYUTING SABTU, 7 NOVEMBER)
(VIDEO HOTEL YAMATO)
KEMBALI KE ALUR 1
Dafa yang setelah sekian lama melihat video di layar laptop di hadapannya itu kini merenung.
Entah sejak kapan ia merenung. Hatinya tergerak untuk melakukan seuatu. Terhadap dirinya
sendiri, apa yang harus ia perbuat sebagai seorang pemuda. Ia merenungkan itu semua, waktu-
waktu yang ia buang sia-sia selama ini tanpa melakukan apa-apa.
(Suara dalam hati)
Dafa : “Seharusnya aku tidak di sini. Aku tidak boleh terus malas sebagai generasi penerus
bangsa. Aku ahrus melakukan kewajibanku. Aku harus menata kembali hidup dan impianku.”
Tiba-tiba Dafa berdiri.
Dafa : “Gua pulang dulu ya. Tugas gua sebagai pelajar masih banyak.”
Anjar : “Yoii, semangat broo. Kita ketemu di masa depan yang cerah.”
Setelah itu, Dafa bergegas pulang ke rumah. Sesampainya di sana, ia kembali menarik kursi
belajarnya dan mendudukinya. Melakukan apa yang harus ia lakukan. Mengerjakan tugas-
tugasnya dan belajar dengan giat. Akhirnya hatinya sebagai pemuda Indonesia kini tergerak.
Karena terlalu semangat, pemuda itu tertidur di meja belajar hingga keesoan harinya.
(Bunyi alarm)
Hari itu hari senin. Dafa bersiap-siap untuk bergegas ke sekolah. Memakai pakaian seragam
putih abu-abu lengkap dengan topi serta dasi. Ia bukan lagi Dafa di hari sebelumnya. Kini ia
terlahir dengan tekad dan semangat baru sebagai generasi pelajar muda Indonesia. Di dampingi
sinar matahari di esok pagi yang cerah itu, Dafa pergi ke sekolah dengan bersemangat.
(Berjalan sampai parkiran)—TRANSISI
Dengan semangat baru dan tekad baru, Dafa pergi menuju lapangan upacara untuk menjalankan
tugasnya di hari senin. Bersama teman-teman satu sekolahnya, ia memimpin upacara bendera
hari itu. Selama ini akhirnya hal yang dapat kita sadari adalah
“Bahwa bukan harus karena tangis pilu kita mulai berubah, bukan karena kita kehilangan kita
mulai berubah. Kita adalah generasi bangsa, penyelamat bangsa, pahlawan bangsa. Kita berubah
karena tekad hati kita sendiri. Kita belajar dari sejarah, pengorbanan, dan keteguhan pahlawan
Indonesia. Tugas kita adalah tidak menyia-nyiakan tumpah darah mereka. Belajarlah, terus.
belajar, apapun yang kau lakukan demi bangsa ini. Berjanjilah, demi diri kita sendiri, orang-
orang yang kita sayang, sekolah, rumah, dan tanah air negara Indonesia untuk menjadi pahlawan
tunas bangsa. SELAMAT HARI PAHLAWAN. Bangsa yang besar adalah bangsa yang
menghormati jasa-jasa para pahlawannya.”
Hormat kepada bendera merah putih. (TANGGAL SYUTING SENIN,9 NOVEMBER 2020)
PENOKOHAN
ALUR 1
Tokoh utama : Dafa
Ibu Dafa : Amelia B.
Teman-teman Dafa : Arif, Wahyudi, Anjar, Hakim, Rohman H.
ALUR 2
Tokoh utama (Joko) : Kikik
Ayah Joko : Rivaldo
Ibu Joko : Intan NA
Noni Belanda : Lailatus
Sahabat Joko : Rangga
Warga desa : Lilis, Azizah, Sheina
Pasukan Belanda : Habib, Ian Aldino, Heru
Teman-teman lainnya : Bagas, Nauval, Nazar, Tri Aji
Mayat : Rohman H, Arif, Wahyudi, Anjar

LATAR TEMPAT
ALUR 1
Rumah Dafa : Rumah Heru
Warkop : Segodobancang Warkop Cong
ALUR 2
Desa pedalaman : Segodobancang (belakang)
Tempat peramaian : Segodobancang (depan)
Rumah Joko : Rumah Mbah Heru
Rumah Ucup : Rumah Lailatus
Latar tempat akhir cerita : SMAN 1 Tarik

PERKAP PENTING
Pakaian untuk Noni Belanda
Pakaian jendral 3 (pakaian pahlawan seperti Soekarno putih-putih atau pakaian coklat)
Untuk lainnya, properti pribadi harap disiapkan sendiri. Jika tidak ada bisa minta untuk dibantu
mencarikan.
Perkap umum dikoordinasi bersama.

Anda mungkin juga menyukai